Sejarah Militer

Kaman SH-2 Seasprite/Super Seasprite, Helikopter Anti Kapal Selam yang Pernah Dilirik TNI AL

Helikopter Kaman SH-2 Seasprite telah menjalani karir yang panjang dan memuaskan di kalangan angkatan laut, serta di beberapa negara di seluruh dunia, meskipun terutama helikopter ini lebih dikenal saat digunakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat. Seasprite memulai karirnya sebagai helikopter yang berorientasi pada misi utilitas yang bertugas menyelamatkan penerbang yang jatuh di laut tetapi perannya secara substansial kemudian berkembang menjadi helikopter pemburu kapal selam saat berada di tengah masa operasional-nya. Setidaknya sekitar 300 helikopter multi-misi angkatan laut ini sempat diproduksi, dengan banyak dikonversi atau ditingkatkan ke varian lain yang lebih kuat dan berkemampuan multiguna.

Meski bukan helikopter yang dikenal luas, namun helikopter Kaman SH-2 telah mengabdi dalam berbagai Angkatan Laut berbagai negara di dunia dengan karier yang cukup memuaskan. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN & DESAIN

Sementara perusahaan Kaman meluncurkan helikopter H-43B untuk USAF, perusahaan itu juga sedang mengerjakan sebuah helikopter sebagai tanggapan atas permintaan proposal dari pihak Angkatan Laut AS tahun 1956, dimana persyaratannya adalah sebuah helikopter multi-peran berukuran kompak yang mampu beroperasi di kapal yang lebih kecil. Kaman lalu menyerahkan desain “K-20” untuk kompetisi tersebut. Desain helikopter Kaman menang, dengan Angkatan Laut memesan empat unit evaluasi yang diberi nama “YHU2K-1” dan 12 versi produksi “HU2K-1”. Pengembangannya yang berlarut-larut kemudian, tampaknya karena pihak Angkatan Laut bingung dengan konfigurasi mesin yang akan dipakai helikopter ini. “Seasprite”, demikian helikopter itu dinamai, akhirnya masuk ke dalam dinas operasional Angkatan Laut pada tahun 1962. Pada saat ini, sistem pengkodean helikopter Amerika telah berubah, yang merevisi penamaan hampir setiap helikopter yang ada dalam dinas operasional – baik itu milik USAF, USN atau USMC. Dengan demikian, HU2K-1 sekarang dikenal sebagai “UH-2B Seasprite”. Demikian pula, produksi lanjutan HU2K-1U sekarang dikenal sebagai UH-2B. Seasprite pada umumnya memiliki konfigurasi helikopter konvensional, dengan empat bilah rotor utama, dan tiga bilah rotor ekor, yang dipasang di sebelah kiri sirip ekor, dengan penguat bidang ekor terpasang rendah pada sirip ekor. Yang unik dari helikopter ini ada penggunaan skema servo flap bukan cyclic control. Bilah rotornya memiliki inti aluminium, yang ditutupi dengan fiberglass. Bilah rotor utama dapat dilipat secara manual. Seasprite dikenal memiliki penampilan unik jika dibandingkan dengan helikopter USN sebelum dan sesudahnya. Terdapat pemasangan silinder yang terlihat di bawah lantai kokpit yang berisi perangkat sensor yang dipakainya. Helikopter ini menampilkan bentuk hidung pendek tepat di depan kokpit yang berjendela.

Sebuah YUH-2A selama percobaan diatas air, tahun 1963. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Mesin yang digunakan adalah mesin turboshaft tunggal buatan General Electric tipe T58-GE-8B dengan daya maksimum sebesar 930 kW (1.250 SHP) — keempat unit prototype evaluasi menggunakan mesin GE T58-GE-6, dengan kekuatan daya yang sama. Kapasitas bahan bakar internal Seasprite adalah 1.045 liter (276 galon AS). Terdapat pintu geser belakang di setiap sisi kokpit, dengan pintu di sisi kanan cukup panjang untuk memungkinkan masuk ke kabin awak, dan pintu kargo geser belakang di sebelah kiri. Kabin awak terletak tepat di belakang kokpit dan mendominasi sebagian besar interior helikopter. Pintu akses berjendela digeser terbuka untuk memungkinkan penumpang dan spesialis masuk/keluar. Dalam konfigurasi mesin ganda (muncul pada tahun 1968), mesin kembar dipasang tinggi di atas area kabin kru dengan masing-masing mesin dipasang pada sisi rumahan dasar rotor. Nacelles mesin berbentuk tabung dan membentang sepanjang langit-langit kabin kru. UH-2A memiliki roda belakang tetap dan roda utama yang dapat ditarik, masing-masing roda utama memiliki roda tunggal dan semi-retraksi ke depan masuk ke fairing “pipi” di sepanjang sisi kokpit. Kemudian terdapat tangki bahan bakar eksternal dengan kapasitas 439 liter (116 galon AS) yang dapat dibawa pada cantelan di setiap sisi badan helikopter. Total ada 88 unit UH-2A yang dibuat, dengan diikuti oleh 102 unit tipe “UH-2B”, — yang identik, kecuali perangkat avioniknya yang dikurangi. Mereka kemudian diupgrade dengan perangkat avionik lengkap (semua tergantung dengan anggaran pengguna), dan bagaimanapun juga akhirnya menjadi tidak dapat dibedakan dari tipe UH-2A.

UH-2A diatas dek kapal perang. Ukuran dari Seasprite yang ringkas, memungkinkannya untuk ditempatkan di kapal-kapal perang berdek sempit. (Sumber: http://www.airvectors.net/)

Seasprite digunakan untuk misi utilitas, pencarian dan penyelamatan (SAR), dan – diterbangkan dari kapal induk – dalam peran sebagai “penjaga pesawat”, yakni menyelamatkan awak pesawat keluar dari air jika pesawat mereka jatuh ke laut. UH-2A/B tercatat beraksi dalam Perang Vietnam, beberapa digunakan dalam peran CSAR, dipersenjatai dengan senapan mesin M60 7,62 milimeter yang ditempatkan pada dudukan fleksibel di kedua sisi. Pada malam tanggal 18-19 Juni 1968, sebuah helikopter UH-2A CSAR yang beroperasi dari fregat berpeluru kendali USS PREBLE dan di bawah komando Letnan JG Clyde Lassen melakukan penyelamatan di malam hari yang berani terhadap dua awak F-4 Phantom yang telah ditembak jatuh di atas Vietnam Utara, Lassen kemudian menerima Medali Medal Of Honor atas tekadnya untuk melanjutkan operasi penyelamatan dalam kondisi yang sangat berbahaya. Pada tahun 1963, Angkatan Darat AS mulai membuat helikopter tempur, yang pada akhirnya akan muncul sebagai Lockheed AH-56 Cheyenne. Program AH-56 kemudian akan memakan waktu, sehingga Angkatan Darat juga ingin mendapatkan helikopter serang sementara, berdasarkan jenis helikopter yang sudah ada. Desain Kaman yang ditawarkan dalam kompetisi ini adalah “H-2 Tomahawk”, yang dimodifikasi dari UH-2A. Tipe ini menampilkan turret dagu kembar, keduanya masing-masing dengan dua senapan mesin M60, dengan total terdapat empat senapan mesin. Turret ini dapat ditargetkan secara independen, atau diarahkan untuk menembak pada satu target. H-2 juga dapat dilengkapi dengan door gun (senjata pada pintu) yang dipasang secara fleksibel. Disamping itu terdapat sayap pendek di setiap sisi badan helikopter, yang masing-masing sayap mampu dipasangi dua pylon – dapat berupa tangki bahan bakar eksternal, atau peluncur roket tanpa pemandu kaliber 70 milimeter dengan 7 roket. 

Sebuah UH-2C di atas USS Hancock antara bulan Juli 1968 dan Maret 1969. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Kaman H-2 Tomahawk, prototype helikopter serang yang ditawarkan pada pihak Angkatan Darat. (Sumber: http://www.aviastar.org/)

Angkatan Darat terkesan dengan H-2 dan ingin memiliki beberapa helikopter ini, tetapi adanya perubahan kebijakan kemudian membuat hal itu tidak terjadi. Angkatan Darat akan, setelah memikirkan kembali upaya tersebut, mendapatkan helikopter Bell AH-1 Cobra gunship sebagai solusi sementara, dan kemudian Cobra terbukti sangat sukses. Ironisnya, meskipun AH-56 akhirnya diterbangkan dan dievaluasi, helikopter ini tidak akan pernah masuk jalur produksi, dengan Cobra kemudian terus menjadi andalan AS. Pada tahun 1964, satu UH-2A dimodifikasi sebagai testbed “helikopter serbaguna” berkecepatan tinggi, “YUH-2” di bawah program gabungan Angkatan Darat-Angkatan Laut, yang dilengkapi dengan mesin turbojet GE YJ85 pada pylon di sisi kanan badan. Mesin turbojet ini menyediakan kekuatan sebesar 11,1 kN (1.130 kgp / 2.490 lbf). Kesulitan utama dalam mencoba untuk meningkatkan kecepatan pada helikopter adalah bahwa rotor bergerak maju di satu sisi badan pesawat dan bergerak mundur di sisi lain, yang menghasilkan kecenderungan rotorcraft untuk membalik pada saat kecepatan meningkat. Pada awal tahun 1965, YUH-2 dilengkapi dengan sayap pendek, yang berguna untuk menurunkan beban rotor dengan kecepatan tinggi. YUH-2 memiliki kecepatan maksimum 360 KPH (225 MPH / 195 KT). YUH-2 adalah murni helikopter eksperimental, dan tidak ada niatan untuk menempatkan konfigurasi helikopter ini ke dalam proses produksi, dengan program lalu kembali ke konfigurasi UH-2A pada tahun 1966. Di luar Angkatan Laut AS, Kaman juga telah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan pelanggan lain untuk penjualan ekspor, khususnya Angkatan Laut Kanada; namun, minat awal Kanada padam sebagai akibat dari permintaan Kaman untuk menaikkan harga dan kinerja Seasprite di bawah proyeksi perusahaan selama uji coba lautnya.

Dalam dinas operasional, UH-2A/B terlihat kurang bertenaga, sehingga semua yang masih tersisa dimodifikasi secara ekstensif untuk dipasangi dengan mesin turboshaft kembar T58-GE-8B, yang lalu menghasilkan beberapa varian baru: 

Sebuah Kaman UH-2C Seasprite Angkatan Laut AS (BuNo 147981) dimodifikasi untuk dapat membawa rudal AIM-7 Sparrow selama penerbangan uji di dekat Naval Air Station (NAS) Point Mugu, California (AS), pada Juli 1972. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

SH-2D dimaksudkan untuk bertugas sebagai “Light Airborne Multi-purpose System (LAMPS)”, yang menampilkan fitur: 

Kokpit Seasprite diawaki oleh dua personel yang duduk dalam posisi berdampingan dengan kontrol yang redundant. Pintu masuk diposisikan di kedua sisi kokpit depan dengan akses yang diberikan dengan menggeser pintu ke arah belakang. Seasprite umumnya diawaki tiga personel, yang termasuk pilot, co-pilot, dan operator sistem sensor (SENSO). Co-pilot merangkap sebagai Koordinator Taktis (TACCO). Elemen “multi-fungsi” dari nama LAMPS sebenarnya agak membingungkan, karena pada awalnya, itu adalah helikopter yang dioptimalkan untuk tugas-tugas anti kapal selam (ASW). Namun, tampaknya helikopter ini dapat dilengkapi dengan kerekan penyelamat untuk operasi SAR, memiliki pengait kargo selempang perut, dan beberapa sistem ASW, yang mungkin dapat dilepas, untuk memungkinkan kargo internal lebih besar atau untuk mengangkut personel. Penggelaran awal SH-2D dilakukan pada tahun 1971. 

Tampak bawah kiri helikopter SH-2F Light Airborne Multi-Purpose System (LAMPS) yang dilengkapi dengan torpedo anti-kapal selam Mark 46 (ASW) dalam penerbangan di tahun 1983. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Pada tahun 1972, dua prototype evaluasi “YSH-2E” diterbangkan sebagai pendahuluan program “LAMPS Mk.II”, dengan radar AN/APS-112 dan perangkat avionik baru. Konfigurasi itu tidak masuk ke dalam dinas operasional, akibat dari munculnya konfigurasi “LAMPS Mk.III”, yang dikenal sebagai “SH-2F”. Konfigurasi umum jenis ini mirip dengan SH-2D, sehingga kedua varian menjadi sulit untuk dibedakan, tetapi SH-2F memiliki peningkatan yang signifikan, dalam hal: 

Kokpit SH-2F Seasprite. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

Mesinnya adalah mesin turboshaft T58-GE-8F, dengan masing-masing berkekuatan 1.005 kW (1.350 SHP). Kapasitas bahan bakarnya, dengan tangki eksternal kembar berkapasitas 455 liter (120 galon AS), adalah 1.499 liter (396 galon AS). Hidungnya dapat dibuka, dengan kedua sisi bersandar ke belakang untuk akses ke sistem dan untuk mengurangi panjang keseluruhan diatas dek. Penggelaran awal jenis ini dilakukan pada tahun 1973. 104 Seasprite lama kemudian diperbarui ke konfigurasi SH-2F, dengan jalur produksi Kaman dibuka kembali pada tahun 1982 untuk memproduksi 60 helikopter baru. Tak satu pun dari Seasprite hingga SH-2F yang diekspor.

KAMAN SUPER SEASPRITE

Dari tahun 1983, Angkatan Laut AS mulai mendapatkan helikopter Sikorsky S-70B Seahawk, yang akan menjadi helikopter utama mereka. Dengan hadirnya Seahawk, tampaknya masa dinas Seasprite sudah mendekati akhir, tetapi upaya untuk memperbaruinya tetap dimulai juga pada tahun 1985. Seasprite yang dimodernisasi dipandang sebagai platform senjata yang efektif; selain itu, Seahawk tidak dapat beroperasi dari fregat kelas KNOX dan OLIVER HAZARD PERRY versi awal. Perubahan terbesar dari upgrade ini adalah menyesuaikan Seasprite dengan mesin turboshaft General Electric T700-GE-401/401C yang lebih bertenaga, berkekuatan 1.412 shp, dengan prototipe “YSH-2G Super Seasprite” melakukan penerbangan pertamanya pada tanggal 2 April 1985. Super Seasprite memiliki modifikasi badan pesawat untuk mendukung mesin yang jauh lebih besar dan lebih bertenaga, yang memberikan tampilan “lebih kuat” daripada Seasprite awal, dan juga memiliki rotor berbahan komposit. Bilah rotor utama komposit generasi kedua (CMRB2) telah dipasang pada Super Seasprite, yang menggabungkan filament-wound, spar kaca S, glass skin, inti aramid berkonstruksi sarang lebah, dan tepi trailing aramid. Perangkat Avioniknya juga diperbarui. SH-2G secara teknis dapat menanjak dengan kecepatan 10,51 m/s. Kecepatan maksimum dan jelajahnya masing-masing adalah 277 km/jam dan 222 km/jam. Jangkauannya adalah 1.000 km dan ketinggian operasionalnya adalah 6.217 m. Super Seasprite bisa menjelajah di udara selama maksimal 5,3 jam. Selain itu, kerekan penyelamat seberat 600 kg dapat juga dipasang. Super Seasprite dilengkapi dengan dudukan untuk senjata kecil dan roket kaliber 2,75 inci. Meski demikian Program Super Seasprite tampaknya telah menjadi prioritas rendah, karena “SH-2G” tidak akan diperkenalkan ke dinas operasional sampai tahun 1993. Angkatan Laut AS memperoleh 24 unit Super Seasprite, dengan enam yang benar-benar baru, dan 18 diupgrade dari SH-2F. Unit Cadangan Udara Angkatan Laut mengoperasikan 16 Super Seasprite. Delapan masing-masing ditugaskan ke HSL-84 di NAS North Island, CA, dan HSL-94 di NAS Willow Grove, PA. Helicopter Antisubmarine Squadron Light (HSL) 94, merupakan unit cadangan yang berbasis di Pangkalan Cadangan Gabungan Stasiun Udara Angkatan Laut, Willow Grove, Pa. Sejak tahun 1996, Super Seasprite mampu membawa perangkat “Airborne Mine Counter Measures (AMCM)”, dengan sistem deteksi ranjau laser “Magic Lantern” buatan Kaman. Misi utama SH-2G adalah untuk anti-kapal selam perang (ASW) dan pengawasan dan penargetan anti-kapal (ASST). Misi sekundernya termasuk pencarian dan penyelamatan, pengiriman vertikal, evakuasi medis, estafet komunikasi, transfer personel, pengawasan dan pengintaian, penilaian kerusakan pasca-serangan, dan pengarah tembakan angkatan laut. Sistem persenjataan terdiri dari dua sistem penyimpanan pencarian (sonobuoy dan penanda lokasi laut), sistem senjata/penyimpanan eksternal untuk tangki bahan bakar eksternal atau torpedo, dan sistem countermeasures. Super Seasprite Angkatan Laut AS terakhir pensiun dari Dinas Cadangan Angkatan Laut pada tahun 2003.

Cutaway SH-2G Super Seasprite. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)
Contoh Kaman SH-2G Super Seasprite yang terpelihara dengan baik. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

PERANGKAT PENDUKUNG & PERSENJATAAN

AVIONIK

Kokpit 

SH-2G memiliki awak tiga orang, yang terdiri dari: dua pilot dan operator sensor (SENSO). Namun, helikopter ini juga dapat diterbangkan oleh satu pilot saja dan SENSO, karena sistem avionik taktis terintegrasi yang fleksibel (ITAS), yang dirancang oleh Kaman dan Northrop Grumman (sebelumnya Litton) Guidance & Controls. ITAS digerakkan oleh perangkat pemroses data misi ganda dan menggunakan dua bus data 1553B ganda untuk mengintegrasikan sistem sensor, senjata, komunikasi, dan peralatan navigasi. Glass cockpit-nya memiliki layar multifungsi empat warna dan konsol tengah baru, yang memiliki dua unit layar pintar untuk menyederhanakan entri data bagi pilot dan SENSO.

Glass Cockpit pada SH-2G Super Seasprite. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

Countermeasures Super Seasprite

SH-2G (A) yang rencananya dipakai Australia memiliki perangkat countermeasures elektronik Northrop Grumman AN/ALR-93, sistem peringatan ancaman rudal ATK AN/AAR-47, jammer inframerah BAE Systems North America (sebelumnya Sanders) AN/ALQ-144 dan Sistem dispenser chaff dan suar ganda BAE Systems Integrated Defense Solutions (sebelumnya Tracor) AN/ALE-39. Sementara itu SH-2G untuk Selandia Baru dilengkapi dengan Northrop Grumman LR-100 ESM. 

AAR-47 Optical Sensor Converters (OSC), perangkat peringatan ancaman rudal. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

Sensor 

Radar multimode Northrop Grumman LN-66HP, menyediakan helikopter ini dengan kemampuan ASW, ASuW dan anti-ship surveillance and targeting (ASST). Radar multi-mode alternatif yang tersedia termasuk Northrop Grumman LN-66 HP Enhanced, BAE Systems Seaspray dan Telephonics APS-143 advanced search radar dengan jangkauan 256 NM (≙ 475 km). Dipilih oleh Selandia Baru, APS-143 memiliki optional inverse synthetic aperture (ISAR) opsional. Raytheon AN/AAQ-16 FLIR (forward-looking infrared) juga tersedia dengan perangkat penunjuk laser. SH-2G untuk Selandia Baru dilengkapi dengan FLIR Systems AN/AAQ-22 imager termal. Helikopter SH-2 Seasprite mengirimkan data akustik dari sonobuoy kembali ke kapal induknya untuk diproses melalui datalink AKT-22. Pada SH-2G, kemampuan berburu kapal selam otonom telah diperkenalkan dengan menggunakan perangkat komputasi, seperti prosesor akustik onboard UYS-503, untuk menganalisis data pengembalian dari sonobuoy-nya sendiri. Sementara itu, Sistem navigasi taktis (TACNAV) Northrop Grumman ASN-150 menampilkan plot taktis yang disempurnakan dan menautkan gambar ke kapalnya sendiri atau platform ASW lainnya. Untuk Mesir, SH-2G (E) nya dilengkapi dengan L-3 Communications AN/AQS-18A active dipping sonar and digital hover coupler

AN/AAQ-22 thermal imager. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

Sistem Magic lantern airborne laser mine detection

SH-2G Super Seasprite adalah helikopter pertama yang memenuhi syarat dengan Magic Lantern airborne laser mine detection system buatan Kaman. Pada tahun 1996, Angkatan Laut AS menerima pengiriman sistem deteksi ini, yang lalu dipasang di Super Seasprite untuk misi airborne mine countermeasures (AMCM). Pod Magic Lantern menggunakan laser warna biru-hijau dan kamera charge-coupled device (CCD) untuk menyapu permukaan lautan dari permukaan air ke bawah lunas kapal perang. Magic Lantern menyediakan simbologi klasifikasi ranjau dan citra video pada display ASN-1 50 yang ada. Magic Lantern sendiri dapat dideskripsikan sebagai sistem elektro-optik berbasis laser yang dirancang untuk mendeteksi ranjau pada kedalaman yang lebih besar daripada draft terdalam kapal mana pun yang digunakan Angkatan Laut AS di laut. Magic Lantern menggunakan laser biru-hijau dan enam kamera yang mengambil gambar secara bersamaan pada enam kedalaman berbeda. Sebuah ranjau dapat dideteksi jika sinar laser dipantulkan atau jika bayangan terdeteksi pada kedalaman yang lebih rendah. Bintik hitam muncul pada operator pada citra digital, artinya bayangan tersebut disebabkan oleh beberapa objek di atasnya. Objek yang dicitrakan — baik dengan pantulan cahaya dari objek atau dari bayangan — mungkin ikan, atau ranjau, dan di situlah fase berikutnya masuk. Komputer akan menyaring semua kontak yang bukan objek mirip ranjau . Magic Lantern memiliki mekanisme dalam fase pengumpulan dan fase penyebarannya yang dirancang untuk memperhitungkan seberapa kotor airnya, yang disebut “faktor k”. Teknologi Magic Lantern sangat mengurangi kemungkinan kapal pemburu ranjau yang menjalankan operasi  menabrak ranjau. Perangkat ini juga akan menawarkan kapal kombatan kecil dan besar kemampuan berburu ranjau mandiri.

Magic Lantern, sistem deteksi ranjau udara berbasis laser yang dikembangkan oleh Kaman Aerospace pada helikopter Super Seasprite SH-2G Angkatan Laut AS. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

PERSENJATAAN

Raytheon AGM-65 Maverick

AGM-65 Maverick adalah rudal udara-ke-permukaan taktis, yang dirancang untuk misi dukungan udara jarak dekat, dan penyerangan pertahanan. Rudal menyediakan kemampuan stand-off dan akurasi serangan yang tinggi terhadap berbagai target taktis, termasuk tank, pertahanan udara, kapal, peralatan transportasi dan fasilitas penyimpanan bahan bakar. Maverick digunakan selama Operasi Badai Gurun dan, menurut pihak Angkatan Udara, ketepatannya mencapai 85 persen. Maverick memiliki tubuh berbentuk silinder, dan hidung kaca bundar untuk pencitraan elektro-optik, atau hidung seng sulfida untuk pencitraan inframerah. Rudal ini memiliki sayap delta akord panjang dan permukaan kontrol ekor yang dipasang di dekat ujung belakang sayap pesawat yang menggunakannya. Hulu ledaknya berada di bagian tengah rudal. Sebuah hulu ledak berbentuk kerucut, merupakan salah satu dari dua jenis hulu ledak yang dapat dibawa oleh rudal Maverick, dan ditembakkan oleh detonator kontak di bagian hidung. Yang lainnya adalah penetrator dengan detonator tertunda, dan hulu ledak kelas berat yang mampu menembus target dengan energi kinetiknya sebelum meledak. Yang terakhir ini sangat efektif melawan target besar dan keras. Sistem propulsi untuk kedua jenis adalah motor roket padat, yang terpasang di bagian belakang hulu ledak. Maverick memiliki kecepatan puncak 1,150 km/h (620 kn) dan jangkauan tembak hingga 22 km (12 nmi).

Detail rudal AGM-65 Maverick dengan sistem pemandu infrared imaging dan TV-guided. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

Kongsberg Penguin

Penguin adalah rudal anti-kapal yang diluncurkan helikopter, yang dikembangkan untuk digunakan pada helikopter Lamps III dan negara-negara sekutu NATO. Rudal ini memberikan kapal kombatan permukaan Angkatan Laut senjata untuk menghadapi ancaman permukaan dengan rudal antikapal. Rudal Penguin adalah peluru kendali inersia jarak pendek-menengah dengan penjejak inframerah (IR) terminal homing. Rudal itu terdiri dari bagian pencari, bagian navigasi dan kontrol, hulu ledak, motor roket, empat sayap lipat dan empat canard. Penguin mampu meluncurkan dengan beberapa penurunan gravitasi pada kecepatan dan ketinggian rendah. Kapal dan kapal selam yang muncul di permukaan adalah target utama dari rudal ini. Keuntungan operasional utama Penguin adalah jangkauan operasionalnya yang relatif jauh, yang memungkinkan helikopter yang dipersenjatai dengan Penguin untuk tetap berada di luar jangkauan senjata dari target potensialnya. Rudal Penguin memiliki jalur penerbangan tidak langsung ke sasaran. Hal ini juga dioperasikan dalam mode “tembak-dan-lupakan/fire and forget” untuk memungkinkan beberapa target diakuisisi dalam waktu singkat. Penguin yang ditembakkan dari peluncur memiliki bobot sekitar 385 kilogram. Rudal ini memiliki kecepatan puncak 1.2 Mach dan jangkauan hingga 25 nautical miles / 35 km.

Rudal anti kapal Kongsberg Penguin. (Sumber: https://www.kongsberg.com/)

BAe Sea Skua

Rudal anti-permukaan Sea Skua diluncurkan sebanyak 12 kali selama Perang Teluk – dan mencatatkan 12 serangan tepat sasaran. Mampu menembakkan Sea Skua, dengan sangat sukses selama perang Teluk, helikopter Lynx kemudian membentuk bagian integral dari sistem deteksi dan senjata kapal perang, dan dapat memproyeksikan persenjataan kapal dalam jarak jauh dengan tetap mempertahankan elemen kejutan. Dengan rudalnya sendiri yang beratnya hanya 320 pon (150 kg) saat diluncurkan, sebuah helikopter Lynx dapat membawa hingga empat Sea Skua, dua di setiap pylon sayap. Rudal itu terbang dengan kecepatan subsonik tinggi hingga jangkauan hingga 15,5 mil (24,9 km). Jangkauan resminya dinyatakan 15 km, tetapi jarak ini terbukti bisa terlampaui. Rudal Sea Skua memiliki dua sensor: sistem pelacak radar semi-aktif buatan Marconi Defense Systems, dan altimeter radar Thomson-TRT AHV-7 (yang juga digunakan oleh rudal Exocet), yang dibuat di bawah lisensi oleh British Aerospace Defense Systems. Sea Skua diluncurkan ke kecepatan jelajah pada ketinggian yang telah dipilih sebelumnya, dengan empat pengaturan untuk kondisi permukaan yang berbeda-beda.

Rudal anti kapal Sea Skua. (Sumber: https://en.missilery.info/)

AGM-114 Hellfire

AGM-114 Hellfire (AGM singkatan dari Air to Ground Missile/Rudal udara-ke-darat) adalah rudal udara-ke-permukaan (ASM) yang pertama kali dikembangkan untuk fungsi anti-lapis baja, tetapi model ini kemudian dikembangkan untuk menjalankan serangan drone presisi terhadap target lain dan telah digunakan dalam sejumlah aksi yang bertujuan untuk “menghancurkan target bernilai tinggi.” Awalnya dikembangkan dengan nama laser Heliborne, rudal dengan konsep tembak dan lupakan (penembak dapat bebas bermanuver setelah melepaskan rudal, tanpa perlu memandu, karena rudal secara mandiri akan mengarahkan diri untuk menghantam sasaran), yang kemudian mengarah ke nama “Hellfire” yang menjadi nama resmi dari rudal tersebut. Rudal ini memiliki kemampuan untuk melakukan serangan presisi multi-misi, multi-target, dan dapat diluncurkan dari berbagai platform udara, laut, dan darat, termasuk drone Predator. Rudal Hellfire adalah senjata presisi udara-ke-darat utama kelas 100-pound (45 kg) untuk angkatan bersenjata Amerika Serikat dan banyak negara lainnya. Setiap Hellfire memiliki berat 104 pound (47 kg), termasuk hulu ledaknya yang memiliki berat 20 pound (9 kg), serta memiliki jangkauan antara 4,4–6,8 mil (7,1–11 km) tergantung pada lintasan penembakan, target dan medan yang dihadapi. Kecepatan maksimum dari Hellfire adalah Mach 1.3 (995 mil per jam, 1,601 km/jam).

Rudal udara-darat Hellfire. (Sumber: https://thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/)

Torpedo Mark 46

Torpedo Mark 46 adalah tulang punggung  torpedo anti-kapal selam ringan Angkatan Laut Amerika Serikat dan merupakan standar NATO. Torpedo udara ini dirancang untuk menyerang kapal selam berkinerja tinggi. Pada tahun 1989, program peningkatan Mod 5 ke Mod 5A dan Mod 5A(S) telah meningkatkan kinerja torpedo ini di perairan dangkal. Jangkauan Mark 46 adalah 12,000 yd (11,000 m), dengan kedalaman serang hingga > 1,200 ft (370 m). Torpedo ini memiliki kecepatan puncak > 40 kn (74 km/h; 46 mph) dan dipandu dengan sistem Aktif atau pasif/active acoustic homing.

Torpedo Mark 46. (Sumber: https://www.seaforces.org/)

Torpedo Mark 50

Torpedo Mark 50 adalah torpedo ringan canggih Angkatan Laut AS untuk digunakan melawan kapal selam yang cepat dan bisa menyelam di laut dalam. Mk 50 dapat diluncurkan dari semua pesawat anti-kapal selam dan dari tabung torpedo di atas kapal kombatan permukaan. Mk 50 dimaksudkan untuk menggantikan Mk 46 sebagai torpedo ringan armada Angkatan Laut. Mark 50 memiliki jangkauan 16,000 yd (15 km) dan kedalaman hingga > 1,900 ft (580 m). Torpedo ini memiliki kecepatan puncak > 40 kn (74 km/h). Sama seperti Mark 46, Mark 50 dipandu dengan sistem Aktif atau pasif/active acoustic homing.

Torpedo Mark 50. (Sumber: https://www.seaforces.org/)

Senapan Mesin FN MAG

FN MAG adalah senapan mesin serba guna kaliber 7,62 mm asal Belgia, dirancang Fabrique Nationale (FN) pada awal tahun 1950-an oleh Ernest Vervier. Senapan mesin ini telah digunakan oleh lebih dari 80 negara dan telah dibuat di bawah lisensi di beberapa negara, termasuk Argentina, Kanada (sebagai C6 GPMG), Mesir, India dan Inggris. MAG Model 60-20 adalah senapan mesin otomatis, berpendingin udara, yang dioperasikan dengan gas, menembakkan sabuk peluru kaliber 7.62x51mm NATO dari open bolt. MAG menggunakan berbagai konsep desain yang telah teruji dari berbagai senjata api sebelumnya, misalnya mekanisme pengunciannya diambil dari desain pada senapan otomatis Browning M1918 (BAR), yang diproduksi FN di bawah lisensi dengan beberapa adaptasi, dan mekanisme pengisian peluru serta pemicunya berasal dari senapan mesin serbaguna MG 42 era Perang Dunia II. MAG memiliki kecepatan tembak 650–1,000 peluru/menit dengan jangkauan tembak maksimumnya 3,500 m (3,828 yd).

DINAS OPERASIONAL & PENGALAMAN TEMPUR

UH-2 Seasprite diperkenalkan tepat pada waktunya untuk beraksi dalam insiden Teluk Tonkin pada Agustus 1964. Pada bulan Maret 1965, pemerintah dan angkatan bersenjata Vietnam Selatan sepertinya berada di ambang kehancuran di bawah ancaman serangan politik-militer dari pihak musuh, yang terus meningkat. Karena upaya Amerika selama setahun terakhir gagal menghalangi aksi Vietnam Utara, pemerintahan Presiden Johnson kemudian memutuskan bahwa diperlukan upaya besar-besaran untuk memperkuat pemerintah Vietnam Selatan melawan musuh Komunisnya. Bahkan ketika skuadron-skuadron udara dari kapal induk AL Amerika bergerak untuk menghentikan aliran pasukan dan pasokan melalui Vietnam Utara bagian selatan dan Laos, unit udara armada lainnya bergerak untuk memotong infiltrasi musuh lewat laut ke Vietnam Selatan. Helikopter-helikopter yang berbasis dari kapal seperti Sikorsky SH-3 Sea King dan Kaman UH-2 Sea Sprite adalah komponen kunci dari sistem pencarian dan penyelamatan (SAR) yang dibuat untuk mengambil dan menyelamatkan penerbang yang jatuh baik di laut maupun di wilayah musuh. Helicopter Combat Support Squadron Seven (HC-7), yang sedari awal dibuat untuk menjalankan misi SAR, dibentuk di Pangkalan Angkatan Laut Amerika di Atsugi, Jepang, dengan komandan Cmdr. Lloyd Parthyemer. HC-7 kemudian dengan cepat mengambil alih pengoperasian UH-2A Seasprite dalam misi-misi SAR di lepas pantai Vietnam Selatan. Pada tanggal 3 Oktober 1967, skuadron ini menjalankan misi tempur pertamanya, dan helikopter UH-2A yang diterbangkan Letnan Tim Melecosky menunjukkan performa yang spektakuler. Melecosky telah mendengar adanya sebuah pesawat Angkatan Udara yang jatuh, ketika helikopternya diarahkan ke pelabuhan Haiphong. Sebuah pesawat serang A-4B Skyhawk dari kapal induk USS Intrepid tertembak senjata anti pesawat dan pilotnya melompat keluar, hanya 55 meter dari sebuah kapal dagang berwarna abu-abu cerah, yang sedang berlabuh. Skyhawk itu berasal dari skuadron VSF-1 “War Eagle” (suatu hal yang aneh, dimana skuadron ini secara teknis menjalankan misi anti kapal selam, namun Skyhawk sendiri tidak pernah dilengkapi dan ditugaskan untuk misi-misi kapal selam), sedang menjalankan misi serang biasa. 

Saat pesawat-pesawat A-4 Skyhawk lainnya terbang berputar-putar untuk melindungi operasi penyelamatan, Letnan Melecosky membawa UH-2A nya memasuki pelabuhan Haiphong dengan terbang diatas ketinggian 1,5 meter saja diatas ombak lautan. Melecosky menghindari tembakan pasukan Vietnam Utara, dengan menempatkan helikopternya dibalik kapal-kapal dagang di lepas pantai, karena tahu pihak musuh tidak akan berani menembakkan senjatanya pada kapal-kapal itu. Melecosky kemudian melihat pilot yang ditembak jatuh, mengapung dengan pelampung dan menyalakan flare. Ia lalu menerbangkan helikopternya diatas pilot itu, dan menerjunkan petugas penyelamat. Setelah berjuang menembus lumpur dangkal antara kapal dagang dan pelampung, akhirnya petugas penyelamat serta pilot Skyhawk berhasil diangkat keatas helikopter. Dengan ini Melecosky, setelah menempuh berbagai risiko, berhasil menyelesaikan misi penyelamatan tempur pertama dari skuadron-nya, yang memang ditugaskan semata-mata untuk misi itu. Sayangnya, hanya sehari setelahnya, helikopter Seasprite Melecosky ditembak jatuh pada misi penyelamatan lainnya, dan ia sendiri harus diselamatkan. Pihak Angkatan Laut, kemudian menyadari bahwa, UH-2A dan varian UH-2B, yang bermesin tunggal dan bersenjata ringan untuk ditugaskan di area seperti Haiphong, dimana helikopter bermesin ganda dan bersenjata lebih berat dibutuhkan. UH-2C, yang ditenagai dengan dua mesin turbin gas T58, kemudian hadir di Vietnam, bersama kapal induk USS Kittyhawk (CVA-63) dalam skuadron penyelamat kedua, HC-1. Pihak Angkatan Laut kemudian memesan 6 helikopter HH-2C Seasprite, yang ditenagai oleh dua mesin, senapan mesin minigun buatan General Electric kaliber .30 (7,62 mm) dan beberapa peningkatan lainnya, yang cocok untuk misi penyelamatan tempur.

Sementara itu pada tanggal 6 November 1999, kapal perusak berpeluru kendali terbaru Angkatan Laut Amerika diberi nama USS Lassen (DDG 82), yang diambil dari nama Naval Aviator pertama yang dianugerahi Medal of Honor untuk aksi keberaniannya di Vietnam. Ltjg. Clyde Lassen telah menerbangkan UH-2A Seasprite dalam penyelamatan di malam yang berani atas dua penerbang yang ditembak jatuh di belakang garis musuh pada tanggal 19 Juni 1968. Saat helikopter UH-2 Seasprite Lassen melayang di atas air, awaknya mendengarkan dengan seksama di earphone mereka pesan dari garis pantai. Di suatu tempat di luar cakrawala yang gelap gulita terdapat dua penerbang angkatan laut yang pesawatnya telah ditembak jatuh jauh di dalam wilayah Vietnam Utara. Posisi pasti mereka tidak diketahui. Tidak ada yang tahu bahkan jika mereka masih hidup. Mereka belum melakukan kontak dengan pesawat penyelamat lain di daerah itu. Untuk beberapa saat tidak ada yang bisa dilakukan awak helikopter selain menunggu dan mendengarkan seperti yang telah mereka lakukan sejak meninggalkan kapal mereka sesaat setelah tengah malam beberapa waktu sebelumnya. Menerbangkan UH-2 yang bermesin tunggal adalah Letnan (saat itu LTJG) berusia 27 tahun Clyde E. Lassen, Perwira yang bertanggung jawab atas detasemen helikopter di atas fregat peluru kendali USS Preble (DLG 15). Di sebelah kanannya duduk Letnan (jg) Clarence L. Cook, kopilotnya, dan di belakang mereka, dua awaknya, Mate 2nd Class Aviation Electrician Bruce B. Dallas, dan Mate 3rd Class Aviation Machinist, Donald N. West.

Clyde Lassen dan para kru nya. (Sumber: https://www.pinterest.com/)
Lukisan dari seorang seniman menggambarkan Misi Penyelamatan yang dilakukan LT Lassen pada tanggal 19 Juni 1968. (Sumber: http://www.navsource.org/)

Apa yang tampak seperti penyelamatan cepat dan sederhana ternyata kemudian malah menjadi misi nyata yang menegangkan, dan layak masuk dalam buku besar catatan keberanian Medal of Honor. Diluncurkan tak lama setelah tengah malam untuk mencoba menyelamatkan 2 penerbang yang jatuh itu, Lt. (kemudian Lt. (j.g.)) Lassen dengan terampil mengemudikan helikopter-nya di atas medan yang tidak dikenal dan ada di wilayah musuh menuju ke bukit curam yang tertutup pepohonan tempat para penerbang itu berada. Meskipun tembakan musuh diarahkan ke helikopter-nya, Lassen awalnya mendarat di area terbuka di dekat dasar bukit, tetapi karena semak belukar yang lebat, kedua penerbang yang ingin diselamatkan tidak dapat mencapai helikopter. Dengan bantuan iluminasi suar, Lt. Lassen kemudian berhasil melayang di antara 2 pohon di posisi kedua pilot. Penerangan tiba-tiba hilang saat suar terakhir dilepaskan, dan helikopter menabrak pohon, serta mulai menukik tajam. Dengan keahliannya mengendalikan helikopter-nya dan berbermanuver, Lt. Lassen tetap mampu terbang di daerah itu, serta bertekad untuk melakukan upaya penyelamatan lagi, dan memberi semangat para penerbang yang jatuh sambil menunggu dimulainya kembali penembakan penerangan suar. Setelah gagal lagi, dan dengan bahan bakarnya yang sangat menipis, serta helikopternya rusak parah, dia mengupayakan lagi dan memulai pendekatan lain dalam menghadapi perlawanan musuh yang terus berlanjut. Ketika iluminasi suar hilang lagi, Lt. Lassen, yang sepenuhnya sadar akan bahaya mengungkapkan posisinya dengan jelas kepada musuh, menyalakan lampu pendaratannya dan menyelesaikan pendaratan. Pada upayanya kali ini, para pilot yang ditembak jatuh berhasil menuju ke helikopternya. Dalam perjalanan ke pantai ia menghadapi dan berhasil menghindari tembakan antipesawat musuh dan, dengan bahan bakar hanya tersisa untuk 5 menit penerbangan, Lassen berhasil mendaratkan helikopternya dengan selamat di atas USS Jouett (DLG-29). 

Helikopter penjaga pesawat Kaman UH-2A Seasprite (BuNo 149742) dari skuadron pendukung tempur helikopter HC-1 Det. C Pacific Fleet Angels melayang di atas kapal induk USS Kitty Hawk (CVA-63) selama penempatan di Vietnam pada bulan Maret 1966. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
UH-2 dalam penerbangan di atas Teluk Tonkin, tahun 1970. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Seasprite kemudian semakin diandalkan untuk melakukan misi pencarian karena konflik di Vietnam yang semakin intensif, seperti selama Operasi Rolling Thunder pada tahun 1965. Selama bulan Oktober 1966 saja, dari 269 pilot yang jatuh, tim SAR berbasis helikopter tercatat telah memungkinkan penyelamatan 103 awak. Selama tahun 1970-an, konversi UH-2 ke konfigurasi anti-kapal selam SH-2 memberikan Angkatan Laut AS helikopter ASW khusus pertama yang mampu beroperasi dari kapal selain kapal induknya. Ukuran kompak dari SH-2 memungkinkan jenis ini untuk dioperasikan dari dek penerbangan yang terlalu kecil untuk sebagian besar helikopter; faktor ini nantinya akan berperan dalam keputusan Angkatan Laut AS untuk memperoleh SH-2F yang kemampuannya ditingkatkan selama awal tahun 1980-an. Armada SH-2F kemudian digunakan untuk menegakkan dan mendukung Operation Earnest Will pada bulan Juli 1987, Operation Praying Mantis pada bulan April 1988, dan Operation Desert Storm selama bulan Januari 1991 di wilayah Teluk Persia. Perangkat countermeasures dan peralatan tambahan yang ada pada SH-2F memungkinkan tipe ini untuk melakukan operasi dukungan tempur dan misi perang permukaan dalam lingkungan yang tidak bersahabat, yang memiliki ancaman kapal selam seringkali minimal. Pada bulan April 1994, SH-2F pensiun dari dinas aktif dengan Angkatan Laut AS; waktunya sesuai dengan pensiunnya fregat kelas Knox terakhir era Vietnam yang tidak dapat mengakomodasi helikopter SH-60 Sea Hawk baru dan lebih besar, yang digunakan untuk menggantikan Seasprite yang menua. Pada tahun 1991, Angkatan Laut AS mulai menerima pengiriman SH-2G Super Seasprite baru; dengan 18 unit berasal dari SH-2F yang dikonversi dan 6 SH-2G yang benar-benar baru diproduksi. Helikopter-helikopter ini ditugaskan ke skuadron Cadangan Angkatan Laut, SH-2G memasuki dinas operasional dengan HSL-84 pada tahun 1993. SH-2 sendiri secara total bertugas di sekitar 600 pengerahan militer dan terbang selama 1,5 juta jam terbang sebelum akhirnya pensiun pada pertengahan tahun 2001.

Peran SAR, salah satu misi utama Seasprite. (Sumber: http://www.airvectors.net/)

Sementara itu, pada tahun 1960, Royal Canadian Navy mengumumkan bahwa HU2K telah diidentifikasi sebagai yang terdepan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan helikopter perang anti-kapal selam; pilihan ini dikonfirmasi ketika Badan Perbendaharaan pemerintah Kanada memberikan persetujuannya untuk pengadaan awal 12 helikopter dari Kaman dengan harga $14,5 juta. Namun, upaya pembelian Kanada terganggu oleh beberapa faktor, termasuk keputusan Kaman untuk secara tiba-tiba menaikkan perkiraan harga batch awal menjadi $23 juta; pada saat yang sama, ada kekhawatiran di antara para pejabat bahwa proyeksi pabrikan untuk bobot dan kriteria kinerjanya dinilai terlalu optimis. Sebagai tanggapan, Dewan Angkatan Laut Kanada memutuskan untuk menunda penerbitan persetujuannya untuk melanjutkan pembelian HU2K sampai setelah Angkatan Laut AS melakukan uji coba laut dengan tipe tersebut. Selama uji coba laut ini, terungkap bahwa HU2K memang kelebihan berat badan dan kurang bertenaga; mengingat kinerja yang rendah ini, HU2K dianggap tidak mampu memenuhi persyaratan Kanada. Oleh karena itu, selama akhir tahun 1961, Sikorsky CH-124 Sea King yang bersaing dalam proses pengadaan akhirnya dipilih untuk memenuhi peran yang dimaksud. Selama akhir tahun 1990-an, Amerika Serikat memutuskan untuk menawarkan kelebihan SH-2F Angkatan Laut AS kepada negara-negara lain, sebagai bagian dari program bantuan ke sejumlah negara di luar negeri. Di antara yang ditawari jenis itu antara lain Yunani yang ditawarkan enam, dan Turki yang ditawarkan 14, namun mereka semua menolak tawaran itu.

Sempat mempertimbangkan untuk mengakuisisi Seasprite, Kanada kemudia memutuskan untuk membeli Sikorsky CH-124 Sea King. (Sumber: http://www.rcaf-arc.forces.gc.ca/)

Setelah gagal memasarkan Seasprite, versi Super Seasprite, akhirnya diadopsi oleh beberapa kekuatan udara negara lain. Pada tahun 1995, Mesir menandatangani kontrak untuk sepuluh SH-2G guna digunakan oleh Angkatan Laut Mesir lewat program foreign military sale agreement (FMSA), helikopter-helikopter ini merupakan upgrade dari SH-2F USN yang sudah dipensiunkan. Pesanan Mesir ini memiliki konfigurasi yang mirip dengan Super Seasprite Angkatan Laut AS, yang membawa perlengkapan untuk perang antikapal selam seperti dipping sonar dan sebuah digital hover coupler. Mesir juga memperoleh sejumlah SH-2F sebagai stok suku cadang. Pengiriman pesanan Mesir dimulai pada tahun 1997 dan selesai pada tahun 1998. Mesir kehilangan satu Super Seasprite dalam kecelakaan laut pada tahun 2006. Pada bulan Agustus 2005, Angkatan Udara Mesir memberikan kontrak $5,3 juta kepada Kaman untuk memodernisasi dua helikopter SH-2G (E) Super Seasprite dengan opsi untuk menambah dua helikopter lagi. Dua helikopter SH-2G (E) yang diupgrade dikirim pada bulan Februari 2009. Upgrade ini termasuk penambahan sistem kontrol penerbangan otomatis digital (DAFCS), sistem FLIR, sistem pemantauan kesehatan dan penggunaan (HUMS), perangkat penanggulangan ALE-47, altimeter radar APN-194 dan attitude heading referencing systems (AHRS) AHS-1000. Sementara itu, baik Australia dan Selandia Baru memutuskan untuk mendapatkan Super Seasprite pada tahun 1997, dengan tujuan yang sangat berbeda diantara kedua negara. Pada awal tahun 1990-an, Angkatan Laut Australia telah mengoperasikan S-70-B Seahawk dari frigat Kelas Adelaide yang meskipun didasarkan pada fregat Kelas Oliver Hazard Perry Angkatan Laut AS, semuanya memiliki dek penerbangan yang diperluas untuk mengakomodasi Seahawk. Fregat Kelas Anzac yang baru dapat mengoperasikan helikopter Seahawk, tetapi dengan adanya usulan pembuatan kapal patroli lepas pantai (OPV) baru berbobot 1350 ton, untuk menggantikan kapal patroli Kelas Fremantle, Angkatan Laut Australia membutuhkan helikopter yang lebih kecil untuk memperluas jangkauan tempur kedua kapal. Permintaan tender untuk 14 helikopter baru kemudian dikeluarkan pada bulan Oktober 1995, dan pada Maret 1996 ada dua kandidat yang dipertimbangkan, yakni Westland Super Lynx dan Kaman Super Seasprite. Karena masalah anggaran jumlah yang akan dibeli akhirnya dikurangi menjadi 11 unit. Terkait dengan program ini adalah pengadaan rudal Kongsberg Penguin Mk 2 sebagai sistem senjata utama helikopter yang akan dipilih.

Super Seaprite AL Mesir. (Sumber: https://www.russiadefence.net/)

Pada bulan Januari 1997 Kementrian Pertahanan Australia lalu menandatangani kontrak sebesar A$667 juta untuk pengadaan 11 Super Seasprite, yang akan dibuat kembali dari helikopter SH-2F. Australia telah menetapkan sistem avionik yang ambisius dan sebagian besar baru, dengan “SH-2G(A)” pesanannya secara substansial berbeda dari Super Seasprite lainnya. Pada perkembangannya Proyek kapal patroli lepas pantai kerjasama Australia dan Malaysia dibatalkan setelah Malaysia akhirnya menarik diri dari proyek tersebut pada tahun 1997. Atas pembatalan ini, sempat diyakini bahwa Proyek SEA 1411 – akuisisi Super Seasprite juga akan dibatalkan sebagai imbasnya. Namun itu tidak terjadi, dan pengiriman pertama dimulai pada bulan Januari 2001 dan sepuluh helikopter sisanya dikirimkan pada bulan Februari 2007. SH-2G (A) Australia dilengkapi dengan sistem kontrol penerbangan otomatis digital ITAS buatan Northrop Grumman dan rudal anti kapal Penguin. SH-2G (A) diterima ke dalam dinas operasional sementara pada bulan Oktober 2003. Skuadron 805 diaktifkan kembali di Nowra pada tanggal 28 Februari 2001 untuk mengoperasikan helikopter baru ini. Awak helikopter kemudian dipandang sebagai masalah dan tiga orang awak normal pilot, pengamat/koordinator taktis dan operator sensor lalu dikurangi menjadi hanya dua dengan dua peran terakhir digabungkan dan pilot diberi tugas tambahan. Akuisisi dan pengenalan Super Seasprite ke dalam dinas operasional juga terganggu dengan masalah teknik, personel, dan politik. Pada tahun 2002 Panglima Angkatan Laut saat itu menolak untuk menyetujui penerimaan sementara helikopter ini, tetapi kemudian dibatalkan oleh Menteri Pertahanan dan delapan dari Seasprite untuk sementara diterima dalam konfigurasi helikopter pelatihan sementara. Penerbangan pelatihan terbatas dimulai pada bulan November 2003 dengan Uji Coba Penerbangan Kelas Satu, di atas fregat Kelas Anzac, dimulai pada bulan Mei 2004. Pada akhir tahun 2004 Seasprite telah diberikan Sertifikasi Militer Australia tetapi kemudian ditarik pada bulan Mei 2006 karena kekhawatiran dengan sistem kontrol penerbangan otomatis helikopter. Helikopter itu kemudian di-grounded pada bulan Mei 2006, setelah didapati adanya masalah dengan sistem kontrol penerbangan dan perangkat lunak ITAS. Sebuah tinjauan program dimulai pada Mei 2006 dan pada Mei 2007, RAN memutuskan untuk melanjutkan proyek ini daripada mencari helikopter alternatif. Namun, pada tanggal 5 Maret 2008, setelah terpilihnya pemerintah baru, RAN akhirnya mengumumkan pembatalan program tersebut. Helikopter yang sudah diterima kemudian dikembalikan ke Kaman untuk kemungkinan dijual ke pelanggan lain. Setiap keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara Kaman dan Pemerintah Australia. Skuadron 805 kemudian dinonaktifkan pada tanggal 26 Juni 2008.

Kiri: Super Sea Sprite meninggalkan Sydney Harbour. Kanan: Kaman SH-2G(A) Super Seasprite terbang di atas pantai selatan New South Wales. Program Super Seasprite dianggap sebagai sebuah kegagalan. (Sumber: Courtesy of ABC/https://www.navy.gov.au/).

Kaman kemudian menjual delapan Super Seasprite bekas Australia ke Selandia Baru. Kebetulan, di antara banyak keluhan umum tentang program SH-2G(A) adalah penggunaan badan helikopter bekas, tetapi dalam praktiknya hal ini sebenarnya tidak ada masalah. Selandia Baru terbukti tidak memiliki masalah seperti itu. Mereka awalnya memesan lima “SH-2G(NZ)” untuk dioperasikan dari fregat kelas ANZAC, menggantikan helikopter Westland Wasp. Dua SH-2F bekas USN disediakan sebagai solusi sementara. Dioperasikan dan dipelihara oleh personel gabungan Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang dikenal sebagai No. 3 Squadron RNZAF Naval Support Flight, untuk beroperasi dengan fregat kelas ANZAC hingga armada lima SH-2G(NZ) Super Seasprite baru dikirimkan. Semua helikopter ini benar-benar baru dibuat. Pada bulan Oktober 2005, elemen udara Angkatan Laut dipindahkan ke Skuadron No. 6 RNZAF di Pangkalan RNZAF Auckland di Whenuapai. SH-2G(NZ) tercatat sempat bertugas di Timor Timur. Royal New Zealand Navy (RNZN) mengoperasikan helikopter ini pada dua frigat kelas Anzac, dua kapal patroli lepas pantai kelas Protector, dan kapal multi-peran HMNZS Canterbury. Sementara itu, SH-2G (I) Seasprite, varian baru dari SH-2G Super Seasprite, sempat muncul pada Pameran dan Konferensi Pertahanan dan Dirgantara Laut Hitam yang diadakan di Bucharest, Rumania, pada bulan September 2008.

Super Seasprite AL Selandia Baru. Bersama RNZAF Super Seaprite, relatif tidak memiliki banyak masalah seperti saat yang dikeluhkan Australia. (Sumber: https://www.seaforces.org/)
SH-2G Super Seasprite milik Polandia. (Sumber: https://www.pinterest.com/)
Sempat mempertimbangkan Super Seasprite, TNI AL akhirnya memutuskan untuk membeli AS565 MBe Panther. (Sumber: https://militermeter.com/)

Pada bulan Juni 2012, Kaman menerima otorisasi dari Departemen Luar Negeri AS untuk merundingkan penjualan helikopter SH-2G (I) Super Seasprite dengan Pemerintah Selandia Baru. Perusahaan ini lalu menandatangani kontrak $120 juta dengan Kementerian Pertahanan Selandia Baru untuk sepuluh helikopter SH-2G (I) Super Seasprite pada Mei 2013. Batch ini lalu dinamai ulang sebagai “SH-2G(I)”, menggantikan SH-2G(NZ) asli, dengan delapan masuk ke dinas operasional, dan dua lainnya digunakan sebagai suku cadang. Kesepakatan penjualan ini juga termasuk ketersediaan suku cadang, sistem simulator gerak penuh, dan rudal Penguin, yang awalnya diperoleh oleh Australia. Helikopter-helikopter ini menampilkan konfigurasi “glass cockpit” dengan empat layar multifungsi dan dua layar entri data, dalam kokpit yang kompatibel dengan kacamata penglihatan malam. Avionik lainnya termasuk radar pencarian Telephonics AN/APS-143, turret pencitraan inframerah yang mengarah ke depan, tautan komunikasi satcom dan tautan data Link 11, sistem navigasi GPS, ditambah sistem penanggulangan defensif. Helikopter SH-2G (I) pertama melakukan penerbangan pertama pada bulan April 2014 dan diterima oleh New Zealand Defence Force (NZDF) pada bulan Desember 2014. Pengirimannya dijadwalkan akan selesai pada pertengahan tahun 2015. Helikopter-helikopter ini sepertinya akan mendapat upgrade lebih lanjut agar dapat tetap beroperasi diatas tahun 2030. Sementara itu pada bulan November 2014 empat SH-2G(NZ) pesanan awal kemudian dijual ke Angkatan Laut Peru, dan sedang diperbaharui oleh General Dynamics Canada. Lingkup kontrak juga mencakup dukungan operasional untuk helikopter SH-2G kelima. Empat eks SH-2G USN diserahkan ke Polandia, sebagai bagian dari pembelian dua fregat OLIVER HAZARD PERRY-class bekas USN– bernama ORP GENERAL TADEUSZ KOSCIUSZKO dan ORP GENERAL KAZIMIERZ PULASKI, petualang Polandia yang turut bertempur dalam Revolusi Amerika. Helikopter-helikopter ini dilengkapi dengan senapan mesin PK kaliber 7,62 milimeter, yang dipasang pada dudukan fleksibel. SH-2G juga dapat dipersenjatai dengan rudal Raytheon AGM-65 Maverick pencitraan inframerah atau dipandu TV, rudal Penguin pencitraan inframerah, Rudal Sea Skua yang Dipandu radar dan rudal Hellfire yang dipandu laser. SH-2G dapat menggunakan torpedo MK-44, MK-46 dan MK-50, dan kompatibel dengan berbagai senjata ASW buatan Eropa. SH-2G Angkatan Laut Selandia Baru telah dilengkapi dengan senapan mesin Fabrique Nationale (FN) MAG-58M 7.62mm sebagai kebutuhan operasional yang mendesak. Penggelaran operasional pertama Super Seasprite dengan senjata itu dilakukan di bulan Mei 2008. Sementara itu, pada tahun 2011, diberitakan bahwa TNI AL sempat berniat mendatangkan 11 helikopter SH-2G Super Seasprite (6 di antaranya versi AKS). Rencananya 11 Helikopter Seasprite yang akan dibeli, ditempatkan di KRI yang memiliki helipad. Namun rencana ini tidak terealisasi, setelah TNI AL memutuskan untuk mengakuisisi AS565 MBe Panther, yang pengadaannya masuk dalam Renstra TNI tahun 2015-2019.

Karakteristik Umum SH-2F Seasprite

Performa

Persenjataan

Avionik

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Kaman Helicopters v1.0.1 / 01 jul 20 / by greg goebel 

http://www.airvectors.net/avkaman.html

Naval Technology: SH-2G Super Seasprite Anti-Submarine Helicopter

SH-2 Seasprite

https://www.globalsecurity.org/military/systems/aircraft/uh-2.htm

Air War Hanoi (Perang Vietnam dalam Aksi) Hardcover – 1 Januari 1988

Air War Hanoi (Vietnam War in Action) Hardcover by Robert F. Dorr (Author), January 1, 1988; p 88-89

Kaman SH-2G(A) Super Seasprite

https://www.navy.gov.au/aircraft/kaman-sh-2ga-super-seasprite

SH-2 Seasprite

http://www.navsource.org/archives/01/57s4.htm

Kaman SH-2 Seasprite / Super Seasprite Ship-based Anti-Submarine Warfare (ASW) Helicopter (1962)

https://www.militaryfactory.com/aircraft/detail.php?aircraft_id=279&__cf_chl_managed_tk__=pmd_uPpDFK0Dyf.aGE8nYEMY9TNxJKk8dHS6qD2OnbKZUXw-1635602507-0-gqNtZGzNA1CjcnBszQil

Kaman SH-2G(I) Super Seasprite

https://www.seaforces.org/marint/New-Zealand-Navy/SH-2G-Super-Seasprite.htm

AS565 MBe Panther Versi AKS, Helikopter Antikapal Selam Generasi ke-3 Skuadron Udara 400 Penerbal oleh Rangga Baswara Sawiyya

https://www.indonesian-aerospace.com/news/detail/645_as565+mbe+panther+versi+aks%2C+helikopter+antikapal+selam+generasi+ke-3+skuadron+udara+400+penerbal

Seasprite TNI AL, Helikopter Tersisih; 23/04/2012

https://www.google.com/amp/s/jakartagreater.com/926/memilih-helikopter-seasprite-yang-tersisih/%3Famp

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Kaman_SH-2_Seasprite

SH-2G Super Seasprite Anti-Submarine Helicopter by nonothai

https://www.google.com/amp/s/thaimilitaryandasianregion.wordpress.com/2016/08/14/sh-2g-super-seasprite-anti-submarine-helicopter-australia/amp/

AN/APS-143

https://www.radartutorial.eu/19.kartei/08.airborne/karte029.en.html

https://en.m.wikipedia.org/wiki/AGM-65_Maverick

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Sea_Skua

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Mark_46_torpedo

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Mark_50_torpedo

https://en.m.wikipedia.org/wiki/FN_MAG

Exit mobile version