Sejarah Militer

Brandenburger, Pasukan Khusus Unik “Multi Bahasa“ Misterius Jerman Dalam Perang Dunia II

Perang telah berkecamuk selama 10 hari, dan barisan demi barisan pasukan Wehrmacht mengalir melalui Polandia dalam arus yang tidak ada henti-hentinya. Sementara itu, ribuan warga sipil dan pasukan Polandia berusaha melarikan diri dari musuh secepat mungkin. Di Demblin, sebuah jembatan kereta api yang sangat penting bagi kesuksesan tentara Jerman dalam operasi militer berikutnya, ternyata masih tetap utuh. Namun, didekat situ sekelompok tentara Polandia masih bisa tetap mempertahankan semangat disiplin bela negaranya, dan dengan rapi, mereka berbaris dengan bangga sambil menyanyikan lagu Angkatan Darat Polandia, mereka lalu tiba di jembatan yang diserbu oleh para pengungsi yang panik. Dengan cepat, perwira yang bertanggung jawab di kelompok tentara Polandia itu menemukan komandan pasukan pelopor yang dipercayakan untuk menghancurkan jembatan. Prajurit yang terakhir ini tidak membayangkan akan datangnya bantuan dan cuma mencoba menelepon atasannya, hanya untuk menemukan bahwa pihak musuh telah memotong jalur komunikasi. Tiba-tiba, serangan dari sebuah pembom tukik Ju-87 Stuka membuat semua orang berlindung. Di tengah situasi ini, sebuah tawaran murah hati untuk mengambil alih tanggung jawab atas jembatan itu segera diterima prajurit itu dengan tergesa-gesa dan dengan rasa syukur, dan segera pergi meninggalkan jembatan. Ketika tentara Jerman muncul sekitar lima jam kemudian, prajurit yang menggantikan tugas “menghancurkan jembatan” dengan sengaja menimbulkan kepanikan yang segera membersihkan jembatan dari orang-orang, untuk kemudian, setelah menyerahkan kendali jembatan kepada unit-unit panzer yang bergerak maju, mereka segera mengganti seragamnya kembali ke seragam Jerman yang mereka miliki. Dengan demikian peristiwa ini mengakhiri salah satu contoh pertama penggunaan pasukan khusus oleh Jerman dalam Perang Dunia II. Semua khusus itu adalah pria-pria yang dipilih secara khusus dari wilayah Silesia Atas dan, uniknya, mereka lebih fasih berbahasa Polandia daripada bahasa Jerman. Meski cukup asing dengan budaya Jerman, namun pasukan semacam itu yang bisa beroperasi di belakang garis musuh bagaimanapun membutuhkan tipu daya dan semangat yang hanya bisa didapat dari pelatihan kelas satu dan pemikiran yang tidak ortodoks. 

Kendaraan militer Jerman melewati jembatan yang dibangun oleh pasukan zeni Angkatan Darat Jerman yang menyeberangi Sungai Vistula dekat Bydgoszcz. Saat menjelang invasi ke Polandia, militer Jerman telah menyadari pentingnya pembentukan unit pasukan khusus yang tugasnya menyamar dan merebut akses jalan penting yang akan digunakan pasukan invasi, khususnya infrastruktur Jembatan dan rel kereta api. (Gambar: Koleksi Everett Polandia / Mary Evans / https://www.findmypast.co.uk/)

LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN

Sejak hari-hari awal perang, komando tertinggi Jerman telah memahami perlunya pasukan khusus seperti contoh diatas, dan pasukan yang memiliki kemampuan tipu daya serta kemampuan infiltrasi segera dimanfaatkan dengan baik oleh mereka untuk mendukung konsep strategi perang kilat yang kemudian dikenal sebagai Blitzkrieg. Inti dari blitzkrieg adalah upaya dislokasi dan mengganggu posisi pertahanan musuh daripada sekedar menghancurkan sedikit demi sedikit pasukan musuh. Sementara itu, jika ingin kecepatan gerak maju bisa dipertahankan, maka barisan satuan lapis baja dan infanteri bermotor perlu untuk bisa memperoleh kendali cepat atas persimpangan jalan dan rel yang vital, terowongan, dan yang terpenting, jembatan. Penggunaan pasukan penerjun payung sementara itu dianggap tidak dapat menjamin tercapainya tujuan ini. Akibatnya, pada tahun 1939, sejumlah organisasi khusus sudah dibentuk. Yang paling menonjol di antara mereka adalah kelompok pasukan yang dibentuk oleh dinas intelijen dan kontra intelijen Jerman, Abwehr. Berkembang dengan cepat sejak bulan Januari 1935, Abwehr dipimpin oleh Laksamana Wilhelm Canaris, seorang perwira yang halus dan cerdas dengan segudang pengalaman yang berasal dari Perang Dunia I dan punya bakat kemampuan berbahasa yang bagus. Pada tahun 1939, Abwehr terdiri dari tiga bagian. Abwehr I bertanggung jawab atas tugas spionase dan pengumpulan intelijen, Abwehr II untuk misi-misi sabotase dan unit khusus, sedangkan Abwehr III untuk tugas-tugas kontra-intelijen, meskipun mereka harus bersaing dengan dinas keamanan SS, Sicherheitsdienst (SD) yang dipimpin oleh Reinhard Heydrich yang terkenal. 

Wilhelm Canaris kepala Abwehr (dinas intelijen militer Jerman), awalnya pernah menjadi kritikus unit seperti Resimen Brandenburg, namun akhirnya menyadari kegunaan mereka. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)
Paul von Lettow-Vorbeck, orang yang menginspirasi Theodor von Hippel untuk membentuk Resimen Brandenburger. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)
Theodor von Hippel, pengusul pembentukan satuan khusus Brandenburger. Hippel sendiri adalah mantan anak buah Jenderal Paul von Lettow-Vorbeck di kampanye militer Afrika Timur saat perang dunia I. (Sumber: https://alchetron.com/)

Dalam Abwehr II, komandan pertama pasukan khusus adalah merupakan orang yang telah memperhatikan dengan cermat keberhasilan penggunaan pasukan komando di koloni Afrika Jerman selama Perang Dunia I, dan yang telah mempelajari tulisan-tulisan T.E. Lawrence (Lawrence of Arabia), yakni Kapten Theodor von Hippel. Hippel sendiri merupakan mantan anak buah Jenderal Paul von Lettow-Vorbeck di kampanye Gerilya pasukan Jerman di kawasan Afrika Timur saat Perang Dunia I. Menemukan tempatnya di komunitas intelijen Jerman setelah perang, Hippel lalu mengusulkan untuk menggunakan unit elit kecil guna menembus pertahanan musuh sebelum permusuhan atau tindakan ofensif dimulai dalam perang. Namun, gagasan itu awalnya segera dipandang bertentangan tradisi kehormatan prajurit ala Prusia yang kaku. Unit-unit semacam itu, yang diyakini oleh mayoritas pihak militer Jerman saat itu, akan menjadi pelanggaran aturan perang, dan lebih jauh lagi, penyabot semacam itu tidak layak untuk disebut tentara. Namun, Hippel tetap bertahan dengan keyakinannya, dan ketika dia menjadi perwira di badan intelijen kementerian perang, Abwehr, idenya akhirnya menemukan pendukung. Komando tinggi Jerman lalu mengizinkan Hippel untuk membentuk sebuah batalion guna mewujudkan ide yang dia usulkan — yakni menyabot kemampuan musuh untuk menanggapi serangan Jerman dengan merebut jalan raya dan jembatan di depan kekuatan utama dan mengamankan target strategis sebelum dihancurkan. Unit ini kemudian dikenal sebagai batalion Ebbinghaus. Hippel kemudian mulai merekrut sepasukan kecil tentara Jerman yang direkrut dari daerah perbatasan seperti Sudetenland di Cekoslowakia atau distrik Silesia di Polandia. Dia juga mencari orang-orang Jerman yang pernah tinggal di luar negeri, di Afrika atau Amerika Selatan. Siapapun, sebenarnya yang dicari, adalah yang memiliki pengetahuan tentang bahasa dan kebiasaan musuh potensial Jerman. Dia juga mencari beberapa individu yang memiliki kualitas pribadi spesifik, yang diperlukan untuk membuat prajurit pasukan khusus yang — yakni: kemandirian, imajinasi, dan semangat tidak ortodoks yang biasanya tidak terkait dengan orang kebanyakan. Setiap orang harus menjadi relawan karena hanya seorang relawan yang memiliki komitmen untuk menghadapi ancaman eksekusi yang hampir pasti, yang sangat mungkin terjadi jika tertangkap pada saat melakukan operasi rahasia. 

