Perang Vietnam

Garnisun Prancis di Muong Khoua Bertempur Sampai Peluru & Prajurit Terakhir

Pertempuran Muong-Khoua terjadi antara tanggal 13 April dan 18 Mei 1953, di Laos utara selama Kampanye Laos Utara Pertama dalam Perang Indochina Prancis. Dalam pertempuran ini sebuah garnisun yang terdiri selusin tentara Prancis dan 300 tentara Laos menduduki pos terdepan di perbukitan di atas desa Muong Khoua, di seberang perbatasan dari Diện Biên Phu, bertarung melawan pasukan Viet-Minh yang lebih kuat. Muong Khoua adalah salah satu pos terdepan Prancis terakhir di kawasan Laos utara menyusul keputusan Komando Tinggi Prancis untuk mempertahankan beberapa garnisun yang terisolasi melalui wilayah tersebut untuk mengulur waktu guna membentengi kota-kota besar Laos dari serangan Việt Minh.

Pohon ditebangi dan parit digali sebagai persiapan untuk menghadapi serangan Viet Minh, di zona operasi Xieng Khouang, Laos, Indochina, 15 April 1953. Pada tahun 1953, Viet Minh bukan lagi sebuah unit militer kecil yang bertarung dengan taktik gerilya, namun mereka sudah bertransformasi debagai militer konvensional yang mampu menjalankan operasi militer besar, termasuk melakukan invasi ke wilayah Laos. (Sumber: https://www.flickr.com/)

SURVIVOR

“Seperti Kristus membawa salib” adalah ekspresi yang menjadi umum di Indochina untuk menggambarkan orang-orang yang selamat dari pergerakan mundur yang mengerikan melalui hutan belantara. Dan biasanya seperti itulah penampilan mereka: begitu kurus sampai ke kerangka karena kelaparan dan disentri, mata cekung, pucat yang khas tropis kontras dengan kulit berwarna perunggu dari “pemburu kulit putih” yang populer dalam film-film Hollywood. Wajah kurus mereka ditutupi oleh janggut lebat, dan kulit mereka ditutupi dengan luka bernanah, akibat dari ruam panas hingga gigitan lintah dan luka busuk di dalam hutan. Sersan Rene Novak tidak terkecuali saat dia dan dua tentara Laos terhuyung-huyung ke Phong-Saly, pos Prancis terakhir di kawasan Laos utara, pada tanggal 22 Mei 1953. Dia baru berusia dua puluh lima tahun, tetapi dia tampak seperti pria berusia lima puluh tahun. Dia terus berjalan seperti robot ke tengah pos sebelum dia dihentikan oleh beberapa prajurit yang menatapnya seperti hantu. Di satu sisi, Novak adalah hantu, revenant, seperti yang dikatakan orang-orang Prancis, seseorang yang telah kembali dari kematian. Dia dan dua tentara Laos sejauh ini adalah satu-satunya yang selamat dari garnisun di Muong-Khoua. Mereka diikuti dua hari kemudian oleh satu lagi yang selamat, Sersan Staf Pierre Blondeau, seorang veteran tempur yang sangat berpengalaman, yang telah secara sukarela tetap tinggal di Indochina. Blondeau telah menghabiskan 57 jam bersembunyi di semak-semak dekat Muong-Khoua sebelum bisa lolos dari barisan pasukan Komunis yang mengejar. Dia telah berjalan, sendirian, tanpa makanan atau kompas selama tiga hari sebelum dia beruntung bertemu dengan seorang pendaki gunung Kha-Kho yang pernah mengenalnya dan yang memberinya makanan dan menunjukkannya jalan menuju ke Phong-Saly. Tidak pernah tidur di desa, tidak pernah beristirahat di jalan tapi memilih merobek masuk lubang ke semak-semak tebal dengan tangan kosong dan menyembunyikan dirinya di dalamnya, Blondeau berhasil mencapai sebuah desa beberapa mil dari Phong- Saly, di mana seorang penduduk meminjamkannya salah satu kuda poni kecil yang banyak di daerah Laos utara. Tampak seperti Don Quixote yang babak belur, Blondeau mencapai Phong-Saly pada tanggal 24 Mei 1953. Keempat pria itu melakukan hal yang hampir seperti keajaiban. Mereka telah melewati 80 kilometer wilayah yang dikuasai musuh setelah selamat dari pengepungan selama sebulan di tempat yang namanya menjadi simbol kepahlawanan di Indochina, yakni: Muong-Khoua. 

Letnan-dokter Patrice de Carfort, “dokter”, turun tangan langsung di lapangan. Di sana, seorang personel pasukan payung, yang terkena tembakan parah di kaki kanannya, dirawat sementara seorang kawannya memegang tangannya. Tatapan ekspresif “dokter” menunjukkan tragedi dalam perang. Foto ini akan menjadi semacam gambaran dari perang Indochina. Dalam perang di Indochina tentara Prancis kerap menghadapi situasi putus asa dan pertempuran mati-matian, namun jarang dikenal banyak orang. (Sumber: https://www.chemin-de-memoire-parachutistes.org/)

LATAR BELAKANG

Pada awal tahun 1953, Việt Minh di bawah pimpinan Jenderal Võ Nguyên Giáp memulai invasi ke Laos untuk memberikan tekanan tambahan pada Paris dan pasukan Prancis yang ditempatkan di Indochina. Di daerah Muong-Khoua terdapat divisi ke-308, 312 dan 316 Việt Minh, yang jalur suplai panjangnya dijagai oleh 200.000 personel pengangkut barang. Menghadapi situasi ini, Komando Tertinggi Prancis dihadapkan pada dua pilihan, yaitu: 

  1. Mengevakuasi seluruh negeri sama sekali sampai kekuatan yang cukup tersedia untuk melakukan penaklukan kembali, atau 
  2. Mencoba untuk mempertahankan pada serangkaian titik pertahanan di seluruh negeri yang akan menahan sebagian besar pasukan musuh sampai dua kota penting di, yakni Luang-Prabang dan ibukota Vientiane, berada dalam kondisi yang baik untuk bertahan dalam waktu yang lama. 
Ofensif pasukan Viet Minh tahun 1953, yang mengancam posisi pasukan Prancis di wilayah Laos Utara. (Sumber: buku STREET WITHOUT JOY Indochina At War 1946-1954)
Raja Laos Sisavang Vong. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Tentara Prancis dengan senapan MAS 1936. Karena mundur total dari Laos bukanlah sebuah opsi, maka militer Prancis memerintahkan garnisun-garnisun di Laos Utara untuk bertahan selama mungkin guna mengulur waktu untuk membentuk garis pertahanan kedua dari serangan Viet-Minh. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Karena Raja Laos Sisavang Vong telah menolak untuk meninggalkan Istananya di Luang Prabang, pertimbangan politik untuk mempertahankan Laos mengalahkan aspek-aspek militer, yang berujung pada evakuasi total setidaknya bagian utara negara itu. Komando Tertinggi militer Prancis—yang saat itu dipimpin oleh Raoul Salan—kemudian memerintahkan lusinan pos terdepan Prancis di Laos utara untuk melawan pasukan invasi Việt Minh selama mungkin guna mengulur waktu guna memperkuat pertahanan Luang Prabang dan Vientiane, ibu kota Laos. Beberapa dari pos-pos pertahanan ini tidak punya pilihan; mereka terisolasi di wilayah tanpa akses jalan, dan di tengah musim hujan, serta tidak dapat diakses oleh pesawat atau truk. Pos-pos yang lain diberikan misi khusus untuk bertahan selama beberapa hari dalam rangka untuk memberi Komando Prancis di Laos waktu untuk membangun garis pertahanan kedua. Salah satu pos kunci yang diberikan tugas seperti itu adalah Muong-Khoua.

SAP NAO

Terletak di titik pertemuan sungai Nam-Pak dan Nam-Hou, 40 mil (64 km) dari Diện Biên Phu, serta sekitar 100 mil (160 km) ke barat daya Sungai Hitam di Vietnam, Muong-Khoua adalah lokasi yang ideal untuk menunda kemajuan musuh sementara. Bersama dengan pos satelitnya Sop-Nao, yang dipertahankan oleh sebuah peleton yang diperkuat di bawah pimpinan Letnan Grezy, garnisun di Muong-Khoua diberi tugas bertahan dengan segala cara pada tanggal 3 April 1953. Pada hari itu, komandan Muong-Khoua, Kapten Teullier, juga mengambil alih komando atas Sop-Nao. Di malam hari yang sama, sebuah batalyon Viet-Minh melintasi perbatasan dekat Dien Bien Phu dan Nà Sản, mengepung Sop-Nao. Sop-Nao terletak 30 mil (48 km) di sebelah timur Muong Khoua, di sepanjang jalur pergerakan maju pasukan Việt Minh, kira-kira 20 mil (32 km) barat daya Diện Biên Phu dan hanya beberapa mil dari perbatasan Vietnam-Laos, serta 75 mil (121 km) selatan Dataran Tinggi T’ai. Selama enam hari dan lima malam, anak buah Grezy bertahan di reruntuhan pos mereka melawan kekuatan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar mereka. Akhirnya, pada tanggal 9 April, Teullier mengizinkan yang masih selamat dari peleton Grezy untuk berjuang keluar dan kembali ke Muong-Khoua, 30 kilometer jauhnya melintasi hutan. Pada malam hari dari tanggal 9 menuju tanggal 10, Grezy dan anak buahnya memulai perjalanan keluar dari perangkap. Seperti biasa dalam kasus seperti itu, Viet-Minh telah mempersiapkan penyergapan di sepanjang jalur Sop-Nao menuju ke Muong-Khoua. Namun, Grezy bukanlah “orang baru” dalam permainan semacam ini; alih-alih mengambil jalan langsung menuju ke Muong-Khoua, dia dan anak nya mulai meretas jalan mereka sendiri melalui hutan-hutan di selatan pos kecil mereka, sehingga mengecoh untuk sementara personal Viet-Minh yang mengejar mereka. Tapi Viet-Minh tidak begitu mudah juga dikecoh. 

Menghindari dihancurkan dan ditawan pasukan Viet-Minh, garnisun tentara Prancis memilih mundur menembus hutan. (Sumber: https://www.thedailybeast.com/)
Kurangnya jalur transportasi, membuat jalur udara menjadi krusial bagi pasukan Prancis di Indochina. (Sumber: AP Photo/Jean-Jacques Levy/https://www.flickr.com/)

Pada tanggal 11 pagi, seorang suku Laos yang setia memperingatkan tentara Prancis dan Laos yang kelelahan bahwa dua kompi Viet-Minh telah meninggalkan Sop-Nao untuk mengejar dan mungkin bisa menyalip mereka. Faktanya, pasukan Viet-Minh baru saja bergerak menuju Muong-Khoua. Sekali lagi Grezy membangunkan anak buahnya yang kakinya sudah kecapekan, masih menggendong semua peralatan, persenjataan, dan radio mereka. Grezy lalu memutuskan untuk berjalan ke utara menuju Phong-Saly. Meskipun lebih jauh, Phong-Saly memiliki keunggulan dengan adanya lapangan terbang. Tujuan pertamanya adalah desa Pak Ban di sungai Nam-Hou sekitar 20 mil (32 km) sebelah utara Muong-Khoua. Inisiatif ini memiliki beberapa konsekuensi yang sangat menguntungkan bagi orang-orang Prancis itu, karena pada saat yang sama konvoi kano – salah satu transportasi terbaik di kawasan Laos, yang sarat dengan peralatan dan amunisi yang ditujukan untuk pos-pos pertahanan di sepanjang Nam-Hou datang mengambang ke hilir dari Phong-Saly, dengan tidak menyadari bahwa pasukan Viet-Minh telah menyusup ke lembah antara Pak Ban dan Muong-Khoua. Setelah berkonsultasi dengan komandan konvoi, seluruh konvoi, sekarang ditambah dengan Grezy dan semua anak buahnya, melanjutkan perjalanan segera ke Muong-Khoua, yang berhasil dicapai keesokan harinya.

PENYERGAPAN & PENGEPUNGAN

Sementara itu Teullier segera menyadari bahwa dia hanya punya sedikit waktu tersisa untuk mengevakuasi personel non-kombatan dan peralatan surplus dari Muong-Khoua. Tanda-tanda yang tidak salah lagi tentang kedatangan pasukan Viet-Minh yang sudah dekat telah terlihat dari udara selama beberapa hari. Selain itu para kepala desa di sekitar Muong-Khoua telah menjadi tidak ramah ketika patroli Prancis datang. Faktanya, mereka tidak lagi berbicara dengan orang-orang Prancis kecuali ditanya secara langsung, dan di desa Muong-Khoua, sebagian besar penduduk menghilang begitu saja. Pasar telah ditinggalkan sepi selama beberapa hari terakhir, tanpa adanya petani suku Kha-Kho atau Meo datang dengan membawa babi abu-abu kecil mereka, buah-buahan, atau produk lainnya. Orang-orang Prancis memandang ini sebagai indikator bahwa serangan musuh akan segera terjadi. Selanjutnya, hutan lebat dan lereng curam telah mengisolasi titik pertahanan pasukan Prancis di Muong-Khoua dari semua arah kecuali dari sungai dan lewat udara. Việt Minh, di sisi lain, dipasok dengan cukup oleh lebih dari 200.000 kuli, atau porter. Periode “l’asphyxie par le vide… “, “mencekik dengan menciptakan kekosongan,” kini telah dimulai. Pada tanggal 12 April 1953, Teullier mengumpulkan konvoi kano untuk berlayar 40 mil (64 km) ke sungai ke Muong-Ngoi, tetapi sekali lagi musuh telah lebih cepat dari orang-orang Prancis. Sekitar 600 yard (548 meter) di bawah Muong-Khoua, di suatu tempat di mana dua jalur pasir mempersempit sungai yang bisa dilayari menjadi hanya beberapa meter saja, seluruh konvoi jatuh ke dalam penyergapan Viet-Minh. 

Di Indochina, khususnya kawasan Laos Utara, sungai menjadi jalur transportasi yang paling efektif. (Sumber: https://www.pinterest.fr/)

Seperti biasa, pasukan Viet-Minh telah dipersiapkan dengan baik penyergapan mereka dan mendapat informasi yang sempurna. Beberapa batang pohon telah dibiarkan mengambang melintasi jalur lintasan sungai, dan beberapa senapan mesin dan satu mortir telah ditempatkan di dua sisi tepi sungai, sehingga mencakup area penyergapan yang menyeluruh. Namun, sekali lagi, keberuntungan tidak sepenuhnya melawan orang-orang Prancis. Karena menempatkan penyergapan begitu dekat dengan Muong-Khoua, Viet-Minh memberikan Garnisun Prancis kesempatan untuk campur tangan dalam pertempuran jika konvoi selamat dari salvo tembakan pertama, yang dalam hal ini mereka berhasil. Saat kano pertama menghantam deretan batang pohon mengambang karena momentumnya sendiri, orang-orang Laos yang bermata tajam di kano berikutnya segera memarkirkan kapal mereka di tepian pasir, menggunakannya untuk perlindungan, dan mulai beraksi. Dalam baku tembak berikutnya, para prajurit Laos dengan tenang mempertahankan diri, tetapi mereka segera dalam bahaya kehabisan amunisi ketika empat peleton infanteri dari Muong-Khoua tiba dan segera menyerang balik pasukan Komunis, yang kemudian segera meninggalkan medan perang, dengan menderita tiga belas tewas dan empat terluka. Di pihak Prancis, dua kano, yang telah hancur berkeping-keping, harus ditinggalkan. Di pihak mereka ada tujuh orang yang hilang, satu terluka, dan satu tewas. Dari kejadian ini kemudian menjadi sangat jelas bahwa setiap upaya lebih lanjut untuk menerobos melewati sungai sekarang telah menjadi tanpa harapan. Seluruh konvoi lalu kembali ke Muong-Khoua, untuk berbagi nasib, dan para prajurit yang bertahan sekarang dengan muram menggali pertahanan untuk mempersiapkan menghadapi pengepungan dan serangan yang akan datang.

KUBU PERTAHANAN PRANCIS DI MUONG KHOUA

Desa Muong-Khoua terletak di sebuah tanjung yang dibentuk oleh persimpangan sungai Nam-Hou dan sungai Nam Pak. Muong-Khoua terletak pada Nam-Hou, di sisi tebing pasir yang cukup besar, yang biasanya aman dari banjir. Dengan jalan utamanya yang lurus dan banyak rumpun pepohonan hijau, tempat ini menawarkan pemandangan yang cukup menyenangkan. Di ujung tanjung, di satu sisi yang ditutupi oleh tepian pasir dan di sisi lain dari tanggul curam yang menghadap ke Nam Pak, berdiri pos berbenteng Muong-Khoua, yang mendominasi sungai persimpangan dan kota kecil itu. Pada gilirannya, posisi Prancis didominasi oleh dua bukit kecil di tepi kanan Nam Pak, yang membentuk pos pertahanan Muong-Khoua, yang berwujud segitiga sama sisi dengan panjang sisinya masing-masing 200 yard (182 meter). Jauh sebelum serangan di Muong-Khoua, Teullier merasa tidak mungkin untuk mengatur pertahanan Muong-Khoua tanpa juga memasukkan dua bukit kecil di dalamnya di sisi lain dari Nam Pak. Menamai Bukit di sisi selatan “Alpha” dan satunya Bukit timur “Pi,” dia telah membentengi mereka dengan parit dan bunker tanah dan membagi di antara mereka sumber daya dan anak buahnya yang sedikit. Mengingat fakta bahwa dia sekarang juga memiliki peralatan dari armada kano sungai dan penguatan tambahan dari sisa personel garnisun Grezy dari Sop-Nao, dia mengatur seluruh posisi pertahanan menjadi sekelompok tiga benteng kecil yang independen tetapi saling mendukung. Dengan total personel garnisun terdiri dari satu kapten Prancis, satu letnan Prancis, dan segelintir bintara orang Prancis yang didukung oleh 300 Chasseurs Laotiens (Pasukan infanteri ringan Laos), mereka dipersenjatai dengan total tiga mortir kaliber 81 mm, dua mortir kaliber 60mm dan dua senapan mesin. Teullier memiliki sedikit keyakinan, jikapun ada, bahwa dirinya akan mampu untuk bertahan tanpa batas melawan musuhnya yang jauh lebih kuat. Menghadapi kekuatan kecil ini adalah seluruh Batalyon ke-910 Viet-Minh dari Resimen Regional ke-148, yang diperkuat oleh kompi mortir berat dan elemen lain dari pasukan Divisi ke-316. 

Posisi pertahanan garnisun Prancis di Muong-Khoua. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Sungai di kawasan Muong-Khoua kini. (Sumber: Asia Pacific Travel)
Pembom-tempur B-26 yang kerap digunakan Prancis di Indochina untuk mendukung pasukan daratnya. (Sumber: https://www.thedrive.com/)

Tanggal 13 April adalah hari yang tenang. Beberapa orang tua dan anak-anak telah muncul kembali di jalan-jalan Muong-Khoua dan personel garnisun di tiga bukit berada dalam semangat yang baik mengingat peristiwa pada hari sebelumnya. Pada pukul 11.00, Teullier menerima pesan radio berkode dari Kolonel Boucher de Crevecoeur, komandan pasukan Prancis dan Laos di wilayah Laos: “Kamu harus mempertahankan posisi Muong-Khoua selama minimal 14 hari dengan segala cara yang kamu bisa. Kamu akan dipasok kembali oleh pengedropan dari udara dan akan menerima dukungan udara yang memadai…” Nasib Muong-Khoua kini telah ditentukan. Sementara itu terdapat ironi bahwa garnisun Muong-Khoua telah menamai benteng utama di dekat Desa Muong-Khoua, sebagai “Perangkap Tikus.” Desa Muong-Khoua sendiri terletak di kaki barat “Perangkap Tikus”, terlindung dari sungai oleh gundukan pasir besar, dan mengangkangi jalan menuju Phong Saly, pos terdepan Prancis lainnya 50 mil (80 km) ke sebelah utara. Di sisi lain, Komando Viet-Minh sangat ingin menaklukkan Muong-Khoua, yang akan tetap menjadi duri bagi jalur komunikasinya, jika Prancis terus mempertahankannya. Sekitar pukul 2300, tanggal 13 April, peluru mortir musuh pertama berjatuhan di lereng bukit “Alpha” yang relatif mudah diakses. Pengepungan kini Muong-Khoua telah dimulai. Sejak saat itu hingga akhir pengepungan, yang berlangsung lebih dari satu bulan kemudian, garnisun Muong-Khoua ditembaki setiap malam. Pada serangan pertama, Viet-Minh telah meninggalkan 22 personelnya tewas di deretan kawat berduri posisi pasukan Prancis. Mereka sekarang menghindari serangan massal dan kembali ke strategi maju inci demi inci ke posisi pertahanan Prancis, dalam taktik yang akan mereka kembangkan dengan baik satu tahun kemudian di Dien Bien Phu. Sementara itu, komandan Vietminh Jenderal Giap memerintahkan pasukan dari Divisi ke-312 untuk meninggalkan beberapa pasukan untuk melanjutkan pengepungan sementara divisi lainnya terus bergerak. Pada siang hari, pesawat-pesawat pembom tempur B-26 Prancis, dan pesawat suplai terbang diatas Muong-Khoua, menyerang posisi senjata tentara Komunis atau menerjunkan dengan parasut perbekalan dan perlengkapan medis yang sangat dibutuhkan; atau di malam hari, saat tekanan Viet-Minh menjadi terlalu berat di salah satu pos pertahanan terdepan, sebuah “Luciole” (kunang-kunang), yakni pesawat pengintai akan menjatuhkan suar cahaya di atas medan perang untuk membantu para prajurit yang bertahan mengarahkan tembakan mereka. 

PRIORITAS RENDAH MILITER PRANCIS

Tapi sialnya Muong-Khoua telah menjadi prioritas rendah dalam jaringan pertahanan militer Prancis di Indochina utara. Bahkan di dalam wilayah Laos sendiri, Viet-Minh terus menekan ibukota Luang-Prabang dan Vientiane. Namun meskipun kekuatan Prancis di kedua tempat penting ini terus berkurang, mereka tetap tidak kehilangan nilai strategisnya, dibanding dengan pos-pos pertahanan kecil yang berada jauh di utara, dan berjuang untuk hidup mereka sendiri. Tapi, secara ajaib, garnisun di Muong-Khoua masih bertahan. Pada tanggal 27 April, 14 hari setelah serangan besar pertama, Komandan Tinggi Prancis di Hanoi menerjunkan dengan parasut ke Teullier medali Legion of Honor untuk dirinya sendiri dan sejumlah medali croix de guerre untuk para prajuritnya. Mereka telah menepati janji mereka dan mempertahankan Muong-Khoua selama 14 hari. Teullier sendiri kemudian mengarungi sungai Nam-Pak dengan pengawalan, memanjat lereng curam Bukit “Pi” dan reruntuhan yang berlumpur dari apa yang tersisa dari Bukit “Alpha,” untuk memberikan secara pribadi medali bagi para prajuritnya, serta kembali saat larut malam ke “Perangkap Tikus.” Ini adalah terakhir kalinya Teullier mengunjungi seluruh garnisunnya. Sementara itu di pihak Komunis, tekanan terus meningkat untuk menghabisi pos terpencil ini, yang secara efektif mencegah pasukan Komunis untuk menggunakan sungai Nam-Hou, yang penting secara strategis sebagai jalur komunikasi untuk pasukan mereka yang beroperasi di kawasan Laos tengah.

Pasukan Prancis dan sekutu lokalnya dalam Perang Indochina. Nampak beragam persenjataan yang mereka gunakan, mulai dari Jerman, Amerika dan Inggris dari masa Perang Dunia II. (Sumber: https://i72.servimg.com/)

Seperti yang terlalu sering terjadi dalam perang Indochina, sebuah pos bertahan habis-habisan dalam posisi yang putus asa kemudian dijadikan sebagai simbol, dengan berbagai surat kabar di seluruh dunia menyiarkan nama dan ketenaran dari garnisun Muong-Khoua. Publisitas ini akhirnya menjadi awal kejatuhan dari garnisun ini, yang di mata Komando Tertinggi Prancis keberadaannya sudah terlupakan. Semua ini hampir tidak diketahui oleh Teullier dan 300 anak buahnya yang gagah berani. Untuk mereka, perang telah menjadi masalah yang sangat pribadi, bagaimana mereka harus bertahan hidup melalui tiap-tiap malam sampai keesokan paginya, terutama melalui jam-jam mengerikan “crachin” periode musim hujan, ketika kabut tebal berwarna putih susu turun dengan sendirinya seperti selimut di pedesaan sekitar pukul 2100, dan biasanya tidak akan terangkat sebelum pukul 0900 keesokan harinya. Tapi sejauh ini, garnisun Muong-Khoua masih beruntung. Desa itu sendiri telah menjadi tanah tak bertuan yang benar-benar sepi, dimana patroli Prancis akan mengintai di siang hari, kadang-kadang bergerak sejauh Barak Garda Nasional Laos yang kosong, tanpa pernah melakukan kontak dengan baik penduduk atau musuh. Kecuali untuk pertempuran malam hari, keheningan yang menakutkan telah menetap di kawasan pedesaan (keheningan yang menyembunyikan suara aktivitas di sekitar posisi pasukan Komunis yang disamarkan di dasar dua bukit kecil dan di sekitar “Perangkap Tikus”). Teullier kini telah menjaga agar anak buahnya aktif berpatroli keliling, bahkan memerintahkan mereka mempersiapkan penyergapan di malam hari di sekitar area desa terpencil Muong-Khoua, sehingga menjaga mereka tetap waspada dan memberi dirinya sendiri beberapa menit peringatan ekstra yang berharga untuk berjaga-jaga dari serangan besar musuh. Pola ini berlanjut hingga bulan Mei.

BANTUAN YANG TERLAMBAT

Hari-hari berlalu, dan di luar dugaan, pasukan Komunis di Laos tengah mulai mundur sekali lagi menuju perbatasan Vietnam. Xieng-Khouang, ibu kota provinsi tetangga di selatan Muong-Khoua, telah dibebaskan dari Viet-Minh pada tanggal 13 Mei, dan pada tanggal 17 Mei, pasukan Prancis berada di bagian bawah Nam-Hou, sekitar 80 kilometer dari Muong-Khoua. Malam itu, sekali lagi satu patroli Prancis telah meninggalkan “Perangkap tikus” untuk menjalankan patroli malamnya ke kota hantu dalam kegelapan yang dibuat lebih tebal oleh kabut yang sangat tebal. Pada pukul 2200, menjadi tidak mungkin untuk melihat tangan seseorang di depan mata seseorang di Muong-Khoua. Beberapa anjing, yang tidak diragukan lagi telah ditinggalkan oleh tuan-tuannya selama gerak mundur tergesa-gesa ke bukit-bukit sekitarnya, melolong di kegelapan, namun suara mereka teredam oleh kabut yang menggantung. Tiba-tiba, ada jeritan melengking tak terduga, yang akan dikenali semua pemilik anjing; bahwa seseorang telah menginjak ekor anjing secara tidak sengaja atau menendangnya! Pada sekitar pukul 2300, patroli Prancis melihat bayangan gelap muncul dari kabut di sepanjang Jalan utama Muong-Khoua. Musuh ada di sini! Dalam keheningan patroli itu mulai mundur kembali ke “Perangkap Tikus.” Peringatan penuh lalu diberikan kepada personel garnisun dan dua posisi pertahanan di bukit melalui radio pada tengah malam, dimana serangan diperkirakan akan datang. 

Pasukan Prancis berpatroli. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Pukul 00.30, 18 Mei 1953, peluru mortir pertama jatuh ke halaman “Perangkap tikus,” yang segera diikuti oleh hujan peluru lainnya dari berbagai kaliber senjata, termasuk senjata recoilless kaliber 57mm dan mortir berat kaliber 120mm buatan Soviet. Peluru fosfor, yang telah membakar beberapa bangunan kayu di pos pertahanan itu, menambahkan cahaya berwarna kehijauan di malam itu. Di markas komando bunker, sudah penuh dengan erangan dari mereka yang terluka (sementara tidak ada dokter di Muong-Khoua). Teullier lalu berteriak kepada Sersan Rene Novak, operator radio dari Muong-Khoua: “Hubungi GATAC* (Groupment Aerien Tactique, salah satu dari lima komando udara di wilayah Indochina) North! Minta mereka mengirim ‘Luciole‘ dan jika mungkin beberapa pesawat pembom-tempur. Kami sangat membutuhkan bantuan.” Di selatan Muong-Khoua, kilatan tembakan mortir bisa terlihat di sekitar lereng Bukit “Alpha” yang mudah diakses di mana salah satunya diperkuat oleh sebuah Peleton Laos di bawah pimpinan seorang NCO senior Prancis, yang sepertinya dihancurkan berkeping-keping oleh tembakan berat Viet-Minh. Hanya Bukit “Pi,” di bawah komando Letnan Grezy, yang berhasil berhasil menggoyahkan serangan musuh. Satu-satunya mortirnya telah menjatuhkan tembakan pendukung di posisi yang telah diatur sebelumnya di depan “Perangkap Tikus” dan di Bukit “Alpha.” Pada pukul 0110, bunker sudut barat “Perangkap Tikus” mulai runtuh di akibat beberapa tembakan langsung, yang menyebabkan bongkahan batu bata yang besar dan beton jatuh di atas tebing curam ke Nam-Pak. Kesengsaraan dari Muong-Khoua telah dimulai. Sekitar pukul 0130, Sersan Novak mendapatkan dari Hanoi jawaban atas permintaan dukungan udara: “Total QGO* (kode morse internasional dari kurangnya jarak pandang) di atas seluruh lapangan terbang di delta. Akan segera dikirimkan dukungan udara jika situasi memungkinkan.”

Pasukan Prancis mengontak radio di kawasan Laos. Permintaan bantuan terkadang terlambat datang atau malah tidak datang sama sekali. (Sumber: https://www.gettyimages.ca/)
Pasukan Prancis mengambil posisi pertahanan. (Sumber: Photo by Keystone-France\Gamma-Rapho via Getty Images/https://www.historynet.com/)
Ilustrasi pasukan Viet-Minh yang menyerang. (Sumber: buku STREET WITHOUT JOY Indochina At War 1946-1954)

Pada pukul 0230, teriakan yang teredam terdengar di sisi pasukan Viet-Minh, yang menjadi semakin jelas saat bayang-bayang pertama pasukan pengejut Viet-Minh mulai muncul di atas tembok pembatas posisi pertahanan pasukan Prancis yang babak belur: “Tien-lenTien-len“! (Maju, Maju!) Tapi anak buah Teullier tidak menyerah begitu saja; dua kali gelombang serangan Viet-Minh dipukul mundur oleh konsentrasi tembakan senjata otomatis dari para prajurit yang bertahan. Kemudian, bagaimanapun, dengan mengambil keuntungan dari kondisi berkabut, satu bagian dari pasukan musuh melewati “Perangkap tikus” menuju ke utara dengan mengikuti jalur tepian pasir di sepanjang sungai di bawah perlindungan kabut, dan sekarang benteng utama juga diserang di sisi sebelah utara. Empat serangan lagi dapat diatasi tetapi para penyerang akhirnya berhasil mengontrol area benteng. Pertarungan tangan kosong terjadi di setiap bangunan dan bunker. Akhirnya, sekitar pukul 0350, para prajurit terakhir yang bertahan terpojok di dinding benteng yang menghadap ke tebing sungai Nam-Pak dan kemudian senjata-senjata terdiam di Muong-Khoua. Di tempat lain Bukit “Alpha” telah menemui nasib akhirnya sekitar setengah jam sebelumnya ketika bunker terakhir telah diratakan menjadi puing-puing oleh tembakan mortir berat musuh.

GREZY LAST STAND

Dengan ini hanya tersisa Grezy dan dua peletonnya di atas bukit “Pi.” Dia dan anak buahnya menyaksikan nasib akhir dari rekan-rekannya di “Perangkap Tikus”, dengan seolah-olah duduk di kursi depan teater yang luas, menyaksikan semburan singkat senapan mesin prajurit Prancis mencoba menghemat amunisi dan rentetan tembakan Peluru mortir superberat kaliber 120mm musuh menghantam bunker “Perangkap Tikus” dengan akurasi yang mengagumkan. Ketika tembak-menembak mereda di dua pos lainnya, orang-orang dari bukit “Pi” tahu bahwa giliran mereka telah tiba. Tidak ada kepanikan, tidak ada tanda-tanda ketakutan di luar. Namun pasukan Grezy, seperti sebagian besar prajurit di Muong-Khoua, adalah rekrutan asal Laos yang relatif baru, dari pasukan Angkatan Darat Laos; bukan pasukan komando terpilih untuk misi bunuh diri. Tetapi karena dipimpin oleh para prajurit profesional Angkatan Darat Prancis, mereka tampil heroik seperti prajurit berpengalaman yang dipilih dengan cermat. Ketika pesawat pengintai Prancis pertama tiba di atas daerah itu sekitar pukul 0900 tanggal 18 Mei, pilotnya menemukan sisa-sisa hangus dari posisi pertahanan pasukan Prancis di Muong-Khoua dan di Bukit “Alpha.” Tapi di sekitar Bukit “Pi,” ia menemukan satu awan besar debu berwarna kecoklatan, akibat konsentrasi tembakan senjata berat musuh pada posisi pertahanan kecil itu. Di sana-sini, awan debu kecil muncul di sisi di mana musuh diperkirakan pasti berada. Ternyata satu-satunya mortir Grezy masih beraksi. Beberapa saat kemudian, dua pesawat transport C-47 yang terbang dengan lamban muncul di atas Muong-Khoua dengan menurunkan pasokan reguler mereka untuk garnisun. Mereka mengitari medan pertempuran dan kemudian kembali dari mana mereka berada datang. Pada pukul 1200 bendera merah dengan tiga gajah putih Laos dan bendera tri warna Prancis menghilang dari atas bunker tengah bukit “Pi.” Kini sudah tamatlah perlawanan garnisun di Muong-Khoua. Garnisun bersenjata ringan di Muong-Khoua bagaimanapun telah menahan serangan pasukan musuh bersenjata berat selama tiga puluh enam hari. Mereka telah memenuhi misinya hingga peluru dan prajurit terakhirnya. Komunike No. 14 Komando Tinggi Prancis di Indocina, untuk periode 10 Mei hingga 24 Mei 1953, kemudian menyampaikan berita sebagai berikut: “Pada malam tanggal 17-18 Mei, pos di Muong-Khoua, yang telah menang melawan ofensif awal Viet-Minh, menyerah di bawah serangan musuh yang berjumlah luar biasa.” Cuma tiga baris kalimat (dari seharusnya dua ratus) — hanya itu yang bisa disampaikan mengenai aksi Teullier dan tiga ratus anak buahnya yang gagah berani.

Di Muong-Khoua, pasukan Prancis tidak memiliki pilihan selain bertempur hingga orang terakhir. (Sumber: https://imgur.com/)
Peta pertahanan terakhir tentara Prancis di Muong-Khoua. (Sumber: buku STREET WITHOUT JOY Indochina At War 1946-1954)

SETELAH PERTEMPURAN

Media Vietnam dan Prancis diketahui telah memberikan perhatian yang cukup besar pada apa yang terjadi di Muong-Khoua, dan surat kabar di seluruh dunia telah meliput pertempuran tersebut. Wartawan perang Bernard Fall mencatat pentingnya pertempuran itu dalam tulisan bercorak “epik” di bukunya Street Without Joy  tahun 1961 dan Hell in a Very Small Place tahun 1967. Surat kabar Inggris The Times mulai meliput pertempuran tersebut pada tanggal 23 April 1953, dengan melaporkan mundurnya pasukan Prancis di Sop Nao ke Muong Khoua. Namun, meskipun dengan tepat mengidentifikasi setengah dari kekuatan penyerang Việt Minh, garnisun di titik Muong-Khoua disebut berjumlah hingga 1.000 orang, yang terbukti berlebihan. Pertempuran di Muong-Khoua hanya mendapat sedikit perhatian sebelum garnisun itu jatuh, namun setelah garnisun itu ditaklukkan Viet-Minh, liputan yang tetap bernada positif muncul dengan berfokus pada orang-orang Prancis yang selamat dari pertempuran dan spekulasi tentang masa depan kehadiran militer Prancis di Indochina dan komandan barunya, Henri Navarre. Pada bulan Januari 1954, Muong Khoua diduduki kembali oleh pasukan Laos, yang kemudian direbut sekali lagi oleh Divisi ke-316 Việt Minh. Komandan Laos, yang tinggal di desa itu sendiri bersama istrinya, terbunuh di rumahnya sebelum serangan itu. Batalyon Legiun Asing Prancis dan pasukan Laos kemudian menderita kerugian dalam melindungi mundurnya para penyintas garnisun. Daerah Muong Khoua lalu menjadi rute pasokan penting melintasi Dien Bien Phu untuk Việt Minh dan pada tahun 1963 menjadi lokasi proyek konstruksi untuk jalur Rute 19 yang diusulkan. Dari sisi taktik militer Prancis kemudian akan menggunakan pelajaran yang dipetik di Muong Khoua dan dari Pertempuran Nà Sản tahun 1952 dalam rencana pertahanan mereka di Diện Biên Phu, sementara Việt Minh pada gilirannya akan menggunakan taktik pengepungan dan penyekatan yang serupa di sana. Pentingnya armada udara untuk mempertahankan jalur pasokan, dukungan artileri yang kuat untuk mencegah serangan gelombang manusia Việt Minh, dan kebutuhan akan penempatan titik pertahanan yang terisolasi untuk saling mendukung satu sama lain, juga merupakan taktik penting yang diambil oleh Prancis dari kedua pertempuran tersebut. Selain itu hilangnya penduduk sipil setempat yang sebelumnya bersahabat dengan Prancis, yang menjadi pendahulu dari serangan Việt Minh, akan dijumpai oleh pasukan Prancis di Diện Biên Phu. Bagi Việt Minh, kemampuan mereka untuk mengisolasi dan meredam titik pertahanan individu sambil mempertahankan posisi artileri mereka tersembunyi dan mendukung penempatan senjata di luar jangkauan serangan udara dan senjata artileri Prancis diasah di kedua pertempuran itu, seperti juga praktik mereka menggunakan taktik serangan gelombang manusia.

Bernard Fall saat sedang makan bersama dengan para tentara Angkatan Darat AS di Vietnam. Wartawan perang Bernard Fall mencatat pentingnya pertempuran di Muong Khoua dalam tulisan bercorak “epik” di bukunya Street Without Joy  tahun 1961, yang menjadi sumber tulisan ini dan Hell in a Very Small Place tahun 1967. (Sumber: https://id.wikipedia.org/)
Pasukan Prancis di parit pertahanan Dien Bien Phu. Pertempuran Muong-Khoua memberi banyak pelajaran bapi pihak Prancis maupun Viet-Minh, yang nantinya akan banyak diterapkan dalam pertempuran di Dien Bien Phu. (Sumber: https://www.thoughtco.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Street Without Joy Book by Bernard B. Fall, November, 1965; p 116-127

https://archive.org/stream/StreetWithoutJoy_201808/Street%20Without%20Joy_djvu.txt

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Muong_Khoua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *