Perang Dunia II

Ofensif Salween (Mei 1944-Januari 1945): Kemenangan Besar Pertama China Atas Jepang Dalam Waktu 7 Tahun

Setelah melancarkan invasi ke Burma (sekarang Myanmar) tidak lama setelah serangan ke Pearl Harbor, Tentara Kekaisaran Jepang melanjutkan untuk menguasai sebagian besar wilayah China pada bulan Mei 1942 dan menutup Jalan Burma—jalan raya pegunungan vital sepanjang 717 mil (1.154 km) yang dibangun pada tahun 1937- 1938 yang membentang dari Kunming di China selatan ke perbatasan Burma. Jalan itu penting bagi kepentingan Sekutu karena memungkinkan Inggris (dan kemudian Amerika) untuk memasok tentara Generalissimo Chiang Kai-shek, pemimpin Republik Nasionalis Cina, sehingga pasukannya dapat memerangi Jepang. Perbekalan akan didaratkan di Rangoon di barat daya Burma, dipindahkan ke utara dengan kereta api ke Lashio, dan kemudian melintasi perbatasan Cina melalui Jalan Burma. Ketika Jepang merebut wilayah ini dan menutup jalan darat tersebut pada awal tahun 1942, Sekutu lewat Komando Transportasi Udara Angkatan Darat AS, terpaksa membawa pasokan ke China hingga tonase 44.000 ton per bulan melalui udara melewati apa yang disebut sebagai “punuk (Hump)” yang berbahaya—Pegunungan Himalaya yang menjulang tinggi—sekaligus mahal ongkosnya. Tentara China nasionalis yang berpartisipasi dalam kampanye militer Burma pertama telah dipaksa kembali melintasi perbatasan dan melewati Sungai Salween jauh di dalam Provinsi Yunnan China. Letnan Jenderal Joseph W. Stilwell (yang kepribadiannya yang keras membuatnya mendapat julukan “Vinegar Joe”), komandan jenderal pasukan Angkatan Darat AS di medan China-Burma-India dan kepala staf Sekutu untuk Generalissimo Chiang Kai-shek, mendapati dirinya sendiri harus berjalan keluar dari Burma ke India. Catatan kematiannya yang tertanggal 12 Oktober 1946 (ia meninggal pada usia 63 tahun), mengatakan: “Operasi di Burma sangat berbahaya sehingga pasukan China di bawah komandonya berhenti menerima perintah. Dan saat pasokan Sekutu ke China dihambat, Stilwell dan pasukannya terpaksa mundur ke India. “Kami kabur dari Burma, dan itu sangat memalukan,” sang jenderal mengakui.” Segera setelah itu, Stilwell mulai melatih tentara China di India untuk merebut kembali wilayah Burma utara dan membuka kembali jalan ke China. Sementara itu, pada awal musim panas tahun 1942, perencana militer Chiang Kai-shek menyusun gagasan untuk melatih 30 divisi di Yunnan untuk akhirnya dikirim kembali ke Burma dari arah timur. Pemusatan pasukan dan perbekalan itu, yang disebut sebagai Y-Force, akan mengupayakan agar Jalan Burma-China akhirnya terhubung dengan pasukan Stilwell yang bergerak melalui Burma. Begitu pasukan Jepang telah cukup dibersihkan dari daerah-daerah yang vital, China sekali lagi akan dapat dipasok secara memadai melalui jalur darat untuk memperkuat perjuangan besar mereka melawan tentara Jepang di wilayah China timur.

Pada tahun 1942, Los Angeles Examiner menerbitkan peta medan China-Burma-India, berjudul “Burma Drive May be First Step in Opening Road to China”. Gambar diatas menunjukkan lokasi geografis China, Burma, Thailand, Indocina Prancis, dan India, serta menandai pergerakan pasukan Sekutu dan Jepang. Dalam melawan Jepang, China yang terus bertempur melawan Jepang, memegang peran penting untuk mencapai kemenangan sekutu. (Sumber: https://www.thinkchina.sg/)
Truk Angkatan Darat buatan AS melaju di sepanjang sisi gunung di atas jalan pasokan Ledo yang dibuka dari India ke Burma. Untuk menjaga China agar mampu berperang, pihak sekutu berupaya agar jalan dari India ke Burma terus terbuka. Akan tetapi sejak tahun 1942, jalur ini telah diputus oleh Jepang. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Satu-satunya jalan tersisa untuk memasok militer China adalah melalui udara, namun cara ini mahal dan tidak efisien. (Sumber: http://www.flyingthehump.com/)

PEMBENTUKAN Y-FORCE

Y-Force mulai diorganisir pada awal tahun 1943. Pada akhir April tahun itu, Stilwell secara lisan memerintahkan pembentukan Staf Operasi Y-Force Amerika (Y-FOS) di bawah pimpinan Kolonel (kemudian Brigjen) Frank Dorn untuk membantu pasukan China di Yunnan. Dorn adalah lulusan akademi militer West Point yang sangat kompeten, yang telah menjabat sebagai ajudan Stilwell dan di beberapa posisi staf kunci lainnya di CBI sejak awal tahun 1942 dan telah ikut susah payah keluar dari Burma bersama Stilwell. Pada tanggal 18 Juni 1943, perintah tertulis resmi mengkonfirmasi pendirian Y-FOS Dorn. Y-Force sendiri akan sepenuhnya berada di bawah komando pihak China, tetapi orang-orang Amerika bawahan Dorn akan memiliki beberapa fungsi penting. Mereka akan membantu dalam melatih dan memasok tentara China, bertukar data intelijen, menyediakan penghubung udara-darat, dan melaporkan kebutuhan pasukan garis depan dalam serangan yang akan datang. Awalnya, Dorn hanya memiliki segelintir perwira untuk menyelesaikan tugas ini, tetapi pada bulan Januari 1944, Y-FOS telah berkembang menjadi staf yang terdiri dari 654 perwira dan 1.629 tamtama. Yang penting juga, rumah sakit portabel dan lapangan Amerika bergabung dengan Y-FOS untuk memberikan tingkat perawatan yang sampai sekarang tidak pernah didapat oleh pasukan China. Penasihat Amerika terikat tersebar pada unit sebesar satuan Army dan sekecil unit Resimen pada tentara China. Awalnya diharapkan bahwa tentara China akan siap untuk bergerak di Yunnan pada bulan Oktober 1943. Semua pasokan untuk Y-Force perlu diangkut melalui udara melalui “Punuk” pegunungan Himalaya dari pangkalannya di India, tetapi upaya ini telah dapat dicapai dengan kecepatan yang cukup. Tetap saja, orang-orang China itu lambat gerakannya. Akhirnya, pada pertengahan bulan April 1944, setelah diancam akan dihentikannya pasokan Lend-Lease ke Y-Force, Menteri Perang China dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ho Ying-chin memberikan persetujuan resmi untuk melancarkan serangan melintasi Salween dengan 12 divisi (dikenal sebagai Pasukan Ekspedisi China) di bawah pimpinan Jenderal Wei Li-huang. Dengan ini, Jenderal Ho meminta dari Dorn jaminan pribadinya bahwa Amerika akan mengangkut 50.000 tentara China melintasi Salween dan bahwa dukungan udara dan koordinasi artileri akan segera diberikan. Selain itu, Ho ingin Amerika berbagi tanggung jawab komando Jenderal Wei mengenai pasokan makanan dan amunisi kepada pasukan yang bergerak maju. Dorn dengan mudah menyetujui semua persyaratan ini.

Jenderal Ho Ying-chin, menteri perang China, dengan enggan menyetujui rencana untuk menyerang pasukan Jepang melintasi Sungai Salween, pada bulan April 1944. (Sumber : https://warfarehistorynetwork.com/)
Prajurit Y Force, tentara yang dilatih dan dipasok Sekutu yang berbasis di provinsi Yunnan, menyeberangi sungai pada bulan Juni 1943. Y Force terdiri dari sebelas divisi infanteri yang dimaksudkan untuk memasuki medan perang Burma sekitar tahun 1943–4. Senjata, peralatan, dan pelatihan mereka tidak setara dengan standar satuan saudara mereka, X Force, di India tetapi lebih unggul dari formasi tentara Nasionalis lainnya. (Sumber: https://weaponsandwarfare.com/)
Brigadir. Jenderal Frank Dorn, jenderal perwakilan Amerika pada Y-Force, duduk di meja kerjanya. (Sumber: http://www.cbi-history.com/)

“SERATUS KEMENANGAN WEI” DAN MEDAN PERTEMPURAN TERBERAT DI MUKA BUMI

Jenderal Wei Li-huang, yang dijuluki “Seratus Kemenangan Wei,” telah menghabiskan enam tahun bertempur di bagian lain wilayah China, tetapi Dorn menganggapnya tidak berpengalaman untuk jenis pertempuran yang akan diperlukan di sebelah barat Salween. 12 divisi yang dikerahkan awalnya dibagi antara Tentara Grup ke-XX, yang akan bertanggung jawab atas bagian utara wilayah operasi, dan Tentara Grup ke-XI, yang akan bertanggung jawab atas bagian selatan. Pasukan Wei secara signifikan kurang kuat, dengan divisinya rata-rata hanya terdiri dari sekitar 6.000 orang. Dengan demikian, dia akan memulai serangan dengan kekuatan efektif sekitar 72.000. Untuk jumlah ini pada akhirnya akan ditambahkan tiga divisi lagi dari Angkatan Darat Kedelapan, yang ditugaskan ke CEF selama bulan Mei 1944. Lawan Wei di sebelah barat Salween hanya terdiri dari 11.000 tentara Divisi ke-56 Jepang, yang mempertahankan garis depan yang membentang lebih dari 100 mil (161 km) dari utara ke selatan. Meskipun jauh dari kekuatan resminya, Wei akan memiliki keunggulan numerik atas musuhnya lebih dari enam banding satu untuk memulai kampanye militernya. Namun CEF menghadapi lebih dari sekedar divisi tangguh Jepang yang telah dua tahun menyempurnakan posisi bertahan di sektor terdepan ini. Medan pertempuran Salween bisa dibilang yang paling berat di dunia. Sungai itu sendiri, meskipun umumnya lebarnya tidak lebih dari 150 meter, dingin dan mengalir dengan deras. Bagi orang Cina itu dikenal sebagai “Sungai Kemarahan.” Salween terletak di ngarai setinggi 3.000 kaki (914 meter) di atas permukaan laut tetapi di sebelah baratnya Pegunungan Kaoli-kung, yang menjadi kelanjutan Pegunungan Himalaya, menjulang setinggi 12.000 kaki (3.648 meter). 

Jenderal Wei Li-huang, komandan Pasukan Ekspedisi China. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Jalan Burma, yang membentang ke arah timur laut, membagi dua wilayah operasi. Di utara jalan, ada empat jalur pegunungan tinggi yang melewati Kaoli-kung. Dua yang paling penting untuk kampanye Salween adalah Jalur Mamien dan, di selatan, Jalur Tatangtzu, keduanya ada pada ketinggian sekitar 10.000 kaki (3.048 meter). Pada ketinggian itu, tentara China harus melewati salju, es, hujan es, dan kabut saat melewati celah selama musim hujan, yang dimulai pada bulan Mei. Lebih dari 170 mil (273,6 km) dari Hpimaw di utara Burma ke Kunlong di selatan terdapat 17 feri atau titik penyeberangan sungai yang dapat digunakan pada tahun 1944. Tiga jembatan yang melintasi Salween telah dihancurkan oleh orang-orang China selama mereka mundur pada tahun 1942. Di utara Jalan Burma ada lima jalur utama yang melintasi Pegunungan Kaoli-kung dari Salween ke Sungai Shweli, 15 mil (24,14 km) sebelah barat Salween. Di selatan Jalan Burma sendiri ada empat jalur utama yang mengarah dari Salween ke jalan itu sendiri, ditambah beberapa jalur sekunder. Sebuah jalan motor membentang dari Kunlong di Salween ke Hsenwi di Jalan Burma, 45 mil ke barat. Kota bertembok Tengchung, di sebelah utara jalan, merupakan persimpangan jalan dan jalan setapak yang penting, dan salah satu jalan setapak dari situ mengarah ke barat sampai ke Myitkyina di Burma, yang jaraknya 124 mil (200 km). Sebuah jalan juga mengarah 40 mil (64,37 km) ke selatan dari Tengchung ke Lungling di Jalan Burma.

Berperang ke arah barat melawan pasukan Jepang yang berada di ketinggian lebih dari satu mil di perbatasan China-Burma, Pasukan Ekspedisi China (CEF) menghadapi medan yang sangat berat, termasuk pegunungan, sungai yang mengamuk, hutan lebat, dan ngarai yang dalam. (Sumber : https://warfarehistorynetwork.com/)
Medan berat, berhutan lebat dan tidak rata banyak memakan korban diantara pasukan China. (Sumber: https://inf.news/)

Sebuah laporan pada tahun 1944 tentang operasi Salween menambahkan: “Beratnya medan di wilayah itu membuatnya jarang penduduknya. Hanya ada dua kota dengan berbeda ukuran, Tengchung dan Lungling. Sejumlah desa dan pemukiman kecil terletak di sungai dan anak-anak sungainya dan di sepanjang jalan setapak…. Di medan Kampanye militer Salween, jarak antara desa dan titik perlawanan kecil. Oleh karena itu, jarak beberapa mil sangat signifikan. Di daerah pegunungan, pasukan besar tidak dapat bermanuver, dan operasi harus dilakukan dengan jumlah pasukan yang relatif kecil. Batalyon di pegunungan ini setara dengan divisi di medan terbuka.” Di kawasan ini tidak ada lembah yang luas, tidak ada dataran yang rata untuk sekedar mengendurkan otot-otot kaki yang tegang. Jalur mendaki gunung, begitu terjal sehingga para prajurit harus berputar bolak-balik setiap beberapa meter karena tidak mungkin untuk naik langsung ke atas. Ketegangan yang ditimbulkan oleh ketinggian dan tanjakan tajam pada paru-paru dan kaki memperlambat gerakan prajurit dan kuli Cina yang kokoh itu. Jalur curam dengan cepat mengubah sendi lutut menjadi jeli dan otot betis bergetar karena tegang. Di musim hujan, jalur ini menjadi “sungai” pegunungan yang deras di beberapa tempat; di tempat lain mereka berubah menjadi lumpur licin yang bahkan bisa melemparkan keledai yang pincang. Beberapa jalan setapak kemudian dapat berubah menjadi rawa setinggi lutut, lumpur menempel hingga setebal beberapa inci ke sepatu. Orang-orang China seringkali harus melepas sandal jerami mereka untuk mendapatkan pijakan yang lebih baik. Hujan dengan cepat dapat menembus seragam katun pasukan China dan bahkan jas hujan buatan Amerika tidak begitu ada gunanya dalam perjalanan, karena keringat yang ditimbulkan segera membuat pemakainya basah kuyup seolah-olah dia tidak mengenakan pelindung. Perwira Amerika dan koresponden perang yang telah mengalami kerasnya pegunungan Owen Stanley di medan perang Papua Nugini menyatakan bahwa Kaolikung di medan Salween adalah rintangan yang jauh lebih buruk.

“BERHASIL ATAU LAINNYA!” 

Rencana operasional Jenderal Wei Li-huang relatif sederhana. Dengan Divisi ke-56 Jepang yang berdiri kokoh di Jalan Burma dan dalam posisi untuk dengan mudah menggerakkan bala bantuan ke depan di sepanjang jalan, pasukan China memutuskan untuk menyerang posisi sayap tentara Jepang terlebih dahulu. Setelah melintasi sungai Salween, pasukan Wei akan menekan ke pedalaman dalam gerakan menjepit pusat perlawanan musuh dari arah utara dan selatan. Ketika tentara Jepang terkepung, pasukan China kemudian akan langsung mendesak ke Jalan Burma. Dengan tercapainya sasaran utama, yakni Tengchung dan Lungling, diharapkan tentara Jepang akan mundur ke wilayah Burma. Pasukan zeni Amerika kemudian dapat mulai bekerja membangun rute penghubung antara Jalan Ledo yang baru dibangun melintasi area Burma utara dan Jalan Burma. Setelah hal itu tercapai, jalur darat akan terbuka sampai ke Kunming. Wei menugaskan Pasukan Grup ke-XX ke sektor utara Jalan Burma. Awalnya, mereka akan mengirim tiga tim tempur setingkat resimen yang diperkuat melintasi Salween di tiga titik yang berbeda. Mereka masing-masing akan diperkuat dengan cepat, dan pasukan ini akan maju melalui celah gunung untuk bertemu di Tengchung. Grup Tentara ke-XI sementara itu ditugaskan di Jalan Burma dan pada posisi-posisi Jepang di selatannya. Elemen dari Tentara ke-71 dan ke-2 harus menyeberangi Salween di dua titik dekat Pingka dan bertemu di kota itu. Elemen lain akan melewati Pingka dan menuju ke barat laut menuju Lungling dan Mangshih di Jalan Burma. Perebutan lokasi di sepanjang Jalan Burma akan sangat mengancam posisi pertahanan Divisi ke-56 Jepang, dengan memotong unit-unit di bagian timur. Dengan Lungling dan Mangshih diserang, sisa Pasukan Grup ke-XI akan menyeberangi Salween. Jika operasi awal ini terbukti berhasil, Jenderal Wei akan mengerahkan pasukan cadangannya untuk menyerang langsung di Jalan Burma. Sejarawan resmi Angkatan Darat AS berkomentar, “Rencananya bagus, tetapi waktunya sudah terlambat dan ini akan menjadi kelemahan yang besar.” Memang, hujan monsun tiba sekitar seminggu setelah penyeberangan pertama Salween pada malam tanggal 10-11 Mei. Pada tanggal 27 April, Chiang Kai-shek menelepon Jenderal Wei di markas besarnya di Paoshan untuk meminta beberapa penyesuaian yang terlambat dan menetapkan tanggal untuk melancarkan serangan. Chiang menginstruksikan para komandannya untuk “berhasil—atau (menghadapi konsekuensi) lain!” Dorn kemudian memberi tahu Stilwell bahwa harapannya tinggi untuk bisa mencapai Myitkyina sebelum lima divisi Angkatan Darat China pimpinan Stilwell di India melakukannya.

Para penyintas pasukan nasionalis dari pertempuran tahun 1942 di Burma mengambil bagian dalam latihan penyerangan di tempat pelatihan mereka di India. Helm yang dipakai tentara ini adalah M35 yang dibawa pulang dari Burma, sedangkan senapannya adalah M1917 Enfield sumbangan Sekutu. Dengan pelatihan yang baik, makanan yang teratur, berikut seragam, peralatan dan persenjataan yang lebih baik, para prajurit ini segera menjadi bagian elit dari tentara Nasionalis. Jenderal Stilwell “memimpikan” bergabungnya pasukan Y-Force dan X Force di Burma jika Ofensif Salween berhasil. (Sumber: https://weaponsandwarfare.com/)

OPERASI DIMULAI

Para komandan China khawatir tentang kerentanan pasukan mereka selama operasi penyeberangan di Salween, tetapi Jepang memilih untuk tidak melakukan perlawanan di lokasi penyeberangan. Tentara Jepang lebih memilih untuk membangun posisi pertahanan utama mereka di sepanjang punggung bukit Kaoli-kung 10 mil (16 km) sebelah barat sungai di sektor Angkatan Darat Grup ke-XX. Unit Divisi ke-39 China diangkut melintasi sungai beberapa mil di utara Jembatan Hweijen yang hancur tanpa insiden pada malam tanggal 10-11 Mei dan mulai bergerak ke selatan sejajar dengan sungai menuju lokasi jembatan dan jalan setapak yang mengarah dari sana ke barat Tengchung. Di sebelah utara tempat penyeberangan Divisi ke-39, unit dari Divisi ke-36 dan 116 menyeberang di Mengka pada tanggal 11-12 Mei, menuju Tatangtzu Pass. Lebih jauh ke utara, unsur-unsur Divisi ke-198 (Dari Tentara ke-54) menyeberangi Salween dekat Haipo pada malam tanggal 11 Mei dengan perahu karet dan rakit bambu dan drum minyak, dengan tujuan maju di Mamien Pass. Arusnya begitu kuat sehingga butuh empat prajurit zeni untuk mendayung hanya empat prajurit infanteri dan peralatan mereka menyeberangi sungai sekaligus. Total sekitar 40.000 prajurit China diangkut di atas 398 perahu karet pneumatik yang disediakan oleh Amerika, di penyeberangan awal. Di selatan dekat Pingka, Resimen Infantri ke-228 dari Divisi ke-76 melintasi 11 mil (17,7 km) di bawah kota, sementara elemen Divisi ke-88 diangkut ke titik tujuh mil (11,2 km) timur laut kota. Pertempuran serius tidak dimulai di salah satu sektor ini sampai pasukan China ditempatkan dengan cukup baik di seberang sungai. Satu-satunya korban adalah satu orang prajurit yang tenggelam. Divisi ke-198 mendesak ke arah barat menuju Mamien Pass, membuat kontak dengan pos terdepan pertama dari Batalyon ke-2 Jepang, Resimen ke-148 ada di sana pada sore hari tanggal 12 Mei. Kekuatan utama divisi itu berada dalam posisi untuk menyerang celah itu pada tanggal 15 Mei, sementara elemen-elemen lain melewati Mamien Pass seluruhnya dan bergerak melewati jalan setapak menuju Sungai Shweli. 

Pasukan Tentara China ke-2 (Y-Force) menyeberangi Sungai Nujiang dari tepi timur dengan perahu karet, pada tanggal 11 Mei 1944. Sekitar 40.000 prajurit menyeberang pada hari pertama, dengan 60.000 lagi menyusul kemudian. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Pada tanggal 17 Mei, gerilyawan China menduduki Hpimaw Pass, jauh di utara Mamien Pass, dan unit-unit Divisi ke-198 dialihkan ke utara untuk memperkuat para gerilyawan. Pada tanggal yang sama, unsur-unsur yang melewati Celah Mamien telah mencapai Sungai Shweli dan melakukan kontak dengan pasukan Jepang dalam serangan mendadak di Chiatou, menimbulkan banyak korban di pihak musuh. Mendesak lebih jauh ke selatan di sepanjang Shweli, tentara China menduduki Kiatou pada tanggal 24 Mei. Karena khawatir, pasukan Jepang menyerang balik tentara China di Lembah Sungai Shweli dan baik Chiatou maupun Kiatou direbut kembali oleh musuh sebelum akhir bulan Mei. Pertempuran berkecamuk di sana sampai pertengahan bulan Juni, dengan Chiatou berpindah tangan tiga kali dan Kiatou dua kali sebelum pasukan Jepang akhirnya diusir ke barat Sungai Shweli dan selatan Kiatou. Di Mamien Pass, tentara China terhenti oleh perlawanan musuh yang keras kepala, dengan tentara Jepang dari satuan 2/148 mundur kembali ke desa berbenteng Chaikungtang, di mana mereka bergabung dengan dua batalyon dari Resimen ke-113 Jepang yang telah bergegas ke utara untuk memperkuat setelah pasukan Divisi ke-56 memastikan bahwa ancaman utama tentara China ada di sektor utara frontnya. Pasukan Jepang bertahan di Chaikungtang, menghalangi pergerakan melewati celah, hingga tanggal 13 Juni. Sebuah laporan dari pihak Amerika mencatat bahwa “begitu fanatiknya perlawanan tentara Jepang sehingga bahkan setelah pasukan China mengepung dan memasuki pillbox pertahanan, tentara Jepang menyerang dengan bayonet dan harus dibasmi satu per satu di dalam posisinya.” Selain itu, bukti kanibalisme diantara tentara Jepang ditemukan. Letnan Satu Richard D. Shoemaker, bagian dari tim penghubung Y-FOS dengan Angkatan Darat ke-54, menulis: “(Kami) melihat mayat orang Jepang yang mati. Kepala, tangan, dan kaki masih memiliki daging yang tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan…. Sisa tubuhnya telanjang dan tidak ada daging sama sekali di tulangnya. Kulitnya tampak seperti terpotong dagingnya—di sini tidak ada tepi yang bergerigi atau tidak rata.” Beberapa mayat yang ditemukan Shoemaker terletak bersebelahan dengan dapur tentara Jepang.

TATANGTZU PASS DAN HUNGMUSHU

Di Jalan Tatangtzu, selatan dari Mamien, Divisi ke-36 China (asal Tentara ke-54) juga mengalami kesulitan yang serius. Menjelang malam tanggal 12 Mei, mereka telah mengepung tentara Jepang di ujung timur celah. Tetapi musuh melancarkan serangan yang menghancurkan malam itu dan mengusir orang-orang China itu kembali ke Salween. Semangat Divisi ke-36 hancur, dan mereka akan absen bertempur selama beberapa minggu. Angkatan Darat ke-53 lalu melanjutkan serangan terhadap celah dengan Divisi ke-116 bergerak dari utara dan Divisi ke-130 dari selatan. Seorang pengamat Amerika mencatat, “Beberapa hari terbuang sia-sia dan kerugian besar terjadi … dalam serangan bunuh diri oleh serangkaian regu melawan pillbox pertahanan musuh. Kerja sama tim dalam penggunaan senjata dan mendukung tembakan serta penggunaan perlindungan sangat kurang … sebagian besar korban diakibatkan oleh upaya untuk berjalan atau lebih tepatnya memanjat melalui jalur tembakan senapan mesin yang saling mengunci. Sebagai demonstrasi keberanian belaka, serangan itu luar biasa tetapi sangat sia-sia. ” Seorang penasehat Amerika, yang menyaksikan pertempuran di Front Salween pada tahun 1944 memperkuat pernyataan tersebut saat menggambarkan keberanian perwira-perwira China memimpin pasukannya dalam serangan berani mati terhadap posisi Jepang yang dipertahankan dengan baik: “Sebagai demonstrasi keberanian, serangan-serangan itu luar biasa, tetapi sia-sia. Beberapa pemimpin pleton terbunuh dalam jarak 2 atau 3 meter dari pertahanan musuh dan beberapa komandan Kompi dan Batalion terbaik tewas atau luka-luka saat memimpin pasukannya. Serangan yang terkoordinasi mungkin bisa merebut posisi-posisi musuh itu dengan mengandalkan keberanian dan keunggulan jumlah pasukan, namun banyak unit-unit pendukung yang hanya melihat saja beberapa regu atau pleton dihabisi saat bergerak maju, sebelum kemudian mereka sendiri mengulang upaya yang sama di front yang ada di depan mereka.” Perebutan Lintasan Tatangtzu berlanjut dengan sengit hingga tanggal 24 Mei. Pada 18 Mei saja, desa Tatangtzu berpindah tangan tiga kali. Pihak China mengirimkan pasukan tambahan ke dalam pertempuran, dan tentara Jepang, yang khawatir tentang tekanan di utara, akhirnya memutuskan untuk menipiskan pertahanan pasukannya yang menghalangi celah. Sejumlah orang Jepang berhasil menerobos garis pasukan China dan melarikan diri ke arah barat. Pasukan Cina mengejar tentara Jepang ke Chiangtso, di jalan setapak dari Tatangtzu ke Sungai Shweli, dan juga bergerak di Watien, di Sungai Shweli ke barat laut. Oleh karena itu, pada awal bulan Juni, orang-orang China terlibat pertempuran sengit di sebelah barat Tatangtzu dan di sepanjang Sungai Shweli itu sendiri. Watien bertahan sampai tanggal 20 Juni, dan tak lama kemudian tentara Jepang mundur kembali ke Tengchung, 25 mil ke selatan.

Pasukan Cina menyerang langsung posisi Jepang di bawah tembakan berat. Orang-orang Amerika melancarkan kritikan terhadap taktik China, yang sering kali menyia-nyiakan nyawa manusia. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Di daerah Jembatan Hweijen, selatan Tatangtzu Pass, Divisi ke-39 China pada awalnya membuat kemajuan yang baik, mengusir Batalyon ke-1, Resimen ke-113 tentara Jepang dari sekitar ujung barat jembatan yang hancur dan pindah ke desa Hungmushu pada tanggal 17 Mei. Di Hungmushu masih ada jalan lagi yang melewati pegunungan menuju Tengchung, hanya 20 mil (32,2 km) jauhnya. Tetapi tentara Jepang berhasil melakukan serangan balik dan mendesak Divisi ke-39 keluar dari Hungmushu dan kembali ke daerah Salween. Pada akhir bulan Mei, pasukan China berada dalam posisi bertahan tujuh mil (11 km) di utara Hungmushu dan terus menyerang tentara Jepang di sana selama dua minggu. Tentara Jepang kemudian memutuskan untuk menarik unit 1/113 dan mengirimnya ke utara, sehingga memungkinkan Divisi ke-39 untuk menduduki Celah Hungmushu pada pertengahan bulan Juni. Tetapi Divisi ke-39 kemudian dialihkan sepanjang jalan yang sejajar dengan Salween, di bawah perintah untuk membantu Divisi ke-28 Angkatan Darat ke-71 dalam serangannya terhadap benteng tentara Jepang di Sungshan di Jalan Burma jauh ke selatan. Di bagian selatan garis depan, Pasukan Grup ke-XI awalnya mengalami sedikit kesulitan untuk maju ke Pingka. Batalyon ke-1 Jepang, dari Resimen 146 dipaksa mundur oleh unsur-unsur dari Divisi ke-76 tentara China (Tentara ke-2) ke posisi ketinggian yang menghadap ke kota. Divisi ke-88 (Tentara ke-71), bergerak dari utara, bertempur melalui serangkaian desa yang telah dibentengi terlebih dahulu. Pada tanggal 14 Mei, tentara Jepang menyerang elemen belakang Divisi ke-88, yang menyebabkannya bertahan dan bertempur di timur Pingka. Sementara itu, unit-unit Divisi ke-76 untuk sementara menduduki kota itu pada tanggal 15 Mei, tetapi pertempuran maju-mundur terjadi dengan musuh yang mampu membangun kembali dirinya di Pingka dan tetap di sana sampai akhir bulan September. Divisi ke-88 lalu bergabung dengan dua divisi lain dari Angkatan Darat ke-71 dalam serangan di Lungling, dan sebagian besar Divisi ke-76 diperintahkan untuk melewati Pingka, hanya menyisakan Resimen ke-226 untuk mengepung tentara Jepang di sana. Resimen itu menghadapi musuh di sepanjang front berbentuk setengah lingkaran yang membentang sejauh 24 mil (38,6 km). Sementara itu sisa dari Divisi ke-76 ditambah Divisi ke-9 menuju ke barat menuju Mangshih di Jalan Burma di bawah Lungling. Pada tanggal 9 Juni, elemen Divisi ke-9 memotong Jalan Burma empat mil (6,5 km) selatan Mangshih. Tetapi satu sumber melaporkan, “Angkatan Darat ke-2 menghentikan operasinya dan mengeluh dengan pahit bahwa pasokannya didiskriminasi. Menyelidiki tuduhan itu, Y-FOS menemukan bahwa ada perseteruan lama antara Markas Besar, Tentara Grup ke-XI, dan Markas Besar, Angkatan Darat ke-2. ” Pihak Amerika tidak berhasil menyelesaikan masalah ini, dan tentara China kemudian mundur dari Jalan Burma.

TENTARA JEPANG MEMPERTAHANKAN LUNGLING

Pada akhir bulan Mei, Jenderal Komandan CEF Wei Li-huang memutuskan untuk mengerahkan sebagian besar Angkatan Darat ke-71 dalam gerakan militer di Lungling, kecuali Divisi ke-28, yang ditugaskan untuk mengurangi posisi musuh yang kuat di Sungshan di Jalan Burma, beberapa mil ke barat dari Salween. Wei berusaha memanfaatkan kesulitan yang dihadapi oleh Divisi ke-56 Jepang, yang sedang dalam proses melakukan pertahanan bergerak di seluruh front, menggeser unit ke utara dan selatan untuk menghadapi ancaman di sektor-sektor vital. Baik Stilwell maupun Dorn menyambut baik keputusan Wei untuk mengerahkan sepenuhnya keempat satuan setingkat Army yang dimilikinya untuk menyerang, sementara Tentara Kedelapan China dipindahkan dari perbatasan Indochina untuk menambah kekuatan CEF. Sementara itu tentara Jepang telah melancarkan serangan besar-besaran di wilayah China timur yang secara serius mengancam lapangan-lapangan udara Angkatan Udara Keempat Belas AS, dan menurut seorang pengamat, “Stilwell sangat ingin menggabungkan pasukannya dengan pasukan Wei karena ia ingin memindahkan Tentara China yang ada di India dan pasukan Wei ke China timur untuk menghadapi ancaman Jepang.” Pada tanggal 5 Juni, Angkatan Darat ke-71 telah memindahkan 20.000 pasukan tambahan melintasi Salween. Di sektor Sungshan, Divisi ke-28 merebut desa Lameng, mendesak tentara Jepang kembali ke Sungshan, yang merupakan deretan pegunungan. Kekuatan Jepang, hanya dengan kurang dari seribu tentara di Sungshan, berhasil bertahan di sana sampai awal bulan September. Sementara itu, Divisi ke-87 dan ke-88 maju ke arah Lungling, mencapai gerbang kota pada tanggal 7-8 Juni. 

Tentara Jepang bertahan dengan kukuh di Lungling, bahkan melakukan serangan balik terhadap tentara China. Ketidakmampuan Y-Force untuk merebut Lungling dengan cepat menimbulkan kritikan keras dari pihak Amerika. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Lungling sangat penting bagi upaya Jepang untuk mempertahankan garis pertahanannya melawan pasukan Cina di front Salween. Kejatuhannya akan membuat posisi Jepang di Tengchung, 40 mil (64 km) ke utara, tidak dapat dipertahankan dan dapat menyebabkan seluruh front runtuh. Pada tanggal 10 Juni, pasukan China pindah ke Lungling, dan merebut tiga perempat kota. Tetapi tentara Jepang dengan cepat berkumpul kembali, dan pada tanggal 16 Juni, Divisi ke-87 telah didesak keluar dari Lungling. Mayor Jenderal Sung Hsi-lien, komandan Angkatan Darat Grup ke-XI, memerintahkan Divisi ke-88 untuk mundur bersama Divisi ke-87 ke garis empat sampai lima mil (6-8 km) timur laut, timur, dan tenggara kota. Sejarah resmi Angkatan Darat A.S. mengamati, “Jadi, lewatlah kesempatan yang sempurna; Upaya Jenderal Wei untuk mengeksploitasi keberhasilan awalnya dengan mengirimkan pasukan cadangannya telah dihancurkan oleh penarikan (Sung) sebelum serangan balik dilakukan oleh 1.500 Jepang…. Personel Y-FOS menganggap keputusan China untuk mundur dari Lungling tidak dapat dimaafkan karena Angkatan Darat Grup ke-XI tidak mengirimkan bala bantuan untuk menghadapi serangan balik awal tentara Jepang. Dari 21 batalyon yang dimiliki Tentara Grup ke-XI di sekitar Lungling pada tanggal 14 Juni, hanya sembilan yang ambil bagian dalam pertempuran.” Jepang akan mempertahankan Lungling sampai awal bulan November. Dalam operasi tambahan sebagai upaya utama melintasi Salween, pasukan China di ujung paling selatan dari front menyerang pasukan Jepang di timur Kunlong pada 17 Mei dan pada akhir bulan Mei secara efektif menetralisir ancaman musuh di daerah itu.

KRITIK KERAS JENDERAL DORN TERHADAP KOMANDAN CEF

Jenderal Dorn, sebagai kepala staf Y-FOS asal Amerika, berada dalam posisi unik untuk menilai kualitas upaya pasukan China selama serangan Salween. Komentarnya tentang apa yang dia saksikan sangat tajam dan tepat. Sejak awal, dia sangat kritis terhadap para komandan China, termasuk Wei sendiri. Pada 16 Mei, Dorn mengirim radio ke Stilwell: “Katanya, (komandan) Div ke-33 … Ini bukan perangnya, tapi dia (berupaya) menyelamatkan divisinya untuk perang kedua yang akan datang…. Wei Li huang tidak akan mengeluarkan perintah untuk melewati posisi perlawanan musuh seperti yang didesak oleh (kepala staf CEF) Hsaio dan saya karena komandan tentara dan divisi ‘keberatan’ jika memiliki musuh di posisi belakang mereka…. Kisah lama yang sama tentang kurangnya disiplin, komandan yang tidak kompeten dan lemah di atas. Kami sekarang memiliki total sekitar 41.000 tentara semacam itu di sebelah barat Salween.” Dorn menyusun ringkasan catatan dan komentar pribadinya, yang dia atur berdasarkan periode waktu. Untuk tanggal 10-15 Mei, dia mencatat bahwa “penggantian pimpinan dapat dibenarkan atas komando saat ini” termasuk komandan CEF Wei Li-huang “untuk kelemahannya dalam mengeluarkan perintah,” Mayor Jenderal Huo Kwei-chang dari Angkatan Darat Grup ke-XX “untuk kegagalan dan penolakannya untuk bertindak secara menentukan,” komandan umum Divisi ke-33 “karena kegagalan dan penolakan untuk menerima perintah apa pun dan karena menyatakan penolakannya untuk bertindak,” dan pada jenderal komandan Divisi ke-36 “untuk ketidakmampuan dan kebodohannya.”

Kolonel John B. Stodter, kiri, Penghubung Grup, dan Brigadir Jenderal Frank Dorn, Kepala Staf, Staf Operasi Y-Force, menyaksikan pasukan China menyerang Tengchung, bulan Mei 1944. Jenderal Dorn melontarkan banyak kritikan pada kepemimpinan tentara China selama Ofensif Salween. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Selama periode 15-20 Mei, Dorn mencatat bahwa “perwira yang lebih muda dan tamtama yang ada semua unit China dipuji secara universal atas sikap dan keberanian mereka.” Tapi dia melanjutkan dengan kritikan pedas, “Divisi ke-36 adalah yang pertama melakukan penyeberangan di wilayahnya. Pada malam penyeberangan, banyak api dinyalakan di lembah Salween dengan mengabaikan keamanan atau keselamatan. Jika musuh siap untuk mempertahankan area penyeberangan, bahkan dengan pasukan ringan, unit ini akan menderita korban yang sangat berat…. “Baterai pertama dari batalyon artileri Angkatan Darat ke-53 yang menyeberangi sungai masuk ke posisinya dan segera menembakkan 242 butir amunisi tanpa melakukan pengamatan apa pun. Jika ada instalasi musuh yang terkena, itu murni keberuntungan. “Perwira penghubung Amerika dengan unit pasukan berusaha membujuk komandan baterai untuk berhenti menembak sampai dia mendirikan pos pengamatan, tetapi dia menolak. Pemborosan amunisi ini beratnya lebih dari 6.000 pon (2,7 ton), beban yang setara untuk dibawa 100 porter…. “serangan balik musuh telah berhasil setiap malam. Tidak ada pengamanan dan tidak ada tindak lanjut dari setiap keuntungan yang diperoleh. Pasukan menderita banyak korban untuk merebut posisi. Upaya mereka sia-sia, dan nyawa hilang sia-sia, karena para komandan tidak tahu bahwa mereka harus mempertahankan apa yang sudah mereka dapatkan. Tidak ada upaya terus menerus melawan musuh, dan tidak ada tekanan terus menerus…. “Jenderal Hung, Komandan Divisi ke-39, memberi tahu perwira penghubung Amerika yang ada dengannya bahwa ketika dia (komandan) saat menyeberangi sungai, dia akan mengenakan pakaian sipil agar aman, dan bahwa perwira Amerika itu tidak dapat menemaninya sebagai pengawalnya dengan seragam, karena akan menarik perhatian tentara Jepang.” 

Perbekalan untuk mendukung Y-Force sering kali harus dibawa oleh hewan pengangkut dan proses pengangkutan barang harus melintasi medan yang hampir tidak dapat dilalui. Oleh karena itu pemborosan material dianggap sebagai suatu hal yang tidak dapat dimaafkan. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Untuk tanggal 20-25 Mei, Dorn menulis, “Rencana untuk memperbesar ofensif terhambat. Komando tinggi menolak untuk mengeluarkan perintah nyata bagi Angkatan Darat ke-71 untuk mendesak langsung ke daerah Lungling. Rencana mereka adalah serangkaian serangan pendek di setiap posisi pertahanan Jepang di sepanjang jalan—ketika gerakan sayap yang cepat dapat menghindari semua pertempuran serius sampai Lungling itu sendiri dicapai. Hasilnya akan timbul sekitar lima kali jumlah korban yang diperlukan; tapi rencana ini dianggap ‘aman’ dan mudah dilakukan, jadi dianggap sebagai rencana bagus….” Dorn menyampaikan kritik paling kerasnya kepada komandan CEF secara pribadi: “Wei Li-huang adalah seorang pengecut secara moral, dan sejauh ini, ia bukanlah seorang komandan. Menghancurkan beberapa desa komunis (catatan tempurnya dulu) yang tidak bersenjata bukanlah dasar untuk berasumsi bahwa dia dapat memimpin pasukan—apalagi sebuah operasi militer. “Baru-baru ini Wei mengusulkan agar kami menggunakan pembom B-24 sebagai pengebom tukik di Tatangtzu, karena mereka bisa menukik dan menjatuhkan bom seberat 1.000 pon (453,6 kg). Ketidakmungkinan pelaksanaan ide seperti itu jelas bagi siapa pun—tetapi Wei…. Komandan yang lemah ini terus dipertahankan. (Sebagai bandingan) satu divisi Amerika bisa saja berada di Tengchung delapan hari yang lalu…. “Dari enam panglima divisi, dua panglima satuan setingkat Army, dan satu panglima setingkat Army Group yang terlibat (dalam operasi) hingga saat ini, baru satu panglima divisi yang kinerjanya memuaskan, satu panglima divisi, dan satu panglima tentara setingkat Army yang cukup bagus bekerja. Sisanya telah melakukan pekerjaannya dengan buruk.” 

Pesawat-pesawat B-25 Mitchel Amerika menyerang sasaran di medan tempur Burma, tahun 1944. (Sumber: https://twitter.com/theaviationart/)

Pada bulan Juni, Dorn berulang kali menyatakan frustrasi dengan upaya pasukan China di sektor Lungling. Dia mengamati, “Orang-orang China seharusnya merebut Lungling sebelum waktu ini (9 Juni). Saat itu Lungling hanya dipertahankan oleh garnisun kecil Jepang. Tentara ke-71 tiba di daerah itu pada tanggal 5 Juni; dan kemudian menghabiskan dua hari ‘menempatkan posisi untuk menyerang’—seperti permainan perang—alih-alih menyerang langsung. “Sementara itu, tentara Jepang diberi waktu dua hari penuh untuk mempersiapkan serangan yang dimulai pada tanggal 7 Juni. Ini adalah prosedur standar pada pasukan Cina—dan setiap kali akan mengakibatkan banyak korban lebih dari yang diperlukan. Komandan China seperti bermain catur—mereka tidak bertempur…. (Kepala Staf CEF) Hsiao I-hsu mengatakan kepada saya—‘Bukan musuh yang menahan kita; tetapi orang-orang kita sendiri yang tidak mampu mengatasi ketakutan mereka.’ “Ketika saya memprotes bahwa pasukan itu sendiri telah menunjukkan pada beberapa kesempatan kemampuan mereka untuk bertarung, dia menjawab—’Maksud saya para pemimpin dan komandan kita.’ “…(CG Angkatan Darat Grup ke-XI) Sung bersikeras (pada tanggal 20 Juni) bahwa dia tidak dapat mempertahankan Lungling, karena dia tidak memiliki amunisi artileri atau dukungan udara; meskipun dia memiliki kekuatan tempur efektif empat sampai lima kali lebih banyak kekuatan tentara Jepang—(setelah) menerima laporannya tentang pasukan Jepang…. Sung meninggalkan markasnya segera setelah dia menyerahkan rencana penarikannya, dan tetap tidak berkomunikasi selama lebih dari 24 jam—meninggalkan kepala stafnya (tanpa wewenang untuk bertindak) di pusat komunikasi…. “Sung mengalami kesulitan pasokan, tetapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pasukan ke-XX (Group Army) di utara, di mana mereka tidak mungkin memindahkan hewan melewati jalan setapak, para prajurit harus merangkak di beberapa jalan setapak, lebih dari 150 kuli transport jatuh dari tebing, lebih dari 50 hewan hilang dengan cara yang sama, dan di mana hujan terus menerus turun. Hujan es dan es telah menyebabkan kematian oleh lebih dari 300 tentara.

Pasukan China yang membawa senjata dan perbekalan menyeberangi Sungai Salween melewati Jembatan darurat di Huitong, Juli 1944. Sementara pasukan Sekutu maju ke Myitkyina, pasukan China menyeberangi Salween dari timur. Kedua kekuatan bertemu di Tengchung pada bulan September 1944, membangun pertahanan pertama yang tipis di Burma utara. Keberanian para prajurit China, kerap disia-siakan oleh taktik dan kepentingan pribadi komandan-komandannya. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

“Sama sekali tidak ada alasan masuk akal untuk mendukung tindakan Sung—terutama karena kereta pasokan 1500 hewan dikirimkan kepadanya sekitar 100 ton pada sore hari tanggal 16 Juni…. Wei memerintahkan Sung untuk melakukan serangan balik sekaligus, dan mengembalikan posisi Lungling-nya. Ini terjadi pada tanggal 17 Juni. Dia mengabaikan perintah itu dan menempatkan pasukannya di posisi pertahanan pasif…. “Hsiao memberi tahu saya bahwa salah satu motif Sung adalah untuk menjaga agar Angkatan Darat ke-71 tetap utuh dengan korban minimal, dan dia sengaja menahan diri. Tidak ada laporan yang dibuat Sung yang bisa diterima, karena dia sudah terlalu sering berbohong. Hsiao mengatakan kepada saya dengan jelas untuk tidak menerima apa pun yang dikatakan Sung atau (71st Army CG) Chung Pin. “Hsiao juga menyatakan bahwa CEF tidak tahu apa yang mungkin dilakukan atau tidak dilakukan Sung, karena penolakannya yang terus-menerus untuk menerima atau mematuhi perintah. Ketakutan besar mereka adalah bahwa dia akan menarik diri sama sekali, dan tanpa peringatan. Penolakannya yang mencolok bisa berarti pengkhianatan atau tindakan pengecut; dan akan menunda penyelesaian kampanye militer setidaknya selama satu bulan—bahkan jika dia akhirnya beraksi.” Di Sungshan, pasukan China juga terhenti, dan pada awal bulan Juli Dorn mencerca kekurangan dari komandan Angkatan Darat ke-71. “Jenderal Chung Pin, yang ditempatkan di komando operasi di Sungshan, terus melakukan serangan frontal sedikit demi sedikit terhadap pertahanan Jepang dan posisinya yang dibentengi dengan kuat, sehingga menderita kerugian besar dan tidak mencapai apa-apa. Chung Pin mengirim kabar ke CEF bahwa setelah banyak serangan di Sungshan, dia kehabisan ide tentang bagaimana perebutannya bisa dilakukan; tetapi dia harus memiliki lebih banyak pasukan….

Tentara China bertempur di sekitar sungai Salween. (Sumber: https://platformhistory.com/)

“Chung mengirim kabar bahwa dia bermaksud menyerang lagi, menggunakan pasukan dari Divisi ke-1 yang telah dikirim untuk memperkuatnya. Kepala Staf CEF menyuruhnya untuk tidak menyerang sampai dia menerima rencana baru, dan bisa menggunakan pasukan yang baru dilatih. Chung menjawab bahwa dia akan menyerang sekedar untuk “menyelamatkan mukanya”, meskipun dia tidak mengharapkan banyak hasil. Setelah mendapatkan empat perintah, termasuk perintah pribadi dari Jenderal Wei, Chung akhirnya setuju untuk menunda serangan (yaitu untuk ‘menyelamatkan mukanya’, dan tentu saja akan gagal lagi). “Keesokan harinya Chung mengirim satu batalion dari Divisi ke-1 untuk menyerang salah satu titik pertahanan yang kurang begitu kuat, yang direbut dengan kerugian 60 orang tewas di pihak China. Namun, karena daerah ini bisa diamati dari titik pertahanan yang posisinya lebih tinggi, Chung memerintahkan pasukannya untuk mundur setelah mereka menduduki tempat itu. Ini adalah tipikal tindakan Chung—menyerang pertahanan musuh yang lemah, dengan banyak korban jiwa, dan kemudian karena tentara Jepang mempertahankan posisi yang lebih kuat, ia memerintahkan penarikan pasukan…. “Setelah berbicara dengan Chung, baik (Kolonel) Sells dan saya setuju bahwa Chung benar-benar tidak berguna. Dia tidak punya ide tentang bagaimana memecahkan masalahnya, dan tidak akan menerimanya. Dia bersikeras bahwa Sungshan harus diambil alih, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa selain mengulangi metode “boros” yang dia gunakan sebelumnya. Dia meminta saya untuk memberitahu Jenderal Wei untuk tidak berharap banyak di front-nya; dan untuk bertanya kepada Jenderal Wei rencana penarikan apa yang telah diperintahkan jika dia (Chung) tidak dapat mengambil Sungshan.” Sisi positifnya, saat kampanye militer berlangsung, orang-orang China menjadi lebih menerima saran dan rekomendasi dari para penasehat Amerika, tetapi mereka menolak untuk menerima proposal Dorn mengenai penggantian para perwira kunci. Kekesalan Dorn yang terus berlanjut dengan sekutunya terlihat langsung dalam sebuah surat yang dia tulis kepada Kepala Staf Angkatan Darat Tiongkok Jenderal Ho Ying-chin pada tanggal 5 Juli 1944.

Jenderal Stilwell mengunjungi pasukan China di front Burma. Seperti dilema yang dihadapi Stilwell sepanjang perang, kritikan Jenderal Dorn juga tidak mampu mempengaruhi pihak China untuk melakukan perubahan kepemimpinan di medan pertempuran. (Sumber: https://forwhattheygave.com/)

Di dalamnya, dia mengecam Jenderal Sung dan Chung, dengan menyatakan bahwa “sejak pertengahan bulan Juni, hanya setelah melalui berbagai rintangan Jenderal Sung Hsi-lien bisa dicegah untuk mundur. Dia telah membuat laporan yang sangat dibesar-besarkan tentang kekuatan musuh di sektor Lungling-Mangshih, yang telah terbukti salah selama tiga minggu terakhir dengan fakta bahwa tentara Jepang hanya melakukan serangan balik lokal setengah hati di daerah itu…. “Dia tidak pernah mengerahkan kekuatan yang memiliki kekuatan yang cukup untuk menyelesaikan misi yang ditugaskan, tetapi telah menyia-nyiakan pasukan dengan mengerahkannya sedikit demi sedikit dan memberikan perintah terbatas. Hal yang sama berlaku untuk Jenderal Chung Pin…. Saya tahu bahwa biasanya bukan bagian dari tugas saya untuk membuat laporan semacam ini kepada Anda, tetapi saya merasa bahwa dalam kasus ini saya bisa dianggap mengabaikan kepercayaan yang telah Anda dan Jenderal Stilwell berikan kepada saya di masa lalu jika saya gagal untuk melakukannya. “Saya menyadari banyak kesulitan yang terlibat dalam urusan mencopot komandan tinggi, tetapi saya yakin tanpa keraguan, bahwa selama Jenderal Sung Hsi-lien tetap memimpin Angkatan Darat Grup ke-XI, dan Jenderal Chung Pin tetap sebagai komandan dari Angkatan Darat ke-71, kampanye untuk membuka jalur darat antara India dan China berada dalam bahaya besar dan akan menemui kegagalan.” Terlepas dari evaluasi yang sangat negatif ini, baik Sung maupun Chung tetap memegang komandonya. Dalam sebuah memorandum yang ditulis Dorn untuk Stilwell pada bulan September, bagaimanapun, dia merevisi perkiraan awalnya tentang komandan Angkatan Darat Grup ke-XX, Mayor Jenderal Hou Kwei-chang, mencatat bahwa dia “semakin meningkat dengan pengetahuannya. Lambat tapi mantap dan tahu bagaimana menerima dan melaksanakan perintah. Tidak ada tindakan yang brilian, tetapi ia mau mendengarkan saran. Dia adalah kejutan besar dari kampanye ini, karena kami pikir dia tidak bagus. Dia bisa diandalkan dengan cara yang lambat meski karakternya tidak menginspirasi.” Pada saat itu, Tentara Grup ke-XX telah merebut Tengchung setelah melakukan pengepungan sengit yang berlangsung hampir dua bulan.

KEKURANGAN ARTILERI DAN DUKUNGAN UDARA 

Ketidakpuasan umum Dorn terhadap para komandan China terkadang diimbangi dengan pandangan kritisnya terhadap upaya udara Amerika yang mendukung CEF. Di awal kampanye, dia menulis, “Dukungan udara baik dalam arti bahwa banyak misi telah diterbangkan––lebih dari biasanya yang diperlukan dalam kondisi taktis. Tapi Kolonel Kennedy, C.O. Wing (Komposit) ke-69, adalah seorang ahli teori yang tidak memiliki pemahaman apa pun tentang kondisi dan kebutuhan sekitar, atau tampaknya tidak tertarik untuk mempelajari apa pun tentang hal itu.” Setelah musim hujan datang, masalah semakin parah. Pada awal bulan Juni, Dorn berkomentar bahwa “situasi sehubungan dengan penurunan pasokan udara semakin berat. Orang-orang China melaporkan bahwa cuaca baik atau bebas awan hampir sepanjang hari; namun Wing ke-69 melaporkan bahwa cuaca memburuk, dan baik misi tempur antara tidak bisa diterbangkan sama sekali atau terpaksa diundur; sementara misi menjatuhkan pasokan udara tidak dapat dilakukan…. Kami telah berulang kali mendesak Kolonel Kennedy untuk mengirimkan pasokan untuk pasukan ini—yang jika mereka gagal dalam misi untuk merebut Lungling, hal ini akan menghancurkan seluruh kampanye. “Orang-orang Cina hanya bisa melihat cuaca di atas kepala. Sebagian besar orang Amerika dengan pasukan China berpendapat bahwa pasokan dapat dikirimkan; dan jika tidak, seluruh upaya Amerika di sini akan terancam. Secara pribadi saya percaya bahwa keuntungan penuh tidak diambil saat cuaca baik. Kennedy adalah seorang ahli teori, dan tidak dapat atau tidak akan mempertimbangkan apa pun yang sedikit berbeda dari gagasannya sendiri—yang belum diperoleh lewat pengalaman tempur yang hanya sedikit diketahuinya. “Orang-orangnya sendiri secara blak-blakan mengkritisi, dan mengklaim bahwa apa pun yang tidak dapat dilakukan dalam manuver Louisiana (latihan militer Amerika sebelum perang), menurut Kennedy, tidak dapat dilakukan sama sekali. Sikap umum orang China selama beberapa hari terakhir telah memburuk karena ketidakmampuan kami untuk membantu mereka.” Unit udara AS lainnya yang berpartisipasi dalam kampanye tersebut termasuk Grup Tempur ke-51, Skuadron Pengangkut Pasukan ke-27, dan Skuadron Penghubung ke-19, semuanya berbasis di Yunnan. Angkatan Udara Kesepuluh, yang berbasis di India, juga membantu dalam upaya tersebut.

Jenderal China Wei Li-huang, yang terlihat sedang memeriksa meriam di front Salween. Kemampuan penggunaan senjata artileri oleh tentara China mendapat kritikan dari pihak Amerika. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Pesawat angkut C-47 menerjunkan pasokan di Front Burma tahun 1944. Kritikan juga dilontarkan pada unit udara Amerika yang diperbantukan pada pasukan China. Komandan unit udara Amerika kerap membuang kesempatan mengirimkan pasokan saat cuaca membaik, suatu hal yang cukup langka di medan Burma. (Sumber: https://www.reddit.com/)

Mengenai penggunaan senjata selama pertempuran yang sebenarnya, orang China terlalu sering memilih untuk mengabaikan apa yang telah diajarkan oleh orang-orang Amerika kepada mereka. Sejarah resmi A.S. mencatat: “Pengamat Y-FOS (yang bersama dengan Grup Tentara ke-XX) menulis bahwa komandan resimen China tidak dapat meminta dukungan langsung dari unit artileri yang diperbantukan pada mereka, tetapi harus mengarahkan permintaan mereka melalui markas divisi. “Ketika dukungan artileri diberikan, itu hampir tidak berharga. Target ditandai, dan penundaan antar penembakan sering kali selama lima menit. Pengamat artileri terkadang berada dua mil (3 km) di belakang garis depan. Para penembak China meremehkan perlindungan dan penyembunyian, sehingga menunjukkan posisi mereka sendiri pada unit counterbattery Jepang yang akurat. Senjata artileri Cina jenis howitzer ringan kaliber 75 mm tidak ditempatkan bersama-sama dengan tertib tetapi dibawa dengan susah payah pada posisinya. Posisi baterai artileri ditempati di siang hari dengan masing-masing senjata tiba pada interval setengah jam. Orang-orang China juga lalai merawat persenjataan mereka, yang dengan cepat menjadi berkarat selama musim hujan. “Bagi orang-orang Amerika, orang-orang China tampaknya sama-sama acuh tak acuh terhadap perawatan yang tepat dan penggunaan senjata pendukung infanteri. Awak mortir China menolak teknik yang diajarkan orang-orang Amerika …. Prajurit infanteri Cina dengan santai menggunakan cincin granat tangan untuk menggantung senjata dari ikat pinggangnya…. Pada malam hari, seluruh resimen China akan membuka diri untuk patroli Jepang. Amunisi terbuang tanpa henti, dan senjata segera menjadi tidak dapat digunakan karena penggunaan terus-menerus dan kurangnya perawatan.”

MENGHANCURKAN BENTENG-BENTENG JEPANG

Pada awal bulan Juli, setelah dua bulan kampanye militer, serangan Cina terhenti di sekitar benteng tentara Jepang di Tengchung, Lungling, Sungshan, dan Pingka. Divisi ke-56 Jepang, saat menerima bala bantuan yang terbatas, berhasil melakukan aksi penundaan yang brilian dalam menghadapi keunggulan jumlah Pasukan China yang lebih besar. Dukungan udara bagi tentara Jepang hampir tidak ada, tetapi penggunaan beton dan bunker kayu serta pillbox mereka sangat luar biasa. Di Tengchung, misalnya, selain tembok setinggi 35 kaki (10,6 meter) yang mengelilingi kota, tentara Jepang telah membangun ratusan benteng pertahanan. Taktik tentara China sering kali sia-sia, tidak imajinatif, dan tidak berhasil. Menambah kesulitan mereka, pada tanggal 24 Juni sebuah pesawat angkut China yang membawa kode, sandi, dan informasi urutan rencana tempur, yang sedang dalam perjalanan dari Chungking ke Paoshan secara tidak sengaja mendarat di Tengchung dan ditangkap oleh tentara Jepang. Kemudian pada bulan Juli, Pasukan China melancarkan serangan yang terkoordinasi dengan baik ke Laifengshan, sebuah bukit yang dijaga ketat di selatan Tengchung. Dalam mengambil posisi ini, pasukan China mengikuti rencana yang dibuat oleh pihak Amerika. Setelah melakukan pengintaian menyeluruh, mereka menyerang secara massal alih-alih dengan mengirimkan tentara sedikit demi sedikit seperti biasa. Seperti yang juga dicatat oleh sebuah laporan Amerika, “Setelah merebut posisi yang dituju, pasukan China melanjutkan kemajuannya alih-alih berhenti seperti biasa untuk konsolidasi dan melakukan penjarahan.” Penyembur api digunakan di sini untuk pertama kalinya dalam kampanye Salween. Tentara Jepang menderita sekitar 600 korban dalam serangan itu, dan pasukan China pada saat itu telah bergerak dalam jarak setengah mil dari tembok Tengchung. Sementara itu diluar kota Tengchung, sekelompok prajurit infanteri yang terdiri dari 100 orang dari X-Force, yang telah berjalan selama 9 hari dari Myitkina, membuka kontak dengan pasukan Y-Force, menandai untuk pertama kalinya kedua pasukan terhubung.

Seorang tentara China dari Y-Force menggunakan penyembur api buatan Amerika untuk membungkam pillbox Jepang selama pertempuran untuk memperebutkan Tengchung. Penyembur api kerap menyalakan granat tentara Jepang dan amunisi lainnya, membunuh semua yang ada di dalam pillbox. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Namun kejatuhan kota tidak terjadi dengan cepat. Saat kampanye berlangsung, jumlah pasukan China, ditambah penggelaran kekuatan udara Amerika secara terus-menerus, perlahan-lahan melumat posisi Jepang. Sungshan akhirnya jatuh pada tanggal 7 September, setelah pasukan zeni meledakkan 6.000 pon (2,7 ton) dinamit di terowongan yang digali di bawah puncak gunung. Peledakan dinamit ini adalah merupakan aksi pembuka dalam serangan terakhir, yang berakhir dengan pemusnahan garnisun Jepang pada. Dari perkiraan sekitar 23.000 tentara Jepang yang ditempatkan di Sungshan, sembilan ditangkap, sepuluh melarikan diri. Pasukan China sendiri menderita 7.675 korban di Sungshan dan puncak-puncak ketinggian yang berdekatan, karena sifat medan yang sangat sulit dan pertahanan musuh yang sangat kuat. Sejumlah besar perbekalan musuh berhasil dirampas, termasuk sejumlah besar selimut yang ditemukan kemudian di lubang tertutup. Sementara itu, setelah 51 hari pengepungan, Tengchung direbut pada tanggal 14 September dan Pingka pada tanggal 23 September. Dari sekitar 2.600 orang Jepang, termasuk 50 perwira, hanya sedikit yang melarikan diri untuk dikejar dan kemudian dibinasakan, dan hanya 50 yang ditangkap hidup-hidup. Sejumlah tentara Jepang memilih untuk bunuh diri. Selain tentara, 13 wanita juga turut dibawa. Lima belas senjata artileri, termasuk mortir berat dan senjata anti-tank, berhasil dirampas, serta lebih dari 50 senapan mesin, lebih dari 800 senapan, 14 truk dan tujuh radio. Di sini, tentara Jepang dituduh menggunakan gas beracun saat bertempur, seperti yang telah mereka lakukan dalam beberapa kesempatan dalam Perang China-Jepang.  Selama periode dari penyeberangan Salween pada tanggal 11 Mei hingga 10 September tepat sebelum jatuhnya Tengchung, Grup Tentara ke-XX telah kehilangan sekitar 8.000 orang yang terbunuh.

Mei 1944: Pasukan China maju melalui jalan-jalan kota kuno Tengchung, yang dikuasai Jepang selama dua tahun. Garnisun Jepang di Tengchung dimusnahkan seluruhnya. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Pertempuran selama beberapa hari pertama di bulan kelima ofensif, dari tanggal 11 September hingga 15 September, yang sangat berat terjadi di sekitar Hanchang, sebuah desa di jalan Tengchung sekitar tiga mil di utara Lungling. Perlawanan pasukan China terus menguat, dan patroli yang memasuki Hanchang pada tanggal 15 September menemukan bahwa tentara Jepang, yang menderita banyak korban, telah mundur, meninggalkan lebih dari 400 mayat di desa itu saja. Bala bantuan China, diterbangkan ke Paochan dan kemudian diangkut dengan truk atau dibawa dari sana ke Lungling, tiba di daerah itu. Pada akhir bulan September pasukan China telah mendapatkan kembali semua wilayah yang hilang sebelumnya dan membuat garis pertahanan di barat Hsiangta, delapan mil   (12,9 km) sebelah timur dari Mangshih, dan sekali lagi berada di tiga sisi Lungling. Pingka, yang dikepung sejak bulan Juli, diambil alih selama periode ini. Pada tanggal 22 September sebuah satuan yang terdiri dari 500 orang Jepang dilaporkan ada di dekat kota dan pada pukul 2 pagi hari berikutnya. Garnisun Jepang ini kemudian mulai mengungsi. Pasukan China lalu segera bergerak ke dalam kota, dan mengirim unit pasukan untuk mengejar pasukan musuh yang mundur. Pada tanggal 25 September, kekuatan utama tentara Jepang mencapai Mangshih, setelah menderita beberapa korban. Sejak tanggal ini hingga  tanggal 24 Oktober, hanya ada sedikit aktivitas darat di sektor Lungling-Mangshih meskipun Angkatan Udara ke-14 terus menerus menyerang di Jalan Burma di luar Mangshih, dan di jalur pasokan dan pusat perbekalan Jepang dari Mangshih ke Wanting, yang menyebabkan sekitar 1,000 korban di pihak Jepang dalam satu periode selama sepuluh hari. Kecuali pertempuran kecil dan aktivitas patroli, orang-orang China selama periode ini mengumpulkan kembali unit-unit mereka, menumpuk perbekalan dan mengorganisir serangan terakhir terhadap Lungling. Serangan terhadap Lungling diluncurkan pada tanggal 29 Oktober. Didukung dengan baik oleh Angkatan Udara ke-14, pasukan China mengambil sebuah bukit dua setengah mil barat daya Lungling serta tiga puncak bukit tiga mil barat daya kota. Di daerah Mangshih, semua kecuali satu posisi Jepang di Hungyuenshan, tiga mil timur laut kota, telah direbut pada malam hari. Posisi itu sendiri kemudian diambil alih keesokan harinya. Pesawat-pesawat Amerika selama serangan itu terus menerbangkan pemboman dan serangan terhadap posisi tentara Jepang dan pada malam 2-3 November, dimana lalu tentara Jepang yang tersisa di Lungling bergerak mundur. Pasukan China berbaris masuk ke Lungling pada pagi hari tanggal 3 November 1944. Mereka menemukan sebuah kota yang hancur, dengan hampir tidak ada bangunan yang berdiri utuh. 

November 1944, Lungling, Yunnan — Setelah pasukan Ekspedisi China Y-Force mengusir tentara Jepang dari Lungling, tentara Amerika dan China, dengan mengibarkan bendera mereka, memasuki kota. Pasukan gabungan telah mencapai kemenangan dalam kampanye di sepanjang Sungai Salween, yang bernama Sungai Nu di Cina, sehingga membuka kembali Jalan Raya Yunnan-Burma. (Sumber: https://www.thinkchina.sg/)
Peta yang menggambarkan Ofensif tahap akhir di Salween, 3 Nov 1944-27 Jan 1945. (Sumber: https://ww2db.com/)

Selama periode ini, terjadi momen saat Jenderal Stilwell ditarik dari medan tempur di China, karena hubungannya yang terus memburuk dengan Chiang Kai Shek pada bulan Oktober 1944. Kembalinya Jenderal Stilwell ke Amerika Serikat tidak menghentikan serangan di Salween maupun di Burma. Tindakan terakhirnya sebelum pergi dari China adalah mengunjungi front Salween dan di sana berunding dengan Jenderal Wei Li-huang, dan Brigadir Jenderal Frank Dorn, untuk membicarakan rencana tahap akhir kampanye yang dirancang untuk memungkinkan memungkinkan terhubungnya kembali antara Jalan Ledo yang baru dan Jalan Burma yang lama. Sementara itu, pesawat-pesawat pembom Angkatan Udara ke-14 melanjutkan serangan mereka di Mangshih, Chefang dan tempat-tempat perbekalan Jepang di Wanting, dan ada juga serangan kecil, serangan dan serangan balik di sekitar Mangshih. Mangshih berhasil direbut pada tanggal 20 November dan Chefang pada 1 Desember 1944. Pada akhir tahun pertempuran terus berlangsung di perbatasan Burma, dengan tentara Jepang dibersihkan dari provinsi Yunnan di utara garis perbatasan. Sementara itu, dengan direbutnya Lungling, pasukan China dapat maju menyusuri Jalan Burma menuju Wanting di perbatasan China-Burma. Pasukan China merebut Wanting pada tanggal 20 Januari 1945, dan mengakhiri kampanye Salween. Jalan Ledo dan Burma akhirnya terhubung, dan konvoi truk pertama dalam waktu hampir tiga tahun tiba di Kunming pada tanggal 4 Februari 1945. Konvoi kendaraan milier Amerika dan perlengkapan militer untuk Cina ini, yang dikemudikan oleh para pengemudi Amerika dan China, adalah yang pertama melintas jalan dari Ledo ke Kunming, yaknibJalan Stilwell sepanjang 1.074 mil (gabungan Jalan Ledo baru dari Provinsi Assam, India, melintasi wilayah Burma utara ditambah Jalan Burma yang direkonstruksi di area Cina Barat Daya). Konvoi suplai terakhir diketahui melewati jalur tersebut sebelum diblokir Jepang terjadi pada tanggal 5 Mei 1942. Hasil lain dari Kampanye Salween, kota Tengchung (Tengyueh), Lungling, Pingka, Wanting, dan sekitar 400 pusat komunitas kecil yang diduduki selama lebih dari dua tahun oleh tentara Jepang, bisa kembali ke tangan China. Terbukanya kembali jalan Burma dan Ledo ini sekaligus menandakan berakhirnya kampanye militer Chiang Kai Shek di Burma. Beberapa dari satuan Y-Force kemudian kembali ke China untuk ambil bagian dalam serangan atas kota-kota yang dipertahankan Jepang di Kwiechow dan wilayah provinsi Hunan.

LEBIH DARI 40.000 KORBAN DALAM 8 BULAN

Dalam lebih dari delapan bulan pertempuran sengit, pasukan China menderita lebih dari 40.000 korban. Personel medis Amerika berperan penting dalam menyelamatkan nyawa banyak orang China yang terluka, dan banyak yang bisa kembali beraksi. Hanya sekitar lima persen dari mereka yang dirawat oleh personel medis Amerika meninggal, angka ini terhitung rendah mengingat kesulitan yang dihadapi di medan berat, terbatasnya pasokan dan kondisi iklim di mana para petugas medis bekerja. Hanya 2.000 orang meninggal karena penyakit di daerah pertempuran yang dilanda malaria dan musim hujan dibandingkan dengan total 17.000 korban meninggal akibat pertempuran di pihak China. Sebanyak 21.000 lainnya menjadi korban karena berbagai sebab, meskipun tidak fatal. Kematian di pihak tentara Jepang berjumlah sekitar 15.000. Meski ofensif di Salween menjadi operasi besar pertama China yang sukses dalam melawan Jepang setelah 7 tahun, namun menyebut kampanye Salween sebagai kemenangan bagi pihak China akan mengaburkan beberapa fakta penting. Apa yang mungkin bisa dicapai dalam dua bulan—jika para jenderal China menunjukkan keberanian dan inisiatifnya—pada akhirnya membutuhkan waktu lebih dari delapan bulan. Harapan Stilwell bahwa pasukan China yang bertempur di Yunnan dan Burma utara dapat dipindahkan ke medan China timur dengan kemenangan cepat di front Salween pupus. Korban yang tidak perlu disebabkan oleh penanganan taktis pasukan yang buruk. Banyak komandan Cina yang sangat tidak kompeten, lebih mementingkan kepentingan bisnis mereka daripada memerangi tentara Jepang. Terlepas dari pembukaan kembali jalan menuju ke China, serangan Salween telah menjadi bukti ketidakefisienan dalam perang yang parah.

Seorang tentara China yang terluka oleh pecahan mortir menunggu perawatan medis. Keberanian prajurit Cina tidak perlu dipertanyakan, tetapi banyak dari komandan mereka tidak berkerja dengan efisien. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

The Salween Offensive: Blundering to Success in Burma By Marc D. Bernstein

COMPLETION OF THE SALWEEN CAMPAIGN

http://www.14usaaf27tcs.4mg.com/SALWEEN.htm

China’s Wars: Rousing the Dragon 1894-1949 Book by Philip Jowett, 2013; p 321, p 324

Time Life World War II series: China – Burma – India by Don Moser, 1978, p 183

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *