Sejarah Militer

AH-56 Cheyenne, Helikopter Futuristik era 1960-an dengan Fitur Seperti Pesawat Star Wars

Lockheed AH-56 Cheyenne adalah helikopter serang yang dikembangkan oleh Lockheed untuk Angkatan Darat Amerika Serikat. Helikopter ini bermula dari program Advanced Aerial Fire Support System (AAFSS) Angkatan Darat yang akan menjadi helikopter serang khusus pertama di layanan tersebut. Lockheed merancang Cheyenne menggunakan sistem rotor kaku empat bilah dan mengonfigurasi pesawat tersebut sebagai compound helicopter dengan sayap yang dipasang rendah dan baling-baling pendorong yang dipasang di ekor yang digerakkan oleh mesin turboshaft General Electric T64. Cheyenne akan memiliki kemampuan terbang dalam berkecepatan tinggi untuk memberikan pengawalan bersenjata bagi helikopter angkut Angkatan Darat, seperti Bell UH-1 Iroquois. Pada tahun 1966, Angkatan Darat memberi Lockheed kontrak untuk pembuatan sepuluh prototipe AH-56, tetapi sebagai penggantinya, Angkatan Darat juga memesan Bell AH-1G Cobra yang lebih sederhana sebagai helikopter serang sementara untuk pertempuran dalam Perang Vietnam. Penerbangan perdana AH-56 dilakukan pada tanggal 21 September 1967.

Ilustrasi rekaan artis menggambarkan Lockheed AH-56 Cheyenne. Meski merupakan program yang gagal, seperti yang dijelaskan oleh James C. Goodall dalam bukunya 75 years of the Lockheed Martin Skunk Works, Cheyenne bisa menjadi “helikopter yang hebat”. (Sumber: https://www.airvectors.net/)

Pada bulan Januari 1968, Angkatan Darat memberikan Lockheed kontrak produksi, berdasarkan kemajuan pengujian penerbangan yang dicapai. Kecelakaan fatal dan masalah teknis yang mempengaruhi kinerja lalu membuat pengembangan helikopter baru ini terlambat dari jadwal, sehingga mengakibatkan pembatalan kontrak produksi pada tanggal 19 Mei 1969. Pengembangan Cheyenne kemudian dilanjutkan dengan harapan helikopter tersebut pada akhirnya akan memasuki dinas layanan. Ketika keterlibatan Amerika dalam Perang Vietnam menurun, Angkatan Darat membatalkan program Cheyenne pada tanggal 9 Agustus 1972. Pada saat ini, AH-1 Cobra telah dikerahkan secara luas oleh Angkatan Darat di Vietnam Selatan dan dilengkapi dengan rudal anti-tank TOW. Kontroversi dengan Angkatan Udara Amerika Serikat mengenai peran Cheyenne dalam pertempuran serta iklim politik mengenai program akuisisi militer telah menyebabkan Angkatan Darat mengubah persyaratan helikopter serang mereka dan memilih helikopter konvensional bermesin ganda, yang dianggap tidak begitu rumit dan lebih bisa bertahan. Angkatan Darat lalu mengumumkan program baru untuk Helikopter Serang Tingkat Lanjut (AAH) pada tanggal 17 Agustus 1972, yang mengarah pada pengembangan helikopter tempur Hughes AH-64 Apache. Meski merupakan program yang gagal, seperti yang dijelaskan oleh James C. Goodall dalam bukunya 75 years of the Lockheed Martin Skunk Works, Cheyenne bisa menjadi “helikopter yang hebat”. Helikopter ini mahal dan menantang secara teknologi, dan mungkin terlalu maju pada masanya. Performanya dalam penerbangan kadang-kadang “spektakuler”, seperti yang dikatakan oleh seorang pilot, namun ada beberapa masalah kecil yang tidak pernah terselesaikan.

SEJARAH PENGEMBANGAN

Sebelum adanya pengembangan AH-56, semua helikopter bersenjata merupakan modifikasi dari helikopter yang sudah ada, yang dirancang untuk tidak bersenjata. Pada tahun 1962, Menteri Pertahanan AS saat itu Robert McNamara membentuk Dewan Howze untuk meninjau persyaratan unit penerbangan Angkatan Darat. Dewan merekomendasikan pembentukan divisi mobil udara yang didukung oleh 90 helikopter bersenjata. Rekomendasi dari Dewan Howze datang pada saat yang sama ketika Angkatan Darat bersiap untuk mengerahkan helikopter pengawal bersenjata pertamanya ke Vietnam; dimana 15 UH-1A Iroquois telah dimodifikasi dengan sistem untuk memasang senapan mesin, peluncur granat, dan pod roket. Namun modifikasi ini kemudian membuat helikopter bersenjata ini menjadi kurang lincah dan cepat dibanding konfigurasi aslinya. Di sisi lain meskipun UH-1 mampu mengimbangi helikopter-helikopter transport sebelumnya, kedatangan helikopter Boeing-Vertol CH-47 Chinook bermesin ganda mengubah segalanya. Chinook dapat dengan mudah mengungguli UH-1, dan membuat varian pengawal bersenjata mereka tampaknya tidak berguna ketika kecepatan murni di wilayah yang diperebutkan menjadi hal yang paling penting.

UH-1 Huey bersama varian bersenjatanya sebagai pengawal. (Sumber: https://fineartamerica.com/)
CH-47 Chinook yang berbadan besar dapat dengan mudah mengungguli UH-1, dan membuat varian pengawal bersenjata mereka tampaknya tidak berguna ketika kecepatan murni di wilayah yang diperebutkan menjadi hal yang paling penting. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Oleh karena itu, Angkatan Darat AS mulai menyusun rencana untuk membuat helikopter pengawalan khusus baru yang mampu menyerang wilayah di depannya dengan senjata seperti pesawat tempur seraya mampu bertahan di lingkungan dataran rendah. Sebagai informasi pesawat tempur serang pada masa itu terbukti mampu memberikan komponen penekan yang memadai, namun hal ini memiliki keterbatasan. Karena mereka beroperasi di bawah bendera Angkatan Udara AS (tidak seperti pada Perang Dunia II), Angkatan Darat AS bergantung pada keterbatasan mereka. Saat itu pesawat jet masih mengandalkan mesin mereka yang haus bahan bakar sehingga membatasi waktunya berkeliaran. Pesawat-pesawat ini sejatinya memang dibuat untuk mengedepankan kecepatan, yang pada akhirnya membatasi banyak dari pesawat ini dengan cuma bisa melakukan lintasan tunggal di atas target atau area target tertentu sementara kemampuan penargetan dan amunisi mereka lebih dikhususkan untuk memusnahkan area target yang luas – bukan untuk menghancurkan target di area terbatas untuk membantu pasukan kawan di darat sebagai pesawat pendukung jarak dekat. Banyaknya pesawat tempur yang kemudian harus menunggu di darat untuk menerima panggilan bantuan, telah membuang menit-menit berharga saat mereka lepas landas dan waktu perjalanan mereka menuju sasaran. Sebaliknya, sebuah helikopter yang mumpuni, setidaknya bersenjata dan khusus untuk melakukan tugas tersebut, dinilai dapat menunggu di luar zona tempur untuk berpartisipasi dalam aksi pada saat itu juga.

North American F-100D Super SabrePretty Penny“. Pesawat-pesawat seperti F-100, kerap digunakan sebagai pesawat serang di Vietnam. Saat itu pesawat jet masih mengandalkan mesin mereka yang haus bahan bakar sehingga membatasi waktunya berkeliaran. Pesawat-pesawat ini sejatinya memang dibuat untuk mengedepankan kecepatan, yang pada akhirnya membatasi banyak dari pesawat ini dengan cuma bisa melakukan lintasan tunggal di atas target atau area target tertentu. (Sumber: http://www.markwaki.com/)

Pada bulan Juni 1962, Bell Helicopter mempresentasikan desain helikopter baru kepada pejabat Angkatan Darat, dengan harapan mendapatkan dana untuk pengembangan lebih lanjut. D-255 Iroquois Warrior dibayangkan sebagai helikopter serang yang dibuat khusus berdasarkan badan helikopter UH-1B dan komponen dinamisnya, dengan turret berbentuk bola yang dipasang di hidung, pod senjata yang dipasang di perut, dan sayap pendek untuk memasang roket atau rudal anti-tank SS.11. Pada bulan Desember 1962, Komando Pengembangan Tempur (CDC) merancang Persyaratan Material Kualitatif (QMR) untuk helikopter komersial sementara (COTS), dengan kecepatan jelajah 140 knot (160 mph; 260 km/jam) dan kemampan muat 1.500 pon (680 kg). Hal ini dipandang sebagai upaya para pejabat Angkatan Darat, mengantisipasi potensi D-255, untuk memperoleh helikopter sementara guna mengisi peran pengawalan sampai Angkatan Darat dapat menentukan persyaratan untuk helikopter bersenjata khususnya. Namun, Sekretaris Angkatan Darat tidak menyetujui pendekatan sementara tersebut dan mengarahkan agar Angkatan Darat mencari sistem yang lebih canggih yang secara dramatis akan meningkatkan desain helikopter saat ini. 

Helikopter UH-1B dipersenjatai dengan rudal anti tank SS.11. (Sumber: https://www.designation-systems.net/)
Prototype Bell D-255 “Iroquois Warrior. (Sumber: https://www.aviastar.org/)

Berdasarkan bimbingan dari Sekretaris Angkatan Darat, CDC menetapkan Tujuan Pengembangan Material Kualitatif (QMDO) untuk pesawat sayap putar dengan kecepatan jelajah 195 knot (224 mph; 361 km/jam), kecepatan tinggi 220 knot (250 mph; 410 km/jam), dan kemampuan untuk melayang di luar efek tanah (OGE) pada ketinggian 6.000 kaki (1.800 m) pada suhu 95 °F (35 °C). Persyaratan kecepatan diperoleh dari kecepatan pesawat yang akan dikawal helikopter. Direktur Riset dan Teknik Pertahanan (DDRE) dengan syarat lalu menyetujui perubahan tujuan pembangunan, sambil menunggu peninjauan terhadap program yang diusulkan. Dia juga mengarahkan Angkatan Darat untuk menentukan apakah helikopter lain dapat menawarkan peningkatan kinerja dibandingkan helikopter UH-1B untuk sementara waktu. Oleh karena itu, Komando Material Angkatan Darat (AMC) melakukan penelitian untuk menentukan apakah tujuan pembangunan tersebut layak dan juga mendirikan kantor program untuk Sistem Udara Pendukung Tembakan (FAS). AMC merekomendasikan untuk mempersempit persaingan pada compound helicopter, karena helikopter tersebut dianggap sebagai satu-satunya konfigurasi helikopter pada saat itu yang mampu dikembangkan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan. Pada bulan Maret 1964, Sekretaris Angkatan Darat menasihati DDRE bahwa modifikasi pesawat yang ada tidak akan mendekati kinerja yang disyaratkan oleh program FAS. Angkatan Darat kemudian akan terus menggunakan helikopter UH-1B bersenjata sampai pengembangan FAS dapat dilanjutkan.

Prototype helikopter Bell D-262. (Sumber: http://aviadesign.online.fr/)

Pada tanggal 26 Maret 1964, Kepala Staf Angkatan Darat mengubah program FAS menjadi Advanced Aerial Fire Support System (AAFSS). Persyaratan AAFSS menetapkan desain compound helicopterberkecepatan tinggi yang besar, bersenjata berat, dan lengkap — yaitu, pesawat berotor dengan sayap kecil dan sistem propulsi pendorong ke depan, yang menggabungkan fitur-fitur pesawat berotor dan pesawat bersayap tetap. AAFSS harus memiliki jangkauan yang jauh, yang memungkinkan memiliki ketahanan yang lebih lama di wilayah pertempuran dan penempatan mandiri di medan yang asing, serta memiliki sistem avionik tempur yang memungkinkan bertempur di malam hari atau dalam cuaca buruk. Pesawat ini juga harus mudah dirawat, dan cepat digunakan untuk misi tempur. AAFSS diharapkan bisa berperan dalam peran pendukung helikopter – menyediakan dukungan bagi helikopter pengangkut pasukan di zona tempur. Dokumen tujuan pembangunan (QMDO) untuk AAFSS kemudian disetujui pada bulan April 1964, dan pada tanggal 1 Agustus 1964, Komando Penelitian dan Rekayasa Transportasi menghubungi 148 calon kontraktor dengan permintaan proposal (RFP). Bell menyerahkan D-262, modifikasi dari D-255, namun masih berdesain helikopter konvensional. Sikorsky mengajukan S-66, yang dilengkapi dengan “Rotorprop” yang akan berfungsi sebagai rotor ekor namun seiring dengan meningkatnya kecepatan, ia akan berputar 90° untuk bertindak sebagai baling-baling pendorong. Lockheed mengajukan desain CL-840, sebuah compound helicopter dengan rotor kaku dengan baling-baling pendorong dan rotor ekor konvensional yang dipasang di ujung ekornya.

Desain Sikorsky S-66 Advanced Aerial Fire Support System. (Sumber: https://sikorskyarchives.com/)

Angkatan Darat kemudian mengumumkan Lockheed dan Sikorsky sebagai pemenang kontrak Fase Definisi Proyek ditetapkan pada tanggal 19 Februari 1965. Sementara itu, Angkatan Darat juga terus mengejar pesawat sementara untuk bisa digunakan bertempur di Vietnam hingga AAFSS dapat diterjunkan, sehingga dihasilkanlah pengembangan helikoter tempur Bell AH-1 Cobra yang akan menjadi tulang punggung armada helikopter serang Angkatan Darat selama dan setelah Perang Vietnam. Lockheed dan Sikorsky lalu mengembangkan proposal untuk desain masing-masing, menetapkan tiga konfigurasi untuk memenuhi tujuan pembangunan dan RFP yang direvisi berdasarkan rancangan dokumen persyaratan. Dewan evaluasi mempelajari proposal masing-masing perusahaan dan kemudian menyerahkan rekomendasinya kepada dewan otoritas seleksi pada tanggal 6 Oktober 1965. Pada tanggal 3 November 1965, Angkatan Darat mengumumkan Lockheed sebagai pemenang program AAFSS. Meskipun Sikorsky jauh lebih berpengalaman dalam desain helikopter dibandingkan Lockheed — Lockheed belum pernah membuat helikopter produksi — namun Angkatan Darat menganggap desain Lockheed lebih murah, dapat dikirim lebih cepat, dan risiko teknis lebih rendah dibandingkan desain helikopter Rotorprop milik Sikorsky. CL-840 dinilai lebih murah dan berisiko lebih kecil.

Bell AH-1 Cobra yang sukses digunakan di Vietnam. (Sumber: https://www.amazon.com/)

Pada tanggal 17 Desember 1965, Angkatan Darat mengeluarkan dokumen persyaratan akhir. Dokumen tersebut menambahkan empat belas persyaratan yang sebelumnya tidak dibahas dalam proposal Lockheed, termasuk penambahan subsistem persenjataan roket udara. Perubahan terutama ditekankan pada kemampuan membawa peluru kendali anti-kendaraan lapis baja, dimana AAFSS kini juga dipandang sebagai helikopter “penghancur tank”. Rudal anti-kendaraan lapis baja tersebut akan muncul sebagai rudal anti-tank “BGM-71 TOW” — nama yang merupakan singkatan dari “Tube-launched, Optically tracked, Wire-guided“, dengan rudal tersebut dipandu kabel untuk menerima koreksi arah sasarannya dari unit penglihatan optik. Hal ini bukanlah hal yang baru, namun senjata berpemandu kabel sebelumnya mengharuskan penembak mengarahkan penerbangan rudal secara manual, dengan melacaknya dari suar yang menyala di ekor rudal. TOW memiliki pembidik optik baru; dimana yang harus dilakukan penembak hanyalah menjaga target tetap berada di garis bidik, dan pembidik itu akan secara otomatis mengirimkan koreksi arah ke rudal.

UH-1 Huey yang dilengkapi dengan peluncur rudal anti tank TOW. (Sumber: https://history.redstone.army.mil/)
Prototipe Lockheed AH-56A Cheyenne dalam penerbangan. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Pada tanggal 23 Maret 1966, Angkatan Darat memberikan Lockheed kontrak rekayasa dan pengembangan untuk 10 prototipe senilai $12,750,000, yang diberi nama AH-56A. Kemampuan operasi awal direncanakan tercapai pada tahun 1972 dengan target optimis pada akhir tahun 1970. Angkatan Darat rupanya sedang mencari lompatan besar dengan pengembangan AH-56. Mereka menetapkan target yang sangat ambisius. Dikatakan bahwa Angkatan Darat menginginkan sebuah helikopter dengan kecepatan tertinggi 220 knot (407,44 km/jam), mampu melayang di ketinggian 6.000 kaki (1.828,8 meter), dengan jangkauan terbang feri hingga 2.100 mil laut (3.889,2 km). Fitur yang sedikit luput diperhatikan dari Cheyenne adalah kemampuannya untuk terbang sendiri dalam jarak jauh, termasuk penerbangan sejauh 2.200 mil (3.540,5 km)dari California ke Hawaii. Lockheed kemudian memulai pembangunan prototype di fasilitas Van Nuys, California, dan pada tanggal 3 Mei 1967, Lockheed mengadakan upacara peluncuran perdana AH-56A. Helikopter ini diberi nama Cheyenne oleh Angkatan Darat, sesuai dengan tradisi memberi nama helikopter dengan nama suku asli Amerika. Penerbangan pertama AH-56 terjadi pada tanggal 21 September 1967, dengan pilot uji Lockheed Donald R. Segner sebagai pilot, dan Letnan Kolonel Angkatan Darat Emil E. “Jack” Kluever — manajer proyek militer — di kursi depan sebagai pengamat. Penerbangan tersebut berlangsung selama 26 menit dan secara keseluruhan sukses, membuktikan desainnya yang baik, responsif, dan andal. Segner kemudian tampil di depan umum pada 12 Desember. Pada saat ini, AH-56 sudah memiliki kecepatan di bawah 200 mil (321,8 km) per jam sementara kemampuan lain dengan jelas membedakannya dari helikopter apa pun yang pernah terbang sebelumnya. Menteri Pertahanan kemudian menyetujui pendanaan praproduksi untuk mendukung pesanan produksi awal sebanyak 375 helikopter (dari sebelumnya 600 unit) pada tanggal 8 Januari 1968. Pembuatan 10 prototipe Cheyenne selesai pada tahun 1969.

Pilot uji Lockheed Donald R. Segner bersama prototype AH-56 Cheyenne. (Sumber: https://thetartanterror.blogspot.com/)

DESAIN

Lockheed merancang Cheyenne sebagai compound helicopter, yang menggabungkan helikopter dengan fitur pesawat sayap tetap untuk meningkatkan kinerja, yang umumnya berupa kecepatan. Desainnya mencakup fitur-fitur seperti rotor utama yang kaku, sayap yang dipasang rendah, dan baling-baling pendorong. Rotor utama, yang memiliki skema hub yang kaku, juga memiliki empat bilah — dari konstruksi logam komposit, menggunakan konstruksi sarang lebah dari titanium, baja tahan karat, dan aluminium alloy. Rotor yang kaku memberikan kemampuan manuver tingkat tinggi. Lockheed sebelumnya telah menguji coba sistem rotor kaku dalam pengujian sederhana, dengan prototype “CL-475”, dari tahun 1959, yang menghasilkan “XH-51A” dengan empat kursi yang lebih besar untuk mendemonstrasikan konsep tersebut sepenuhnya. Lockheed juga telah mendemonstrasikan sistem rotor untuk AH-56A di menara uji darat. Ekornya memiliki bidang ekor dengan bentangan penuh, ditambah sirip ekor bagian perut yang panjang — tanpa sirip ekor punggung — sirip ekor memiliki roda ekor semi-yang dapat ditarik di ujungnya. Terdapat penyangga pendorong pitch variabel dengan tiga bilah di belakang ekor, ditambah rotor ekor empat bilah di ujung kiri bidang ekor. Cheyenne didukung oleh mesin turboshaft General Electric T64, yang dikembangkan untuk helikopter berat Sikorsky S-65 / Sea Stallion, untuk menggerakkan sistem rotor dan propeler pendorong. Mesin dipasang di belakang kokpit dan disalurkan melalui saluran masuk (intake) kecil ke kedua sisi tiang rotor utama dan sistem pembuangan tunggal menghadap ke belakang. Satu set saluran masuk tambahan juga dipasang rata di sepanjang setiap sisi badan helikopter. Pilot memiliki pilihan set intake mana yang akan digunakan berdasarkan kondisi pengoperasian.

Gambar 3 sisi desain AH-56A Cheyenne. (Sumber: http://www.aviastar.org/)

Pemotong kabel terdiri dari satu bagian yang terpasang di punggung (di belakang kokpit pilot) dan satu di bagian perut. Dorongan kedepan diberikan oleh baling-baling pendorong di bagian belakang helikopter. Pada kecepatan tinggi, jumlah gaya angkat yang diberikan oleh sayap, bersama dengan gaya dorong dari baling-baling pendorong, mengurangi beban aerodinamis pada rotor. Pada kecepatan seperti itu, rotor menghasilkan gaya angkat hingga 20%, dengan sayap melepaskan beban rotor, yang dapat disesuaikan dengan perubahan kontrol pitch kolektif pada rotor. Kemiringan rotor dikendalikan melalui perangkat giroskopik yang presesi. Selama penerbangan vertikal dan melayang, semua tenaga Cheyenne dialirkan ke rotor utama dan rotor anti-torsi, sedangkan selama penerbangan maju kedepan, semua tenaga kecuali sekitar 700 hp dialirkan ke baling-baling pendorong. Dalam penerbangan maju ke depan, sayap pendek dan rotor utama menghasilkan gaya angkat. Sistem rotor ini berputar berlawanan arah jarum jam. Baik sistem anti-torsi maupun pendorong digerakkan oleh drive train dan gearbox yang sama. Pitch sistem pendorong dikendalikan oleh salah satu awak (kontrol pilot tidak diperlukan di kedua kokpit) melalui pegangan putar yang terletak di tuas kolektif. Dalam konfigurasi “bersih” AH-56A dipercaya mampu mencapai kecepatan permukaan laut lebih dari 275mph (442,5 km/jam). Cheyenne pernah tercatat mencapai kecepatan terbang lebih dari 200 knot (230 mph; 370 km/jam), tetapi sebagai compound helicopter, ia tidak memenuhi syarat untuk dicatat dalam rekor kecepatan kategori helikopter. Sementara itu, dengan menambahkan baling-baling pendorong, berarti tidak seperti helikopter standar, Cheyenne dapat dengan cepat berakselerasi dan melambat tanpa perlu mengangkat hidungnya ke atas atau ke bawah. Sebaliknya, Cheyenne juga bisa mengangkat hidungnya ke atas atau ke bawah sambil melayang tanpa bergerak maju atau mundur.

Ekor AH-56A Cheyenne yang menampilkan baling-baling pendorong. Dalam konfigurasi “bersih” AH-56A dipercaya mampu mencapai kecepatan permukaan laut lebih dari 275mph (442,5 km/jam). (Sumber: https://www.airvectors.net/)
Tampilan hidung dan kanopi AH-56 yang mirip capung. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Dari wujudnya, AH-56A sering disamakan dengan capung, karena mesinnya ramping dan bersudut dengan kanopi tandem yang berwujud seperti mata serangga. Jarak pandang ke luar kanopi sangat bagus dan memberikan banyak ruang untuk awak helikopter, dengan pemandangan cuma terhalang oleh bingkai tipis pada kaca kanopi. Ada sayap pendek yang dipasang rendah, terhubung ke badan pesawat melalui sponson. Sponson mengakomodasi roda pendaratan utama yang dapat ditarik, masing-masing dengan roda tunggal, roda tersebut dapat ditarik kembali ke fairing. Sponson juga berisi tangki bahan bakar, dengan sponson kiri juga menyimpan mesin turbin untuk unit daya tambahan (APU) saat di darat. Sponson juga menyediakan jalan bagi awak pesawat dan awak darat. Cheyenne memiliki kokpit tandem dua kursi yang dilengkapi dengan peralatan navigasi canggih dan rangkaian pengendalian tembakan. Penembak duduk di depan, dengan kursi, kontrol penembakan, dan sistem penglihatan. Pilot juga memiliki sistem penglihatan yang dipasang di helm untuk mengoperasikan senjata. Fitur yang tidak biasa lainnya dari posisi penembak adalah bahwa seluruh kursi, sistem penglihatan, dan kontrol penembakan bisa diputar untuk menjaga penembak menghadap ke arah yang sama dengan turret senjata yang dikendalikan. Lebih dari setengah abad setelah muncul di AH-56, stasiun penembak ini tampak seperti yang muncul di pesawat Millenium Falcon dalam adegan pertempuran luar angkasa di film Star Wars (1977), yang baru muncul setelah kehadiran Cheyenne! Perangkat pembidik senjata memberi penembak pandangan langsung dari turret melalui periskop. Pada prinsipnya, penembak dapat mengoperasikan satu turret, sementara pilot mengoperasikan turret lainnya — meskipun dalam praktiknya, hal itu mungkin canggung dan umumnya tidak praktis.

Kokpit AH-56A Cheyenne yang menampilkan format tandem, dengan penembak di depan dan pilot di belakang. (Sumber: https://www.thedrive.com/)
Fitur unik pada kokpit AH-56A Cheyenne, dimana stasiun penembak dapat berputar seperti pesawat Millenium Falcon dalam adegan pertempuran luar angkasa di film Star Wars (1977). (Sumber: https://www.thedrive.com/)

Avionik tempur helikopter ini lebih maju dibanding lainnya pada saat itu, dengan Cheyenne menjadi salah satu helikopter pertama dengan tampilan video CRT di kokpit. Hal ini terbukti menjadi tantangan nyata, karena pada saat itu, tidak ada seorang pun yang tahu persis bagaimana memanfaatkan layar dengan baik. Hal itu memang belum pernah dilakukan sebelumnya. Sistem kendali penembakan Cheyenne dilengkapi radar doppler dan laser pengukur jangkauan, keduanya terhitung mendahului zamannya. Banyak elemen sistem avionik Cheyenne juga revolusioner. AH-56 menggunakan sistem kontrol penerbangan otomatis dan beberapa sistem radar, semuanya terhubung ke “Computer Central Complex” (CCC) digital yang canggih, yang memungkinkannya beroperasi dengan aman di ketinggian rendah. Inti dari perangkat-perangkat ini adalah sistem radar yang bisa mengikuti medan AN/APQ-118 Cheyenne, yang diproduksi oleh Norden, yang dapat digunakan dalam mode mengikuti medan manual (MTF) dan mengikuti medan otomatis (ATF). Menurut studi tahun 1971 tentang sistem radar Cheyenne yang diterbitkan dalam Journal of American Helicopter Society, rangkaian komputasi di AH-56 menggabungkan apa yang saat itu merupakan sistem avionik mutakhir, termasuk radar berwawasan ke depan (radar yang mengikuti medan, atau TFR), sistem kontrol penerbangan otomatis (AFCS), tampilan situasi vertikal (VSD), dan tampilan posisi terencana (PPD), yang memungkinkan terbang “penetrasi wilayah di ketinggian rendah yang aman dalam kondisi IFR dan malam hari.” Sistem kontrol penerbangan otomatis memungkinkan penerbangan berkecepatan tinggi pada ketinggian serendah lima belas kaki (4,5 meter) dari atas tanah. Kemampuan sensor lainnya, termasuk sistem dukungan inframerah dan elektronik, serta sistem datalink, yang dapat membantu helikopter unik ini bertindak sebagai helikopter pengintai tingkat lanjut dan peran pengarah dukungan tembakan garis depan.

Kokpit penembak di Cheyenne dengan kursi putar dan stasiun kendalinya. (Sumber: https://www.thedrive.com/)
Konsep sistem kendali dan avionik dari AH-56A Cheyenne. (Sumber: https://www.thedrive.com/)
Gambar grafis yang menunjukkan kemampuan gotong senjata dari AH-56A Cheyenne. (Sumber: https://www.thedrive.com/)

Sistem avionik diatas mendukung turret senjata yang dipasang di hidung dan bagian tengah perut helikopter. Turret hidung dapat berputar +/- 100° dari garis tengah pesawat dan dapat dipasangi dengan peluncur granat kaliber 40 mm (1,57 in), atau minigun gatling GE kaliber 7,62 mm (0,308 in) berlaras enam. Turret perut dilengkapi kanon otomatis kaliber 30 mm (1,18 in) dengan kemampuan rotasi 360°. Hal ini secara drastis memperluas potensi serang pada helikopter dan meningkatkan fleksibilitas taktis helikopter secara keseluruhan. Perangkat penghentian mekanis dipasang untuk mencegah turret perut membidik bagian mana pun dari helikopter secara tidak sengaja. Sebagai pendukung terdapat turret untuk sistem penglihatan periskop di antara dua turret senjata; sistem penglihatan ini memiliki perbesaran 1,5x, 5,25x, dan 12x, dengan turret juga menampung perangkat pengintai laser dan sistem pengontrol rudal TOW. Enam cantelan eksternal terletak di sepanjang bagian bawah helikopter, dengan dua di bawah setiap sayap dan dua di badan helikopter di bawah sponson. Dua cantelan sayap bagian dalam dapat membawa tiga buah rudal anti-tank BGM-71 TOW. Roket kaliber 2,75 inci (70 mm) dengan pod peluncur 7 roket atau 19 roket dapat dibawa dengan empat cantelan sayap. Kedua dudukan di sponson badan helikopter didedikasikan khusus untuk membawa tangki bahan bakar eksternal. Cantelan sayap juga dipasang untuk memungkinkan membawa tangki bahan bakar tambahan jika diperlukan. Cheyenne memiliki tiga tangki bahan bakar internal yang dapat menutup sendiri berukuran 300, 78, dan 60 galon.

PERSENJATAAN

Rudal Anti Tank BGM-71 TOW

BGM-71 TOW (“Tube-launched, Optically track, Wire-guided“) adalah rudal anti-tank asal Amerika. TOW menggantikan rudal yang jauh lebih kecil seperti SS.10 dan ENTAC, dengan menawarkan jangkauan efektif dua kali lipat, hulu ledak yang lebih kuat, dan sistem pembidik semi-automatic command to line of sight (SACLOS) yang jauh lebih baik dan juga dapat dilengkapi dengan kamera inframerah untuk penggunaan waktu malam hari. Rudal TOW versi dasar memiliki jangkauan 3.000 m, sementara sebagian besar varian memiliki jangkauan 3.750 m. Kecepatan maksimum dari rudal ini adalah 278–320 m/detik.

Rudal BGM-71 TOW. (Sumber: https://guns.fandom.com/)

Roket FFAR

Roket Udara Sirip Lipat Mk 4 (Folding-Fin Aerial Rocket/FFAR), juga dikenal sebagai “Mighty Mouse“, adalah roket tanpa pemandu yang digunakan oleh pesawat-pesawat militer Amerika Serikat. Diameternya 2,75 inci (70 mm). Dirancang sebagai senjata udara-ke-udara untuk pesawat pencegat untuk menembak jatuh pembom musuh, senjata ini terutama digunakan sebagai senjata udara-ke-permukaan. Jangkauan roket ini sekitar 7 km.

Roket Udara Sirip Lipat (Folding-Fin Aerial Rocket/FFAR). (Sumber: https://www.centaursinvietnam.org/)

Pelontar Granat M129

M129 adalah peluncur granat otomatis kaliber 40 mm yang digunakan sebagai senjata berbagai helikopter Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Peluncur granat ini dikembangkan dari tipe M75 sebelumnya dan mampu menggunakan granat berkecepatan tinggi kaliber 40×53 mm dan granat berkecepatan rendah kaliber 40×46 mm. M129 menampilkan pengurangan efek tolak balik (recoil) dan peningkatan pada dudukan serta memberikan peningkatan laju kecepatan tembakan hingga 400 rpm dibandingkan dengan 225 rpm pada M75, dengan kecepatan laras sebesar 850 kaki per detik (260 m/s). Jarak tembak efektif dari M129 adalah 2.045 yard (1.870 m). Pada Cheyenne M129 ditempatkan pada dudukan XM51, yang terpasang di turret hidung dengan satu peluncur granat M129 kaliber 40 mm berkapasitas 300 peluru.

Peluncur granat M129. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Kanon Otomatis XM140

XM140 30 mm adalah kanon otomatis helikopter Amerika yang dipasang secara eksternal dengan asupan sabuk peluru. Pengembangan XM140 dan XM552 dimulai pada tahun 1963 sebagai opsi untuk memenuhi kebutuhan senjata berpenetrasi tinggi untuk helikopter serang Cobra. Di helikopter Cheyenne XM140 terpasang pada dudukan XM52 yang terpasang pada turret perut, dilengkapi dengan 2.010 butir amunisi dan laju penembakan hingga 450 butir peluru per menit. Kanon ini menawarkan fleksibilitas tinggi dan akurat hingga jarak 1.000 m.

Kanon otomatis XM140 kaliber 30mm pada dudukan XM52 di AH-56A Cheyenne. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Senapan mesin Gatling XM196

XM196 adalah varian senapan mesin gatling M134 dengan tambahan sproket ejeksi, yang dikembangkan khusus untuk Subsistem Persenjataan XM53 pada helikopter Lockheed AH-56 Cheyenne. M134 Minigun sendiri adalah senapan mesin enam laras yang menembakkan peluru kaliber  7,62x51mm standar NATO dengan kecepatan tembak tinggi (2.000 hingga 6.000 peluru per menit) asal Amerika. Senapan mesin ini memiliki fitur laras putar gaya gatling dengan sumber daya eksternal, biasanya motor listrik. Namanya disebut “Mini”, karena dibandingkan dengan desain kaliber lebih besar yang, seperti M61 Vulcan kaliber 20 mm dari General Electric, M134 menggunakan amunisi senapan sebagai ganti dari peluru kanon otomatis. Minigun pada dasarnya adalah senapan mesin putar berlaras enam, berpendingin udara, dan digerakkan secara elektrik. Penggerak listrik memutar senjata di dalam rumahannya, dengan rakitan pin penembakan yang berputar dan kamar peluru yang berputar.

Subsistem Persenjataan XM53 pada helikopter AH-56A. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Desain multi-laras pada minigun selain membantu mencegah panas yang berlebih, juga memiliki fungsi lainnya. Beberapa laras memungkinkan kapasitas yang lebih besar untuk mendapatkan laju kecepatan menembak yang tinggi, karena proses penembakan, ekstraksi, dan pemuatan peluru berlangsung di semua laras secara bersamaan. Jadi, saat satu laras menembak, dua lainnya berada dalam tahap ekstraksi selongsong yang berbeda dan tiga lainnya sedang dimuati peluru. Minigun terdiri dari beberapa laras senapan dengan bolt tertutup yang disusun dalam dudukan melingkar. Laras diputar oleh sumber daya eksternal, biasanya listrik, pneumatik, atau hidrolik. Bobot Minigun adalah 85 lb (39 kg), dan 41 lb (19 kg) untuk tipe ringan. Panjangnya adalah 801,6 mm (31,56 inci), dengan panjang laras 558,8 mm (22,00 inci). Kecepatan menembaknya Variabel, antara 2.000–6.000 rpm, sementara kecepatan pelurunya 2.800 kaki/dtk (853 m/dtk). Jarak tembak maksimum dari Minigun adalah 3.280 kaki (1.000 m; 1.090 yd). Pada helikopter Cheyenne XM53 terpasang pada turret hidung.

SEJARAH PENGOPERASIAN

Pengujian penerbangan Cheyenne dimulai dengan penerbangan pertama AH-56 kedua (nomor s/n 66-8827) pada bulan September 1967. Selama tes penerbangan awal, masalah ketidakstabilan rotor ditemukan ketika helikopter terbang pada ketinggian rendah akibat ground effect. Ketika cakupan penerbangan diperluas, ketidakstabilan dan masalah kecil lainnya ditemukan dan segera diatasi. Lockheed dan Angkatan Darat lalu mengadakan demonstrasi “penerbangan pertama” selama 13 menit untuk umum di Bandara Van Nuys pada tanggal 12 Desember 1967. Pengamat dalam demonstrasi udara itu termasuk pejabat tinggi militer dan Pemerintah AS, perwakilan kontraktor utama, Lockheed-California Company, dan sekitar 800 sub-kontraktor yang membantu membangun pesawat rotocraftyang berteknologi maju ini. Selama penerbangan, Cheyenne mendemonstrasikan beberapa kemampuan baru yang dihasilkan oleh baling-baling pendorong; helikopter ini dapat memperlambat atau mempercepat tanpa perlu mengangkat hidungnya ke atas atau ke bawah, serta mampu mengarahkan hidungnya ke bawah atau ke atas saat melayang, tanpa menyebabkan helikopter berakselerasi ke depan atau ke belakang. Cheyenne mendemonstrasikan gerakan melayang diam dalam kecepatan crosswind 30 knot (35 mph; 56 km/jam), dan di akhir penerbangan mendarat dengan dua roda pendarat depan, “membungkuk” ke penonton dan kemudian dengan lembut mengatur pendaratan saat meluncur ke tempat parkir. Pada bulan Maret 1968, AH-56 telah mencapai kecepatan penerbangan 170 knot (200 mph; 310 km/jam) dalam penerbangan kedepan, 25 knot (29 mph; 46 km/jam) ke samping, dan 20 knot (23 mph; 37 km/jam) ke belakang. Proyek ini kemudian mengalami kemunduran pada tanggal 12 Maret 1969, ketika rotor yang tidak terkendali pada prototipe nomor 3 (nomor seri s/n 66-8828) menghantam ekor dan badan helikopter yang menyebabkan helikopter jatuh, dan menewaskan pilotnya, David A. Beil. Kecelakaan itu terjadi pada uji terbang di mana pilot memanipulasi kontrol untuk membangkitkan osilasi 0,5P (atau setengah P hop) di rotor; 0,5P adalah getaran yang terjadi satu kali setiap dua putaran rotor utama, dimana P adalah kecepatan putaran rotor. Investigasi kecelakaan mencatat bahwa mekanisme keselamatan pada kontrol tampaknya telah dinonaktifkan untuk penerbangan tersebut. Penyelidikan menyimpulkan bahwa osilasi yang disebabkan oleh pilot telah menghasilkan getaran resonansi yang melebihi kemampuan kompensasi sistem rotor. Setelah penyelidikan, rotor dan sistem kendali dimodifikasi untuk mencegah masalah yang sama terulang kembali.

AH-56 Cheyenne selama pengujian. Selama penerbangan, Cheyenne mendemonstrasikan beberapa kemampuan baru yang dihasilkan oleh baling-baling pendorong; helikopter ini dapat memperlambat atau mempercepat tanpa perlu mengangkat hidungnya ke atas atau ke bawah, serta mampu mengarahkan hidungnya ke bawah atau ke atas saat melayang, tanpa menyebabkan helikopter berakselerasi ke depan atau ke belakang.  (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Angkatan Darat mengeluarkan pemberitahuan untuk dilakukan perbaikan kepada Lockheed pada tanggal 10 April 1969, dengan menyebutkan 11 masalah teknis, dan kemajuan program yang tidak memuaskan. Masalah utamanya adalah masalah getaran setengah P hop, dan berat kotor helikopter yang melebihi persyaratan program. Sebagai tanggapan, Lockheed mengusulkan “peningkatan sistem kontrol penerbangan” (ICS) untuk mengurangi osilasi rotor, dan langkah-langkah untuk menghilangkan kelebihan berat dan mengatasi masalah kecil lainnya dalam produksi helikopter. Angkatan Darat merasa solusi Lockheed terhadap masalah yang ada akan menunda program dan meningkatkan biaya yang dikeluarkan. Mengutip ketidakmampuan Lockheed untuk memenuhi jadwal produksi, Angkatan Darat membatalkan kontrak produksi AH-56 pada tanggal 19 Mei 1969, namun tetap mempertahankan kontrak pengembangan dengan harapan masalah tersebut dapat diselesaikan. Setelah AH-56 dilarang terbang, pengujian dilanjutkan pada bulan Juli 1969. Pada saat itu Angkatan Darat telah membatalkan pesanan produksinya – sebelum waktunya, kata banyak pengamat. Program Cheyenne juga mengalami kenaikan biaya. Sementara itu, Angkatan Darat memperoleh hasil yang baik dengan helikopter yang kurang canggih dan ambisius, yakni AH-1G Huey Cobra, yang telah digunakan berperang di Vietnam Selatan sejak bulan Oktober 1967.

AH-56 Cheyenne diharapkan dapat digunakan menggantikan AH-1G Huey Cobra, yang telah digunakan berperang di Vietnam Selatan sejak bulan Oktober 1967. (Sumber: https://www.dembrudders.com/)

Pada bulan September 1969, prototipe Cheyenne nomor 10 (s/n 66-8835) menjalani pengujian terowongan angin di Pusat Penelitian Ames NASA, untuk meneliti masalah half-P hop dan drag. Para insinyur tidak menyadari bahwa dudukan tetap yang digunakan untuk mengamankan pesawat di terowongan angin tidak akan memungkinkan helikopter bergerak relatif terhadap rotor, seperti yang terjadi dalam penerbangan. Akibatnya, tidak terjadi redaman alami pada gerakan pitching rotor. Kurangnya umpan balik sensorik dari helikopter memperburuk situasi. Selama pengujian kecepatan tinggi untuk mereplikasi getaran setengah P hop, osilasi rotor dengan cepat meningkat di luar kendali dan menghantam tail boom, mengakibatkan helikopter hancur berantakan. Lockheed kemudian berupaya memodifikasi desain AH-56 untuk mengatasi getaran dan masalah lainnya. Sebagai tindakan pencegahan, Cheyenne nomor 9 (s/n 66-8834) dilengkapi dengan kursi lontar untuk pilot setelah kecelakaan di bulan Maret. Kursi lontar dengan penembakan ke bawah ditempatkan di kursi depan di kursi penembak. Prototipe ini akan digunakan untuk semua pengujian penerbangan perluasan yang tersisa. Prototipe nomor 9 juga menerima peningkatan transmisi dan drivetrain, serta kanopi belakang berengsel sebagai pengganti kanopi geser asli sekitar tahun 1970. Transmisi baru ini memungkinkan output mesin turboshaft T64-GE-16 ditingkatkan dari sebesar 3.435 menjadi 3.925 hp ( 2.561 hingga 2.927 kW), dimana sistem penggerak telah diperkuat untuk menangani tenaga yang lebih besar. Desain kanopi baru kemudian berhasil menghilangkan getaran pada kanopi. Pada prototipe kesembilan Cheyenne menggunakan mesin T64-GE-76, dengan output tenaga meningkat menjadi 3.010 kW (4.300 SHP). Dengan mesin T64, Cheyenne diharapkan mampu dengan mudah membawa beban tempur penuh dalam kondisi “hot & high“. Selama pengembangan, berdasarkan masukan dari pengalaman di Vietnam, Lockheed memperkenalkan filter debu/pasir untuk mesin; yang mana dalam kondisi berdebu, saluran masuk utama akan ditutup, dengan udara mengalir masuk dari filter di bawah rumahan mesin.

Prototipe nomor 7 AH-56 Cheyenne dipajang di Museum Penerbangan Angkatan Darat AS, Ft. Rucker, Alabama. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Prototipe Cheyenne nomor 6 (s/n 66-8831) mulai melakukan pengujian senjata di Yuma Proving Ground, Arizona, mendemonstrasikan kemampuan penembak dan pilot untuk menembak secara akurat sasaran terpisah di setiap sisi helikopter. Menjelang akhir tahun 1970, Angkatan Darat mendanai pekerjaan sistem pemandu rudal TOW dan sistem penglihatan malam. Prototipe nomor 6 dan nomor 9 juga diuji dan dievaluasi di Yuma Proving Ground dari tanggal 30 Januari hingga 23 Desember 1971, untuk menentukan apakah stabilitas dan sistem kendali helikopter sudah memadai. Kekurangan kemudian diidentifikasi dalam stabilitas arah lateral, gerakan tidak terperintah selama manuver, getaran tinggi, dan kontrol arah yang buruk selama terbang ke samping. Setelah pengujian di Yuma, prototipe nomor 9 menerima mesin T64-GE-716 yang telah ditingkatkan yang menghasilkan daya 4.275 shp (3.188 kW) dan versi produksi sistem ICS yang direncanakan. Dengan peningkatan ini, helikopter Cheyenne telah melampaui persyaratan kinerjanya. Namun, dalam kondisi tertentu, stabilitas dan pengendalian tidak sepenuhnya memuaskan pilot penguji. Lockheed telah mempelajari cara untuk mencegah umpan balik yang tidak stabil dari perangkat gyro. Solusinya adalah dengan memindahkan gyro dari atas kepala rotor ke bawah transmisi dengan sambungan fleksibel ke rotor. Kontrol pilot lalu dihubungkan ke servomotor hidrolik kemudian dihubungkan melalui pegas ke gyro. Sistem ini mencegah gaya getaran rotor ditransmisikan kembali ke kontrol penerbangan. Itu disebut “sistem kontrol mekanis tingkat lanjut” (AMCS) dan dipasang pada Cheyenne nomor 7 pada tahun 1972 untuk meningkatkan pengendalian dan stabilitas rotor.

Sebuah AH-56 melayang di atas helipad. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
AH-56 Cheyenne menembakkan roket. (Sumber: https://www.thedrive.com/)

Pada tahun 1971, perselisihan politik meningkat antara Angkatan Darat dan Angkatan Udara mengenai misi dukungan udara jarak dekat (CAS). Angkatan Udara menegaskan bahwa Cheyenne akan melanggar batasan misi CAS Angkatan Udara dalam mendukung Angkatan Darat, yang telah diamanatkan dalam Perjanjian Key West tahun 1948. Departemen Pertahanan (DOD) kemudian melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa program A-X Angkatan Udara, Harrier Korps Marinir, dan Cheyenne berbeda secara signifikan sehingga bukan merupakan sebuah duplikasi kemampuan. Pada tanggal 22 Oktober 1971, subkomite Angkatan Bersenjata Senat untuk Kekuatan Udara Taktis mengadakan dengar pendapat untuk mengevaluasi misi CAS dan program yang tertunda. Kesaksian yang paling merugikan terhadap program Angkatan Darat datang dari komandan Komando Udara Taktis Angkatan Udara, Jenderal William W. Momyer, yang mengutip statistik korban helikopter dalam Operasi Lam Son 719 di Laos baru-baru itu. Angkatan Darat lalu membentuk gugus tugas khusus di bawah Jenderal Marks pada bulan Januari 1972, untuk mengevaluasi kembali persyaratan helikopter serang. Tujuan dari gugus tugas Marks adalah untuk mengembangkan dokumen kebutuhan material yang “diperbarui dan dapat dipertahankan”. Gugus tugas tersebut melakukan evaluasi penerbangan AH-56, bersama dengan dua alternatif helikopter sebagai perbandingan, yakni: Bell 309 King Cobradan Sikorsky S-67 Blackhawk. Analisis terhadap ketiga helikopter tersebut menentukan bahwa helikopter buatan Bell dan Sikorsky tidak dapat memenuhi persyaratan Angkatan Darat. Angkatan Darat juga melakukan demonstrasi senjata untuk Komite Senat Angkatan Bersenjata pada awal tahun 1972, untuk memamerkan daya tembak Cheyenne dan menggalang dukungan untuk pengembangan helikopter serang. Rudal TOW pertama yang ditembakkan dalam demonstrasi tersebut gagal dan jatuh ke tanah. Rudal kedua ditembakkan dan mengenai sasaran. Sebelumnya, 130 rudal TOW telah ditembakkan tanpa kegagalan, namun kegagalan rudal pertama kini sialnya dikaitkan dengan persepsi terhadap Cheyenne secara keseluruhan. Pada bulan bulan April 1972, Senat menerbitkan laporannya tentang CAS. Laporan tersebut merekomendasikan pendanaan program pesawat A-X Angkatan Udara, yang akan menjadi A-10 Thunderbolt II dan pengadaan terbatas pesawat Harrier untuk Korps Marinir. Laporan tersebut tidak pernah menyebut nama Cheyenne dan hanya memberikan rekomendasi sederhana kepada Angkatan Darat untuk melanjutkan pengadaan helikopter serang, selama kemampuan bertahan mereka dapat ditingkatkan.

Korban helikopter dalam Operasi Lam Son 719 di Laos. (Sumber: https://alchetron.com/)

Program Cheyenne pada akhirnya dibatalkan oleh Sekretaris Angkatan Darat pada tanggal 9 Agustus 1972. Ukuran helikopter yang besar dan kemampuan malam/segala cuaca yang tidak memadai menjadi alasan pembatalan tersebut oleh Angkatan Darat. Sistem senjata analog dan mekanis Cheyennemenjadi cepat ketinggalan zaman seiring dengan mulai dikembangkannya sistem digital baru yang lebih akurat, lebih cepat, lebih ringan, dan memiliki kemampuan malam dan segala cuaca yang lebih baik pada saat Angkatan Darat membatalkan program AH-56. Cheyenne juga dianggap tidak memiliki sistem tempur yang memadai, seperti TV dengan cahaya rendah atau pencitraan inframerah, yang memungkinkannya bertempur di malam hari. Hal ini berarti memerlukan lebih banyak perancangan ulang program pembangunan Cheyenne yang sudah terbukti bermasalah. Biaya unit Cheyenne juga telah meningkat dan kemungkinan akan meningkat lebih lanjut jika avionik baru digunakan. Awalnya, diperkirakan bahwa setiap unit Cheyenne hanya akan membebani pembayar pajak sebesar $500.000. Jumlah ini kemudian membengkak menjadi $5.000.000 per unit yang diproyeksikan pada akhir proyek. Pada tanggal 17 Agustus 1972, Angkatan Darat memulai program Advanced Attack Helicopter (AAH). AAH diadakan untuk mencari helikopter serang berdasarkan pengalaman tempur di Vietnam, dengan kecepatan tertinggi lebih rendah yaitu 145 kn (167 mph; 269 km/jam) dan mesin ganda untuk meningkatkan kemampuan bertahan. Lockheed menawarkan CL-1700, versi modifikasi dari Cheyennedengan dua mesin dan menghilangkan baling-baling pendorong, namun tidak berhasil. Program AAH kemudian akan menghasilkan helikopter tempur AH-64 Apache, yang mulai beroperasi pada pertengahan tahun 1980an. Setelah pembatalan tersebut, Angkatan Darat melakukan evaluasi terhadap Cheyenne ketujuh yang dilengkapi dengan sistem kendali penerbangan AMCS. Pengujian menunjukkan AMCS menghilangkan sebagian besar masalah kontrol yang tersisa, meningkatkan stabilitas, meningkatkan penanganan, dan mengurangi beban kerja pilot. Dengan AMCS, Cheyennemampu mencapai kecepatan 215 kn (247 mph; 398 km/jam) dalam penerbangan datar dan dalam menukik mencapai kecepatan 245 kn (282 mph; 454 km/jam); selain menunjukkan peningkatan kemampuan manuver pada kecepatan tinggi. Prototipe nomor 7 adalah Cheyenne terakhir yang diterbangkan. Lockheed mengandalkan Cheyenne untuk memantapkan dirinya di pasar helikopter dengan teknologi rotor kaku, namun proyek ambisius tersebut tidak berhasil. Perusahaan tersebut lalu tidak melanjutkan pengembangan helikopter lain. Lockheed sempat mengusulkan Cheyenne versi sipil sebagai CL-1026. Ini akan menjadi helikopter dengan 30 tempat duduk, tetapi desainnya tidak pernah berhasil.

AH-56 Cheyenne dengan persenjataan lengkap. (Sumber: https://www.airvectors.net/)
AH-56 Cheyenne dengan berbagai amunisi yang bisa dibawanya. (Sumber: https://1000aircraftphotos.com/)

Sementara itu, menilik kembali perjalanan pengembangannya, seandainya kesulitan teknisnya dapat diatasi dan secara politik tidak diintervensi, Cheyenne akan menjadi sistem senjata yang tangguh. Dalam beberapa hal, helikopter ini lebih canggih daripada AH-64D Longbow Apache yang ada saat ini, yang menawarkan beberapa kemampuan yang dimiliki Cheyenne tetapi tidak seefektif pendahulunya saat dipakai di ketinggian. Banyak fitur yang ditemukan di Cheyenne nantinya akan muncul di pesawat lain. Sementara itu, pada saat Hughes AH-64 Apache mulai beroperasi pada tahun 1986, sistem tampilan penargetan yang dipasang di helm sudah menjadi standar, meskipun dengan kemampuan yang jauh lebih besar daripada yang dimiliki oleh sistem di CheyenneApache juga mengintegrasikan sistem sensor digital dan teknologi kokpit yang masih terlalu dini untuk diterapkan pada AH-56. Sedangkan untuk kursi penembak yang bisa berputar dan sistem penglihatan, Apache hanya memasang sistem sensornya sendiri yang dapat berputar, begitu juga dengan turret kanon, dan memproyeksikan rekaman video di depan mata pilot dan di layar kokpit adalah pilihan yang jauh lebih menarik yang sebagian besar dimungkinkan oleh kemajuan teknologi pada tahun 1970an. Cheyenne“adalah helikopter yang luar biasa,” kata Richard Berch, yang mengemudikan AH-56A di Yuma Proving Ground di Arizona. “Ini akan mengubah paradigma penerbangan militer, sementara versi yang membawa penumpang akan mengubah konsep penerbangan komersial jarak pendek.” Sementara itu menurut Bob Mitchell, kurator Museum Penerbangan Angkatan Darat AS, Cheyenne adalah helikopter gunship yang luar biasa. “Salah satu faktor kunci dalam operasi-operasi helikopter gunship – tentu saja ketika melakukan tembakan sambil menukik – adalah kecepatan Anda meningkat secara eksponensial, sehingga Anda hanya punya waktu beberapa detik untuk bergerak, menyerang, lalu mulai berbalik,” katanya. “Di Cheyenne, pilot dapat melakukan manuver menukik, kemudian membalikkan dorongan pada baling-baling pendorong untuk memperlambat helikopter secara signifikan, yang memungkinkan dia untuk fokus pada target, menembak dan kemudian mulai berbalik. Oleh karena itu, Cheyenne adalah helikopter gunship yang bagus. ” Kini, konfigurasi compound helicopter berkecepatan tinggi di Cheyenne telah terlahir kembali, setidaknya sampai tingkat tertentu, dalam bentuk Sikorsky S-97 Raider, yang variannya bisa menjadi helikopter pengintai Angkatan Darat berikutnya. Varian lain dari teknologi Sikorsky X-2, yaitu SB-1 Defiant, yang digunakan untuk memenuhi sebagian besar program Future Vertical Lift Angkatan Darat, juga memiliki beberapa kesamaan umum dengan AH-56. Bahkan Boeing baru-baru ini ingin melakukan upgrade besar-besaran pada Apache mereka dengan menambahkan baling-baling pendorong dan sayap pendek, yang akan memberikan konfigurasi yang sangat mirip dengan milik Cheyenne. Dengan semuanya ini, mungkin masalah terbesar program Cheyenne adalah bahwa ia terlalu ambisius.

Dua Cheyenne tersisa di Museum Penerbangan Angkatan Darat. (Sumber: https://www.thedrive.com/)
Ilustrasi AH-56 Cheyenne memberikan dukungan udara pada pasukan darat. Seandainya kesulitan teknisnya dapat diatasi dan secara politik tidak diintervensi, Cheyenne akan menjadi sistem senjata yang tangguh. Dalam beberapa hal, helikopter ini lebih canggih daripada AH-64D Longbow Apache yang ada saat ini. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
AH-64D Longbow Apache yang menjadi andalan Angkatan Darat Amerika kini. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

SPESIFIKASI

Performa

Persenjataan

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Lockheed_AH-56_Cheyenne

X-Gunships: Cheyenne, Blackhawk, & Comanche v1.0.4 by greg goebel / 01 jun 22

https://www.airvectors.net/avxgun.html

The Cheyenne Attack Helicopter Had A Crazy Rotating Gunner’s Seat Right Out Of Star Wars by Brett Tingley And Tyler Rogoway

https://www.thedrive.com/the-war-zone/40014/the-cheyenne-attack-helicopter-had-a-crazy-rotating-gunners-seat-right-out-of-star-wars

The Lockheed AH-56A Cheyenne was more advanced than today’s AH-64 Apache, but it never went in production. Here’s why by Dario Leone

https://theaviationgeekclub.com/the-lockheed-ah-56a-cheyenne-was-more-advanced-than-todays-ah-64-apache-but-it-never-went-in-production-heres-why/amp/

Lockheed AH-56 Cheyenne Two-Seat Dedicated Attack Helicopter Prototype [ 1967 ]

https://www.militaryfactory.com/aircraft/detail.php?aircraft_id=258

AH-56 Cheyenne still an aircraft ‘way ahead of its time’ By Nathan Pfau, Army Flier Staff WriterMay 31, 2018

https://www.army.mil/article/206181/ah_56_cheyenne_still_an_aircraft_way_ahead_of_its_time

Lockheed AH-56 “Cheyenne” 1966

http://www.aviastar.org/helicopters_eng/lok_cheyenne.php

AH-56A Cheyenne – Program History

https://www.globalsecurity.org/military/systems/aircraft/ah-56-program.htm

https://en.m.wikipedia.org/wiki/M129_grenade_launcher

https://en.m.wikipedia.org/wiki/U.S._helicopter_armament_subsystems#AH-56_Cheyenne

XM140 (30 mm)

https://wiki.warthunder.com/XM140_(30_mm)

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Folding-Fin_Aerial_Rocket

https://en.m.wikipedia.org/wiki/BGM-71_TOW

Exit mobile version