AKSI DI POLANDIA

Pada tahun 1939, anak buah Hippel lalu membentuk satu unit yang dikenal sebagai Kompi Pelatihan Konstruksi No. 1, yang personelnya sebagian besar fasih berbahasa Polandia, dan yang keberhasilannya dalam kampanye-kampanye di awal perang menjamin mereka untuk mendapatkan pekerjaan lebih lanjut. Sementara itu tepat di sebelah timur perbatasan di Polandia barat daya terletak persimpangan kereta api penting di Katowice. Bahkan sebelum invasi dimulai, 80 orang Jerman telah menyusup ke wilayah Polandia. Mereka menyamar sebagai pekerja kereta api Polandia untuk menghindari perhatian dari pasukan Polandia dan untuk memudahkan pergerakan di sekitar jaringan kereta api. Segera setelah dimulainya invasi, mereka mengeluarkan senjata mereka yang tersembunyi dan menyerang orang-orang Polandia yang tercengang. Begitu teliti penipuan yang mereka lakukan sehingga satu kelompok pasukan semacam ini bahkan bisa membujuk bagian utama pasukan Polandia untuk naik kereta yang kemudian mereka kendarai menuju ke tempat yang jauh dari aksi pasukan Jerman. Operasi itu benar-benar berhasil, dan pasukan Jerman mulai beroperasi dari Persimpangan Katowice. Fasilitas itu sendiri tidak rusak, dan semua lokomotifnya bisa berfungsi dengan baik pada saat Angkatan Darat Jerman masih sangat bergantung pada sistem kereta api untuk menggerakkan pasukannya. Sayangnya, tidak semua operasi yang dilakukan pada saat invasi Polandia berjalan mulus, dan unit lain dari Pasukan Khusus Jerman tercatat gagal dalam mencegah penghancuran jembatan di atas Sungai Vistula di Dirschau dan Graudenz. Bencana total juga hampir menimpa kelompok lain yang dikirim untuk merebut Terowongan Jablunka di mana para tentara gagal menerima perintah untuk menunda operasi dan melepaskan tembakan beberapa jam sebelum invasi sebenarnya dimulai. Pasukan Polandia lalu membalas dengan keras, dan orang-orang Jerman di kelompok itu dikejar ke seluruh negeri saat kedua belah pihak masih dalam kondisi damai. Sementara itu, untuk menjaga suasana saling menghormati, pemerintah Jerman kemudian terpaksa mengeluarkan penyangkalan dan menyalahkan teroris Slovakia atas aksi yang terlalu dini itu.

Dalam invasi ke Polandia tahun 1939, batalion Ebbinghaus mengembangkan kemampuan, yang nantinya akan menjadi spesialisasi dari unit Brandenburger, yaitu merebut jembatan dari pihak musuh. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Pasukan Jerman menangkapi warga sipil Polandia. Seperti unit-unit Jerman lainnya, Freikorps Ebbinghaus juga diketahui terlibat dalam berbagai kekejaman terhadap penduduk Polandia dan para tawanan yang ditangkapnya di Polandia. (Sumber: https://www.historyextra.com/)

Disamping itu, unit Freikorps Ebbinghaus juga diketahui terlibat dalam berbagai kekejaman terhadap penduduk Polandia dan para tawanan yang ditangkapnya. Pada tanggal 4 September, anggota Freikorps Ebbinghaus tercatat mengeksekusi 17 orang di Pszczyna, di antaranya adalah seorang pramuka dari sekolah menengah kota. Mereka juga tercatat menyiksa 29 warga Orzesze sebelum mengeksekusi mereka. Pada tanggal 8 September 1939, di kota Silesia atas, Siemanowice, mereka mengeksekusi 6 orang Polandia dan kemudian pada tanggal 1 Oktober 1939, menembak mati 18 orang di Nowy Bytom. Pembantaian yang lebih besar dilakukan di Katowice, di mana ratusan orang dieksekusi. Dalam dua minggu setelah invasi Polandia, Ebbinghaus telah “meninggalkan jejak pembunuhan di lebih dari tiga belas kota dan desa Polandia”. Meski demikian, terlepas dari kegagalan dan catatan kekejamannya ini, komando tinggi Jerman sangat terkesan dengan hasil operasi yang dilakukan oleh unit-unit pasukan khusus dan setuju untuk memperluas dan mengembangkan konsep tersebut. Berbagai kelompok pasukan khusus yang terlibat lalu dikumpulkan di Brandenburg-Am-Havel pada akhir tahun dan diberi status resmi sebagai Baulehr-Kompanie zbV 800 (Kompi Pelatihan Konstruksi ke-800 Untuk Tujuan Khusus, sebuah nama yang jelas menyesatkan) pada tanggal 25 Oktober, dimana unit ini kebanyakan merekrut bekas personel batalion Ebbinghaus. Mengambil nama kota yang berada tepat di barat Berlin tempat mereka berpangkalan, Komando Brandenburg dengan cepat diperluas menjadi kekuatan setingkat batalion dan menjalani pelatihan ketat dalam teknik komando dan parasut. Batalyon tersebut terdiri dari empat kompi, yang organisasinya dibagi menurut kemampuan berbahasa personelnya, yakni sebagai berikut: 

Organisasi dan pelatihan mereka telah semakin diperkuat pada bulan April 1940, ketika mereka mengambil bagian dalam invasi ke Norwegia dan Denmark. Mereka juga kemudian akan memainkan peran penting selama invasi Negara-Negara Rendah (Belanda-Belgia-Luxemburg). 

AKSI DI BELANDA DAN BELGIA

Jerman sedari awal memang tidak ingin terjebak di wilayah Belanda dan membutuhkan penyerahan cepat pemerintah disana, untuk kemudian melanjutkan aksi militer mereka untuk menaklukkan Prancis. Untuk tujuan ini, penugasan unit Brandenburger dirasa sangat cocok, dan pada malam tanggal 8 Mei 1940, 2 hari sebelum invasi utama Jerman dimulai, mereka melintasi perbatasan. Sekali lagi, jembatan kereta api menjadi sasaran utama, yang kali ini berada tepat di dalam perbatasan Belanda di Gennap di jalur yang akan dilewati oleh Divisi Panzer ke-9, satu-satunya formasi lapis baja yang terlibat dalam invasi Belanda. Perebutan jembatan itu penting, dan sebuah upaya penipuan yang sangat halus kemudian telah direncanakan. Pada pukul 2 pagi tanggal 10 Mei, Letnan Wilhelm Walther memimpin sekelompok tujuh tahanan Jerman yang dikawal oleh dua penjaga Belanda tiba di jembatan 10 menit sebelum serangan yang direncanakan, ketika mereka, setelah menerima sinyal, menyerang pos penjagaan. Tembak-menembak terjadi, dan tiga dari personel Brandenburger terluka. Namun, misi tersebut tetap harus dilanjutkan, termasuk merebut pos di ujung jembatan. Dengan bantuan kaki tangan asal Belanda, pasukan komando Jerman terus bergerak maju. Sementara itu para penjaga Belanda sama sekali tidak tahu bagaimana harus bereaksi, karena begitu cepat dan lengkaplah kejutan yang mereka hadapi. Sebuah granat yang dilemparkan menghasilkan efek yang diinginkan, dan pasukan komando Jerman berhasil merebut detonator yang mungkin akan digunakan untuk meledakkan jembatan tepat saat tank pertama Jerman muncul. Sayangnya bagi Walther, dia disangka sebagai orang Belanda oleh kendaraan pertama yang datang dan segera ditebas oleh tembakan senapan mesin, meskipun dia akhirnya bisa selamat untuk menerima medali penghargaan Iron Cross nantinya. Aksi lebih lanjut dari unit satuan khusus Jerman yang mengkombinasikan gertakan dan sikap agresif pada akhirnya mampu merebut jembatan penting lainnya di daerah Roermond dan Stavelot.

Tentara Belanda berjaga di sungai tahun 1939. Dalam invasi ke Belanda tahun 1940, unit Brandenburger memegang peran kunci dalam merebut lokasi-lokasi strategis yang akan dilewati oleh pasukan invasi Jerman. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Dengan Belanda cepat ditaklukkan oleh serangan udara dan pasukan panzer, unit komando Brandenburger memiliki kesempatan lain untuk memperkuat kesuksesan yang sudah mereka ukir sejak kampanye militer menaklukkan Polandia dengan mencegah terbukanya gerbang pintu air di Nieuport, Belgia. Selama Perang Dunia I, Belgia diketahui telah berhasil membanjiri dataran Yser dan sukses untuk menghalangi kemajuan pasukan Jerman. Melihat pengalaman ini komando tertinggi militer Jerman bertekad agar peristiwa semacam ini tidak terulang kembali. Rumah pompa yang mengendalikan air dari intalasi di Nieuport terletak di selatan sungai di sepanjang jalan Oostende-Nieuport. Pada tanggal 27 Mei, pasukan Jerman mendekati wilayah Oostende dan Belgia sendiri sudah hampir menyerah. Dengan mengenakan seragam pasukan infanteri Belgia, 13 pasukan komando Jerman menyusup ke tengah kerumunan massa yang kacau dengan bus Angkatan Darat Belgia yang dirampasnya. Mereka berjuang melewati kerumunan manusia sampai mereka tiba di jembatan sekitar saat matahari terbenam. Pasukan Inggris yang mempertahankan jembatan untuk dihancurkan kemudian melepaskan tembakan, dan tentara Jerman dengan cepat berlindung dan berganti mengenakan seragam Jerman. Dengan kegelapan untuk melindungi keberadaan mereka, sepasang prajurit komando merangkak melintasi jembatan, memotong bahan peledak sementara tembakan senapan mesin mengguncang di atas kepala. Saat mencapai sisi yang jauh, keduanya lalu melepaskan tembakan, dan rekan-rekan mereka menyerbu jembatan dengan menggunakan senapan mesin ringan dan granat tangan untuk menetralkan para prajurit musuh yang mempertahankan jembatan itu. Pasukan musuh sekarang sudah terisolasi dan dengan mudah ditaklukkan. Setelah serangan itu, baik jembatan maupun rumah pompa diketahui masih utuh. Selama invasi ke Belgia, Kompi Brandenburger No. 3 Brandenburger melaporkan bahwa, “empat puluh dua dari enam puluh satu sasaran telah berhasil diamankan dan diserahkan kepada unit-unit yang mengikuti di belakang.” Untuk aksi-aksi mereka di Belgia dan Belanda, Brandenburger termasuk di antara unit yang paling disegani diantara unit-unit tentara Jerman yang menyerang, yang membuat mereka dikagumi oleh Kepala Abwehr, Wilhelm Canaris. Pada tanggal 27 Mei 1940, kepala staf Komando Tinggi angkatan bersenjata Jerman, Wilhelm Keitel, menulis kepada Canaris bahwa unit Brandenburger telah “bertempur dengan sangat baik” yang selanjutnya pujian ini divalidasi ketika Hitler memberikan penghargaan Iron Cross kepada 75% dari 600 personelnya yang berpartisipasi.

Kanal di Nieuport, Belgia. Untuk mencegah agar pihak Belgia tidak membanjiri wilayahnya untuk menghambat invasi pasukan Jerman, seperti saat Perang Dunia I, maka unit Brandenburger ditugaskan untuk merebut pintu air di Nieuport pada tanggal 27 Mei 1940. (Sumber: https://www.pinterest.at/)

Unit-unit Brandenburger kini telah terbukti sukses besar, dan selama musim panas 1940, mereka bersiap untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap invasi Britania Raya yang akan datang. Ketika operasi ini gagal terwujud, mereka pindah ke Quenzsee untuk periode pelatihan intensif dan perluasan kekuatan hingga ukuran setingkat resimen. Anggota baru lalu mempelajari semua keterampilan yang terkait dengan pasukan khusus, tetapi dengan penekanan khusus pada teknik penipuan. Orang-orang yang direkrut secara teratur berparade dengan seragam pasukan asing, dan setiap upaya dilakukan untuk mengembangkan persahabatan dalam kelompok kecil diantara mereka, sehingga tercipta persaudaraan yang terikat kuat. Para prajurit biasa akan menyapa perwira mereka dengan menjabat tangan daripada memberi hormat, dan disiplin diajarkan atas dasar kepercayaan daripada kepatuhan. Inisiatif juga didorong sejak awal karir rekrutmen di dalam resimen, dengan latihan seperti satu kelompok diperintahkan untuk mendapatkan sidik jari kepala polisi setempat tanpa sepengetahuannya. Nanti dalam program tersebut, mereka juga akan diperintahkan untuk menangkap 10 tentara Wehrmacht dalam waktu lima jam dan membawa mereka ke Quenzsee. Sikap yang tampaknya santai dan menyimpang dalam kehidupan militer ini membuat mereka hanya mendapat sedikit teman. Disamping itu, alih-alih menampilkan fisik ras murni Jerman seperti satuan SS, personel Brandenburger malah harus bisa berpenampilan seperti musuh mereka – mereka harus bisa berbaur dengan masyarakat di area operasi untuk menjadi penyabot yang efektif. Mereka harus tahu tidak hanya adat istiadat daerah yang akan mereka susupi tetapi juga kebiasaan lokal dan tingkah laku penduduk asli. Menurut salah satu agen Abwehr, seorang personel Brandenburger di Rusia harus tahu bagaimana caranya meludah seperti orang Rusia. Para Brandenburger juga akan menerima pelatihan ekstensif selama 5-7 bulan untuk misi mereka, yang termasuk pelatihan tentang pengintaian, renang, pertempuran tangan kosong, penghancuran, keahlian menembak dengan menggunakan senjata Jerman dan pihak Sekutu, taktik infanteri konvensional, dan pelatihan khusus lainnya. Kemandirian adalah kuncinya, karena mereka juga terkadang sering harus bekerja sendiri. Gambaran dan tugas dari unit tersebut, menurut kata-kata Admiral Canaris, kepala Abwehr, adalah: “Pemberani, orang-orang yang kasar, yang bisa bersembunyi dalam penyamaran untuk waktu yang lama, mandiri dan bisa mencukupi diri sendiri, dan dalam kelompok kecil bisa melaksanakannya secara efisien tugas yang tidak mungkin dilakukan oleh kelompok yang lebih besar. ”

Unit Brandenburger dengan pakaian sipil. Salah satu hal terpenting dalam pelatihan unit khusus ini adalah soal pengenalan adat istiadat dan kebiasaan warga di daerah lawan. (Sumber: https://www.businessinsider.com/)

MEMBANTU SERBUAN KE TIMUR

Pada tanggal 5 April 1941, satu hari sebelum invasi Hitler ke Yunani dan Yugoslavia, sebuah detasemen yang terdiri dari 54 orang dari Batalyon ke-2 Brandenburger berhasil mengamankan dermaga di Orsova, di Sungai Danube. Pada bulan Mei 1941, Laksamana Canaris dan Moruzov, Kepala Siguranza (Badan Intelijen Rumania), telah mencapai kesepakatan rahasia mengenai perlindungan atas fasilitas komersial dan militer penting di Rumania, terutama ladang minyak Ploesti dan jalur perdagangan di sungai Sungai Donau. Untuk membantu keamanan Rumania, Jerman kemudian memindahkan Batalyon ke-2, Resimen Brandenburger, dari Austria ke Ploesti. Para personel Brandenburger dikabarkan ditugaskan dengan berpakaian seperti pekerja anjungan minyak, petani, atlet, dan anggota kelompok pemuda. Para pria tersebut tinggal di komunitas lokal di dalam dan sekitar kota Ploesti. Mereka juga diduga berhasil mencegah anggota British Special Air Service (SAS) merusak pintu besi dan  jembatan penting di atas delta sungai Danube dekat kota Cernavoda. Segera, setelah memberikan kontribusi pada pendudukan cepat di Balkan, dan dengan kekuatan tiga batalyon dan sejumlah kompi independen, metode non-konvensional mereka akan membuahkan hasil yang besar dalam penugasan yang akan datang dan terberat dari semuanya, yakni dalam Operasi Barbarossa, invasi ke  Uni Soviet. Meskipun operasi tersebut tidak akan dimulai secara resmi sampai pada pagi hari tanggal 22 Juni 1941, banyak personel Brandenburger yang disusupkan ke wilayah musuh sehari sebelumnya dengan cara yang sekarang sudah menjadi kebiasaan mereka. Mereka mengenakan mantel Soviet di atas seragam abu-abu lapangan mereka dan mengemudikan truk yang ditangkap dari Soviet oleh tentara Finlandia selama perang mereka di tahun sebelumnya. Meskipun setiap detasemen dipimpin oleh seorang personel komando yang fasih berbahasa Rusia, mereka tidak mengetahui kata sandi Soviet untuk malam itu dan penjaga perbatasan curiga terhadap kemungkinan serangan Jerman. Di bawah instruksi ketat untuk tidak melepaskan tembakan sebelum serangan utama dimulai, satu-satunya pilihan mereka adalah melarikan diri jika tidak dapat berbicara, dan sejumlah korban diderita ketika cara ini terbukti tidak berhasil. Namun, banyak juga yang berhasil mengambil posisi untuk mengeksploitasi kekacauan yang terjadi pada pagi hari penyerangan dan untuk bergerak maju hingga area garis belakang pasukan Soviet.

Berlindung selama operasi melawan kaum partisan di Rusia, komando Brandenburger bersiap untuk melepaskan tembakan dengan senjata otomatis terhadap musuh yang tak terlihat. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Seperti dalam invasi-invasi sebelumnya, aksi “khas” di minggu pertama invasi ke Soviet adalah merebut jembatan kunci di rawa-rawa Pripet pada tanggal 27 Juni. Jika pasukan lapis baja konvensional datang dengan cara biasa, maka musuh akan bisa menyelesaikan penghancuran jembatan tepat pada waktunya, sehingga metode pendekatan secara diam-diam segera menjadi tugas unit pasukan khusus. Berangkat sebelum fajar pada tanggal 26 Juni, detasemen pasukan khusus baru mencapai resimen panzer yang harus mereke dukung yang pada hari berikutnya. Setelah itu dengan melakukan perjalanan yang sangat sulit menggunakan truk Soviet yang mereka rampas, misi yang harus mereka selesaikan jelas akan sulit dan berbahaya. Setiap adanya penampakan kendaraan lapis baja, pasti akan memicu penghancuran jembatan oleh pasukan musuh, dan komandan resimen memberi tahu unit Brandenburger bahwa mereka tidak bisa mendekati target jembatan yang dituju dari jarak kurang dari 15 menit berkendara. Oleh karena itu, terlihat bahwa segera setelah mereka sukses merebut jembatan itu, personel Brandenburger harus bisa mempertahankannya setidaknya selama seperempat jam melawan semua pasukan Soviet yang ada di sekitarnya. Sementara itu, yang lebih mendesak kini adalah bagaimana mereka bisa mencapai jembatan itu tanpa dicurigai. Berbagai variasi tipu daya tradisional kemudian direncanakan. Orang-orang itu akan berkendara menuju jembatan dengan dua truk Soviet. Mereka akan mengenakan mantel besar Tentara Merah dan membawa senapan Soviet sambil menyembunyikan pistol mesin mereka di bawahnya. Dengan berkendara keluar ketika matahari terbenam saat senja, mereka berencana untuk membuat siluet dalam bayang-bayang panjang malam musim panas di stepa, sementara patroli infanteri Jerman akan mempertahankan tekanan pada pasukan Soviet yang bergerak mundur menuju jembatan.

Komando Brandenburg melintasi danau di belakang garis musuh di Front Timur. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Unit-unit artileri dan pengeboman Stuka Jerman akan menambah kebingungan dan kepanikan untuk menghasilkan jenis kekacauan yang ideal untuk misi semacam itu. Para personel Brandenburger kemudian akan berteriak bahwa mereka sedang dikejar oleh unit panzer Jerman. Sementara satu truk akan menyeberangi jembatan, yang kedua akan tampak mogok di tepi seberang, dan personel Brandenburger akan berusaha membujuk prajurit musuh yang akan meledakkan jembatan untuk menunda penghancuran jembatan sampai rekan-rekan mereka bisa menyeberang. Dalam kebingungan, mereka akan mencari bahan-bahan peledak yang dipasang di jembatan, dan begitu truk kedua dengan tertatih-tatih melintasi jembatan, mereka akan melepaskan mantel besar yang dikenakan dan merebut jembatan itu dengan utuh. Serangan itu akan dibantu dengan serangan oleh pesawat-pesawat Stuka, dimana sirene mereka yang meraung-raung akan menciptakan teror di antara musuh yang bertahan, dan rencana serangan ini selanjutnya disempurnakan, dengan mengikuti dibelakang truk ditambahkan tembakan artileri untuk semakin menguatkan ancaman dan situasi yang dialami. Sementara itu, meskipun sudah berangkat dengan kecepatan tinggi, tekanan di tengah jalan yang menjangkiti tentara Soviet yang ketakutan di dekat jembatan memperlambat pergerakan truk unit Brandenburger, dan banyak tentara Soviet yang melarikan diri mencoba untuk naik ke atas truk. Saat truk pertama melintasi jembatan dan yang kedua melambat hingga berhenti, para Brandenburger sudah siap untuk melawan prajurit-prajurit Soviet dengan popor senapan mereka. 

Saat terdesak oleh lawan yang lebih besar, terkadang pesawat-pesawat Stuka menjadi “kawan’ tak ternilai bagi unit-unit Brandenburger di Front Timur. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Pemimpin unit Jerman lalu berhasil menemukan komandan penjaga yang mengawasi proses penghancuran dan segera terlibat dalam pertengkaran sengit untuk mencegahnya meledakkan jembatan sementara pasukan komando dengan cepat berusaha untuk diam-diam menemukan bahan peledak yang dipasang dan memutusnya. Truk kedua akhirnya mendekati jembatan, dan orang Jerman itu sekarang melepaskan mantelnya dan mulai menembak. Komandan Jerman itu segera terbunuh, tetapi seorang perwira lainnya telah sukses memutus kabel dari detonator peledak. Kedua grup kini berada di posisi di kedua ujung jembatan dan siap mempertahankannya selama 15 menit. Dua jam kemudian, jembatan itu berhasil diamankan dengan kedatangan unit utama lapis baja Jerman, setelah para personel Brandenburger menangkis serangan balik sengit oleh gelombang demi gelombang tentara Soviet yang putus asa, dengan didukung tembakan oleh unit mortir dan artileri. Tidak heran kalau para personel Brandenburger harus bertahan lebih lama dari seharusnya, karena dalam gerak majunya sendiri, unit-unit lapis baja telah mengalami masalah dengan kerusakan mekanis yang dialami salah satu panzer yang segera menghalangi satu-satunya rute menuju jembatan. Dengan adanya hutan pohon ek yang lebat di kedua sisi, hal ini mencegah upaya menghindar dengan cepat dari kendaraan yang mogok dan personel zeni terpaksa harus dibawa ke depan untuk membersihkan jalan setapak tersebut. Setelah bisa menyingkirkan rintangan, Panzer kedua meraung lewat tapi melesat langsung ke dalam tembakan artileri musuh yang segera merusaknya, dan sekali lagi membuatnya memblokir jalan. Dua panzer kini telah hilang, dan dukungan udara juga tidak tersedia sementara asap yang menutupi gerak maju mereka dibuyarkan oleh angin yang tidak menguntungkan.

Prangko Ukraina (tahun 2007) untuk menghormati Komandan Batalyon Nachtigall (Nightingale Group) asal Ukraina – Roman Shukhevych pada peringatan 100 tahun kelahirannya. Unit khusus asal Ukraina di Resimen Brandenburger ini kemudian dibubarkan, karena dianggap terlalu nasionalistik. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Sementara itu, unit Brandenburger hampir sudah terdesak. Meskipun mereka telah menahan berbagai serangan balik yang diluncurkan terhadap mereka, mereka telah menderita banyak korban dan hampir kehabisan amunisi. Dengan kehancuran yang sudah mengancam, sebuah unit pesawat Stuka yang misi aslinya telah dibatalkan datang untuk menyelamatkan mereka. Saat bom-bom yang mereka jatuhkan menghantam pasukan Soviet di posisi mereka, unit-unit panzer Jerman bergerak maju dan dua dari mereka berhasil menerobos untuk menyeberangi jembatan. Saat malam semakin larut, lebih banyak kendaraan lapis baja akhirnya tiba untuk mengamankan jembatan tersebut. Hanya sedikit di antara pasukan Wehrmacht lalu menyadari apa yang terjadi ketika para Brandenburger mengumpulkan rekan-rekan mereka yang mati dan menghilang di malam hari. Sekali lagi, mereka telah mengamankan pergerakan pasukan utama Jerman yang akan menembus jauh ke dalam jantung Soviet Rusia. Sementara itu, dalam kejadian-kejadian di sekitar invasi ke Soviet, muncul kisah lain dari unit Brandenburger. Sebelum invasi, beberapa sukarelawan asal Ukraina direkrut untuk membentuk sebuah detasemen baru di dalam Resimen Brandenburg. Unit yang kemudian disebut sebagai “Nightingale Group” yang lalu bergabung dengan Batalyon ke-1, Resimen Brandenburg, dan berperan penting dalam merebut jembatan vital yang melintasi Sungai San selama invasi. Namun patriotisme diantara personel Ukraina pada akhirnya akan mengakhiri kohesi unit mereka dalam dinas militer Jerman, ketika setelah berhasil merebut sebuah stasiun radio di Lvov enam hari sebelum akhir bulan Juni 1941, mereka memproklamasikan sebuah negara Ukraina merdeka. Pihak Jerman dengan segera melihat unit tersebut dengan penuh kecurigaan, dan membubarkannya pada akhir tahun tersebut, dengan menganggapnya sebagai tidak lagi dapat diandalkan.

MENGGANGGU JALUR KERETA MURMANSK

Personel Brandenburger juga diketahui aktif beroperasi di ujung utara Front Timur, dalam operasi yang tidak banyak diketahui orang, yakni di kawasan Murmansk. Menjelang akhir tahun 1941, Jenderal Schoerner dipanggil ke markas besar Jenderal Dietl. Dietl saat itu adalah kepala Tentara Angkatan Darat Lapland dan mengalami masalah dalam merebut pelabuhan Murmansk. Schoerner lalu menyusun rencana untuk membawa tim komando Brandenburger yang terlatih khusus untuk beroperasi jauh di daerah garis belakang Soviet di Karelia tengah atau utara serta mengganggu lalu lintas kereta di kawasan sekitar Murmansk sebanyak mungkin. Tujuan Schoerner adalah mencoba menghancurkan sebanyak mungkin barang-barang pinjam sewa (Lend Lease) dari Amerika yang saat itu sedang sibuk dibongkar di pelabuhan Murmansk. Dia ingin memusatkan upaya awalnya hanya di wilayah kecil di Karelia, tetapi atasan Dietl lalu memperluas rencana operasionalnya dengan memasukkan target penghancuran sejumlah jembatan kereta api Murmansk dan instalasi pembangkit listrik di kawasan itu. Saat itu XXXVI Gebirgs Corps bertanggung jawab atas semua operasi di timur kota Alakurti. Meskipun pasukan Soviet yang melawan Jerman jauh lebih banyak jumlahnya, namun hingga saat itu tidak ada pihak yang dapat memperoleh keunggulan yang menentukan atas yang lain, terutama karena keterbatasan medan dan kesulitan dalam mendapatkan pasokan reguler ke unit garis depan. Luftwaffe meski kerap melakukan serangan udara mendadak terhadap Murmansk dan jalur kereta apinya, tetapi pihak Soviet selalu dapat memperbaiki kerusakan dalam waktu yang relatif singkat. Tidak butuh waktu lama bagi Jerman untuk menyadari bahwa peluang terbaik mereka untuk mengganggu jalur kereta Murmansk adalah melalui aksi pasukan komando. 

Jenderal Ferdinand Schoerner. (Sumber: https://www.amazon.com/)

Kompi ke-15, Resimen Brandenburg, kemudian dipilih untuk menjalankan misi ini (dua pertiga dari personel kompi adalah orang-orang Jerman asal Ukraina, Byelorusia, Volga, dan dari wilayah Balkan serta dari Tyrol di Austria). Karena pasukan ski akan dibutuhkan, jadi hanya pemain ski terbaik dari Angkatan Darat Jerman yang direkrut; termasuk satu diantaranya merupakan peraih medali emas dari Olimpiade tahun 1936. Selain itu, Heereshundeschule (Sekolah Anjing Tentara) menyediakan 40 anjing yang cocok untuk beroperasi di wilayah Kutub. Sesi pelatihan khusus untuk anjing terpilih difokuskan pada pelatihan mereka untuk tidak menggonggong dan bisa diam sesuai perintah – bahkan di bawah tembakan (orang kemudian bertanya-tanya seberapa efektif kemampuan ini dalam pertempuran). Spesialis asal Finlandia dan Jerman juga ditambahkan kepada unit Brandenburger, yang terdiri dari: dua pemandu senior Jerman yang akrab dengan hutan Finlandia, spesialis pemurnian air, spesialis senjata dan teknisi meteorologi. Semua persiapan ini terjadi selama bulan Oktober 1941. Unit Brandenburger juga mengumpulkan tim ilmuwan dan spesialis asal Jerman yang akan merancang dan membangun peralatan backpacking khusus. Dua bulan kemudian, yakni di akhir bulan Desember 1941, unit itu siap. Jenderal Dietl sementara itu memutuskan untuk mengirim unit dalam sebuah misi “uji coba” pada bulan April 1942, untuk mengganggu lalu lintas kereta Soviet di sepanjang jalur kereta Murmansk antara desa Alakvetti dan Liza. Meskipun para personel Brandenburger berangkat sesuai rencana, mereka tidak memiliki pemandu yang tepat untuk membantu mereka melewati hutan lebat menuju jalur kereta Murmansk. Lelah dan kehilangan semangat, mereka lalu memutuskan untuk membatalkan misi. Unit selanjutnya ditugaskan untuk menghentikan serangan Soviet di dekat Kiestinki. Para personel Brandenburger yang kelelahan kemudian tidak hanya memainkan peran kunci dalam menghentikan kemajuan Soviet, tetapi juga berperan penting dalam memperkuat posisi pertahanan pasukan Finlandia dan Jerman di wilayah tersebut. Pada bulan Juni 1942, mereka ditarik dari garis depan dan kembali ke Rovaniemi. Para personel Brandenburger lalu bersedia untuk mencoba lagi menyerang jalur kereta api ke Murmansk, tetapi sebelumnya mereka telah memperbaiki sejumlah masalah yang telah menggagalkan misi pertama mereka. Pertama, mereka saat itu tidak memiliki perahu karet untuk menyeberangi danau dan sungai Karelia. Kedua, pemandu yang berpengalaman dibutuhkan, yang sekarang akan disediakan oleh pihak militer Finlandia. Bahkan tentara Soviet yang telah membelot ke Finlandia / Jerman (dan yang mengajukan diri untuk berdinas) turut dimasukkan. Para personel Brandenburger lalu siap untuk melancarkan upaya kedua mereka pada tanggal 25 Juli 1942. 

Perlengkapan perang dengan skema pinjam sewa (Lend Lease) asal Amerika dibongkar di pelabuhan Murmansk. Karena lokasinya yang vital, Murmansk menjadi target penting Jerman di Front Timur. (Sumber: https://twitter.com/)

Dengan ditemani oleh pemandu Finlandia berpengalaman, unit Brandenburger, yang berkekuatan 127 orang, berangkat dari Kuusamo menyusuri Sungai Paanajärvi ke daerah Karelia tengah. Laporan intelijen melaporkan bahwa pihak Soviet tidak memiliki terlalu banyak pasukan di daerah garis belakang mereka. Hal ini memberi kesempatan misi ini untuk berhasil, meskipun orang-orang yang terlibat harus membiasakan hidup di daerah yang berat karena kurangnya tempat berlindung di wilayah Karelia utara. Permukiman di daerah itu juga jarang. Sebagai tindakan pencegahan, Luftwaffe kemudian menghentikan misi pengintaian terbang di atas wilayah target karena takut akan memberi tahu pihak Soviet bahwa sesuatu sedang terjadi. Seragam anggota tim komando Brandenburger lalu “dibersihkan” dalam misi ini, dengan melepas semua medali, lencana, dan ciri khas militer Finlandia dan Jerman yang mudah dikenali. Setiap prajurit dilengkapi dengan sepasang sepatu bot karet, pisau penebang kayu Finlandia dan kantong amunisi. Jaring pengusir serangga juga diberikan kepada setiap orang. Karena pertimbangan bobot, meriam infanteri kaliber 75 mm tidak turut dibawa. Sebagai gantinya, setiap regu menerima peluncur granat dengan amunisinya. Selain submachine gun, masing-masing regu juga diberikan tiga senapan mesin ringan dengan 2.500 butir amunisi untuk masing-masing senapan mesin. Persediaan makanan juga menjadi masalah bagi misi itu. Hutan Karelia yang dekat dengan lingkaran kutub tidak menawarkan banyak bahan makanan di sekitarnya. Sementara beberapa satwa liar memang ada, namun personel Brandenburger tidak ingin menggunakan senjata mereka untuk menembak hewan karena takut akan memberitahukan posisi mereka. Jadi, persediaan makanan harus dibawa, dijatah dan diterjunkan di banyak kamp sementara. Akhirnya, tujuh kamp pasokan didirikan oleh tim pendahulu saat menuju jalur kereta Murmansk. Setiap kamp pasokan kemudian dijaga oleh tiga prajurit penjaga pasokan.

Penghancuran jalur kereta api di murmansk adalah target utama unit Brandenburger. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Perjalanan menuju ke rel kereta api itu berjalan lancar, dan pada tanggal 8 Agustus orang-orang itu telah mencapai jalur kereta api Murmansk. Mereka lalu menempatkan bahan peledak yang telah diatur waktunya di sepanjang rel kereta api dan sejauh mungkin (ledakan akan terjadi di mana setiap kali kereta memicu sakelar, yang akan meledakkan peledak; selain itu juga beberapa peledak dibuat untuk meledak secara acak). Sementara itu, para personel Brandenburger awalnya terkejut melihat tidak adanya penjaga Soviet atau tindakan pencegahan keamanan di sepanjang jalur kereta Murmansk. Namun, setelah mereka melakukan pengintaian lebih dekat,  mereka menemukan bahwa pihak Soviet sebenarnya memiliki sistem penjagaan di situ. Dari kamp penjaga yang telah ditetapkan sebelumnya, tim penjaga Soviet biasanya berangkat dari satu pos, berjalan di sepanjang jalur rel untuk melakukan pemeriksaan menuju ke pos berikutnya, dan seterusnya. Setelah menemukan pola pengaturan keamanan musuh, para personel Brandenburger bekerja di sekitar mereka dan memasang peledak. Sebuah kereta Soviet yang terisi penuh lalu datang dari arah Murmansk, menghantam bahan peledak pertama (yang ditempatkan di jembatan besi). Ledakan berikutnya menghancurkan lokomotif nya dan merusak semua gerbongnya. Kereta api dengan barang-barang pinjam-sewanya dari Amerika yang berharga berantakan. Beberapa saat kemudian sebuah kereta kosong tiba dari selatan. Kereta itu melewati peledak yang dipasang, tetapi peledak itu tidak diatur untuk beroperasi karena kontak. Kereta kosong yang kedua tiba tak lama kemudian, juga dari selatan. Yang mengejutkan pihak Jerman, ketika mengamati semuanya adalah bahwa pihak Soviet sama sekali tidak tertarik untuk menentukan penyebab kecelakaan itu.

Tank Valentine asal Inggris di jalur kereta Murmansk. Meskipun telah melakukan segala daya upaya, namun pihak Jerman tetap gagal dalam merebut pelabuhan Murmansk, sehingga arus bantuan sekutu terus bisa mengalir ke tangan Soviet. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Perhatian pertama dan satu-satunya mereka adalah memperbaiki jalur kereta api secepat mungkin dan menyelamatkan sebanyak mungkin barang-barang militer pinjam sewa bantuan Sekutu. Ketika lebih banyak personel Soviet tiba di daerah itu, semakin banyak aktivitas perbaikan dan penyelamatan mereka menghapus jejak-jejak serangan Jerman. Beberapa saat kemudian pada hari yang sama, sekitar 9,6 km (6 mil) lebih jauh dari jalur, kereta lainnya tergelincir. Soviet lalu mengirimkan ribuan personel NKVD dan pasukan lainnya ke daerah tersebut. Pasukan NKVD menembak dan mengeksekusi banyak warga sipil yang datang karena iseng untuk menginspeksi tempat kejadian, dengan mencurigai mereka sebagai salah satu dari para penyabot. Bahkan tentara Tentara Merah yang kembali dari tugas patroli ditembak karena alasan kecurigaan saja. Setelah hari ketiga, aksi serampangan masih terjadi di sepanjang jalur rel, mengakibatkan penembakan NKVD yang lebih acak terhadap penduduk setempat. Sementara itu, Tim Brandenburger lainnya ditempatkan sedikit lebih jauh ke selatan. Mereka telah memasang sebagian besar peledak, tetapi beberapa masih harus ditempatkan. Beberapa dari anggota Brandenburger yang bisa berbahasa Rusia lalu menyamar sebagai anggota kru perbaikan rel Soviet dan berbaur dengan kerumunan. Sambil berpura-pura memperbaiki jalur rel, mereka sebenarnya bisa memasang tambahan peledak tanpa terdeteksi. Mereka bahkan berhasil lolos dari regu eksekusi NKVD yang menembaki warga sipil secara sembarangan. Setelah menyelesaikan tugasnya, kedua tim kecil kembali ke kota Rovaniemi, setelah itu Jenderal Dietl sekarang yakin akan nilai dari unit “partisan” nya ini dan mulai memberikan medali kepada personel Brandenburger yang kembali dari penugasan. Namun bagaimanapun upaya Jerman untuk merebut Murmansk tetap menemui kegagalan.

Unit Brandenburger dengan seragam pasukan musuh. Aksi mengenakan seragam lawan terbukti ampuh dalam perebutan kota Maikop 9 Agustus 1942. (Sumber: https://churilovocity.ru/)

Sementara itu, setelah serangan spektakuler dalam fase pembukaan invasi, unit-unit Brandenburger lalu digunakan untuk serangan lebih lanjut terhadap target di belakang garis musuh dan digunakan secara ekstensif selama serangan musim panas tahun 1942, khususnya di wilayah Kaukasus. Pada awal bulan Agustus 1942, sebuah detasemen Brandenburger yang terdiri dari 62 orang Jerman Baltik dan Sudeten yang dipimpin oleh Baron Adrian von Fölkersam menembus lebih jauh ke dalam wilayah musuh daripada unit Brandenburger lainnya. Dijuluki “wild bunch”/kelompok liar, mereka berupaya untuk mengamankan ladang minyak di Maikop. Dengan menggunakan truk-truk Tentara Merah dan seragam NKVD, polisi rahasia Rusia, Fölkersam menyusup jauh ke garis pertahanan tentara Soviet. Para personel Brandenburger segera bertemu dengan sekelompok besar pembelot Tentara Merah, dan Fölkersam lalu melihat adanya kesempatan untuk memanfaatkan mereka. Dengan membujuk para pembelot itu untuk kembali membatalkan pembelotannya, sementara dia sendiri bersama satuannya dapat bergabung dengan mereka dan pada akhirnya bisa bergerak dengan mudah melalui garis pertahanan Rusia. Berpura-pura menjadi Mayor Truchin dari Stalingrad, Fölkersam menjelaskan perannya dalam mengembalikan para pembelot kepada jenderal yang bertanggung jawab atas pertahanan Maikop. Beruntung, jenderal Rusia itu mempercayai cerita Fölkersam dan bahkan memberinya tur pribadi menginspeksi pertahanan kota Maikop keesokan harinya. Sementara itu, pada tanggal 8 Agustus, tentara Jerman hanya berjarak 12 mil (19 km) dari kota, jadi para personel Brandenburger mulai bergerak. Dengan menggunakan granat untuk mensimulasikan serangan artileri, para prajurit Brandenburger berhasil berhasil menghancurkan pusat komunikasi kota. Fölkersam kemudian pergi ke posisi pertahanan pasukan Rusia dan memberitahu mereka bahwa aksi penarikan mundur sedang berlangsung. Setelah melihat Fölkersam bersama dengan komandan mereka dan sementara mereka tidak memiliki perangkat komunikasi untuk membantah atau mengkonfirmasi pernyataannya, tentara Soviet mulai mengevakuasi Maikop. Setelah kota dikosongkan oleh tentara Soviet, tentara Jerman lalu dengan mudah memasuki kota Maikop tanpa perlawanan pada tanggal 9 Agustus 1942.

AKSI DI AFRIKA & PULAU LEROS

Sementara itu pada musim semi tahun 1941, Canaris telah membentuk satuan Brandenburger “Afrika Kompanie”. Unit ini terdiri dari 60 sukarelawan, masing-masing dengan pengalaman luas di medan Afrika dan dipilih karena ketahanan pribadi mereka dan seperti biasa, karena kemampuan linguistik mereka. Peran unit ini adalah sebagai unit pengintai untuk melakukan penetrasi singkat ke garis depan pasukan Inggris. Rommel, sebagai seorang komandan yang suka mengambil risiko untuk mencapai hasilnya, lalu memberikan kebebasan kepada unit Brandenburger dalam kegiatan operasional mereka, meskipun dia melarang mereka mengenakan seragam musuh. Selama bulan Oktober 1941, dua upaya telah dilakukan oleh unit Brandenburger untuk menyusup ke kota Kairo guna melakukan kontak dengan kaum nasionalis Arab dan membantu mereka melakukan pemberontakan melawan Inggris. Upaya pertama untuk mencapai Kairo dilakukan melalui operasi infiltrasi laut. Upaya ini gagal dan tim kembali ke pangkalannya di Libya. Upaya kedua adalah mendaratkan tim melalui parasut di dekat Kairo, namun lagi-lagi juga gagal. Sebuah perjalanan spektakuler lalu dibuat untuk memasukkan agen ke Kairo dengan berkendara melalui beberapa gurun paling ganas di daerah tersebut, melintasi Great Sand Sea yang terletak di antara wilayah Libya dan Mesir. Perjalanan unit Komando ini mengalami kesulitan yang hebat dan pada akhirnya mereka bisa menyelesaikan misi, hanya sayangnya dinas kontra intelijen Inggris dengan cepat meringkus agen-agen itu. Di sisi lain, dengan keberhasilan ofensif Pasukan Axis pada bulan Juni 1942, rencana kemudian dibuat untuk merebut jembatan utama di Terusan Nil dan Suez dengan gaya tradisional unit Brandenburger. Namun kegagalan untuk menembus posisi pertahanan utama Inggris dan kekalahan yang mengikuti berikutnya di El Alamein mengakibatkan mundurnya pasukan Jerman sampai ke wilayah Tunisia. Para Brandenburger kemudian dipercayakan dengan tugas untuk mengganggu jalur pasokan Inggris ke Pasukan Angkatan Darat Pertama di Tunisia barat dan meluncurkan serangan glider terhadap dua jembatan, tetapi operasi tersebut berakhir dengan bencana. Pada tanggal 26 Desember 1942, orang-orang dari kompi Parasut asal Resimen Brandenburger diangkut dengan pesawat layang untuk menghancurkan jembatan dan rute pasokan yang digunakan oleh Inggris di Afrika Utara. Beberapa glider ditembak jatuh saat terbang di atas garis pertahanan musuh dan yang lainnya hancur saat mendekati target mereka. Sebagian besar pasukan terjun payung yang dilibatkan tewas dalam operasi itu. Pada tanggal 6 Mei 1943, para spesialis unit Brandenburger diperintahkan untuk keluar dari wilayah Afrika, meskipun banyak yang akhirnya terdampar karena kurangnya transportasi dan mereka mengakhiri perang sebagai tawanan sekutu. 

Pasukan komando Brandenburger di medan Afrika Utara. Di medan Afrika, unit ini kurang begitu (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)

Di seberang Afrika, pada tanggal 12 September 1943 pasukan Inggris merebut beberapa pulau di Dodecanesos di Yunani, termasuk pulau Samos, Kos dan Leros. Pendudukan atas pulau-pulau kecil ini secara langsung akan mengancam jalur pelayaran antara pulau Rhodes yang diduduki Jerman dengan daratan Yunani. Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF) kemudian segera mulai membom sasaran Jerman di pulau Rhodes, pusat kekuatan pasukan Poros di kepulauan Dodecanesos. Mereka juga melakukan serangan terhadap pulau Kreta. Komando Tinggi Jerman pada akhirnya khawatir bahwa pulau-pulau ini akan digunakan sebagai pangkalan terdepan oleh Sekutu untuk menyerang wilayah Balkan. Rencana lalu segera dibuat untuk merebut kembali pulau-pulau ini dari Inggris. Serangkaian penyerangan pertama Jerman, kemudian terjadi di pulau Kos (Operasi Polar Bear), yang dilancarkan pada tanggal 3 Oktober 1943. Kos dipilih sebagai tujuan pertama yang diambil alih, karena merupakan satu-satunya pulau yang memiliki lapangan udara, yang dapat digunakan sebagai pangkalan garis depan untuk Luftwaffe dalam operasi masa depan mereka di kepulauan Dodecanesos. Penguasaan ini bisa juga mencegah RAF untuk menyediakan perlindungan udara ke pulau-pulau lain, terutama Leros, yang menjadi tujuan Jerman berikutnya di daerah tersebut. Operasi di pulau Kos lalu berhasil dilakukan oleh kompi pasukan terjun payung Resimen Brandenburger, yang mendarat di pulau itu dengan pesawat layang. Pasukan tambahan kemudian dikirimkan dari Divisi Pendaratan Udara ke-22.

Kepulauan Dodecanesos yang strategis di kawasan Balkan. (Sumber: https://alchetron.com/)

Keberhasilan satuan Brandenburg selanjutnya yang paling menonjol di wilayah Mediterania Timur adalah terjadi saat mereka melakukan penyerangan di pulau Leros. Penyerangan ke Leros kemudian akan menjadi operasi terbesar di kepulauan Dodecanesos dan yang terpenting karena adanya fasilitas pelabuhan di pulau ini. Pulau itu telah digunakan oleh Inggris sebagai pangkalan angkatan laut, satu skuadron pesawat amphibi juga diketahui dioperasikan dari Leros, dan dengan demikian mereka merupakan ancaman serius bagi jalur perkapalan Jerman. Operasi itu kemudian diberi nama sandi Operasi  Leopard dan akan terdiri dari serangan gabungan dari udara dan laut. Pulau Leros sendiri, tercatat menjadi garnisun bagi satu brigade pasukan Inggris dan sekitar 5.500 orang Italia, yang sekarang ada di pihak Sekutu. Yang terakhir adalah pasukan kelas rendah yang tidak bisa diharapkan untuk menawarkan banyak perlawanan. Pengeboman udara berat yang dilancarkan di Leros kemudian diikuti oleh serangan lintas laut dari dua sisi dengan penurunan pasukan parasut sebagai pendukung yang akan membagi para prajurit musuh yang bertahan. Sebuah kompi parasut dari Brandenburger lalu ditempatkan di Batalyon ke-1, Resimen Parasut ke-2, dan mereka ini diterjunkan setelah mengalami penundaan selama 12 jam pada pukul 1 siang tanggal 12 November 1943. Mereka yang kemudian diterjunkan dengan pesawat-pesawat angkut Ju-52 menghadapi tembakan antipesawat yang dahsyat di sebidang kecil tanah antara teluk Gurna dan Alinda. Penerjunan mereka ini diharapkan akan membagi pertahanan pulau menjadi dua. Namun, zona penerjunan itu hanya selebar setengah mil dan dipertahankan oleh Batalyon ke-2, Royal Irish Fusiliers. Dengan terjun dari ketinggian 450 kaki, para penerjun payung dengan cepat berada di tanah dan mengorganisasi diri dengan tergesa-gesa sehingga dua kompi dapat melindungi posisi dari utara dan timur, sementara dua lainnya menyerang ke arah Rachi Ridge. Gugus tugas Timur mengalami kesulitan, dan detasemen Küstenjäger (penyerang pantai) Brandenburger tidak dapat mendarat karena tembakan hebat dari baterai artileri pesisir yang diawaki oleh orang-orang Italia. Serangan bersama pesawat-pesawat Stuka dan tabir asap kemudian memungkinkan mereka untuk sampai ke darat, dan mereka mendarat di sisi utara Teluk Pandeli sementara konvoi lainnya masuk ke Teluk Alinda. 

Pasukan Brandenburger di Pulau Leros tahun 1943. (Sumber: https://www.scalehobbyist.com/)

Meskipun kehilangan satu perahu karena tembakan, unit Brandenburger bisa sampai ke tebing dan berhasil mendakinya untuk menyerang lokasi tujuan mereka, Gunung Appetici. Dukungan udara jarak dekat kemudian dipanggil tetapi secara tidak sengaja malah menghantam pasukan Jerman sebelum menghancurkan pertahanan musuh. Kemudian serangan dimulai. Namun tembakan hebat dari senjata mortir dan senapan mesin musuh bisa menahan pasukan komando, dan semua perwira mereka tewas atau terluka. Serangan udara lalu dilakukan lagi, tetapi serangan itu sekali lagi menghantam posisi Brandenburger dan membuat mereka mundur untuk berkumpul kembali. Perundingan darurat kemudian dilakukan untuk memutuskan bahwa sementara tujuan utama tidak dapat direbut, namun posisi pasukan Italia di Castle Hill harusnya dapat ditaklukkan, dan posisi ini dengan cepat dapat dikuasai dengan menggunakan granat tangan. Selama tiga hari, unit Küstenjägers mempertahankan posisi mereka. Sepanjang malam, pasukan Inggris melakukan serangan artileri, dan beberapa upaya untuk menyerbu posisi Jerman berhasil diusir. Kedua belah pihak juga mengirimkan patroli, dan pasukan Jerman sementara itu hanya bisa disuplai kembali dengan pengedropan dari udara, yang mengirimkan amunisi, dan mortir dari udara — mortir lalu akan menjadi tambahan yang berguna untuk persenjataan mereka. Bala bantuan Jerman kemudian bisa dibawa ke punggung bukit. Lokasi markas Inggris di Gunung Meraviglia sudah diketahui, dan bala bantuan tersebut diperlukan untuk menyelesaikan perebutannya. Upaya ini dilanjutkan dengan menghadapi serangan balik yang keras oleh pasukan infanteri Inggris yang tetap terputus satu sama lain di utara dan selatan pulau itu. 

Unit Bradenburger di Pulau Leros. Keberhasilan pasukan Jerman dalam menguasai kepulauan Dodecanesos, sekaligus menandai salah satu kemenangan terakhir Jerman dalam perang dunia II. (Sumber: https://weaponsandwarfare.com/)

Pada tanggal 14 dan 15, pasukan Inggris terus menyerang garis pertahanan tipis yang dipertahankan oleh para penerjun payung di seluruh bagian tengah pulau. Sementara itu, unit Küstenjägers menahan serangan yang dilakukan oleh tiga kompi dengan bantuan tembakan mortir dan senapan mesin, dan pihak Inggris lalu mengalihkan upaya mereka untuk merebut Rachi Ridge dan Gunung Germano. Kelelahan karena menghadapi serangan pesawat-pesawat Stuka yang menyerang secara konstan, bagaimanapun mereka berhasil menghubungkan diri dan merebut kembali Germano. Pada posisi ini jika saja pasukan Inggris dapat merebut kendali desa St. Nicola dari pihak Jerman, maka pasukan Jerman di sekitar Leros akan bisa ditaklukkan. Kemudian pertempuran tangan kosong yang kejam pun terjadi, tetapi tentara Jerman memiliki keunggulan jumlah dan memaksa pasukan Inggris keluar dari rumah-rumah batu yang jarang di tempat itu. Dengan operasi telah memasuki hari keempat, pasukan komando Jerman takut kehilangan momentum, dan Batalyon ke-3 dari Resimen Pertama Brandenburger diperintahkan ke Leros. Batalyon tersebut mendarat pada pukul 2 pagi pada tanggal 16 dan merebut dataran tinggi di selatan kota Leros. Saat fajar menyingsing, pasukan Brandenburger beralih ke tujuan mereka selanjutnya, Gunung Meraviglia dan markas pasukan Inggris. Meskipun mengalami kerugian yang besar, mereka terus maju melintasi lereng yang gundul dan berbatu, melewati pertahanan antipesawat dan lapangan, serta terlibat dalam aksi pertempuran jarak dekat lebih lanjut melawan pasukan Inggris yang bertahan dengan keras kepala. Pada pukul 3 sore, semuanya selesai, meskipun komandan Batalyon ke-3 termasuk di antara mereka yang terluka parah. Sebuah patroli bisa membuka kontak dengan unit Küstenjägers di Castle Hill untuk melakukan serangan terakhir terhadap markas pasukan Inggris, dan pada akhirnya komandan pasukan Inggris menyerah kepada Unit Brandenburger ini. Pertempuran untuk merebut pulau Leros bisa dibilang berakhir pada malam tanggal 16 November, dengan ditangkapnya 3200 tentara Inggris dan 5350 tentara Italia (atas perintah Hitler para perwira Italia diperintahkan untuk dieksekusi). Sementara itu, kerugian di pihak Jerman bisa dibilang minimal. Para personel Brandenburger tercatat telah bisa mengalahkan lawan yang jumlahnya lebih superior yang didukung oleh artileri berat dan senjata pantai hanya dalam waktu empat hari, dan hasilnya sekali lagi Jerman bisa menguasai kepulauan Dodecanesos, sekaligus menandai salah satu kemenangan terakhir Jerman dalam perang dunia II. 

BERAKHIR MENJADI PASUKAN ANTI PARTISAN

Pada bulan Oktober 1942, unit Brandenburger telah berkembang menjadi kekuatan setara divisi, tetapi dengan berjalannya waktu, ketika kemajuan pasukan Jerman di berbagai front bisa dihentikan sekutu dan para partisan mulai beroperasi di daerah belakang, unit Brandenburger segera terlibat dalam tugas-tugas untuk menundukkan perlawanan lokal. Saat itu pasukan Jerman telah menduduki sebagian besar wilayah Soviet, dan di dalamnya para partisan yang melakukan perlawanan berkembang pesat. Mereka terus-menerus menyerang jalur pasokan pasukan Wehrmacht, menggunakan taktik tembak-lari dan memanfaatkan perlindungan alam di hutan dan rawa-rawa. Pada awal tahun 1943, ancaman kaum partisan menjadi semakin serius. Pasukan reguler memang dapat mempertahankan posisi-posisi dan instalasi penting, tetapi mengejar para partisan ke dalam benteng pertahanan mereka dan menghancurkan mereka tampaknya merupakan tugas yang jelas lebih cocok dilakukan oleh unit Brandenburger, yang dilatih untuk itu karena mereka dikhususkan untuk peperangan non reguler. Kini personel unit-unit komando telah bertambah dengan personel yang diambil dari warga di wilayah pendudukan yang tidak puas dengan kondisi politik mereka sendiri. Sekelompok orang Ukraina yang terkenal, yakni “Nightingale Group”, diketahui telah memainkan peran penting dalam invasi awal ke Uni Soviet dengan merebut kota Przemysl dan jembatan di atas sungai San. Akhirnya, setiap batalion Brandenburg memiliki kompi “Eastern Volunteer” yang menyertainya. Tapi kemudian terbukti menjadi sebuah kesalahan menggunakan unit-unit Brandenburger dalam peran kontra-pemberontakan, meskipun kualifikasi mereka jelas memenuhi syarat untuk pekerjaan itu. 

Personel Brandenburger beristirahat sejenak diantara misi. Di akhir karirnya, unit satuan khusus ini dialihkan untuk misi-misi partisan. (Sumber: https://weaponsandwarfare.com/)
Otto Skorzeny (kiri) dan mantan perwira Brandenburger Adrian von Fölkersam (tengah), yang sekarang bergabung dengan SS-Jagdverbände pimpinan Skorzeny di Budapest setelah Operasi Panzerfaust, 16 Oktober 1944. Sebagian personel Brandenburger dilebur dalam unit pimpinan Skorzeny. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Pasukan Komando ini sedari awal telah dibentuk untuk tugas-tugas ofensif, dan sementara keterampilan mereka memungkinkan mereka untuk mencetak beberapa keberhasilan spektakuler, waktu mereka banyak terbuang percuma untuk melakukan patroli yang tak henti-hentinya melawan partisan. Moral pasukan kemudian juga anjlok, dan Brandenburger tidak bisa beraksi lebih dari sekadar bertahan. Kerugian besar dan manuver politik telah menghancurkan kohesi unit-unit mereka, dan banyak dari mereka lalu pergi untuk bergabung dengan unit komando yang dibentuk oleh Kolonel Otto Skorzeny di Waffen SS. Skorzeny kemudian menggunakan banyak teknik yang digunakan oleh unit-unit Brandenburger dengan sangat efektif pada masa awal perang selama ofensif Ardennes yang gagal pada tahun 1944. Dengan runtuhnya Front Timur, kebutuhan akan peperangan anti-partisan semakin berkurang. Pada musim panas 1944, Brandenburger kemudian lebih dikerahkan layaknya unit-unit konvensional. Kemudian di tahun itu, formasi satuan komando ini dibubarkan dan direformasi dan dimasukkan dalam Divisi GrossDeutschland. 1.800 orang lainnya dipindahkan ke batalion SS Jaeger ke-502 pimpinan Otto Skorzeny. Moral mereka hancur dan keahlian khusus mereka diabaikan saat mereka melakukan  pertempuran gerak mundur melawan tentara Merah selama berbulan-bulan sampai dimusnahkan di dekat kota Pillau di Prusia Timur saat minggu-minggu terakhir perang. Hanya sedikit dari bekas personel unit khusus ini yang selamat hingga akhir perang yang pahit ini. Sekarang, hampir 76 tahun kemudian, hanya sedikit personel Brandenburger yang masih hidup, dan sebagian besar pencapaian mereka masih tetap hanya menjadi catatan kaki dalam sejarah.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Bradenburgers: Germany’s Special Forces in World War II by Jon Latimer

The Brandenburg Commandos by Christopher Lew

The Brandenburgers

https://www.google.com/amp/s/weaponsandwarfare.com/2016/06/05/the-brandenburgers/amp/

Hitler’s Brandenburgers: secret multilingual warrior spies of Nazi Germany by Mike Perry, SOFREP Aug 20, 2015, 9:00 PM

https://www.google.com/amp/s/www.businessinsider.com/hitlers-brandenburgers-secret-multilingual-warrior-spies-of-nazi-germany-2015-8%3Famp

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Brandenburgers

Exit mobile version