Sejarah Militer

Con Thien (1967-1968): Bukit Para Malaikat (Maut) Marinir Amerika di Vietnam

Letnan Jenderal Lewis Walt tidak senang. Komandan Pasukan Amfibi Marinir Ke-III yang kekar itu baru saja diperintahkan oleh Komandan Pasukan Amerika di Vietnam, Jenderal William C. Westmoreland untuk membantu pembangunan “tembok” penghalang guna membendung arus personel dan material pasukan komunis yang datang ke Vietnam Selatan dari Vietnam utara. Bagi seorang militer profesional seperti Walt, konsep itu konyol, namun Washington, seperti biasa, punya pemikiran lain. Menteri Pertahanan Robert S. McNamara telah diyakinkan oleh Profesor Sekolah Hukum Harvard, Roger Fisher bahwa “ranjau konvensional dan penghalang kawat berduri yang akan didukung oleh pasukan pemantau” adalah kunci untuk menghalangi sekitar 15 batalion musuh dalam melintasi Zona Demiliterisasi (DMZ) ke Vietnam selatan. Tembok penghalang yang diusulkan rencananya akan dibuat membentang dari pantai Laut Cina Selatan ke barat melintasi bagian utara Vietnam Selatan, sampai ke wilayah Laos dan akhirnya ke Thailand. Dengan disetujuinya Rencana ini, makan nasib dan nyawa dari ribuan orang telah dipertaruhkan. Pada masanya kawasan DMZ menjadi titik paling “panas” dan akan menjadi lokasi pertempuran-pertempuran besar yang brutal, ganas, serta paling memakan banyak korban dalam Perang Vietnam.

McNamara Line, “Tembok Penghalang” di kawasan DMZ Vietnam untuk menangkal infiltrasi pasukan komunis ke Vietnam Selatan. Sistem ini dinamai menurut nama Menteri Pertahanan Amerika saat itu, Robert S. McNamara. (Sumber: https://www.flickr.com/)

TITIK PERKUATAN DI SISTEM PENGHALANG

Ide pembuatan garis penghalang di garis DMZ Vietnam sudah muncul pada bulan Maret 1966 saat McNamara bertemu dengan Kepala Staff Gabungan Angkatan Bersenjata Amerika. Sejak awal, McNamara telah menemui banyak penolakan terhadap rencananya. Laksamana Angkatan Laut AS Grant Sharp, panglima tertinggi semua armada laut Amerika di Pasifik, mengajukan keberatan dengan keras. Dia menunjukkan bahwa skema tersebut akan membebani bagian logistik mereka. Menurut Grant pekerjaan konstruksi raksasa dan sejumlah besar tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memelihara dan melindunginya tidak sebanding dengan manfaat dari upaya itu. Mengenai opini Grant, Walt dan para marinirnya sangat setuju. Singkatnya, kata seorang perwira Marinir, “kami tidak antusias dengan rencana pertahanan penghalang apa pun untuk memecahkan masalah infiltrasi pasukan komunis. Kami percaya bahwa pertahanan mobile dengan kekuatan yang memadai akan menjadi pendekatan yang lebih fleksibel dan ekonomis untuk mengatasi masalah tersebut. ” Marinir lain mengatakannya dengan lebih blak-blakan: “Dengan para bajingan-bajingan ini (pihak komunis), Anda harus membangun zona itu sampai ke India, dan itu akan membutuhkan seluruh personel Korps Marinir dan setengah dari prajurit Angkatan Darat untuk menjaganya. Bahkan kemudian mereka toh mungkin masih mungkin menerobos dengan menggali terowongan di bawahnya. ” Meski mendapat banyak tentangan, namun tetap saja, McNamara bersikeras. Pada bulan September 1966, JASON Group, sebuah “wadah para pemikir dari universitas”, mempresentasikan desain penghalang mereka yang baru dan lebih baik. Kali ini mereka menambahkan dukungan udara ke dalam sistem tersebut. Bertekad untuk menjalankan rencana tersebut, McNamara memilih Letnan Jenderal Angkatan Darat Alfred D. Starbird untuk memimpin Satgas 728. Dia mengarahkannya untuk “merancang sistem penghalang infiltrasi guna menghentikan (atau setidaknya secara substansial mengurangi) aliran personel dan perbekalan dari Vietnam Utara ke Selatan. ” 

Menteri Pertahanan AS Robert McNamara meninggalkan Saigon, September 1967 setelah salah satu dari banyak perjalanannya ke Vietnam untuk mengamati jalannya perang. Dia berjabat tangan dengan Duta Besar AS Maxwell Taylor. McNamara percaya bahwa pembangunan tembok penghalang di DMZ akan bisa menghambat infiltrasi pasukan komunis. (Sumber: https://consortiumnews.com/)
Vietnam tahun 1965, Mayor Jenderal Lewis W. Walt menghadiri pengarahan di kota Da Nang. Tidak menyukai ide McNamara, Jenderal Walt menganggap bahwa pembangunan tembok penghalang di DMZ adalah pemborosan tenaga para marinir dengan potensi hasil yang tidak sepadan. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Sejalan dengan ide McNamara, komandan pasukan Amerika di Vietnam, Jenderal Westmoreland, ingin agar proyek pembangunan tembok penghalang di DMZ segera diwujudkan. (Sumber: https://historica.fandom.com/)

Sementara itu, jenderal Westmoreland juga ingin penghalang ini dibuat. McNamara Line, demikian garis tersebut dinamai, rencananya adalah terdiri dari garis pertahanan selebar 600 meter yang telah dibersihkan dan akan ditebari oleh para Marinir dengan berbagai sensor seismik dan akustik serta ladang ranjau. Alih-alih membuat pagar yang sebenarnya, jalan setapak akan dibuat di hutan tepat di belakang DMZ dan akan didasarkan pada rangkaian titik-titik perkuatan di sepanjang garis tersebut. Fase pertama dari apa yang disebut Strong Point Obstacle System (SPOS) akan memanjang dari Gio Linh, di pantai timur Vietnam Selatan, ke Con Thien, sebuah benteng Prancis terbengkalai yang terletak di dekat DMZ. Pada bulan April 1967, Batalyon Zeni ke-11 Marinir dengan cepat membersihkan petak tanah sepanjang 200 meter di antara dua pangkalan yang dijuluki “Trace (Jejak)”. Mereka yang berpartisipasi dalam pembangunannya menyebutnya “(Fire Break) pemecah api”. Yang lain menyebutnya lebih pesimistis sebagai “garis kematian”. Rencana SPOS pada akhirnya membutuhkan enam titik perkuatan. Alpha 1, dekat Laut Cina Selatan, akan diduduki oleh tentara ARVN (Vietnam Selatan). Alpha 2 akan berlokasi di Gio Linh. Con Thien akan menjadi Alpha 4. (Alpha 3, 5, dan 6 tidak akan didirikan sampai nantinya). Pangkalan-pangkalan ini akan didukung oleh pangkalan artileri pendukung tembakan yang terletak beberapa kilometer ke selatan. Marinir kemudian akan membangun satu titik perkuatan di tengah-tengah antara Cam Lo dan Con Thien. Jalan tanah yang diidentifikasi pada peta sebagai Route 561 lalu akan menjadi jalur suplai utama di antara mereka. Empat posisi Marinir di Con Thien, Gio Linh, Dong Ha, dan Cam Lo kemudian membentuk sebuah formasi kotak kasar. Segera karenanya, area yang dikenal sebagai, “Leatherneck Square” ini akan mendapat tempat tersendiri dalam catatan sejarah Korps Marinir Amerika. 

Rencana SPOS McNamara di sekitar kawasan DMZ. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

CON THIEN: BUKIT MALAIKAT

Dari semua titik perkuatan di sepanjang DMZ, yang paling penting adalah Con Thien. Tempat itu terdiri dari rangkaian 3 bukit yang kecil, yang tertinggi hanya setinggi 158 meter, meski demikian tempat itu memiliki posisi strategis dengan pemandangan yang tidak terhalang sejauh bermil-mil. Con Thien kemudian dikelilingi dengan kawat berduri, dilindungi dengan artileri dan ditebari parit dan bunker yang tertutup kantong-kantong pasir. Pangkalan marinir yang terisolasi ini hanya berjarak dua mil dari garis DMZ. Dalam bahasa Vietnam, “Con Thien” secara bebas diterjemahkan sebagai “gunung kecil yang ditinggali oleh makhluk surgawi.” Tempat itu juga disebut sebagai Bukit Malaikat. Mereka yang pernah datang ke Con Thien akan dapat melihat kembali kompleks logistik Dong Ha yang luas dari sana dan dengan demikian mereka langsung tahu mengapa Marinir harus mempertahankan bukit tersebut. “Jika musuh mendudukinya, mereka seperti sudah dekat dengan ‘tenggorokan’ kita,” kata Kolonel Richard B. Smith, komandan Batalion Marinir ke-9 memperingatkan. Untuk mempertahankan pos terdepan dan mengawasi aktivitas musuh di dalam dan sekitar DMZ, batalion-batalion infanteri dari Divisi Marinir ke-3 dirotasi ke Con Thien secara teratur. Segera, Leathernecks (julukan marinir Amerika) mulai menyebut tugas yang melelahkan itu sebagai “waktu di dalam tong”. Nama lain yang lebih mengerikan akan segera memasuki kosakata mereka — yakni “gilingan daging” dan “lubang neraka”. Saat jumlah korban meningkat, pasukan infanteri mulai menyebut DMZ sebagai “Zona Kematian Marinir”. Dalam catatan sejarah resmi Korps Marinir, mereka bahkan menyebutkan tentang adanya beberapa bunker di Con Thien yang ditandai sebagai “Die Marker”.

Leatherneck Square, yang mencakup Con Thien-Gio Linh-Cam Lo-Dong Ha. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
“Dari ketinggian di Con Thien, Marinir AS dari Kompi Mike memandang rendah kearah DMZ selama serangan rutin oleh pesawat pembom tempur terhadap posisi musuh.” Meski bukit-bukit tempat pangkalan marinir Amerika di Con Thien nampak tidak menarik, namun lokasi Con Thien sangat strategis karena mengawasi langsung kota Dong Ha yang menjadi pusat logistik militer Amerika di sekitar DMZ. (Sumber: https://time.com/)
Tanah liat berwarna merah di Con Thien terlihat jelas bermil-mil jauhnya dari wilayah pedesaan yang hijau subur. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Karena dinilai berbahaya, bunker-bunker ini kemudian diperkuat baik dengan kayu dan baja. Selain berbahaya, fasilitas dan kelayakan hidup bagi para Marinir di Con Thien juga memprihatinkan, terkadang mereka tidak mendapat suplai dalam 3 hari, kebutuhan lain, seperti tissue toilet bahkan kadang tidak ada. Sementara itu, meski kondisi di Con Thien jelas menempatkan para marinir dalam bahaya konstan, namun para pemegang keputusan terus menjalankan program pembuatan ‘Barrier’ penghalang mereka di DMZ. Di Con Thien, komandan Amerika di Vietnam gagal menyadari bahwa kesetiaan harus mengalir ke bawah sekaligus ke atas. Loyalitas para komandan seharusnya diberikan kepada para Marinir mereka yang menghadapi Tentara Vietnam Utara (NVA) serta atasan mereka di Washington. Mestinya para komandan Amerika tidak hanya mendengar perintah dari Washington saja, namun juga mempertimbangkan keberatan-keberatan yang diajukan oleh para prajurit mereka di lapangan. Sayangnya hal ini tidak terjadi, dan banyak marinir akan membayar mahal konsekuensinya dengan nyawa mereka.

SERANGAN PERTAMA NVA

Segala aktivitas Amerika di sekitar DMZ tak luput dari pantauan orang-orang Vietnam Utara. Sampai saat itu, pihak Komunis telah menikmati adanya perlindungan di bagian selatan wilayah itu. Ironisnya pada saat itu sisi DMZ Vietnam Utara dinyatakan terlarang bagi serangan darat pasukan AS oleh para komandan-komandan Amerika, sementara Divisi-divisi NVA “bebas” berkeliaran di sisi DMZ Vietnam Selatan, yang beroperasi dalam jangkauan perlindungan artileri mereka, dan bebas untuk menargetkan tembakan pada posisi serta patroli Marinir yang berkeliling dengan akurasi yang mematikan. Namun, sekarang orang-orang Amerika sudah terlalu dekat untuk bisa mengganggu kebebasan aktivitas mereka, dan pihak Hanoi kemudian bermaksud untuk melakukan sesuatu terhadap hal itu. Pada dini hari tanggal 8 Mei 1967, para personel pasukan sapper Vietnam Utara dari Batalyon ke-4 dan ke-6, Resimen 812 NVA merayap ke arah bagian timur laut dan tenggara perimeter di Con Thien. Daerah itu diperkirakan akan diduduki oleh pasukan ARVN dan kontingen kecil orang-orang Cina dari suku Nung, serta personel pertahanan sipil, Civilian Irregular Defense Group (CIDG). Namun, kali ini orang-orang Vietnam Utara keliru. Tanpa sepengetahuan mereka, tentara ARVN telah pergi dan perimeter itu sekarang ditempati oleh Kompi A dan D dari Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-4, bersama dengan satu peleton pasukan zeni dan beberapa tank dari Kompi A, Batalyon Tank ke-3, Divisi Marinir ke-3. Tepat sebelum jam 3 pagi, sebuah peluru suar menerangi langit malam, sinyal bagi serangan NVA yang akan dimulai. Senjata musuh lalu menghujani Con Thien dengan peluru artileri dan mortir saat pasukan Sapper Vietnam Utara dapat menyerbu pagar kawat berduri yang setajam silet. Meledakkan celah di kawat duri itu dengan torpedo Bangalore, pasukan sapper yang berpakaian minim mulai melemparkan tas-tas peledak ke semua bukaan pada bunker. Sekitar pukul 4 pagi pasukan reguler NVA mulai menembusi perimeter. Orang-orang Nung terpaksa mundur dan bergabung dengan pasukan kecil dari unit zeni Angkatan Laut A.S. (Seabees) untuk menahan gelombang pasukan musuh. Selain alat peledak yang mereka gunakan, pihak musuh juga menggunakan senjata penyembur api untuk membakar hidup-hidup setiap penghuni malang yang tersisa di dalam bunker — ini merupakan catatan pertama penggunaan senjata penyembur api oleh pasukan Komunis sejak perang dimulai.

Papan peringatan yang menggambarkan risiko untuk tinggal di Con Thien. (Sumber: http://www.5thmarinedivision.com/)
Orang-orang etnis China Vietnam dari Suku Nung bertugas sebagai tentara bayaran untuk korps Vietnam Selatan. Pasukan Khusus AS kerap mencari orang-orang Suku Nung untuk bertugas bersama mereka, karena dikenal sebagai petarung tangguh dan pemberani. Beberapa orang prajurit dari Suku Nung turut terlibat mempertahankan Con Thien pada serangan pertama NVA di pangkalan itu, 8 Mei 1967. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Meskipun serangan itu mengejutkan, namun para Leatherneck melawan dengan gagah berani. Sersan David Danner terkena pecahan logam yang panas ketika seorang penembak NVA berhasil mencetak tembakan tepat sasaran ke tanknya dengan senjata granat berpeluncur roket (RPG). Mengabaikan luka-lukanya, Danner berhasil membawa sisa awaknya ke posko bantuan batalion. Dia kemudian kembali ke tanknya dan menggunakan senapan mesin kaliber .30 untuk membantu memukul mundur para penyerang. Mengabaikan tembakan musuh yang berat, dia bergegas untuk membantu seorang Marinir yang terluka, dan membawanya ke tempat aman. Atas aksinya ini Danner akhirnya akan dianugerahi medali Navy Cross untuk tindakan heroiknya malam itu. Kopral Charles D. Thatcher adalah personel Marinir lain yang melakukan aksi heroik selama serangan itu. Thatcher terkena pecahan peluru pada punggung dan lehernya, tetapi terus memberikan bantuan medis kepada rekan-rekannya yang terluka. Dia kemudian naik kembali ke tanknya dan menembakkan senapan mesinnya sampai amunisinya habis, menewaskan seorang tentara NVA yang mencoba meluncurkan peluru RPG ke tank lainnya. Atas keberaniannya, Thatcher juga menerima medali Navy Cross.

Dalam menghalau serangan NVA pada tanggal 8 Mei 1967 di Pangkalan Con Thien, kendaraan anti pesawat M-42 Duster milik Angkatan Darat turut dikerahkan untuk membantu para marinir. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Sementara itu, saat pasukan NVA telah bergerak menuju ke landasan terbang, Peleton ke-1, dari Kompi A, Batalyon ke-1 dengan ditemani oleh kendaraan anti pesawat M-42 Duster milik Angkatan Darat dan beberapa traktor amfibi Marinir, atau amtrak, lalu menyerang pasukan musuh. Salah satu amtrac terkena peluru RPG, yang segera mengubah kendaraan itu menjadi peti mati yang menyala-nyala. Saat terbakar, jeritan mengerikan dari mereka yang terperangkap di dalam bisa terdengar. Segera, ketiga kendaraan itu dihancurkan oleh tembakan musuh. Entah dari mana, Lance Cpl. Michael P. Finley menembakkan beberapa peluru dari peluncur granat M-79 miliknya. Kedua peluru granat kaliber 40mm mendarat di emplasemen senapan mesin pasukan NVA. Finley kemudian terkena tembakan musuh, tetapi berhasil lari untuk membantu rekan Marinir lainnya. Dia akhirnya tertembak dan terbunuh saat mencoba menjangkau pemimpin pasukannya yang terluka. Finley secara anumerta dianugerahi medali Navy Cross untuk kepahlawanannya. Saat fajar pertempuran telah mereda dan pasukan NVA telah dipukul mundur. Musuh telah menderita korban hampir 200 orang terbunuh; hanya delapan dari mereka yang berhasil ditangkap. Sebaliknya di pihak Marinir, mereka menderita korban 44 tewas dan 110 luka-luka. Pertempuran pertama untuk merebut Con Thien mengajarkan Hanoi pelajaran berharga. Jenderal Vo Nguyen Giap, komandan pasukan Komunis, menyadari bahwa dia tidak dapat secara efektif menghadapi pasukan Marinir Amerika secara terbuka dalam bentrokan seperti itu karena daya tembak mereka (marinir) yang menghancurkan. Sebagai gantinya, dia memilih untuk memainkan taktik tembak lari, melakukan penyergapan dan menghantam pertahanan marinir di Con Thien dengan tembakan artileri dan mortir untuk menandingi keunggulan daya tembak pasukan Marinir.

OPERASI HICKORY 

Serangan pada tanggal 8 Mei akhirnya meyakinkan Washington bahwa sesuatu harus dilakukan terhadap pasukan NVA yang ditempatkan di bagian selatan DMZ. Jenderal Westmoreland kemudian menginstruksikan pasukan Marinir untuk mengusir tentara Komunis dari tempat persembunyian mereka di wilayah tersebut. Leathernecks lalu menyusun tiga operasi terpisah untuk mengusir pasukan NVA. Bagian tugas bagi personel Divisi Marinir ke-3 dinamai sebagai Operasi Hickory; sementara Lam Son 54 adalah kode nama untuk bagian tugas ARVN dari rencana tersebut. Marinir dari Special Landing Forces (SLF) Alpha dan Bravo, yang berasal dari kapal di Laut Cina Selatan, juga turut berpartisipasi. Beau Charger adalah nama operasi untuk unit SLF Alpha, Belt Tight untuk SLF Bravo. Pada tanggal 18 Mei, Operasi Hickory dimulai dengan pemboman artileri besar-besaran. Hampir 700 peluru peluru meriam kaliber 105mm dan 155mm menghantam perbentengan musuh yang diduga ada di dekat dusun Phu An. Wilayah ini dianggap penting bagi Marinir karena kedekatannya dengan rute menuju pangkalan utama tentara Komunis. Segera setelah penembakan, jet-jet tempur Amerika kemudian mengirimkan bom seberat 750 (340 kg) dan 1.000 pon (453,6 kg) dan memenuhi daerah tersebut dengan bom napalm. Setelah itu, elemen dari Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-9 dengan cepat masuk dan mengamankan daerah tersebut, serta menghitung hampir  sebanyak 30 personel musuh tewas dan 75 bunker yang hancur dalam bombardemen pembuka. 

Peta Operasi Hickory, Belt Tight, Beau Charger dan Lam Son 54. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Bunker kayu dan tanah — bagian dari kompleks pertahanan musuh yang ditemukan kosong oleh Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-4, pada tanggal 18 Mei 1967 selama Operasi Hickory — mengilustrasikan jenis bunker NVA yang dibangun dengan baik dan disamarkan yang sering ditemui oleh personel Divisi Marinir ke-3 dalam operasi di sekitar DMZ. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Pasukan Marinir bekerja sama dengan tank M48 dari Batalyon Tank ke-3 membersihkan wilayah dekat Con Thien selama Operasi Hickory. (Sumber: https://www.usmcu.edu/)

Sementara itu, personel dari Batalyon ke-2, Resimen Marinir ke-26 maju ke bagian selatan DMZ bersama dengan Batalyon ke-2, Resimen Marinir ke-9, yang melindungi sayap kanan mereka. Sebelum pagi berakhir, Leathernecks telah mendapati diri mereka terlibat dalam baku tembak yang sengit dengan pasukan reguler NVA yang menembak dari lubang-lubang pertempuran yang tersembunyi dengan baik. Kopral Robert Moffit dari Kompi G mengirimkan sejumlah besar tembakan senapan ke kompleks bunker yang tersembunyi di balik pagar tanaman, kemudian maju ke garis parit pertahanan dan menewaskan beberapa tentara musuh. Keesokan harinya personel Kompi G terlibat dalam baku tembak lagi. Sekali lagi, Moffit yang tak kenal takut merayap menuju sarang senapan mesin musuh dan melemparkan granat ke dalamnya untuk membungkam senjata mereka. Dia kemudian akan tetap hidup untuk menerima medali Navy Cross. Menjelang sore, lusinan peluru mortir kaliber 82mm telah jatuh di area markas pasukan marinir. Rentetan berikutnya melukai hampir 20 personel marinir, termasuk komandan batalion, Letkol Charles R. Figard. Sementara para Leathernecks terlibat dalam kontak senjata sengit dengan pihak musuh, Operasi Lam Son 54 dimulai dengan dua batalyon dari Divisi ARVN ke-1 bergerak menuju Sungai Ben Hai di DMZ dan maju ke arah selatan. Sementara manuver ini terjadi, tiga batalyon lintas udara ARVN mulai menyapu ke bagian sayap di barat. Keesokan harinya, pada tanggal 19 Mei, unit-unit ARVN menghadapi bagian dari Resimen NVA ke-31 dan ke-812. Pasukan Vietnam Selatan bertempur dengan baik, dan berhasil menewaskan 342 tentara musuh, menangkap 30 lainnya, dan merebut 51 senjata.

PERTEMPURAN BERAT DALAM OPERASI BEAU CHARGER

Sementara Lam Son 54 menikmati beberapa kesuksesan, bagian dari operasi Beau Charger tidak. Sejak awal, pasukan marinir sudah mengalami masalah masalah. Skuadron HMM-263 (Helikopter Marine Medium) pimpinan Letkol Edward Kirby mengalami hujan tembakan yang ganas saat helikopter UH-34 Sea Horse miliknya mencoba mendaratkan kelompok penyerang utama dari Kompi A, Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-3, di Landing Zone Goose. Menerbangkan helikopter terdepan, Kirby menerima hujan tembakan senjata otomatis saat dia melayang kurang dari ketinggian 50 kaki (18 meter) dari tanah untuk mendaratkan pasukan infanteri yang dibawanya. Tembakan pihak Komunis telah melumpuhkan radio helikopter dan melukai sebagian besar awaknya, bersama dengan tiga orang bersenjata dari Kompi A. Seorang Marinir lainnya tewas seketika dan jatuh dari helikopter. Kirby akhirnya berhasil keluar dari situasi genting sementara penembak di pintu helikopter yang terluka terus menerus melepaskan tembakan senapan mesin. Kirby berkata kemudian bahwa tembakan balasan dari penembak pintu itu telah “menyelamatkan kita semua.” Kirby lalu menerbangkan helikopternya yang rusak parah kembali ke USS Okinawa dan segera memberi tahu komandan SLF Kolonel James A. Gallo, Jr., tentang situasi genting di LZ Goose. Gallo dengan cepat membatalkan semua penerbangan dan mengarahkannya kembali ke LZ Owl, sekitar 800 meter di selatan Goose. 

UH-34D Horse ini sedang bersiap untuk lepas landas dari Camp Evans untuk misi mengirim pasokan ke pasukan Marinir di medan tempur pada bulan Mei 1967. Selama Perang Vietnam, pilot Marinir yang menerbangkan “34” mengirimkan pasukan dan peralatan ke medan tempur dan mengevakuasi korban, sering kali di bawah kondisi yang paling sulit dan berbahaya, salah satu misi semacam ini terjadi pada saat Operasi Beau Charge. (Sumber: https://www.usmcu.edu/)
Pfc R. L. Crumrine menundukkan kepalanya dengan sedih setelah mengetahui salah satu teman terdekatnya dibunuh oleh orang Vietnam Utara. Crumrine berpartisipasi dalam Operasi Hickory di DMZ dengan Resimen Marinir ke-9 dalam pertempuran sengit tanggal 27 Mei 1967. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Sayangnya, ini tidak membantu para Marinir yang sudah mendarat di Goose. Musuh menghantam garis perimeter dari Peleton ke-2 Letnan Kedua Dwight G. Faylor, yang tersebar tipis di area seluas 800 yard. Musuh bergerak begitu dekat dengan garis pertahanan Leathernecks sehingga tembakan bantuan dari kapal-kapwl angkatan laut tidak dapat dikirim untuk mendukung mereka. Pada pukul 11:00, pasukan bantuan mulai mencapai posisi pasukan infanteri yang dikepung, tetapi prajurit-prajurit NVA memilih untuk tetap di tempatnya dan bertempur mati-matian daripada mundur. Kompi B, dari Batalyon ke-1, Marinir ke-3, dengan didukung oleh beberapa tank M-48, menyerang garis parit yang menampung banyak tentara musuh. Segera, para Marinir terjebak dalam pertarungan jarak dekat dengan musuh yang gigih. Kopral Russell F. Keck dari Kompi A menginstruksikan regu senapan mesin M-60 miliknya untuk menembaki garis parit pertahanan NVA. Ketika tembakan mortir dari pasukan Komunis mulai jatuh ke posisi mereka, Keck memerintahkan timnya untuk memindahkan senjata sementara dia tetap di belakang untuk memberikan tembakan perlindungan kepada anggota kompi lainnya. Dia terbunuh saat melakukannya dan secara anumerta dianugerahi medali Navy Cross. Hampir selusin jet kemudian melengking di atas kepala, menjatuhkan bom dan napalmnya. Kompi A dan B, dengan didukung oleh tank-tank, lalu menyerbu garis parit pertahanan pasukan Komunis. Secara keseluruhan, Marinir menemukan 67 mayat musuh berserakan di daerah tersebut. Pada akhir bulan Mei, Operasi Hickory, Lam Son 54, Beau Charger, dan Belt Tight selesai. Aksi militer pada bagian selatan DMZ ini telah menyebabkan 789 musuh tewas dan 37 lainnya ditangkap, bersama dengan 187 senjata berbagai jenis. Di pihak Marinir, korban besar juga mereka derita, yakni sebanyak 142 orang tewas dan 896 luka-luka.

OPERASI BUFFALO

Meski gagal menghancurkan Con Thien, Hanoi tidak berencana mengurangi tekanan pada pangkalan marinir. Serangan tambahan pada benteng tua itu sedang direncanakan, dengan menggunakan artileri jarak jauh guna mengganggu Marinir. Menyadari bahwa NVA tidak akan beranjak pergi, para perencana strategi Marinir mengembangkan rencana dalam wujud Operasi Buffalo untuk menyerang pihak musuh di sepanjang DMZ. Operasi Buffalo dimulai pada tanggal 2 Juli dengan Kompi A dan B, dari Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-9 menyapu kearah utara-timur laut Con Thien. Sayangnya, dua kompi tidak cukup untuk membersihkan wilayah yang luas. Seperti yang ditunjukkan oleh Kolonel George E. Jerue, komandan Resimen Marinir ke-9, “TAOR (Area Tanggung Jawab Taktis) yang ditugaskan ke Resimen Marinir ke-9 sangat besar sehingga resimen tersebut tidak dapat menikmati keuntungan berpatroli di sektor tertentu secara berkelanjutan. Akibatnya, suatu daerah akan dibersihkan selama beberapa hari dan kemudian perlu waktu sekitar seminggu lagi sebelum daerah itu akan dibersihkan lagi. Akibatnya, terbukti bahwa pasukan NVA, dengan menyadari batasan-batasan ini, akan berpindah kembali ke suatu area segera setelah penyisiran selesai. ” Namun kali ini, NVA tidak berniat untuk mundur. Mereka telah menyiapkan penyergapan tersembunyi yang cerdik dan menunggu kedatangan pasukan Marinir. Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-9, yang dijuluki sebagai “Orang Mati Berjalan”, akan segera menghadapi tugas terberatnya hingga saat itu. Pengintaian yang salah dan pengamatan yang tidak memadai telah memungkinkan pasukan NVA yang tidak terdeteksi untuk menyergap Marinir. Kompi B pimpinan Kapten Sterling K. Coates dan Kompi A pimpinan Kapten Albert C. Slater bergerak ke sebelah utara jalur untuk memulai penyisiran mereka di daerah tersebut. Para Leathernecks harus menahan panas dan kelembapan yang melelahkan saat mereka bergerak maju terus di Route 561. Dengan Peleton ke-3 di depan, diikuti oleh kelompok komando, Kompi B mulai menghadapi tembakan penembak jitu secara sporadis. Tiba-tiba, udara dipenuhi dengan tembakan musuh. Orang-orang Coates diserang dari semua sisi ketika tentara Komunis, yang bersembunyi di antara pagar tanaman setinggi pinggang, menembaki para Marinir dengan tembakan senjata otomatis dan mortir. Pasukan NVA juga menggunakan senjata penyembur api, yang membakar pagar tanaman dan memaksa para marinir melarikan diri dari perangkap maut yang terbakar. Saat mereka muncul di tempat terbuka, musuh membantai mereka.

Peta Operasi Buffalo, 2-14 juli 1967. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Sementara itu Peleton ke-2 mencoba mencapai posisi Peleton ke-3 yang terkepung, tetapi berhasil dipukul mundur. Segera, mereka juga terputus dan mendapati diri mereka harus berjuang untuk kelangsungan hidup mereka sendiri. Tembakan artileri dan mortir musuh menghasilkan tembakan tepat sasaran ke kelompok komando, yang menewaskan Coates, operator radio, dua komandan peleton, dan pengamat artileri garis depan. Mendengar suara tembakan yang keras, Sersan Staf Leon R. Burns, komandan Peleton Satu, berusaha untuk mencapai dua peleton lainnya, tetapi pasukan NVA mengepung bagian sisi-sisi peleton tersebut. Burns dengan cepat mengontak radio untuk meminta bantuan dari udara. “Saya minta (bom) napalm dijatuhkan sedekat hingga 50 meter dari posisi kami,” kenangnya kemudian. “Beberapa bom jatuh hanya dalam jarak 20 yard (18 meter), tapi saya tidak mengeluhkannya.” Mendengarkan adanya kontak radio di Con Thien, Letnan Kolonel Richard J. “Spike” Schening, komandan Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-9, tidak membuang waktu untuk memerintahkan Kompi C menuju lokasi pertempuran. Sekarang terbukti bahwa Kompi B telah menghadapi setidaknya dua batalyon pasukan NVA. Kapten Henry J.M. Radcliffe yang memimpin satu peleton dari Kompi D, ditambah dengan empat tank M-48, lalu ke tempat kejadian. Sementara itu, kompi A pimpinan Slater mengalami kesulitan untuk bergabung dengan Kompi B yang terkepung karena tembakan musuh yang hebat, meskipun satu peleton berhasil menerobos dan bergabung dengan pasukan bantuan Radcliffe. Saat pasukan bantuan kecil bergerak di rute 561 dan menuju ke utara, NVA mulai menghujani pasukan Marinir dengan tembakan senjata ringan. Helikopter tempur kemudian menembaki daerah tersebut, dan peluru meriam kaliber 90mm dari tank membuyarkan pasukan musuh. Kompi C mulai menerobos, dan Radcliffe menyuruh tim penyelamatnya untuk mengamankan Zona Pendaratan (LZ). Kompi Charlie lalu datang untuk membantu Kompi B, tetapi dihadang dengan tembakan artileri pasukan Komunis yang melukai 11 personel marinir. Saat mereka bergerak maju, Radcliffe menemukan sisa-sisa peleton Burns — yang tersisa dari kompi Coates. Radcliffe tercengang melihat begitu banyak mayat di sepanjang jalan. Letnan Satu Gatlin J. Howell, yang telah memimpin peleton selama delapan bulan sebelum ditugaskan kembali, juga tidak bisa berkata-kata, tetapi bersama dengan Kopral Charles A. Thompson dari Kompi D, dia membantu mengevakuasi sedikitnya 25 Marinir. 

Helikopter CH-46 Sea Knight menurunkan pasukan marinir dalam perang Vietnam. Dalam Operasi Buffalo helikopter-helikopter Sea Knight mendapat serangan gencar dari pasukan NVA saat mengevakuasi korban-korban di pihak marinir Amerika. (Sumber: https://dennstedt.wordpress.com/)

NVA sendiri sangat menyadari tradisi Marinir AS untuk tidak meninggalkan jenazah rekan-rekan mereka, dan mereka lalu bersiap untuk menghadapi kembalinya para Marinir. Pada tanggal 3 Juli, serangan udara dan artileri Marinir diarahkan ke area pertempuran untuk persiapan pengambilan mayat. Bala bantuan bantuan marinir lepas landas dari kapal induk USS Okinawa, dan pada pagi hari tanggal 4 Juli, mereka menyerang di front dengan enam kompi untuk menjangkau korban-korban yang tewas. Saat Marinir kembali ke Con Thien, Mayor Darrell C. Danielson, perwira eksekutif batalion, bertemu dengan orang-orang yang selamat. Beberapa yang luka ringan diangkut dengan truk, sementara yang lain dibawa dengan helikopter CH-46 Sea Knight. Bahkan pada saat yang terluka sedang ditempatkan dengan hati-hati di sekitar helikopter dan kendaraan, para penembak pasukan Komunis menembaki Con Thien dan Gio Linh dengan lebih dari seribu peluru artileri berat. Sementara itu, Kompi A pimpinan Slater juga sedang berada dalam kesulitan, dengan tentara musuh bergerak dalam jarak 50 meter dari garis pertahanan mereka. Namun serangan udara dan artileri, dan kedatangan pasukan Kompi K, dari Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-9, akhirnya bisa memaksa pasukan NVA mundur. Para personel dari Kompi Alpha bisa menarik nafas lega dan memberikan sambutan yang emosional. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan selamat malam itu jika tidak datang bantuan, karena pasukan NVA akan mengalahkan mereka dan dengan dingin mengeksekusi mereka di tempat mereka berbaring.

“SAYA BENCI UNTUK MENGATAKAN INI PADAMU” 

Pada tanggal 4 Juli, ketika orang-orang di Amerika Serikat merayakan Hari Kemerdekaan dengan kembang api dan piknik, personel Marinir dari Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-3 dan Batalyon ke-3, Marinir ke-9 pindah kembali ke area yang menjadi tempat terjadinya begitu banyak kematian. Pertempuran meningkat dalam intensitas tinggi dan saat malam tiba, Batalyon ke-2, Resimen Marinir ke-3 dari SLF Bravo diangkut dengan helikopter untuk memperkuat batalion. Keesokan harinya, para pengamat udara melihat pasukan NVA melintasi Sungai Ben Hai. Memanjat pohon untuk mengamati pergerakan musuh, Kapten Burrell H. Landes, komandan Kompi B, dari Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-3, menerima kabar bahwa pasukan Komunis yang besar sedang menuju ke arahnya. Landes bertanya tentang ukuran unit NVA tersebut. Pengamat udara itu kemudian membalas melalui radio: “Saya benci untuk memberi tahu hal ini pada Anda.” Ketika itu sebuah batalion NVA yang berkekuatan 400 orang, bagian dari Resimen NVA ke-90 yang elit, mendekati garis pertahanan Marinir, hampir 600 peluru meriam kaliber 130mm dan 152mm mengenai posisi-posisi Marinir. Kali ini, bagaimanapun, Leathernecks punya kejutan untuk mereka. Kapten Slater, yang Kompi A, Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-9 nya telah mengalami mimpi buruk pada tanggal 2 Juli, telah bergabung dengan Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-9 dan mereka sedang menunggu pasukan musuh. “Ketika barisan mereka diserang, pasukan NVA memberi tahu unit-unit mereka lainnya dengan seruan terompet,” kata Slater. “

Marinir dari Kompi K, Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-9, dan tank dari Batalyon Tank ke-3 beroperasi sekitar satu mil timur laut Con Thien selama Operasi Buffalo. (Sumber: https://www.usmcu.edu/)

Reaksi awal mereka adalah kebingungan dan mereka segera berpencar, beberapa di antaranya menuju langsung ke garis pertahanan Marinir. Mereka dengan cepat mengatur dan menyelidiki di setiap sisi perimeter 360 derajat. Posisi pertahanan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan tersembunyi serta disiplin menembak dari para marinir tidak mengizinkan pasukan NVA untuk bisa menebak ukuran unit yang mereka hadapi. Ketika musuh berkumpul dan mulai menyerang, artileri berat yang akurat dari marinir jatuh dalam jarak 75 meter dari perimeter. Beberapa pasukan NVA yang bisa menembus perimeter terbunuh dan semua garis perimeter bisa dipertahankan. ” Pertempuran itu berlangsung brutal. Beberapa personel NVA bisa bergerak cukup dekat untuk melemparkan tas-tas peledak dan batang-batang TNT ke posisi Marinir. Ketika dia mengamati beberapa granat Chicom mendarat di dekatnya, Lance Corporal James L. Stuckey dengan cepat mengambil masing-masing dan mulai melemparkannya kembali. Salah satu proyektil meledak, memutuskan tangan Stuckey, tetapi dia tetap bersama pasukannya selama pertempuran. Atas aksinya malam itu, Stuckey akan mendapat medali Navy Cross. Kemudian segera menjadi jelas bahwa pasukan NVA telah menarik diri keluar pada malam harinya, tetapi meninggalkan banyak jebakan di belakang untuk menguras darah Marinir lebih lanjut. Banyak mayat telah dipasangi dengan jebakan granat dan hampir semuanya telah dimutilasi atau dinodai dengan cara-cara tertentu. Mayat-mayat itu tersebar di area yang luas di semak-semak rendah. Dua hari dibiarkan terberbaring di terik matahari telah menyebabkan mayat-mayat tersebut membengkak dan terbakar sampai hitam. Seorang Marinir yang tewas dipotong alat kelaminnya dan diletakkan di wajahnya, dengan foto pacarnya ditikam di dadanya. Banyak dari tim evakuasi mengenakan masker gas sebagai pelindung dari bau busuk, Marinir lainnya muntah dan muntah. Mereka menempatkan mayat-mayat itu dalam kantong-kantong mayat karet hijau dan membawanya ke tempat terbuka di mana jasadnya dimuat ke tank Marinir. Barang-barang pribadi dikumpulkan dan ditempatkan di helm yang terbalik.

Tank Marinir A.S. digunakan untuk mengangkut Marinir yang tewas dan terluka dari pertempuran dengan pasukan NVA di sekitar Con Thien 1967. Operasi Buffalo yang memakan banyak korban, kemudian dikenal sebagai salah satu bencana terburuk yang dialami marinir Amerika dalam Perang Vietnam. (Foto oleh Robert Stokes/https://consortiumnews.com/)

Banyak diantara prajurit yang terlibat menyatakan dengan tegas bahwa mereka tidak senang karena kru berita TV menemani mereka dalam misi untuk mengevakuasi korban yang tewas. Para wartawan lalu dengan hati-hati hanya sedikit memotret dari kejauhan agar tidak membuat mereka kesal. Bagaimanapun, adegan mengerikan itu tidak akan pernah ditayangkan dalam program berita yang disiarkan di AS. Operasi Buffalo berakhir pada tanggal 14 Juli. Hampir 1.300 personel NVA dilaporkan tewas; hanya dua yang berhasil ditangkap. Di pihak Marinir mereka kehilangan 159 orang tewas dan 345 luka-luka. Meski korban di pihak musuh jauh lebih besar, menurut definisi siapa pun, termasuk dari Marinir, itu adalah kemenangan musuh. Meskipun korban di pihak Amerika jarang disebutkan, namun Marinir mengakui bahwa Operasi Buffalo “adalah bencana tunggal terburuk yang menimpa sebuah kompi senapan Korps Marinir selama Perang Vietnam”. “Aspek yang paling mengerikan dalam pertempuran ini adalah penggunaan senjata pendukung yang berat oleh kedua belah pihak,” menurut catatan sejarah resmi operasi Korps Marinir. “Dari pihak musuh yang diketahui tewas, lebih dari 500 berasal dari serangan udara, tembakan artileri, dan tembakan dari kapal-kapal angkatan laut. Selain itu, senjata pendukung gabungan berhasil menghancurkan 164 bunker musuh dan 15 posisi artileri dan roket, serta menyebabkan 46 ledakan sekunder. Untuk mencapai hal ini, unit penerbangan korps Marinir menjatuhkan 1.066 ton bahan peledak, sementara artileri Marinir dan Angkatan Darat menghabiskan lebih dari 40.000 peluru, dan kapal-kapal dari Armada Ketujuh A.S. menembakkan 1.500 peluru dari meriam angkatan laut 5 inci (127 mm) dan 8 inci (203 mm) mereka. Di sisi lain, artileri musuh menyumbang setengah dari korban yang diderita Marinir selama operasi dan menjadi ancaman konstan bagi instalasi dukungan logistik pasukan Marinir. ” 

OPERASI KINGFISHER & PERTEMPURAN DI HILL 48

Sepanjang bulan-bulan musim panas dan musim gugur tahun 1967, musuh terus menekan posisi marinir di Con Thien. Hanoi memiliki rencana untuk membuat masa-masa tinggal personel Marinir di sepanjang DMZ, terutama di ‘Hill of Angels’, sebisa mungkin dalam kondisi menyedihkan. Artileri berat mereka akan memainkan peran utama dalam rencana tersebut. Pada bulan Juli 1967, Marinir meluncurkan Operasi Kingfisher untuk sekali lagi menyerang posisi NVA di dekat DMZ. Pada awal bulan September 1967, Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-26— yang dijuluki “Para Profesional” —menghadapi sebuah resimen NVA di sekitar Con Thien, yang melakukan serangan darat besar-besaran di pangkalan tempur itu. Pada tanggal 4 September, Kompi I pimpinan Kapten Richard K. Young, dari Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-4 berhadapan dengan unit NVA sekitar 1.500 meter dari Con Thien. Kompi M, dari Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-4 lalu bergerak di sisi kiri Kompi I dan menyerbu pasukan musuh. Beberapa hari kemudian, para penembak dari Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-26 bertempur melawan apa yang tampaknya merupakan seluruh kekuatan Resimen NVA ke-812. “Itu sangat mengerikan, tapi di sisi lain adalah salah satu peristiwa paling membanggakan dalam hidup saya, “kata Rick Eilert pada bulan Januari 2010.” Namun tetap saja saya merasakan rasa bersalah yang mengerikan karena saya telah selamat, sementara rekan-rekan saya tidak. ” Pada bulan September 1967, Eilert adalah seorang prajurit satu berusia 19 tahun dengan Peleton Kedua Kompi M. Apa yang dia ceritakan mengacu pada pertempuran mematikan tanggal 10 September di dekat Con Thien. Nui Ho Khe adalah bukit yang memanjang (yang disebut 88) yang terletak 1.000 meter barat daya Hill 48, fitur topografi yang ditempati oleh Marinir dan terletak di puncak utara lembah berbentuk V. Seperti sudah ditakdirkan, pertempuran sengit akan terjadi menyelimuti bagian dari lembah itu. itu Pada akhir musim panas 1967, Batalyon ke-3, Resimen Marinir ke-26, yang ada di bawah kendali operasional Divisi Marinir ke-3, mengambil “waktu di dalam tong” mereka, sebagaimana Leathernecks biasa menyebut penugasan di sekitar kawasan Con Thien. Batalyon ke-3 dikirim ke daerah itu untuk mengamankan rute pasokan utama (MSR) yang terancam terputus di pangkalan tempur itu. MSR beroperasi di antara Con Thien dan Cam Lo, yang terletak di Rute 9. Batalyon tersebut terdiri dari kompi-kompi Markas & Perbekalan, dan kompi India, Kilo, Lima dan Mike. Sebuah kompi senapan rata-rata memiliki personel 190 orang. Di samping para prajurit infanteri terdapat peleton kompi B, Batalion Tank ke-3 dan Kompi A, dari Batalion Anti Tank ke-3. 

Peta situasi tanggal 29-30 Juli 1967 selama Operasi Kingfisher. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Hanya dua hari setelah mereka tiba, pada tanggal 7 September, elemen-elemen terpisah dari batalion diserang sekitar tiga mil barat daya Con Thien oleh dua batalion NVA dari Resimen ke-812, asal Divisi 324B. Ternyata, NVA tersebut berbasis di jantung AO (Area Operasi) pasukan Marinir. Mereka hampir menaklukkan para Marinir di tengah kegelapan. Dua peleton Kompi I yang didukung oleh tank-tank diserang lebih dulu. Pada malam hari, seorang komandan peleton Kompi I, Sersan Staf. Russell Armstrong, membantu menyelamatkan unitnya. Meskipun terluka parah di kedua kakinya, dia menolak dievakuasi dan terus meminta serangan artileri, mendistribusikan amunisi dan merawat yang terluka. “Meski sudah tidak dapat berjalan,” kata kutipan dari medali Navy Cross-nya, Armstrong “menyeret dirinya sendiri melintasi area berbahaya dengan menggunakan lengannya dan dengan tegas mengarahkan peletonnya agar mampu bergabung dengan satuan utama kompinya.” Mulai sekitar pukul 5:30 sore, perimeter batalion di halaman gereja yang sepi dihantam oleh tembakan musuh yang hebat. Pertempuran kemudian akan berlangsung selama lima jam. “Saya kagum pada betapa tenang dan tertibnya para Marinir muda ini dari awal hingga akhir,” kenang Eilert. “Dalam kasus saya, saya yakin jantung saya akan meledak di dada saya karena saya sangat ketakutan.” Sepanjang cobaan berat bagi para marinir itu, Kapten Tom Early, perwira komunikasi batalion, ingat bagaimana “Tentara NVA menyeret mereka yang mati dengan kait daging yang memiliki tali yang terpasang … Saya pikir mereka juga melakukannya untuk menurunkan semangat kami.” Mungkin ada 50 prajurit NVA tewas. Tapi di pihak Marinir, mereka juga harus membayar mahal. Enam belas diantara mereka tewas dan sekitar 70 terluka. Lance Cpl. Charles Bennett harus mengevakuasi rekan-rekan mereka yang gugur. “Beberapa dari mereka sudah membusuk,” katanya. “Mereka berbau tidak enak dan beberapa telah dihancurkan sama sekali.” Tembakan mortir dan roket menyumbang 80% Marinir yang tewas pada malam itu. 

Unit Marinir 3/4 berpatroli dengan Tank M48 dari Batalyon Tank ke-3, 29 Juli 1967. Dalam beberapa situasi pertempuran yang membutuhkan daya tembak besar, keberadaan tank di pihak marinir bisa membuat perbedaan besar. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Pertempuran di halaman gereja itu bagaimanapun hanyalah awal dari apa yang akan datang. Pertempuran tanggal 10 September terbukti akan dua kali lebih mematikan. Saat bergerak maju ke sektor barunya, Batalyon ke-3 diserang oleh seluruh Resimen NVA ke-812, empat mil di barat daya Con Thien. Terisolasi menjadi dua perimeter pertahanan terpisah, para Marinir terkena gelombang serbuan musuh. Sasaran batalion hari itu, menurut James Coan, penulis buku Con Thien: The Hill of Angels, adalah Nui Ho Khe — benteng pertahanan dari Resimen NVA ke-812 di Hill 88. Marinir ke-26 mungkin telah berhasil merusak rencana serangan musuh besar yang sedang dibuat saat mereka bertempur hari itu. Pertempuran berlangsung selama empat jam — dari 16:15. ke 20:30 — dimulai dengan rentetan tembakan peluru roket kaliber 140mm, yang lalu diikuti dengan serangan darat terkoordinasi. Pada satu titik, satu batalyon penuh NVA bangkit dari sawah serempak. Kemudian yang terjadi seperti galeri menembak bagi para Marinir. “Saya pikir mereka benar-benar gila,” kenang Bennett. Tank-tank jelas sangat berguna dalam situasi seperti ini. Senapan mesin dari tank menjatuhkan hingga 40 NVA dengan cepat. Dalam pertempuran tindakan keberanian yang luar biasa juga ditampilkan. Sgt. David Brown, sersan dari Pleton ke-3, Kompi L yang sedang menjalani hari-hari terakhir penugasannya di Vietnam. Dia berulang kali dan sendirian menyerang posisi musuh, mengganggu serangan musuh terhadap unitnya. Orang Tennesse yang tangguh secara fisik dan mental itu terus meneriakkan semangat kepada anak buahnya saat dia naik turun diantara prajurit-prajuritnya. Brown seperti ada di mana-mana di medan tempur. Kapten Richard D. Camp, pemimpin Kompi Lima, mengenang kepahlawanan Brown hari itu: “Dia hanya berdiri di sana, sekeren yang Anda inginkan, dalam posisi bebas, dengan M-16 terselip di bahunya, menembaki tentara NVA yang bergerak di jalan setapak. Pada saat itu, NVA terdepan tidak lebih dari tiga puluh kaki (9 meter) darinya. Dia menembak mereka, satu demi satu. Pada saat saya melihat ke atas, dia pasti telah menjatuhkan sekitar enam atau delapan dari mereka, semuanya dalam tumpukan kecil yang bagus. ” Saat menyemangati anak buahnya, dia kemudian terluka parah. Brown sempat dinominasikan untuk mendapatkan Medal of Honor, tetapi akhirnya hanya menerima Navy Cross sebagai gantinya. Kopral. James J. Barrett juga dianugerahi medali Navy Cross. Seorang pemimpin regu di Kompi I, “ia mengumpulkan anak buahnya, mengatur ulang peletonnya dan memimpin mereka dalam serangan balik yang efektif,” menurut catatan kutipan pada medalinya. Selama pertempuran ini, Barrett merawat yang terluka dan memastikan evakuasi mereka. Tak kurang dari lima kali, ia berinisiatif melakukan reposisi anak buahnya untuk menghentikan serangan pasukan NVA. 

Kapten Andrew DeBona yang memimpin kompi M saat pertempuran di Hill 48 tanggal 10 September 1967. Aksi heroik DeBona telah menyelamatkan banyak nyawa anak buahnya hari itu. (Sumber: https://valor.militarytimes.com/)

Sementara itu, di Hill 48, Kompi M, yang dipimpin oleh Kapten Andrew DeBona, menghadapi perjuangan hidup dan matinya sendiri. Dihantam oleh serangan musuh yang dipimpin oleh pasukan NVA yang mengenakan “flak” jaket dan helm USMC, pasukan DeBona menangkis serangan tersebut. Ontos, yang dalam bahasa Yunani artinya “benda,” adalah kendaraan yang menyerupai tank kecil yang dipersenjatai dengan enam senjata recoilless 105mm yang dipasang secara eksternal — dalam pertempuran itu berhasil menjatuhkan banyak prajurit NVA yang “jatuh seperti jagung”. Kendaraan tempur ini terbukti sangat penting bagi kelangsungan hidup para Marinir. Lance Cpl. Randall Browning mengomandani Ontos dari Kompi A, Batalion Anti-Tank ke-3. Meski terluka parah, ia berhasil memukul mundur serangan NVA dengan berbagai senjata. Browning berperan penting dalam “menggagalkan upaya musuh untuk menaklukkan posisi batalion dan mencegah penangkapan, cedera, atau kemungkinan kematian banyak Marinir,” menurut kutipan pada medali Navy Cross. Tindakan DeBona juga tidak luput dari perhatian. Kutipan medali Navy Cross, yang diterimanya berbunyi: “Terus-menerus mengekspos dirinya pada tembakan musuh sambil memukul mundur serangan musuh lain dan secara bersamaan mengatur perimeter pertahanan, dia menunjukkan tingkat ketenangan yang luar biasa, yang mampu menginspirasi Marinirnya dengan kehadiran pikiran dan keberaniannya yang luar biasa.” Bukan itu saja. Ketika 20 marinir terdampar di kawah bom di depan perimeter, DeBona memimpin pasukannya untuk menyelamatkan mereka. Dia tetap di belakang untuk melindungi penarikan pasukannya, meninggalkan 39 mayat NVA di sekitar kawah. Kapten itu adalah orang terakhir yang meninggalkan lubang kawah itu. Dia kemudian direkomendasikan untuk  mendapatkan medali Medal of Honor. Dalam catatan pribadinya atas tindakan tersebut, DeBona mengenang: “Sebuah unit terjebak di sebuah kawah bom sekitar 100 meter di depan posisi Peleton Satu. Saya tidak pernah takut sebelumnya atau sejak saat itu bahkan selama tur kedua dengan marinir Vietnam selama Serangan Paskah tahun 1972. Saya tahu bahwa jika saya pergi ke kawah itu, saya akan mati. Ketenangan kemudian menyelimutiku yang tidak bisa aku gambarkan kecuali bahwa aku siap menerima apa yang tak terelakkan. ” Sehari setelah pertempuran, Marinir menyisir area tersebut untuk mencari mayat NVA. “Kami menemukan dua baris prajurit musuh yang tewas yang dihubungkan dengan kait daging melalui bahu mereka,” kata DeBona. 

Kendaraan tempur M50 Ontos yang mengangkut 6 laras senjata recoilless amat membantu daya tembak para marinir di medan tempur. (Sumber: https://aw.my.games/)

Selain aksi-aksi diatas ada lebih banyak cerita ini yang jarang diceritakan. Kopral. Frank Taggart adalah prajurit “point man” (prajurit yang memimpin pergerakan unit di baris terdepan) untuk Regu ke-2, Pleton ke-2, Kompi M. Ia terluka parah oleh tembakan roket. Di kawah. “Kami diserang musuh yang mengenakan seragam, helm dan flak jaket Marinir AS,” katanya. “Yang terjadi kemudian adalah hadirnya aksi kepahlawanan dua Marinir, yakni Kopral. Ron Hickenbottom dan Lance Cpl. Vernon McNeese yang membidik, menembak dan membunuh banyak NVA, yang sebagian besar ditembak di kepala. Mereka bahkan turut merawat yang terluka. ” Mulai tahun 1999, Taggart berjuang secara pribadi agar aksi kepahlawanan mereka berdua diakui. Akhirnya, pada tahun 2001, Hickenbottom menerima medali Silver Star. Sayangnya, McNeese sudah meninggal saat itu. Sementara itu pahlawan yang kurang dikenal lainnya pada tanggal 10 September adalah Kapten Angkatan Darat Charles L. Deibert, komandan pleton ke-4, 220th Recon Airplane Co., 212th Combat Support Avn. Bn. Menerbangkan pesawat pengintai 0-1 “Bird Dog” dengan kode panggil ‘Catkiller 4-6’, dia menandai target posisi untuk pesawat-pesawat lainnya. “Salah satu peluru penandaannya sangat akurat sehingga meledak di tengah tiga posisi senapan mesin tentara Vietnam Utara,” bunyi kutipan medali Distinguished Service Cross miliknya. “Menghadapi serangan musuh yang mematikan, dia ‘mengubah kekalahan yang mungkin terjadi menjadi kekalahan musuh dan mencegah banyak korban bagi Marinir”. Bagi semua Marinir yang mengalaminya, itu adalah pengalaman itu sangat mengerikan. Peleton ke-2 dari Kompi M baru saja tepat melewati kawah bom besar di sebelah barat pos komando kompi. “(kemudian) Kawanan NVA datang langsung ke arah kami,” kata Eilert. “Ketika mereka nyaris berhasil mencapai kami, kami selalu mendesak mereka kembali. Namun, para prajurit NVA yang berpakaian seperti Marinir berhasil masuk ke lini pertahanan kami. Saya menemukan satu NVA mati dengan mengenakan seragam kami.

Pesawat pengintai ringan O-1 Bird Dog (varian Marinir OE-1) digunakan secara luas di Vietnam oleh awak udara untuk mengkoordinasikan serangan udara dan misi artileri. Korps Marinir hanya kehilangan tujuh Bird Dog selama perang. Musuh jelas mengetahui bahwa hanya dengan menembak pesawat “ringkih” ini akan mengakibatkan bencana bagi para Marinir. (Sumber: https://www.usmcu.edu/)

“Ketika kami mundur untuk membentuk perimeter yang lebih ketat, area itu telah dipenuhi oleh Marinir yang tewas dan terluka; mereka sepertinya ada di mana-mana. Keesokan harinya, saat kami keluar untuk mengambil jenazah, saya menemukan mayat empat Marinir yang saya kenal secara pribadi. ” Baku tembak berlangsung hingga malam, dengan pesawat tempur Amerika menjatuhkan bom napalm sedekat mungkin ke garis perimeter. Para penembak NVA, pada gilirannya, melepaskan banyak peluru RPG, menyerang beberapa tank dan menyebabkan amunisi mereka meledak. Sepanjang malam, suara “ledakan” peluru berkaliber .50 memenuhi udara. Saat fajar, pasukan NVA mundur dan Marinir menghitung ada 140 tentara musuh tersebar di sekeliling mereka. Namun itu semua harus dibayar mahal di pihak Marinir. Batalyon ke-3 menderita 37 personelnya gugur pada tanggal 10 September: 34 Marinir dan tiga personel media korps Angkatan Laut. Kompi K sendiri menderita 17 korban tewas — 46% dari total korban marinir. Sekali lagi, tembakan roket dan mortir menimbulkan korban terbesar, terhitung menyebabkan 75% dari jumlah korban tewas. Selain itu, 192 marinir lainnya terluka. Rick Eilert sendiri akan terluka parah pada tanggal 26 November 1967, dekat Thua Thien saat menjadi bagian dari personel Kompi Lima. Terkena oleh pecahan peluru dari dua granat yang ditembakkan dari jarak dekat, dia bertahan hidup hanya untuk menjalani operasi menyakitkan dalam jumlah yang luar biasa selama 43 tahun berikutnya.

Marinir dari Batalyon ke-2, Resimen Marinir 9, berada dalam posisi bertahan di tenggara Con Thien pada pertengahan bulan September 1967. Con Thien adalah daerah perbukitan di cakrawala pada gambar ini. (Sumber: https://www.usmcu.edu/)
PFC Jack Hartzel dari Kompi E, 2nd Battalion Marinir ke-9. Hartzel adalah salah satu marinir yang merasakan hari-hari penuh teror serangan artileri dari pihak NVA. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Pasukan marinir berlindung dari serangan artileri rutin di Con Thien. (Sumber: http://www.5thmarinedivision.com/)

Sepanjang bulan September, marinir yang ada di Con Thien mengalami tembakan gencar dari senjata artileri pasukan NVA. Dari seberang Sungai Ben Hai yang memisahkan wilayah Utara dari Vietnam Selatan, artileri NVA menargetkan pangkalan Marinir yang ada di DMZ, terutama Con Thien. “Hampir setiap hari kami menerima setidaknya 200 tembakan artileri yang berdatangan,” kenang PFC Jack Hartzel dari Kompi E, Batalyon ke-2, Resimen Marinir ke-9. “Tembakan yang konstan setiap hari bisa membuat Anda gila. Anda akan duduk di sana di tepian, bertanya-tanya apakah peluru berikutnya yang datang akan ‘memiliki nama Anda’ di atasnya. Saya ingat berbaring di sana pada malam hari mencoba untuk tidur, tetapi tidur tidak mungkin dilakukan. Saya terlalu gugup. Saya ingat saya bisa mendengar tembakan musuh ketika mereka dilepaskan di kejauhan. Kami benar-benar bisa mendengar mereka meluncur. Kami benar-benar sedekat itu! ” Con Thien menjadi sasaran beberapa penembakan artileri terberat dalam perang. Para penembak komunis punya kebiasaan melontarkan mortir dan peluru artileri ke pangkalan, kemudian dengan cepat memindahkan senjata mereka sebelum pasukan Marinir dapat menemukan mereka. Antara tanggal 19-27 September, 3.077 peluru artileri yang luar biasa menghantam posisi Marinir. Tanggal 25 September adalah hari yang terburuk — sekitar 1.200 peluru jatuh ke pangkalan marinir itu. “Hal yang benar-benar melekat di benak saya mengenai apa yang terjadi pada tanggal 25 September,” kata Hartzel, “adalah seorang Marinir yang duduk di genangan darahnya, kakinya hancur meledak. Dia mati rasa karena morfin dan syok karena kehilangan banyak darah. Dia sedang merokok dengan sangat tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. ” Dari 45 orang yang terdaftar bertugas dari peleton Hartzel, hanya 12 yang bisa keluar tanpa mengalami cedera. Dalam Operasi Kentucky yang kemudian berlangsung dari 1 November 1967 hingga 28 Februari 1969, 520 Marinir gugur dan 2698 luka-luka, sementara laporan di pihak AS mengklaim bahwa NVA kehilangan 3.839 tentaranya tewas, 117 ditangkap dan sejumlah yang tidak diketahui terluka. Untuk mendukung Operasi Kentucky, skuadron First Marine Air Wing memberikan dukungan udara dari tanggal 4 Januari 1968 hingga 23 Maret 1968. Misi dukungan udara ini termasuk pengiriman amunisi, ransum, dan perbekalan lainnya. Banyak misi medis diterbangkan untuk mengangkut Marinir yang terluka ke fasilitas medis di Dong Ha dan ke kapal rumah sakit yang ditempatkan di lepas pantai Vietnam. 

TAHUN 1968

Pada akhir tahun 1967, ancaman terhadap Con Thien akhirnya mulai mereda. Perhatian kini akan segera difokuskan pada pangkalan Marinir yang terkepung di Khe Sanh, dan Con Thien dengan cepat menghilang dari ingatan. Sementara itu, Batalyon ke-2, Resimen Marinir ke-1 mulai mengambil alih pertahanan Con Thien pada pertengahan bulan Desember. Selama periode gencatan senjata Natal, Batalyon ini menambah 11 bunker dan menggali parit baru di sepanjang lereng bagian depan Pangkalan Marinir di Con Thien. Para marinir kemudian melapisi kantong pasir bunker yang ada dengan “lapisan burster” di bagian atap, biasanya terdiri dari anyaman baja pelapis lapangan udara untuk meledakkan sekering peledak peluru artileri musuh. Mereka kemudian menutupinya dengan terpal karet agar air tidak masuk. Pada akhir tahun, semua bunker baru telah dilapisi kantong pasir dan disambungkan dengan pagar kawat berduri setajam silet yang baru. Selama bulan Januari, NVA terus melakukan penembakan secara sporadis di pangkalan, menembak selama 22 dari 31 hari di bulan itu dengan setiap rentetan tembakan rata-rata sekitar 30 peluru. Tembakan artileri secara bertahap menghancurkan ladang ranjau dan bunker yang melindungi bagian barat laut pangkalan, dan menyebabkan jatuhnya korban secara rutin. Resimen NVA ke-803 telah menggantikan Resimen ke-90 di posisi yang menghadap Con Thien dan mulai meluncurkan serangan penyelidikan skala kecil yang rutin terhadap pertahanan Marinir. Pada malam tanggal 14 Januari, pasukan NVA menginjak ranjau dan seorang tentaranya tertinggal di ladang ranjau; para prajurit NVA lalu melakukan dua upaya untuk menyelamatkan orang-orang mereka yang terluka, yang akhirnya berhasil dilakukan di bawah perlindungan tembakan senjata kecil, mortir dan recoilless. Pada tanggal 22 Januari, sekitar tengah hari tentara NVA membombardir Con Thien dengan 100 butir peluru mortir kaliber 82 mm, yang diikuti dengan 130 peluru dari meriam kaliber 152mm. para marinir menderita 2 korban tewas dan 16 luka-luka. Tiga puluh menit kemudian, sekitar 1 km sebelah utara pangkalan, Kompi F dan G menghadapi sebuah Kompi NVA yang berhasil dipukul mundur di bawah perlindungan tembakan mortir kaliber 60 mm; dua marinir tewas dan 8 luka-luka, sedang 3 NVA tewas. 

Awak tank Marinir AS di dalam perimeter pangkalan tempur Khe Sanh mengawasi saat pesawat jet Amerika melakukan pemboman terhadap posisi musuh. Pengepungan Khe Sanh di bulan Januari 1968, segera mengalihkan perhatian militer dan media Amerika dari apa yang terjadi di Con Thien. (Sumber: https://www.scribd.com/)
Marinir membangun bunker amunisi di Con Thien, Januari 1968. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Pada akhir bulan Januari, dengan meningkatnya tekanan NVA di Pangkalan Tempur Khe Sanh dan Rute 9, Batalyon 1, Resimen Marinir ke-9 dipindahkan ke Khe Sanh dan Batalyon ke-3, dari Resimen Marinir ke-4 dipindahkan ke wilayah operasi Lancaster. Sementara itu, Batalyon ke-2, Resimen Marinir ke-4 ditugaskan untuk mengambil alih wilayah operasi Batalyon 3/4 di timur laut Con Thien, dan pada 27 Januari, HMM-361 mendaratkan unit pertama di dekat C-2; pada akhirnya seluruh batalion dikerahkan. Pada tanggal 29 Januari, seorang pengamat Marinir di Con Thien menggunakan teropong Starlight Scope melihat adanya konvoi NVA bergerak sekitar 1 km ke arah utara Sungai Ben Hai dan meminta serangan udara. Tentara NVA menanggapi hal ini dengan meluncurkan lima rudal SAM SA-2 ke pesawat-pesawat penyerang, yang kemudian berhasil menghancurkan konvoi dan situs SAM tersebut. Pada akhir Januari, posisi pertahanan di sekitar garis McNamara, termasuk C-2, C-2A dan Con Thien (A-4), sebagian besar telah selesai, meskipun ada banyak bukti infiltrasi NVA terus berlanjut di seluruh DMZ. Serangan Tet hanya sedikit berpengaruh di Con Thien dan di tempat lain di sepanjang DMZ. Pasukan NVA terus menekan Marinir terutama di sekitar titik pertahanan A-3 antara Con Thien dan Gio Linh. Pada tanggal 3 Maret, Kompi Lima, Batalyon ke-3 Marinir ke-3, menduduki pos terdepan di Hill 28 di utara A-3, mencegat sebuah batalion NVA yang mencoba menyusup ke posisi Marinir. Tentara NVA kemudian mengepung posisi Marinir hanya untuk dihalau kembali oleh serangan udara dan tembakan dari helikopter Huey Gunship. Satu Marinir tewas dan tiga belas terluka, dimana pada saat yang sama lebih dari 100 NVA terbunuh. Pada tanggal 16 Maret, Kompi Mike, dari unit Marinir 3/3 dan Kompi Charlie, dari unit Marinir 1/4 bentrok dengan pasukan NVA seukuran batalion lainnya. Kedua kompi Marinir lalu memanggil tembakan artileri dan serangan udara ke posisi-posisi NVA, yang sebagian besar lalu mundur, hanya meninggalkan satu kompi untuk menjaga posisi bertahan mereka. Artileri NVA dari arah utara DMZ serangan pihak Amerika dengan rentetan 400 tembakan artileri ke posisi-posisi Marinir. Korban di pihak marinir adalah dua orang gugur dan sembilan orang luka-luka, sedangkan 83 NVA tewas. Selama sebulan penuh dalam Operasi Kentucky, Resimen Marinir ke-9 melaporkan lebih dari 400 musuh tewas sementara korban Marinir di pihak Marinir 37 gugur dan lebih dari 200 luka-luka. 

Untuk mengganggu aktifitas pesawat udara Amerika di kawasan DMZ, Vietnam Utara diketahui turut mengerahkan sistem rudal anti pesawat SA-2 Guideline. (Sumber: https://www.airspace-review.com/)
Area operasi Kentucky, Napoleon, dan Lancaster. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Pada tanggal 7 Juli, dalam mengeksploitasi hasil dari Operasi Thor di sektor Cua Viet-Dong Ha, Resimen Marinir ke-9 mulai menyapu area antara Con Thien dan DMZ. Pada tanggal 11 Juli, 4 km timur laut Con Thien, elemen 3/9 Marinir menemukan sebuah peleton PAVN yang diperkuat di tempat terbuka. Marinir kemudian meluncurkan serangan udara-darat terkoordinasi melalui area tersebut yang menewaskan lebih dari 30 NVA. Resimen Marinir ke-9 lalu menemukan dan menghancurkan banyak posisi pertahanan NVA, beberapa posisi dipertahankan dengan ringan, tetapi sebagian besar sudah ditinggalkan. Satu sistem bunker ditemukan 4 km di utara Con Thien membentang lebih dari 1 km dan pertahanan ini termasuk 242 bunker yang dibangun dengan baik. Perbekalan dan peralatan yang ditinggalkan termasuk  beberapa senjata, 935 peluru mortir, 500 pon bahan peledak, 55 ranjau antitank, dan 500 pon beras. Marinir juga menemukan 29 mayat NVA, terbunuh oleh artileri dan serangan udara selama penyerangan di kompleks tersebut. Pada tanggal 21 Juli, unit 2/9 Marinir menemukan kompleks bunker NVA utama sekitar 6 km barat daya Con Thien. Kompleks ini terdiri dari 60 bunker kayu dengan kerangka-A yang dibangun di sisi kawah bom, masing-masing dengan penutup atas, yang rata-rata setebal 10 kaki, sistem ini dihubungkan ke bunker komando besar oleh jaringan terowongan yang saling berhubungan. Bunker komando menampilkan lubang yang menghadap ke Con Thien dan C-2 dan dokumen yang ditemukan di bunker menunjukkan bahwa NVA telah mengamati dan melaporkan pergerakan helikopter, tank, dan truk yang masuk dan keluar dari Con Thien dan C-2.

Tentara NVA dari posisi parit pertahanan membidik posisi pasukan Amerika di dekat DMZ dengan senapan mesin ringan RPD. Selama periode tahun 1967-1968, pasukan NVA secara konstan menekan pangkalan marinir di Con Thien. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Unit Marinir 2/4 berpatroli dengan tank di selatan Con Thien, 9 Februari 1968. Pada bulan Agustus 1968, tugas marinir di Con Thien dialihkan ke unit-unit Angkatan Darat. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Karena aktivitas PAVN terus meningkat di DMZ timur, khususnya di utara Con Thien, pihak Marinir lalu memutuskan untuk bertindak. Selain penampakan tank musuh, pilot pesawat tempur Marinir dan pengamat udara melaporkan melihat adanya truk, tempat parkir truk, pertahanan yang disamarkan, bunker penyimpanan, dan parit pertahanan. Yang menjadi perhatian khusus adalah penampakan berulang dari cahaya redup dan bergerak lambat selama jam-jam kegelapan yang, diasumsikan, berasal dari helikopter musuh yang diduga memasok kembali posisi terdepan NVA dengan kargo prioritas tinggi seperti amunisi dan persediaan medis atau melakukan penyelamatan. Pada tanggal 19 Agustus, setelah 60 serangan udara, Batalyon ke-2, Resimen Marinir 1 (2/1) menyerang ke tiga LZ di wilayah Trung Son di selatan DMZ, 5 km sebelah utara Con Thien. Didukung oleh satu peleton tank dari Batalyon Tank ke-3, Marinir 2/1 menyapu daerah tersebut tetapi tidak menemukan bukti penggunaan helikopter NVA. Selama proses penarikan, satu CH-46 Sea Knight dihancurkan oleh sebuah ranjau yang diledakkan, menewaskan 4 Marinir. Meskipun serangan tersebut tidak memakan korban NVA, namun serangan itu berhasil mencerai-beraikan pasukan NVA di daerah tersebut. Pada pagi hari tanggal 19, Kompi Bravo, 2/1 dan Kompi A Angkatan Darat, Dari Resimen Lapis Baja ke-77 menyerang satu peleton musuh dengan didukung oleh tank-tank M48 dari Batalyon Tank ke-3, yang berhasil menewaskan 26 NVA. 6 km di barat daya, Kompi Con Thien Mike, 3/9 Marinir mencegat sebuah peleton NVA yang diperkuat, di bawah perlindungan serangan udara dan artileri, mereka membunuh 30 NVA dan menangkap 2 lainnya. Pada tanggal 31 Agustus Divisi Marinir ke-1 dibebaskan dari tanggung jawabnya pada operasi wilayah Kentucky dan Brigade ke-1, dari Divisi Infanteri (Mekanis) ke-5 mengambil alih tanggung jawab pasukan Marinir. Dengan ini, secara umum tugas Marinir dalam menjaga pertahanan di Con Thien dapat dinyatakan berakhir. 

EPILOG DAN DAN KEGAGALAN MCNAMARA LINE

Dalam refleksi, tembok” Penghalang dan rencana SPOS yang diimpikan oleh Menteri Pertahanan McNamara telah terbukti gagal total. Mereka yang selamat dari neraka Con Thien tidak akan pernah melupakan “waktu mereka di dalam tong”. Hujan monsun yang sangat deras yang mengubah tanah merah di sekitar pangkalan menjadi rawa, penembakan terus-menerus yang dapat membuat seseorang benar-benar kehilangan moral dan ancaman ditaklukkan dan dibunuh oleh pasukan musuh akan senantiasa terukir dalam pikiran mereka selamanya. Kemudian menjadi jelas bahwa apa yang memotivasi para Marinir ini untuk menjalani neraka harian mereka di Con Thien bukanlah untuk merebut kemenangan atau memuaskan para komandan mereka, tetapi lebih karena pengabdian dan kesetiakawanan mereka yang kuat satu sama lain. Adapun ratusan personel korps Marinir dan petugas medis Angkatan Laut AS yang tewas karena mempertahankan sebidang tanah yang tampaknya tidak berharga itu — semangat mereka akan tetap terpahat selamanya di “Hill of Angels”. Komandan MACV, Jenderal William Westmoreland sendiri tidak puas dengan upaya Marinir dalam membuat penghalang itu berfungsi. Pada bulan Oktober 1967, dia mengeluh, “penghalang belum memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan kepentingan operasional.”, meskipun kompi-kompi zeni telah menunjukkan keberanian yang sangat besar dalam bekerja di siang hari, di tempat terbuka dengan alat berat dan menderita persentase jumlah korban yang lebih tinggi daripada kompi-kompi senapan di Con Thien.

Dean Rusk, Lyndon B. Johnson dan Robert McNamara dalam rapat Ruang Kabinet di bulan Februari 1968. Pada akhir bulan Februari, McNamara mengundurkan diri dari jabatan Menteri Pertahanan untuk menjabat sebagai Presiden Bank Dunia. Di akhir masa jabatannya, McNamara menyadari bahwa konsep tembok penghalang di DMZ yang digagasnya telah gagal. (Sumber: https://consortiumnews.com/)

Bagian lain dari masalah ini adalah bahwa Marinir secara tradisional merupakan sebuah organisasi tempur yang ofensif. Membangun pertahanan yang mendalam, seperti “Garis McNamara” bukanlah keahlian mereka. Jenderal-jenderal dari Korps Marinir mengeluh bahwa proyek penghalang itu terus-menerus mengganggu rencana operasi mereka. Mempertahankan posisi pertahanan statis  telah mencegah Marinir melakukan “program pasifikasi” di desa-desa demi menarik simpati rakyat dan menyerang rute infiltrasi musuh. Mayor Jenderal Rathon Tompkins, komandan Divisi Marinir Ketiga, menyebut Garis McNamara sebagai “tidak masuk akal”. Letnan Jenderal Robert Cushman, komandan Marinir di Vietnam, kemudian mengakui, “Kami tidak akan membiarkan suatu hal yang membuat semua orang terbunuh saat membangun pagar bodoh itu.” Setelah serangan Tet yang dimulai pada tanggal 30 Januari 1968, yang menunjukkan ketahanan dan tekad dari pasukan NVA dan Vietcong, Menteri Pertahanan McNamara setuju untuk mundur dari jabatannya. Pada akhir bulan Februari 1968, McNamara yang kecewa dan putus asa menghadiri makan siang perpisahan di Departemen Luar Negeri. Menyadari bahwa dia semakin lemah dalam masa perang, Presiden Lyndon Johnson diam-diam mengatur agar McNamara mengambil alih jabatan presiden Bank Dunia. Jenderal William Westmoreland sendiri kemudian diganti pada tanggal 11 Juni 1968, sebagai komandan MACV. Pada tanggal 22 Oktober, penggantinya Jenderal Creighton Abrams memerintahkan semua konstruksi yang terkait dengan Garis McNamara dihentikan. Nasib garis penghalang akhirnya ditutup pada tanggal 1 November 1968, ketika Presiden Johnson mengumumkan penghentian pengeboman di DMZ dan Vietnam Utara. Unit-unit marinir kemudian diperintahkan untuk tidak menginjakkan kaki atau bahkan menembak ke DMZ. Selama periode pembangunan Jalur McNamara dari bulan September 1966 hingga Oktober 1967, hingga berakhirnya masa tugas mereka di sekitar Con Thien, korban dari Divisi Marinir ke-3 adalah 1.400 orang tewas dalam tugas dan 9.000  lainnya luka-luka. Sementara itu di pihak NVA diperkirakan 7.563 prajuritnya gugur dan 168 lainnya ditangkap.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Con Thien: Hell on the Hill of Angels By Al Hemingway

25 YEARS OF CN: Memorial Day —‘Tragic Valor of Marines at Con Thien’ By Don North; May 29, 2016

https://consortiumnews.com/2020/05/25/25-years-of-cn-memorial-day-tragic-valor-of-marines-at-con-thien-may-29-2016/

HILL 48: A BATTLE FOR CON THIEN BY RICHARD K. KOLB

http://www.5thmarinedivision.com/con-thien.html

Con Thien “The Hill Of The Angels” Quang Tri Province 1967 by Former L/Cpl. Jack T. Hartzel-0331, Echo Co. 2nd Bn, 9th Marine Regmt, 3rd Marine Division, I-Corps 66-67-68

http://www.vietvet.org/jhconthn.htm

HILL OF ANGELS U.S. MARINES AND THE BATTLE FOR CON THIEN 1967 TO 1968 BY COLONEL JOSEPH C. LONG, U.S. MARINE CORPS RESERVE (RETIRED)

https://www.usmcu.edu/Portals/218/HillofAngelsFinal.pdfhttps://en.m.wikipedia.org/wiki/Con_Thien

Exit mobile version