Sejarah Militer

Aksi Pasukan Khusus Baret Hijau Membungkam Radio Nasional Panama Dalam Operasi Just Cause, 1989

Pada dini hari tanggal 20 Desember 1989, Angkatan Darat Amerika Serikat mempelopori serangan yang direncanakan dengan hati-hati dan dilaksanakan dengan baik dalam menaklukkan Pasukan Pertahanan Panama (PDF) yang setia pada diktator Manuel Noriega. Tujuan operasi ini adalah untuk memulihkan pemerintahan Guillermo Endara yang terpilih secara demokratis dan menangkap Noriega atas tuduhan perdagangan narkoba. Pada saat itu, Operasi Just Cause adalah operasi tempur terbesar dan paling kompleks sejak berakhirnya Perang Vietnam, 14 tahun sebelumnya. Hampir 26.000 pasukan tempur dikerahkan dalam operasi ini, dengan hanya kurang dari setengahnya berasal dari pangkalan-pangkalan di Amerika Serikat. Dalam operasi ini, dua lusin target diserang di seluruh Panama, yang melibatkan spektrum operasi taktis yang luas, termasuk Operasi Militer di Medan Perkotaan (Military Operations on Urbanized Terrain/MOUT), Serbu Udara, Lintas Udara, dan operasi Pasukan Khusus. Perencanaan yang matang dilakukan baik dari segi operasional maupun lewat perhitungan implikasi politik dari pencopotan paksa Noriega dari kekuasaannya. Dengan mengandalkan unit-unit kecil yang terlatih, Angkatan Darat AS berhasil menyelesaikan misinya; dan secara tegas menetralkan pasukan Noriega, serta memulihkan pemerintahan terpilih yang demokratis, sambil melindungi keselamatan warga negara Amerika, dan meminimalkan korban diantara masyarakat sipil Panama.

Operasi Just Cause di Panama tahun 1989 untuk mendongkel diktator Panama Manuel Noriega, menjadi operasi operasi tempur terbesar dan paling kompleks sejak berakhirnya Perang Vietnam bagi Amerika. (Sumber: https://www.bbc.com/)

JUST CAUSE UNTUK DONGKEL NORIEGA

Ketika Jenderal Manuel Noriega berkuasa pada tahun 1981, pemerintahannya pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kediktatoran militer yang telah didirikan oleh Omar Torrijos sejak tahun 1968. Noriega telah naik pangkat secara militer selama pemerintahan Torrijos, dan akhirnya menjadi kepala intelijen Panama. Ketika Torrijos meninggal secara misterius dalam kecelakaan pesawat pada tahun 1981, tidak ada protokol yang ditetapkan mengenai transfer kekuasaan di Panama. Setelah perebutan kekuasaan antara para pemimpin militer, Noriega menjadi kepala Garda Nasional dan penguasa de facto Panama. Noriega sebenarnya tidak pernah terikat dengan ideologi politik tertentu; dia termotivasi terutama oleh rasa nasionalisme dan keinginan untuk mempertahankan kekuasaan. Untuk menampilkan rezimnya sebagai pemerintaan yang tidak otoriter, Noriega kemudian mengadakan pemilihan umum secara demokratis, tetapi diawasi oleh militer. Pemilihan yang dilaksanakan pada tahun 1984 kemudian didapati adanya kecurangan, dengan Noriega langsung memerintahkan Pasukan Pertahanan Panama (Panamanian Defense Forces/PDF) untuk membatalkan hasilnya, sehingga dia bisa mengangkat presiden boneka. Penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia kemudian meningkat setelah Noriega menjabat. Salah satu peristiwa yang menentukan pada masa pemerintahannya adalah pembunuhan brutal terhadap Dr. Hugo Spadafora, seorang kritikus vokal rezim, pada tahun 1985. Setelah Noriega terlibat dalam kematian Spadafora, kemarahan publik terhadap rezim meningkat dan pemerintahan Presiden Reagan dari Amerika mulai melihat diktator itu lebih sebagai beban daripada menjadi sekutu.

Dalam foto tanggal 8 November 1989 ini, pemimpin militer Panama Jenderal Manuel Noriega berbicara kepada wartawan di Panama City. Diktator Panama itu adalah bekas informan CIA dan sekutu Amerika yang penting di Amerika latin. (Sumber: https://www.npr.org/)
Dr. Hugo Spadafora, mantan Wakil Menteri Kesehatan Panama yang menjadi kritikus dari kediktatoran Noriega. Spadafora dibunuh secara brutal pada tahun 1985. (Sumber: https://www.thoughtco.com/)

Noriega awalnya memang direkrut sebagai informan oleh CIA ketika ia masih menjadi mahasiswa di Lima, Peru, lewat sebuah pengaturan yang berlangsung selama bertahun-tahun. Meskipun ia memiliki reputasi sebagai preman dan predator seksual yang kejam, ia dianggap berguna bagi intelijen AS dan diketahui menghadiri pelatihan intelijen militer baik di AS maupun di School of the Americas yang didanai AS, yang dikenal sebagai “sekolah untuk para diktator,” di Panama. Pada tahun 1981, Noriega dikabarkan menerima $200,000 per tahun untuk kolaborasi intelijennya dengan CIA. Seperti yang telah dilakukan dengan Torrijos, AS menoleransi pemerintahan otoriter seperti Noriega, karena para diktator ini menjamin stabilitas Panama, bahkan meski hal itu berarti adanya represi yang meluas dan pelanggaran hak asasi manusia. Lebih lanjut, Panama adalah sekutu strategis dalam perang AS untuk melawan penyebaran komunisme di Amerika Latin selama Perang Dingin. A.S. juga memalingkan diri sehubungan dengan aktivitas kriminal Noriega, yang meliputi penyelundupan narkoba, penggunaan senjata api, dan pencucian uang, karena dia dianggap memberikan bantuan untuk kampanye rahasia gerilyawan Contra dalam melawan rezim sosialis Sandinista di negara tetangganya Nikaragua.

