Perang Dunia II

Jejak Berdarah Kampfgruppen Peiper dalam Ofensif Jerman di Ardennes, Desember 1944

Ketika kota La Gleize di Belgia terbakar habis di sekelilingnya, Letkol SS Joachim Peiper yang berusia 29 tahun tetap tenang di markas besarnya, mendengarkan laporan-laporan dan mengeluarkan perintah. Di luar, tank-tanknya yang kalah jumlah, saling baku tembak dengan kendaraan-kendaraan lapis baja Amerika. Saat itu tanggal 22 Desember 1944, dan pasukan Peiper bertahan di kota kecil itu, menunggu pasukan bantuan mencapai mereka. Peiper berperang enam hari sebelumnya sebagai ujung tombak Operasi Herbstnebel (Kabut Musim Gugur) yang dipimpin Adolf Hitler, yakni Pertempuran Bulge. Dia memulai dengan 4.800 orang, 117 tank, dan banyak kendaraan lainnya serta senjata berat. Sekarang jumlah anggota pasukannya tinggal 800 orang dan tidak ada bahan bakar untuk kendaraannya. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Joachim Peiper terlihat dalam foto terkenalnya selama Serangan Jerman di Ardennes. (Sumber: http://worldwartwo.filminspector.com/)

MEMBUKA JALAN KE ANWERP

Setelah invasi Sekutu ke Normandia dan pengusiran pasukan Jerman dari wilayah Perancis dan Belgia pada musim panas dan musim gugur tahun 1944, Hitler telah merencanakan upaya sekuat tenaga untuk merebut kembali kota pelabuhan Antwerp di Belgia, yang merupakan basis pasokan penting bagi negara-negara sekutu Barat. Serangan ini akan diadakan pada bulan Desember, ketika hari yang pendek dan kabut tebal menghalangi kekuatan udara Sekutu untuk terbang. Dengan memotong jalur ke Antwerpen, pasukannya akan memecah Grup tentara Amerika dan Inggris, sehingga keduanya diharapkan akan mundur dengan cepat. Kedua kekuatan yang mengalami demoralisasi ini, menurutnya, dapat dikejar dan dihancurkan. Kemenangan lain di Barat diharapkan akan memungkinkan dia untuk memfokuskan kembali perhatiannya di Front Timur, di mana Tentara Merah semakin mendekat ke perbatasan Jerman. Untuk merebut Antwerpen, Hitler membentuk dua pasukan baru, yakni: Tentara Panzer Kelima pimpinan Jenderal Hasso von Manteuffel dan Tentara Panzer SS Keenam pimpinan Jenderal Joseph (Sepp) Dietrich. Mereka akan menjadi kekuatan pendorong utama, sementara Angkatan Darat Ketujuh pimpinan Jenderal Erich Brandenberger akan melindungi sisi selatan serangan. Dari utara ke selatan sepanjang perbatasan Belgia-Luksemburg, ketiga pasukan tersebut berbaris sebagai unit Panzer SS Keenam pimpinan Dietrich, Panzer Kelima pimpinan Manteuffel, dan Panzer Ketujuh pimpinan Brandenburg. Setelah terobosan tercapai, sesuai rencana, Korps Panzer SS ke-I Dietrich akan berangkat ke kota Huy dekat Liège di Sungai Meuse, sekitar 80 mil (128,7 km) di belakang garis Sekutu. Setelah melintasi Sungai Meuse, Korps Panzer SS ke-II akan mengambil alih dan bergerak ke barat laut menuju Antwerpen. Divisi Panzer SS ke-1 Liebstandarte SS Adolph Hitler pimpinan Kolonel Wilhelm Mohnke, akan menjadi ujung tombak serangan Dietrich. Yang berperan sebagai ujung tombak Mohnke adalah resimen yang diperkuat di bawah pimpinan Letkol Peiper. Resimen tersebut terdiri dari tiga batalyon tank, didukung oleh batalyon artileri dan antipesawat, ditambah kompi zeni dan pemasok. Secara keseluruhan, Peiper memimpin 4.800 orang dan 800 kendaraan (117 tank, 149 half-track, 24 senjata artileri, dan lebih dari 30 senjata antipesawat). Mohnke memberi label pada setiap resimen yang diperkuatnya sebagai kelompok tempur (Kampfgruppen) dan menamai masing-masing resimen dengan nama komandannya, sehingga terciptalah Kampfgruppen Peiper. Awak tank-nya mengenakan jaket hitam tradisional, sedangkan unit infanteri dan antitank mengenakan pakaian abu-abu, keduanya dengan tanda SS di kerah kanan dan pangkat di kiri. Lengan kiri terdapat gambar elang Nazi di lengan, yang membedakannya sebagai pasukan SS, dan nama divisi di pita mansetnya. Sebagian besar prajurit infanteri mengenakan baju luar yang disamarkan berwarna oranye, hijau, ungu, dan coklat.

Pesawat-pesawat Typhoon menembakkan roket pada target-target Jerman di Falaise Gap, Normandia, 1944. Invasi sekutu di Normandia dalam waktu relatif singkat memukul mundur kekuatan Jerman di front barat. (Sumber: https://www.iwm.org.uk/)
Proses bongkar muat di Antwerp, 28 November 1944. Kota pelabuhan Antwerp di Belgia, merupakan basis pasokan penting bagi militer negara-negara sekutu Barat. Pada musim panas dan musim gugur tahun 1944, Hitler telah merencanakan upaya sekuat tenaga untuk merebut kembali kota pelabuhan ini. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
Kolonel Wilhelm Mohnke, komandan Divisi Panzer SS ke-1 Liebstandarte SS Adolph Hitler, yang menjadi ujung tombak serangan Korps Panzer SS ke-I menuju Antwerp. (Sumber: https://the-new-order-last-days-of-europe.fandom.com/)

BAGAIMANA PEIPER MEMPEROLEH KOMANDONYA

Tampan dan pemberani, di usia 29 tahun, Peiper adalah salah satu komandan resimen termuda di Angkatan Darat Jerman. Sebagai putra dari seorang perwira Prussia yang terluka di Afrika, Peiper memiliki tanggung jawab besar meneruskan nama baik keluarganya. Pada usia 19 tahun Peiper menulis surat kepada komandan distrik timur SS, Sepp Dietrich untuk diijinkan menjadi anggota aktif. Ia memiliki fanatisme seperti Hitler. Nama babtis Peiper adalah Joachim, yang diambil dari Alkitab. Karena merupakan anggota fanatik SS, yang mencemooh Alkitab, Peiper lalu mengganti namanya menjadi “Jochen”. Joachim Peiper kemudian telah mendapatkan reputasi sebagai petempur yang efisien dan kejam di Front Timur, yang membuat anak buahnya memujanya. “Peiper adalah pria paling dinamis yang pernah saya temui,” kata seorang tentara SS kemudian. “Dia baru saja menyelesaikan pekerjaannya.” Di front Russia, Peiper mengomandani sebuah unit tank yang dikenal sebagai “Batalion Pembakar” karena dilaporkan membakar dua desa dengan seluruh penduduknya. Sosok Peiper sendiri melambangkan tekanan yang dialami tentara Jerman, dan hal-hal buruk yang mampu mereka lakukan. Saat bertugas di Front Timur, ia bertanggung jawab atas beberapa kekejaman terhadap pasukan Rusia dan warga sipil, termasuk pembakaran desa Krasnaya Polyana dan pembantaian penduduknya. Orang-orang Jerman yang ditangkap melaporkan bahwa Peiper menikmati kesempatan untuk membakar rumah-rumah Rusia. Pembakaran desa serupa oleh pasukannya di Italia kemudian menyebabkan pasukan Jerman lainnya mengadopsi taktik ini yang menyebabkan kematian dan kehancuran yang meluas. Setelah mengalami pemboman Sekutu di Jerman, Peiper juga termotivasi oleh balas dendam. Setelah menyelamatkan orang-orang yang selamat dari pemboman Amerika, dia bersumpah untuk mengebiri musuh dengan pecahan kaca yang tumpul. Perang sendiri telah membawa dampak buruk bagi Peiper. Terburu-buru dikirim ke front barat setelah pendaratan D-Day Sekutu, dia mengalami kelelahan psikologis dan harus dievakuasi. Dia secara resmi dinyatakan menderita penyakit kuning, tetapi kenyataannya dia mengalami gangguan saraf. Pada saat Pertempuran Bulge, dia kembali ke posisi komando. Peiper adalah seorang pria yang mencerminkan mentalitas banyak prajurit Jerman, terutama di SS – yang stres, putus asa, dan tidak peka terhadap penggunaan tindakan-tindakan yang mengerikan. 

Peiper pada tahun 1943. Peiper memiliki fanatisme seperti Hitler, yang akan memiliki dampak mengerikan selama serangan ke Ardennes. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Tentara Jerman di depan gubuk yang terbakar di Rusia, musim panas 1941. Di front Russia, Peiper mengomandani sebuah unit tank yang dikenal sebagai “Batalion Pembakar” karena dilaporkan membakar dua desa dengan seluruh penduduknya. (Sumber: https://www.ww2-weapons.com/)
Tank Panther V . Dari uji coba menggunakan tank Panther baru, Peiper mengkonfirmasi bahwa sebuah tank dapat menempuh jarak 50 mil dalam semalam. eski demikian Peiper dengan hati-hati menambahkan bahwa sebuah resimen tidak dapat melakukan hal yang sama. (Sumber: https://wall.alphacoders.com/)

Peiper memperoleh petunjuk pertama penugasan barunya pada tanggal 10 Desember, ketika staff Jenderal Dietrich, Kraemer menanyakan kepadanya apakah sebuah resimen tank bisa menempuh jarak 50 mil (80,5 km) dalam satu malam. Pada malam itu, Peiper meminjam sebuah tank Panther baru dan membawanya dalam sebuah tes melintasi jalanan di belakang garis pertahanan Jerman. Dari uji coba tersebut, Peiper mengkonfirmasi kepada Kraemer bahwa sebuah tank dapat menempuh jarak 50 mil dalam semalam. Meski demikian Peiper dengan hati-hati menambahkan bahwa sebuah resimen tidak dapat melakukan hal yang sama. Sementara itu untuk menjalankan rencana ofensif Hitler di bulan Desember 1944, 117 tank Peiper terdiri dari tank medium Mark IV, tank berat Mark V Panther, dan tank berat Tiger II. Mark IV telah bertugas sepanjang perang dan telah ditingkatkan untuk mengimbangi teknologi musuh. Meriam laras pendek 75 mm telah diganti dengan laras panjang untuk menembus lapisan baja yang lebih tebal. Pelat baja telah ditambahkan di sekitar turret dan bagian sampingnya, meningkatkan lapisan baja frontal sebesar dua inci (50,8 mm), sehingga memberikan kemampuan bertahan yang lebih baik di medan perang. Tank ini kemudian dianggap setara dengan tank M4 Sherman Amerika. Tank Panther V juga menembakkan meriam 75mm tetapi diklasifikasikan sebagai tank berat dengan pelindung depan setebal empat inci (101,6 mm). Tank ini lebih cepat dan beratnya dua kali lipat dari Mark IV. Lapisan bajanya yang miring mampu menahan semua serangan kecuali tembakan jarak dekat dari tank Sherman. Terakhir, tank Tiger II, yang lebih dikenal dengan sebutan Royal (atau KingTiger, tidak ada bandingannya di medan perang. Tank generasi kedua yang paling tangguh dalam perang ini, mendominasi pikiran musuh. Bagi tentara Sekutu, setiap tank Jerman adalah tank Tiger. Meriam kaliber 88 mm miliknya, yang pada kenyataannya merupakan senjata antipesawat, adalah yang paling kuat di antara tank mana pun (hingga bulan-bulan terakhir perang). Lapisan baja depannya yang berukuran tujuh inci (177,8 mm) adalah yang paling tebal, namun tank ini lambat, rentan terhadap kegagalan mekanis, menghabiskan banyak bahan bakar, dan terlalu berat untuk banyak jembatan di Eropa. Peiper sendiri menganggapnya lebih merepotkan daripada menunjukkan kegunaannya ketika dipakai di medan yang umum di Negara-Negara dataran Rendah.

Tank Tiger II, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Royal (atau KingTiger. Selain tank Panther dan Mark IV, kelompok tempur (Kampfgruppen) pimpinan Peiper dilengkapi juga dengan tank Tiger II. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

RUTE INI BUKAN UNTUK TANK TAPI UNTUK SEPEDA

Beberapa perencana Hitler berharap Peiper bisa menempuh jarak 80 mil (128,7 km) ke Sungai Meuse pada akhir malam pertama. Mayor Jenderal Fritz Kraemer, kepala staf Dietrich, lebih pragmatis dan memperkirakan perjalanan akan memakan waktu empat hari. Peiper bahkan tidak seantusias Kraemer. Rutenya akan membawanya melewati kota-kota kecil melalui jalan dua jalur yang berkelok-kelok dan berbelok yang melintasi banyak jembatan. “Jalan ini bukan untuk tank, tapi untuk sepeda,” jelasnya kepada atasannya. Akan tetapi kepala staf Fritz Krämer mengatakan kepada Peiper: “Saya tidak peduli bagaimana dan apa yang kamu lakukan. Pergi saja ke Meuse. Meskipun kamu hanya memiliki satu tank tersisa saat kamu sampai di sana.” Berbeda dengan Uni Soviet, di mana lahan terbuka memungkinkan tank-tank menyebar untuk menyerang, rute yang ditempuh Peiper membuat unitnya harus bergerak dalam barisan yang hampir konstan, membentang bermil-mil. Dengan berkurangnya stok bahan bakar di Jerman dan truk-truk bahan bakar mengalami kesulitan untuk mengimbangi tank-tank terdepan, Peiper perlu mengambil alih depot-depot bahan bakar Amerika di sepanjang perjalanannya, sebuah prospek yang sangat meragukan. Jauh sebelum matahari terbit pada tanggal 16 Desember 1944, artileri Jerman meledak di garis pertahanan Amerika, menandakan dimulainya serangan. Pada malam hari, Peiper telah memindahkan unitnya ke hutan di utara kota Stadtkyll dan menunggu Divisi Parasut ke-3 menerobos garis pertahanan Amerika. Dia menunggu hampir sepanjang hari, sampai dia menerima kabar pada pukul 16:00 untuk bergerak maju. Tank-tank dan halftrack-nya meluncur ke arah barat, mencapai jembatan kereta api yang hancur dalam waktu kurang dari satu jam. Tidak terpengaruh, Peiper memerintahkan awak tank-nya untuk melaju menuju ke turunan dan keluar dari wilayah tersebut. Saat panzernya maju, salah satu tank menabrak ladang ranjau, meledakkan ranjau. Yang lain mengikuti. Para personel zeni kemudian harus membersihkan ladang ranjau saat matahari terbenam. Hilangnya tank-tank tersebut membuat Letnan Werner Sternebeck mengeluh, “Dua Panther kami, yang dianggap sebagai pendobrak, hilang selama sisa penugasan tanpa pernah melakukan kontak dengan musuh.” Tidak lama setelah itu, tank Sternebeck menabrak ranjau.

Tank Panther dengan prajurit infanteri diatasnya mencoba maju di jalanan sempit. di Ardennes, 1944. Rute yang akan dilewati pasukan Peiper melewati kota-kota kecil melalui jalan dua jalur yang berkelok-kelok dan berbelok yang melintasi banyak jembatan. “Jalan ini bukan untuk tank, tapi untuk sepeda,” jelasnya kepada atasannya. (Sumber: https://www.flickr.com/)

15 MIL PERGERAKAN PEIPER: JALAN PANJANG UNTUK PASUKAN JERMAN

Sekitar tengah malam, tank-tank Peiper meluncur ke Lanzerath—beberapa jam terlambat dari jadwal—di mana satu peleton Amerika menahan seluruh resimen parasut Jerman hampir sepanjang hari. Peiper yang marah menyerbu ke markas resimen di Café Stolzen dan menuntut untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab. Ketika Kolonel I.G. Hoffmann mengidentifikasi dirinya, Peiper bertanya, “Mengapa kamu berhenti?” Hoffman pangkatnya lebih tinggi dari Peiper, tapi dia tahu lebih baik untuk tidak mengoreksi seorang perwira SS. Hoffman menjelaskan bahwa musuh terlalu kuat dan medan perangnya penuh ranjau. Ketika Hoffman mencoba menjelaskan situasi di peta, Peiper mengambilnya dan, dengan menggunakan dua bayonet, menempelkannya ke dinding dekat lentera. Peiper lalu menelepon seorang mayor. Ketika sang mayor mengakui bahwa dia belum mengintai daerah tersebut, Peiper menelepon seorang kapten yang melaporkan hal yang sama. Karena marah, dia membanting telepon dan berteriak, “Tidak ada apa-apa di luar sana!” Kemudian dia meminta salah satu batalion parasut Hoffman untuk bergabung dalam serangannya ke Honsfeld, yang telah dia jadwalkan pada jam 4 pagi keesokan harinya, dan berjanji untuk membajak ranjau Amerika mana pun.

Panzergrenadier-SS Kampfgruppe Hansen beraksi saat bentrokan di Poteau melawan Satgas Myers, 18 Desember 1944. Ofensif Jerman di Ardennes merupakan kejutan total bagi pasukan sekutu. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)
Sebuah tank Tiger II dari schwere SS Panzer Abteilung 501 maju ke barat melewati barisan tahanan Amerika dari Divisi Infanteri ke-99 yang ditangkap di Honsfeld dan Lanzerath. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)

Peiper kemudian menghabiskan sisa malam itu dengan mengatur ulang unitnya untuk menyerang. Dalam rencananya, Halftrack akan memimpin pergerakan, diikuti oleh tank-tank dengan beberapa pasukan terjun payung berada di atasnya sementara yang lain membersihkan hutan di kedua sisi jalan. Peiper, yang diharapkan oleh komandannya bisa bergerak sejauh 80 mil ke Meuse pada hari pertama, kenyataannya hanya menempuh jarak 15 mil (24,1 km) dan terlambat 18 jam dari jadwal seharusnya. Sebelum fajar keesokan paginya, anak buah Peiper menuju utara di tengah hujan lebat. Untuk mencegah pengemudi menggunakan lampunya dalam kegelapan, pasukan terjun payung memandu mereka dengan melambaikan saputangan putih. Pasukan tersebut melewati beberapa rumah yang ditempati oleh tentara Amerika yang sedang tidur. Dalam waktu setengah jam, Jerman mencapai Honsfeld, membangunkan orang-orang Amerika. Halftrack yang menjadi ujung tombak terus melintasi kota, sementara pasukan yang mengikuti di belakangnya menembaki jendela-jendela rumah. Sekitar 15 orang Amerika membalas tembakan, menyerang orang-orang Jerman di jalan, tetapi orang-orang Amerika yang kalah jumlah segera menyerah. Pasukan SS lalu mengumpulkan tahanan mereka, dengan tangan di atas kepala, dan menembak mati mereka dengan pistol mitraliur. Orang-orang Amerika lainnya yang menyerah dikirim ke garis belakang.

BARISAN TANK MEMBUKA KONTAK DENGAN PASUKAN SEKUTU

Dalam perjalanan Tentara Jerman menjarah gereja dan rumah di Honsfeld, mencuri makanan, barang berharga, dan pakaian. Pasukan terjun payung menanggalkan sepatu bot orang-orang Amerika yang tergeletak mati di jalanan dan mengikatnya. Mereka kemudian menemukan warga sipil berkerumun di ruang bawah tanah gereja dan menyuruh mereka membersihkan puing-puing di jalanan. (Beberapa hari kemudian, setelah tank-tank terdepan sudah lama pergi dan pasukan yang di belakangnya bergerak ke barat, lima tentara SS memasuki sebuah rumah dan berteriak di lantai bawah bahwa mereka membutuhkan pemandu. Salah satu dari orang dewasa tersebut mengajukan diri, namun tentara Jerman memilih gadis cantik berusia 16 tahun itu, Erna Colla. Keluarganya tidak akan pernah melihatnya lagi.) Ujung tombak pasukan Joachim Peiper bergerak lebih lanjut ke utara menuju Büllingen. Di tengah perjalanan, orang-orang tersebut bertemu dengan konvoi truk Amerika yang sedang menuju ke selatan. Seorang tentara SS di mobil pengintai terdepan menyalakan senter berwarna merah, dan truk-truk itu berhenti. Sekali lagi, orang-orang Amerika menyerah, hanya untuk dibasmi. “Mereka tidak bersenjata dan mengangkat tangan dalam posisi menyerah,” jelas salah satu anak buah Peiper, Siegfried Jaekel. “Saya menembak mereka dengan pistol saya dengan dua atau tiga peluru.”

Sebuah tank medium PzKpfw. V Panther Jerman meluncur ke depan melintasi jalan yang tertutup salju selama Pertempuran Bulge pada bulan Desember 1944. Lapisan baja miring Panther dapat menahan semua serangan kecuali tembakan langsung jarak dekat dari tank Sherman Amerika yang lebih ringan. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Tentara Jerman mencari makanan dan bahan bakar di kamp Amerika yang ditinggalkan. Seorang tentara telah menemukan beberapa jerigen. Selama penyerangan Peiper, anak buahnya harus bergantung pada stok bahan bakar dan perbekalan rampasan yang tersedia untuk mempertahankan perjalanan mereka. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Ofensif Jerman di Ardennes bukannya tidak mendapat perlawanan. Di sana-sini selama pergerakan mereka ke barat, pasukan Jerman menemui perlawanan di kantong-kantong pasukan sekutu. (Sumber: https://www.americanheritagemuseum.org/)

Saat kendaraan-kendaraan halftrack mendekati Büllingen, mereka menangkap sekelompok orang Amerika yang sedang mengantri untuk sarapan. Pasukan zeni Amerika kemudian menembaki tentara Jerman dengan senapan, senapan mesin, dan granat. Mereka juga menembakkan suar ke udara, memberitahu batalion mereka bahwa tentara Jerman akan datang. Beberapa tank Peiper meninggalkan konvoi untuk meledakkan pesawat-pesawat yang berada di lapangan terbang. Ketika Peiper mendesak anak buahnya untuk terus maju, mereka mendesak pasukan Amerika melewati kota, meskipun para GI, yang melepaskan tembakan dari gedung-gedung di sekitarnya ke halftrack yang terbuka, membunuh dan melukai sejumlah tentara Jerman, termasuk dua pemimpin peleton. Seorang personel pasukan zeni meledakkan panzer Mark IV dengan bazoka sementara rekan-rekannya menebas kru yang lari dari kendaraan yang terbakar. Dalam pertarungan yang membingungkan tersebut, pasukan Jerman menjadi bingung dan menuju ke utara, bukan barat, ke luar kota. Lebih jauh lagi, senjata antitank Amerika menghantam sebuah tank Panther di turret dan membunuh komandannya. Pasukan SS mundur ke Büllingen di mana seorang lelaki tua yang mengenakan ban lengan Nazi keluar dari rumahnya dan menunjukkan kepada tentara Jerman di mana tempat penimbunan perbekalan tentara Amerika. Awak tank SS kemudian menempatkan sekitar 200 orang Amerika yang ditangkap untuk bekerja mengisi bahan bakar tank mereka dengan bahan bakar Amerika sebelum mengirim mereka ke garis belakang.

KISAH SEBENARNYA DARI PEMBANTAIAN MALMEDY

Setelah mengisi bahan bakar, pasukan Jerman dengan cepat menuju ke barat, melewati desa Domane, Shoppen, Odenvaal, dan Thirimont tanpa hambatan. Ketika kendaraan dan tank Jerman mencapai persimpangan jalan di Baugnez, mereka bertemu dengan barisan truk Amerika lainnya, kali ini dari Batalyon Pengamat Artileri Lapangan ke-285. Tank-tank Panther melepaskan tembakan. Truk-truk berbelok ke saluran drainase di sepanjang jalan, sementara yang lain langsung menginjak rem. Tentara Jerman dengan cepat mengumpulkan orang-orang itu, sekali lagi, dengan tangan di atas kepala, dan membawa mereka ke lapangan di utara persimpangan. Saat Peiper melewati sebuah Halftrack, dia berseru mengejek kepada orang-orang Amerika yang menyerah: “It’s a long way to Tipperary, boys,” judul lagu Inggris yang populer pada masa Perang Dunia I. Dia kemudian bertanya kepada seorang Amerika apakah dia bisa mengemudi dan, menerima tanggapan negatif, lalu melepaskan bandolier amunisi orang tersebut, dan mengatakan kepadanya, “Kamu tidak akan memerlukan ini lagi.” Beberapa anggota SS turun untuk mengambil makanan dari truk-truk atau mengumpulkan tahanan. Peiper melihat mereka dan berteriak, “Sialan! (Karena) Urusan apa harus berhenti di sini berjam-jam?” Kemudian dia dengan nada mencemooh mengatakan kepada seorang komandan tank, “Hal-hal kecil yang harus dilakukan di sini, (biarkan) orang-orang di belakang akan melakukannya!” dan terus bergerak maju. Sekitar 130 orang Amerika berdiri di lapangan, bertanya-tanya tentang nasib mereka. Ketika seorang personel zeni SS bertanya kepada Mayor Werner Pötschke, komandan batalion, apa yang harus dilakukan terhadap para tahanan, dia mengatakan kepadanya, “Tembak mereka.” Letnan Lloyd Iams, seorang Amerika yang bisa berbicara bahasa Jerman, mendengar percakapan tersebut dan mengatakan kepada Sersan Staf Henry Zach, “Mereka akan membunuh kita.” Sebelum mereka sempat bereaksi, Letnan SS Erich Rumpf menembaki para tahanan dengan pistol P-38 dan segera diikuti oleh orang-orang yang mengendarai half-track dan tank. Tembakan menyapu lapangan. Orang-orang Amerika itu pingsan, beberapa berteriak atau mengerang kesakitan, yang lain berdoa dengan suara keras. Setelah beberapa menit terjadi tembakan, orang-orang SS berjalan di antara orang-orang Amerika yang berdarah, menendang mereka untuk memeriksa adanya tanda-tanda kehidupan. “Hei, Joe!” mereka akan berseru. Siapapun yang bereaksi kemudian ditembak di kepala.

Tentara AS menyerah. Di sebuah lapangan dekat Malmédy, pasukan di bawah komando Peiper melakukan salah satu kekejaman di medan perang yang paling terkenal. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Mayat perwira dan tentara AS yang dibunuh oleh tentara Nazi setelah ditangkap di dekat Malmedy, Belgia. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
Tentara AS mengusung mayat seorang prajurit yang dibunuh oleh Waffen-SS dalam pembantaian Malmedy (17 Desember 1944). (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

“Seorang Amerika sedang berdiri tegak,” kenang awak tank Panther, Georg Fleps. “Saya mengarahkan pistol saya ke arahnya dan menembak. Melihat tembakan saya, saya melihatnya terjatuh.” Prajurit itu mungkin adalah Sersan Don Geisler yang berdiri setelah tembakan awal. Setelah terjatuh, dia terhuyung berdiri untuk ketiga kalinya hingga tembakan senapan mesin akhirnya membunuhnya. Tentara-tentara Jerman menendang Letnan Iams, dan dia berdiri, hanya untuk ditembak di kepala, jatuh ke belakang ke tanah. “Saya akan memberikan penghargaan kepada letnan itu,” kata Zach kemudian. “Dia tidak pernah memohon atau merengek atau apa pun.” Orang Amerika lainnya, Kenny Kingston, memohon dengan sia-sia kepada seorang tentara Jerman, “Tolong jangan tembak saya!” sebelum dia menerima peluru yang fatal. Hebatnya, Kingston selamat dari cobaan tersebut. Tentara Jerman kemudian melepaskan cincin dan jam tangan dari mereka yang mati. Salah satu awak tank Jerman, Hubert Huber, menendang dan menembak orang-orang Amerika sampai dia mendatangi seorang pria yang terluka dan memerintahkannya melepas sepatu luarnya. Setelah orang Amerika itu menurut, Huber menembak kepalanya. Pembantaian itu memakan waktu kurang dari 15 menit. Tentara Jerman kemudian naik kendaraan dan melanjutkan perjalanan ke barat. Kembali ke lapangan, tank-tank yang lewat terus menembaki tentara Amerika. Beberapa diantaranya bertahan hidup dengan menahan napas agar tentara Jerman tidak melihat kabut keluar dari mulut mereka atau tetap diam saat tentara Jerman menendang mereka. Prajurit James Mattera, yang lolos dari cedera, berseru, “Ayo pergi!” dan berdiri. Yang lain mengikuti dan berjalan terhuyung-huyung, beberapa membawa yang lain. Tentara Jerman menembaki orang-orang Amerika yang melarikan diri dan bahkan membakar sebuah kafe kecil di mana beberapa orang Amerika bersembunyi, membakar sampai mati orang-orang Amerika dan wanita pemilik kafe tersebut. Secara keseluruhan, 84 orang Amerika tewas di Baugnez sementara 57 orang selamat. Segelintir orang berhasil mencapai utara menuju kota Malmedy, di mana mereka melaporkan apa yang telah terjadi. Malmedy, adalah di mana mereka melaporkan apa yang telah terjadi. Insiden ini kemudian dikenal secara luas di Angkatan Darat AS sebagai Pembantaian Malmedy, dan berita tentang hal itu menyebar dengan cepat. Pasukan SS mana pun yang ditangkap kemudian hanya akan memiliki sedikit peluang untuk mencapai kamp tawanan perang Sekutu.

36 MIL KEMAJUAN PEIPER

Pasukan Peiper selanjutnya memasuki Ligneuville, di mana mereka berharap dapat menangkap seorang komandan brigade Amerika, namun ia berhasil lolos. Tentara Amerika masih berada di wilayah tersebut. Sebuah tank Mark IV menuju ke jembatan, hanya untuk diledakkan dari belakang oleh tank ShermanAmerika. Para prajurit Amerika kemudian melepaskan tembakan dari rumah-rumah terdekat ketika awak tank tersebut melarikan diri dari kendaraan mereka yang terbakar. Peluru tank lainnya menghancurkan sebuah Halftrack Jerman. Peiper melompat dari Halftrack-nya sendiri dengan senjata antitank Panzerfaust, berlari ke dalam rumah, dan bersiap untuk menembak ketika sebuah Halftrackyang dilengkapi senjata artileri melumpuhkan Sherman itu. Tentara Jerman lalu segera menyeberangi jembatan dan menuju ke Stavelot. Saat matahari terbenam, barisan Peiper meliuk-liuk di sepanjang jalan sempit, dengan bukit terjal di sebelah kanan dan lereng dalam di sisi kiri. Saat tank terdepan merayap di tikungan sempit, seseorang berteriak, “Berhenti!” Tank-tank membuka tembakan. Satu-satunya orang Amerika yang menantang mereka membalas dengan menembakkan senapannya. Beberapa orang Amerika yang mempertahankan tikungan tersebut—sebuah kompi zeni—telah memasang ranjau di sepanjang jalan dan mempersiapkan jembatan di depannya untuk diledakkan. Peiper, mengira dia menghadapi musuh yang kuat, memutuskan untuk beristirahat malam itu dan menyerang Stavelot di pagi hari (dia kemudian mengklaim bahwa dia menghadapi kendaraan lapis baja Amerika yang menyerangnya, tetapi sebenarnya hanya segelintir pasukan zeni yang menghalangi jalannya). Dia telah menempuh perjalanan sejauh 36 mil (57,9 km). Dia bahkan belum sampai setengah jalan menuju Meuse.

Kampgruppen Peiper menembus 50 mil di belakang garis pertahanan Amerika di Belgia, kurang lebih setengah dari jarak 80 mil yang diperlukan untuk mencapai Sungai Meuse. Serangan balik di tempat-tempat seperti Stavelot dan pertempuran agresif dari Amerika di depan Kampgruppen memaksa Peiper mundur setelah empat hari bergerak maju. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Tentara Jerman terus mendesak maju kearah barat, meski kehilangan beberapa kendaraan. (Sumber: https://pt-br.facebook.com/)

Sebelum fajar keesokan paginya, tanggal 18 Desember, tank-tank Peiper bergerak maju. Tank dan kendaraan penghancur tank Amerika bergegas ke kota itu semalaman untuk menantangnya. Saat langit berubah dari hitam menjadi abu-abu, senjata antitank Amerika yang melindungi jembatan batu sempit di atas Sungai Ambleve menghantam tank Panther terdepan. “Pedal gasnya macet. Kami tertembak!” teriak pengemudi tersebut kepada komandan tank, yang memerintahkan penembak untuk menghancurkan meriam Amerika. “Buka tembakan!” Peluru pertama meleset, namun peluru kedua menghancurkan senjata antitank, menghujani tank Jerman dengan pecahannya. Kemudian bergulir melintasi jembatan. Saat tank terdepan meluncur keluar dari jembatan, dua penghancur tank M-10 Amerika meledakkan tank-tank yang berbaris di belakangnya. “Amerika menembaki kami dengan tembakan gencar dari berbagai kaliber,” kenang seorang anggota SS. Perlahan-lahan, awak tank Jerman mendesak pasukan Amerika kembali ke kota. Hanya dengan melihat tank King Tiger saja sudah mendemoralisasi tentara Amerika, yang tahu bahwa mereka tidak punya apa-apa untuk menghentikan raksasa tersebut. ”Hal ini menyebabkan kami kehilangan beberapa panzer dan beberapa orang terluka,” lapor seorang tentara Jerman, “tetapi jembatan di atas Ambleve kini terbuka.”

BAGAIMANA TENTARA AMERIKA MELEDAKKAN JEMBATAN AMBLEVE SEBELUM PEIPER BISA MELINTAS

Meskipun tentara Amerika terus bertempur di Stavelot, awal tank Peiper terus menyerbu ke barat, menuju ke Trois Ponts, sebuah kota di mana tiga jembatan melintasi Sungai Salm dan Ambleve yang menghubungkan (sesuai dengan nama kota tersebut). Untuk mencapainya, Peiper mengirim pasukan utamanya ke barat untuk menyeberangi Ambleve dan pasukan tank Mark IV yang lebih kecil ke selatan untuk menyeberangi Salm. Ketika pasukan utama mendekati dua jalur bawah tanah kereta api di luar Trois Ponts, sebuah senjata antitank Amerika menembaki panzer terdepan, dan menyerempetnya. Komandan Jerman membalas tembakan, mengarahkan meriamnya dengan melihat ke bawah larasnya. “Satu peluru dengan daya ledak tinggi, dan tidak ada perlawanan lagi,” lapornya. Dia tidak melihat personel zeni Amerika yang terluka itu mundur ke kota. Personel zeni tersebut lalu memperingatkan rekan-rekan zeninya tentang pasukan Jerman yang mendekat, dan mereka segera meledakkan jembatan Ambleve sebelum mundur. Tentara Jerman, yang marah karena jembatan mereka diledakkan, menembaki beberapa warga sipil. Seorang tentara SS mengejar seorang remaja laki-laki dan mengeksekusinya. Karena jalur cepat ke barat tidak dapat dilalui, anak buah Peiper tidak punya pilihan selain berbelok ke utara, namun jalan itu terhalang oleh tumpukan ranjau. Tank terdepan melepaskan tembakan ke arah ranjau. “Tumpukan ranjau tersebut terlempar ke udara dengan ledakan yang luar biasa,” kata sang komandan. “Kami melanjutkan kemajuan kami.” Para personel zeni Amerika di jembatan Sungai Salm mungkin mendengar tindakan tersebut tetapi tetap berada di jembatan mereka.

Jembatan diatas Ambleve. Pasukan zeni Amerika berhasil meledakkan jembantan ini sebelum pasukan Peiper melintas. (Sumber: http://www.indianamilitary.org/)
Pesawat-pesawat P-47 Thunderbolt Amerika aktif menyerang pasukan Peiper selama pergerakan kearah barat. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Ketika pasukan Peiper dari selatan mendekat, para personel zeni Amerika menembaki tank-tank tersebut dengan bazoka, namun peluru-peluru tersebut memantul dari lambung tank Mark IV. Para personel zeni lalu mundur ke belakang jembatan. Saat tank-tank itu melaju ke arah jembatan, para personel zeni Amerika meledakkannya. Barisan tersebut, yang bahan bakarnya hampir habis dan terhalang oleh jembatan yang runtuh, tidak dapat melaju lebih jauh. “Kembali ke titik awal dan ikuti petunjuknya,” demikian Peiper mengirim pesan radio kepada komandan unitnya. Orang-orang tersebut kemudian harus memindahkan bahan bakar dari separuh tank mereka untuk bisa menggunakan yang lainnya. Barisan utama menuju utara menuju La Glieze, lalu berbelok ke barat daya menuju Cheneux. Saat barisan tersebut melaju ke barat, langit cerah, dan 16 pesawat tempur P-47 Thunderbolt Amerika menukik ke arah mereka. Orang-orang bergegas masuk dan ke bawah tank mereka sementara penembak antipesawat membalas tembakan. Pesawat-pesawat Amerika memberondong dan membom barisan tersebut. “Orang-orang yang memegang dua senjata anti pesawat mengabaikan keringat di wajah dan kegelisahan di tenggorokan mereka karena mereka terus-menerus diserang oleh pesawat-pesawat musuh,” kenang salah satu penembak senjata antipesawat. Pesawat-pesawat tempur tersebut melumpuhkan tiga tank Panther dan lima half-track, serta menyebabkan sejumlah korban tewas dan terluka, sementara para penembak hanya berhasil menjatuhkan satu pesawat Thunderbolt. Serangan itu berlangsung lebih dari satu jam.

PEIPER KEHILANGAN JALAN KE SUNGAI MEUSE

Saat pesawat-pesawat tempur terbang menjauh, rombongan Peiper bergerak lagi, orang-orang tersebut berharap dapat menyeberangi Sungai Lienne dan mencapai Werbomont. Saat tank-tank tersebut mendekati jembatan dalam kegelapan, sekitar pukul 16:45, penembak tank Tiger II terdepan melihat pasukan zeni Amerika di depan dan menembakkan peluru dari meriam kaliber 88mm miliknya. Pasukan Amerika berpencar, meninggalkan detonatornya. Seorang pasukan zeni, menyadari kesalahan itu, berlari kembali dan mengambilnya. Atas isyarat perwiranya, dia meledakkan 2.500 pon (1.133,98 kg) TNT yang dipasang di bawah jembatan. Sebuah ledakan meledak di perbukitan. Potongan-potongan beton dan baja beterbangan ke segala arah. Jembatan itu hilang. “Pasukan zeni sialan itu!” teriak Peiper. “Pasukan zeni sialan itu!” Saat dia mengumpat, semakin banyak tank Tiger II yang menyebar dan menembaki tentara Amerika. Baku tembak pun terjadi, dan Peiper kehilangan dua Halftrack dan sejumlah orang, tapi itu tidak berarti apa-apa. Dia telah kehilangan jalur paling langsung menuju Sungai Meuse. Dia kini berjarak 26 mil (41,8 km) dari tujuannya. Tapi tidak semuanya hilang. Peiper telah mengirimkan sebuah kompi dengan enam Halftrack ke utara untuk mengintai jembatan lain untuk melihat apakah jembatan itu dapat menampung tank. Halftrack-Halftrack itu melaju melintasi jembatan sempit (yang lebarnya hampir tidak cukup untuk dilalui) dan berbelok ke selatan, sejajar dengan tepi barat sungai. Tiba-tiba, salah satu Halftrack menabrak ranjau dan terbalik sepenuhnya. Saat jam mendekati tengah malam, Halftrack lainnya melaju ke selatan, menembaki rumah-rumah, untuk terhubung dengan Peiper. Saat mereka mendekati belokan kiri yang akan menempatkan mereka di jembatan Peiper, pengemudi Halftrack yang memimpin menyalakan lampunya untuk melihat belokan tersebut. Dua penghancur tank Amerika, yang bersembunyi di kegelapan, melihat cahaya dan segera melepaskan tembakan. Salah satunya melepaskan tiga peluru ke Halftrack terdepan. Ledakan yang dihasilkan menerangi seluruh area. Pasukan Infanteri Amerika menembaki tentara Jerman dari rumah dan parit. Salah satu Halftrack mencoba berbalik tetapi menyerah pada tembakan tentara Amerika; orang-orang Jerman lalu meninggalkan Halftrack yang ketiga. Dua yang terakhir berhasil berbalik, tetapi ketika mereka melarikan diri, seorang prajurit Amerika Pfc. Mason Armstrong menembakkan bazoka ke arah mereka dari jendela lantai dua, menghancurkan keduanya. Tentara Jerman yang masih hidup berusaha kembali dari tempat mereka datang, dan komandan mereka melaporkan kepada Peiper bahwa jembatan utara tidak dapat menampung tank. Karena tidak punya tempat lain untuk dituju, Peiper berbalik ke arah La Gleize. Tidak semua tanknya berhasil. Satu diantaranya terhenti karena masalah mekanis.

Saat pasukan Peiper melintasi Stavelot, pihak Amerika merebutnya kembali, sehingga tidak memberikan bantuan apa pun kepada Peiper. Pertempuran sengit di Stavelot menyebabkan kota itu terbakar dan sebagian hancur. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

MELAMBAT DI STOUMONT

Sementara itu, masalah semakin besar di wilayah timur. Tentara Amerika melakukan serangan balik di Stavelot, merebut bagian utara kota dan mencegah pasukan bantuan mencapai Peiper. Selain itu, Mayor Jenderal Amerika James Gavin dan unsur-unsur dari Divisi Lintas Udara ke-82 telah mencapai jembatan tempat kendaraan-kendaraan Halftrack melintas. Pasukan Amerika sedang membangun kekuatan untuk mengusir Peiper dari Belgia. Karena upaya maju ke arah barat daya gagal, Peiper kini menuju ke barat laut menuju Liège melalui kota Stoumont, yang hanya berjarak dua mil (3,2 km). Tank-tank tersebut berangkat dalam kabut tebal sekitar jam 7 pagi, menyerbu senjata-senjata antitank yang dipasang di tepi timur Stoumont. Senjata-senjata antitank lainnya di kota dan tank yang tersembunyi di hutan kemudian melepaskan tembakan dari jarak dekat. Tentara Jerman lalu terhenti di tengah baku tembak yang hebat. Mayor Werner Poetchke mendesak awak tank-nya maju, tetapi tembakan musuh terlalu gencar. Pihak Amerika berhasil merusak turret sebuah tank Panther. “Saya mencoba mengarahkan senjata kami ke arah senjata antitank musuh, meskipun ada gangguan,” jelas penembak tank tersebut. “Kami terkena tembakan di ruang mesin oleh peluru antitank dari arah kiri.” Ketika tank mulai terbakar, para kru menyelamatkan diri. Tank-tank Jerman mulai mundur sampai Poetchke melompat keluar dari tanknya, bersenjatakan Panzerfaust, dan mengancam akan membunuh siapa pun yang mundur. Tank-tank tersebut mendesak ke depan saat peluru-peluru memantul dari lapisan baja mereka yang miring. Entah bagaimana, mereka luput dari ranjau darat yang dipasang tentara Amerika. Setelah pertempuran selama dua jam, orang-orang Amerika mundur melalui Stoumont. Tentara Jerman lalu mengumpulkan para tahanan, menyeret orang-orang Amerika dari tempat persembunyian mereka. Ketika seorang guru sipil, yang khawatir dengan nasib tentara Amerika, meminta dokter kepada seorang perwira Jerman untuk merawat seorang warga Amerika yang terluka, orang Jerman tersebut membentak, “Semua orang di sekitar sini adalah teroris!”

Pasukan Batalyon Tank ke-740 A.S. melewati jalan bersalju selama Pertempuran Bulge. Batalyon Tank ke-740 memimpin pertahanan yang gagah berani di kota Stoumont dan memperlambat kemajuan Kampfgruppe Peiper selama fase kritis serangan Ardennes. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Penghancur tank M-36 Jackson. Menembakkan peluru kaliber 90mm, M-36 mampu untuk menangani tank sekelas Panther Jerman. (Sumber: https://kards.fandom.com/)

Peiper kemudian memasuki kota, dan ketika dia memeriksa kondisi senjata antitank Amerika, rentetan tembakan artileri jatuh di sekelilingnya. Dia melompat ke belakang sebuah rumah. Ketika sudah aman, dia melanjutkan perjalanan dengan jip melintasi seluruh kota. Pasukan Amerika mundur ke barat melalui kota Targnon dan stasiun kereta Stoumont. Saat mereka mundur, awak senjata antipesawat, yang bertindak sebagai penjaga belakang, meluruskan laras senjata mereka dan meledakkan sebuah half-track dan tank Panther yang sedang mengejar. Tentara Jerman membalas tembakan, dan melumpuhkan senjatanya. Pasukan Infanteri dan pasukan terjun payung Jerman dengan cepat turun dan merebut stasiun tersebut. Kemudian tentara Amerika melakukan serangan balik. Dari kabut sore hari, tank-tank Sherman meluncur ke timur. Di tikungan jalan, tank Sherman yang memimpin menembaki sebuah tank Panther yang hanya berjarak 200 yard (182,88 meter). Peluru tersebut mengenai tepat di bawah pangkal laras meriam dan memantul ke dalam tank. Tank itu mulai terbakar. Tank Amerika maju dan menembakkan peluru lagi, kali ini ke tank berikutnya. Peluru yang ditembakkan dari jarak dekat menembus lapisan baja miring tank Panther, dan menghentikannya. Ketika awak tank Amerika menembaki tank Panther ketiga, senjatanya macet. Tank Panther lalu menembakkan beberapa peluru tetapi gagal melumpuhkan tank Sherman itu. Sebaliknya, sebuah penghancur tank M-36, tepat di belakang tank Sherman, menembakkan peluru kaliber 90mm yang menembus turret tank Panther. Peluru berikutnya membuat tank Jerman terbakar. Tank-tank yang hancur itu menghalangi jalan, menghentikan resimen yang diperkuat Peiper di jalurnya. Ujung tombak serangan Hitler di wilayah barat telah berakhir sudah. Peiper telah menempuh jarak 50 mil (80,46 km) dari 80 mil (128,75 km) yang ia perlukan untuk mencapai Meuse.

PEIPER BERTAHAN DI LA GLEIZE

Peiper kini fokus menjaga tank dan pasukannya di La Gleize tetap hidup dan bertahan. Tank-tanknya hampir kehabisan bahan bakar, dan anak buahnya hampir tidak makan atau tidur selama berhari-hari. Mereka, sama seperti serangannya, kehabisan tenaga. Dia menyerang lagi, kali ini ke arah timur, berharap bisa mencapai Stavelot untuk mendapatkan pasokan, tetapi pos terdepan Amerika antara Stavelot dan La Gleize menghentikan pasukannya. Stavelot juga bukan tempat yang aman. Tentara Amerika terus bertempur untuk kota itu, menyerang pasukan Jerman di tepi selatan Ambleve dengan tank dan artileri. Seorang perwira Jerman menggambarkan kejadian tersebut: “Sebuah tank Pantheryang hancur, sejumlah kendaraan terbakar, senjata antitank Amerika berukuran 9,2 cm, kebisingan, asap, dan rekan-rekan yang tewas.” Orang-orang Amerika bertempur dengan keras setelah mereka menemukan lebih dari 130 warga sipil, setengahnya adalah wanita dan anak-anak, tergeletak tewas di jalanan. Para perwira kemudian harus menahan anak buahnya agar tidak membunuh tentara SS yang menyerah. Tentara Jerman berulang kali mencoba merebut jembatan utama kota, namun berhasil dipukul mundur. “Kami segera dihujani tembakan senjata antitank dan mortir yang berat, serta tembakan pasukan infanteri,” lapor seorang tentara Jerman. Kemudian pada hari itu, tentara Amerika meledakkan jembatan, mencegah pasukan Jerman bergerak ke utara. Peiper kemudian menghabiskan empat hari berikutnya di La Gleize. Pada tanggal 20 Desember, pasukan Amerika merebut kembali Targnon, sebelah timur Stasiun Stoumont, tetapi gagal merebut kembali Stoumont. Pasukan Peiper berulang kali melakukan serangan balik tetapi hanya berhasil memukul mundur pasukan Amerika sekitar sejauh 100 yard (91,44 meter). Beberapa pertempuran terberat terjadi selama dua hari di sekitar sanatorium di sebelah barat kota. Hebatnya, tidak satu pun dari 260 warga lokal yang mengungsi di ruang bawah tanah sanatorium tewas. Keesokan harinya, Peiper mengetahui bahwa pasukan Jerman di Stavelot sedang berusaha maju ke barat untuk membebaskannya. Memutuskan untuk bertahan sampai dibebaskan, dia menarik tanknya keluar dari Stoumont. Dia akan menjadikan La Gleize sebagai benteng pertahanan sampai rekan-rekannya mencapainya.

Amerika dan Jerman berebut kepemilikan Sanitorium St. Edouard, satu mil sebelah barat Stoumont. Sekitar 260 penduduk setempat bersembunyi di ruang bawah tanah sanitorium sementara tentara Jerman di atas terlibat baku tembak dengan tentara Amerika. Hebatnya, tidak ada warga sipil yang tewas. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Perjalanan Peiper terhenti di luar Stoumont, ketika sebuah tank Amerika dan sebuah penghancur tank melumpuhkan dua tank Panther, menghalangi jalan bagi kendaraan lapis baja Jerman lainnya yang bergerak maju. Serangan balik Amerika selanjutnya memaksa Peiper memutarkan tanknya di sekitar kota Le Gleize hingga akhirnya memutuskan mundur. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

MENJADI MAKAM YANG TERBAKAR

Pada tanggal 22 Desember, tentara Amerika mendekati Peiper dari utara, timur, dan barat. Orang-orang Jerman menyebut La Gleize sebagai Der Kessel (kuali). Keunggulan numerik pasukan Amerika dalam tank dan artileri mampu menekan tank-tank berat Peiper. Peluru fosfor menghantam menara gereja kota dan membakar bangunan tersebut. Satu tank Tiger II menyerap begitu banyak peluru tank Sherman sehingga seluruh kru menjadi gegar otak. Satu tembakan dari tank Sherman lainnya merusak meriam dari sebuah tank Tiger II, menjadikannya tidak berguna. Ia tidak akan pernah meninggalkan La Gleize. (Lambungnya yang rusak masih berada di luar sebuah museum di kota.) Sebagian besar tank lainnya kehabisan bahan bakar saat memukul mundur serangan tersebut. Melalui semua itu, Peiper tetap tenang, mengeluarkan perintah dan menanyai komandannya saat mereka melapor kepadanya. Ketika dia mengetahui kematian temannya, bibirnya mengerucut dan tinjunya mengepal, tetapi kemudian dia kembali ke urusannya. “Itu adalah Peiper,” salah satu anak buahnya menjelaskan, “(Peiper) adalah orang yang memberikan begitu banyak dukungan dan rasa aman yang kuat bahkan kepada anak buahnya yang terakhir.” Malam itu, pesawat-pesawat angkut Ju-52 Jerman terbang dan menjatuhkan perbekalan. Sayangnya, mereka berakhir di wilayah Amerika atau di wilayah tak bertuan. Lebih buruk lagi, Peiper kemudian mengetahui bahwa tidak akan ada upaya penyelamatan bagi para penyintasnya. Pada sore hari berikutnya, ketika pasukan Amerika memperketat pengawasan mereka di La Gleize, Kolonel Mohnke akhirnya memberi izin kepada Peiper untuk kabur. Tahanan Amerika dan orang-orang yang terluka akan ditinggalkan. Kendaraannya—tank-tank berat dan sedang serta halftrack—yang sudah lama kehabisan bahan bakar, akan dibakar. Orang-orang tersebut akan melarikan diri dengan berjalan kaki ke satu-satunya arah yang masih terbuka: arah tenggara. Beberapa jam setelah tanggal 24 Desember, orang-orang Jerman diam-diam mengucapkan kata sandi satu sama lain: “Selamat Natal.” Mereka menjatuhkan granat ke dalam kendaraan mereka atau memasang bom waktu di dalam tank. Peiper memerintahkan agar peledak tersebut disusun secara bertahap agar terkesan seperti penembakan. Tentara Jerman memilih dua petani untuk bertindak sebagai pemandu. Kemudian, sekitar 800 orang diam-diam menuju ke selatan melewati jalan yang beku dan masuk ke dalam hutan. ”Lutut kami gemetar hingga hampir roboh,” kenang seorang tentara Jerman, ”tetapi kami harus bertahan.” Dia akhirnya berbalik untuk melihat La Gleize. “Kami hanya melihat sebuah kuburan yang terbakar.”

Pasukan infanteri Amerika maju melewati tank Tiger II Jerman yang hancur. Tahap akhir pertempuran mengubah La Gleize menjadi kuburan tank. Dengan menghentikan upaya Peiper, Amerika menghancurkan tujuan kampanye Hitler. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

PEIPER TIDAK PERNAH BISA MENCAPAI MEUSE

Peiper berjalan mondar-mandir di sepanjang barisan pasukannya untuk memberikan semangat kepada anak buahnya. Pada pukul 5 pagi, orang-orang tersebut dapat mendengar serangan dilancarkan. “Dalam waktu 30 menit, seluruh area yang sebelumnya diduduki oleh komando Kolonel Peiper menjadi lautan kendaraan yang terbakar habis,” lapor Mayor Amerika Hal McGown, seorang tawanan perang yang ikut mundurnya Peiper. Sepanjang hari, mereka mendaki bukit dan mengarungi sungai. Saat malam menjelang, mereka bentrok dengan patroli Amerika di dekat Trois Ponts tetapi berhasil melepaskan diri setelah pertempuran selama 20 menit. Di tengah perjalanan, tembakan musuh telah mengenai tangan kanan Peiper. Keesokan paginya, pada Hari Natal, orang-orang itu mencapai Sungai Salm, tetapi orang-orang Amerika berjaga di semua jembatan. Mereka menemukan tempat yang cukup dangkal untuk menyeberangi sungai selebar 38 yard (34,75 meter). Para prajurit yang lebih kuat menggulingkan batu ke sungai sebagai batu loncatan dan mereka membentuk rantai untuk membuat semua orang dapat menyeberang. Di beberapa tempat, para prajurit berdiri di air yang sangat dingin setinggi dada. “Saat kami keluar, semua barang milik kami membeku,” kenang seorang prajurit. Mereka kemudian mendaki bukit menuju kota Wanne, di dalam garis pertahanan Jerman. Bagi anggota Divisi Panzer SS ke-1, Peiper dan anak buahnya tampak seperti “es berjalan”. Mereka kotor, tidak bercukur, kelelahan, dan dihajar habis-habisan. Peiper lalu melapor ke pusat perawatan.

Tank Churchill Inggris melewati tank Panther Jerman yang ditinggalkan selama Pertempuran Bulge. Serangan besar terakhir tentara Jerman di Barat tidak ada gunanya karena kurangnya bahan bakar dan amunisi membuat tank terkuat sekalipun mengalami kehancuran. (Sumber: https://www.aviationartworld.com/)

Saat seorang dokter merawat tangan kanannya, dia mengatakan kepadanya, “Kami berangkat dengan 3.000 prajurit dari Jerman dan sekarang kami (tinggal) memiliki 717 orang.” Dia kemudian melambaikan tangannya ke arah mana dia datang. “Anda dapat menemukan yang lain di sepanjang jalur kami.” Jumlahnya sedikit berkurang, tapi dia menegaskan maksudnya. Pasukannya telah menerima pukulan. Catatan terakhir mengungkapkan bahwa 770 orang dari 800 orang yang meninggalkan La Gleize selamat. Peiper gagal dalam misinya mencapai Sungai Meuse. Dia telah berperang 10 hari sebelumnya dengan 4.800 orang, 117 tank, dan banyak kendaraan serta senjata berat lainnya. Dia keluar dengan sedikit pasukan dan tidak ada tank atau kendaraannya. Meskipun ia hampir menyebabkan kepanikan dalam rantai komando Amerika, orang-orang di darat—personel zeni, tentara, awak tank, dan artileri—serta pesawat tempur Amerika telah memperlambat dan kemudian menghentikan pasukannya. Pasukan Peiper telah melakukan penetrasi lebih jauh dibandingkan unit-unit Jerman lainnya, namun semuanya sia-sia. Sungai Meuse tidak pernah diseberangi, dan Antwerpen tidak pernah terancam. Dalam menghentikan Peiper, Amerika telah memenangkan pertempuran yang menentukan. Meskipun kehancuran yang dilakukan Peiper dapat diukur dari jumlah korban di kedua belah pihak dan jumlah tank serta kendaraan yang hancur, tidak ada ukuran untuk mengukur rasa sakit dan kesengsaraan yang ditimbulkan, yang ada hanyalah bukti anekdotal. Demikianlah kehancuran akibat perang. Pada bulan Mei 1945, lama setelah kampanye Bulge, salju musim dingin mencair dan memperlihatkan tubuh Erna Colla yang berusia 16 tahun, gadis dari Honsfeld yang dipilih Jerman sebagai pemandu. Dia ditemukan di lubang perlindungan dekat jalan menuju Büllingen dengan tujuh lubang peluru di punggungnya. Ilmu pengetahuan pada saat itu tidak dapat mengungkap apa lagi yang telah dilakukan anak buah Joachim Peiper terhadapnya.

SETELAH PERANG

Pada tanggal 16 Juli 1946, pengadilan militer untuk Pengadilan atas Pembantaian Malmedy memvonis Joachim Peiper atas kejahatan perang yang dituduhkan kepadanya, dan menjatuhkan hukuman gantung padanya. Dalam sistem peradilan Angkatan Darat A.S., hukuman mati secara otomatis ditinjau oleh Dewan Peninjau Angkatan Darat A.S., dan, pada bulan Oktober 1947, peninjau hukuman mati mengubah beberapa hukuman menjadi hukuman penjara yang lama bagi para penjahat perang Nazi. Pada bulan Maret 1948, Jenderal Lucius D. Clay, gubernur militer AS di Jerman yang Diduduki, meninjau 43 hukuman mati, dan menegaskan keabsahan hanya 12 hukuman mati, termasuk hukuman mati terhadap Kolonel Peiper dari Waffen-SS. Pada tahun 1948, peninjau yudisial atas putusan pengadilan militer meringankan hukuman mati kejahatan perang terhadap beberapa terdakwa Waffen-SS dalam persidangan pembantaian Malmedy menjadi penjara seumur hidup. Pada tahun 1951, hukuman mati Peiper diringankan menjadi penjara seumur hidup. Pada tahun 1954, hukumannya diringankan menjadi 35 tahun penjara. Dia kemudian dibebaskan bersyarat pada tanggal 22 Desember 1956. Berkat pengaruh politik Albert Prinzing, mantan pejabat di dinas keamanan Sicherheitsdienst(SD), Peiper lalu dipekerjakan di perusahaan mobil Porsche. Pada Hari Bastille tanggal 14 Juli 1976, kelompok anti-Nazi Prancis menyerang dan membakar rumah Peiper di Traves. Ketika api padam, petugas pemadam kebakaran menemukan sisa-sisa hangus seorang pria yang memegang pistol dan senapan kaliber .22, seolah sedang membela diri. Penyelidik kebakaran menetapkan bahwa orang tersebut meninggal karena menghirup asap. Kelompok politik anti-Nazi The Avengers mengaku bertanggung jawab atas pembakaran yang menewaskan Peiper; namun demikian, karena kerusakan yang disebabkan oleh pembakaran tersebut, beberapa otoritas kepolisian Prancis masih tidak yakin bahwa Joachim Peiper adalah orang yang ditemukan.

Letkol Waffen-SS Joachim Peiper dalam persidangan pembantaian Malmedy (16 Mei – 16 Juli 1946) yang diadakan di Kamp Konsentrasi Dachau. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Joachim Peiper dengan penerjemah wanita, dalam Pengadilan Kejahatan Perang pembantaian Malmedy. Pada Hari Bastille tanggal 14 Juli 1976, kelompok anti-Nazi Prancis menyerang dan membakar rumah Peiper di Traves. Ketika api padam, petugas pemadam kebakaran menemukan sisa-sisa hangus seorang pria yang memegang pistol dan senapan kaliber .22, seolah sedang membela diri. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Joachim Peiper’s Bloody Blitz Through Belgium By Kevin H. Hymel

Joachim Peiper’s Bloody Blitz Through Belgium

Joachim Peiper’s Atrocities Against Allied Troops: When Intimidation Failed by Andrew Knighton

https://www.warhistoryonline.com/world-war-ii/joachim-peipers-atrocities-allied.html

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Joachim_Peiper

Time Life World War II series: The Battle of the Bulge by William K.Goolrick, Ogden Tanner, 1979; p 53

A Blood-Dimmed Tide: The Battle of the Bulge by the Men Who Fought It by Gerald Astor, January 1994, p 95-96

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *