Sejarah Militer

Jermanisasi Militer China Nasionalis (1927-1938)

Kebanyakan orang dari kelas sejarah sekolah menengah mereka tahu bahwa Kekuatan Poros dalam Perang Dunia II terdiri dari Jerman, Italia, dan Jepang. Tetapi hanya sedikit yang tahu bahwa taktik dan senjata Jerman — belum lagi beberapa orang Jerman yang sebenarnya — membantu Pemerintah Nasionalis China dalam upaya menghentikan penaklukan China oleh Kekaisaran Jepang. Selama sekitar satu dekade, personel tentara Jerman menjadi penasehat Generalissimo Chiang Kai-Shek dalam kampanyenya melawan Komunis China… dan juga melawan sekutu masa depan Jerman, Jepang. Antara tahun 1927 dan 1938, sekitar seratus perwira Jerman, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun, menjadi penasihat bagi pemerintahan Nasionalis China pimpinan Chiang Kai-shek. Keterlibatan mereka jauh melampaui bidang taktik, doktrin, dan pelatihan. Orang-orang Jerman tidak hanya bekerja untuk memodernisasi angkatan bersenjata China, mereka juga berperan penting dalam industrialisasi negara dan integrasi pemerintah tersebut ke dalam ekonomi dunia. Di atas segalanya, Jerman berkontribusi besar dalam menciptakan inti dari tentara Nasionalis – divisi-divisi yang menghentikan tentara Jepang di Shanghai pada tahun 1932, menumpahkan darah di kota yang sama pada tahun 1937, dan bertempur sampai musnah dalam perang sengit yang pada tahun 1940. Aksi mereka ini sedikit banyak mereduksi visi penaklukan Jepang menjadi kebuntuan, dimana pihak Jepang tidak mungkin kalah, namun juga tidak mungkin menang.

Ilustrasi propaganda China (sekitar tahun 1930) merayakan kerja sama antara militernya dan Republik Weimar Jerman. Hanya sedikit yang tahu bahwa taktik dan senjata Jerman — belum lagi beberapa orang Jerman yang sebenarnya — membantu Pemerintah Nasionalis China dalam upaya menghentikan penaklukan China oleh Kekaisaran Jepang. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

LATAR BELAKANG HUBUNGAN CHINA-JERMAN

Setelah Pemerintah Beiyang China menyatakan perang terhadap Kekaisaran Jerman pada tahun 1917, kerja sama China-Jerman tetap bisa terjalin setelah kekalahan Jerman. Karena China tidak pernah benar-benar berperang melawan Jerman (kontribusi China kepada Sekutu dilakukan melalui pengiriman Korps Buruh China), ditambah dengan fakta bahwa Republik Weimar Jerman melepas semua klaim teritorial di China, kemitraan antara keduanya yang diperbarui setelah Perang Dunia I sebagian besar berjalan lancar tanpa masalah. Asal-usul Misi Militer Jerman ke China pada tahun 1920-an dan 1930-an dapat ditelusuri kembali ke periode awal kepemimpinan Sun Yat Sen, bapak Republik China. Sebelum Perang Dunia Pertama, Sun Yat Sen melakukan perjalanan ke Jerman beberapa kali. Dia mengagumi bagaimana Jerman menyatukan dirinya, bagaimana institusi akademik, ekonomi dan kesejahteraan sosialnya beroperasi. Dia sering berpikir bahwa banyak aspek kehidupan Jerman dapat diterapkan ke China untuk membantu mengembangkan China dan membantu memberi China landasan yang kuat untuk masa depan. Pentingnya di sini adalah bahwa Sun Yat Sen bukanlah seorang Germanophile – tetapi dia sangat menghargai prestasi Jerman. Banyak pejabat Kuomintang (KMT) yang berpengaruh, seperti Chiang Kai-Shek dan Dr.Chu Chia-hua, berbagi perasaan (pro-Jerman) ini. Diantara semuanya, Chiang Kai-shek adalah kekuatan utama di balik kehadiran Jerman di China. Pemecatannya terhadap para penasihat Soviet pada tahun 1926 tidak sepenuhnya disebabkan oleh perpecahannya dengan Partai Komunis China. Metode dan doktrin Soviet semakin lama semakin revolusioner dalam konteks militer dan politik China. Sejak memimpin Akademi Militer Whampoa (versi China dari Akademi Militer Sandhurst / West Point), Chiang telah berusaha untuk menciptakan pasukan inti yang akan setia secara politik dan efektif secara militer. Tentara Nasionalis yang baru muncul menekankan visi militer ala Jerman dalam hal mobilitas, semangat, dan disiplin, yang didukung oleh kesediaan untuk memakan banyak korban. Chiang juga melihat teladan Jerman dan tradisi Prusia sebagai matriks alternatif untuk revolusi yang akan memodernisasi ekonomi dan masyarakat China, sembari tetap bisa mempertahankan budaya dan identitas China. 

Tentara Beiyang dalam pelatihan. Meski Pemerintah Beiyang China menyatakan perang terhadap Kekaisaran Jerman pada tahun 1917, kerja sama China-Jerman tetap bisa terjalin setelah kekalahan Jerman. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Sun Yat-sen (duduk) dan Chiang Kai-shek. Sun Yat Sen bukanlah seorang Germanophile – tetapi dia sangat menghargai prestasi Jerman. Banyak pejabat Kuomintang (KMT) yang berpengaruh, seperti Chiang Kai-Shek dan Dr.Chu Chia-hua, berbagi perasaan (pro-Jerman) ini. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Delegasi Jerman Johannes Bell menandatangani Perjanjian Versailles di Hall of Mirrors, dengan berbagai delegasi Sekutu duduk dan berdiri di depannya. Dan status Jerman yang relatif ‘paria’ dalam komunitas internasional memberi China pengaruh diplomatik yang tidak dapat diperoleh dari kekuatan dunia pertama lainnya. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Reich Kedua Jerman yang muncul setelah penyatuan kembali pada tahun 1871 telah menggabungkan pertumbuhan ekonomi yang eksponensial dengan pemerintah pusat yang cukup kuat untuk mengendalikan negara-negara bagiannya. Bahkan kekalahan Jerman dalam Perang Dunia II tetap mencerminkan sikap heroik bangsa Jerman dalam menghadapi rintangan yang lama. Chiang percaya bahwa militerisme Jerman yang dikritik keras di Barat akan menjadi kekuatan integrasi yang positif di China di mana rasa persemakmuran hampir tidak ada. Kerja sama Jerman-China juga menguntungkan kedua negara pada tingkatan lainnya: China memiliki persediaan bahan baku yang besar dan sebagian besar belum dikembangkan. Jerman yang kekurangan sumber daya memiliki produk industri berat, khususnya senjata, yang sangat dibutuhkan Tiongkok. Hubungan perdagangan memiliki peluang untuk berkembang menjadi hubungan pembangunan-keuangan. Dan status Jerman yang relatif ‘paria’ dalam komunitas internasional memberi China pengaruh diplomatik yang tidak dapat diperoleh dari kekuatan dunia pertama lainnya. Para penasihat Jerman kemudian datang ke China untuk berbagai alasan, baik alasan pribadi maupun profesional. Lebih sering daripada yang diperkirakan, ketertarikan pada budaya China telah memotivasi orang-orang yang bosan, yang kariernya di militer Jerman telah dihentikan begitu saja pada tahun 1919. Kesempatan untuk membentuk tentara modern dari bawah ke atas, yang diperkuat oleh keinginan untuk melembagakan pelajaran dari Perang Dunia I – sebuah kesempatan yang sangat dibatasi di dalam negeri oleh Perjanjian Versailles, yang juga melarang Jerman untuk mensponsori misi militer. Para penasihat Jerman kemudian secara resmi pergi ke China sebagai kontraktor swasta dan atas permintaan pihak China, meskipun mereka juga disetujui oleh pemerintah Weimar

AWAL MISI JERMAN DI CHINA

Salah satu sosok kunci kehadiran misi militer Jerman di China adalah Dr. Chu Chia-hua. Dia telah belajar teknik di Berlin Metallurgical Institute selama Perang Dunia Pertama. Pada tahun 1926, dalam kapasitasnya sebagai Presiden Universitas Sun Yat Sen di Kanton, dia menghubungi Kolonel Max Bauer (mantan Kepala Staf Ludendorff di Departemen Mobilisasi Strategis – Bauer adalah kepala arsitek dari “Program Hindenburg“, sebuah program untuk lebih mengintegrasikan kebutuhan tentara Jerman dengan pemasok barang militer Jerman), untuk mempelajari peluang bisnis di China. Penasihat Jerman pertama di lapangan di China ini terbukti merupakan pilihan yang ideal. Max Bauer adalah seorang perwira staf umum dengan pengalaman masa perang dalam mengatur produksi amunisi dan memiliki catatan sebagai seorang putschist sayap kanan pascaperang (Bauer secara pribadi terlibat dalam Kapp Putsch). Dia memiliki pengetahuan, koneksi, dan keterampilan yang tidak biasa sebagai seorang intriktor. Dipekerjakan oleh Chiang pada tahun 1927, Bauer mendesak agar militer dan industri China dimodernisasi secara bersamaan, dengan senjata yang diimpor hanya diberlakukan sampai China dapat membangun pabriknya sendiri. Hal ini sangat sesuai dengan pemikiran Chiang, dan pengaruh Bauer semakin diperkuat dengan penekanannya pada modernisasi dalam konteks China, yakni bekerja untuk menciptakan identitas nasional yang akan melampaui ikatan regional dan kekeluargaan. Setelah meninjau situasinya, Bauer sampai pada kesimpulan bahwa kapasitas industri Jerman dapat dimobilisasi untuk merekonstruksi ekonomi China. Pada tahun 1928, Bauer kembali ke Jerman dan mulai melakukan kontak yang diperlukan dengan para industrialis Jerman. Usahanya, bagaimanapun, bertemu dengan hasil yang beragam. Alasan utama untuk penerimaannya yang agak “dingin” di Jerman adalah bahwa menangani masalah militer dengan negara asing mana pun adalah isu politik yang sensitif bagi Jerman pasca-Perjanjian Versailles. Meskipun Bauer berusaha keras, pada akhirnya, Reichswehr Jerman tidak memberikan semua dukungan yang diharapkan Bauer untuk China. Namun, Bauer memang memiliki dua kesuksesan penting sebelum dia meninggal karena penyakit yang dia derita di China. Dia mampu mendirikan Handelsabteilung (Departemen Perdagangan) dan Reichswehr dengan hati-hati memasuki hubungan kerja yang lebih formal dengan kelompok penasihat militer klandestin Jerman yang didirikan di Nanking (Nanjing). Kembali ke China bersama dengan 25 personel penasehat, Bauer menasihati temannya yang sekarang sangat dekat, Chiang Kai-Shek, untuk menegakkan Rancangan Rencana Demobilisasi dan Reorganisasi Militernya.

Max Bauer pada tahun 1918. Bauer membuka hubungan militer China-Jerman ke level yang lebih serius. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Menteri China Chiang Tso-pin dan rombongan mengunjungi pabrik di Jerman, tahun 1928. Max Bauer sampai pada kesimpulan bahwa kapasitas industri Jerman dapat dimobilisasi untuk merekonstruksi ekonomi China. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Pasukan China Nasionalis melawan tentara pribadi Sun Chuanfang bersiap untuk mempertahankan Shanghai. Pada tahun 1928, Angkatan Darat China memiliki sekitar 2,25 juta orang bersenjata. Max Bauer merekomendasikan agar China hanya mempertahankan sedikit tentara inti, dilatih dengan standar Jerman dan menempatkan tentara lainnya ke dalam pasukan milisi lokal. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Pada tahun 1928, Angkatan Darat China memiliki sekitar 2,25 juta orang bersenjata. Bauer merekomendasikan agar China hanya mempertahankan sedikit tentara inti, dilatih dengan standar Jerman dan menempatkan tentara lainnya ke dalam pasukan milisi lokal. Meskipun rencana itu masuk akal, namun tidak diadopsi. Pecahnya perang saudara menyebabkan tidak ada seorang pun di China yang dapat menyetujui siapa yang harus menyerahkan apa dan siapa yang akan mengendalikan apa yang tersisa. Terlepas dari kemunduran ini, Bauer dan tim Jermannya bekerja dengan Chiang Kai-Shek untuk membentuk Tentara China baru berdasarkan standar Jerman. Divisi contoh didirikan di Nanking. Akademi Militer Pusat dipindahkan ke Nanking dari Whampoa, di mana stafnya adalah pakar militer Jerman. Fokus utamanya adalah pada pembentukan komando militer baru dan protokol komunikasi untuk Angkatan Darat China yang baru. Segera setelah tiba pada bulan November 1928, para penasihat mulai melatih para perwira muda China. Meskipun sebagian besar penasihat telah pensiun—dan secara teknis warga sipil—yang dipekerjakan oleh pemerintah China, aktivitas tentara Jerman di luar negeri merupakan subjek yang sensitif karena pembatasan pascaperang atas apa yang dapat dilakukan Jerman secara legal. Alhasil, Bauer memberikan perintah tegas kepada kelompok tersebut untuk menghindari diplomat dan jurnalis. Meskipun demikian, pengamat militer Amerika pada tahun 1929 melaporkan melihat pasukan China menjalani latihan ketat di bawah pengawasan Jerman. Bauer bekerja untuk membakukan jalur perolehan peralatan dan senjata, dengan mendesak Chiang untuk memotong koneksi perantara yang mahal dan membeli langsung dari produsen. Sayangnya Bauer meninggal dunia secara tiba-tiba pada tanggal 6 Mei 1929 dan dimakamkan di China dengan pemakaman yang setara dengan pemakaman kenegaraan. Kematian Bauer akibat cacar itu membuat sebagian besar karyanya masih dalam tahap teoritis. (Beberapa sejarawan berspekulasi bahwa dia mungkin sengaja diinfeksi oleh lawan-lawannya yang menganggap dia berkontribusi terlalu banyak pada sentralisasi China, yang mereka tolak). Pada saat kematiannya, wakil yang dipilihnya, pensiunan letnan kolonel Hermann Kriebel, masih dalam perjalanan ke China, tetapi Chiang cukup yakin dengan penilaian Bauer sehingga dia menunjuk Kriebel sebagai pengganti Bauer. Kriebel, sebagaimana diketahui, menyampaikan pernyataan terakhir Jerman kepada komisi penyerahan Sekutu saat akhir Perang Dunia I pada 11 November 1918, yang terbukti profetik – “Sampai jumpa lagi dalam 20 tahun.” Kriebel tiba ketika Chiang sedang memfokuskan kembali perhatiannya pada masalah yang mendesak, yaitu pecahnya perang saudara yang baru. Kriebel tidak memiliki pemikiran yang luas dan kesadaran situasional seperti Bauer, dan dia tidak diberi waktu untuk mengembangkan kedua kualitas tersebut. Pemikiran taktisnya terfokus pada periode sekitar tahun 1915, dan dia bahkan kurang memahami konsep Bauer (dan Chiang) tentang pengembangan aspek komersial dan industri. Ketidakpeduliannya bahkan terhadap penggantian senjata kecil dan pasokan amunisi merupakan kemunduran bagi militer China, yang kemudian seperti kembali ke abad ke-19. Disamping itu, Kriebel juga sombong, kerap menghina orang-orang China dan berselisih dengan perwira pilihan Bauer. Singkatnya, Kriebel adalah sebuah kegagalan diplomatik – dia tidak memiliki keterampilan komunikasi antarpribadi, terutama ketika berhadapan dengan tuan rumah China-nya. Kriebel hanya bertahan selama satu tahun di Tiongkok, dan pada bulan Mei 1930 Chiang menggantinya dengan Georg Wetzell, yang telah menonjol sebagai perwira staf selama perang.

Adolf Hitler, Emil Maurice, Hermann Kriebel, Rudolf Hess, Friedrich Weber. Sebagai pengganti Bauer, Hermann Kriebel gagal membina hubungan baik dengan petinggi Pemerintah China Nasionalis. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

MODERNISASI MILITER CHINA NASIONALIS

Pensiun sebagai letnan jenderal pada tahun 1927, Wetzell direkomendasikan oleh atasannya di masa perang, Jenderal Erich Ludendorff. Wetzell tiba di negara itu saat perang saudara mencapai puncaknya – dan pengaruh Jerman di China merosot ke titik nadir. Dalam keterlibatan pertamanya, hasil pekerjaan utama misi Jerman, sebuah lehrdivision (divisi demonstrasi) yang diimprovisasi, dikerahkan untuk bertempur melawan pasukan yang lebih unggul dan tidak didukung secara memadai. Wetzell mewarisi kerusakan akibat kegagalan sebelumnya dan mulai mengatasi keterbelakangan militer Nasionalis-dengan keberhasilan nyata. Salah satu dari sedikit perannya, yang berhubungan dengan detail dan kebijakan adalah desakannya agar pengaruh militer Jepang yang masih meresap di tingkat unit dikurangi atau dihilangkan. Wetzell mengatur kuliah-kuliah yang disampaikan dalam bahasa Jerman untuk para kadet perwira; memperluas kesempatan bagi para perwira Nasionalis untuk bersekolah di Jerman; dan bekerja untuk memperbarui pendekatan sekolah artileri terhadap persenjataan. Dia juga mulai bergerak untuk melakukan standarisasi senjata gado-gado yang umumya dipakai tentara China nasionalis. Dalam hal ini model senjata Jerman lebih disukai. Yang lebih penting lagi, Wetzell memperluas program pelatihan yang berfokus pada gaya Jerman untuk unit-unit infanteri dalam menghadapi kebutuhan pasukan Chiang yang terus meningkat dan tidak stabil. Dua divisi yang berada di bawah pengawasan ketat Jerman pada saat itu membentuk inti dari pasukan yang terlibat konfrontasi di Shanghai 1932, ketika pasukan Chiang mengejutkan tentara Jepang dengan bertahan selama lebih dari sebulan. Keberhasilan yang tak terduga itu secara luas dan sah dikreditkan pada pengaruh Jerman, yakni: sistem pertahanan dengan parit-parit labirin, sarang senapan mesin, dan kawat berduri seperti di Front Barat saat Perang Dunia I dan taktik pertahanan di kedalaman – mundur di bawah tekanan, kemudian melakukan serangan balik secara lokal ketika ada kesempatan.

Georg Wetzell. Wetzell memperluas program pelatihan yang berfokus pada gaya Jerman untuk unit-unit infanteri dalam menghadapi kebutuhan pasukan Chiang yang terus meningkat dan tidak stabil. (Sumber: http://prussianmachine.com/)
Tentara Rute ke-19 China dalam posisi bertahan dalam Pertempuran Shanghai (1932). Dua divisi yang berada di bawah pengawasan ketat Jerman pada saat itu membentuk inti dari pasukan yang terlibat konfrontasi di Shanghai 1932, ketika pasukan Chiang mengejutkan tentara Jepang dengan bertahan selama lebih dari sebulan. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
Chiang dan Feng Yuxiang pada tahun 1928. Chiang berkomitmen pada strategi “tujuh puluh persen politik, tiga puluh persen militer,”yang bertentangan dengan konsep militer profesional Georg Wetzell. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Pertahanan di Shanghai kemudian membangkitkan antusiasme patriotik yang sangat membantu mengkonsolidasikan posisi kepemimpinan Chiang yang masih goyah. Hal ini juga memantapkan status Wetzell sebagai instruktur, ahli taktik, dan perencana. Namun, Chiang, yang berkomitmen pada strategi “tujuh puluh persen politik, tiga puluh persen militer,” semakin tidak puas dengan fokus operasional Wetzell yang sempit. Bagi Chiang, keberhasilan di Shanghai hanya menyoroti kekurangan kronis dalam peralatan dan sistem logistik yang hampir tak beraturan yang membuat replikasi dalam skala yang lebih besar, seperti dalam perang habis-habisan dengan Jepang, menjadi tidak mungkin. Shanghai telah menjadi pembuka mata yang tak terhindarkan terhadap kekurangan operasional saat itu dan kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Namun, Wetzell tetap tidak menyadari pentingnya pengembangan industri dalam menghasilkan jenis tentara yang dicari Chiang. Ketidaktertarikan Wetzell pada ekonomi pertahanan juga mengurangi posisinya di kalangan bisnis Jerman, militer Jerman (Reichswehr), dan pemerintah Jerman. Meskipun memiliki beberapa pencapaian, Georg Wetzell, juga bukan kandidat pemimpin misi Jerman di China yang baik karena dia juga tidak memiliki kemampuan sosial yang dibutuhkan. Chiang Kai-Shek menginginkan pasukan terlatih Jerman untuk melawan Warlord Yan Xhisan dan Feng Yuxiang, namun dalam hal ini Wetzell tidak memberikannya. Ketika Jepang menyerang Shanghai pada tahun 1932, Wetzell tidak terlihat dan pasukan China sangat menderita, walau berhasil menunjukkan determinasinya. Pada musim semi tahun 1933, dengan Chiang yang jelas-jelas mencari wajah baru, Adolf Hitler mengiriminya Hans von Seeckt, yang juga disarankan oleh Wetzell. Dia berharap dapat membangun kembali posisinya dengan Chiang dengan menghadirkan Seeckt sebagai tamu kehormatan sementara, mentor, dan pemecah masalah.

Hans von Seeckt. Pada musim semi tahun 1933, dengan Chiang yang jelas-jelas mencari wajah baru, Adolf Hitler mengiriminya Hans von Seeckt, yang juga disarankan oleh Wetzell. (Sumber: https://www.dhm.de/)
Tentara China dari “Unit Pedang Besar” selama invasi Jepang ke Provinsi Jehol, China, tahun 1933. pada tahun 1933, Tentara China terdiri dari (menurut sumber-sumber Jerman) 134 Divisi Infanteri, 9 Divisi Kavaleri, 17 Brigade Kavaleri, 36 Brigade Infanteri, 5 Brigade Artileri, 20 Resimen Artileri, 600 pesawat (kurang-lebih), beberapa kereta api bersenjata, pasukan lapis baja yang terbatas, angkatan laut kecil, dengan total 3,7 juta pasukan garis depan dan 600.000 pasukan tingkat provinsi. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Sementara itu Chiang memiliki pemikiran lain. Pada awal tahun 1923, dia telah mempertimbangkan untuk mengundang Seeckt ke China. Sekarang dia meminta saran tentang reformasi militer, di mana Seeckt telah menunjukkan prestasinya. Tanggapan Seeckt mencerminkan konsep “lebih sedikit lebih baik” yang telah ia terapkan dari kebutuhan dan menjadi prinsip dalam menciptakan Reichswehr. Dia merekomendasikan demobilisasi besar-besaran dan penggantian pasukan yang kurang terlatih dan diperlengkapi dengan pasukan elit yang sangat terlatih berdasarkan brigade demonstrasi yang sudah ada, yang berada di bawah pengawasan ketat orang-orang Jerman. Melatihnya dengan senjata modern dan dengan metode modern, ia memberikan sarannya, dan menjadikannya sebagai matriks untuk pasukan lapangan kecil berteknologi tinggi yang dibangun di sekitar truk, tank, dan pesawat terbang. Pada dasarnya, proposal Seeckt merupakan perluasan dari konsep-konsep Wetzell dan bukannya sebuah revisi. Namun, nama dan reputasi Seeckt memiliki pengaruh yang besar di kalangan militer di antara kaum Nasionalis. Para perwira yang tidak menyukai atau tidak mempercayai Wetzell yang tidak praktis dan tidak berpikiran modern menganggap Seeckt sebagai pembawa perubahan. Saran-saran Seeckt kemudian akan menjadi dasar pengembangan militer China Nasionalis hingga China tenggelam dalam perang melawan Jepang. Sementara itu, pada tahun 1933, Tentara China terdiri dari (menurut sumber-sumber Jerman) 134 Divisi Infanteri, 9 Divisi Kavaleri, 17 Brigade Kavaleri, 36 Brigade Infanteri, 5 Brigade Artileri, 20 Resimen Artileri, 600 pesawat (kurang-lebih), beberapa kereta api bersenjata, pasukan lapis baja yang terbatas, angkatan laut kecil, dengan total 3,7 juta pasukan garis depan dan 600.000 pasukan tingkat provinsi.

ERA NAZI

Seeckt meninggalkan China pada bulan Juli 1933 tanpa rencana untuk kembali, karena kesehatannya yang sudah rapuh telah menderita akibat iklim yang lembab. Namun setelah kepergiannya, hubungan antara Chiang dan Wetzell terkikis sampai-sampai Chiang mengancam untuk mengganti misi Jerman dengan misi Prancis. Dengan desakan antusias dari Kementerian Perang Jerman, Seeckt kembali ke Tiongkok pada bulan April 1934 dan mulai mengatur hubungan antara Chiang dan tim penasihat. Dia menetapkan perannya sendiri sebagai penghubung tunggal dengan Chiang dan bertanggung jawab kepadanyalah fungsi dari tim penasihat, yang sekarang terdiri dari staf permanen yang terdiri dari orang Jerman dan China; seorang kepala yang bertanggung jawab atas fungsinya akan bertindak sebagai orang kedua di bawah komando Seeckt. Reorganisasi sistematis ini sangat sesuai dengan preferensi umum Chiang terhadap fleksibilitas informalitas dan pola intrik yang endemik dalam birokrasi China. Namun, hal ini membawa ketertiban dan struktur pada fungsi penasihat pada titik kritis dalam sejarah China. Seeckt memberikan perhatian yang lebih besar pada hubungan komersial China-Jerman sebagai pendahuluan untuk mendukung basis industri yang akan mendukung militer baru China Nasionalis dan menstabilkan politiknya. Perdagangan, bukan taktik, adalah fokus dari hubungan dekat antara Seeckt dan Chiang – sebuah hubungan yang dipupuk oleh minat Seeckt yang luas terhadap sejarah dan budaya China dan oleh kesan mendalam dan baik yang ia berikan kepada Nyonya Chiang. Di Reich yang baru, lobi China tetap kuat. Proyek-proyek persenjataan Hitler menuntut bahan baku – lebih disukai dari sumber-sumber yang jauh dan sulit diperiksa, seperti China. Jerman memang tidak terlalu kaya akan sumber daya, dan semua sumber daya strategisnya kecuali batu bara tidak dapat mencukupi kebutuhan mereka sendiri. 85% besi, 80% minyak, dan 70% tembaga mengandalkan pada impor, terutama tungsten dan antimon yang hampir semuanya berasal dari impor. Pada tahun 1920-an, Uni Soviet adalah importir utama bahan-bahan strategis bagi Jerman. Jerman awalnya ingin mengandalkan Uni Soviet, yang sedang dalam proses industrialisasi, untuk memenuhi kebutuhan sumber dayanya sendiri. Namun, setelah Hitler berkuasa, dia tidak mau bergantung pada Uni Soviet. Di sisi lain, dia khawatir Uni Soviet akan memperoleh teknologi strategis dari Jerman dan secara bertahap mengurangi volume perdagangannya dengan Uni Soviet.

Industri Pekerjaan baja Jerman, tahun 1930-an. Proyek-proyek persenjataan Hitler menuntut bahan baku – lebih disukai dari sumber-sumber yang jauh dan sulit diperiksa, seperti China. Jerman memang tidak terlalu kaya akan sumber daya, dan semua sumber daya strategisnya kecuali batu bara tidak dapat mencukupi kebutuhan mereka sendiri. 85% besi, 80% minyak, dan 70% tembaga mengandalkan pada impor, terutama tungsten dan antimon yang hampir semuanya berasal dari impor. (Sumber: https://www.bridgemanimages.com/)

Kemudian pilihan Jerman adalah mengimpor sumber daya tersebut dari negara lain, seperti China. Ada banyak bahan-bahan strategis di Cina, yang dicari oleh Jerman, seperti tungsten. Tungsten tidak begitu dikenal pada abad ke-19, setidaknya yang berkaitan dengan militer. Tidak sampai setelah perang pecah, tungsten secara bertahap digunakan dalam senjata dan menjadi komoditi berharga. Baja tungsten dapat digunakan untuk membuat peralatan mesin yang presisi, serta pelindung tank, mesin berdaya tinggi, proyektil penembus baja, dan laras senjata yang dapat menahan suhu dan tekanan tinggi. Tungsten memiliki karakteristik ketahanan suhu tinggi dan ketahanan terhadap aus. Peralatan mesin baja tungsten juga memiliki umur yang lebih panjang dan akurasi yang lebih tinggi. Mesin baja tungsten memiliki tenaga yang lebih besar, dan senjata dengan baja tungsten memiliki kemampuan penetrasi lapis baja yang lebih kuat. Pada musim panas 1934, Seeckt menengahi perjanjian dengan Chiang yang mengukuhkan pertukaran bahan mentah untuk produk industri, terutama matériel. Salah satu “perjanjian setara” pertama yang mengakui China sebagai mitra negosiasi penuh dibuat, ini merupakan pencapaian terbesar Seeckt selama berada di China. Hal ini memberinya wajah dan pengaruh yang tak tertandingi diantara orang asing mana pun yang dekat dengan petinggi China Nasionalis. Ketika Chiang bertemu dengan para perwira senior, Seeckt duduk di sisinya. Ketika Seeckt melakukan perjalanan karena alasan kesehatan, dia menikmati penggunaan gerbong kereta api pribadi Chiang dan pengawal kehormatan di setiap stasiun. Seeckt juga percaya bahwa Chiang Kai-Shek harus mengerahkan upaya utamanya untuk mengalahkan kekuatan komunis dan kemudian fokus pada berbagai Warlord pemberontak di provinsi selatan. Namun kesehatan Seeckt menjadi ambruk sepenuhnya. Dia meninggalkan China pada bulan Maret 1935. Baik dia maupun Chiang berharap dia bisa kembali, tetapi dia meninggal pada tanggal 28 Desember 1936. Di China, upacara peringatan diadakan untuk menghormati peran-perannya.

Panzer I Cina, salah satu dari sedikit yang dibeli oleh militer China pada pertengahan tahun tahun 1930-an. (Sumber: https://www.reddit.com/)
Sd.Kfz.221 dan 222 dari Divisi Infanteri ke-88 Kuomintang selama pawai di Yunnan pada tahun 1944. (Sumber: https://tanks-encyclopedia.com/)
Tentara China dengan senapan Tipe 24, yang kerap disebut sebagai senapan Chiang Kai-shek (salinan dari senapan Mauser M1924, nenek moyang senapan Karabiner 98k asal Jerman). (Sumber: https://www.militaryfactory.com/)

Sementara itu, pada tahun 1935, organisasi perdagangan HARPO (Handelsgesellschaft zurVerwertung industrialeller Produkte) didirikan. Tujuannya adalah menyalurkan barang-barang militer Jerman ke Chiang Kai-Shek melalui jalur komersial. Sebagai informasi, kehadiran personel Jerman, digabungkan dengan ekspor senjata rahasia Jerman, telah mencapai lebih dari 50% impor senjata China pada tahun 1925 sementara para pemenang Perang Dunia I mengecualikan Jerman dalam kewajiban embargo senjata tahun 1919 terhadap China. Dalam waktu singkat, program pelatihan militer yang lebih terdokumentasi secara formal didirikan antara China dan Jerman. Perdagangan ke China tidak hanya berisi barang-barang seperti seragam, senjata, amunisi, Panzer I-A; Halftrack SdKfz. 221 dan 222, dan lain-lain, tetapi juga termasuk seperti pengetahuan manufaktur, teknologi kereta api, pabrik amunisi, teknologi komunikasi, dan lain sebagainya. Seorang jurnalis menyatakan bahwa sebanyak 60 persen bahan perang China saat itu diimpor dari Jerman. Sebagai imbalannya, China mengirimkan sejumlah bahan baku strategis ke Jerman. Yang menarik adalah bahwa dua sumber Jerman menyatakan bahwa Jerman, melalui HARPO, juga memasok kapal selam ke angkatan laut China. Kemudian pabrik senjata Hanyang Arsenal yang sudah ada dirombak untuk memproduksi senapan mesin Maxim untuk dukungan tembakan otomatis yang sangat dibutuhkan, serta Senapan Tipe 24, yang kerap disebut sebagai senapan Chiang Kai-shek (salinan dari senapan Mauser M1924, nenek moyang senapan Karabiner 98k), sementara pabrik baru didirikan untuk memproduksi peralatan modern rancangan Jerman, termasuk senapan mesin serba guna MG-34 dan bahkan suku cadang untuk beberapa mobil lapis baja yang dibeli China dari Reich. Senjata impor yang didatangkan, termasuk helm M35 yang ikonik dan pistol otomatis Mauser C96 ‘Broomhandle‘ serta senjata artileri buatan Rheinmetall dan Krupp, yang dipesan dalam jumlah besar untuk melengkapi produksi senjata lokal yang baru lahir. Sementara itu, poin penting harus diingat di sini. Jerman bukanlah satu-satunya negara yang menawar kontrak dan pengaruh di China. Selama tahun 1930-an, Amerika Serikat sangat terfokus pada unit penerbangan di China (nantinya akan bertransformasi menjadi unit Flying Tigers); sementara Inggris bekerja sama dengan angkatan laut Cina, dan Prancis mendirikan sekolah militer kecil di Kanton. 

Gerilyawan Cina di kiri dan perwira Jepang di kanan. Keduanya membawa pistol otomatis Mauser C96 ‘Broomhandle‘ asal Jerman, yang banyak beredar di China. (Sumber: https://revivaler.com/)
Tentara China Nasionalis mengenakan helm M35 Jerman baru mereka. (Sumber: https://alexanderandsonsrestorations.com/)

MASUKNYA FALKENHAUSEN

Pengganti Seeckt, yang dipilih Hitler pada tahun 1936, yakni Alexander von Falkenhausen, berasal dari posisi teratas. Dia pernah bertugas di China selama Pemberontakan Boxer dan sebagai atase militer di Jepang dan telah mengembangkan minat yang serius pada budaya kedua negara. Selama Perang Dunia I, dia bertugas di Prancis, Prusia Timur dan Turki. Dalam perang itu, ia merencanakan pertahanan di Yordania yang membuat Inggris berdarah-darah dan berperan dalam dua kemenangan atas Inggris di Yordania Timur pada tahun 1918. Sebagai orang yang kerap menjelajahi dunia dan prajurit profesional yang pernah bekerja di berbagai budaya, Falkenhausen kebal terhadap pemikiran ekstremisme yang mendorong banyak pendahulunya. Dia juga hanya memiliki “sedikit cinta” untuk ideologi Nazi, setelah kehilangan saudaranya karena perjuangan internal yang keras di partai yang memperkuat kendali Hitler itu. Ia pensiun dari Reichswehr pada tahun 1930 dengan pangkat mayor jenderal. Awalnya, ia menerima rasionalisasi yang lazim diantara perwira militer Jerman untuk bekerja sama dengan Nazi demi kepentingan negara, tetapi ketika Reich Ketiga mengonsolidasikan kekuatannya, Falkenhausen mulai mempertimbangkan misi penugasan ke luar negeri. Pada bulan Mei 1934, Falkenhausen berangkat ke China. Kehati-hatian keputusannya untuk pindah dikonfirmasi ketika adik laki-lakinya, seorang anggota paramiliter SA, yang dibunuh sebulan kemudian dalam “pembersihan berdarah” Hitler. Seperti yang diharapkan dari seorang pria dengan pengalaman pelatihan staf umum, Falkenhausen bersusah payah untuk memperkaya pengetahuan dirinya sendiri tentang politik, sejarah, dan geografi China. Baik von Seeckt maupun von Falkenhausen memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan militer China. Namun, selama di China, von Seeckt lebih fokus membuat kontrak komersial untuk perusahaan Jerman yang berfokus pada aspek militer dari penugasannya, sedangkan von Falkenhausen justru sebaliknya. Fokus utamanya adalah mempersiapkan dan melatih tentara China dalam hal strategi dan taktik – yang bergaya Jerman. Lebih dari para pendahulunya, Falkenhausen mampu mengatasi dinamika politik Nasionalis tingkat tinggi yang seperti lingkungan istana. Dia membuat Chiang terkesan, para perwira senior dan pejabat yang berinteraksi dengannya, dan terutama Nyonya Chiang. Hubungan baik ini terus berjalan, dimana nantinya ketika Falkenhausen merayakan ulang tahunnya yang ke-75 pada tahun 1950-an, Chiang Kai-Shek mengiriminya cek senilai $12.000 (USD) sebagai hadiah ulang tahun. 

Alexander von Falkenhausen pada tahun 1933. (Sumber: https://nl.wikipedia.org/)
Mao Zedong saat Long March di provinsi Shaanxi pada tahun 1934 atau 1935. Menurut Falkenhausen mengalahkan kekuatan komunis di Provinsi Sichuan (atau setidaknya tetap menghentikan mereka), bahwa Provinsi Kwangsi dan Kwangtung, perlu untuk menghindari tindakan permusuhan terhadap Pemerintah China Pusat. (Sumber: https://www.theguardian.com/)

Kedatangan Falkenhausen tepat pada waktunya. Kampanye melawan Komunis telah berakhir; hubungan dengan Jepang tidak terlalu bermusuhan; konflik di dalam gerakan Nasionalis mulai stabil. Tak lama setelah von Falkenhausen tiba di China pada musim panas 1934, dia menyiapkan laporan ke Chiang Kai-Shek tentang cara terbaik untuk mempertahankan China. Laporan ini memiliki tiga poin kunci, yakni bahwa Chiang Kai-Shek bisa mengalahkan kekuatan komunis di Provinsi Sichuan (atau setidaknya tetap menghentikan mereka), bahwa Provinsi Kwangsi dan Kwangtung perlu untuk menghindari tindakan permusuhan terhadap Pemerintah China Pusat, dan bahwa Jepang adalah musuh utama China sekarang. Lebih lanjut, von Falkenhausen merekomendasikan agar China berperang dalam perang atrisi menghadapi Jepang – Jepang tidak pernah bisa berharap untuk memenangkan konflik semacam itu. China harus mempertahankan garis pertahanan Sungai Kuning, tetapi tidak menyerang ke wilayah utaranya sampai jauh kemudian dalam perang. China harus siap menyerahkan sejumlah wilayah di China utara, termasuk Shangdong, tetapi gerak mundur ini harus dilakukan secara perlahan. Jepang harus membayar untuk setiap wilayah yang direbutnya. Dia juga merekomendasikan sejumlah upaya pembangunan benteng untuk dilakukan di Cina, peranjauan lokasi pantai, pendaratan dan sungai, dan sebagainya. Falkenhausen juga menyarankan China untuk mengadakan sejumlah operasi gerilya yang dilakukan di belakang garis Jepang. Upaya ini akan membantu melemahkan Jepang yang sudah dilawan secara militer. Yang menarik di sini adalah sifat sebenarnya dari keterlibatan Jerman dalam penaklukan pasukan Komunis China pada Oktober 1933 – November 1934. Banyak pujian diberikan kepada von Seeckt sebagai penasihat taktis utama untuk Chiang Kai-Shek saat ia bertempur dalam pertempuran kelima melawan pasukan komunis. Namun, ini mungkin tidak benar. Serangan kelima oleh Chiang Kai-Shek terhadap kekuatan komunis dimulai beberapa bulan sebelum von Seeckt tiba di China (von Seeckt tiba pada bulan April 1934). Ada kemungkinan bahwa Wetzell memberikan beberapa perencanaan taktis kepada Chiang Kai-Shek pada akhir tahun 1933. Orang dapat menduga bahwa kebenaran mungkin ada di tengah-tengah – sangat mungkin bahwa Wetzell dan von Seeckt memberikan kontribusi strategis dan taktis kepada Chiang Kai-Shek. Perlu diingat bahwa kekuatan Komunis China juga memiliki penasihat militer asal Jerman, yakni Otto Braun. Pada bulan Oktober 1934, komunis China memulai gerak mundur jarak jauhnya setelah dikalahkan oleh pasukan Nasionalis China. Selama “Long March”, dari sekitar 90.000 pasukan komunis China (sebagian dipimpin oleh Mao Zedong) – hanya sekitar 7.000 orang yang tiba di Provinsi Shaanxi sekitar setahun kemudian pada tahun 1935. Pada tanggal 13 Januari 1935, Mao mengecam keras Otto Braun atas kegagalannya dan memberitahunya bahwa Orang-orang Jerman yang bekerja untuk Chiang tampaknya lebih baik daripada orang Jerman di pihaknya. Ini mungkin sedikit tidak adil karena orang-orang Jerman di pihak Chiang mendapat dukungan penuh dari pemerintah Jerman sementara orang Jerman di bawah Mao kurang lebih adalah tentara bayaran lepas yang didukung sebagian oleh Moskow.

Otto Braun, penasehat komunis China asal Jerman. Pada tanggal 13 Januari 1935, Mao mengecam keras Otto Braun atas kegagalannya dan memberitahunya bahwa Orang-orang Jerman yang bekerja untuk Chiang tampaknya lebih baik daripada orang Jerman di pihaknya. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Pada bulan Desember 1934, Chiang memperkenalkan rencana reorganisasi militer yang didasarkan pada rekomendasi Seeckt. Rencana tersebut menyerukan untuk mengorganisir 60 “divisi baru” yang akan memiliki penasihat Jerman dan dilatih dengan metode Jerman dan dilengkapi dengan senjata gaya Jerman. Mereka akan menjadi pasukan garis depan China; pada tahun 1937, 20 di antaranya telah siap tempur atau hampir siap tempur. Pada bulan Agustus, sebuah perjanjian memungkinkan China untuk memesan pasokan militer dari Jerman dan membayarnya dengan bahan mentah, sementara pinjaman sebesar 100 juta reichsmark mempermanis kesepakatan tersebut. Senjata ringan, artileri ringan, dan amunisi mendominasi sebagian besar pengiriman, dan divisi-divisi baru menikmati sejumlah besar peralatan – beberapa di antaranya ditransfer dari Wehrmacht langsung – yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah China modern. Kapasitas Pertahanan China secara keseluruhan juga mencerminkan peningkatan pengaruh Jerman: Tanah digali dan fondasi dibangun untuk segala hal, mulai dari pabrik baja dan tambang batu bara hingga pabrik tekstil dan pabrik peralatan elektronik. Pabrik senjata yang telah lama terabaikan diperbaharui dan diperlengkapi untuk memproduksi senjata kecil dan artileri modern. Jaringan benteng lapangan, yang dijuluki garis Hindenburg China, dibangun antara Shanghai dan Nanjing. Rencana-rencana disiapkan untuk penggunaan jalur kereta api dan sistem komunikasi secara militer. Sebagian besar program ini masih bersifat embrionik, tetapi dalam hal penekanannya pada perencanaan terperinci, kemajuan langkah demi langkah, dan kompetensi teknis, konfigurasi birokrasi merupakan model untuk konfigurasi ulang administrasi China yang telah lama diproyeksikan oleh Chiang. Dan impor, serta pabrik-pabrik tersebut memberikan China sebuah pasukan lapangan yang setidaknya memiliki peluang untuk melawan tentara Jepang ketika perang pecah pada tahun 1937. 

Marinir Jepang di Shanghai pada tahun 1937. Falkenhausen menasehati Chiang bahwa hanya ketegasan yang dapat menghalangi Jepang. Dia memperingatkan agar tidak ada usulan untuk mundur dari wilayah utara dan meninggalkan pantai, yang berarti mengorbankan struktur industri yang sedang berkembang dan kapasitas vital untuk mengimpor senjata. (Sumber: https://medium.com/)
Prajurit China Nasionalis yang bertempur di Shanghai, tahun 1937, terlihat perlengkapan ala Jerman pada helm dan granat tongkat yang disandangnya. (Sumber: https://alexanderandsonsrestorations.com/)

Ketika hubungan China-Jepang kembali memburuk dan Jerman ragu-ragu tentang kekuatan Timur Jauh mana yang akan didukung, perhatian utama Falkenhausen adalah bagaimana cara terbaik untuk meningkatkan peluang China untuk menahan invasi. Pada bulan Agustus 1935, dengan tekanan Jepang di China utara yang semakin meningkat, Falkenhausen menasehati Chiang bahwa hanya ketegasan yang dapat menghalangi Jepang. Dia memperingatkan agar tidak ada usulan untuk mundur dari wilayah utara dan meninggalkan pantai, yang berarti mengorbankan struktur industri yang sedang berkembang dan kapasitas vital untuk mengimpor senjata. Sebaliknya, Falkenhausen merekomendasikan penggunaan divisi-divisi baru sebagai inti dari pertahanan yang fleksibel berdasarkan garis dalam dan menampilkan serangan balik yang cepat dan tajam yang dilengkapi dengan aksi gerilya. Pada bulan Juli 1937, ia menginformasikan kepada kedutaan Jerman bahwa pasukan infanteri China sangat bagus dan moral tentara China sangat tinggi; dimana mereka dapat diharapkan untuk memberikan perlawanan yang keras. Gagasan Falkenhausen sangat mirip dengan prinsip-prinsip strategis yang ingin diterapkan Seeckt di Jerman selama tahun 1920-an. Penerapan ide-ide Falkenhausen pada situasi strategis di China cukup mengesankan Chiang sehingga ide-ide tersebut menjadi dasar dari rencana pertahanan yang dibuat selama tahun 1936 dan 1937. Mereka menyediakan perlawanan habis-habisan untuk menginspirasi perang atrisi yang tidak dapat diharapkan untuk dimenangkan oleh Jepang dalam jangka panjang. Tembok Besar harus menjadi garis pertama di wilayah utara, pendaratan Jepang di pesisir pantai harus dilawan hingga batasnya, dan di atas semua itu, pasukan Jepang di Shanghai harus dihancurkan. Pada tahun 1936, Tentara Kwangtung Jepang berperang dengan tujuan utama untuk menghindari risiko. Jepang sejauh ini telah mendapatkan sebagian besar tuntutannya pada China melalui ancaman penggunaan kekuatan. Von Falkenhausen kemudian menasihati Chiang Kai-Shek bahwa untuk setiap hari Jepang tidak menyerang, itu adalah satu hari ekstra yang tersedia bagi China untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri dengan lebih baik. Berkat strategi dan taktik von Falkenhausen, provinsi Kwangsi dan Kwangtung jatuh ke tangan Chiang Kai-Shek pada musim panas 1936. Ini adalah kemenangan penting bagi Chiang Kai-Shek. Selain itu, Berlin sangat terkejut dengan fakta bahwa Jepang tidak melakukan intervensi militer untuk menyelamatkan kedua provinsi tersebut dari kekalahan. 

TENTARA CHINA RASA JERMAN

Prinsip-prinsip Falkenhausen dan penerapannya oleh Chiang menemui ujian beratnya pada bulan Agustus 1937. Serangan tersebut dipelopori oleh dua divisi terbaik dalam tentara Nasionalis – divisi ke-87 dan ke-88. Mereka menggunakan helm, senapan, dan granat “penghancur kentang” buatan Jerman. Pada saat itu persenjataan yang melengkapi personel unit-unit divisi ini adalah sebagai berikut:

Tim senapan mesin ringan ZB vz. 26 dari Divisi ke-87 China. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Tentara China Nasionalis dengan senapan mesin berat Maxim Type 24 kaliber 7,92 mm. (Sumber: https://twitter.com/)
Tim mortir tentara China dengan helm Jerman. (Sumber: https://twitter.com/)

Daya tembak di tingkat resimen, selain daya tembak “ringan” dari senapan mesin berat mortir, tentara nasionalis menambahkan 6 mortir kaliber 82mm, 6 kanon otomatis Solothurn kaliber 20mm, dan 12 howitzer kaliber 75mm. Pada masa awal perang, tentara China Nasionalis dan Resimen Polisi Pajak memiliki tiga batalyon tank yang dipersenjatai dengan tank ringan Panzer I Jerman dan tankette CV-35 buatan Italia. Pada tahun 1936, Pemerintah China mengimpor 120 senjata antipesawat kaliber 20mm, 60 senjata antipesawat kaliber 37mm, 60 howitzer kaliber 105mm, 124 senjata anti tank kaliber 37mm, dan 12 meriam kaliber 88 mm. Pada tahun 1937, China Nasionalis mengimpor tambahan 60 senjata antipesawat kaliber 20mm, 30 senjata antipesawat kaliber 37mm, dan 900 senapan mesin berat. Dari bulan Januari hingga Februari 1938, China kembali mengimpor lebih dari 20.000 ton senjata dari Jerman; termasuk 12 pesawat pembom tukik Hs-123, 300 mortir, dan 300 senjata anti-pesawat. Kenyataan bahwa Jerman bahkan bersedia menjual meriam kaliber 88 mm yang hebat, menunjukkan bahwa selama mereka punya uang, Jerman rela menjual segalanya kepada pemerintah China.

Tankette CV-35 buatan Italia milik tentara China Nasionalis. (Sumber: http://photos1.blogger.com/)
Pesawat pembom tukik Hs-123 dengan penanda China Nasionalis. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
ILustrasi Pertempuran di Gudang Sihang, Shanghai. Julukan Jepang untuk pertempuran Shanghai, yang berlangsung selama 76 hari, adalah “perang Jerman”. (Sumber: https://www.reddit.com/)

Dengan berbagai perlengkapan ini, divisi-divisi ini dijiwai dengan doktrin taktis Jerman yang didasarkan pada metode pasukan pengejut (Sturmtruppen) pada Perang Dunia I. Dan seperti para pendahulunya, mereka mencetak keberhasilan awal tetapi dengan kerugian yang besar dalam hal kualitas personel. Tentara Jepang kemudian bertahan dan diperkuat. Chiang lalu mengerahkan lebih banyak lagi divisi-divisi barunya untuk bertempur secara head-to-head untuk memperebutkan Shanghai yang mendapat julukan “Verdun dari Timur.” Para penasihat Jerman, sekitar 70 orang pada saat itu, memberikan kontribusi besar. Mereka dikirim ke tempat yang dibutuhkan dan pergi ke tempat mereka dikirim, yang sering kali berada di garis depan; Falkenhausen sendiri hidup berhari-hari dengan makan telur rebus dan cognac di garis depan. Meskipun hadir untuk beberapa pertempuran sengit, tidak ada penasihat Jerman yang diketahui tewas selama periode ini. Orang-orang Cina bertahan hingga bulan November, tetapi akhirnya mundur saat menghadapi serangan kekuatan lapis baja, udara dan laut tentara Jepang. Tokyo sangat terpukul oleh pertahanan China dan marah karena dilawan oleh golongan ras “inferior” bagi mereka. Yang paling memalukan adalah pertempuran di Gudang Sihang, di mana satu batalion dari Divisi ke-88 bertahan melawan serangan Jepang di hadapan distrik internasional. Julukan Jepang untuk pertempuran Shanghai, yang berlangsung selama 76 hari, adalah “perang Jerman”, tetapi pada kenyataannya, pertempuran itu lebih merupakan perang China. Dalam prosesnya, tentara Nasionalis kembali ke bentuk semula, menerima sejumlah korban yang secara khusus memusnahkan “divisi-divisi baru” tersebut. Pasukan pengganti yang hampir tidak terlatih, yang disalurkan dari mana-mana, tidak memiliki harapan untuk menerapkan taktik asing yang rumit. Hal itu hanya mendorong pola yang berkembang di antara para komandan China untuk kembali ke akar taktis mereka, dan sebagai contoh, mengabaikan rekomendasi penasehat Jerman untuk melakukan serangan mendadak dan serangan balik yang cepat dibandingkan dengan bertahan sampai orang terakhir. Minat rendah para perwira terhadap saran-saran orang Jerman mencerminkan tekad Chiang sendiri – yang semakin tidak rasional menurut standar Jerman dan secara menakutkan seperti Hitler – untuk mempertahankan Shanghai daripada mengurangi kerugian, mencari posisi yang lebih baik, dan berkumpul kembali untuk bertempur di waktu yang lebih baik. Falkenhausen secara tajam dan terbuka mengkritik kekurangan tentara Nasionalis yang sinergis dalam hal taktik, logistik, dan komando. Dan seiring dengan gugurnya inti dari tentara modern yang ingin diciptakannya di Shanghai, misi militer Jerman di Tiongkok semakin terkikis.

AKHIR MISI JERMAN DI CHINA

Pada tahun 1937, Jepang mulai menekan Jerman. Penasihat Jerman di China dianggap merugikan upaya perang Jepang. Secara terang-terangan, Hitler kemudian memberi tahu Jepang bahwa dia akan membatasi dan mengakhiri upaya dukungan Jerman di China – tetapi pada tanggal 16 Agustus 1937, dia memerintahkan upaya dukungan militer Jerman di China untuk dilanjutkan sesuai jadwal. Yang paling mengejutkan, pandangan pribadi Hitler menyatakan bahwa ‘Saya tidak pernah menganggap orang China atau Jepang lebih rendah dari diri kita sendiri’, selain juga mengecualikan orang China dari politik antagonisme rasial Nazi dalam hubungan luar negeri. Singkatnya Jerman masih enggan melepas ikatannya dengan China. Sebagai contoh, salah satu orang China paling terkenal di Jerman pada saat itu adalah putra angkat Chiang Kai-Shek, Chiang Wei-Kuo. Dia belajar taktik militer dengan tentara Jerman, berlatih di sekolah militer dan ikut serta dalam operasi militer. Dia bahkan sempat memimpin pasukan selama aneksasi Austria. Jepang lalu meningkatkan lobby-nya di Berlin. Pada akhir bulan November 1940, Jerman berusaha mendamaikan mereka yang bertempur di Asia, tetapi Jepang semakin terlihat sebagai pilihan yang lebih baik – dan lebih menyenangkan. Pada awal tahun 1938, Reich telah mengakui negara bagian timur laut Manchukuo dan melarang pengiriman perlengkapan perang ke China. Pada tanggal 28 April 1938, Göring secara resmi menghentikan pengiriman ekspor militer Jerman melalui HARPO ke China – terlepas dari kewajiban kontrak yang sudah disepakati. Pada bulan Mei, misi Jerman ditarik kembali dan kontak militer resmi dengan China berakhir. Tapi satu pertempuran lagi akan terjadi sebelum orang-orang Jerman keluar dari China untuk selamanya. Dalam Pertempuran Taierzhuang pada awal tahun 1938, pasukan China di bawah pimpinan Jenderal Li dan Bai melawan pasukan Jepang di kota kecil Shantung. Pasukan China, yang dipimpin oleh komandan batalion yang dilatih model Jerman, bermanuver pada malam hari untuk menghindari aset udara Jepang yang superior dan menggunakan howitzer buatan Jerman untuk menghancurkan pertahanan Jepang. Orang-orang China menang di Taierzhuang. Setelah pertempuran, Jepang menuntut agar Jerman segera menarik kelompok penasehatnya. Hitler menurut tanpa syarat. Menteri Luar Negeri Jerman Joachim von Ribbentrop kemudian menyuruh Falkenhausen untuk mundur, yang dia lakukan hanya setelah ada di bawah tekanan yang ekstrim. Falkenhausen dan stafnya dengan enggan kembali ke Jerman. Tidak seperti mantan penasihat Italia yang mendapat untung dengan menjual hasil survei udara yang rinci di China ke tentara Jepang, banyak orang Jerman menolak membocorkan rahasia China ke Jepang, bahkan ketika ada di bawah tekanan Nazi. Sementara itu Chiang Wei-Kuo, yang saat itu memimpin sebuah unit panzer di perbatasan dengan Polandia, ditarik kembali ke China. Ironisnya, China sampai saat itu masih menjadi sumber utama Tungsten (Wolfram) untuk Jerman. Ketika Misi Militer Jerman meninggalkan China, Jepang berjanji untuk terus mengirimkan logam yang dibutuhkan – pengirimannya tidak pernah dilakukan. Pada tahun 1943, Speer berkomentar bahwa Jerman harus menemukan sumber alternatif logam vital itu atau harus menyerah. Stok Tungsten Jerman yang tersedia hanya dapat digunakan dengan dua cara – untuk membantu membuat jig dan peralatan yang diperlukan untuk pembuatan industri atau untuk senjata itu sendiri.

Chiang Wei-kuo sebagai perwira di Wehrmacht, sekitar tahun 1938. Penanda bahu menunjukkan pangkat Fahnenjunker. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)
Seorang prajurit Tentara Nasionalis China yang dilengkapi dengan helm M35 Jerman dan senapan mesin ringan ZB vz. 26. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Meski akhirnya Jerman mengakhiri misi militernya di China dan bersekutu dengan Jepang, namun beberapa peninggalannya masih tersisa. Helm gaya Jerman dan pistol Mauser “gagang sapu” merupakan peralatan yang akrab dengan tentara China selama perang, dan jejak-jejak nasihat strategis Seeckt dan Falkenhausen terlihat jelas dalam perencanaan perang Chiang sebelum dan sesudah Pearl Harbor. (Sumber: https://www.historynet.com)

Sementara itu, selama tahun-tahun terakhir Misi Militer Jerman ke China, sebuah kesepakatan dicapai dimana Jerman diwajibkan untuk melatih 20 divisi infantri pada tahun 1937/1938; seluruh tentara, angkatan laut, dan angkatan udara China pada awal 1940-an. Namun, pada saat invasi Jepang tahun 1937, hanya delapan divisi yang dilatih sepenuhnya oleh Jerman. Pada saat itu, unit yang dilatih standar Jerman adalah Divisi ke-3, 6, 9, 14, 36, 83, 87, 88, dan Korps Pengajaran Tentara Nasional dari Tentara Revolusi Nasional, dan mereka bukan bagian dari sistem tentara reguler, tetapi kualitasnya tidak kalah dengan tentara reguler. Diduga, divisi favorit Chiang Kai-Shek adalah yang ke-83. Namun, meski misi militer Jerman telah ditarik, beberapa peninggalannya masih tersisa. Helm gaya Jerman dan pistol Mauser “gagang sapu” merupakan peralatan yang akrab dengan tentara China selama perang, dan jejak-jejak nasihat strategis Seeckt dan Falkenhausen terlihat jelas dalam perencanaan perang Chiang sebelum dan sesudah Pearl Harbor. Misi militer Jerman ke China kemudian telah menjadi catatan kaki dalam sejarah, tetapi apa yang mungkin terjadi jika Reich Ketiga mendukung elemen militeris dan otoriter dari gerakan Nasionalis? Bagaimana jika Hitler telah memupuk kesamaan ideologis dan institusional antara visi Chiang dan fasisme di Eropa tahun 1930-an? Kemungkinan Jepang akan terlalu terjerat di China untuk menerapkan serbuan ke Pasifik, Partai Komunis China yang dihancurkan oleh tentara Nasionalis yang dibangun di atas model Jerman-kemungkinan untuk sejarah yang kontrafaktual dan alternatif ini sangat menarik dan belum dijelajahi.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

BRING IN THE GERMANS By DENNIS SHOWALTER; 10/28/2015

https://www.historynet.com/bring-in-the-germans/?f

GERMAN MILITARY MISSION TO CHINA 1927-1938

https://www.feldgrau.com/ww2-german-military-mission-china/

Can the German Weaponists of the Chinese Army really compare with the German Army? 2023-01-22 10:12 HKT

https://inf.news/en/military/2b5b5b59834c61fa6c55e527901fb0e2.html

That One Time the Nazis Helped China Fight Japan by KEVIN KNODELL

https://medium.com/war-is-boring/that-one-time-the-nazis-helped-china-fight-japan-42ce2fa6c6d

An Unexpected Partnership in WW2: Nazi Germany and the Republic of China by Norton Yeung

https://www.warhistoryonline.com/guest-bloggers/unexpected-partnership-germany-china.html/amp?prebid_ab=enabled

The Crazy Story of How Nazi Soldiers Fought With China Against Imperial Japan by Kevin Knodell

https://nationalinterest.org/blog/buzz/crazy-story-how-nazi-soldiers-fought-china-against-imperial-japan-115241?amp

https://en.m.wikipedia.org/wiki/List_of_Chinese_military_equipment_in_World_War_II

https://en.m.wikipedia.org/wiki/National_Revolutionary_Army

Exit mobile version