Perang Vietnam

2 Mei 1964: Aksi 2 Prajurit Komando Vietcong “Tenggelamkan Kapal Induk” Amerika

Tenggelamnya “kapal induk” USNS Card pada tanggal 2 Mei 1964 adalah kemenangan propaganda yang menakjubkan bagi Viet Cong, namun sangat sedikit yang diingat dari peristiwa itu hari ini. Meski demikian bagaimanapun hal ini menggambarkan betapa rentannya kapal-kapal perang angkatan laut bahkan ketika mereka “hanya” berhadapan dengan musuh berteknologi rendah … dan  sekaligus menunjukkan betapa sulitnya menjaga keamanan pelabuhan dalam perang yang tidak memiliki garis depan yang nyata. Hal yang serupa, kemudian terulang kembali 36 tahun kemudian, saat pada tanggal 12 Oktober 2000 kapal perusak canggih kelas Arleigh Burke milik AL Amerika, yakni USS Cole diserang oleh kelompok teroris Al Qaeda, dengan menggunakan kapal kecil yang penuh dengan bahan peledak, yang menargetkan kapal Amerika itu saat dia berlabuh di pelabuhan Aden, Yaman. Ledakan itu lalu merobek lubang besar di sisi kapal, yang menewaskan 17 pelaut dan melukai 39 lainnya — menjadikannya serangan paling mematikan terhadap kapal Angkatan Laut AS dalam sejarah modern.

Serangan teroris Al Qaeda pada kapal perusak USS Cole di Pelabuhan Aden, Yaman adalah serangan paling mematikan pada kapal perang AL AS di era modern. 36 tahun sebelumnya, unit komando Vietcong melakukan serangan serupa yang berhasil “menenggelamkan” kapal “induk” AL AS di Pelabuhan Saigon. (Sumber: https://www.navytimes.com/)

LATAR BELAKANG

Mencoba untuk mempertahankan rezim sekutunya di Vietnam Selatan, Amerika Serikat pada tahun 1961 terpaksa untuk secara drastis meningkatkan bantuan militernya kepada pemerintah Saigon. Pada saat itu, Amerika Serikat masih memiliki banyak kapal-kapal bekas masa Perang Dunia Kedua. Karena bantuan militer yang dikirimkan semakin banyak terdiri dari pesawat dan helikopter untuk rezim Vietnam Selatan, AS secara rasional lalu memutuskan untuk menggunakan bekas kapal-kapal induk pengawal lamanya, atau, sebagaimana mereka kerap disebut sebagai “kapal induk jip” untuk menjadi kapal pengangkut. Sekarang, bagaimanapun, kapal-kapal ini tidak harus digunakan untuk bertempur. Oleh karena itu, kapal-kapal ini dipindahkan dari armada Angkatan Laut ke Satuan Komando Transportasi, dan mengubah kode registrasi “tempur” nya, dari USS menjadi USNS, di mana kapal-kapal ini menjadi kapal bantu dalam armada laut AS. Kapal-kapal pertama dari jenis ini adalah dua kapal induk pengawal kelas Bogue. Yang pertama adalah USNS “Core” (“Inti”), dan yang kedua dari jenis kapal yang sama USNS “Card” (“Kartu”). Keduanya berbobot sekitar 16.600 ton dan pada saat Perang Dunia II dapat melakukan perjalanan dengan kecepatan tertinggi 18 knot (33,3 km/jam) sambil membawa selusin pesawat tempur Grumman F4F Wildcats dan sembilan pesawat pembom torpedo TBF/TBM Avenger. Situs U-Boat.net mencatat bahwa pesawat-pesawat dari Card telah menenggelamkan delapan kapal selam Nazi, sedangkan pesawat-pesawat dari Core menenggelamkan empat U-boat. Kapal-kapal ini, yang dulunya pernah aktif berburu kapal selam Jerman di Atlantik, sudah tidak lagi memiliki nilai tempur, karena setelah Perang Dunia II, kapal induk ini dinilai terlalu kecil untuk dapat mengoperasikan pesawat jet dan agak terlalu lambat untuk dikerahkan ke garis depan. Namun, sebagai sebuah kapal yang memiliki dek penerbangan berukuran 439 kaki (134 meter) kali 70 kaki (21,3 meter) — hampir seluas 31.000 kaki persegi — dan dek hanggar dengan ukuran yang kira-kira sama, kapal itu dinilai masih berguna. Jadi, Dinas Transportasi Laut Militer (cikal bakal Military Sealift Command saat ini) mengambil alih kapal-kapal ini. Pada dek datar besar kapal-kapal ini dimungkinkan untuk menempatkan sejumlah besar pesawat tempur dan helikopter di atasnya, dan hanggarnya dapat digunakan untuk memuat banyak peralatan militer – dari truk hingga kendaraan pengangkut personel lapis baja. Disamping itu mereka juga dapat membawa kontainer.

Pesawat pembom TBF Avenger mendarat di USS Card (CVE 11) selama Perang Dunia II. Card tercatat menenggelamkan delapan kapal selam U-boat dalam konflik itu. (Sumber foto: Angkatan Laut AS/https://www.wearethemighty.com/)
USS Card mengangkut pesawat pencegat F-102 Delta Dagger. Selepas Perang Dunia II, kapal induk “jeep” seperti USS Card dialih-fungsikan sebagai kapal pengangkut yang dioperasikan oleh Satuan Komando Transportasi. (Sumber: https://en.topwar.ru/)
USNS Core tampaknya sedang menurunkan A-1 ke sungai, tetapi kenyataannya ada tongkang di bawahnya. Metode ini memungkinkan kapal untuk membongkar muatan dengan lebih cepat. Dek datar dan hangar penerbangan dari bekas kapal induk pengawal ini dianggap cukup luas, sehingga ideal digunakan sebagai kapal pengangkut. (Sumber: https://wwiiafterwwii.wordpress.com/)

Pada tanggal 15 Desember 1961, USNS Card meninggalkan Quonset Point, Rhode Island, dengan muatan kargo helikopter-helikopter H-21 Shawnee dan tentara AS dari Fort Devens, Massachusetts, menuju ke Vietnam. Di Subic Bay di Filipina, muatan kargo dan pasukan dipindahkan ke USS Princeton, yang tiba dan menurunkannya di lepas pantai Da Nang pada bulan berikutnya. Sejak tahun 1961 dan seterusnya, Card dan USNS Core secara teratur berlabuh di Saigon untuk membongkar senjata artileri berat, kendaraan pengangkut personel lapis baja M113, pesawat, helikopter, dan amunisi untuk pemerintah Vietnam Selatan. Perang saat itu telah mendapatkan momentum, sehingga mereka memiliki cukup banyak pekerjaan. Pelabuhan Saigon sendiri tempat kedua kapal itu berlabuh terletak di antara Terusan Te dan Ben Nghe, dan lebarnya sekitar 700 meter (2.300 kaki) dari satu sisi ke sisi lainnya. Untuk memudahkan kedatangan Card dan kapal-kapal Amerika lainnya yang berlayar sampai ke Saigon, militer Vietnam Selatan sering mengerahkan kapal-kapal angkatan laut untuk melakukan patroli di sekitar pelabuhan, sementara pantai di sekitarnya dilindungi oleh batalion dari pasukan Lintas Udara Angkatan Darat Republik Vietnam (ARVN) yang elit. Pelabuhan itu sendiri dijaga sepanjang waktu oleh Polisi Nasional Republik Vietnam, dengan para agen Vietnam Selatan yang menyamar beroperasi di seberang sungai, di daerah Thu Thiem untuk mengganggu aktivitas Vietcong di sana. Di sisi lain, mengingat fakta bahwa Vietnam Selatan kerap diperintah oleh diktator militer yang tidak kompeten yang dibentuk oleh Amerika, di medan perang, performa tentara Vietnam Selatan dalam menangani aksi gerilya komunis Vietcong yang didukung oleh pihak Hanoi, tidaklah menggembirakan. Rezim Saigon, saat itu harus menghadapi musuh yang bermotivasi tinggi, maka tidak mengherankan bila pada tahun-tahun itu, cengkeraman kekuasaan rezim Saigon hanya terpusat pada wilayah-wilayah perkotaan, sedangkan wilayah pedesaan menjadi “milik” Vietcong.

GRUP OPERASI KHUSUS KE-65 VIETCONG

Seperti banyak gerakan pembebasan nasional, Viet Cong merupakan campuran dari partai politik dan tentara partisan. Pada saat yang sama, kehadiran negara penyokongnya di utara, yang memiliki sumber daya mobilisasi yang besar dan pasukan, yang meski persenjataannya tidak selengkap Amerika, tetapi berani menentang Amerika dan sekutunya, telah menginspirasi aksi-aksi Viet Cong yang lebih berani terhadap rezim Vietnam Selatan, dan kemudian kepada Amerika sendiri. Karena tidak memiliki sumber daya untuk melakukan perang terbuka di kota-kota, Viet Cong lalu menciptakan kelompok-kelompok tempur kecil yang melakukan aksi sabotase, terorisme, membunuh orang-orang Amerika dan mereka yang dinilai sebagai kolaborator, serta melakukan misi-misi pengintaian. Ini sebenarnya semacam kelompok-kelompok tempur bawah tanah, yang berperang melawan rezim pro-Barat. Tentu saja, kelompok-kelompok seperti ini telah ada di banyak negara di dunia baik sebelum maupun sesudahnya. Tetapi di Vietnam, kelompok-kelompok ini mendapatkan pelatihan yang sangat spesifik. Jadi, misalnya, walaupun ada banyak gerakan partisan di dunia, tetapi tidak banyak di mana para personelnya dilatih untuk menjadi perenang tempur dan pemasang ranjau, yang bisa meletakkan ranjau magnet di bawah air. Rata-rata kelompok partisan di dunia dilatih secara amatir dan otodidak. Sebaliknya, Viet Cong, yang “didukung” oleh Vietnam Utara, tidak memiliki masalah dalam melakukan pelatihan para spesialis semacam itu. Orang awam mungkin hanya memiliki sedikit gambaran tentang seberapa serius pihak Hanoi menggunakan misi-misi operasi khusus. Jadi, selama perang, orang-orang Vietnam telah dilatih sebagai kelompok-kelompok sabotase yang dikirim ke garis belakang tentara Amerika. Unit-unit khusus ini, dikenal sebagai Pasukan Khusus/Komando “Dac Cong”. Dalam setiap ofensif pasukan komunis Vietnam, penggunaan unit pasukan khusus digunakan secara luas.

Seorang sapper vietcong menunjukkan betapa mudahnya menembus rintangan kawat berduri yang paling tebal sekalipun. Dalam Perang Vietnam, baik pasukan Vietnam Utara/Vietcong secara intensif memanfaatkan unit-unit komando dalam memperlancar operasi militer yang mereka gelar. (Sumber: https://georgy-konstantinovich-zhukov.tumblr.com/)

Meskipun secara resmi tanggal pendirian “Dac Cong” adalah tanggal 19 Maret 1967, pada kenyataannya, pasukan khusus semacam ini sudah muncul dari unit-unit yang, kerap melakukan serangan mendadak tanpa senjata berat, untuk menyerang pertahanan benteng-benteng Prancis selama Perang Indocina Pertama. Selama tahun 1948-1950 itulah fondasi untuk apa yang kemudian menjadi “Dac Cong” – pasukan yang yang sangat terlatih dan termotivasi untuk melawan musuh dengan keberanian pribadi yang luar biasa – dibuat. Dalam perang dengan Prancis itulah “Dac Cong Bo” muncul — pasukan khusus reguler, dan “Dac Cong Nuoc” — pasukan khusus perenang tempur, serta – “Dac Cong Biet Dong” – unit penyabot bawah tanah yang terlatih secara khusus, yang mampu melancarkan perang gerilya tanpa dukungan eksternal selama bertahun-tahun dan berfokus terutama pada operasi di lingkungan perkotaan. Pada tahun 1963, di salah satu unit militer Dac Cong, seorang kader berusia 27 tahun, Lam Son Nao menerima pelatihan komando di unit tersebut. Nao adalah orang asli Saigon. Dia sebelumnya telah bekerja selama 17 tahun untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya dari jurang kemiskinan. Banyak dari kerabatnya telah dibunuh oleh Pemerintah Kolonial Prancis, yang mana hal ini kemudian menimbulkan kebenciannya terhadap para penjajah asing. Sejak masa mudanya, ia telah mendukung Viet Minh dan gagasan untuk menyatukan Vietnam di bawah otoritas orang-orang komunis Vietnam. Segera setelah Nao memiliki kesempatan, ia bergabung dengan organisasi ini. Kemudian Nao dikirim ke tempat pelatihan sabotase dan pelatihan tempur tersulit di unit Dac Cong. Setelah menyelesaikan pelatihannya, Nao kembali ke Saigon, tempat orang tuanya masih tinggal, dan ditempatkan pada salah satu unit Viet Cong di bawah komando organisasi tingkat distrik Saigon dari – area Saigon, Provinsi Gia-Dinh. Unit ini adalah Grup Operasi Khusus ke-65 (Đội Biệt động 65)— pada unit ini terdapat beberapa sukarelawan terlatih khusus, seperti Nao, dimana Nao lalu diangkat menjadi salah satu komandannya. Detasemen itu kemudian diinstruksikan untuk melakukan misi pengintaian dan sabotase di pelabuhan Saigon, tempat ayah Nao bekerja. Ayahnya membantu Nao untuk bisa memiliki akses masuk ke dalam area pelabuhan. Berkat hal ini, Nao dapat dengan bebas bergerak di sekitar pelabuhan. Menurut instruksi aslinya, pengumpulan data intelijen merupakan tugas utama dari grup itu, di mana Nao menjadi bagiannya, tetapi hal ini segera berubah. 

Seorang Sapper perenang “Dac Cong Nuoc” Viet Cong (VC) bersiap untuk menaiki perahu kecil di sungai hutan yang sempit sebelum memulai operasi. Prajurit tersebut merupakan bagian dari tim kecil atau regu yang akan melakukan serangan perusakan sebuah jembatan di provinsi tersebut. Foto asli ini diambil dari VC yang berhasil ditangkap. (Sumber: https://www.awm.gov.au/)

Pada akhir tahun 1963, Tran Hai Phung—komandan unit komando Viet Cong Distrik Militer Saigon-Gia Dinh memutuskan untuk menyabot USNS Core. Bekas kapal induk itu menurut informasi yang mereka dapatkan akan membongkar muatan di Pelabuhan Saigon pada akhir tahun 1963, dan Nao, yang menerima perintah untuk melaksanakan misi tempur ini, mulai menyusun rencana operasi. Dia sendiri harus merancang dan membuat bahan peledak untuk misi itu. Ide operasinya adalah untuk merusak kapal itu di pelabuhan, yang diharapkan dapat memberikan efek propaganda yang baik, disamping untuk mempersulit arus pasokan musuh, dan setidaknya untuk sementara dan dapat membunuh beberapa personelnya. Jika mereka cukup beruntung, maka kargo yang dibawa kapal itu juga dapat turut rusak. Peledak yang dibuat kemudian terbukti berat dan besar, dengan bobotnya lebih dari 80 kilogram, yang dilengkapi dengan peledak C4,  trinitrotoluena, kabel, baterai dan detonator. Untuk fisik orang-orang Vietnam yang kecil, beban seperti itu adalah masalah yang hampir tidak dapat dipecahkan, dan Nao terpaksa melibatkan seorang personel komando yang dilatih olehnya bernama Nguyen Van Cai untuk membantunya dalam operasi tersebut. Yang terakhir adalah dimaksudkan untuk membantunya menyeret peledak tersebut ke kapal, dan kemudian Nao, yang telah menjalani pelatihan khusus, dapat memasangnya sendiri.

USNS Core berlabuh di Saigon tahun 1962. Core kemudian akan datang lagi ke Saigon pada akhir tahun 1963. Pada kesempatan inilah unit komando Vietcong memutuskan untuk melakukan sabotase. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana bisa menuju ke kapal itu? Pihak Keamanan biasanya memblokir semua jalur pendekatan menuju kapal pengangkut ini, yang dinilai sangat penting bagi otoritas Vietnam Selatan. Para pekerja lokal Vietnam yang terlibat dalam proses bongkar muat diperiksa dengan cermat. Dan secara umum, pelabuhan itu penuh dengan tentara dan penjaga keamanan – jadi cukup tidak realistis untuk bisa menyeret hampir sembilan puluh kilogram bahan peledak tanpa ketahuan. Selain itu, pihak komando distrik menginginkan tidak ada pekerja Vietnam yang tewas dalam ledakan itu. Ini juga memperumit operasi, yang mengharuskannya dilakukan pada malam hari, ketika tidak ada orang tambahan di sekitar pelabuhan. Nao kemudian berupaya mencari cara untuk bisa membawa bahan peledak itu melintasi air. Jika sudah di dalam air, proses pengangkutannya akan lebih mudah, tetapi jalan menuju ke jalur air itu yang menjadi masalah. Dan sekali lagi sang ayah membantunya – dia memberi tahu putranya bahwa ada terowongan saluran pembuangan air sepanjang dua kilometer di seberang Thu Thiem, yang melewati area pelabuhan. Nao lalu melakukan pengintaian terhadap terowongan itu dan menemukan bahwa terowongan itu benar-benar dapat dijangkau dan dapat membawa muatan yang diperlukannya ke dalam air. Namun, sekali lagi, alternatif akses ini bukannya tanpa masalah. Tidak seperti limbah rumah tangga, terowongan ini digunakan untuk limbah industri dan penuh berisi dengan limbah kimia berbahaya. Memang dimungkinkan untuk bernapas di sana untuk beberapa waktu, tetapi luka bakar akibat bahan kimia tidak dapat dihindari jika sampai ada yang masuk ke mata di dalam terowongan itu. Dan, repotnya, sebagian dari jalur tersebut harus dilalui dengan menyelam ke dalam limbah berbahaya ini. Tentu saja, jika mereka dapat menutup mata dengan erat, dan kemudian menyekanya entah bagaimana, maka ada peluang untuk berhasil, tetapi secara keseluruhan, risikonya sudah besar bahkan sejak awal tahapan membawa bahan peledak ke posisi target. Namun problem lebih lanjut menanti, dimana harus dicari cara untuk dapat melewati para penjaga. Nao dengan hati-hati mempertimbangkan titik lemah ini dalam rencananya, yang pada intinya adalah bagaimana dapat mengirimkan bahan peledak yang dibutuhkan ke dalam pelabuhan. Secara teoritis mungkin untuk membawanya ke area itu jika tidak ada inspeksi, tetapi tidak mungkin untuk memprediksi kapan inspeksi itu akan dilakukan. Hal itu bisa didapat hanya lewat keberuntungan murni, tetapi, bagaimanapun Nao tetap ingin mengambil kesempatan ini. Tiga kali dia melakukan pengintaian di terowongan untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik, dan akhirnya dia bisa meyakinkan pimpinannya bahwa rencananya itu dapat dilakukan. Segera, operasi tempur pertamanya disetujui.

UPAYA PERTAMA

Pada sore hari tanggal 29 Desember 1963, Nao dan Cai diam-diam menarik bahan peledak yang dibutuhkan ke dalam terowongan dan bergerak menuju sungai. Mereka berhasil sampai ke air tanpa diketahui. Nao kemudian mengatur pengatur waktu di bom pada pukul 19:00, dimana saat itu tidak ada pekerja di dalam kapal. Diam-diam, mereka membawa bahan peledak ke sisi kapal, dan Nao, yang terlatih untuk menangani pemasangan peledak, memasangnya di lambung kapal. Kemudian dengan tetap sembunyi-sembunyi, mereka kembali. Ketegangan di antara mereka semakin meningkat, saat mereka mengharapkan kapal itu meledak, dan aksi pertama mereka berhasil. Sekarang adalah waktunya,…waktu terus berlalu…dan … ternyata tidak ada yang terjadi sama sekali. Itu adalah misi yang gagal. Nao sadar bahwa cepat atau lambat pihak lawan akan memeriksa kapal di bawah air – kemungkinan besar ketika mereka memasuki pelabuhan di Amerika. Jika itu terjadi, maka tidak hanya bahan peledak itu akan jatuh ke tangan Amerika, namun akan memungkinkan mereka untuk mendapatkan beberapa data intelijen penting. Tetapi lebih dari itu, fakta bahwa grup operasi khusus ke-65 telah beraksi di  pelabuhan Saigon akan menjadi jelas. Itu tentunya akan menjadi bencana.

USNS Core dengan muatan pesawat serang A-1 Skyraider untuk South Vietnam Air Force (VNAF). Mereka ditutupi dengan lapisan pelindung yang lebih mudah dihilangkan daripada plastik berisi udara di era Perang Korea. (Sumber: https://wwiiafterwwii.wordpress.com/)
USNS Core mengangkut pesawat serang Skyhawk, Skywarrior dan bahkan pesawat angkut C-47 Skytrain. Dalam serangan komando Vietcong tanggal 29 Desember 1963, kapal ini gagal disabotase. (Sumber: https://en.topwar.ru/)
Tampilan personel sapper perenang Vietcong. Kemungkinan besar Nao dan anak buahnya berpakaian semacam ini saat melakukan misi renang tempur dan sabotase di wilayah perairan. (Sumber: https://soldadosyuniformes.wordpress.com/)

Namun Nao cukup lega bahwa ia memasang peledak itu di malam hari, sehingga dia masih punya waktu sepanjang malam untuk memperbaiki kesalahannya. Segera setelah ledakan yang diinginkannya tidak terjadi, dia kembali ke kapal. Dalam kegelapan total, Nao menemukan seluruh peledak yang menempel di lambung kapal. Sekarang bahan peledak itu harus dinonaktifkan dan dilepas. Nao mengingat: “Saya mempertimbangkan ada dua opsi yang akan saya hadapi. Yang pertama adalah bahwa bom itu akan meledak ketika saya mencapainya dan saya akan mati. Tapi itu bisa diterima. Yang kedua bahwa saya akan tertangkap dengan membawa bahan peledak. Dan itu yang saya takutkan. ” Untungnya, kekhawatiran itu tidak ada yang terjadi. Ranjau itu bisa dilepas dari kapal dan ditarik ke tempat yang aman melalui terowongan. Terlebih lagi, Nao dan Cai bisa membawanya kembali dari pelabuhan. Satu-satunya masalah yang ditemuinya adalah bahwa Cai masih terkena kotoran beracun di matanya, dan tidak jelas bagaimana efeknya baginya. Sementara itu, segera USNS Core kembali membawa senjata-senjata baru ke Vietnam, dan Nao terpaksa melihatnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Disatu sisi tidak ada tindakan disipliner khusus yang diambil terhadapnya. Berdasarkan pengecekan, ternyata peledak itu telah dipasangi baterai berkualitas rendah (ditambah dengan penyimpanan dalam jangka waktu lama) di bagian pengatur waktunya. Segera setelah masalah ini terpecahkan, Nao mulai merencanakan serangan baru. Ia harus menunggu selama empat bulan. Akhirnya, salah satu agen Viet Cong di pelabuhan, Do Thoan, memberi tahu Nao tanggal kedatangan kapal transport berikutnya, yakni USNS Card. Kapal itu rencananya akan berlabuh di dermaga Saigon pada tanggal 1 Mei 1964.

SERANGAN KE USNS CARD

Masalah penglihatan Cai belum juga sembuh. Dia bisa melihat, tetapi jelas tidak memungkinkan untuk ikut dilibatkan dalam misi operasi khusus. Untungnya, dia bukan satu-satunya yang dilatih Nao. Sebagai gantinya, Nao memilih personel lainnya, yakni Nguyen Phu Hung, yang dikenal di diantara mereka sendiri dengan nama panggilan pendek Hai Hung. Sekarang Nao lebih berhati-hati dalam merencanakan aksinya. Kali ini tidak boleh ada kesalahan; disamping orang-orang Amerika pasti tidak akan selamanya ceroboh. Seperti yang diinformasikan oleh Do Thoan, USNS Card datang ke Saigon pada tanggal 1 Mei 1964. Kali ini, Nao memikirkan segalanya dengan lebih baik. Pertama, ia memilih rute yang lebih aman untuk mengirimkan bahan peledak melewati terowongan. Nao dan Hung membawa bahan peledak dengan perahu sungai. Sungai-sungai memang dikendalikan oleh polisi sungai, tetapi, pertama, orang-orang ini, seperti rata-rata orang yang bekerja untuk rezim Saigon, korup, dan kedua, di beberapa tempat perahu dapat dibawa ke rawa-rawa di mana perahu polisi tidak akan melakukan pengecekan. Dengan segala risikonya, jalan itu lebih aman daripada bergegas ke pelabuhan dengan membawa bahan peledak secara terbuka, seperti sebelumnya. Risiko utamanya adalah bagaimana membawa peledak itu ke bawah melalui terowongan, tetapi Nao dan Hung berencana untuk menggunakan cara yang telah sebelumnya dilakukan. Kemudian, Nao membuat ulang peledak yang akan dipasang – sekarang mereka punya dua peledak, dengan satu diantaranya memakai bahan peledak C-4 buatan Amerika, dan kali ini Nao yakin pasti bahwa peledak tempel itu akan berfungsi. 

Patroli sungai di Vietnam. Nao dan Hung harus menghadapi kemungkinan pemeriksaan semacam ini untuk dapat masuk ke kawasan Pelabuhan Saigon. (Sumber: https://www.awm.gov.au/)

Pada pagi hari tanggal 1 Mei 1964, Card sedang dimuat ulang. Sehari sebelumnya, dia telah menurunkan perlengkapan militer untuk tentara Vietnam Selatan, dan sekarang dia dimuati helikopter-helikopter tua untuk dikirimkan ke Amerika Serikat guna menjalani perbaikan. Sekitar pukul 09:00 pada tanggal 1 Mei, Nao pergi ke rumah Hung, di mana Hung diberi granat tangan dan diberitahu tentang operasi yang akan datang tanpa banyak diceritakan detailnya. Pada pukul 18:00, setelah Nao selesai memuat bom ke satu kapal, dia dan Hung menyusuri Sungai Saigon dengan dua kapal terpisah, menuju distrik pelabuhan komersial. Mereka lalu menepi di daerah Thu Thiem. Untuk menghindari deteksi oleh otoritas Vietnam Selatan, mereka berbaur dengan pekerja lokal. Sambil menunggu waktu yang tepat, Nao kemudian memberi tahu Hung tentang tujuan operasi, yaitu menenggelamkan kapal Amerika terbesar di Pelabuhan Saigon, dan melaporkan hasilnya ke markas. Tak lama setelah pukul 18:30, keduanya menuju ke Gudang Nomor 0 di pelabuhan komersial. Di dekat dermaga Nha Rong, sebuah perahu polisi mengejar mereka sampai ke Semenanjung Thu-Tiem. Untungnya, pantai di tempat ini berawa dan Nao dapat mendorong perahunya ke alang-alang, di mana perahu tidak bisa masuk. Kedua Viet Cong itu sekarang terjebak. Nao memerintahkan Hung untuk membuang granat tangan dan keduanya akan mundur ke desa setempat jika bom mereka ditemukan oleh polisi. Patroli polisi berhenti sekitar 20 meter (66 kaki) dari sampan Nao. Polisi, yang melihat dua pria compang-camping itu, lalu menuntut untuk menjelaskan siapa mereka dan ke mana mereka pergi, dan mereka juga diminta untuk membawa perahu ke perairan terbuka guna dilakukan pemeriksaan. Ini adalah saat-saat kritis pada seluruh operasi. Tapi kedua penyabot ini masih dinaungi keberuntungan. Nao segera dapat meyakinkan polisi itu lewat cerita-cerita karangannya. Mereka, Nao dan Hung mengaku adalah nelayan yang akan membeli barang-barang di pelabuhan untuk kemudian dijual. Polisi itu tidak berpikir lama lagi. Dengan janji bahwa mereka akan berbagi keuntungan dalam perjalanan kembali, Nao mendapat “izin” untuk berlayar lebih jauh, tetapi salah satu petugas polisi melompat ke dalam perahu, mengatakan bahwa dia akan ikut sehingga mereka tidak sekedar menipunya nanti. Nao kini punya dua pilihan. Yang pertama adalah membunuh polisi ini beberapa saat kemudian. Yang kedua adalah mencoba memberinya suap agar dia pergi. Nao berkata bahwa muatannya akan berat, dan dengan adanya penumpang ekstra di kapal, mereka tidak akan dapat membawa semua yang mereka rencanakan. Nao, kemudian siap memberikan “uang muka” 1000 Dong Vietnam agar kapal itu dapat lewat tanpa perlu membawa penumpang tambahan di dalamnya. Jika polisi itu tidak setuju, mereka harus membunuh salah satu dari mereka, tetapi untungnya mereka setuju. Uang itu segera diberikan, dan polisi itu memperingatkan bahwa dia akan menemui mereka di pintu keluar pelabuhan. Itu adalah sebuah keberuntungan, dan para penyabot itu segera memanfaatkannya sepenuhnya. 

Ho Chi Minh (sebelumnya Saigon). Pemandangan Semenanjung Thu Tiem hari ini. Pada sekitar lokasi ini lah Nao dan Hung dihentikan oleh polisi Vietnam Selatan yang korup. (Sumber: https://en.topwar.ru/)

Kini tidak ada lagi yang menghalangi mereka lebih jauh, dan semuanya berjalan sesuai rencana. Rawa, pinggiran pelabuhan, selokan bau, dan (lagi-lagi) kotoran yang agresif secara kimiawi, air … itulah yang menantinya kini. Nao, yang tidak ingin gagal lagi, berlayar dengan kapal untuk melakukan pengintaian guna memeriksa apakah ada penyergapan di tengah jalan mereka, sementara Hung tetap tinggal dengan bahan peledak di saluran pembuangan. Kemudian Nao kembali dan pada kesempatan berikutnya para penyabot telah pergi dengan membawa muatan mematikan mereka. Setiap orang membawa hampir 90 pon (41 kg) bahan peledak berkekuatan tinggi dan komponen yang dibutuhkan untuk membuat dua bom waktu. Mereka menghabiskan waktu sekitar satu jam di dalam air dengan memasang peledak tepat di atas garis air di dekat lambung kapal dan kompartemen mesin di sisi kanan kapal. Nao kemudian memeriksa kedua bom untuk memastikan perakitan sudah tepat. Nao lalu menempelkan baterai ke tiang dan menghubungkannya ke bom dengan kabel, serta mengatur timer. Kali ini, Nao, yang mengerti bahwa akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk meninggalkan lokasi operasi, menyetel pengatur waktu pada pukul 03:01 dini hari. Ini akan memberi mereka cukup waktu jika terjadi masalah saat mereka beranjak pergi. Setelah selesai memasang peledak, kedua penyabot menyingkir. Kini masih ada masalah kecil, yakni para polisi, yang menunggu mereka diluar pelabuhan, saat mereka akan pergi. Tapi mereka mengaku tidak bisa mendapatkan barang apapun. Perahu itu kosong. Nao hanya berpura-pura menunjukkan rasa bersalah merentangkan tangannya dan mengatakan bahwa tidak ada yang dapat mereka bawa. Setelah sedikit jengkel dengan para nelayan “sialan” ini, para polisi kemudian membebaskan mereka, dan cukup puas dengan uang seribu dong yang telah diterima sebelumnya. Sementara itu, perhitungan waktunya ternyata akurat. Nao kembali ke rumah pada pukul 2.45. Dan pada pukul 3.00, sesuai rencana, terjadi ledakan dahsyat di pelabuhan Saigon. Keesokan paginya, Nao dan Hung mulai bekerja lagi, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

USNS Card di pagi hari setelah serangan. (Sumber: https://wwiiafterwwii.wordpress.com/)

DAMPAK 

Ledakan tersebut melubangi USNS CARD sebesar 3,7×0,91 meter, yang merusak jalur kabel dan pipa, serta menyebabkan ruang mesinnya terendam. Meskipun para awak sudah melakukan upaya awal yang sangat cepat untuk menyelamatkannya, namun jumlah air yang masuk ke atas kapal, menyebabkan kapal yang dulunya survive menghadapi serangan kapal-kapal selam U-Boat Jerman ini kandas dalam kedalaman 15 meter di bawah air dan tenggelam ke dasar sungai. Sebagian kargo yang dibawanya ikut rusak. Mengenai kerugian, sumber-sumber Amerika memberikan data yang saling bertentangan – dari beberapa yang terluka hingga lima warga sipil Amerika yang tewas didalam kapal. Upaya untuk mengapungkan kembali Card memakan waktu 17 hari, dengan kapal tunda USS Reclaimer dan USS Tawakoni dikirim ke Pelabuhan Saigon untuk mulai memompa air keluar dari kapal yang tenggelam. Meskipun kondisi penyelaman yang buruk dan ada banyak kerusakan peralatan, upaya mereka berhasil. Segera, baik Reclaimer dan Tawakoni menarik Card keluar dari pelabuhan Saigon menuju ke Pangkalan milik Angkatan Laut AS di Subic Bay, Filipina untuk diperbaiki. Kapal angkatan laut adalah kapal yang sangat fleksibel dan biasanya mampu memulihkan diri dari kerusakan yang serius. Dalam hal ini, rupanya Card tidak terkecuali. USNS kemudian Card baru dapat kembali ke berlayar pada bulan Desember 1964, setelah menjalani perbaikan sekitar tujuh bulan. Biaya untuk mengapungkan dan memperbaikinya cukup besar. Lima penyelam Angkatan Laut kemudian menyelidiki kerusakan pada USNS Card. Salah seorang diantaranya, yakni Roy Boehm mengatakan bahwa dia menemukan sisa-sisa bahan peledak Hagerson, bahan peledak khusus yang digunakan oleh pasukan katak angkatan laut AS. Hal ini menjadi bukti bahwa Viet Cong mungkin telah menggunakan amunisi militer buatan Amerika yang dicuri. Sementara itu, untuk dua pria, yang mana hanya satu diantaranya telah menerima pelatihan militer secara nyata, ini adalah kesuksesan besar.

Satuan penyelamat memompa air keluar dari lambung USNS Card yang bocor. (Sumber: https://wwiiafterwwii.wordpress.com/)
Sebuah artikel yang memperingatkan bahaya yang mengancam kapal pengangkut yang akan menuju ke Saigon. Artikel ini dimuat setelah peristiwa “penenggelaman” USNS Card sebelumnya. (Sumber: https://en.topwar.ru/)
Perangko Vietnam didedikasikan untuk memperingati peristiwa penyabotan USNS Card. (Sumber: https://twitter.com/)

Pihak Amerika sendiri memahami bahwa efek propaganda dari operasi ini akan sangat berguna bagi Viet Cong dan berbahaya bagi mereka, jadi mereka melakukan segala cara untuk menyembunyikan informasi tentang apa yang telah terjadi. Pemerintah AS bahkan menolak untuk mengakui tenggelamnya kapal itu, dengan mengatakan kepada publik bahwa kapal induk itu hanya rusak. Ketika menjadi tidak mungkin untuk menyembunyikannya, Angkatan Laut AS mengakui bahwa ada kegiatan pengalihan di pelabuhan, dan salah satu kapal Amerika memang rusak. Patut dikatakan bahwa Amerika kemudian menyelidiki aksi sabotase ini secara menyeluruh dan memperkenalkan langkah-langkah pengamanan yang membuat pengulangan aksi sabotase semacam itu menjadi tidak mungkin dilakukan. Di sisi lain, di pihak komunis Vietnam, mereka mengabarkan jalannya dan hasil operasi ini secara menyeluruh. Berita-berita dan laporan mengatakan bahwa para penyabot berasal dari “Tentara Pembebasan Selatan”, dengan menambahkan bahwa USNS Card merupakan kapal induk Amerika pertama yang tenggelam setelah Perang Dunia II. Pemerintah Vietnam Utara bahkan memperingati peristiwa tersebut dengan mengabadikan operasi tersebut pada cetakan perangko tahun 1964. Sementara itu, seperti dalam peristiwa-peristiwa semacam ini “kebenaran biasanya ada di tengah-tengah”. Kapal itu tenggelam, tetapi tidak tenggelam selamanya, kerusakannya tidak fatal, tetapi signifikan, dan ya, kapal itu secara teknis masih kapal induk, tapi telah digunakan sejak lama sebagai kapal non-tempur, namun, memang dinilai sangat penting pada saat itu. USS Card kemudian masih bisa dioperasikan lagi dan baru dipensiunkan pada tahun 1970. 

USNS Card pada tahun 1968, membongkar bagian barak prefabrikasi Angkatan Darat AS, bersama dengan pesawat pelatihan T-6 Texas yang ditujukan untuk VNAF. Selepas serangan Vietcong, USS Card harus menjalani perbaikan selama 7 bulan. (Sumber: https://wwiiafterwwii.wordpress.com/)
USNS Card dengan dek-nya yang kosong pada pelayaran terakhirnya. USNS Card baru dipensiunkan pada tahun 1970, 6 tahun setelah serangan komando Vietcong di Pelabuhan Saigon. (Sumber: https://wwiiafterwwii.wordpress.com/)

Lam Son Nao mendengar di radio bagaimana Ho Chi Minh dan Vo Nguyen Giap mencatat kesuksesan operasi ini, dan Nao sangat bangga dengan apa dan bagaimana ia telah melakukan operasi itu. Saat itu insiden Teluk Tonkin, yang nantinya akan memicu intervensi terbuka AS dalam konflik Vietnam, dan mentrasformasi perang menjadi mimpi buruk bagi seluruh wilayah Indocina dengan jutaan orang tewas, pemboman besar-besaran, dan perontokan pepohonan hutan belum terjadi. Pada saat ledakan di USNS Card, perang bahkan belum benar-benar dimulai. Tapi kecuali pihak Gedung Putih dan Pentagon, belum banyak orang yang tahu tentang peristiwa itu. Selama sisa tahun 1964, Vietcong kemudian melancarkan serangan lebih lanjut terhadap target-target AS seperti Hotel Brinks dan Pangkalan Udara Bien Hoa, tetapi sejauh itu tidak ada tanggapan signifikan dari militer AS hingga tahun 1965. Lam Son Nao sendiri kemudian melanjutkan tugasnya sebagai penyabot. Pada tahun 1967, seorang agen kontra intelijen Vietnam Selatan mengenalinya dan dia berhasil ditangkap. Lima tahun berikutnya dalam hidupnya ia habiskan di penjara, dalam penahanan, dengan secara berkala dilecehkan dan disiksa. Meski demikian tidak ada banyak informasi yang dapat diperoleh darinya. Pada tahun 1973, dia dibebaskan, dan dia kembali ke pekerjaan lamanya. Operasi terakhirnya adalah untuk merebut jembatan utuh di seberang Sungai Saigon pada tanggal 29 April 1975, di mana pasukan Vietnam Utara lalu berbaris masuk merebut Istana Kemerdekaan, yang menjadi tempat kerja presiden Vietnam Selatan, menandai berakhirnya perang. Nao memimpin kelompok khusus untuk merebut jembatan dan melucuti senjata prajurit penjaganya. Sementara itu peledakan kapal transport USNS Card itu sendiri sebenarnya tidak memiliki arti strategis maupun operasional. Pada umumnya, bagi militer Amerika serangan itu hanya gangguan kecil. Namun berbagai serangan semacam itu yang terjadi kemudian, bagaimanapun turut membantu membuat Amerika mengambil kesimpulan bahwa Perang di Vietnam tidak layak untuk terus dilanjutkan, yang berujung pada penarikan pasukan mereka pada tahun 1973.

Akhir dari Perang Vietnam: Tentara dan Tank Vietnam Utara di “Istana Kemerdekaan”. Sehari sebelumnya, pasukan ini melintasi jembatan yang direbut oleh kelompok pimpinan Lam Son Nao. (Sumber: https://en.topwar.ru/)
Lam Son Nao pada tahun 1981, saat diwawancarai jaringan TV Amerika. (Sumber: https://en.topwar.ru/)
Lam Son Nao melayani wawancara Viet Nam News di rumahnya di Ho Chi Minh City, tahun 2015. (Sumber: https://en.topwar.ru/)

PENILAIAN

Kapal-kapal perang angkatan laut memang dikenal menampilkan aura kehebatan — mereka terlihat tangguh, penuh dengan senjata dan bisa mengangkut pesawat terbang seperti pada kapal induk, serta memiliki kemampuan untuk memproyeksikan kekuatan suatu negara di mana saja di seluruh dunia. Secara khusus, kapal induk adalah simbol dari militer dari negara yang memiliki status “kekuatan besar”. Tapi mereka faktanya masih rentan terhadap serangan. Misalnya, untuk alasan inilah mengapa kapal induk memiliki banyak kapal pengawal — kapal perusak, kapal penjelajah berpeluru kendali, bahkan kapal selam — untuk melindunginya sekaligus untuk menyerang musuh. “Kita seharusnya tidak terlalu terkejut ketika musuh bisa menenggelamkan kapal-kapal perang angkatan laut dalam perang, bahkan jika itu dilakukan oleh hanya segelintir pasukan komando yang menggunakn bom waktu”, kata James Holmes, seorang sejarawan angkatan laut dan analis yang mengajar di US Naval War College, kepada War Is Boring. “Kita tidak boleh terbawa oleh pemikiran bahwa kapal perang adalah laksana ‘kastil baja’, atau kapal tempur di masa modern, atau apa pun,” kata Holmes. “Kastil adalah benteng yang temboknya dapat menerima hantaman proyektil yang sangat besar, sedangkan sebagian besar kapal perang modern memiliki body yang relatif tipis — dimana kapal induk bertenaga nuklir menjadi pengecualian. Jadi seorang prajurit dengan memakai bahan peledak dapat membuat banyak kerusakan padanya. ” Holmes mengatakan bahwa tenggelamnya Card pada masa Perang Vietnam telah “memberikan contoh awal” bagi serangan terhadap USS Cole pada tahun 2000, serta merupakan sebuah contoh klasik dari bagaimana serangan yang menggunakan teknologi relatif sederhana dapat menimbulkan kerusakan masif pada kekuatan angkatan laut AS yang perkasa.

Kapal induk USS John C. Stennis tiba di Pangkalan Angkatan Laut Changi, Singapore untuk dalam kunjungan yang telah dijadwalkan secara rutin. Pelabuhan merupakan salah satu posisi paling rawan bagi kapal perang, termasuk bagi kapal yang canggih da bernilai tinggi seperti kapal induk. (Sumber: https://twitter.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Viet Cong special forces against the old aircraft carrier. The destruction of the ship “Card” by Alexander Timokhin; November 4 2019

https://en.topwar.ru/164173-specnaz-vetkonga-protiv-starogo-avianosca-podryv-korablja-kard.html

How Vietnamese Commandos Sank A U.S. ‘Aircraft Carrier’ by Robert Beckhusen; September 18, 2019

https://www.google.com/amp/s/nationalinterest.org/blog/buzz/how-vietnamese-commandos-sank-us-aircraft-carrier-81526%3Famp

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Attack_on_USNS_Card

That time the Viet Cong took out a Navy transport by Harold C. Hutchison Posted On January 28, 2019 18:44:17

What were the “special forces” of the North Vietnamese/Viet Cong?

https://www.quora.com/What-were-the-special-forces-of-the-North-Vietnamese-Viet-Cong

Lữ đoàn Đặc công bộ 429 – Binh chủng Đặc công: “Bí mật, bất ngờ, luồn sâu đánh hiểm”

https://baoquankhu7.vn/(X(1)S(q2euryqf2nnmg4engvzuexgd))/ExtAppCommon/Home_V2/ViewDetailPost?idPost=11579&idLoaiTin=340&AspxAutoDetectCookieSupport=1&sh_code_GS=-23461387

https://vi.m.wikipedia.org/wiki/Binh_ch%E1%BB%A7ng_%C4%90%E1%BA%B7c_c%C3%B4ng,_Qu%C3%A2n_%C4%91%E1%BB%99i_nh%C3%A2n_d%C3%A2n_Vi%E1%BB%87t_Nam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *