Perang Vietnam

Berburu Truk di Jalur Ho Chi Minh Trail

Selama Perang Vietnam, pilot-pilot Amerika dapat melihat senjata, peralatan militer, dan perlengkapan perang bergerak dengan 40 gerbong di rel kereta api dekat Hanoi dan diturunkan dari kapal di pelabuhan Haiphong. Mereka bisa melihat, tapi tidak boleh menyerang. Bagaimanapun mencegah arus pasokan perang ini mencapai wilayah Vietnam Selatan adalah tujuan utama strategi AS, tetapi pesawat Angkatan Udara dan Angkatan Laut jarang diizinkan mengejar mereka di jantung wilayah Vietnam Utara, di mana mereka terkonsentrasi dan terbuka lebar untuk diserang. Gedung Putih, yang khawatir bahwa pengeboman atas wilayah Hanoi dan Haiphong akan meningkatkan eskalasi perang, tidak akan membiarkan pengiriman pasokan ini diserang sampai mereka dipecah menjadi muatan kecil dan menuju ke selatan melalui jalur hutan. Diangkut dengan truk, sepeda, dan kuli dengan beban bawaan di punggungnya, mereka sulit ditemukan dan bahkan lebih sulit lagi untuk untuk dihentikan. Rute pasokan ke selatan ini kemudian dikenal sebagai Jalur Ho Chi Minh Trail. Bentangan dari jalur itu yang paling penting ada wilayah Laos, yang dianggap netral tetapi sebenarnya merupakan salah satu daerah pertempuran utama dalam perang tersebut.

Resimen transportasi Vietnam Utara menggunakan gajah untuk mengangkut perbekalan di jalur Ho Chi Minh Trail. Bentangan dari jalur itu yang paling penting ada wilayah Laos, yang dianggap netral tetapi sebenarnya merupakan salah satu daerah pertempuran utama dalam perang tersebut. (Sumber: https://e.vnexpress.net/)

HO CHI MINH TRAIL

Perang Vietnam diperebutkan di sepuluh ribu tempat, mulai dari Hutan U Minh di Delta Mekong hingga Lembah Ia Drang di Dataran Tinggi Tengah, dari Provinsi Tay Ninh dekat perbatasan Kamboja hingga pegunungan terjal yang mengelilingi Khe Sanh di perbatasan Laos. Dan bagi jutaan petempur—tergantung di pihak mana mereka bertarung—setiap pertempuran dijalankan dengan cara yang berbeda-beda, setiap pengalaman terbukti unik. Kecuali untuk pertempuran habis-habisan dan bentrokan gerilya yang terjadi pada tahun 1964 di area persawahan Delta Mekong, mereka hanya memiliki sedikit kemiripan dengan pertempuran keras di tahun 1969 di Lembah A Shau yang dikenal sebagai “Hamburger Hill.” Meskipun pengalaman mereka berbeda-beda akan tetapi terdapat satu kaitan yang sama diantara mereka, yakni: Setiap prajurit, setiap gerilyawan, setiap jenderal secara pribadi dipengaruhi oleh keberadaan Jalur Ho Chi Minh Trail. Vietnam Utara menamai jalur ini sebagai Rute Pasokan Strategis Truong Son, dinamai menurut rangkaian pegunungan panjang yang memisahkan Vietnam dari Laos. Jalur ini sudah digunakan jauh sebelum personel Angkatan Udara AS pertama tiba di Vietnam pada Oktober 1961 untuk melancarkan Operasi Farm Gate. Awalnya tidak lebih dari serangkaian jalan setapak primitif berkelok-kelok melalui hutan hujan dari kawasan panhandle(kawasan yang di peta berwujud seperti tangkai panci) di selatan Laos, apa yang akan menjadi Jalur Ho Chi Minh Trail mulanya berfungsi sebagai jalan untuk memindahkan pasukan Viet Minh dan perbekalan mereka untuk melawan pasukan Prancis selama awal tahun 1950-an. Namun pada tahun 1959, Partai Lao Dong yang berkuasa di Vietnam Utara mengadopsi Resolusi Nomor 15, yang menyerukan dukungan terhadap gerakan Viet Cong di Vietnam Selatan. Dengan keputusan yang menentukan itu, Kolonel Vo Bam dari Tentara Rakyat Vietnam (NVA) diberi tugas untuk “mengorganisir jalur komunikasi khusus untuk mengirim perbekalan guna mendukung revolusi komunis di Vietnam Selatan.” Sejak saat itu, inti dari seluruh Perang Vietnam bergantung pada upaya Hanoi untuk mempertahankan jalur pasokan logistik vital ini, dan upaya Amerika untuk menghancurkan dan memotongnya.

Prajurit dari resimen ke-71 melanjutkan perjalanan ke Vietnam selatan melalui jalur Truong Son/Ho Chi Minh Trail pada bulan Agustus 1962. Selama beberapa waktu, perjalanan seseorang dari Vietnam utara ke tempat tujuannya di Vietnam Selatan bisa memakan waktu hingga 3-4 bulan. (Sumber: https://e.vnexpress.net/)
Daerah Ban Phanop adalah titik tersempit bagi truk yang menuju ke selatan, dimana tidak ada pilihan selain melewati celah kecil di formasi batuan karst. (Sumber: https://www.exploreindochina.com/)
Di sepanjang Jalur terdapat tempat perhentian, yang menyediakan rumah sakit, bengkel dan bunker pelindung untuk truk. (Sumber: https://www.exploreindochina.com/)