Gerilyawan Contra dukungan Amerika yang melawan rezim sosialis Sandinista di Nikaragua. Noriega membantu Amerika dalam menyokong Contra. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Selain menjadi kaki tangan CIA, Noriega juga terlibat dalam bisnis penyelundupan narkoba di kawasan Amerika tengah. (Sumber: https://slideplayer.com/)

Sementara itu, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan AS akhirnya berbalik melawan Noriega. Pertama, krisis Herrera: Noriega sebenarnya dijadwalkan untuk mengundurkan diri pada tahun 1987 sebagai kepala PDF dan mengangkat Roberto Diáz Herrera, dalam perjanjian yang dia buat dengan perwira militer lainnya pada tahun 1981, setelah kematian Torrijos. Meskipun demikian, pada bulan Juni 1987, Noriega menolak untuk mundur dan memaksa Herrera keluar dari lingkaran dalamnya, dan menyatakan bahwa dia akan tetap menjabat sebagai kepala PDF selama lima tahun ke depan. Herrera kemudian mengadakan konferensi pers, menuduh Noriega terlibat dalam kematian Torrijos dan pembunuhan Hugo Spadafora. Hal ini lalu menyebabkan protes jalanan besar-besaran terhadap rezim, dan Noriega kemudian menerjunkan unit anti huru hara khusus yang disebut “Doberman” untuk menaklukkan para demonstran, serta memberlakukan keadaan darurat. AS lalu mulai meneliti aktivitas perdagangan narkoba Noriega secara lebih terbuka sebagai akibat dari peristiwa ini. Sementara AS telah mengetahui tentang kegiatan ini selama bertahun-tahun—dan Noriega bahkan telah menjalin hubungan dekat dengan para pejabat di DEA—pemerintahan Reagan telah menutup mata karena Noriega adalah sekutu dalam agenda Perang Dinginnya. Meskipun demikian, setelah tindakan represif Noriega, para kritikusnya mempublikasikan kegiatan perdagangan narkobanya dan AS tidak dapat lagi mengabaikannya. Pada bulan Juni 1987, Senat mengusulkan resolusi yang mendukung pemulihan demokrasi di Panama dan melarang impor gula Panama sampai kebebasan pers dipulihkan. Noriega menolak tuntutan AS, baik yang datang dari Senat maupun komunikasi saluran belakang dari pemerintahan Reagan. Pada akhir tahun 1987, seorang pejabat departemen pertahanan dikirim ke Panama untuk mendesak agar Noriega mundur. Pada Februari 1988, dua juri agung federal mendakwa Noriega atas tuduhan penyelundupan narkoba dan pencucian uang, termasuk menerima suap sebesar $4,6 juta dari kartel Kolombia Medellín dan mengizinkan penyelundup menggunakan Panama sebagai stasiun perjalanan bagi kokain yang menuju ke AS. Pada bulan Maret, AS telah menangguhkan semua bantuan militer dan ekonomi ke Panama.

Noriega bersama para pendukungnya di depan poster anti Amerika. Pada Februari 1988, dua juri agung federal mendakwa Noriega atas tuduhan penyelundupan narkoba dan pencucian uang, termasuk menerima suap sebesar $4,6 juta dari kartel Kolombia Medellín dan mengizinkan penyelundup menggunakan Panama sebagai stasiun perjalanan bagi kokain yang menuju ke AS. (Sumber: https://www.thoughtco.com/)
Mural besar di pemukiman Panama yang menampilkan pesan anti-Amerika dan mempromosikan nasionalisme Panama. Pada tanggal 15 Desember, Majelis Nasional Panama mengumumkan bahwa mereka menyatakan perang dengan AS dan hari berikutnya PDF menembaki sebuah mobil di sebuah pos pemeriksaan yang membawa empat perwira militer AS. (Sumber: https://www.thoughtco.com/)
Amerika melancarkan Operasi Just Cause pada tanggal 20 Desember 1989. (Sumber: https://www.bbc.com/)

Masalah yang terakhir yang menentukan adalah pemilihan presiden Panama tahun 1989. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Noriega telah mencurangi pemilihan tahun 1984, jadi Bush kemudian mengirim delegasi AS, termasuk mantan presiden Gerald Ford dan Jimmy Carter, untuk memantau pemilihan di bulan Mei. Ketika menjadi jelas bahwa calon presiden pilihan Noriega tidak akan memenangkan pemilihan, dia mengintervensi dan menghentikan penghitungan suara. Terdapat protes yang meluas dengan keterlibatan staf kedutaan AS, tetapi Noriega menindasnya dengan keras. Pada bulan Mei, Presiden Bush secara terbuka menyatakan bahwa mereka tidak akan mengakui rezim Noriega. Dengan tekanan yang meningkat pada Noriega, tidak hanya dari AS tetapi dari negara-negara di seluruh kawasan dan Eropa, beberapa anggota lingkaran dalamnya mulai menyerangnya. Seseorang melancarkan upaya kudeta pada bulan Oktober, dan meskipun dia meminta dukungan dari pasukan AS yang ditempatkan di Zona Terusan, tidak ada bantuan yang datang, dan dia disiksa dan dibunuh oleh anak buah Noriega. Setelah peristiwa ini terdapat peningkatan permusuhan yang nyata antara pasukan Panama dan AS yang jatuh, yang mana keduanya kerap mengadakan latihan militer. Kemudian, pada tanggal 15 Desember, Majelis Nasional Panama mengumumkan bahwa mereka menyatakan perang dengan AS dan hari berikutnya PDF menembaki sebuah mobil di sebuah pos pemeriksaan yang membawa empat perwira militer AS. Pada tanggal 17 Desember, Bush bertemu dengan para penasihatnya, termasuk Jenderal Colin Powell, yang menyarankan agar Noriega disingkirkan secara paksa. Pertemuan tersebut menetapkan lima tujuan utama untuk invasi, yakni: mengamankan keselamatan 30.000 orang Amerika yang tinggal di Panama, melindungi integritas terusan Panama, membantu pihak oposisi dalam membangun demokrasi, menetralisir PDF, dan membawa Noriega ke pengadilan. Intervensi, yang akhirnya dinamai “Operasi Just Cause,” ini dijadwalkan akan dimulai pada dini hari tanggal 20 Desember 1989, dan akan menjadi operasi militer terbesar AS sejak Perang Vietnam.

RADIO NACIONAL DE PANAMA

Jam-jam awal Operasi “Just Cause” pada tanggal 20 Desember 1989 merupakan kekecewaan besar bagi Kompi C, Batalyon ke-3, Grup Pasukan Khusus ke-7 (3/7 SFG). Bertempat di Panama, kompi tersebut telah merencanakan dan melatih misi Aksi Langsung (Direct Action/DA) selama berbulan-bulan untuk mendukung aksi tempur Amerika Serikat yang direncanakan untuk menggulingkan kediktatoran Jenderal Manuel Noriega. Misi dengan prioritas tinggi, yang termasuk melindungi Target Bernilai Tinggi (High Value Target/HVT) kawan, seperti “pemenang sebenarnya dari pemilihan presiden Panama di bulan Mei 1989,” telah dibatalkan, atau dialihtugaskan ke unit lainnya sebelum Operasi “Just Cause” dimulai. Kekecewaan ini kemudian memudar sekitar jam 1530, ketika Sersan Staf (SSG) Deams B. Smith (yang fasih berbahasa Spanyol), seorang Sersan Persenjataan SF (Special Force, yang biasa dikenal sebagai “Baret Hijau”) yang “sangat frustrasi”, menyalakan radio transistornya. Dia mendengar juru bicara pemerintah Panama mendesak penduduk setempat untuk “melawan penyerbu Yankee (sebutan orang-orang Amerika), dengan mengambil pisau dapur dan (kemudian) bertempur.” Smith menyadari bahwa siaran Radio Nacional (Radio Pemerintah Panama) ini harus dihentikan. Benar juga, Kompi C Pasukan Khusus Amerika kemudian menerima misi itu. Misi ini kemudian dijalankan dengan mengedepankan unsur kejutan, kecepatan, dan kekuatan yang agresif. Artikel berikut ini akan menjelaskan bagaimana Kompi C, 3/7 SFG menghentikan siaran Radio Nacional. Misi tempur itu lalu akan “memvalidasi kekuatan” dari pasukan invasi Amerika pada hari-H Operasi “Just Cause”.

SFC Richard C. Lamb, ODA 795, dari Kompi C, 3-7th SFG, menyiapkan tali dari helikopter UH-1 Huey di Panama selama pelatihan sebelum Operasi Just Cause. SFC Christopher R. Zets memberikan bantuan dari dalam. Jam-jam awal Operasi membuat frustasi para personel pasukan khusus Amerika, karena banyak misi mereka yang dibatalkan. (Sumber: https://arsof-history.org/)

Pada tahun 1989, Batalyon ke-3, Grup SF ke-7 (SFG) terdiri dari tiga kompi. Kompi C ditugaskan untuk kegiatan dan misi yang sensitif. Mereka telah membentuk Tim Operasi Khusus (Special Operations Teams/SOT) dan Tim Survei Regional (Regional Survey Teams/RST). Seperti kompi SF pada umumnya, ia memiliki Markas Besar dan enam Detasemen Operasional-Alpha (Operational Detachments-Alpha/ODA) SF. Mayor (MAJ) David E. McCracken, sang komandan, pernah bertugas di kompi tersebut sebagai SOT Assault Team Leader, berpangkat kapten (CPT). Itu adalah tahun yang sibuk bagi Kompi C dengan adanya latihan di Kolombia, Venezuela, Peru, Ekuador, Uruguay, Honduras, Kosta Rika, dan El Salvador, serta latihan untuk perebutan target tempur di Panama. Sebagian besar latihan adalah ‘profil misi penuh’, dengan menggunakan pesawat sayap putar (Rotary Wing/RW/Helikopter) untuk menyerang target, dan mendarat cepat dengan menggunakan tali ke gedung atau ke hutan lebat. Targetnya harus dijelaskan dari atas ke bawah, dan sering kali melibatkan penangkapan atau penghancuran peralatan atau personel. Kemudian mereka diekstraksi dengan helikopter. Ketepatan waktu di sasaran (time on target/TOT) dan komunikasi yang konstan selama latihan sangatlah penting. Pelatihan itu menantang dan berbahaya. Dua tentara diketahui terluka, satu diantaranya serius, selama latihan di tahun 1989. Namun, latihan itu membuahkan hasil. Kompi C dan Detasemen Penerbangan Operasi Khusus (Special Operations Aviation Detachment/SOAD) ke-617, dengan helikopter-helikopter MH-60A Black Hawk-nya yang berbasis di Pangkalan Angkatan Udara Howard (AFB), telah mengembangkan hubungan yang erat. Mereka berlatih melaksanakan misi pada “berbagai target sekaligus” di malam hari dengan waktu perencanaan misi dan SOP yang semakin diperketat. Misalnya, semua orang tahu bahwa tali yang digunakan untuk meluncur kebawah dengan cepat akan ‘dipotong’ oleh para awak pesawat setelah pasukan darat dimasukkan, menurut McCracken. Sebuah tim perencana penerbangan dari SOAD ke-617 kemudian ditempatkan di kantor pusat kompi untuk operasi-operasi yang membutuhkan Pangkalan Penggelaran di  Garis Depan (Forward Staging Base/FSB). Elemen udara dan darat dari Unit Operasi khusus kini telah dipersiapkan dengan baik. 

PERSIAPAN OPERASI MENDADAK

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, SSG Smith, Sersan Persenjataan SF ODA 793, tahu bahwa siaran Radio Nacional pro-Noriega lima belas jam setelah invasi ke Panama harus segera dihentikan operasinya. Sersan Kelas Satu (SFC) Thomas W. Sheridan, seorang Sersan Medis RST, kemudian mengambil buku telepon Kota Panama untuk mendapatkan alamat kantor Radio Nacional, ketika komandan operasi khusus di Hangar 450 di Stasiun Udara Albrook datang dengan sebuah konsep operasi. Kolonel (COL) Robert C. Jacobelly, Komandan Komando Operasi Khusus-Selatan (SOCSOUTH) dan Satuan Tugas (TF) BLACK, stafnya, dan markas besar SFG ke-3/7 lalu ditempatkan bersama dengan Kompi C di Hangar 450. Pukul 1600, COL Jacobelly mengarahkan operasi terhadap Radio Nacional di gedung Contraloria General untuk ‘menghentikan siaran’ yang berlangsung. Data intelijen yang dimiliki sangatlah terbatas saat itu. SFC Richard C. Lamb, Sersan Persenjataan dari ODA 795, mengingat bahwa “kami tidak memiliki banyak informasi yang kami dapatkan… Contraloria adalah sebuah gedung perkantoran di pusat kota (Panama City) dan tidak muncul dalam daftar target yang telah kami siapkan.” Diperkirakan mungkin ada enam sampai tujuh personel ‘Dignity Battalion‘ yang dipersenjatai dengan senapan serbu AK-47 di lokasi tersebut. Fakta bahwa Noriega masih ‘bebas’ meningkatkan kemungkinan bahwa dia mungkin juga berada di gedung ‘dua belas lantai’ yang dilindungi oleh pasukan keamanan itu. MAJ McCracken kemudian memilih Kapten (CPT) Robert G. Louis, ODA 793, untuk memimpin elemen penyerangan, yang terdiri dari sembilan belas orang, dan terbagi dalam lima tim. CPT Douglas E. Walker, dari ODA 794 akan memimpin tim penyerangan beranggotakan empat orang, sementara CPT Stephen T. Boston, Pejabat Eksekutif (XO) dari ODB 790, memiliki elemen pengaman sebanyak sebelas orang. Untuk tugas komando dan kontrol ada pos komando penyerangan (CP) beranggotakan tiga orang bersama dengan MAJ McCracken. Misinya, menurut Louis, adalah untuk “Mendapatkan akses ke gedung Radio Nacional, bergerak ke lantai tujuh, menghentikan disiarkan, (dan) menahan Noriega.” Semua ODA dari Kompi C (791, 792, 794, 795, dan 796) menyumbangkan personel pada satuan penyerbu yang terdiri dari tiga puluh tiga personel. 

Gedung Radio Nacional Panama. Pada jam-jam awal operasi Just Cause, radio ini menyiarkan pesan-pesan pro Noriega, sehingga keberadaannya harus dibungkam oleh pasukan Amerika. (Sumber: https://www.panamaamerica.com.pa/)
Seorang anggota “Dignity Battalion“, salah satu pasukan paramiliter yang setia pada Jenderal Manuel Noriega, berlatih dengan senapan karabin. Personel semacam ini diperkirakan menjaga gedung Radio Nacional. (Sumber: https://www.gettyimages.com/)

Kegiatan inspeksi peralatan, diskusi pelaksanaan misi, dan tinjauan misi dilakukan di hanggar Albrook. Dari buku telepon diperoleh informasi bahwa Radio Nacional de Panama berada di lantai tujuh, gedung Contraloria General di Balboa Avenue, lingkungan Bella Vista, dan menghadap ke Teluk Panama. Pada jam 1700, RST mengambil foto target selama penerbangan pengintaian. “Pada titik ini … semuanya sudah dihafal”, demikian menurut CPT Louis. Para pemimpin membiasakan diri mereka dengan titik-titik penting pada peta kota, meninjau tanggung jawab masing-masing, memeriksa ulang muatan pesawat dan rute penerbangan dengan para perencana dari SOAD ke-617, dan mendengarkan ‘briefing ulang’ dari tim. Chief Warrant Officer 2 (CW2) Benny L. Wyrick, anggota elemen penyerang dari ODA 792, merasa “fokusnya adalah memastikan semua orang memahami bagian mereka.” Masing-masing prajurit lalu memeriksa senjata, amunisi, frekuensi radio dan tanda panggilan yang dikonfirmasi, kacamata penglihatan malam, dan perangkat peledak yang disiapkan. Peledak yang berbeda diperlukan untuk menghancurkan kunci pintu, engsel pintu, antena, dan komponen radio. Pita putih lalu ditempatkan di lantai hanggar dengan digambar sebagai atap gedung dan kantor. Latihan singkat kemudian dimulai. Sementara itu, senjata-senjata juga telah diuji coba beberapa hari sebelumnya. Kembali dari pengintaian udara mereka, laporan RST lalu menyediakan cetakan foto hitam putih pada target. CPT Louis mengingat bahwa “awak pesawat memberikan saran tentang…proses penyisipan dan mengarahkan kami…serta menjelaskan pendekatan mereka terhadap target.” 

Catatan tulisan tangan dari buku telepon Kota Panama dari alamat Radio Nacional de Panama, 20 Desember 1989. Kantor radio ini terdaftar di lantai tujuh gedung Contraloria General. (Sumber: https://arsof-history.org/)
Kompi C/3-7th SFG beroperasi dari Pangkalan Angkatan Udara Albrook di Panama selama Operasi Just Cause. Dari sini helikopter hanya perlu terbang sebentar ke gedung Contraloria General di Panama City. (Sumber: https://arsof-history.org/)

Peralatan masing-masing individu yang dilibatkan dalam operasi ini, terdiri dari: Seragam ‘Sterile’ (Tanpa pita nama atau tanda pengenal satuan) bercorak tropis, Rip stop, Woodland, Battle Dress Uniform (BDU), Jungle Boots, dan Patrol Cap. Senjata yang digunakan adalah jenis CAR-15 Colt Commando carbine dengan Peluncur Granat M203 kaliber 40mm, dan pistol M9. Tiap prajurit masing-masing membawa amunisi, yang terdiri dari dua belas magasin (masing berkapasitas tiga puluh peluru berkaliber 5,56 mm, satu magasin berisi dua puluh amunisi tracer kaliber 5,56 mm), tiga magasin pistol (masing-masing berisi dua belas peluru kaliber 9mm), sepuluh peluru high explosive, delapan ‘buckshot‘, empat peluru mixed parachute dan star cluster kaliber 40mm, dan enam granat kejut ‘Flash-Bang’ buatan sendiri. Peralatan-peralatan ini dibawa dengan Standar Load Carrying Equipment (LCE), yang terdiri dari Pistol Belt, Shoulder Straps / Harness, empat kantong amunisi, dua kantin (tempat air) berukuran satu liter berisi air minum, ‘butt pack’ dengan perlengkapan Escape and Evasion, First Aid Kit, Kompas, Lampu Strobo pada penutup Kantin, Bayonet M-7 dengan sarung bayonet M-8, rompi peluru granat kaliber 40mm, dan sarung pistol. Perangkat komunikasi yang digunakan adalah Motorola Secure Radio MX-300 dengan headset dan mikrofon gaya “boom“, sedangkan kacamata Penglihatan Malam yang dipakai dari tipe AN/PVS-5. Peralatan lain-lain, yang terdiri dari kacamata standar, untuk melindungi dari matahari/angin/debu, Sarung Tangan NOMEX, bantalan lutut dan siku, flex’ cuffs, chem’, lampu dari berbagai warna, peta, notepad, pensil, rompi armor depan dan belakang. Para personel tidak menggunakan helm. Perkiraan bobot total dari semua perlengkapan ini adalah sekitar 70 pon (32 kg). 

SSG Earl G. Meyer, kiri, dan SSG Deams B. Smith, kanan, dari ODA 793, Kompi C, SFG ke-3-7, sebelum keberangkatan ke misi Radio Nacional. Senjata utama Meyer adalah senapan serbu Colt Commando CAR-15 sementara Smith menggunakan pistol mitraliur MP5 dengan peredam suara. Di dinding adalah peta Panama yang digunakan dalam perencanaan misi. (Sumber: https://arsof-history.org/)

Setelah semua siap, COL Jacobelly kemudian menyetujui misi DA seperti yang telah dijelaskan. Para komandan tahu rencana itu melibatkan penerjunan cepat ke gedung tinggi setinggi dua ratus kaki (60 meter), dalam cahaya redup, dengan angin laut, dan pergerakan pesawat yang dapat memengaruhi penurunan mereka. “Mereka telah melatih kami di berbagai jenis tempat selama beberapa bulan, jadi tidak ada yang ragu-ragu untuk terjun dengan tali,” kata McCracken. Dari waktu peringatan siaga hingga persetujuan misi, dua jam telah berlalu. Saat matahari terbenam, para prajurit menaiki helikopter MH-60A dari SOAD ke-617 di Albrook. Saat CPT Louis naik ke helikopter, dia terkejut mengetahui bahwa gedung itu terdiri dari tujuh belas lantai, bukan dua belas, menurut foto-foto AST. Louis lalu menyampaikan info pembaharuan menit terakhir ini kepada semua orang melalui radio ‘brickMotorola MX-300 internal yang aman. Diharapkan semua personel mendapat info pembaharuan tersebut. Tiga helikopter telah dikerahkan untuk membawa elemen penyerangan, pengamanan, dan komando dari Kompi C/3-7 SFG. Helikopter yang keempat adalah untuk TF BLACK Command and Control (C2) dengan COL Jacobelly ada di dalamnya. MAJ McCracken dan SFC William B. Mercer, CP penyerang, akan berbicara dengannya melalui perangkat SATCOM PSC-5 yang aman, didukung oleh radio PRC-77 dengan perangkat KY-57. Waktu penerbangan ke target adalah sepuluh menit dan “berjalan lebih cepat dari yang saya perkirakan,” kata CPT Louis. Saat matahari terbenam di barat, helikopter-helikopter MH-60A mendekati gedung dengan terbang rendah dan dari arah selatan. Time on target (TOT) di Radio Nacional adalah jam 1800. 

SERBUAN

Saat helikopter MH-60A utama yang membawa CPT Louis dan anggota elemen penyerang mendekati atap, pilot membatalkan pendekatan kearah gedung, setelah melihat orang tak dikenal ada di balkon sebuah gedung di sebelah barat. Helikopter kedua, dengan CW2 Wyrick dan pasukan penyerang yang tersisa, terus mendekati sasaran. Dua ratus tiga puluh kaki (70 kaki) di atas tanah, SFC Lamb, di sisi kiri melemparkan tali setinggi sembilan puluh kaki ke atap gedung. Wyrick kemudian memerintahkan “PERGI,” dan para prajurit mulai turun di atas tali. “Atapnya tampak seperti prangko,” kata SFC Lamb. Angin permukaan menyebabkan tali itu terombang-ambing, jadi begitu seseorang berhasil menuruninya, dia memegang tali itu erat-erat untuk penyerang berikutnya meluncur kebawah. Fast-roping sendiri adalah teknik yang digunakan oleh Pasukan Operasi Khusus Angkatan Darat untuk menyusup ke dalam sasaran, atau zona pendaratan, di mana helikopter tidak dapat mendarat. Keuntungan utama dari fast-roping dibanding teknik rappelling, adalah bahwa personel dapat mencapai tujuan lebih cepat. Dianggap lebih berbahaya daripada rappelling, seorang prajurit tidak ‘menggantung’ kepada tali tetapi harus meluncur ke bawah tali, seperti pemadam kebakaran berpegangan pada tiang. Beberapa tentara dapat berada di tali secara bersamaan, dengan jarak yang tepat di antara mereka untuk alasan keselamatan. Segera setelah MH-60A Wyrick menurunkan muatannya, helikopter CPT Louis mengikuti pola itu, setelah berputar-putar di sekitar gedung. MAJ McCracken dan SFC William B. Mercer adalah yang terakhir turun. Setelah menjatuhkan tali di atap, helikopter bergerak untuk berkeliaran di atas Teluk Panama, menunggu dipanggil kembali. 

Ilustrasi grafis 3D serangan tim SFG C/3-7 di Radio Nacional. Setelah penurunan cepat di atap gedung, elemen penyerangan turun ke kantor di lantai tujuh. (Sumber: https://arsof-history.org/)

Sementara itu, Tim pengamanan CPT Stephen R. Boston di helikopter MH-60A ketiga mendarat di Balboa Avenue, tepat di sebelah selatan gedung. Saat mereka mendekati pintu masuk dari arah barat, Boston mengejutkan seorang penjaga keamanan sipil Panama yang berbadan kekar dengan seragam biru. Boston bertanya dalam bahasa Spanyol, “Apakah Anda memiliki kunci gedung itu?” Penjaga yang gugup itu buru-buru membawa mereka masuk, dan membuka kunci pintu depan. Penjaga itu kemudian diborgol dan diamankan di dalam gedung. Elemen pengamanan kemudian mengatur tiga posisi, yang terdiri masing-masing dua orang di sekitar dasar bangunan. Sebuah titik pengumpulan korban (CCP) didirikan di tempat parkir terdekat. CPT Boston kemudian mendengar suara tembakan. Tembakan itu tidak efektif, dan sporadis datangnya “dari klub Yacht dan dermaga” di barat daya. Sementara itu, dua ratus kaki di atas, pasukan penyerang CPT Louis menghadapi dilema. Pintu akses di atap terbuat baja bertulang, dan tim tidak memiliki cukup bahan peledak untuk membuka pintu itu, kemudian memotong antena di atap, dan masih harus menghancurkan komponen radio di lantai tujuh. Dengan “alat hooligan” yang dibawa oleh elemen penyerang, itu adalah apa yang disebut “one-hour door” menurut SFC Lamb. SFC Joseph A. Laydon, ODA 791, kemudian meraih tali sepanjang sembilan puluh kaki (27 meter), mengikatnya ke unit AC, dan mencari balkon di bawah untuk mendapatkan akses. Terdapat satu balkon di sisi timur di bawah. Setelah tali mereka dipastikan aman, SFC Lamb dan SSG Smith pergi meluncur ke arah samping. Di balkon, mereka masuk, melewati kantor yang gelap, dan kemudian menuju lorong, dan tangga, saat mereka bergerak untuk membuka pintu atap dari dalam. 

Jenis Helikopter MH-60A yang digunakan untuk mengirimkan pasukan penyerang ke gedung Radio Nacional. (Sumber: https://acecombat.fandom.com/)
Senapan CAR-15 Colt Commando, yang digunakan pasukan penyerbu. (Sumber: https://weaponsystems.net/)

Menghindari lift, tim penyerang, yang mengenakan kacamata penglihatan malam AN/PVS-5, menggunakan senjata yang membidikkan lampu dan ‘maglight’ kecil untuk menyoroti tangga, mereka memeriksa lorong dan setiap lantai di sepanjang jalan, sampai mereka mencapai lantai tujuh. Saat tim membersihkan di dalam, mereka merasakan guncangan ledakan saat tim penghancuran meledakkan antena radio di bagian atap. Para penyerang lalu melemparkan granat flash-bang improvisasi sebelum membersihkan ruangan demi ruangan. Jendela pecah dan ubin berjatuhan dari langit-langit gedung. Di kantor Radio Nacional, tim menemukan sumber siaran: sebuah tape recorder kecil yang dihubungkan ke mikrofon yang memutar loop terus menerus siaran propaganda anti-Amerika. Tidak ada orang di sekitar situ. Meskipun tidak ada kabel yang terlihat, kemungkinan tape recorder itu ‘dipasangi jebakan’. Hal ini mendorong CPT Louis untuk mengosongkan ruangan. SSG Smith lalu ‘menembakinya’ dengan senapan karabin CAR-15 Colt Commando miliknya. MAJ McCracken kemudian mengkonfirmasi bahwa siaran gelombang AM radio itu telah dihentikan, tetapi tidak untuk gelombang FM-nya. Pasukan penyerang sekarang menempatkan enam atau tujuh peledak di “rak radio gaya komersial, dimana repeater … ditumpuk di atas satu sama lain,”. Di ruangan yang berdekatan, menurut Smith. SSG John M. Heisse, Sersan Zeni senior SF dari ODA 793, menarik sekering pemicu ledakan mulai “dari pintu yang terjauh.” Ledakan meletus saat SSG Heisse berlari ke lorong. Tim penyerang kemudian bergerak menuruni tangga, ke lobi, bersiap untuk pergi. Setelah di lantai dasar; MAJ McCracken kemudian diberitahu oleh COL Jacobelly bahwa siaran FM masih berlangsung. 

MISSION ACCOMPLISHED 

Berlari kembali ke lantai tujuh, elemen penyerang menemukan bahwa lorong dan kantor Radio Nacional dipenuhi asap hitam akibat dari kebakaran listrik yang disebabkan oleh ledakan. Namun, para penyerang bergegas melalui asap untuk menemukan sumber siaran FM. Kemudian menjadi “mustahil untuk bisa melihat tangan Anda di depan wajah (Anda),” kata SSG Smith, “dan kami segera pergi.” Mereka kembali menuruni tangga, setelah memperhitungkan semua personel dan peralatan, dan menyerukan penjemputan. Semua terkejut kembali di lobi ketika pintu lift kosong terbuka dengan suara ‘ding’ yang keras Di sekitar gedung, unsur tim penyerangan dan pengamanan berdiri siap menunggu helikopter. “Balboa Avenue masih ramai,” kenang SFC Lamb. “Para penjarah sudah mulai beraksi. Sebuah Volkswagen Beetle mengangkut sofa besar di atasnya. Pengendaranya berteriak ‘USA Numero Uno!’” Dengan tembakan sporadis masih berlanjut, sebuah truk pemadam kebakaran Panama melaju, dan petugas pemadam kebakaran bergegas memadamkan api. Ketika orang-orang Amerika bersiap untuk pergi, seorang penjaga keamanan sipil bersenjata, yang takut kehilangan pekerjaannya, berusaha menghentikan mereka. Penjaga itu mengeluarkan pistolnya. Setelah upaya berulang kali dan gagal untuk mencegahnya dalam bahasa Spanyol, dia ditembak di bahunya, dilucuti senjatanya, dirawat, dan diserahkan kepada petugas pemadam kebakaran. Ketika helikopter terakhir membersihkan lokasi, jam sudah menunjukkan pukul 1900. Ini adalah jam-jam yang sibuk untuk Kompi C/3-7 SFG.

Foto pasca misi gedung target, kerusakan asap akibat kebakaran terlihat dengan jelas. (Sumber: https://arsof-history.org/)
Personel ODA 793, detasemen SOT, SFG C/3/7. Berdiri (Kiri-Kanan): SFC Gary V. Jones, CPT Robert G. Louis, SSG Hector L. Ramos, SSG John M. Heisse. Berlutut: SGT Mark A. Ross, SSG Deams B. Smith, SSG Jeffery A. Lett. (Sumber: https://arsof-history.org/)

Kembali di Hangar 450 di Stasiun Udara Albrook, para prajurit dari Kompi C tidak punya waktu untuk bersantai. Radio Nacional Panama masih menyiarkan pesan-pesan Pro-Noriega di frekuensi FM. MAJ McCracken sekarang diperintahkan untuk menghancurkan antena jarak jauh Radio Nacional di dekat Hippodrome, sebelah timur ibu kota. Setelah proses briefing singkat, reorganisasi tugas, dan memperlengkapi ulang, elemen penyerangan ditugaskan pada jam 2000 untuk melaksanakan operasi fase dua. Empat puluh lima menit kemudian, perangkat peledak berhasil menghancurkan antena FM jarak jauh, sehingga Radio Nacional de Panama akhirnya ‘tidak lagi mengudara.’ Sementara itu, meskipun Radio Nacional di gedung Contraloria General di Panama City bukan merupakan target pada D-Day, Kompi C, SFG ke-3-7 berhasil merencanakan dan menyerang gedung tujuh belas lantai lewat atap ke bawah dengan sukses. Misi itu ditandai dengan unsur kejutan, kecepatan, dan aksi tegas. Seorang penjaga keamanan Panama terluka dalam prosesnya. Selama minggu pertama di bulan Januari 1990, operasi Kompi C telah dirotasi kembali ke misi Pertahanan Internal Asing (Foreign Internal Defense/FID), dan telah meluncurkan tim Pre-Deployment Site Survey (PDSS) di Ekuador. Sisa dari SFG ke-3-7 kemudian dialihkan ke operasi menciptakan stabilitas di seluruh Panama. Sementara itu, Noriega terus bergerak, berusaha menghindari penangkapan. Ketika Endara diangkat sebagai presiden, dia melarikan diri ke Kedutaan Vatikan dan meminta suaka. Pasukan AS lalu menggunakan taktik “psyop” seperti memutar di dekat kedutaan musik rap keras dan heavy metal, hingga akhirnya Noriega menyerah pada tanggal 3 Januari 1990.

SETELAH JUST CAUSE

Setelah ditangkap, Noriega kemudian diterbangkan ke Miami untuk menghadapi berbagai dakwaan. Pengadilannya dimulai pada bulan September 1991, dan pada bulan April 1992, Noriega dinyatakan bersalah atas delapan dari sepuluh tuduhan perdagangan narkoba, pemerasan, dan pencucian uang. Dia awalnya dijatuhi hukuman 40 tahun penjara, tetapi hukumannya kemudian dikurangi menjadi 30 tahun. Noriega bagaimanapun menerima perlakuan khusus di penjara, menghabiskan waktunya di “presidential suite” di Miami. Dia memenuhi syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat setelah 17 tahun menjalani penjara karena berperilaku baik, tetapi kemudian diekstradisi ke Prancis pada 2010 untuk menghadapi tuduhan pencucian uang. Meskipun dia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman tujuh tahun, dia diekstradisi oleh Prancis ke Panama pada 2011 untuk menghadapi tiga hukuman dari 20 tahun masa hukumannya atas pembunuhan saingan politik, termasuk Spadafora. Di Panama dia sebelumnya telah dihukum secara in absentia. Pada tahun 2016, Noriega didiagnosis menderita tumor otak dan menjalani operasi pada tahun berikutnya. Dia kemudian menderita pendarahan parah, dan mengalami koma secara medis. Noriega dinyatakan meninggal pada tanggal 29 Mei 2017.

Rakyat Panama menyambut pasukan invasi Amerika. (Sumber: https://www.bbc.com/)
Jenderal Panama Manuel Noriega (tengah) dibawa ke pesawat militer AS tanggal 3 Januari 1990 untuk diterbangkan ke Miami setelah penangkapannya. (Sumber: https://www.thoughtco.com/)
Noriega menghabiskan sisa hidupnya dalam tahanan – pertama di AS, kemudian Prancis dan akhirnya di bawah tahanan rumah di Panama. Dia meninggal pada tahun 2017, dalam usia 83 tahun, akibat komplikasi dari operasi pengangkatan tumor otak. (Sumber: https://www.thoughtco.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

‘STOP THE RADIO NACIONAL BROADCASTS’ C/3-7th SFG Ends pro-Noriega Radio Broadcasts during Operation JUST CAUSE by Robert D. Seals

https://arsof-history.org/articles/19oct_stop_radio_nacional_page_1.html

Operation Just Cause: The 1989 US Invasion of Panama By Rebecca Bodenheimer Updated on February 27, 2020

https://www.thoughtco.com/operation-just-cause-us-invasion-of-panama-4783806

Operation Just Cause: the Invasion of Panama, December 1989 By Shannon Schwaller, Army Heritage and Education Center; November 17, 2008

https://www.army.mil/article/14302/operation_just_cause_the_invasion_of_panama_december_1989

Exit mobile version