Sejarah Militer

Fakta Terabaikan: Kampanye Terror dan Kekejaman Vietcong/NVA dalam Perang Vietnam

Beberapa waktu yang lalu L.A Times menampilkan serangkaian artikel tentang kekejaman Amerika yang baru terungkap di Vietnam. Bagaimana orang-orang Amerika menanggapi  laporan tentang kekejaman  itu? Berikut adalah paparan terbaik dari Bill Laurie, seorang veteran Vietnam yang juga seorang tokoh yang dikenal dalam banyak kegiatan politik masyarakat Vietnam-Amerika, terutama di UTA, Texas pada tahun 2006 dan petikan dari tulisan sejarawan militer Max Hastings dari buku terbarunya, Vietnam: An Epic Tragedy 1945-1975. Tetapi sebelum membaca artikel yang telah diinvestigasi dengan baik oleh Bill Laurie dan kesimpulan dari pengamatan Max Hastings, mari kita lihat beberapa “aksi” Viet Cong. Perlu diingat, bahwa jauh sebelum kata “Al-Qaeda” dan ISIS menjadi nama yang dikenal umum, Viet Cong telah menjalankan aksi teror secara luas dan sistematis dalam Perang Vietnam. 

Letnan William Calley dinyatakan bersalah atas pembantaian My Lai. Meski sosok semacam Calley hanya mendapat hukuman “ringan” yang tidak sepadan dengan aksi kejinya, namun kisah kekejaman tentara Amerika dalam Perang Vietnam mendapat liputan luas di masyarakat, yang mempengaruhi opini dan dukungan terhadap kebijakan Amerika dalam Perang Vietnam. (Sumber: https://www.dallasnews.com/)
Seorang janda yang berduka menangisi kantong plastik berisi jenazah suaminya, yang terbunuh akibat aksi orang-orang komunis pada Februari 1968, ditemukan di kuburan massal dekat Hue. Jauh sebelum kata “Al-Qaeda” dan ISIS menjadi nama yang dikenal umum, Viet Cong telah menjalankan aksi teror secara luas dan sistematis dalam Perang Vietnam. (Sumber: https://www.nytimes.com/)

AKSI-AKSI TEROR KOMUNIS DALAM PERANG VIETNAM

A. Ranjau Vietcong di Provinsi Phu Yen

Lima puluh empat warga sipil Vietnam, termasuk empat anak-anak, tewas dan 18 lainnya luka-luka oleh tiga ranjau Viet Cong yang dipasang di sebuah jalan di provinsi Phu Yen pada tanggal 14 Februari 1967. Peranjauan jalan ini dilakukan sebagai reaksi atas operasi pasukan pemerintah dan sekutunya dalam menjaga panenan tanaman padi. Daerah itu terpaksa harus mengimpor 600 ton beras setiap bulannya karena Viet Cong mengendalikan sebagian besar panenan padinya. Ledakan pertama, yang meninggalkan kawah tiga meter di jalan dan melemparkan bus besar ke sebuah kanal, menewaskan 27 petani dalam perjalanan mereka untuk bekerja di ladang dekat Tuy Hoa. Sebelas lainnya terluka. Sebuah bus kemudian yang penuh dengan pria, wanita, dan anak-anak, menginjak ranjau kedua dengan menewaskan 20 orang dan melukai tujuh orang. Bus lainnya menginjak ranjau ketiga, yang menewaskan 7 orang. Rangkaian peristiwa ini adalah insiden paling serius yang melibatkan ranjau sejak awal tahun 1964 ketika 22 perempuan dan anak-anak Vietnam terbunuh ketika bus mereka menabrak ranjau yang ditanam oleh Viet Cong. Insiden itu merupakan tipikal dari rangkaian pembunuhan dan kekejaman yang dilakukan oleh Viet Cong untuk menteror warga Vietnam Selatan. Antara tahun 1962 dan pertengahan 1965, menurut angka yang dikeluarkan oleh Komisi Kontrol Internasional, setidaknya 54.235 warga sipil di Selatan telah terbunuh, terluka, atau diculik oleh aksi Vietcong. 

Bangkai kendaraan sipil akibat peranjauan jalan oleh Vietcong. (Sumber: https://www.quora.com/)

B. Pembantaian Viet Cong di Dak Son 

Song Be, Vietnam, 6 Desember 1967 – Dua batalion Viet Cong secara sistematis membunuh setidaknya 114 warga sipil dengan menggunakan 60 Flamethrower dan granat dalam sebuah serangan “pembalasan” di sebuah dusun kecil kurang dari satu mil dari ibukota di Provinsi Phuoc Long. Korban selamat dari serangan 6 Desember mengatakan VC meneriakkan rencana mereka untuk “melenyapkan” dusun Dak Son ketika mereka mulai menyerang dari hutan di sekitar dusun. Pasukan pertahanan lokal yang terdiri dari 54 orang harus menghadapi sekitar 300 pasukan komunis yang berseragam. Menurut para penyintas yang selamat, VC bergerak menyisir jalan-jalan dusun dan secara sistematis membakar lebih dari setengah sekitar 150 rumah jerami warga. Dari pihak pasukan pertahanan lokal dua orang terbunuh, empat terluka dan tiga lainnya dinyatakan hilang. Banyak korban dibakar sampai mati di rumah mereka, yang lain, yang sempat melarikan diri ke bunker bawah tanah, meninggal sebagian karena Flamethrower (penyembur api) diarahkan ke tempat persembunyian kecil mereka. Personel Viet Cong lainnya melemparkan granat tangan ke dalam lubang di mana keluarga-keluarga berlindung. 

Pemandangan umum desa montagnard di Dak Son yang hancur, 7 Desember 1967. Di Dak Son Vietcong membunuh setidaknya 114 penduduk desa dan melukai 47 orang. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Mayat warga sipil suku Montagnard yang dibunuh oleh Viet Cong di dusun Dak Son, di Dataran Tinggi Tengah Vietnam pada tanggal 6 Desember 1967. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
Dua batalyon Viet Cong secara sistematis membunuh warga sipil dalam serangan “balas dendam” di dusun kecil Dak Son. Air mata mengalir di wajah Dieu Do yang berusia tiga tahun, yang kini menjadi tuna wisma dan tidak mempunyai ayah. 6 Desember 1967. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Dak Son adalah sebuah dusun yang sudah dikontrol pemerintah di Provinsi Phuoc Long, sekitar 75 mil (120,7 km) timur laut Saigon dekat perbatasan Kamboja. 2.000 penduduknya adalah orang Montagnard, suku etnis minoritas yang telah lama melawan penyusupan dan aktivitas Viet Cong di kawasan Dataran Tinggi Tengah. Sekitar 800 pengungsi Montagnard tambahan telah melarikan diri ke Dak Son dari desa-desa yang diambil alih oleh Viet Cong, dan dengan kenyataan ini Viet Cong kemudian memutuskan untuk Dak Son digunakan sebagai pelajaran bagi mereka yang mencoba lari dari wilayah-wilayah yang dikuasai Viet Cong. Orang-orang Montagnard sebelumnya juga telah bertugas di milisi lokal yang dikenal sebagai Pasukan pertahanan Regional yang sering dikenal sebagai “ruff-puffs,” yang bertugas menjaga keamanan dan mempertahankan desa mereka terhadap serbuan Viet Cong.

C. Pemboman di restoran My Canh

Empat puluh delapan (48) orang terbunuh dalam pemboman Restoran oleh Teroris Komunis di Saigon – 18 orang Amerika termasuk diantara yang meninggal – 100 orang lainnya terluka. Bom-bom yang dipasang teroris komunis tanggal 25 Juni 1965 telah menghancurkan sebuah restoran terapung di sungai Saigon pada malam hari dan menewaskan sedikitnya 29 orang, termasuk delapan orang Amerika. Dua ledakan besar terdengar hampir bersamaan terjadi di tepi sungai. Saksi mata mengatakan mereka percaya bahwa sebanyak 50 orang mungkin telah meninggal di restoran yang ramai, My Canh, dan di bulevard tepi sungai di dekatnya. Polisi mengatakan bahwa 17 orang yang tewas adalah orang kulit putih, dan mungkin sebagian besar dari mereka adalah orang Amerika. Dari enam orang Vietnam yang tewas dalam hitungan awal, sebagian besar adalah wanita. Seorang juru bicara militer Amerika Serikat mengatakan yang tewas termasuk lima prajurit AS dan tiga warga sipil Amerika. Dia mengatakan 30 orang yang terluka adalah orang Amerika. Seratus atau lebih orang terluka … 

Restoran terapung My Canh yang menjadi target serangan bom Vietcong. (Sumber: https://www.historynet.com/)
Foto anak korban pemboman di My Canh, 25 Juni 1965. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Potongan berita di koran Detroit Free Press tanggal 26 Juni 1965 mengenai pemboman di restoran terapung My Canh. (Sumber: https://www.rarenewspapers.com/)

Ledakan di My Canh terjadi pada 8:15 malam (7:15 pagi waktu St. Louis). Ledakan salah satunya disebabkan oleh ledakan kuat – disinyalir kemungkinan dari ranjau Claymore buatan Amerika – yang ditanam di tepi sungai. Restoran yang itu sebagian besar didatangi oleh orang-orang Amerika dan Vietnam yang kaya. Ledakan kedua, yang diyakini para penyelidik disebabkan oleh sebuah bom yang dipasang pada sebuah sepeda meledak di sebuah kios tembakau di tepi sungai sebelah restoran. Dalam kekuatannya ledakan itu melampai kekuatan ledakan beberapa pemboman sebelumnya, termasuk pemboman malam Natal terakhir di sebuah hotel perwira dan pemboman pada bulan Maret di Kedutaan Besar Amerika Serikat. Teror bom ini terjadi sekitar 500 meter dari Kedutaan Besar AS, yang dijaga ketat karena dirusak oleh bom teroris pada 30 Maret yang menewaskan 30 orang.

D. Kejahatan Perang Lainnya

Selain peristiwa-peristiwa kejahatan perang diatas, masih cukup panjang daftar kekejaman yang dilakukan baik VC dan NVA semasa perang, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

VC / NVA membunuh lebih dari 36.000 guru Vietnam Selatan, kepala distrik, penasihat penyuluhan pertanian, pegawai negeri sipil dibunuh, seringkali dengan cara yang sangat brutal. Sekitar 60.000 lainnya diculik dengan hanya beberapa ribu yang kembali, menunjukkan puluhan ribu lainnya dibunuh. Dari angka 36.000 saja, mengingat populasi 17 juta penduduk Vietnam, hal ini akan mewakili proporsi kematian nasional yang akan sama dengan sekitar 420.000 orang Amerika yang terbunuh, jumlah ini tidak termasuk kematian akibat pertempuran, di mana militer Vietnam Selatan sendiri menderita korban tewas setidaknya 275.000. Pada saat Serangan Tet akhir bulan Januari 1968, pihak komunis secara sistematis mengeksekusi sebanyak 5.000 pegawai negeri sipil, guru, dan lainnya yang dilakukan secara sistematik dengan menangkap dan mengeksekusi, dimana beberapa diantaranya dikubur hidup-hidup di kuburan massal, beberapa diikat dan ditembak di belakang kepala, di sekitar Kota Hue selama 25 hari pendudukan oleh tentara NVA dan VC.

April 1969: Para pekerja mengeluarkan jenazah korban pembantaian warga sipil yang dilakukan oleh Vietcong, serangan Tet pada bulan Februari 1968. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Penguburan 300 korban pendudukan komunis di Hue yang tidak diketahui identitasnya pada tahun 1968. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

TEROR TERHADAP APARAT PEMERINTAH

Upaya-upaya terror untuk menakut-nakuti mereka yang bekerja sama dengan pemerintah Vietnam Selatan terlihat dalam kasus berikut. Di dataran tinggi tengah negara itu pada tahun 1965, misalnya, dua pekerja antimalaria Vietnam yang menyemprotkan DDT ditangkap, dihukum karena dituduh menjadi “mata-mata Amerika dan pemerintah boneka,” dan dieksekusi dengan parang. Dalam kasus lain, dua perawat Vietnam yang bekerja pada program inokulasi kolera, salah satunya hamil, dinyatakan bersalah karena “bertindak atas nama imperialis Amerika dan sebagai alat propaganda.” yang wanita itu selamat, tetapi rekan prianya yang laki-laki tidak, dibacok sampai mati di depan matanya. Keluarga tentara Vietnam Selatan juga tidak bisa lepas dari teror VietCong. Giong Dinh, sebuah pos militer di selatan Saigon, diserang oleh Viet Cong pada malam Oktober tahun 1965. Dalam baku tembak awal, dua prajurit Vietnam Selatan terbunuh dan dua bunker dihancurkan. Lieut. Nguyen Van Thi, komandan pos, terus bertahan dengan 15 orang prajurit lainnya.

Seorang gadis Vietnam yang orang tuanya dibunuh oleh Viet Cong dalam serangan di desa Dong Xoai, 1965. (Sumber: https://www.wsj.com/)
Warga mencoba mengidentifikasi kantong plastik berisi sisa-sisa orang yang dicintai yang baru-baru ini ditemukan di kuburan massal – terbunuh dalam serangan Tet bulan Februari 1968. Rata-rata warga Vietnam Selatan diketahui lebih bersikap pasif dengan diliputi ketakutan sambil menyaksikan kontestasi diantara mereka, menunggu mana yang akan keluar sebagai pemenang, walau jelas merekalah yang akan tetap menjadi korban terbesar dari proses ini. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Para penyerang lalu menangkap anggota keluarga prajurit, dua pria, empat wanita, dan empat anak (sudah jadi kebiasaan prajurit ARVN untuk membawa serta keluarga mereka dalam penugasannya) dan memaksa para istri untuk memanggil suami mereka agar menyerah. Walau diancam, namun Letnan Thi menolak. Saat fajar, ketika bala bantuan mencapai Giong Dinh, diketahui bahwa Viet Cong telah membunuh tawanan mereka sebelum mengundurkan diri. Efek dari teror-teror diatas bukan hanya cukup efektif tetapi juga bisa menjadi bumerang bagi kampanye pihak Komunis untuk meraih simpati di tengah masyarakat Vietnam Selatan yang selama ini mereka dengung-dengungkan sebagai pihak yang ingin mereka bebaskan dari cengkeraman kaum “imperialis” (Amerika dkk) dan rezim boneka (Vietnam Selatan), dimana hal ini kemudian terbukti saat serangan Tet di tahun 1968, dimana Vietcong/NVA hanya memperoleh sedikit sekali dukungan dari warga Vietnam Selatan. Namun demikian, hal-hal diatas jelas semakin menambah masalah bagi Amerika dan Pemerintah Saigon untuk dapat tetap memelihara kepercayaan dari masyarakat sipil bahwa mereka mampu melindungi mereka dari ancaman komunis. Rata-rata warga Vietnam Selatan diketahui lebih bersikap pasif dengan diliputi ketakutan sambil menyaksikan kontestasi diantara mereka, menunggu mana yang akan keluar sebagai pemenang, walau jelas merekalah yang akan tetap menjadi korban terbesar dari proses ini. Hal demikian menjadi bukti dari kompleksitas perang Vietnam itu sendiri, dimana batas antara pihak yang baik atau buruk menjadi sumir.

TEROR DAN KEBENCIAN SEBAGAI BAGIAN DARI TAKTIK PERANG

Bill Laurie menghabiskan hampir tiga tahun di Vietnam. Dalam kurun waktu itu dia pernah mengunjungi 18 dari 44 provinsi di Vietnam Selatan. Baginya Kejahatan dan kekejaman perang yang dilakukan VC / NVA adalah kejadian rutin harian, baik dalam bentuk menembakkan roket ke area sipil (sebuah kejahatan perang yang diakui oleh sendiri oleh aktivis anti-perang Richard Falk), membunuh warga sipil, memperkosa wanita, dll. Di distrik Cai Lay NVA menembakkan mortir ke halaman sekolah, menewaskan 23 anak-anak dan melukai 40 atau 50 orang. Artileri NVA juga diketahui membantai ribuan orang Vietnam Selatan di QL (Highway) 1 dan di QL 13 selatan An Loc pada tahun 1972 saat Easter Offensive. Hal ini disengaja, untuk menimbulkan kepanikan. Memang kejahatan perang Amerika dan rezim Saigon juga sering terjadi (baca kisah mengenai unit “Tiger Force” dalam artikel sebelumnya), namun hal ini sebagian besar lebih disebabkan oleh aksi spontan dari unit-unit di lapangan, karena menurunnya moral prajurit di medan perang, alih-alih sebuah kebijakan resmi dari level atas. Sebaliknya, bagi VC dan NVA, teror merupakan bagian dari metode untuk memaksakan kepatuhan warga sipil atas otoritas mereka, menakut-nakuti mereka yang mencoba bekerja sama dengan pemerintah, sekaligus mendeskreditkan rezim Saigon yang dinilai tidak mampu memberikan perlindungan bagi warganya. Menurut penulis Douglas Pike:

“Bagi pihak komunis, teror adalah alat dan menguntungkan bagi pencapaian tujuan mereka, sementara bagi pihak lawannya (Amerika), upaya yang identik adalah aksi yang merugikan mereka sendiri….teror menjadi bagian integral dari taktik, progam-program dan pihak komunis tidak dapat menghilangkan hal itu bahkan jika mereka mau. Sementara itu di pihak lawan sangat percaya, bahwa meski para personel mereka tidak selalu bersikap dengan benar, yang lain tidak ikut-ikutan melakukan hal itu.”

Seorang warga sipil Vietnam dengan senjata diarahkan ke samping kepalanya. kejahatan perang Amerika dan rezim Saigon sebagian besar lebih disebabkan oleh aksi spontan dari unit-unit di lapangan, karena menurunnya moral prajurit di medan perang, alih-alih sebuah kebijakan resmi dari level atas. (Sumber: https://www.gettyimages.com/)

Pada saat Pike menulis analisis ini, beberapa pihak yang me-rasinonalisasi aksi teror VC/NVA beralasan bahwa tindakan pihak komunis lebih sebagai respons atas serangan-serangan pihak rezim Saigon dan sekutu-sekutunya. Sementara itu, berdasarkan interview dengan penduduk desa Vietnam yang dilakukan oleh RAND Corporation yang dilakukan pada tahun 1965, meski mereka membenci serangan udara dan artileri dari pihak sekutu, namun para korban lebih menyalahkan Vietcong. “Pihak gerilyawan biasanya melepaskan satu atau dua tembakan untuk memprovokasi tentara pemerintah, yang kemudian akan membalas dengan mengerahkan pesawat-pesawat pembom dan senjata artileri. Pada saat ini para gerilyawan akan pergi dan membiarkan penduduk desa menerima konsekuensinya.” Demikian ungkap salah satu penduduk desa yang diwawancarai. Di sisi lain kader utama VC, ketika ditanya mengenai aksi teror yang mereka lakukan, terus menyangkal mengetahui (atau setidaknya bertanggung-jawab) tindakan terorisme yang merenggut nyawa warga sipil. Mereka melemparkan kesalahan ini kepada para gerilyawan, dengan bersikeras bahwa unit-unit tempur utama mereka, “terlalu berdisiplin untuk terlibat dalam aksi-aksi terorisme atau sabotase.” Alasan ini sebagian benar, tapi tidak seluruhnya. Dalam kasus pembantaian di Hue selama serangan Tet, Pike berpendapat bahwa hal ini sebagian besar dilakukan oleh “kader komunis lokal dan bukan oleh tentara NVA atau orang-orang dari utara.” Akan tetapi NVA dianggap bertanggung jawab atas pembantaian di desa Phu Than, 18 mil (28,96 km) selatan Da Nang, pada malam tanggal 14 Juni 1970, ketika mereka secara terencana menjatuhkan granat dan tas peledak pada bunker-bunker desa, yang membunuh sekitar 100 warga sipil.

Terorisme, diakui atau tidak, seperti yang dilakukan oleh VC/NVA memiliki 3 tujuan penting, yaitu:

  1. Mengintimidasi warga: VC/NVA membunuh, menculik, mengancam dan menekan populasi di Vietnam Selatan untuk memaksa bekerjasama dengan mereka, memperoleh tenaga kerja paksa dan porter, mengambil pajak, makanan, dan perbekalan lain, dan untuk mencegah penduduk lokal memberikan informasi intelijen kepada pihak sekutu.
  2. Mengeliminasi musuh: mereka, khususnya aparat Vietnam Selatan (seperti kepala desa), polisi, guru, dan warga lain yang menantang VC/NVA, ditandai untuk dibunuh. Jika individu-individu ini dibenci masyarakat lokal, itu lebih baik, karena pihak komunis dapat mengklaim bahwa mereka berjasa dalam “menyingkirkan” musuh masyarakat.
  3. Propaganda: aksi terorisme di pedesaan dan perkotaan menunjukkan kekuatan dan kehadiran VC/NVA kepada orang-orang Vietnam Selatan. Serangan-serangan yang dilakukan akan meningkatkan moral para prajurit komunis di garis depan sekaligus menampilkan tujuan-tujuan mereka.

Teror adalah taktik utama VC/NVA sedari awal. Sebuah regu pembunuh dapat memasuki sebuah desa atau kota untuk membunuh atau menculik aparat Vietnam Selatan. Mereka yang diculik kemudian akan diindoktrinasi, dipukuli, dan dilaparkan sebelum dipulangkan dengan peringatan jika mereka tidak menghentikan kerjasama mereka dengan pihak pemerintah, mereka akan dieksekusi. Dengan ini, pemerintah tidak hanya kehilangan pemimpin-pemimpin kuncinya, mereka juga akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat dan memaksa para tentara yang dapat dikirim ke garis depan ditempatkan secara permanen di desa-desa. Saat insiden-insiden terpisah aksi terorisme yang dilakukan pasukan sekutu menjadi sorotan media, faktanya pembunuhan, penyiksaan, dan intimidasi menjadi taktik rutin VC/NVA. Hal ini digarisbawahi dalam resolusi Nomor 9 COSVN yang dipublikasikan pada bulan juli 1969. Resolusi yang menjelaskan detail strategi militer, diplomasi dan politik revolusi, termasuk menyatakan bahwa “upaya integral dari perjuangan politik termasuk penggunaan luas terorisme untuk melemahkan dan menghancurkan pemerintahan lokal, memperkuat aparat partai, mempengaruhi masyarakat, melemahkan kontrol dan pengaruh pemerintah Vietnam Selatan dan Angkatan Bersenjata Vietnam Selatan.” Pada saat perang berakhir, unit-unit teror VC/NVA mencatat 33.000 pembunuhan dan hampir sekitar 58.000 penculikan.

Taktik Terror Vietcong. (Sumber: https://www.facebook.com/)
Pengadilan terhadap Pemilik Tanah Borjuis, Vietnam, 1955. Pihak Vietcong dan komunis serang menggunakan pengadilan massa untuk menanamkan teror dan otoritas mereka. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Pada tahun 1966, dua kader VC dan seorang kepala desa menjelaskan bagaimana terorisme dapat digunakan terhadap individu dan seluruh desa. Menurut kader pertama, “Saya sendiri memperoleh tugas untuk membunuh warga yang tidak bersalah yang dinilai tidak dapat berkontribusi pada Front.” Kader kedua menambahkan, “saya bekerja untuk seksi keamanan. Saya tahu bagaimana Vietcong memperlakukan orang. Diluar mereka mengatakan bahwa mereka tidak menyiksa tetapi menginterogasi, tapi saya menyaksikan banyak sesi dimana orang-orang yang malang disiksa dan dipukuli tanpa ampun.” Sementara itu seorang mantan kepala desa menceritakan bagaimana pembunuhan satu orang dapat mempengaruhi banyak orang, menurut kepala desa itu:

“Vietcong bersenjata memasuki rumah demi rumah di desa saya dan memaksa setiap orang untuk berkumpul. Ketika saya datang, saya melihat setidaknya 3.000 orang, sebagian besar dari desa saya. Di sana terdapat sekitar 30 Vietcong, separuhnya bersenapan. Seorang Vietcong duduk di sebuah meja yang dikelilingi warga. Dia mengatakan intinya: “saya meminta kalian pergi ke kepala distrik (Song Cau) dan meminta pemerintah untuk berhenti menembaki desamu dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah (dan VC yang tinggal disitu). Ini untuk kepentingan kalian, dan aku minta kalian melakukan ini. Kami tidak meminta apapun dari kalian. Mereka yang menolak mengambil bagian dalam demonstrasi akan dianggap sebagai pengkhianat dan akan dieksekusi.” Kemudian VC membawa satu orang kedepan dan mengikatnya 200 meter dari tempat itu dan membunuhnya dengan satu tembakan didepan semua orang. Hasilnya, setiap orang membentuk barisan dan bergerak menuju kearah Song Cau.”

Seorang pemilik tanah “borjuis” dikecam di hadapan pengadilan di Vietnam Utara, 1955. Penyebaran kebencian massa adalah taktik efektif dari pihak komunis untuk melegitimasi aksi pembersihan yang mereka lakukan. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Seorang prajurit lain menggambarkan metode lain yang digunakan atasannya di Delta pada tahun 1967. Menurut kader ini, “ia telah melakukan beberapa kekejaman dan aksi-aksi terorisme. Sebagai contoh, pada satu kali ia menarik pajak pada warga dan warga tidak mau membayar pajak dua atau tiga kali, jadi ia membawa mereka pada sebuah tempat yang berbahaya dan membiarkan mereka tinggal disana selama pemboman yang dilakukan pemerintah, jadi orang-orang itu terbunuh.” Keuntungan lain dari metode ini adalah bahwa ARVN dan tentara Amerika bisa disalahkan atas “kekejaman ini.” 

Sementara itu ketika pembunuhan terjadi di sebuah desa terhadap satu sosok yang dikenal, ketakutan akan membekas di banyak orang. Berikut adalah tiga contoh pembunuhan individu yang diidentifikasi oleh Douglas Pike dalam bukunya Viet Cong: The organization and techniques of the National Liberation Front of South Vietnam

  1. Pada tanggal 28 September 1961, Father Hoang Ngoc Minh, pastor yang disukai masyarakat disergap oleh gerilyawan di tepi desa Kondela. Sebuah penghalang jalan menghentikan mobilnya. Ia dibawa keluar, dan gerilyawan menusukkan tombak bambu pada tubuhnya. Kemudian pemimpin gerombolan itu menembakkan peluru ke kepalanya. Sang sopir, Huynh Huu, keponakan Minh terluka parah.
  2. Pada tanggal 30 September 1961, 10 orang gerilyawan menculik seorang petani bernama Truong Van Dang, yang berusia 67 tahun (Dari Long An, desa Long Tri, Distrik Binh Phuoc, Provinsi Long An) dan membawanya ke hutan, dimana terdapat sekitar 50 warga desa dalam sebuah pengadilan rakyat. Ia dituduh membeli dua hektar sawah dan mengabaikan perintah Vietcong untuk menyerahkan tanah kepada para petani yang mengerjakan tanah tersebut. Ia divonis mati, dibawa ke sawah yang dibelinya, dan ditembak.
  3. Pada tanggal 23 Agustus 1961, dua guru, Nguyen Khoa Ngon dan Nona Nguyen Thi Thiet, sedang mempersiapkan mengajar di rumah Thiet ketika dua gerilyawan masuk rumah dan memaksa mereka pergi sekolah mereka, yakni sekolah Rau Ram, di Provinsi Phong Dinh. Disana mereka disuruh menyaksikan eksekusi dua petani lokal, bernama Oanh dan Van. Oanh ditembak mati dan Van dipenggal. Meski kedua guru itu tidak tahu kenapa mereka dipaksa menyaksikan eksekusi ini, mereka menerka bahwa ini adalah upaya Vietcong untuk mengintimidasi agar mereka tidak bersikap pro pemerintah di depan murid-murid mereka.

Insiden-insiden diatas dicatat dengan bebas di media massa Vietcong, dengan gaya penulisan penuh pembelaan beralasan moral. Di sisi lain sebagai pembenaran aksi-aksi mereka, terdapat satu karakter emosional yang sangat penting dalam kader Vietcong, yakni rasa benci. Setiap aksi Vietcong selalu diselimuti dengan aura kebencian. Dalam perjuangan mereka tidak ada sikap netral, yang ada hanya teman atau lawan. Sistem indoktrinasi yang dipakai menggarisbawahi bahwa kader yang terbaik adalah mereka yang punya kapasitas besar untuk membenci. “Untuk membimbing massa menuju revolusi, para agitator juga harus mampu membuat massa membenci pihak musuh.”

Seorang pemilik tanah “borjuis”, dieksekusi setelah diadili di depan komite. Dalam taktik komunis pembunuhan satu orang dapat mempengaruhi banyak orang. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Kader muda Vietcong bersenjata. Sistem indoktrinasi yang dipakai Vietcong menggarisbawahi bahwa kader yang terbaik adalah mereka yang punya kapasitas besar untuk membenci. (Sumber; https://www.thearmorylife.com/)

BIAS MEDIA DAN KESIMPULAN

Tidak terhitung jutaan orang yang akrab dengan foto seorang tahanan Viet Cong (Nguyen Van Lem) yang ditembak oleh kepala polisi Saigon pada bulan Februari 1968 dan seorang anak perempuan telanjang yang berteriak melarikan diri dari bom napalm pesawat serang Vietnam Selatan pada tahun 1972. Tetapi nyaris tidak ada catatan visual yang tersedia dari ribuan tuan tanah dan mereka yang dianggap sebagai “musuh kelas proletar” yang dieksekusi di Vietnam Utara pada tahun 1950-an, yang mana sering dilakukan di depan umum dan dengan kebrutalan yang mencolok. Kebijakan ini sendiri diakui oleh Jenderal Vo Nguyen Giap dalam pidatonya pada Oktober 1956: “Kami memandang semua pemilik tanah tanpa pandang bulu sebagai musuh …. Dalam menekan musuh, kami mengambil langkah-langkah kuat … dan menggunakan metode yang tidak sah (eufemisme komunis untuk penyiksaan) untuk memaksa pengakuan …. Hasilnya adalah banyak orang tak bersalah … ditangkap, dihukum, dipenjara. “Hingga dalam kurun waktu itu 15.000 orang dieksekusi dengan cara-cara semacam ini. Paparan diatas tidak dimaksudkan untuk membuat AS dan klien Vietnam Selatannya harus dipandang sebagai pahlawan perang. Bukan hanya penanganan kasus My Lai yang sangat mengecewakan, namun banyak dari catatan pengadilan militer Angkatan Darat dan Marinir AS tentang peradilan terhadap banyak kekejaman yang dilakukan militer Amerika terhadap warga sipil dan tidak mendapat hukuman yang setimpal.

Diorama dalam War Remnant Museum yang ada di Ho Chi Minh City. Para wisatawan modern di Vietnam, yang dipertunjukkan begitu banyak pameran propaganda tentang kejahatan perang Amerika. Pola pemaparan sepihak ini membuat gambaran hitam putih yang menyesatkan dalam perang. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Namun demikian catatan kekejaman dan pembunuhan oleh kaum komunis juga patut untuk mendapat perhatian yang serupa, tidak terkecuali bagi para wisatawan modern di Vietnam, yang dipertunjukkan begitu banyak pameran propaganda tentang kejahatan perang Amerika (bisa disaksikan di War Remnant Museum yang ada di Ho Chi Minh City). Ketika pemaparan yang adil tidak dilakukan, maka akan jelas terlihat ketimpangan yang pada akhirnya hanya akan menguntungkan satu pihak dan mendeskreditkan pihak yang lain. Kesalahan yang dibuat oleh pengunjuk rasa anti-perang 50 tahun yang lalu, dan oleh beberapa jurnalis dan sejarawan baik dulu maupun sesudahnya, adalah mereka menyimpulkan bahwa, Amerika dengan semua tujuannya dalam perang itu adalah buruk, sementara pihak lawan pasti baik. Seperti yang sering terjadi dengan peristiwa sejarah, mereka-mereka yang berperang sebagian besar tidak memiliki alasan moralitas yang dapat dibenarkan, dimana pembenaran yang mereka buat akan terlihat klise jika sudah dihadapkan dengan fakta-fakta yang terjadi dalam perang. Sejak kemenangan komunis pada tahun 1975, banyak orang Vietnam telah pada akhirnya menemukan kesimpulan itu, dan mungkin sudah waktunya bagi orang Amerika untuk melakukan hal yang sama.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

http://vnafmamn.com/VNWar_atrocities.html

https://en.m.wikipedia.org/wiki/1965_Saigon_bombing

https://www.vietnam.ttu.edu/star/images/229/2293801019A.pdf

The Hidden Atrocities of the Vietnam War By Max Hastings; Oct. 4, 2018 at 10:56 am ET

https://www.wsj.com/articles/the-hidden-atrocities-of-the-vietnam-war-1538664997

https://en.m.wikipedia.org/wiki/%C4%90%E1%BA%AFk_S%C6%A1n_massacre

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Massacre_at_Hu%E1%BA%BF

The Viet Cong Committed Atrocities, Too By Heather Stur; Dec. 19, 2017

https://www.nytimes.com/2017/12/19/opinion/vietcong-generals-atrocities.html

Inside the VC and the NVA: The Real Story of North Vietnam’s Armed Forces by Michael Lee Lanning and Dan Cragg, 1992; p 217-221

Viet Cong: The organization and techniques of the National Liberation Front of South Vietnam (Massachusetts Institute of Technology 1966) by Douglas Pike; p 247, p 283-284

Exit mobile version