Pada awalnya, Kolonel Vo Bam hanya dapat mengatur pengiriman beberapa ton perbekalan yang dibawa menyusuri jalan setapak dengan sepeda, hewan pengangkut, atau di punggung kuli. Namun, dalam satu dekade, jaringan ini sudah seperti sarang lebah sepanjang 12.000 mil (19.312 km) jalan, sungai, dan jalur berkecepatan tinggi beroperasi melalui Laos. Titik awal dari jalur ini berasal dari Vinh, di Vietnam Utara bagian selatan. Truk-truk kemudian pergi ke barat ke salah satu dari tiga jalur—Mu Gia Pass, Ban Karai, atau Ban Raving—yang membelah pegunungan di utara Zona Demiliterisasi. Jalur kemudian masuk ke wilayah Laos. Jaraknya 80 mil (128 km) dari Mu Gia Pass ke Tchepone. Dari sana, Khe Sanh, di sisi perbatasan Vietnam Selatan, hanya berjarak 25 mil (40 km). Rute lalu mengarah ke selatan melalui Laos dengan menempuh jarak ratusan mil melewati gunung yang memungkinkan akses ke Vietnam Selatan di berbagai tempat di sepanjang jalan, seperti melewati lembah A Shau atau ke provinsi Dataran Tinggi Tengah di dekat kota Pleiku dan Kontum. Perpanjangan jalur melalui wilayah Kamboja utara juga menyalurkan pasukan dan perbekalan ke Provinsi Tay Ninh di barat laut ibukota Saigon. Jalur ini melewati berbagai tipe geografis wilayah yang berbeda-beda mulai dari karst kapur, hutan triple-kanopi, dan padang rumput. Beberapa di antaranya terbuka ke langit, terutama di mana pengebomannya parah, tetapi sebagian besar tertutup oleh vegetasi yang lebat. Dari jaringan jalan berliku itu, terdapat bagian utama dari jalur yang tidak pernah diketahui pasukan AS. Di mana vegetasi yang lebat secara alami tidak dapat menyembunyikannya dari atas, para personel pasukan zeni dan pasukan pendukung Vietnam Utara membangun teralis bambu yang rumit di sepanjang jaringan jalan untuk menyembunyikan semua jejak jalan setapak dibawahnya. Meskipun di akhir perang, NVA bahkan bisa memindahkan tank tanpa terdeteksi ke selatan, upaya serangan utama Amerika di jalur ini berfokus pada menghancurkan armada truk Vietnam Utara. Perkiraan intelijen konservatif menempatkan jumlah inventaris truk Vietnam Utara di Laos pada angka 2.500 hingga 3.000 selama musim kemarau tahun 1970-71, dengan 500 hingga 1.000 diantaranya bergerak tiap malam—masing-masing truk mampu membawa sekitar empat ton perbekalan. Menurut Sejarawan militer John Prados terdapat lima jalan utama, 29 jalan cabang, dan banyak jalan tembus dan jalan pintas. Sementara itu Kedua belah pihak berusaha untuk merahasiakan perang yang berlangsung di wilayah Laos yang seharusnya secara resmi netral. Vietnam Utara membantah bahwa mereka menggunakan Laos untuk menyusupkan pasukannya ke Vietnam Selatan. Sebaliknya, pemerintah AS tidak mau mengakui secara terbuka bahwa perang telah meluas ke luar wilayah Vietnam.

Ho Chi Minh Trail tahun 1967. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Resimen ke-90 membuat jembatan sementara di jalur Ho Chi Minh Trail. (Sumber: https://e.vnexpress.net/)
Batalyon ke-102 bersiap untuk berangkat di jalur Ho Chi Minh Trail. Di bagian jalan yang tidak tertutup dengan hutan, Batalyon zeni membuat rangka yang ditutupi dedaunan untuk menyamarkan dan menyebarkan batu untuk menutupi permukaan jalan, memastikan keamanan truk pengangkut yang lewat. (Sumber: https://e.vnexpress.net/)

Bertentangan dengan propaganda dari Hanoi, perang di Selatan bukanlah pemberontakan sederhana yang tumbuh di dalam Vietnam Selatan. Itu adalah konflik yang diarahkan dan dipertahankan oleh Vietnam Utara. Perang “Suci” Vietnam Utara untuk menggulingkan pemerintah Saigon ini amat bergantung pada eksistensi Jalur Ho Chi Minh Trail. Proses dimana perbekalan dan personel bisa dipindahkan dari utara ke selatan membutuhkan banyak tenaga dan sangat kompleks. Aktivitas ini membutuhkan banyak transfer kargo masuk dan keluar dari kendaraan ke tempat penimbunan perbekalan yang disamarkan di sepanjang jaringan Ho Chi Minh Trail. Perhatian besar kemudian diberikan untuk mencegah penemuan keberadaan jalur itu. Pada awalnya, orang-orang Vietnam Utara melintasi Zona Demiliterisasi dan mengikuti Rute 9 melewati wilayah Khe Sanh. Penyusupan pertama di jalur itu dimulai pada tanggal 10 Juni 1959. Setiap porter membawa empat senapan atau sekotak amunisi seberat 44 pon (20 kg). Barang-barang ini kemudian dikirimkan ke para pemberontak lokal di ujung Lembah A Shau. Jalur itu pertama ditemukan pada tahun 1960, ketika seorang pemilik perkebunan menemukan sejumlah senapan yang secara tidak sengaja tertinggal. Pada awal tahun 1961, Vietnam Utara mulai mengalihkan rute ke sisi lain pegunungan, di area panhandle Laos yang telah lama menjadi benteng pasukan komunis. Pemerintah Laos, yang berperang lagi melawan Pathet Lao di bagian utara negara itu, tidak dapat menghentikan penggunaan wilayahnya ini. Para Porter melintasi pegunungan ke Laos, mengikuti jalur hutan, lalu melintasi pegunungan ke Vietnam Selatan untuk mengirimkan kiriman mereka. Sepeda yang dilengkapi dengan suspensi ekstra, setang melebar, dan palet bisa membawa 400 pon (181 kg) beban atau lebih. Sepeda Prancis dan Ceko adalah model yang disukai. Selama beberapa waktu, perjalanan seseorang dari Vietnam utara ke tempat tujuannya di Vietnam Selatan bisa memakan waktu hingga 3-4 bulan.

Transportasi sederhana yang efektif: Sepeda yang dilengkapi dengan suspensi ekstra, setang melebar, dan palet bisa membawa 400 pon (181 kg) beban atau lebih. Sepeda Prancis dan Ceko adalah model yang disukai. (Sumber: https://preparednessadvice.com/)
Pergerakan truk biasanya dimulai sesaat setelah senja. Lalu lintas biasanya mulai terhenti antara pukul 3 dan 6 pagi, untuk memberikan waktu bagi pembongkaran dan penyembunyian perbekalan dan kendaraan sebelum kedatangan gelombang pertama pesawat-pesawat pembom-tempur Amerika. Sistem ini mungkin rumit dan tidak efisien, tetapi terbukti berhasil. (Sumber: https://e.vnexpress.net/)
Pesawat OV-10 Bronco yang dipakai untuk memandu serangan. Orang-orang Vietnam mengaku tercengang dengan keakuratan pesawat FAC baru Amerika ini. (Sumber: https://wall.alphacoders.com/)

Pada tahun 1964, Vietnam Utara meluncurkan proyek besar untuk meningkatkan kapasitas jalur itu agar dapat digunakan oleh truk. Dengan menggunakan truk, kelompok Transportasi ke-559 (dinamakan demikian sesuai dengan bulan dan tahun keputusan untuk membuat jalur tersebut) pimpinan Kolonel Vo Bam melakukan hampir semua pergerakan di malam hari dalam serangkaian pengangkutan singkat dari satu stasiun arah ke stasiun berikutnya, bukan dengan pengangkutan jarak jauh. Pengemudi truk membawa kendaraan mereka melalui rute yang sama malam demi malam, sehingga menjadi benar-benar akrab dengan segmen mereka. Periode saat cahaya bulan purnama, yang memungkinkan perjalanan tanpa lampu depan, dan adanya perlindungan awan rendah dimanfaatkan untuk menghindari deteksi dari pesawat-pesawat Amerika di atas kepala. Pergerakan truk biasanya dimulai sesaat setelah senja. Lalu lintas biasanya mulai terhenti antara pukul 3 dan 6 pagi, untuk memberikan waktu bagi pembongkaran dan penyembunyian perbekalan dan kendaraan sebelum kedatangan gelombang pertama pesawat-pesawat pembom-tempur Amerika. Sistem ini mungkin rumit dan tidak efisien, tetapi terbukti berhasil. Ketika beberapa unit Vietnam Utara di sepanjang jalur berusaha untuk mempercepat proses ini pada tahun 1968-69 dengan menjalankan konvoi kecil di siang hari, mereka mendapat kejutan tidak menyenangkan ketika berhadapan dengan petugas pengontrol udara garis depan (FAC) yang terbang dengan pesawat OV-10 Bronco yang baru diperkenalkan untuk memandu serangan. Seorang pembelot, yang unitnya mencoba lari di siang hari bolong, mengaku bahwa rekan-rekannya tercengang dengan keakuratan pesawat FAC baru ini. “Setelah serangan ini,” katanya, “kami takut dengan OV-10,” ketakutan ini lalu meyakinkan mereka untuk kembali ke konsep pergerakan malam hari yang terbukti benar. Sementara itu para prajurit yang pergi ke selatan juga menggunakan jalur tersebut. Infiltrasi—yang tadinya berjumlah sekitar 8.000 tentara pada tahun 1963—meningkat menjadi 12.000 pada tahun 1964, kemudian berlipat ganda pada masing-masing dua tahun berikutnya. Para pengamat jalan di Mu Gia Pass antara Vietnam Utara dan Laos melaporkan lewatnya 2.294 truk antara bulan Desember 1964 dan Mei 1965. Pada tahun 1965, sekitar 6.000 kuli dan 80.000 buruh dikerahkan untuk mengoperasikan jalan setapak itu. Dalam cuaca yang baik, mereka membangun jalan raya baru dengan kecepatan dua mil sehari (3 km). Uniknya selain membangun jalan, para personel komunis juga ditugaskan untuk memperbaikinya dari kerusakan akibat pemboman Amerika yang berlangsung konstan. Tugas ini nantinya akan menjadi semacam rutinitas, memperbaiki untuk dibom lagi dan seterusnya!

JASON GROUP

Menjelang akhir perang, Jalur Ho Chi Minh sudah jauh berbeda dari jalan-jalan primitif di hutan satu dekade sebelumnya. Pasukan dan perbekalan yang bergerak ke selatan saat itu telah menggunakan jalan raya yang dikamuflase selebar 18 kaki (5,48 meter) “dilengkapi dengan tempat istirahat untuk truk dan area servis, tangki minyak, bengkel mesin, dan instalasi lainnya, semuanya dilindungi oleh sarang senjata antipesawat di puncak-puncak bukit,” tulis sejarawan Perang Vietnam terkenal Stanley Karnow. Di sisi lain sebagai upaya untuk memanfaatkan keunggulan teknologi Amerika yang masif, gagasan tentang perang elektronik pertama kali muncul pada awal bulan Januari 1966, ketika profesor Sekolah Hukum Universitas Harvard Roger Fisher memunculkan gagasan “penghalang infiltrasi” untuk menghentikan aliran manusia dan peralatan pihak komunis ke Vietnam Selatan. Musim panas itu, empat ilmuwan terkemuka dari Universitas Harvard dan MIT mendekati Departemen Pertahanan untuk mengatur “studi musim panas” tentang alternatif teknis yang dapat digunakan di Vietnam. Disebut sebagai Grup Jason, mereka menyimpulkan bahwa kampanye pengeboman terhadap Vietnam Utara tidak berpengaruh nyata pada hasil pertempuran di Vietnam Selatan. Mulai dari bulan Maret 1965, upaya serangan udara utama Amerika telah difokuskan pada Operasi Rolling Thunder, sebuah kampanye pemboman udara terhadap sasaran-sasaran di Vietnam Utara, yang dimaksudkan untuk memaksa Hanoi agar mengakhiri perang. Jenderal William C. Westmoreland, komandan Komando Bantuan Militer Vietnam (MACV), berpendapat bahwa memblokir penyusupan di Ho Chi Minh Trail begitu penting sehingga ia mengusulkan dilancarkannya invasi darat ke Laos untuk memblokir jalan itu. Rencananya ditolak, sebagian karena operasi itu akan membutuhkan tiga divisi Angkatan Darat untuk melaksanakannya dan juga, kata Westmoreland, karena Presiden Johnson “tidak akan mengambil langkah yang mungkin ditafsirkan sebagai upaya memperluas perang, yang telah dia umumkan secara terbuka bahwa dia tidak akan melakukannya.” Dalam perang tujuh tahun di Jalur Ho Chi Minh, Amerika Serikat terpaksa harus bergantung pada kekuatan udara.

Target serangan Amerika: (atas) truk NVA bermuatan, (tengah) area penyimpanan POL/BBM, (bawah) area penyimpanan pasokan terbuka. Menjelang akhir perang, Jalur Ho Chi Minh sudah jauh berbeda dari jalan-jalan primitif di hutan satu dekade sebelumnya. Pasukan dan perbekalan yang bergerak ke selatan saat itu telah menggunakan jalan raya yang dikamuflase selebar 18 kaki (5,48 meter) “dilengkapi dengan tempat istirahat untuk truk dan area servis, tangki minyak, bengkel mesin, dan instalasi lainnya, semuanya dilindungi oleh sarang senjata antipesawat di puncak-puncak bukit,” tulis sejarawan Perang Vietnam terkenal Stanley Karnow. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Ilustrasi yang menggambarkan aksi serangan udara dari pesawat-pesawat F-105 Thunderchief pada tanggal 29 Juni 1966, ketika Angkatan Laut dan Angkatan Udara Amerika memulai serangan pertama mereka di pabrik minyak Hanoi, yang merupakan bagian dari tujuan pemboman udara secara bertahap dan berkelanjutan dalam Operasi Rolling Thunder. Menurut Grup Jason, mereka menyimpulkan bahwa kampanye pengeboman terhadap Vietnam Utara tidak berpengaruh nyata pada hasil pertempuran di Vietnam Selatan. (Sumber: https://ospreypublishing.com/)
Jenderal William C. Westmoreland, komandan Amerika di Vietnam, berpendapat bahwa memblokir penyusupan di Ho Chi Minh Trail begitu penting sehingga ia mengusulkan dilancarkannya invasi darat ke Laos untuk memblokir jalan itu. Rencananya ditolak, sebagian karena operasi itu akan membutuhkan tiga divisi Angkatan Darat untuk melaksanakannya dan juga, kata Westmoreland, karena Presiden Johnson “tidak akan mengambil langkah yang mungkin ditafsirkan sebagai upaya memperluas perang, yang telah dia umumkan secara terbuka bahwa dia tidak akan melakukannya.” (Sumber: https://www.pbslearningmedia.org/)

Menteri Pertahanan Robert McNamara kemudian sampai pada kesimpulan bahwa Amerika Serikat tidak dapat “membom Vietnam Utara secara memadai untuk membuat dampak radikal pada struktur politik, ekonomi, dan sosial di Hanoi.” Dia lalu melanjutkan dengan memprediksi secara akurat bahwa pemboman yang berkelanjutan “tidak akan dapat diterima oleh orang-orang kita sendiri atau oleh opini dunia.” Oleh karenanya harus ada cara lain. Alih-alih mengebom Vietnam Utara, para ilmuwan dari Jason Group merekomendasikan pembuatan “sarana penghalang yang didukung oleh kekuatan udara” yang berkonsentrasi pada titik-titik kritis di luar wilayah Vietnam Utara. Di bulan Oktober 1966, McNamara kemudian menyetujui dan mengizinkan pengembangan senjata dan teknik yang diperlukan untuk menyerang lalu lintas penyusupan secara sistematis di Jalur Ho Chi Minh Trail. Dalam rencana ini dana sekitar $ 1.000.000.000 dibutuhkan untuk membuat sistem penyerangan dan pemblokiran yang terdiri dari: pagar elektronik, sensor, senjata artileri, pesawat dan pasukan mobile untuk mendukung penghalang yang lalu dikenal sebagai garis McNamara (McNamara Line). Untuk memblokir garis demiliterisasi (DMZ) McNamara Line membutuhkan pengedropan dari udara 240 juta ranjau “kerikil”, dan 120.000 bom cluster, 19.200 perangkat sensor akustik, bersama lebih dari 100 pesawat. Biaya per tahunnya mencapai $ 800 juta. Sementara itu di wilayah Laos upaya pencegahan infiltrasi dilakukan dengan menjatuhkan ranjau dari udara dan pengeboman yang dipandu perangkat akustik. McNamara juga menyarankan agar pengeboman di wilayah Vietnam Utara ditinggalkan, atau Operasi Rolling Thunder hanya dibatasi untuk menyerang wilayah Panhandle Laos. Dengan ini pesawat-pesawat Amerika dapat difokuskan untuk menyerang arus infiltrasi pasukan komunis dan rute suplainya. Pada tanggal 11 November 1968, Angkatan Udara Ketujuh di Saigon memulai kampanye udara baru, dengan kode nama “Commando Hunt.” Kampanye ini masing-masing berlangsung sekitar enam bulan, sesuai dengan periode musim hujan dan kemarau di kawasan Laos. Secara keseluruhan, armada pesawat penyerang AS terlibat dalam tujuh kampanye Commando Hunt dari tahun 1968 hingga 1972. 

COMMANDO HUNT

Pada akhir tahun 1970, pilot FAC memperhatikan lalu lintas truk yang luar biasa padat bergerak ke selatan di sepanjang jalan. “Petempur malam” Cessna O-2 menyaksikan lalu lintas di hampir setiap misi yang diterbangkannya, tetapi mereka juga menerima data berharga dari 20.000 perangkat “pengintai” elektronik. Sebuah jaringan canggih dari sensor akustik dan seismik bertenaga baterai, dengan kode nama “Igloo White,” disebar di sepanjang jalur, untuk memantau lalu lintas musuh. Jaringan tersebut terdiri dari tiga bagian: sensor, pesawat yang mengorbit untuk menyampaikan sinyal dan Pusat Pengawasan Infiltrasi yang dikenal sebagai airborne command and control center (ABCCC) seluas 200.000 kaki persegi di Pangkalan Udara Nakhon Phanom (Kerap dijuluki dengan nama “naked fanny”) di Thailand, yang dioperasikan oleh Task Force Alpha. Jet-jet tempur yang berkecepatan tinggi seperti F-4 Phantom biasanya menjatuhkan  secara terpola perangkat sensor Air Delivered Seismic Intruder Device (ADSID) selama terbang dalam kecepatan tinggi, di ketinggian rendah—500 kaki (152 meter) di atas tanah pada kecepatan 550 knot (926 km/jam)—di sepanjang segmen jalur yang dipilih. Dengan teknik navigasi radar, ADSID yang berbentuk seperti peluru roket dengan ujung runcing, serta memiliki panjang 91,4 cm dan diameter 15,24 cm jatuh dengan bebas dan mengubur dirinya ke tanah dengan hanya menyisakan antena sepanjang 120 cm pada bagian ekornya. Perangkat ini nantinya akan mentransmisikan data seismic (getaran) secara otomatis, dengan daya tahan baterai selama 30-45 hari.

Kombinasi perangkat sensor yang “ditanam” di jalur Ho Chi Minh Trail dengan pesawat EC-121 dalam Operasi Commando Hunt. (Sumber: https://alchetron.com/)
Penyebaran perangkat sensor Air Delivered Seismic Intruder Device (ADSID) selama Pertempuran Khe Sanh, 1967. Perangkat ini nantinya akan mentransmisikan data seismic (getaran) secara otomatis, dengan daya tahan baterai selama 30-45 hari. (Sumber: https://www.wikiwand.com/)

Pola linear dari perangkat ADSID dapat dipakai untuk memonitor pergerakan kendaraan, sedangkan pola kotak dari ADSID dapat memonitor pergerakan pada tempat parkir kendaraan dan gudang penyimpanan. ADSID secara otomatis mentransmisikan data kepada pesawat khusus yang dimodifikasi seperti tipe Beech model A36 Bonanza (kode dalam AU Amerika: QU-22A/B). Tipe QU-22B didesain untuk bisa terbang tanpa pilot, walau pada prakteknya mereka membawa seorang pilot. Dengan ketahanan terbang sekitar 18 jam, pesawat ini secara otomatis merelay informasi dari perangkat sensor ke pusat pengamatan. Pada beberapa kesempatan, tim pengintai Helikopter, unit satuan khusus Studies and Observation Group (SOG) atau bahkan OV-10 milik marinir juga menanam berbagai jenis sensor. Ada juga perangkat pelacak kimia, alat pendeteksi penyalaan mesin, dan relai radio sederhana yang benar-benar dapat mendengar setiap truk melewati titik tertentu di sepanjang jalan. Pesawat yang dilengkapi peralatan khusus, seperti EC-121 “Batcat” dan QU-22B “Pave Eagle”, mengambil sinyal yang didapat dan kemudian menyampaikannya ke Task Force Alpha di Nakhon Phanom. Di sana, analis intelijen mempelajari data mentah, dibantu oleh komputer paling kuat saat itu, IBM tipe 360/65. Upaya anti-infiltrasi ini akan didukung oleh MSQ-77 Combat Skyspot, yakni sistem pemboman radar berbasis darat yang pertama kali diperkenalkan di Asia Tenggara pada tahun 1966 untuk mengarahkan serangan pesawat-pesawat pembom B-52 dalam cuaca buruk atau dalam kegelapan total. Sistem ini digunakan untuk mengarahkan seperempat dari semua misi serangan yang dilakukan oleh pesawat-pesawat AS selama konflik. Combat Skyspot dilengkapi dengan perluasan dari sistem LORAN berbasis radio yang digunakan oleh pesawat serang lainnya. Dengan menggunakan alat visual dan elektronik ini, anggota gugus tugas memperkirakan jumlah, waktu, dan lokasi saat truk musuh melaju ke selatan setiap malam. Seperti yang dicatat oleh seorang analis, “Kami menguping Jalur Ho Chi Minh Trail seperti mesin pinball di toko obat dan menyadapnya setiap malam.” Bisa ditebak, lampu, bell, dan bunyi seperti peluit di konsol yang mereka pakai membuat mereka mendapat julukan yang agak meremehkan “pinball wizards.” Task Force Alpha dapat melacak truk individu saat mereka melewati sensor berturut-turut, tetapi yang lebih penting adalah analis dapat mengetahui kapan lalu lintas berhenti dari jalan sebelum mencapai sensor berikutnya. Terhentinya aktivitas itu umumnya berarti satu hal: tempat parkir truk. Dan saat itulah FAC mulai bekerja, meminta serangan udara terhadap area penempatan truk yang dicurigai atau titik transshipment. Selain perangkat sensor elektronik, pengintaian fotografis juga dipakai. Biasanya dalam menjalankan misi ini pesawat intai RF-4C Phantom dipakai, dengan 3 sistem miliknya, yakni: side looking radar, detektor inframerah, dan forward and side looking camera. 

Pesawat intai RF-4C Phantom dengan 3 sistem miliknya, yakni: side looking radar, detektor inframerah, dan forward and side looking camera. (Sumber: https://www.historynet.com/)
Pesawat tanpa awak Teledyne Ryan Model 147SC (kode AU Amerika: AQM-34L) yang dikontrol dari jarak jauh dan dapat membawa sebuah kamera serta sebuah sistem TV yang dapat mengirimkan gambar pengintaian secara real time ke pesawat udara yang menjadi stasiun pengumpul data pada jarak hingga 240 km. (Sumber: https://www.strategypage.com/)

Ada juga pesawat tanpa awak Teledyne Ryan Model 147SC (kode AU Amerika: AQM-34L) yang dikontrol dari jarak jauh dan dapat membawa sebuah kamera serta sebuah sistem TV yang dapat mengirimkan gambar pengintaian secara real time ke pesawat udara yang menjadi stasiun pengumpul data pada jarak hingga 240 km. Pesawat tanpa awak ini biasanya melakukan pemotretan di ketinggian 450 meter, sebelum menanjak kembali ke ketinggian 15.259 meter untuk kembali ke pangkalannya. Kontrol dari pesawat tanpa awak sudah diprogram dari awal dengan sistem perangkat navigasi diatas pesawat atau dikontrol dari jarak jauh dari pesawat lain atau dari stasiun darat. Beberapa pesawat lain, seperti pengebom B-57G Canberra milik Angkatan Udara dan A-6 Intruder dari Angkatan Laut menggunakan radar atau perangkat sensor lain untuk mendeteksi konvoi truk. Perangkat deteksi udara yang dibawa berbagai pesawat termasuk: televisi dengan pencahayaan rendah, perangkat scanner inframerah untuk mendeteksi panas dari mesin truk atau api, dan alat yang mampu mengambil sinyal elektromagnetik dari sistem penyalaan mesin truk. Radar darat kemudian mengarahkan pembom-pembom B-52 untuk menjatuhkan bom-bom berat ke lokasi yang dicurigai sebagai tempat parkir truk, fasilitas perawatan, dan depot suplai. Peperangan melawan armada truk Vietnam Utara ini melibatkan mulai dari ranjau “kerikil” XM27 hingga bom berpemandu laser berbobot hingga 907 kg. Diantara tipe bom yang dijatuhkan di sekitar Ho Chi Minh Trail adalah bom-bom kecil sebesar jeruk yang dimuati peledak atau pembakar. Bom-bom ini dimuat dalam container yang dapat menyebarkannya di udara setelah dilepas dari pesawat. Bom-bom kecil tipe anti personel yang juga disebar terbukti mematikan terhadap para penembak senjata anti pesawat, dan bila menghujani konvoi truk bisa merobek ban, menembus radiator serta membunuh atau melukai sopirnya.

Pengebom B-57G Canberra milik Angkatan Udara Amerika menggunakan radar atau perangkat sensor lain untuk mendeteksi konvoi truk. Perangkat deteksi udara yang dibawa berbagai pesawat pelacak Amerika termasuk: televisi dengan pencahayaan rendah, perangkat scanner inframerah untuk mendeteksi panas dari mesin truk atau api, dan alat yang mampu mengambil sinyal elektromagnetik dari sistem penyalaan mesin truk. (Sumber: https://www.italeri.com/)
Pesawat gunship Fairchild AC-119. Pesawat-pesawat gunship semacam ini menerbangkan persentase yang relatif kecil dari jumlah serangan (sortie) yang dilakukan, tetapi menyumbang bagian yang sangat besar dari total hasil yang didapat dalam Operasi Commando Hunt. (Sumber: https://www.historynet.com/)

Sementara itu beberapa pesawat, terutama AC-130 Gunship, dapat menemukan target truk-nya sendiri tanpa perlu bergantung pada jaringan Igloo White. AC-130 memiliki perangkat sensor, yang termasuk TV dengan tingkat pencahayaan rendah, sistem penglihatan inframerah, dan “Black Crow” yang dapat mendeteksi mesin truk dari jarak 10 mil (16 km). Senjata pesawat ini umumnya adalah kanon berlaras banyak dengan kemampuan tembak cepat. Meski hanya memiliki kecepatan terbang yang lambat, pesawat Gunship dapat terbang sepanjang malam, ketika aktivitas jalanan di Ho Chi Minh Trail paling sibuk. Untuk perlindungan, mereka memiliki pesawat-pesawat pelindung, umumnya jet-jet tempur F-4 yang membawa bom napalm atau anti personel. Pesawat-pesawat Gunship kemudian terbukti menjadi senjata paling efektif dalam Operasi Commando Hunt. Pesawat-pesawat ini menerbangkan persentase yang relatif kecil dari jumlah serangan (sortie) yang dilakukan, tetapi menyumbang bagian yang sangat besar dari total hasil yang didapat. Pada puncak Operasi Commando Hunt VII, rata-rata jumlah truk yang dilaporkan hancur atau rusak per sortie adalah sebagai berikut: 

  • Pesawat gunship AC-130 – 8.3 
  • Pesawat gunship AC-119 – 3.3
  • Pembom B-57 – 2.0 
  • Pesawat tempur (semua tipe) – 0,3

Seluruh jaringan Igloo White, bagian dari apa yang disebut sebagai garis McNamara, dianggap sebagai solusi berteknologi tinggi untuk menyelesaikan masalah bagaimana mengganggu jalur logistik dan pasokan vital Hanoi. Hanoi kemudian menanggapinya dengan berbagai tindakan pencegahan berteknologi rendah yang inventif. Untuk mengelabui sensor seismik, kru jalan NVA mengendarai kawanan hewan bolak-balik di sepanjang jalan setapak. Untuk membatasi efektivitas sensor kimia, mereka menggantung ember urin dari cabang-cabang pohon. Dan ketika mereka dapat menemukan sensor suara, kru jalan hanya cukup memindahkannya ke lokasi yang tidak berguna. Pertempuran di sepanjang jalur Ho Chi Minh Trail secara harfiah menjadi apa yang disebut sejarawan John Prados sebagai kontes antara “teknologi dan kecerdikan.” Meskipun Igloo White memberi Amerika keuntungan luar biasa di medan perang elektronik, hal ini masih memiliki keterbatasan. Seperti yang dijelaskan oleh Mayor Jenderal Angkatan Udara William J. Evans, yang bertanggung jawab atas perang elektronik di kawasan Asia Tenggara pada tahun 1971: “Kami tidak membom titik yang tepat di atas tanah—kami tidak dapat menentukan lokasi setiap truk secara akurat dengan sensor tanah, yang fungsinya mendengarkan—bukan melihat—perangkat yang lalu lalang. Karena kami tidak pernah benar-benar ‘melihat’ truk sebagai target titik, kami menggunakan persenjataan guna menyerang area untuk menghancurkan zona yang kami tahu truk-truk akan melewatinya.” “Perangkat pendengar” itu—sensor akustik acoubuoy—yang digunakan di Igloo White berhasil memberikan beberapa momen yang lucu bagi komite Senat yang meninjau rekaman-rekaman itu. Dalam satu contoh, seorang NCO Vietnam Utara terdengar menyuruh seorang prajurit untuk memanjat pohon guna mengambil parasut dari acoubuoy sepanjang tiga kaki yang tersangkut di cabang-cabang atas pohon. Sepertinya dia ingin memberikan bahan tersebut kepada pacarnya untuk membuat gaun. Dalam contoh lain, suara kapak terdengar saat personel yang ceroboh menebang pohon untuk mendapatkan sensor yang tersangkut di dedaunannya. Itu kemudian diikuti oleh suara tabrakan dan teriakan ketika pohon itu tampaknya menimpa mereka.

Pemandangan udara dari Jalur Ho Chi Minh trail di Laos. Pemandangan yang diambil dari ketinggian 4.700 kaki ini menunjukkan dua truk musuh yang disamarkan yang tampaknya dalam kondisi baik. Truk ketiga tampaknya rusak atau hancur. Perhatikan jalan berkelok-kelok di sekitar kawah bom. Pada akhir Operasi Commando Hunt I, serangan di musim kemarau pertama (15 November 1968 hingga 20 April 1969), Angkatan Udara Amerika memperkirakan bahwa 7.322 truk musuh telah dihancurkan. (Sumber: https://www.history.navy.mil/)
Unit pasukan anti-pesawat berjuang untuk melindungi jalur Ho Chi Minh Trail. Meski menimbulkan korban besar di pihak musuh, namun kekuatan udara Amerika harus membayar mahal upayanya dalam menyerang jalur pasokan strategis itu. (Sumber: https://e.vnexpress.net/)
Sebuah B-52 di tengah lautan bom yang akan diarahkan ke target-target di Asia Tenggara. Dalam operasi “Menu” yang rahasia selama 14 bulan dari bulan Maret 1969 hingga Mei 1970, pesawat-pesawat pengebom AS berulang kali menghantam tempat penimbunan pasokan dan pangkalan di kawasan Kamboja. (Sumber: U.S. Air Force photo / AFA LIBRARY/https://www.airforcemag.com/)

Pada akhir Operasi Commando Hunt I, serangan di musim kemarau pertama (15 November 1968 hingga 20 April 1969), Angkatan Udara Amerika memperkirakan bahwa 7.322 truk musuh telah dihancurkan. Namun, dengan tingkat kerusakan yang diklaim pada bulan Desember, jaringan transportasi PAVN seharusnya sudah bisa dihancurkan hanya dalam waktu satu setengah bulan (nyatanya tidak!). AU Amerika juga mengklaim bahwa 20.723 musuh telah ditewaskan melalui serangan udara, sekitar 15 persen dari jumlah total personel yang diyakini telah bepergian, beroperasi, atau mempertahankan jalur Ho Chi Minh Trail.” Dalam prosesnya 56 pesawat sekutu ditembak jatuh selama operasi oleh sekitar 600 senjata anti-pesawat pasukan komunis. Dengan berakhirnya Operasi Rolling Thunder, tampaknya, telah membebaskan tugas tidak hanya pesawat AS, tetapi juga memungkinkan lebih banyak unit anti-pesawat NVA bergerak ke selatan untuk mempertahankan jalur vital itu. Selama tahun itu, Vietnam Utara mulai mengerahkan meriam kaliber 85 dan 100 mm jarak jauh yang diarahkan oleh radar. Antara tahun 1966 dan 1970, Vietnam Utara kemudian menggunakan rute infiltrasi kedua yang kurang begitu berbahaya dibanding melewati Jalur Ho Chi Minh Trail. Atas permintaan China, Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja memberikan akses bagi Vietnam Utara untuk menggunakan pelabuhan Sihanoukville (Kompong Som) dan Ream. Dari sana, mereka mengirim bisa mengirim pasokan militer ke utara dimana 4 divisi tentara Vietnam Utara berada melalui wilayah Kamboja, lalu ke timur menuju ke Vietnam Selatan di sepanjang “Jalur Sihanouk.” Rute alternatif ini menjadi makin penting pada tahun 1968, ketika serangan udara Commando Hunt diintensifkan di Jalur Ho Chi Minh. Dalam operasi “Menu” yang rahasia selama 14 bulan dari bulan Maret 1969 hingga Mei 1970, pesawat-pesawat pengebom AS berulang kali menghantam tempat penimbunan pasokan dan pangkalan di sepanjang rute ini. Ketika Sihanouk digulingkan pada tahun 1970, pelabuhan dan Jalur Sihanouk tidak bisa dipakai lagi oleh Vietnam Utara. Pada bulan Mei dan Juni 1970, “serangan” pasukan darat AS ke Kamboja menghancurkan sebagian besar dari apa yang tersisa dari tempat-tempat penimbunan perbekalan pasukan Vietnam Utara di negeri itu. Menurut perkiraan Pentagon adalah bahwa senjata yang ditemukan cukup untuk melengkapi 74 batalyon infanteri. Dihancurkannya perlengkapan itu akan menunda ofensif Vietnam Utara selama 15 bulan setelahnya. Serangan pada Ho Chi Minh Trail pada dasarnya berakhir pada awal tahun 1972. Pada tanggal 30 Maret tahun itu, Vietnam Utara meluncurkan invasi Paskah besar-besaran ke Selatan. Kekuatan udara AS tiba-tiba dialihkan untuk melawan serangan masif tentara Vietnam Utara itu. Tak lama setelah itu, pemboman di wilayah Vietnam Utara dilanjutkan dengan Operasi Linebacker I pada tanggal 6 April. Sejak itu porsi serangan udara tidak pernah bergeser kembali ke wilayah Laos. Amerika Serikat dan Vietnam Utara kemudian menandatangani gencatan senjata pada bulan Januari 1973. Perjanjian ini mencakup operasi tempur di Laos serta di Vietnam. Dengan ini partisipasi besar AS dalam perang Vietnam dapat dinyatakan telah berakhir.

PENILAIAN

Seberapa sukses kampanye Igloo White dan Commando Hunt dalam melawan Ho Chi Minh Trail? Sampai hari ini para peneliti dan sejarawan masih berdebat, seringkali dengan panas, tentang klaim versus hasil dan eksekusi yang bertentangan dengan kebijakan. Sejak awal, para sejarawan telah menekankan bahwa upaya sedikit demi sedikit, kebijakan penyerangan yang membingungkan menjadi inti perdebatan, disamping masalah perselisihan birokrasi. Bahkan mantan Menteri Pertahanan McNamara pun mengakuinya. Dengan mengikuti berbagai strategi militer untuk menggagalkan upaya pasokan Hanoi melalui serangan udara, McNamara mengakui bahwa dia dan Kepala Staf Gabungan tidak pernah sepenuhnya bisa menilai “kemungkinan untuk mencapai tujuan, berapa lama waktu yang dibutuhkan atau berapa biaya yang harus dikeluarkan dalam hal korban jiwa, sumber daya yang dikeluarkan, dan risiko yang ditimbulkan.” Dengan kata lain, tidak pernah ada rencana atau mekanisme untuk mengukur keberhasilan. Akibatnya, perencana Angkatan Udara Ketujuh menyusun satu tolok ukur sementara CIA datang tolo ukur yang lain. Kontroversi pasti akan terjadi. Sebagian, argumennya memanas karena tujuan Commando Hunt yang digariskan sebenarnya lebih terbatas daripada hasil rekonstruksi yang diakui saat ini. Sementara banyak sejarawan meyakini bahwa misinya adalah untuk menutup Jalur Ho Chi Minh, tujuan kampanye Commando Hunt bukanlah untuk menghentikan infiltrasi, melainkan untuk membuat Vietnam Utara harus membayar terlalu mahal untuk usaha mereka. Kesalahpahaman ini menyebabkan beberapa orang percaya bahwa kampanye itu tidak berhasil karena arus lalu lintas tidak bisa dihentikan. “Lalu lintas musuh juga tidak dihentikan dalam kampanye di Eropa atau Korea, tetapi bisa dikurangi sedemikian rupa sehingga musuh tidak bisa mendapatkan pasokan yang cukup untuk melancarkan operasi berkelanjutan. Hal ini juga merupakan target di Vietnam; yakni dengan memperlambat lalu lintas pada serangkaian titik yang diperhitungkan di sistem rel dan jalan, kami dapat menghancurkan truk dan perbekalan yang menumpuk di tempat itu.” kata Jenderal William W. Momyer, komandan Angkatan Udara ke-7 dari tahun 1966 hingga 1968.

Jenderal William W. Momyer. Menurut Momyer, serangan udara Amerika di jalur Ho Chi Minh Trail mampu memperlambat arus perbekalan Vietnam Utara yang dikirimkan ke Vietnam Selatan. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Benar, para perencana Amerika berharap untuk menghancurkan truk lawan sebanyak mungkin, untuk mengikat tenaga musuh dan menguji keefektifan sistem sensor yang dikerahkan, tetapi upaya pencekikan total dari udara tidak pernah dianggap memadai. Misalnya, selama musim kemarau tahun 1970-71, Angkatan Udara Ketujuh memperkirakan bahwa Hanoi mengirimkan sekitar 60.000 ton pasokan melalui jalur tersebut, setidaknya 10.000 ton di antaranya benar-benar sampai ke pasukan NVA di Vietnam Selatan. Menurut William W. Momyer, mantan komandan Angkatan Udara Ketujuh, bahwa tingkat kedatangan pasokan 16 persen dianggap “investasi” yang dapat diterima untuk Operasi Commando Hunt. Statistik menjadi faktor utama selama Commando Hunt. Karena Angkatan Udara Ketujuh tidak memiliki kriteria yang dapat ditentukan dengan mudah untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan, dan karena rantai komando menuntut setidaknya beberapa ukuran pencapaian, “jumlah truk” yang dihancurkan memasuki leksikon untuk mengukur kesuksesan. Tetapi memastikan penghancuran truk tidak mudah. Meskipun hanya ada beberapa truk yang hancur pada siang hari, FAC dan pesawat photoreconnaissance dapat secara visual mengotentikasi kendaraan yang hancur tersebut. Namun, pada malam hari, sebagian besar serangan ditujukan pada target tak terlihat yang bergerak melalui perlindungan lebatnya hutan. Bahkan ketika terjadi kebakaran atau ledakan, sulit untuk menentukan kerusakan yang ditimbulkan. Namun, beberapa jenderal Angkatan Udara Ketujuh percaya bahwa angka-angka kehancuran truk-truk lawan secara implisit. 

Dengan pasokan yang diterima dari China dan Soviet, Vietnam Utara mampu mengganti armada truknya yang dihancurkan di jalur Ho Chi Minh Trail. (Sumber: https://www.exploreindochina.com/)

Sejarawan Earl Tilford telah mengungkapkan laporan pribadi tentang insiden semacam itu. Setelah mendengar briefing intelijen pagi hari di markas Angkatan Udara Ketujuh di Saigon, dia mengenang, “Setelah saya diberi tahu bahwa lebih dari 300 truk telah dihancurkan atau dirusak pada malam sebelumnya, sang jenderal bersandar di kursinya dan berkata, ‘Tuan-tuan, apa yang telah kami lakukan? Di sini adalah akhir dari Vietnam Utara sebagai kekuatan tempur yang layak.’” Malam berikutnya jalan itu sibuk seperti biasa. Merefleksikan briefing itu, Tilford sampai pada kesimpulan bahwa “untuk semua keberhasilan yang dirasakan dalam permainan angka itu, Angkatan Udara hanya berhasil membodohi dirinya sendiri dengan percaya bahwa Commando Hunt berhasil.” Dengan tekanan yang meningkat untuk menghasilkan hasil, jumlah penghancuran truk meningkat secara dramatis, melonjak pada tahun 1970 ke angka 12.368. CIA dengan keras menentang angka itu, melaporkan bahwa klaim Angkatan Udara melebihi 6.000 jumlah total truk yang diyakini ada di seluruh Vietnam Utara! Bagi CIA, ini adalah demonstrasi lain dari kelemahan pemikiran militer. Kredibilitas Angkatan Udara semakin memburuk ketika menerbitkan hasil penghitungan akhir untuk kampanye udara Commando Hunt dengan klaim: 46.000 truk telah dihancurkan atau dirusak selama empat kampanye musim kemarau Operasi Commando Hunt, dengan jumlah pembagian sebagai berikut: 

  • 1968-69 6.000 unit
  • 1969-70 10.000 unit
  • 1970-71 20.000 unit
  • 1971-72 10.000 unit

Tidak diragukan lagi adanya beberapa inflasi angka dan kesalahan yang ada dalam perkiraan perhitungan Angkatan Udara, tetapi seperti yang dicatat oleh pakar kekuatan udara John Correll, jika klaim Angkatan Udara dapat dibantah, begitu pula pengkritiknya. Dia menyatakan bahwa “faktor politik” adalah elemen penting dalam bervariasinya laporan kepada Kongres, dan bahwa “faktor diskon”, yang tampaknya merujuk pada metodologi yang digunakan CIA, “(mereka) secara sewenang-wenang memotong sebanyak 75 persen dari klaim pilot yang datang.” Selanjutnya, Correll juga membantah angka-angka CIA dengan menunjukkan bahwa selama kampanye Commando Hunt, Hanoi mengimpor antara 4.500 dan 8.000 truk setahun dari Rusia dan China. “Itu memang tidak berarti memvalidasi klaim dari pihak Angkatan Udara,” katanya, “tetapi itu menunjukkan bahwa argumen mereka lebih berdasar daripada ejekan yang dilontarkan oleh para kritikus (CIA).” Melihat kembali operasi udara yang dilancarkan di Ho Chi Minh Trail, Jenderal Momyer berkata, “Kampanye serangan udara telah mampu membatasi jumlah pasukan yang dapat didukung oleh militer Vietnam Utara di wilayah Selatan. Baru setelah berakhir dengan penghentian keterlibatan AS, Vietnam Utara dapat secara logistik mendukung dan mengerahkan kekuatan penuh mereka, yang terdiri dari 18 hingga 20 divisi. Sebelum serangan tahun 1975, mereka tidak pernah bisa mengerahkan lebih dari 11 atau 12 divisi, tampaknya karena takut akan kehancuran yang akan mereka derita jika terpapar kekuatan udara kita.”

Pasukan komunis yang beroperasi di medan Vienam Selatan, bisa dibilang tidak menggunakan pesawat, tank dan senjata artileri secara besar-besaran. Mereka bisa bertempur tanpa bahan bakar, banyak suku cadang dan peluru artileri (apalagi beer, krim cukur, dan barang-barang mewah lainnya yang umum dipakai oleh tentara Amerika). Tentara NVA dan VietCong membutuhkan tidak lebih dari 15 ton perbekalan per hari dari utara untuk bisa mempertahankan operasinya di Vietnam Selatan. (Sumber: https://www.exploreindochina.com/)

Sementara itu kebenaran yang tak terbantahkan adalah bahwa Jalur Ho Chi Minh menjadi faktor penting dalam perang—untuk kedua belah pihak. Bagi pihak Utara, jalur tersebut menggambarkan aspirasi patriotik, sementara perjuangan epik untuk membangun dan melintasinya menjadi pengalaman sentral bagi bagi berbagai generasi. Gabungan upaya luar biasa Vietnam Utara untuk membuka dan mempertahankan jalur tersebut, bersama dengan upaya besar-besaran dari seranngan udara dan teknologi Amerika untuk menutupnya, menunjukkan kisah yang heroik namun tragis. Dari tahun 1959 sampai awal tahun 1975, ribuan tentara dan pekerja NVA tewas di sepanjang jalan, baik karena penyakit atau akibat serangan udara. Meski menderita banyak kerugian, namun tekad Vietnam Utara tidak pernah goyah. Hanoi, dengan tujuan nasionalnya yang terfokus, berhasil mengirimkan 1,75 juta ton pasokan melalui jalan setapak itu, bersama dengan sekitar satu juta tentara. Di sisi lain kebutuhan pasokan pasukan tempur komunis terhitung minim. Tidak seperti militer lawannya dari Amerika dan Vietnam Selatan, pasukan komunis yang beroperasi di medan Vienam Selatan, bisa dibilang tidak menggunakan pesawat, tank dan senjata artileri secara besar-besaran. Mereka bisa bertempur tanpa bahan bakar, banyak suku cadang dan peluru artileri (apalagi beer, krim cukur, dan barang-barang mewah lainnya yang umum dipakai oleh tentara Amerika). Tentara NVA dan VietCong membutuhkan tidak lebih dari 15 ton perbekalan per hari dari utara untuk bisa mempertahankan operasinya di Vietnam Selatan. Dan karena Soviet serta China mensuplai sekirar 6.000 ton perbekalan per harinya, hanya butuh sebagian kecil dari bantuan itu yang harus dikirimkan lewat Ho Chi Minh Trail untuk mengobarkan perang di Vietnam Selatan.

Kenyataan pahit bagi Amerika adalah bahwa serangan udara terhadap Jalur Ho Chi Minh Trail gagal mematahkan tekad musuh. Dalam memoarnya White House Years, Henry Kissinger mungkin paling tepat menjelaskan kegagalannya ketika dia mengamati, “Itu adalah proyek yang luar biasa di atas kertas.” (Sumber: https://special.vietnamplus.vn/)

Berapa banyak dan berapa banyak yang benar-benar tiba masih menjadi bahan perdebatan, tetapi terlepas dari itu, Vietnam Utara mengalami kerugian yang menakutkan baik secara fisik maupun materi. Sebagai perbandingan, upaya AS untuk menutup jalur itu menelan biaya miliaran dolar per tahun. Berdasarkan data yang ada, pesawat-pesawat pembom tempur Amerika menerbangkan 426.000 misi serangan di sekitar sektor seluas 2.000 mil persegi dari jalur yang membentang di bagian selatan Laos, dengan pesawat-pesawat pembom B-52 menambahkan 30.000 lagi. Keberanian dan dedikasi awak pesawat yang menerbangkan misi serangan berbahaya itu sangat besar: 497 pesawat sayap tetap dijatuhkan oleh senjata-senjata anti pesawat NVA di atas Laos, sementara setidaknya 200 helikopter juga jatuh dan hampir 500 orang Amerika masih dinyatakan hilang di hutan-hutan Laos. Namun terlepas dari semua serangan udara dan catatan statistik, dan terlepas dari hasil serangan spektakuler yang dicapai di lokasi seperti Tempat penimbunan Bom dekat Ban Bak, Laos, operasi Commando Hunt terhadap Ho Chi Minh Trail dari tanggal 11 November 1968, hingga 29 Maret 1972, tidak pernah benar-benar berhasil. Mereka akhirnya menjadi pemicu perang teknologi/statistik yang berlarut-larut di mana para pemimpin tinggi militer dan sipil menafsirkan jumlah truk agar sesuai dengan gagasan kemenangan mereka sendiri yang telah ditentukan sebelumnya. Kenyataan pahitnya adalah bahwa serangan udara terhadap Jalur Ho Chi Minh Trail gagal mematahkan tekad musuh. Dalam memoarnya White House Years, Henry Kissinger mungkin paling tepat menjelaskan kegagalannya ketika dia mengamati, “Itu adalah proyek yang luar biasa di atas kertas.”

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

TRUCK HUNTING ON THE HO CHI MINH TRAIL By THOMAS R. YARBOROUGH; 7/11/2017

Airforce Magazine: The Ho Chi Minh Trail By John T. Correll; Nov. 1, 2005

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Operation_Commando_Hunt

The Vietnam War: The Illustrated History of the Conflict in Southeast Asia, Salamander Book-1983; p 26, p 164, p 168

Vietnam: A History (2nd Revision) by Stanley Karnow, 1997; p 469

WAR IN PEACE: An Analysis Of Warfare Since 1945, Consultant Editor: Sir Robert Thompson, Introduction by John Keegan; 1981, p 198

Vietnam: An Epic Tragedy, 1945-1975; a book by Max Hastings, 2018; p 278

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *