Perang Vietnam

Rambo dan Perang Vietnam: “Mispersepsi” Yang Berkembang Menjadi Mitos Klise

Dalam berbagai diskusi bahasan Perang Vietnam kerap muncul komentar yang mengaitkan perang itu dengan Film Rambo. Opini itu rata-rata premisnya adalah sebagai berikut:

  1. Tentara Amerika kalah di Vietnam, namun mereka (hanya) menang di film Rambo.
  2. Film Rambo dibuat untuk menutupi kekalahan Amerika di Vietnam.

Opini ini bisa dibilang “sudah basi”, namun masih kerap muncul dan jadi semacam “template” komentar yang berkaitan dengan bahasan Perang Vietnam. Namun pertanyaannya apakah opini ini berdasar dan dapat dipertanggungjawabkan? Untuk menjawabnya, mari kita bedah isi film Rambo beserta analisa kisah yang diceritakan dan konteks dibalik film tersebut berkaitan dengan isu Perang Vietnam.

Film Rambo kerap dituduh sebagai upaya untuk menutupi kekalahan Amerika di Vietnam. Benarkah demikian? (Sumber: https://www.kaskus.co.id/)

LATAR BELAKANG PENOKOHAN

Menurut film, nama lengkap Rambo adalah John James Rambo. Ia lahir pada tanggal 6 Juli 1947, di Bowie, Arizona, dari ayahnya bernama Reevis Rambo (1922–2000) dan ibunya Helga Rambo (1926–1969), seperti yang ditunjukkan pada kuburan di pertanian milik Rambo di film Rambo: Last Blood (2019). Dalam film Rambo: First Blood Part II, ia dikatakan sebagai keturunan Indian Amerika dan keturunan Jerman, sedangkan pada novel yang diangkat dari film mengungkapkan ia memiliki ayah keturunan Italia dan ibu Indian Navajo. Keponakan John juga dikenali sebagai, Shirlene. Rambo mendaftar di Angkatan Darat AS pada usia 17 tahun pada tanggal 6 Agustus 1964, meskipun ia menyatakan dalam film Rambo bahwa ia mengikuti “wajib militer ke Vietnam”. Setelah lulus dari Rangeford High School pada tahun 1965, dinas militernya dimulai pada bulan Januari 1966. Rambo dikerahkan ke Vietnam Selatan pada bulan September 1966. Ia kembali ke AS pada tahun 1967 dan mulai berlatih dengan Pasukan Khusus Angkatan Darat atau Baret Hijau AS di Fort Bragg, Carolina Utara di bawah pengawasan Kolonel Samuel Trautman. Pada akhir tahun 1969, Rambo dikerahkan kembali ke Vietnam sebagai anggota unit SOG (Studies and Observation Group). Dia menjadi bagian dari unit patroli pengintaian jarak jauh Pasukan Khusus yang dipimpin oleh Kolonel Trautman. Tim Trautman mendapat kode nama Tim Baker dan biasanya terdiri dari delapan orang. Anggota lainnya adalah Delmar Barry (seorang berkulit hitam yang dengan cepat menjadi sahabat Rambo), Joseph “Joey” Danforth (teman lain Rambo), Manuel “Loco” Ortega, Paul Messner, Delbert Krackhauer, Giuseppe “Greasy Cunt” Colletta, dan Ralph Jorgenson. Dalam sebuah peristiwa yang akan menghantui Rambo selama sisa hidupnya, Danforth meninggal dalam pelukan Rambo setelah terluka parah oleh kotak penyemir sepatu yang dipasangi peledak saat unit mereka sedang istirahat dan menghabiskan waktu rekreasi. 

Rambo dengan seragam militer. Menurut film, nama lengkap Rambo adalah John James Rambo. Ia lahir pada tanggal 6 Juli 1947, di Bowie, Arizona. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Adegan flashback film First Blood saat Rambo ditawan pasukan NVA, setelah misi pada bulan November 1971. (Sumber: https://screenrant.com/)

Selama misi pada bulan November 1971 unit Rambo diserang secara mendadak oleh pasukan NVA. Delmar, Rambo, dan beberapa anggota lain yang masih hidup ditangkap oleh pasukan Vietnam Utara di dekat perbatasan Cina-Vietnam dan ditahan di kamp tawanan perang, di mana banyak tawanan perang Amerika lainnya dipenjara dan berulang kali disiksa. Unit Rambo hancur selama periode itu, tetapi Delmar dan Rambo berhasil melarikan diri dari kamp tawanan pada bulan Mei 1972, dan Rambo segera dikerahkan kembali dalam penugasan atas permintaannya sendiri. Di dalam karir militernya, dia juga sempat menerima pelatihan dalam menerbangkan helikopter. Rambo akhirnya dipensiunkan resmi dari dinas militernya pada tanggal 27 September 1974. Pangkat terakhirnya tidak diketahui tetapi, dilihat dari tanda panah (perwira) yang bersilangan di kerah seragam Army Alpha Dress Green-nya, dapat diasumsikan bahwa dia berpangkat Letnan Satu atau Kapten. Selama perang, Rambo mendapatkan medali penghargaan tertinggi militer Amerika, Medal Of Honor. Sekembalinya ke Amerika Serikat, Rambo menemukan bahwa banyak warga sipil Amerika membenci tentara yang kembali dari Vietnam, dan dia mengklaim bahwa dia dan tentara lain yang kembali menjadi sasaran penghinaan dan dipermalukan oleh “hippies” anti-perang yang membuang sampah ke arah mereka, yang menyebut mereka sebagai “pembunuh bayi”, serta mengucilkan mereka dari masyarakat. Pengalamannya di Vietnam dan di kampung halamannya menghasilkan kasus gangguan stres pasca-trauma yang ekstrem. Pada saat yang sama, pertanyaan batin tentang identitas diri dan reflektif mulai menyebabkan Rambo melampiaskan kepada masyarakat daripada menangani situasi sulit ini dengan cara yang lebih “beradab”. Film First Blood diawali pada fase ini.

RAMBO I / FIRST BLOOD PART I

Poster Film First Blood (1982). (Sumber: https://www.teahub.io/)

Timeline Cerita : Desember 1981

Setting : Hope City, Washington 

Sinopsis

Seorang veteran Perang Vietnam bernama John Rambo sedang mencari seorang kawan lamanya, hanya untuk mengetahui bahwa temannya telah meninggal karena kanker tahun sebelumnya akibat paparan Agen Oranye selama perang. Rambo memasuki kota kecil Hope, Washington. Dia dicegat oleh sheriff kota, Will Teasle, yang menganggap Rambo seorang gelandangan dan gangguan yang tidak diinginkan. Teasle menawarkan tumpangan kepada Rambo, dan ketika Rambo menanyakan arah ke restoran, Teasle mengatakan kepadanya bahwa ada restoran tiga puluh mil (48,3 km) dari jalan raya. Dia kemudian membawa Rambo ke pinggiran kota dan mengatakan kepadanya bahwa Portland, di mana Rambo awalnya mengatakan dia menuju, terletak lurus ke depan. Teasle kemudian menurunkan Rambo dan pergi. Ketika Rambo mencoba untuk kembali ke arah kota, Teasle kemudian menangkapnya dengan tuduhan mau menggelandang, menolak penangkapan, dan memiliki pisau yang tersembunyi. Dipimpin oleh wakil kepala Sheriff yang sadis Art Galt, para perwira Teasle melecehkan Rambo, memicu ingatan kilas balik penyiksaan yang dia alami sebagai tawanan perang di Vietnam. Ketika mereka mencoba mencukurnya dengan pisau cukur, Rambo berteriak dan mengalahkan para polisi patroli, mendapatkan kembali pisaunya, dan berjuang keluar dari kantor polisi sebelum mencuri sepeda motor dan melarikan diri ke hutan. Teasle lalu mengatur kelompok pencarian dengan bersenjata otomatis, anjing, dan helikopter. 

Rambo yang nampak tidak peduli dalam penahanan oleh Sheriff Will Teasle. (Sumber: https://inyarwanda.com/)

Setelah melihat Rambo mencoba untuk turun dari tebing di atas sungai, Galt melawan perintah dari Teasle dan mencoba untuk menembak Rambo dari helikopter. Menyadari bahwa dia dalam posisi tidak berdaya, Rambo melompat dari tebing dan mendarat di dahan pohon, melukai lengan kanannya. Dengan Galt masih mencoba untuk menembaknya, Rambo berhasil melempar batu dengan lengannya yang tidak terluka, memecahkan kaca depan helikopter dan menyebabkan pilot kehilangan kendali untuk sesaat. Galt, yang telah melepaskan sabuk pengamannya untuk mendapatkan sudut tembak yang lebih baik, kehilangan keseimbangannya dan jatuh dengan fatal ke bebatuan di bawahnya. Dengan bantuan sepasang teropong, Teasle mengidentifikasi mayat Galt dan bersumpah untuk membalas dendam. Rambo mencoba meyakinkan Teasle dan anak buahnya bahwa kematian Galt adalah kecelakaan dan bahwa dia tidak menginginkan masalah lagi, tetapi para polisi melepaskan tembakan dan mengejarnya ke dalam hutan. Kemudian terungkap bahwa Rambo adalah mantan pasukan khusus Baret Hijau dan telah menerima penghargaan militer tertinggi Medal of Honor, tetapi Teasle, bertekad membalas dendam, menolak untuk menyerahkan perburuan itu kepada Polisi Negara Bagian. Satu per satu, dengan menggunakan taktik gerilya yang tidak mematikan, Rambo menaklukkan para deputi, menggunakan jebakan improvisasi dan tangan kosongnya, sampai hanya Teasle yang tersisa. Menaklukkan Teasle dan menekankan pisau ke tenggorokannya, Rambo mengatakan kepadanya bahwa dia bisa saja membunuh mereka semua dan dia bermaksud untuk “memberi dia perang dia tidak bisa dia percayai” jika Teasle tidak membiarkannya pergi.

Rambo menghindari kejaran para polisi. (Sumber: https://coffeeordie.com/)

Polisi negara bagian dan Garda Nasional Washington lalu didatangkan untuk membantu Teasle, bersama dengan mentor dan mantan komandan Rambo, Kolonel Samuel Trautman. Trautman menegaskan bahwa Rambo adalah ahli dalam perang gerilya dan bertahan hidup di hutan belantara, keterampilan yang diasahnya selama pertempuran intensif di Vietnam; karena itu, ia menyarankan agar Rambo diizinkan untuk menyelinap melalui perimeter dan melarikan diri ke kota berikutnya – dengan demikian meredakan situasi – kemudian diizinkan untuk menyerah dengan damai nantinya. Yakin bahwa Rambo kalah jumlah, Teasle dengan tegas menolak. Dia mengizinkan Trautman untuk menghubungi Rambo – melalui radio polisi yang dia curi saat melarikan diri – dan mencoba membujuknya untuk menyerah secara damai. Rambo mengenali Trautman tetapi menolak untuk menyerah, mengutuki Teasle dan wakilnya untuk pelecehan mereka dan menekankan bahwa “they drew first blood (mencari masalah duluan)”. Mencoba menyelinap melalui garis pengepungan, Rambo dikejutkan oleh seorang anak laki-laki yang sedang berburu; dia menaklukkannya tetapi menolak untuk menyakiti bocah itu, yang kemudian memberi tahu pihak berwenang. Sebuah detasemen Garda Nasional kemudian berhasil memojokkan Rambo di pintu masuk tambang yang ditinggalkan. Melawan perintah, mereka memilih menggunakan roket anti tank LAW, meruntuhkan pintu masuk dan tampaknya berhasil membunuh Rambo. 

Dengan senapan M60 rampasan, Rambo mengacak-acak kota Hope untuk menuntut balas. (Sumber: https://www.range365.com/)

Namun Rambo bisa bertahan dan menemukan jalan keluar lain, lalu membajak truk pasokan yang membawa senapan mesin M60 dan amunisi, serta kembali ke kota. Untuk mengalihkan perhatian para pengejarnya, Rambo meledakkan sebuah pompa bensin, mematikan sebagian besar aliran listrik kota, dan menghancurkan sebuah toko senjata di dekat kantor polisi. Trautman, yang mengetahui bahwa sheriff bukan tandingan Rambo, mencoba meyakinkan Teasle untuk melarikan diri, tetapi diabaikan saat Teasle pergi untuk membunuh Rambo sendirian. Rambo melihat Teasle di atap kantor polisi, dan mereka segera terlibat dalam baku tembak singkat, berakhir dengan Teasle tertembak dan jatuh melalui skylight. Saat Rambo bersiap untuk membunuhnya, Trautman muncul dan memperingatkan Rambo bahwa dia akan dibunuh jika dia tidak menyerah, mengingatkannya bahwa dia adalah orang terakhir yang selamat dari unit elit Baret Hijau-nya di Vietnam. Rambo lalu menangis dan berbicara tentang pengalaman traumatisnya: menyaksikan teman-temannya meninggal di Vietnam, tidak dapat memiliki pekerjaan karena kondisinya, perlakuan kasar yang dialaminya oleh rekan-rekan sebangsanya ketika dia pulang, dan dilupakan oleh negara yang mana dia banyak berkorban untuknya. Teasle diangkut ke rumah sakit, sementara Rambo menyerah kepada pihak berwenang setelah dihibur dan ditenangkan Trautman.

Analisa Makna Cerita:

Karakter Rambo diangkat dari novel karya David Morrell berjudul First Blood, yang dirilis pada tahun 1972. Morrell terinspirasi oleh sosok pahlawan PD II, Audie Murphy, yang meski memperoleh medali Medal Of Honor (sama seperti sosok Rambo), namun mengalami gangguan stress paska trauma (PTSD). Murphy kabarnya tidak bisa tidur tanpa menyimpan senjata yang berisi peluru dibawah bantalnya. Pada saat Morrell menulis novel di akhir tahun 1960an, di Amerika sudah beredar berbagai kisah kontroversial mengenai kebrutalan Perang Vietnam. Di masa-masa itu pula tekanan kuat dari publik yang menentang perang mulai mendapatkan momentum. Di saat seperti ini, para veteran perang yang baru pulang dari Vietnam, tentunya tidak dapat mengharapkan mendapat sambutan hangat, setelah terlibat dalam perang yang kontroversial. Setelah Amerika hengkang dari Vietnam pada tahun 1973 dan Vietnam Selatan sendiri, yang mereka bela jatuh ke tangan pasukan komunis 1975, kata Vietnam di Amerika kemudian menjadi semacam “sinonim” dari kegagalan itu sendiri. Menjadi veteran Vietnam dianggap bukan hal yang membanggakan. Hal semacam ini sudah ditampilkan dalam film semacam The Deer Hunter (1978) yang dirilis 4 tahun sebelum kehadiran film Rambo. 

Audie Murphy, sosok pahlawan PD II yang menjadi sumber inspirasi karakter Rambo Audie Murphy, yang meski memperoleh medali Medal Of Honor (sama seperti sosok Rambo), namun mengalami gangguan stress paska trauma (PTSD). (Sumber: https://jeremylr.medium.com/)
Demo menentang Perang Vietnam, yang mengusung bendera Vietcong dan poster Che Geuvara, simbol lawan Amerika. Pada saat novel Rambo dibuat oleh David Morrell, sentimen anti perang menguat di Amerika. Pada saat seperti ini para veteran tidak dapat mengharapkan sambutan hangat setelah kepulangan mereka dari Vietnam. (Sumber: https://www.opendemocracy.net/)

Kembali ke kisah Rambo, saat film First Blood dimulai, berdasarkan catatan background diatas, Rambo telah menjalani kehidupan sipil lebih dari 7 tahun (dipensiunkan tahun 1974). Tidak jelas apa yang dikerjakan Rambo selama itu dan dimana dia tinggal. Kita juga tidak dijelaskan alasan mengapa Rambo tidak kembali ke rumahnya di Arizona. Dengan ini beberapa hal bisa dispekulasikan, misal adanya keretakan hubungan antara dia dengan ayahnya, sehubungan keputusannya melawan nasehat keluarganya dengan mendaftar tentara di usia 17 tahun (ibunya telah meninggal tahun 1969, sedang ayahnya masih hidup hingga tahun 2000), atau bisa juga Rambo merasa bahwa ia yang jelas-jelas mengidap PTSD, tidak akan mampu beradaptasi kembali ke lingkungan dan keluarga (sebagai referensi, saya sarankan untuk menonton film “Born On The Fourth of July” yang dirilis tahun 1989, yang diangkat dari kisah nyata pengalaman veteran perang Vietnam, Ron Kovic. Di film digambarkan betapa sukarnya kedua orang tua Ron untuk dapat memahami gejala PTSD, kegelisahan dan penyesalan putranya yang baru saja kembali dari Vietnam dalam keadaan cacat). Para veteran Vietnam sebenarnya memerlukan orang-orang yang dapat diajak berbicara, untuk mencurahkan berbagai pendapat dan pengalaman buruk mereka selama perang. Adanya waktu dan orang-orang yang mau mendengar, adalah bagian penting untuk menyembuhkan trauma yang mereka derita. Sayangnya hal ini tidak mudah dilakukan, bukan hanya bagi para veteran, tetapi juga bagi orang-orang terdekat mereka (lihat juga film Dokumenter “Soldier in Hiding” yang dirilis tahun 1985, yang mewawancarai para veteran Vietnam bermasalah dan keluarganya). Pihak-pihak yang paling mampu memahami keluh kesah para veteran ini, umumnya adalah sesama veteran juga. Dengan ini maka tidak heran jika, setelah 7 tahun berkelana, Rambo berupaya mencari sahabat dekatnya, Delmar Barry. Sayangnya reuni itu tidak terjadi, karena Delmar sudah meninggal akibat efek Agent Orange yang dibawanya dari Vietnam.

Rambo memasuki kota Hope. Sebuah ironi saat Hope sendiri artinya adalah harapan. (Sumber: https://globalfilmlocations.net/)
Pupusnya harapan Rambo untuk “bereuni” dengan sahabat karibnya Delmar Barry. (Sumber: https://www.youtube.com/)

Kita tahu Rambo yang kecewa setelah harapannya untuk bisa bersosialisasi dengan kawan seperjuangan yang memahami dirinya, kemudian melanjutkan pengembaraannya ke kota kecil (ironisnya) bernama Hope/Harapan. Insiden yang terjadi kemudian antara Rambo dan Sherrif Teasle, menjadi simbol yang cukup jelas menunjukkan adanya jurang perbedaan cara pandang dan kehidupan antara warga sipil Amerika dengan para veteran Perang Vietnam. Di saat para veteran Vietnam menghadapi berbagai problem keluarga (seperti tingkat perceraian yang tinggi), pengangguran, dan bunuh diri, di tahun 1980-an, ekonomi Amerika berangsur-angsur memulihkan diri dibawah pimpinan Ronald Reagan. Mereka yang menikmati kemakmuran, berusaha menjaga hal ini tidak terganggu, mereka ingin hidup tenang. Ketika menjumpai veteran berpenampilan mencurigakan menggelandang, tentunya mereka waspada dan berupaya menghindari “masalah”, tanpa ingin tahu lebih lanjut mengenai bagaimana pemikiran, kehidupan, dan problem dari veteran itu sendiri. Inilah yang menjadi pemikiran Teasle saat dia “mengusir” Rambo keluar kota. Sebaliknya veteran macam Rambo sendiri sudah tidak berharap banyak untuk bisa dipahami oleh masyarakat sipil di sekitarnya, ini terlihat dari sikap diamnya saat ditahan (di akhir film, Rambo sendiri mengaku kadang tidak berbicara dengan orang lain dalam sehari, bahkan kadang seminggu).

Teasle menangkap Rambo. Teasle adalah simbol masyarakat Amerika yang tidak peduli dengan nasib para veterannya. (Sumber: https://offscreen.com/)

Berbagai konflik yang terjadi kemudian, pada akhirnya mengungkap jati diri Rambo, sebagai veteran yang terlatih dan berpengalaman saat menghadapi kejaran polisi. Seperti kata Rambo sendiri saat menaklukkan Teasle di dalam hutan. Di kota Rambo hanya semacam gelandangan pengangguran yang tak berarti bagi masyarakat sipil, namun di dalam hutan, dia adalah “raja”. Dengan skill Baret Hijaunya, Rambo dengan “mudah” menaklukkan gerombolan polisi dan prajurit paruh waktu (National Guard) bersenjata lengkap. Di kota Rambo kesulitan untuk bisa sekedar makan, namun di dalam hutan, dia tidak kekurangan apapun, karena hutanlah yang “menyediakan” keperluannya. Gambaran laksana dua koin mata uang dari sosok veteran Vietnam yang diperlihatkan Rambo ini semakin jelas di bagian ending film, saat Rambo berdebat dengan kolonel Trautman, setelah yang pertama melukai dengan parah Sheriff Teasle. Dalam perdebatannya, Rambo mencurahkan isi hatinya yang selama ini terpendam, karena tidak ada orang yang bisa memahami (kalaupun ada yang mau mendengarkan). Di Vietnam, bersama rekan-rekannya, Rambo merasa berharga dan dihargai. Mereka saling menjaga satu sama lain. Di sana dia dinilai tinggi karena keahlian tempurnya, namun ketika kembali ke kehidupan sipil, keahliannya segera kehilangan makna dan nampak tidak berguna.

Rambo menaklukkan Teasle di dalam hutan. Skill Rambo yang tidak berguna di lingkungan kota menjadi kemampuan yang amat penting dalam bertahan hidup di hutan. (Sumber: https://twitter.com/)
Scene paling emosional yang menjadi inti film First Blood. Rambo adalah salah satu korban dari Perang Vietnam itu sendiri. (Sumber: https://amc.tumblr.com/)
Trautman menjadi datu-satunya “keluarga” Rambo di Vietnam yang tersisa. (Sumber: https://mcmolo.blogspot.com/)

Sialnya para veteran macam Rambo yang pensiun dini tidak dipersiapkan untuk menjalani kehidupan sipil (berbeda dengan Trautman, yang pangkatnya lebih tinggi, masih bisa berkarir di militer). Pendidikan tertinggi mereka sebelum masuk tentara kemungkinan hanyalah setara SMA. Dengan minimnya keahlian untuk bisa terintegrasi denngan masyarakat sipil, setelah keluar dari tentara, maka tidak heran, seperti pengakuan Rambo sendiri, untuk jadi tukang parkir saja dia tidak bisa (meski di Vietnam dilatih untuk menerbangkan helikopter mahal). Di akhir cerita, Rambo merasa bahwa dia telah kehilangan kawan-kawannya, kini hanya Trautman lah yang tersisa baginya untuk bisa membagi perasaannya. Beruntungnya di akhir film, Rambo memilih untuk menyerahkan diri dan tidak membuat kerugian lebih besar bagi dirinya dan masyarakat sipil. Di novel asli dan alternate ending film, sebenarnya Rambo ditakdirkan untuk mati di akhir cerita, seolah ending tragis dari sosok malang veteran Perang Vietnam ini.

Konteks:

Film Rambo: First Blood Part I, hadir bertepatan dengan mulai munculnya momentum untuk mengenang pengalaman pahit di Vietnam, serta bagaimana masyarakat Amerika berupaya untuk menerima para veteran mereka yang telah mengorbankan dirinya dalam perang yang gagal itu. Beberapa minggu setelah film Rambo I dirilis, 22 Oktober 1982, pada tanggal 13 November 1982, monumen memorial Perang Vietnam didirikan. Pada memorial batu granit hitam tersebut tercetak 58,320 nama prajurit Amerika yang gugur dalam Perang Vietnam. Pendirian monumen ini dan booming film Perang Vietnam pada dekade 1980-an, lalu sedikit banyak membantu menjembatani jurang pemahaman dan penerimaan antara para veteran Perang Vietnam dan masyarakat Amerika. Kini, penghargaan terhadap para veteran Perang Vietnam sudah membaik. Berkaitan hal ini, suka tidak suka, Film Rambo: First Blood turut menjadi bagian dalam proses ini.

Memorial Perang Vietnam yang diresmikan 3 minggu setelah Film First Blood dirilis. (Sumber: https://www.pinterest.dk/)

RAMBO II / FIRST BLOOD PART II

Poster Film First Blood Part II (1985). (Sumber: https://moviereviewtheblog.wordpress.com/)

Timeline Cerita : Tahun 1985

Setting : Amerika, Thailand, Vietnam

Sinopsis

Tiga tahun setelah peristiwa di Hope, Washington, mantan Baret Hijau Angkatan Darat AS John Rambo menerima kunjungan dari mantan komandan dan teman lamanya, Kolonel Samuel Trautman, di tempat kerja paksa penjara di wilayah pedesaan. Dengan berakhirnya Perang Vietnam secara resmi, publik menjadi semakin prihatin atas berita bahwa sekelompok kecil tawanan perang AS telah ditinggalkan dalam tahanan musuh di Vietnam. Untuk menenangkan tuntutan mereka dalam bertindak, pemerintah AS telah mengesahkan misi infiltrasi tunggal untuk mengkonfirmasi laporan tersebut. Rambo setuju untuk melakukan operasi itu dengan imbalan pengampunan baginya. Di Thailand, ia dibawa Trautman untuk menemui Marshall Murdock, birokrat yang mengawasi operasi tersebut. Rambo untuk sementara dikembalikan ke Angkatan Darat AS dan diinstruksikan hanya untuk mengambil foto dari kamp tawanan perang yang dicurigai (kamp tawanan yang sama dimana Rambo melarikan diri tahun 1971) dan tidak menyelamatkan tahanan atau melawan personel musuh, karena tawanan akan diselamatkan oleh tim ekstraksi yang lebih lengkap setelah dia kembali. Selama penyisipannya, parasut Rambo menjadi kusut dan robek, menyebabkan dia kehilangan senjata dan sebagian besar peralatannya, meninggalkannya hanya dengan pisau, busur, dan anak panahnya. Dia bertemu kontak yang ditugaskan, seorang agen intelijen muda Vietnam bernama Co Bao, yang mengatur sekelompok perompak sungai setempat untuk membawa mereka ke hulu. 

Rambo dan Agen Co Bao. (Sumber: https://www.theaceblackblog.com/)

Mencapai kamp, Rambo melihat salah satu tahanan diikat ke tiang berbentuk salib, dibiarkan menderita terhadap paparan hutan, dan menyelamatkannya (melawan perintah awalnya yang cuma untuk memfoto). Selama pelarian mereka, mereka ditemukan oleh pasukan Vietnam dan diserang oleh perahu lapis baja; menyebabkan para perompak untuk mengkhianati mereka, mengungkapkan bahwa mereka siap bertukar kesetiaan kepada pihak Vietnam dan berniat untuk menyerahkan mereka untuk mendapatkan hadiah. Rambo lalu membunuh para perompak dan menghancurkan perahu musuh dengan tembakan RPG sementara POW yang diselamatkan dan Co Bao berenang ke tempat yang aman. Rambo kemudian meminta Co untuk tetap tinggal sesaat sebelum mereka mencapai titik ekstraksi. Ironisnya, helikopter penyelamat diperintahkan oleh Murdock untuk membatalkan penyelamatan, dengan alasan bahwa Rambo telah melanggar perintahnya. Co Bao sementara itu menyaksikan Rambo dan tawanan perang yang diselamatkan ditangkap kembali dan dikembalikan ke kamp. Ketika Trautman mengkonfrontasi, Murdock mengungkapkan bahwa dia tidak pernah bermaksud menyelamatkan tawanan perang, menjelaskan bahwa Pihak Kongres mengharapkan Rambo tidak menemukan apa-apa, dan bahkan jika dia melakukannya, Murdock akan membiarkannya mati untuk menghindari masalah ini lebih jauh. Trautman kemudian diberitahu bahwa dia akan dikeluarkan dari misi untuk mencegahnya mencoba membantu Rambo sendirian.

Adegan Rambo dikhianati oleh rekan sebangsanya dalam First Blood Part II. (Sumber: https://www.theaceblackblog.com/)

Sementara itu, Rambo mengetahui bahwa pasukan Soviet bekerja sama dengan tentara Vietnam. Dia diinterogasi oleh Letnan Kolonel Podovsky, dan tangan kanannya, Sersan. Yushin. Setelah mengetahui misi Rambo dari pesan yang dicegat, Podovsky menuntut agar Rambo menyiarkan pesan ke Murdock yang memperingatkan untuk membatalkan misi penyelamatan lebih lanjut tawanan perang. Sementara itu, Agen Co menyusup ke kamp yang menyamar sebagai pelacur dan bersembunyi di bawah gubuk tempat Rambo disiksa dengan sengatan listrik. Rambo menolak untuk bekerja sama, tetapi akhirnya mengalah ketika tahanan yang dia coba selamatkan diancam untuk dianiaya. Saat ia mulai membaca komentar skrip, Rambo langsung mengancam Murdock, dan kemudian mengalahkan para penjaga Sovietnya, serta melarikan diri kamp dengan bantuan Co. Di tengah jalan Rambo setuju untuk membawa Co ke Amerika Serikat. Saat mereka mulai bergerak lagi, sepasukan kecil orang-orang Vietnam menyerang pasangan itu dan Co terbunuh selama serangan itu. Rambo yang marah membunuhi tentara Vietnam dan mengubur Co didalam lumpur. Rambo balik menyerang dan, dengan menggunakan pisau dan busurnya, dia secara sistematis membunuhi satu demi satu tentara Soviet dan Vietnam yang dikirim mengejarnya – bahkan meledakkan perwira Vietnam yang membunuh Co dengan panah peledak.

Rambo menyelamatkan para tawanan. (Sumber: https://www.mensjournal.com/)

Setelah selamat dari bom barel yang dijatuhkan oleh helikopter Yushin, Rambo naik ke atas helikopter dan melempar Yushin keluar dari kabin hingga tewas. Pilot juga dipaksa keluar dengan todongan senjata, dan Rambo mengambil kendali helikopter. Dengan helikopter rampasan ia menyerang ke kamp tawanan dan memusnahkan sisa pasukan musuh sebelum mengekstraksi tawanan perang dan menuju wilayah kawan di Thailand. Podovsky, mengejar mereka dengan helikopter tempur Mi-24 Hind, tampaknya berhasil menembak jatuh helikopter yang diterbangkan Rambo dan bersiap untuk menghabisinya. Setelah memalsukan kecelakaan itu, Rambo menggunakan peluncur roket untuk menghancurkan helikopter lawan; yang seketika membunuh Podovsky. Saat ia kembali ke pangkalan dengan membawa tawanan perang, Rambo (setelah menggunakan senapan mesin M60E3 yang terpasang di pintu helikopter untuk menghancurkan kantor Murdock) menghadapi Marshall yang ketakutan itu dengan pisaunya; menuntut agar Murdock menyelamatkan tawanan perang yang tersisa, sebelum meninggalkannya. Trautman sempat mencoba meyakinkan Rambo untuk kembali ke dinas militer karena dia telah diampuni. Ketika Rambo menolak, Trautman bertanya apa yang dia inginkan. Rambo yang marah menjawab bahwa dia hanya ingin negaranya mencintai para veteran tentaranya seperti mereka mencintai negaranya. Trautman bertanya kepada Rambo bagaimana dia akan hidup sekarang, yang dengan singkat Rambo katakan, “Hari demi hari”. Dengan itu, film ini berakhir saat Rambo berjalan menuju kejauhan.

Analisa Makna Cerita:

Mengingat sesuai novel asli, sosok Rambo mati di akhir cerita, jelas Film Rambo II / First Blood Part II dibuat karena kesuksesan First Blood secara komersil. Patut dicatat juga, dalam Rambo II, genre cerita sudah bergeser dari awalnya First Blood merupakan film yang cukup kuat di unsur dramanya, menjadi film yang lebih menonjolkan action pada film Rambo II. Kesan ini sudah secara tersirat tercermin dalam dialog antara Kolonel Trautman dengan Rambo, saat menawarinya untuk menjalankan misi pemerintah Amerika sebagai syarat pengampunan hukumannya. Misi ini adalah berkaitan dengan isu tentang kemungkinan adanya tawanan perang (POW) Amerika yang masih ditahan oleh pihak komunis Vietnam. Setelah mendengar dan menyetujui tawaran Trautman, Rambo bertanya: “Apakah kita akan menang kali ini pak?” Itu terserah padamu John, jawab Trautman singkat. Dari sini kita bisa tahu bahwa sedari awal film, kemenangan adalah tujuan yang utama. Suatu hal yang sungguh berbeda dengan corak yang ditunjukkan pada film pertama, dimana yang terutama adalah soal bertahan hidup dan melepaskan rasa frustasi.

Rambo menerima tawaran penugasan dari Trautman. (Sumber: https://mauiwatch.com/)

Tidak ada yang spesial dari pembukaan film ini sebenarnya, selain mengulang thema lama ala “The Dirty Dozen” (1968), saat sekelompok tahanan militer dilatih dan dikirim untuk menjalankan misi khusus sebagai imbalan atas pengampunan mereka. Yang membedakan adalah, dalam kasus Rambo, dia ditugaskan sendirian dan bukan secara kelompok. Sementara itu Aura film action terus berlanjut, saat setelah susah payah berupaya keluar dari pesawat yang menerjunkannya, salah satu perlengkapan pertama yang dibuang Rambo adalah peralatan fotonya. Sedari awal, Rambo memang sudah tidak tertarik untuk melaksanakan misi sesuai dengan yang diperintahkan, yakni sekedar “memfoto” bukti-bukti adanya tawanan perang Amerika (jika ada). Salah satu dialog yang cukup menarik setelah Rambo mendarat, adalah percakapannya dengan Agen Co Bao di perahu yang akan mengantarkan mereka ke kamp tawanan perang yang dituju. Di situ Co Bao menanyakan kenapa Rambo bisa dipilih dalam misinya kali ini. Jawab Rambo singkat: “I’m expendable” (bisa dikorbankan, dari sini pula kabarnya kemudian Stallone yang memerankan Rambo mendapat ide untuk menamai film action buatannya “The Expendables”, hampir 25 tahun sejak Rambo II dirilis). Saat ditanya oleh Agen Co Bao arti “Expendable”, Rambo memberikan jawaban yang tepat, yakni: “(Expendable) Ini seperti jika seseorang mengundangmu ke pesta, dan kamu tidak muncul, itu tidak  masalah (karena tidak terlalu penting).” Dari sini kita masih bisa mengenali perasaan Rambo tidak banyak berubah dari film pertamanya. Sebagai veteran Perang Vietnam ia, merasa dirinya dianggap tidak berarti di masyarakat Amerika.

Bagi Rambo, pemilihannya untuk menjalankan misi berbahaya, karena ia “dapat dikorbankan” oleh pemerintahnya. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Seperti yang telah disampaikan diatas, kemudian Rambo mendapati adanya tawanan Amerika. Salah satu dialog yang mengenaskan adalah saat tawanan pertama yang dibebaskan Rambo bertanya: “ngomong-ngomong ini tahun berapa?” Dengan masam, Rambo menjawab: “(tahun) 1985”. Dialog ini nampak biasa saja, dan kerap dilupakan orang, namun hal ini sudah cukup untuk membantah mereka-mereka yang menganggap Rambo sebagai film bersetting era Perang Vietnam. Toh perangnya saja sudah usai 10 tahun sebelum kisah Rambo II ini dimulai. Ketika kemudian Rambo meminta bantuan evakuasi, setelah membebaskan satu tawanan, ia kemudian dikhianati oleh Murdock, sebagai pemegang kendali operasi. Bagian ini menjadi personifikasi yang bagus menggambarkan pengalaman para prajurit Amerika di Vietnam, dimana keputusan politik, taktik, dan tujuan yang tidak jelas telah membawa Amerika ke dalam kegagalan. Sialnya beban kegagalan itu sedikit banyak harus dipikul oleh para prajurit di medan tempur. Personifasi kegagalan juga hadir dengan tewasnya agen Co Bao di tangan tentara komunis. Co Bao merupakan gambaran ideal dari Vietnam Selatan yang gagal dipertahankan oleh Amerika, yang dalam hal ini diwakilkan dalam sosok Rambo.

Co Bao merupakan gambaran ideal dari Vietnam Selatan yang gagal dipertahankan oleh Amerika, yang dalam hal ini diwakilkan dalam sosok Rambo. (Sumber: https://cinemorgue.fandom.com/)

Sisa cerita lebih menampilkan aksi laga layaknya film action dengan penuh adegan ledakan dan perkelahian yang menunjukkan betapa mematikan dan terlatihnya sosok Rambo. Apakah hal itu masuk akal atau tidak, itu urusan lain. Toh film Rambo bukanlah film sejarah, dan tidak pernah dilabeli sebagai “diambil/diinspirasi dari kisah nyata”. Kesuksesan Rambo dalam menyelamatkan tawanan perang setelah menghajar habis se-batalion tentara Vietnam dan Seregu Spetnaz, juga sama-sekali tidak merubah fakta bahwa Vietnam tetap dikuasai oleh pemerintahan komunis. Tidak ada kan di film digambarkan bahwa setelah diacak-acak Rambo, di Vietnam muncul gerakan rakyat untuk menggulingkan pemerintahan komunis misalnya. Jadi adalah hal yang cukup konyol jika menempatkan film Rambo laksana film sejarah perang Vietnam. Di akhir film juga kemudian ditutup dengan sebuah dialog antara Trautman dan Rambo, setelah menyelesaikan “misi” dengan gemilang, meski sempat dikhianati oleh sesama orang Amerika. 

Trautman: Kamu akan mendapatkan Medal of Honor kedua untuk ini. 

Rambo: (melihat tawanan perang yang diselamatkan, salah satunya memberi hormat) Anda harus memberikannya kepada mereka. Mereka lebih pantas mendapatkannya. 

Trautman: Kamu tidak bisa terus berlari John, kamu bebas sekarang. Kembalilah bersama kami (bergabung kembali dalam dinas militer). 

Rambo: Kembali untuk apa? Teman-temanku meninggal di sini. Sebagian diriku (juga) mati di sini. 

Trautman: Perang, semua yang terjadi di sini mungkin salah, tapi sialan, jangan (kamu) membenci negaramu karena itu! 

Rambo: (berhenti dan menatap Trautman) Benci? Aku rela mati untuk itu! 

Trautman: Lalu apa yang kamu inginkan? 

Rambo: Aku ingin … apa yang mereka inginkan, dan setiap prajurit lain yang datang ke sini, dan menumpahkan darahnya dan memberikan semua yang dia miliki .. ingin … agar negara mencintai kami … sama seperti kami mencintainya . Itu yang saya mau. 

Rambo: Aku ingin … apa yang mereka inginkan, dan setiap prajurit lain yang datang ke sini, dan menumpahkan darahnya dan memberikan semua yang dia miliki .. ingin … agar negara mencintai kami … sama seperti kami mencintainya . Itu yang saya mau.  (Sumber: https://quoters.info/)

Dari dialog diatas Rambo masih terlihat mengusung pemikiran yang dirasakan para Veteran Perang Vietnam yang telah berjuang menjalankan tugas yang dibebankan pada mereka. Ini bukan berbicara salah atau benar dari Perang Vietnam itu sendiri, tetapi lebih ke faktor hubungan tanggung jawab antara warga negara dan negara itu sendiri. Rambo ingin mengatakan bahwa Veteran Vietnam layak diterima dan dihargai terlepas dari hasil pahit perang itu, sepadan dengan pengorbanan dan tanggung jawab yang telah mereka tunjukkan di Vietnam. Film ini lebih menunjukkan sebuah kritikan bagi pemerintah Amerika yang gagal memperjuangkan dan menerima para veteran mereka selepas perang. Sosok Murdock menjadi gambaran kebijakan hipokrit dari pemerintah Amerika. Jika ada yang menilai Rambo II adalah semacam “corong” bagi kepentingan pemerintah Amerika, sepertinya mereka perlu diajak untuk melihat film ini dari sudut pandang yang lain.

Konteks:

Pada saat film Rambo II muncul, isu mengenai tawanan perang Amerika yang kemungkinan masih ditahan oleh pihak komunis dalam perang Vietnam sedang menghangat. Hal ini bukan sekedar isu ringan, karena pada masa itu muncul desakan pengungkapan kepada pihak pemerintah dari keluarga-keluarga Amerika yang memiliki sanak saudara terdaftar dalam orang yang hilang dalam tugas (Missing In Action/MIA), namun tidak memiliki kejelasan tentang nasibnya. Keluarga-keluarga ini ingin agar pihak pemerintah Amerika memastikan tidak ada sanak saudara mereka yang hilang masih ada dalam tawanan pihak komunis, dan kalaupun memang sudah meninggal, sisa-sisa jenasahnya agar dapat dikembalikan. Karena pemerintah Amerika dianggap terlalu lambat bertindak, beberapa keluarga yang sanak saudaranya terdaftar dalam MIA sampai mengumpulkan dana patungan untuk “membiayai” upaya pengungkapan ini secara swasta. Upaya swasta untuk melacak keberadaan kamp-kamp tawanan yang mungkin masih menahan orang-orang Amerika di kawasan Asia Tenggara ini benar-benar terwujud, misalnya dengan bantuan “kerjasama” dari bekas Letnan Kolonel (sudah pensiun) Baret Hijau Veteran Perang Vietnam, Bo Gritz. Sayangnya meski Gritz beberapa kali melakukan perjalanan pribadi ke Asia Tenggara, upayanya dipenuhi skandal berbau penipuan. Meski demikian, hal ini menjadi bukti bahwa di pertengahan tahun 1980an masyarakat Amerika sedang “demam isu POW”. Beberapa film kemudian menyinggung topik ini, dan faktanya Rambo bukan yang pertama. Sebelumnya telah muncul film Uncommon Valor (1983) yang dibintangi oleh Gene Hackman dan Chuck Norris, yang menjadi tokoh utama dalam film Missing In Action (1984). Meski demikian film Rambo lah yang paling mendunia. Sosok Rambo dan Presiden Ronald Reagan, saat itu menjadi semacam simbol kebangkitan Amerika yang siap memukul balik lawan-lawannya. Keduanya kerap “disinonimkan” aksinya, dan banyak dijadikan karikatur. Kebijakan politik luar negeri Reagan yang berani berkonfrontasi, misal terhadap Libya, Iran, dan Soviet dianggap “bergaya” Rambo. Dalam hal ini, mungkin tidak salah jika film Rambo dianggap memiliki unsur propaganda, namun propaganda ini lebih bermaksud membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Amerika selepas Perang Vietnam, dan bukan bermaksud untuk menulis ulang sejarah Perang Vietnam.

Letkol Bo Gritz, eks Baret Hijau. Pada tahun 1980an, Gritz sempat menjalankan misi swasta untuk mengungkap isu POW Amerika di kawasan Indochina. (Sumber: https://www.reviewjournal.com/)
Uncommon Valor (1983) yang dibintangi Gene Hackman. (Sumber: https://www.primevideo.com/)
Chuck Norris dalam film Missing in Action (1984), yang mendahului First Blood Part II. (Sumber: https://www.imdb.com/)
Pada masa pemerintahannya, Presiden Reagan kerap diidentikkan dengan sosok Rambo. (Sumber: https://georgelarkins.wordpress.com/)

RAMBO III

Poster Film Rambo III (1988). (Sumber: https://www.filmonpaper.com/)

Timeline Cerita : Tahun 1988

Setting : Thailand, Pakistan, Afghanistan 

Sinopsis

Tiga tahun setelah peristiwa di Vietnam, John Rambo telah menetap di sebuah biara Thailand dan membantu pekerjaan konstruksi di halaman biara. Dia juga menghasilkan uang (yang dia sumbangkan ke biara) dengan berkompetisi dalam pertandingan krabi-krabong (pertarungan menggunakan tongkat) di dekat Bangkok. Kolonel Samuel Trautman lalu mengunjungi teman lamanya Rambo, dan menjelaskan bahwa dia sedang menyusun tim tentara bayaran dalam misi yang disponsori CIA untuk memasok Mujahidin dan suku-suku lain dengan rudal anti pesawat Stinger saat mereka mencoba untuk mengusir Tentara Soviet di Afghanistan. Meskipun diperlihatkan foto-foto warga sipil yang menderita di tangan militer Soviet, Rambo menolak untuk bergabung, karena ia sudah lelah berperang, Trautman memahami itu. Meski demikian Trautman tetap melanjutkan misi dan disergap oleh pasukan musuh di dekat perbatasan, mengakibatkan semua anak buahnya terbunuh. Trautman ditangkap dan dikirim ke pangkalan gunung besar untuk diinterogasi oleh Kolonel Soviet Zaysen dan tangan kanannya Sersan Kourov. Sementara itu, pejabat kedutaan Robert Griggs memberi tahu Rambo tentang penangkapan Kolonel Trautman tetapi menolak untuk menyetujui misi penyelamatan karena takut akan menarik Amerika Serikat lebih jauh ke dalam perang. Sadar bahwa Trautman akan mati jika tidak diselamatkan, Rambo mendapat izin untuk melakukan penyelamatan sendirian dengan syarat dia akan disangkal jika tertangkap atau mati. Rambo lalu segera terbang ke Peshawar, Pakistan, di mana ia bermaksud untuk meyakinkan pedagang senjata Mousa Ghani untuk membawanya ke Khost, kota yang paling dekat dengan pangkalan Soviet tempat Trautman ditawan. Mujahidin di desa, yang dipimpin oleh kepala suku Masoud, ragu-ragu untuk membantu Rambo membebaskan Trautman. Sementara itu, seorang informan Soviet yang dipekerjakan Ghani memberi tahu pihak Soviet, yang mengirim dua helikopter serang untuk menghancurkan desa. Meskipun Rambo berhasil menghancurkan salah satu helikopter penyerang dengan senapan mesin anti pesawat, para pemberontak menolak untuk membantunya lebih jauh. 

Rambo dan Trautman bahu-membahu di Afghanistan dalam Rambo III. (Sumber: https://www.pinterest.es/)

Hanya dibantu oleh Mousa dan seorang anak laki-laki bernama Hamid, Rambo menyerang markas Soviet dan menimbulkan kerusakan yang signifikan sebelum dipaksa mundur. Hamid, serta Rambo, terluka selama pertempuran dan Rambo mengirim dia dan Mousa pergi sebelum melanjutkan infiltrasinya. Dengan terampil menghindari penjaga pangkalan, Rambo berhasil membebaskan Trautman, tepat saat dia akan disiksa dengan penyembur api. Rambo dan Trautman menyelamatkan beberapa tahanan lain dan membajak sebuah helikopter tempur Hind untuk melarikan diri dari pangkalan. Helikopter rusak saat lepas landas dan dengan cepat jatuh, memaksa para pelarian melarikan diri melintasi padang pasir dengan berjalan kaki. Sebuah helikopter serang kemudian mengejar Rambo dan Trautman ke gua terdekat, di mana Rambo menghancurkannya dengan panah peledak. Zaysen yang marah mengirim pasukan komando Spetsnaz di bawah pimpinan Kourov untuk membunuh mereka, tetapi mereka dengan cepat disingkirkan dan dibunuh. Kourov yang terluka menyerang Rambo dengan tangan kosong, tetapi bisa dikalahkan dan dibunuh dengan ledakan granat. Saat Rambo dan Trautman menuju perbatasan Pakistan, Zaysen dan pasukannya mengepung mereka. Tapi sebelum keduanya kewalahan, pasukan Mujahidin pimpinan Masoud menyerang tentara Soviet dengan serangan kavaleri yang mengejutkan. Meskipun terluka, Rambo berhasil mengambil kendali sebuah tank dan menggunakannya untuk menyerang helikopter tempur Hind yang diterbangkan Zaysen. Dalam pertempuran saling berhadapan antara kedua kendaraan, dengan menembakkan peluru senapan mesin kaliber tinggi, Rambo menembakkan meriam utama tank dan Zaysen melepaskan tembakan berbahan peledak tinggi, roket dan rudal. Serangan terakhir melihat dua kendaraan bertabrakan, tetapi Rambo bertahan setelah menembakkan meriam utama tank setelah bertabrakan dengan Hind Zaysen. Di akhir pertempuran, Rambo dan Trautman mengucapkan selamat tinggal kepada para Mujahidin dan meninggalkan Afghanistan.

Catatan:

Mengenai Film Rambo setelah Rambo II, kita tidak akan mengulas jalan cerita dan konteksnya panjang lebar, karena seri Rambo III-V, tidak berkaitan erat dengan topik Perang Vietnam, kecuali sosok Rambo-nya sendiri sebagai Veteran Perang itu. Fokus pembahasan lebih kepada transformasi Rambo dengan berjalannya waktu dan refleksi dirinya terhadap pengalaman hidupnya dengan semakin bertambahnya usia. Pada Rambo III, sedari awal Rambo sudah berusaha menjauhkan diri dari kemungkinan dirinya bergabung dalam dunia militer dan “mengangkat senjata” lagi. Berbeda dengan Rambo II, dimana dia masih mau dilibatkan dalam misi yang diberikan oleh pemerintah, dalam Rambo III, ia dengan tegas menolak untuk ikut dalam misi Trautman di Afghanistan, dengan Rambo menyatakan bahwa bagi dia, dunia militer dan perang sudah berakhir. Ada sebuah part percakapan yang menarik disini sekaligus buat saya merasa miris, ketika Rambo menolak ajakan Trautman, dimana hal ini nantinya akan menghantui benak Rambo di film-film berikutnya. Kita simak saja dialog antara Rambo dan Trautman itu.

Trautman: Ikutlah denganku, John. 

Rambo: aku tidak tahu apa yang anda pikirkan tentang tempat ini, tapi aku menyukainya. Aku suka berada di sini, saya suka bekerja di sini. Aku suka menjadi bagian dari sesuatu. 

Trautman: kamu memang menjadi bagian dari sesuatu. Tetapi bukan ini. Kapan kamu akan paham? 

Rambo: Apa yang anda bicarakan? 

Trautman: kamu mengatakan bahwa perangmu telah berakhir. Aku pikir yang di luar sana iya, tapi bukan yang ada di dalam dirimu. Aku tahu alasanmu di sini, John. Tapi itu tidak akan berhasil. Kamu mungkin mencoba, tapi kamu tidak akan bisa menjauh dari dirimu yang sebenarnya. 

Rambo: Menurut anda aku ini apa? 

Trautman: Seorang yang dilahirkan untuk menjadi prajurit ulung. 

Rambo: Tidak lagi. Aku tidak menginginkannya. 

Trautman: Sayangnya itulah dirimu

Adegan adu argumen antara Rambo dan Kolonel Trautman, mengenai siapa jati diri Rambo. (Sumber: https://www.bulletproofaction.com/)

Dalam dialog diatas, Trautman mencoba mengungkapkan keunggulan Rambo sebagai prajurit profesional yang diatas rata-rata. Sayangnya hal itu sama sekali tidak membuat Rambo bangga. Perang dimana skill Rambo dihargai, telah merenggut masa muda Rambo dan kawan-kawannya. Sialnya itu juga perang yang gagal dan kini Rambo kesepian. Di sisi lain saya dapat memahami pemikiran Trautman, meski Rambo mendapat kedamaian di lingkungan Biara, bagaimanapun ia tidak dapat berbagi rasa dengan para bhiksu mengenai berbagai trauma batin yang dirasakannya. Suatu saat luka-luka batin itu dapat muncul kembali, dan tidak ada orang di sekitar situ yang bisa membantu.

Sementara itu pada satu titik, Rambo III masih menampilkan “pesan” mengenai makna Perang Vietnam bagi Amerika dalam korelasinya dengan petualangan Soviet di Afghanistan. Hal ini muncul dalam dialog antara Trautman dan Kolonel Zaysen asal Soviet yang menawannya, sebagai berikut:

Kol. Samuel Trautman: Kamu mengharapkan simpati? Kamu yang memulai perang sialan ini! Sekarang kamu harus menghadapinya! 

Kolonel Zaysen: Dan kami akan melakukannya. Hanya masalah waktu sebelum kita mencapai kemenangan penuh. 

Kol. Samuel Trautman: Ya, tidak akan ada kemenangan! Setiap hari, mesin perangmu kalah dari sekelompok pejuang kemerdekaan yang tidak bersenjata lengkap! Faktanya adalah kamu meremehkan lawanmu. Jika kamu mempelajari sejarahmu sendiri, kamu akan tahu bahwa orang-orang ini tidak pernah menyerah kepada siapa pun. Mereka lebih baik mati, daripada menjadi budak musuh. Kamu tidak bisa mengalahkan orang seperti itu. Kami sudah mencobanya! Kami sudah memiliki (pengalaman) Vietnam kami! Sekarang kamu akan merasakannya sendiri! ”

Kol. Samuel Trautman: Kamu mengharapkan simpati? Kamu yang memulai perang sialan ini! Sekarang kamu harus menghadapinya! . (Sumber: https://www.youtube.com/)

Meski dialog diatas berbau propaganda yang menyudutkan Soviet, yang jadi musuh bebuyutan Amerika, faktanya hal itu benar-benar terjadi dan Soviet pada akhirnya hengkang dari Afghanistan. Sementara itu, berkaitan dengan Perang Vietnam, sekali lagi pada Film Rambo III ini kembali ditunjukkan bahwa pembuat film tidak berupaya merubah opini dan fakta bahwa Amerika gagal di Vietnam.

RAMBO (2008)

Poster Film Rambo (2008). (Sumber: https://wallpaperstock.net/)

Timeline Cerita : Tahun 2008

Setting : Perbatasan Burma-Myanmar, Arizona

Sinopsis

Film keempat dalam seri Rambo inj dibuka dengan berita tentang krisis tahun 2007 di Burma. Burma berada di bawah kekuasaan tangan besi Than Shwe, mengambil sikap yang lebih keras terhadap gerakan pro-demokrasi negara itu. Pemberontak dilemparkan ke sawah yang dipenuhi ranjau dan kemudian ditembak mati oleh Tatmadaw (Tentara Burma), sementara perwira militer Burma Mayor Pa Tee Tint, yang memerintahkan genosida, menyaksikan penembakan itu dengan wajah muram. Sementara itu, Rambo masih tinggal di Thailand. Tinggal di sebuah desa dekat perbatasan Burma, ia mencari nafkah dengan menangkap ular dan menjualnya di desa terdekat. Dia juga mengangkut orang-orang dengan perahunya. Seorang misionaris, Michael Burnett, meminta Rambo untuk membawanya dan rekan-rekannya ke Sungai Salween ke Burma dalam misi kemanusiaan untuk memberikan bantuan kepada suku Karen. Rambo menolak, setelah kehilangan semua kepercayaan pada kemanusiaan pada saat ini, tetapi dia berhasil diyakinkan oleh Sarah Miller, tunangan Burnett untuk membawa mereka. Singkat kata kedua misionaris kemudian ditangkap tentara Burma. Rambo dengan beberapa tentara bayaran, akhirnya berhasil membebaskan mereka setelah melewati pertempuran sengit. Didorong oleh kata-kata Sarah, Rambo lalu meninggalkan Thailand dan kembali ke rumahnya di Amerika Serikat. Dia terlihat berjalan di sepanjang jalan raya Bowie, Arizona sampai dia melihat peternakan kuda dan kotak surat berkarat. Membaca nama “R. Rambo”, Rambo tersenyum dan berjalan menyusuri jalan masuk rumah yang berkerikil.

Dalam Rambo tahun 2008, Stallone menampilkan sosok Rambo tua yang masih bergelut dengan pergolakan batinnya. (Sumber: https://www.filmaffinity.com/)
Rambo kembali ke rumah pada ending film. (Sumber: https://rambo.fandom.com/)

Catatan:

Film Rambo tahun 2008, bersetting 20 tahun setelah kisah Rambo III di Afghanistan. Di film ini Rambo jelas sudah tidak muda lagi, usianya sekitar 61 tahun! meski demikian pergulatan batin untuk mengenal jati dirinya masih terus menggelora. Di usia tua, Rambo semakin apatis terhadap kondisi yang ada di sekelilingnya, karena baginya apapun yang coba ia lakukan tidak akan mengubah apapun. Dunia bukannya bertambah baik namun semakin bertambah buruk, maka tidak heran, ketika sepasang misionaris (Sarah dan Burnett) memintanya untuk membantu menyeberangkan mereka ke Burma guna membantu masyarakat yang tertindas disana, Rambo segera menolak. Bagi Rambo itu adalah upaya yang sia-sia, disamping amat berbahaya bagi pasangan itu. Rambo tentu tidak ingin menambah rasa bersalahnya jika keduanya mendapat nasib buruk di Burma. Saat itu kolonel Trautman, satu-satunya orang yang paling memahami Rambo telah meninggal dunia, namun ucapannya saat di Biara Thailand (dalam film Rambo III) masih menghantui Rambo. Dalam refleksinya, Rambo membuat kesimpulan, yang memperkuat perkataan “profetik” Trautman yang mengerikan mengenai siapa dirinya.

“Kamu tahu siapa dirimu… terbuat dari apa kamu. Perang ada dalam darahmu. Jangan melawannya. Kamu tidak membunuh untuk negaramu. Kamu membunuh untuk dirimu sendiri. Tuhan tidak akan pernah membuat hal itu pergi. Saat kamu didesak, membunuh semudah bernafas. ”

Mungkin pada kesempatan ini Rambo berpikir mengenai jika saja dia bisa memiliki jalan kehidupan yang lain, tanpa skill tempur, tanpa Perang Vietnam, bisa jadi dia tidak akan berada dalam dilema seperti yang dialaminya saat itu. Namun dalam film ini, lewat sosok Sarah, Rambo yang apatis dan tidak peduli, diingatkan, bahwa meski Rambo tidak dapat pergi dari takdir dirinya, setidaknya dia masih bisa berbuat sesuatu yang positif bagi orang lain. Hal ini tercermin dalam ucapan Sarah sebagai berikut:

“Mungkin, mungkin kamu sudah kehilangan kepercayaan pada orang-orang. Tapi kamu harus tetap percaya pada sesuatu. Kamu harus tetap peduli tentang sesuatu. Mungkin kita tidak bisa mengubah apa yang ada. Tapi cobalah untuk menyelamatkan orang lain, bukankan dengan ini kamu tidak menyia-nyiakan hidupmu, bukan?”

Toh hal diatas kemudian selaras dengan tagline dari film itu sendiri:

“Live for nothing or die for something” (Hidup tanpa arti, atau mati untuk sesuatu)

Quote Rambo (2008). (Sumber: https://www.bigenter.info/)

RAMBO: LAST BLOOD (2019)

Poster Film Rambo: Last Blood (2019). (Sumber: https://sinopsisnb21.blogspot.com/)

Timeline cerita: Tahun 2019

Setting: Arizona, Mexico

Sinopsis

Dalam film Rambo: Last Blood, sebelas tahun setelah peristiwa di Burma, veteran Perang Vietnam John Rambo tinggal di Bowie, Arizona di peternakan kuda almarhum ayahnya, yang ia kelola bersama teman lamanya, Maria Beltran, dan cucunya, Gabrielle. Gabriela mengungkapkan kepada Rambo bahwa temannya, Gizele, telah menemukan ayah biologis Gabrielle, Manuel, di Meksiko. Melawan keinginan Rambo dan Maria, Gabrielle diam-diam pergi ke Meksiko untuk bertanya mengapa Manuel meninggalkan Gabrielle dan ibunya bertahun-tahun yang lalu. Gizelle membawa Gabrielle ke apartemen Manuel, di mana dia mengungkapkan kepadanya bahwa dia tidak pernah benar-benar peduli pada Gabrielle atau ibunya. Gizelle membawa Gabrielle yang patah hati ke klub lokal, tempat Gabrielle dibius dan diculik oleh kelompok kartel Meksiko. Setelah mendengar hilangnya Gabrielle, berupaya mencari dan membawanya pulang dari Meksiko. Rambo kemudian segera dihadapkan, dipukuli dan dilukai permanen oleh kelompok kartel, yang dipimpin oleh bersaudara Hugo dan Victor Martinez. Mereka mengambil SIM-nya, mengungkapkan lokasi peternakan, dan foto Gabrielle, yang segera dikenali Victor. Pimpinan Kartel itu bersumpah untuk menganiaya Gabrielle lebih lanjut karena tindakan Rambo. Gabrielle lalu meninggal akibat over dosis, yang disebabkan aksi kelompok Kartel itu. Rambo yang ingin membalas dendam menyerang rumah Victor, membunuh beberapa penjaga dan memenggal kepala Victor. Sebagai pembalasan, Hugo memimpin sekelompok pembunuh bayaran ke peternakan Rambo, di mana masing-masing menjadi korban jebakan yang telah disiapkan Rambo. Membiarkan Hugo hidup sebagai yang terakhir, Rambo memutilasinya dan merobek jantungnya sebagai tindakan balas dendam. Setelah kejadian itu, Rambo yang lemah karena luka-lukanya duduk di teras rumah ayahnya, bersumpah untuk terus berjuang dan menjaga kenangan orang-orang yang dicintainya tetap hidup. Selama adegan akhir film, Rambo menaiki kudanya dan menuju ke matahari terbenam.

Rambo dan Gabrielle. (Sumber: https://www.alwynash.com/)
Meski sukses membalas dendam, namun Rambo praktis kehilangan segala hal yang menjadi sumber kebahagiaan di akhir film. (Sumber: https://www.alwynash.com/)

Catatan:

Bagi saya Rambo: The Last Blood adalah penutup (kl memang ini jadi seri terakhir dari Franchise Film Rambo) tragis dari kisah Rambo. Seperti yang diceritakan dalam ending film tahun 2008, Rambo pada akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya. Kembali ke rumahnya, Rambo nampaknya bisa menemukan kehidupan damai yang selama ini ia dambakan. Meski tidak menikah, namun Rambo akhirnya bisa memiliki keluarga (suatu hal yang mungkin bisa terjadi 34 tahun sebelumnya, jika saja Agen Co Bao tidak terbunuh di Vietnam). Sosok Gabrielle, yang meski bukan putri kandungnya, namun ia perlakukan seperti sanak saudaranya. Gabrielle adalah pemberi semangat dan alasan bagi Rambo untuk menjalani masa tuanya. Sayangnya kisah selanjutnya tidak berakhir dengan ending yang bahagia. Kehidupan damai itu tidak bertahan lama bagi Rambo. Seperti kisah-kisah sebelumnya, Rambo dihadapkan dengan ancaman maut dan kekerasan yang tidak ada habis-habisnya, seolah “mimpi buruk Vietnam” itu selalu menghampirinya bertubi-tubi. Seperti layaknya tekanan yang dialami para veteran, Rambo menderita sindrom “Survivor Guilt”, dimana ia dihantui perasaan bersalah, dimana meski melewati berbagai peristiwa yang mengancam nyawanya, ia tetap hidup, sedang orang-orang yang ia kasihi tidak. Kematian Gabrielle semakin menegaskan hal ini. Berbicara soal pengalaman di Vietnam, dalam “The Last Blood”, secara tersirat, Rambo menyatakan penyesalan pilihannya untuk menjadi tentara dan ditugaskan di Vietnam, hal ini, terlihat dari percakapannya dengan Gabrielle di awal film, sebagai berikut:

Gabrielle: Kamu mengatakan bahwa kamu melakukan apa yang kamu anggap benar dan meninggalkan rumah pada usia 17 tahun, dan tidak ada yang menghentikanmu?

Rambo: (kini) aku berharap mereka melakukannya.

Kini harapan dan kebahagian Rambo di masa tua hilang dalam sekejap di The Last Blood, dan nampaknya refleksi terakhir Rambo di ending film menggambarkan itu semua.

“Aku pernah hidup di dunia kematian. Aku mencoba untuk pulang, tetapi aku tidak pernah benar-benar pulang. Sebagian dari pikiran dan jiwaku hilang di sepanjang jalan, tetapi hatiku masih di sini di mana aku dilahirkan, di mana aku akan mempertahankan sampai akhir satu-satunya keluarga yang pernah aku kenal, satu-satunya rumah yang pernah aku kenal. Semua yang kucintai sekarang telah pergi. Tapi aku akan terus berjuang untuk menjaga ingatan mereka tetap hidup selamanya.”

Sungguh karakter yang tragis……

Dalam perjalanan hidupnya, Rambo tekah kehilangan kawan, mentor, dan “keluarga” barunya, seperti Delmar Barry, Co Bao, Trautman, dan Gabrielle. Hanya Rambo lah yang masih bertahan hidup, tetapi untuk apa? (Sumber: https://www.youtube.com/)

KESIMPULAN

Setelah mengulas jalan cerita, menganalisa karakter dan makna dari film Rambo, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:

  1. Meski merupakan sosok yang menceritakan tentang Veteran Perang Vietnam, Rambo bukanlah sebuah film sejarah tentang Perang Vietnam. Jadi menilai Rambo sebagai layaknya referensi sebuah kisah sejarah adalah hal yang konyol.
  2. Rambo telah dibuat dalam 5 film, dalam kelima film tersebut, tidak ada satupun yang bersetting di era Perang Vietnam, yang berakhir pada tahun 1975. Setting paling awal dari film Rambo adalah tahun 1982, 7 tahun setelah Perang Vietnam usai. Jadi jika ada orang yang bilang bahwa film Rambo adalah upaya Amerika untuk menulis ulang sejarah Perang Vietnam, berarti mereka tidak paham film yang mereka tonton.
  3. Berulang kali dalam film Rambo disinggung tentang trauma psikis para veteran dan pernyataan tentang kegagalan bangsa Amerika di Vietnam (utamanya di Film Rambo I-III). Jadi jelas jika ada yang bilang Amerika menang Perang di Vietnam dalam film Rambo, mereka tidak paham dengan apa yang mereka bicarakan.
  4. Film Rambo II s.d Rambo: The Last Blood, merupakan film action, bukan film drama atau sejarah, jadi jika muncul aksi heroisme berlebihan dan tidak masuk akal, seharusnya tidak perlu dianggap sebagai masalah, karena itu murni sebagai entertainment, seperti film macam Die Hard, Commando atau film-film-nya Jerry Bruckheimmer. Coba saja bandingkan dengan film-film action buatan negara lain atau film action lokal, apakah film-film ini bisa dianggap lebih realistis dari film Rambo? Disamping itu menyudutkan film Rambo sebagai upaya sistematis orang-orang Amerika dan Hollywood untuk menutupi kekalahan Amerika di Vietnam, adalah tuduhan bodoh, ketika di saat yang sama, di Amerika sendiri muncul film-film macam The Deer Hunter (1978), The Boys in Company C (1978), Apocalypse Now (1979), Platoon (1986), Casualties Of War (1989), dan Born On The Fourth Of July (1989), yang secara jujur mengakui kegagalan dan kebrutalan Amerika di Vietnam.
  5. Rambo, khususnya Rambo II dan III mungkin boleh dibilang sebagai film “propaganda” asal Amerika. Namun propaganda ini lebih ditujukan bagi bangsa Amerika, sesuai konteks eranya, dimana rakyat Amerika membutuhkan “booster” untuk membangkitkan nasionalisme dan kebanggaan mereka sebagai bangsa yang besar dan kuat, setelah terpuruk di Vietnam. Disebut propaganda boleh, tetapi seperti yang telah disebutkan pada poin 2 dan 3, TIDAK ADA SEJARAH PERANG VIETNAM YANG COBA DITULIS ULANG SEBAGAI KEMENANGAN AMERIKA dalam film Rambo. Jika heroisme ala Amerika yang ditunjukkan Rambo dianggap klise, yang menampilkan sosok hitam-putih/baik vs jahat, maka saya sarankan coba berkaca dengan film-film kepahlawanan buatan bangsa lain, atau bangsa sendiri, apakah film-film ini lebih kritis pada bangsa sendiri dan “jujur” dibanding film Rambo?
  6. Dalam filmnya, Rambo sejatinya tidak pernah benar-benar mewakili pemerintah bangsanya, Rambo senantiasa mewakili dirinya sendiri saat mempertahankan diri atau menyelamatkan orang-orang yang ia kasihi. Jadi tidak tepat kiranya jika disebut Rambo adalah corong dari pemerintah Amerika.

Setidaknya demikianlah beberapa poin yang dapat saya simpulkan dari film Rambo dan kaitannya dengan Perang Vietnam, semoga dapat membantu mencerahkan pemahaman yang masih samar-samar atau kurang tepat.

Dalam Franchise Film Rambo, tidak ditemukan upaya untuk merubah sejarah kegagalan Amerika di Vietnam. Vietnam senantiasa menjadi sumber kesedihan dan penyesalan dari sosok Rambo. (Sumber: https://www.allocine.fr/)
Searah jarum jam, deretan Film Perang Vietnam Terbaik, buatan Amerika: Apocalypse Now (1979), Full Metal Jacket (1987), Platoon (1986), dan The Deer Hunter (1978). Amerika adalah negara bebas, meski kerap dituding memunculkan film-film berbau propaganda, faktanya di negeri ini tidak ada pembatasan untuk mengkritisi pemerintah dan bangsanya, termasuk dalam film-film bertema Perang Vietnam. (Sumber: https://www.militarytimes.com/)

Analisa & Tulisan oleh: Victor Yonathan
Sumber data:

https://en.m.wikipedia.org/wiki/First_Blood

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Rambo:_First_Blood_Part_II

https://en.m.wikipedia.org/wiki/John_Rambo

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Rambo_III

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Vietnam_Veterans_Memorial

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Soldiers_in_Hiding

https://en.m.wikiquote.org/wiki/Rambo:_First_Blood_Part_II

https://subslikescript.com/movie/Rambo_First_Blood_Part_II-89880

https://www.mentalfloss.com/article/64286/16-things-you-might-not-know-about-rambo

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Vietnam_War_POW/MIA_issue

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Bo_Gritz

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Uncommon_Valor

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Missing_in_Action_(film)

https://www.moviequotes.com/quote/col-samuel-trautman-you-expect-sympathy-you-s/?utm_source=internal&utm_medium=link&utm_campaign=phrase_snippet_wholetruncated

https://www.scripts.com/script/rambo_iii_16561

https://www.moviequotes.com/quote/you-know-what-you-are-what-youre-made-of-war/?utm_source=internal&utm_medium=link&utm_campaign=phrase_snippet_wholetext

https://en.m.wikiquote.org/wiki/Rambo_(2008_film)

https://www.imdb.com/title/tt1206885/characters/nm0000230

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *