Alutsista

Kapal Penjelajah Belanda Kelas De Zeven Provinciën: KRI Irian? Siapa Takut!

Kelas De Zeven Provinciën (juga disebut kelas Eendracht) adalah kelas kapal penjelajah ringan. Mereka dibangun oleh Rotterdamsche Droogdok Maatschappij (RDM) dan Wilton-Fijenoord untuk Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Nama De Zeven Provinciën mengacu pada tujuh provinsi yang membentuk Republik Belanda pada tahun 1581. Kapal penjelajah, seperti Kelas De Zeven Provinciën, sebagai salah satu jenis kapal perang tetap populer selama beberapa periode, dan hampir semua kekuatan angkatan laut besar dunia mengoperasikan beberapa kapal tipe ini selama tahun-tahun masa Perang Dingin (1947-1991). Klasifikasi ringan dari kapal kelas penjelajah sendiri hanya menunjukkan bobotnya yang lebih ringan dan, dalam beberapa kasus, ukuran yang lebih kompak dengan tetap mempertahankan sabuk pelindung dan geladak lapis baja seperti kapal penjelajah berlapis baja berat.

Kapal Penjelajah ringan De Zeven Provinciën asal Belanda. (Sumber: https://laststandonzombieisland.com/)

LATAR BELAKANG DESAIN

Kapal penjelajah berlapis baja cepat, produk dari akhir abad ke-19, dirancang untuk menjadi “mata” bagi armada tempur utama sebuah Angkatan Laut. Cukup besar untuk bisa beraksi secara mandiri, mereka mampu mengarungi bumi dan menunjukkan kehadiran kekuatan laut suatu negara di pelabuhan yang jauh saat di masa damai. Selama perang, mereka akan ditugaskan untuk menyerang armada kapal-kapal dagang dan berfungsi sebagai bagian dari unit-unit armada laut. Selama 60 tahun, lebih dari 200 kapal penjelajah dioperasikan dan berlayar di hampir setiap armada Angkatan Laut di dunia. Cukup cepat untuk berlayar lebih cepat dari kapal-kapal tempur tetapi tidak mampu mengalahkan mereka, kelas kapal penjelajah segera menjadi usang setelah Perang Dunia II berakhir dan hari-hari mereka dalam armada Angkatan Laut di dunia mulai dapat dihitung. Namun situasi berbeda sebelum perang pecah. Sebagai salah satu negara maritim terkemuka di Eropa, Belanda menjadi salah satu pengguna dari kapal penjelajah. Pada tahun 1930-an ada peningkatan kesadaran di Belanda tentang ancaman Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terhadap wilayah jajahannya, yakni Hindia Belanda. Untuk menghadapi ini, Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda) memulai program ekspansi angkatan laut besar-besaran pada tahun 1932. Program ekspansi ini termasuk dengan membangun dua kapal penjelajah ringan baru sebagai pengganti kapal penjelajah kelas Java yang sudah tua. Desainnya merupakan peningkatan dari HNLMS De Ruyter sebelumnya dan kedua kapal dari kelas ini diletakkan lunasnya pada tahun 1939 (9 Mei 1939 untuk De Zeven Provincien dan 5 September 1939 untuk De Ruyter, hanya 96 jam setelah Hitler menginvasi Polandia) di galangan kapal Wilton-Fijenoorddi Schiedam. Kedua kapal ini direncanakan untuk dipakai mempertahankan Hindia Belanda yang jauh dari ancaman Jepang. Kapal pertama diberi nama Kijkduin, kemudian diubah menjadi Eendracht, dan yang kedua diberi nama De Zeven Provinciën, yang lalu menjadi nama kapal kelas ini. Kelas kapal De Zeven Provinciën ada di antara kapal perusak dan kapal tempur. Kedua kapal ini tidak hanya dibangun dengan baterai meriam utama yang jauh lebih besar dari Java, tetapi juga dengan meriam yang jauh lebih kuat yang memiliki kemampuan antipesawat sekunder yang sangat dibutuhkan oleh Angkatan Laut Belanda pada saat itu.

Kapal penjelajah kelas Java, yang hendak digantikan oleh kelas De Zeven Provinciën . (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Persenjataan utama dari kapal ini dirancang terdiri dari dua meriam Bofors kaliber 152 mm/53 berformat tiga dan dua meriam kembar berformat ganda. Konstruksi kapal ini terhenti oleh invasi Jerman ke Belanda pada tanggal 10 Mei 1940. Saat itu De Zeven Provinciën telah selesai sekitar 25% dan Kijkduin 12%. Jerman yang menduduki Belanda kemudian mendesain ulang persenjataan utama kedua kapal ini. De Zeven Provinciën direncanakan dipersenjatai dengan empat meriam turret ganda SK C/28 kaliber 15 cm. Sementara Eendracht direncanakan dipersenjatai dengan meriam yang lebih kecil, yang diambil dari kapal perang yang rusak, tetapi jenis meriam yang tepat tidak diketahui. Jerman melanjutkan pengerjaan De Zeven Provinciën yang lebih canggih dari kapal kembarannya untuk dijadikan kapal penjelajah latih, dimana namanya diganti KH1 (“KH” berarti “Kreuzer Holland“) dan dimodifikasi dengan memasang Atlantic Bow. Tipe desain halauan yang disebut sebagai Atlantic Bow ini dirancang pada akhir tahun 1930-an untuk mengatasi masalah yang muncul dalam kualitas melaut beberapa kapal perang besar Jerman. Desain haluan yang tepat tidak hanya tentang meningkatkan kinerja di bawah air dengan mengurangi hambatan, tetapi juga memengaruhi kelayakan laut di atas air. Kapal-kapal yang menggunakan desain dengan ujung depan yang relatif rendah terbukti sangat basah pada bagian dek-nya akibat tumpahan air laut, kecuali di lautan yang tenang. Jawabannya adalah mengadopsi desain halauan yang terlihat terangkat keatas dan membuat dek menjadi lebih kering dari sebelumnya serta membuat persenjataan di dekatnya lebih mudah dioperasikan.

Desain Atlantic Bow di kapal tempur Gneisenau asal Jerman yang diaplikasikan pada Kapal Penjelajah ringan De Zeven Provinciën. (Sumber: https://www.imarest.org/)
Turret meriam kapal penjelajah Göta Lejon dari kelas Tre Kronor asal Swedia. Meriam-meriam Bofors asli yang rencananya akan dipakai oleh kelas De Zeven Provinciën masih berada di negara produsennya Swedia ketika Jerman menduduki Belanda pada tahun 1940, yang menyebabkan meriam-meriam ini disita oleh Swedia dan segera dipakai mempersenjatai kapal penjelajah baru ini. (Sumber: https://naval-encyclopedia.com/)

Sementara itu, Eendracht berganti nama menjadi KH2. Pekerjaan kapal kelas ini berlangsung sangat lambat karena kapasitas galangan kapal digunakan untuk tujuan lain dan adanya sabotase yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Belanda, yang mempengaruhi progres pembuatannya. Pada tanggal 24 Desember 1944, KH1 awalnya diluncurkan untuk digunakan sebagai blockship di Nieuwe Waterweg Rotterdam namun tindakan ini tidak pernah dilakukan. Setelah perang, kerusakan akibat sabotase dianggap cukup ringan untuk bisa memulai kembali proyek, dan kelas De Zeven Provinciëndirancang ulang ke konfigurasi yang dimodifikasi secara radikal, yang menggabungkan pelajaran yang didapat selama perang. Persenjataan kapal kemudian dimodifikasi menjadi dua meriam format tripledan dua meriam Bofors kaliber 152 mm/53 kembar, enam meriam AA (Anti Pesawat) kaliber 40 mm kembar dan dua tabung torpedo format triple kaliber 533 mm menjadi empat meriam kembar Boforskaliber 152 mm/53, empat meriam kembar Bofors kaliber 57 mm/60 dan delapan meriam Bofors tunggal kaliber 40 mm/70. Mesin yang lebih baik lalu dipasang serta adanya penambahan cerobong kedua dan pemasangan perangkat elektronik yang canggih. Nama kapal juga diubah dengan Eendracht menjadi De Zeven Provinciën (C-802) dan bekas De Zeven Provinciën diganti namanya menjadi De Ruyter (C-801). De Ruyter adalah nama Laksamana Belanda dari abad ke-17 yang terkenal, yakni Michiel Adriaenszoon de Ruyter. Tidak kurang dari lima kapal perang Belanda sebelumnya telah dinamai dengan nama De Ruyter sejak tahun 1799. Yang terakhir, kapal bernama sama digunakan oleh Laksamana Muda Karel Doorman selama Pertempuran Laut Jawa pada tahun 1942, dimana kapal itu tenggelam bersama sang Laksamana. Sementara itu, kedua kapal penjelajah ini akhirnya ditugaskan ke Angkatan Laut Kerajaan Belanda pada tanggal 18 November 1953. Ironisnya, meriam utama tipe M42 152/53 yang digunakan di kelas De Zeven Provinciën bukanlah yang awalnya dipesan untuk kapal-kapal itu, melainkan duplikat yang dibuat kemudian setelah perang. Yang asli malah berakhir di kapal penjelajah ringan kelas Tre Kronor Swedia, yang seperti De Zeven Provinciën berumur panjang dalam dinas operasional. Meriam-meriam Bofors asli ini masih berada di negara produsennya Swedia ketika Jerman menduduki Belanda pada tahun 1940, yang menyebabkan meriam-meriam ini disita oleh Swedia dan segera dipakai mempersenjatai kapal penjelajah baru mereka. Laras meriam ini kemudian diperpanjang untuk mengakomodasi peluru standar kaliber 6 inci Swedia.

Kapal penjelajah Belanda HNLMS De Ruyter dan HNLMS De Zeven Provinciën memimpin skuadron fregat dan kapal selam Belanda. (Sumber: https://laststandonzombieisland.com/)

DESAIN

Seperti kapal-kapal perang utama Belanda pada umumnya, De Zeven Provinciën memiliki lapisan baja yang sangat ringan, meskipun demikian kapal penjelajah “tinclad” ini ironisnya bertahan lama. Almirante Grau kemudian menjadi satu-satunya kapal penjelajah bersenjata utama meriam, yang terakhir aktif di dunia. Susunan lapis baja pada kapal kelas ini terdiri dari baja KCA (Krupp Cemented Armor), dengan ketebalan yang bervariasi dari satu area kapal ke area lainnya. Area yang paling terbuka pada conning tower dan permukaan depan turret memiliki ketebalan 125 mm, tetapi sabuk lapisan baja pada lambung hanya setebal 76 mm, dan sisa lapisan baja lainnya hanya setebal 20 mm dan 50 mm. Namun, masing-masing dari dua geladak teratas lambung kapal berlapis baja ini, memberikan perlindungan substansial dari serangan vertikal sebagai hasil dari efek lapisan baja yang dibuat berjarak satu sama lain. Dengan lapisan pelindung ini, De Zeven Provinciën termasuk di antara kapal perang non-kapal induk terakhir di dunia yang menggunakan perlindungan semacam itu. Di sisi lain tidak ada data yang dipublikasikan tentang ketebalan barbettes dudukan meriam, tetapi jika sebagian besar kapal penjelajah ringan lainnya digunakan sebagai indikasi, kemungkinan lapisannya cukup tipis. Sistem propulsi yang digunakan oleh De Zeven Provinciën juga mencirikan produk dari era masa lampau, karena hanya sedikit kapal perang yang diperkenalkan sejak tahun 1960-an yang masih menggunakan tenaga uap. Pada De Zeven Provinciën, 4 boiler tiga drum Werkspoor-Yarrow memasok uap ke 2 mesin turbin uap De Schelde Parsons, yang menghasilkan kekuatan 85.000 shp dan menggerakkan 2 poros. Dengan memperhitungkan perbekalan kapal untuk para kru dan 1.750 ton minyak untuk boiler-nya, De Zeven Provinciën dapat berlayar hingga 7.000 mil laut (13.000 km), dan tetap mampu berada di lautan selama beberapa bulan. Pada saat mulai dioperasikan, ruang dalam kapal kelas De Zeven Provinciën sudah sempit karena perangkat elektronik bersistem AC yang besar, yang tidak pernah mereka rencanakan (desain tahun 1939 menggunakan sistem DC), dan diawaki oleh 900 orang bukannya 700 awak seperti yang direncanakan pada tahun 1939.

Desain kapal kelas De Zeven Provinciën. (Sumber: https://stefsap.wordpress.com/)

Untuk persenjataan, semua meriam M42 152/53 semuanya dipasang di turret kembar berlapis baja, yang dapat digerakkan hingga 150 derajat ke kedua sisinya, dan diatur elevasinya antara -10 dan +70 derajat. Ketinggian dan kecepatan putarnya tidak dipublikasikan. Jangkauan maksimum untuk meriam M42 adalah 25.969 m dengan peluru AP (penembus baja) dan memiliki kemampuan anti-pesawat hingga jarak 15.250 m dengan putaran HE (peledak berkekuatan tinggi). Sistem pemuatan pelurunya sepenuhnya otomatis, tetapi dapat diputar secara manual dengan kecepatan yang lebih lambat jika terjadi kerusakan akibat pertempuran atau malfungsi. Laju penembakannya adalah 10 peluru/menit/meriam dengan peluru AP, atau 15 peluru/menit/meriam dengan peluru HE. Efektivitas senjata ini terhadap rudal dan pesawat modern masih belum jelas, tetapi jangkauan, kekuatan, akurasi, dan kecepatan tembakannya tidak bisa diremehkan. Tidak dapat disangkal bahwa dampak tembak meriam ini masih akan sangat menghancurkan terhadap kapal dan target pantai. Amunisi untuk meriam M42 sangat tidak biasa, karena meskipun proyektil dan bahan peledaknya disimpan secara terpisah, keduanya disatukan segera sebelum dimuat untuk membentuk satu kesatuan kartrid. Ada dua proyektil untuk senjata ini; peluru AP seberat 46,7 kg dan peluru HE seberat 45,8 kg (juga sering disebut peluru “AA”), yang terakhir ini memiliki kemampuan meledak di udara untuk digunakan melawan pesawat. Kapasitas penyimpanan amunisi per meriam juga tidak dipublikasikan, tetapi mungkin sekitar 150 peluru/meriam, seperti halnya kapal penjelajah ringan lainnya dari eranya.

Meriam Bofors M42 152/53, senjata utama kapal Penjelajah ringan De Zeven Provinciën. (Sumber: https://id.wikipedia.org/)
Meriam Bofors 57 mm SAK 60 di kapal penjelajah HNLMS De Ruyter AL Belanda. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Kelas De Zeven Provinciën tidak pernah menerima Baterai AAA (anti pesawat) besar, ketapel untuk pesawat amfibi, dan tabung torpedo, dimana sebagai gantinya mereka mengandalkan persenjataan sekunder, yang terdiri dari delapan meriam Bofors 57mm/60 yang dikendalikan radar dalam empat dudukan kembar. Meriam ini menembakkan peluru kaliber 57 × 438 mm R (m/50), yang memiliki berat 2,6 kg. Turret meriam bisa diatur elevasinya antara -9°/+90°, dengan kecepatan 30°/dtk. Selain itu turret dapat digerakkan 360°, dengan kecepatan berputar 30°/dtk. Kecepatan tembaknya adalah 2 × 130 peluru/menit, dengan kecepatan lintas peluru sebesar 850 – 920 m/dtk. Jarak tembak yang efektif dari meriam Bofors kaliber 57 mm adalah 13000 meter (maks) dan 5000 meter (rata-rata). Saat dipakai untuk menghadapi target udara meriam ini memiliki jangkauan ketinggian 5500 meter. Selain dilengkapi dengan meriam Bofors kaliber 57 mm, De Zeven Provinciën juga dilengkapi dengan 8 kanon Bofors L/70 kaliber 40 mm. Meriam ini menembakkan peluru kaliber 40 × 365 mm R, dengan berat kartrid 0,96 kg (2,1 pon). Kecepatan tembak kanon otomatis ini dapat di-setting antara 240, 300, 330 peluru/menit, dengan kecepatan lintas peluru ≈1.000 m/dtk (3.300 kaki/dtk) untuk sebagian besar peluru. Jarak tembak maksimumnya adalah 12.500 m (41.000 kaki), yang diumpan dengan paket amunisi bermuatan 16 – 26 peluru. Sementara itu, meskipun dianggap sebagai kapal penjelajah ringan karena persenjataan mereka yang terdiri dari delapan model Model 1942 15,2 cm/53 (6″) yang didesain ulang, kapal ini bobotnya bisa mencapai lebih dari 12.000 ton saat bermuatan penuh. 

Rudal Otomat Mk.2 dalam dalam dinas Angkatan Laut Peru. Rudal ini mempersenjatai kapal penjelajah Almirante Grau (bekas kapal penjelajah kelas De Zeven Provinciën AL Belanda). (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Meriam otomatis kompak OTO Melara Twin 40L70 DARDO yang melengkapi penjelajah De Zeven Provinciën yang dioperasikan AL Peru. (Sumber: https://www.seaforces.org/)

Saat digunakan oleh AL Peru, kapal penjelajah ini dimodernisasi dengan rudal OTOMAT Mk-2. Rudal anti-kapal OTOMAT Mk-2 adalah senjata yang dapat meluncur di laut, dengan kemampuan fire and forget (setelah menembak bisa segera kabur dimana rudal akan mengarah sendiri ke sasaran), dengan berat 770 kg dan membawa hulu ledak HE-FRAG (peledak fragmentasi berkekuatan tinggi) seberat 210 kg. Kecepatan dan jangkauannya luar biasa di kelasnya, masing-masing 310 m/detik (690 mph; 1,100 km/jam; Mach 0.91) dan 180 km. Sistem pemandu yang dipakai merupakan kombinasi dari sistem navigasi inersia dan radar-homing aktif. Tidak jelas apakah Angkatan Laut Peru menggunakan varian Blok I, Blok II, atau Blok III dari OTOMAT Mk-2. Sebanyak 8 rudal OTOMAT dibawa masing-masing bisa dibawa di Almirante Grau dan Aguirre. AL Peru juga melakukan modifikasi dengan memasang dua dudukan meriam otomatis kompak OTO Melara Twin 40L70 DARDO yang dipasang pada tahun 1996, untuk menggantikan empat dudukan meriam tunggal Bofors 40/70 mm. Meriam ini merupakan modifikasi dari Breda, atas meriam Fast Forty, dengan menggunakan dua meriam Bofors 40 mm yang dimodifikasi, masing-masing dengan kecepatan tembakan 450 peluru per menit, meningkat dibanding dengan 240–330 peluru per menit untuk versi L/70 biasa. Untuk penggunaan angkatan laut, biasanya kanon otomatis ini dilengkapi dengan magasin berkapasitas 736 peluru dan mekanisme pengumpanan ganda.

OPERATOR

Ada dua kapal di kelas ini, yakni: HNLMS De Zeven Provinciën (berganti nama menjadi De Ruyter pada tahun 1947) dan Kijkduin (berganti nama menjadi Eendracht sekitar tahun 1940, De Ruyter pada tahun 1944 dan De Zeven Provinciën pada tahun 1947). Kedua kapal menikmati masa pengoperasian yang panjang, pertama di Koninklijke Marine (hingga awal tahun 1970-an) dan kemudian di Marina de Guerra del Perú (Angkatan Laut Peru).

BAP Almirante Grau yang dioperasikan AL Peru. (Sumber: https://laststandonzombieisland.com/)

DINAS OPERASIONAL

Kapal kelas De Zeven Provinciën mulai ditugaskan hanya berbeda beberapa minggu satu sama lain tepat setelah Perang Korea mencapai gencatan senjata. Dalam dinas Angkatan Laut Belanda, kedua kapal kelas De Zeven Provinciën berpartisipasi dalam beberapa latihan NATO, dan sering digunakan sebagai andalan untuk gugus tugas angkatan laut yang berbeda-beda. Keberadaan Kapal penjelajah ringan kelas De Zeven Provinciën kemudian memberikan jaminan perlindungan bagi kepentingan Belanda selama ketegangan dengan Indonesia selama satu dekade sengketa atas wilayah Papua Barat. Ketika ketegangan ini memuncak pada awal tahun 1960-an, memunculkan potensi satu-satunya kapal penjelajah Angkatan Laut Indonesia, yakni KRI Irian buatan Soviet (sebelumnya Ordzhonikidze dari kelas Sverdlov) akan berhadapan dengan kapal penjelajah Belanda ini dalam apa yang akan tercatat menjadi aksi pertempuran antar kapal penjelajah terakhir di dunia. Untungnya skenario ini tidak terjadi.

Pemandangan buritan dari HNLMS De Ruyter, tahun 1962. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Kapal penjelajah kelas Sverdlov yang sempat dimiliki AL Indonesia, dengan nama KRI Irian. Ketika ketegangan memuncak antara Indonesia dan Belanda berkaitan dengan sengketa wilaya Papua Barat pada awal tahun 1960-an, memunculkan potensi satu-satunya kapal penjelajah Angkatan Laut Indonesia, yakni KRI Irian buatan Soviet akan berhadapan dengan kapal penjelajah Belanda kelas De Zeven Provinciën. (Sumber: https://en.topwar.ru/)
Dek kapal induk HNLMS Karel Doorman (R81). Jika konflik pecah antara Indonesia dan Belanda, kapal penjelajah kelas De Zeven Provinciën, tentunya tidak akan dibiarkan berlayar sendiri tanpa pengawalan dari kapal-kapal Belanda lainnya, termasuk Karel Doorman. (Sumber: https://wall.alphacoders.com/)

Jika saling berhadapan, kapal penjelajah Belanda ini, secara spesifikasi sedikit kalah kelas dibanding dengan Sverdlov, baik dari sisi persenjataan maupun dari sisi perlindungan lapisan bajanya. Dari sisi daya tembak, meski sama-sama menggunakan meriam berkaliber 152 mm, Sverdlov memiliki jumlah meriam lebih banyak, yakni 12 meriam, dibanding 8 pada kelas De Zeven Provinciën. Begitu pula dari sisi perlindungan, dimana kapal penjelajah kelas Sverdlov dilindungi lapisan baja setebal antara 50-150 mm, sedangkan kelas De Zeven Provinciën hanya dilindungi lapisan baja setebal 50-125 mm. Wajar saja, Sverdlov didesain setelah Perang Dunia II, sedangkan De Zeven Provinciën sudah mulai dibangun sebelum perang pecah. Lagipula, kalaupun konflik pecah antara Belanda dan Indonesia di Papua Barat, De Zeven Provinciën kemungkinan tidak akan dibiarkan berlayar sendirian. Ingat saat itu Belanda sudah mengirimkan kapal induk HNLMS Karel Doorman ke Papua Barat lengkap dengan armada udara diatas dek-nya, sehingga skenario De Zeven Provinciën dihajar oleh KRI Irian sepertinya tidak akan terjadi.Antara tahun 1962 dan 1964, De Zeven Provinciën menjalani perbaikan oleh RDM, yang mencakup pelepasan dua turret di buritan dan pemasangan sistem rudal SAM RIM-2 Terrier. Kekurangan dana kemudian menghalangi dilakukannya modifikasi yang sama di De Ruyter, yang dinonaktifkan pada tahun 1972. Kapal kembarannya lalu mengikuti pada tahun 1975. Kapal penjelajah kelas De Zeven Provinciën lalu diganti dalam dinas AL Belanda Belanda oleh dua fregat kelas Tromp. Meski digantikan oleh kapal yang lebih baru di Angkatan Laut Belanda, namun ini bukan berarti akhir dari karier kapal penjelajah kelas De Zeven Provinciën. Petualangan baru akan membawa mereka ke Amerika Selatan.

De Zeven Provinciën beroperasi dengan kapal induk AS USS Essex pada tahun 1967. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Satu dari 2 rudal l SAM RIM-2 Terrier di geladak kapal penjelajah kelas De Zeven Provinciën. (Sumber: https://stefsap.wordpress.com/)
Penjelajah Almirante Admiral Grau, flagship angkatan laut Peru, selama pengenalannya pada tahun 1973. (Sumber: https://laststandonzombieisland.com/)

Dengan kekuatan ABC (Argentina, Brasil, dan Chili) yang semuanya membeli kapal penjelajah besar bekas AS untuk armada mereka, Peru di awal tahun 1970-an membeli dua kapal penjelajah Belanda antara tahun 1972-75. De Ruyter kemudian diakuisisi oleh Angkatan Laut Peru dan ditugaskan kembali pada tahun 1973 sebagai flagship armada, dengan nama BAP Almirante Grau, sesuai nama pahlawan angkatan laut Peru, menggantikan kapal penjelajah ringan kelas Crown ColonyHMS Newfoundland yang membawa nama yang sama. Kapal ini tiba di pelabuhan barunya di Callao pada tanggal 11 Juli 1973. De Zeven Provinciën lalu juga dibeli pada tahun 1976. Selama satu dekade, kedua kapal ini memberi Angkatan Laut Peru sedikit prestise, dan ketika Angkatan Laut ABC mempensiunkan kapal mereka yang lebih tua (semua dari era Perang Dunia II), kapal-kapal Belanda yang jauh lebih baru ini terus memberikan layanan yang baik di AL Peru. Di tangan AL Peru, sistem SAM RIM-2 Terrier kemudian dilepas dan diganti dengan hanggar dan dek penerbangan untuk 3 helikopter ASH-3D Sea King, dan ditugaskan kembali pada tahun 1978 sebagai BAP Aguirre. Kapal-kapal penjelajah ini terus mendapat perbaikan ekstensif pada tahun 1985 dan peningkatan lainnya sejak itu, dengan menghadirkan perangkat elektronik baru dari Belanda, persenjataan yang diperbarui termasuk rudal anti-kapal, dan meriam otomatis tembak cepat Dardo 40L70. Pada dasarnya lewat program ini, kapal penjelajah tua ini mendapat perbaikan seperti yang terjadi dengan kapal tempur kelas Iowa milik AL Amerika di era Presiden Reagan. Peningkatan lebih lanjut juga melihat adanya penambahan peluncur rudal anti-kapal OTOMAT, yang sangat memperluas kegunaan kapal perang ini. Dari tahun 1985 hingga 1988 Almirante Grau mengalami modernisasi besar-besaran oleh Amsterdam Naval Services (ANS), yang memungkinkan kapal ini untuk tetap beroperasi. Perbaikan ini diberi nama Proyecto de Modernización 01 (Proyek Modernisasi 01) atau PM-01. Perannya sebagai kapal bendera diambil alih oleh saudara, Aguirre yang diberi nama ulang sebagai Almirante Grau. Kedua kapal ini mendapatkan kembali nama aslinya ketika kapal bekas De Ruyter kembali ke Callao pada tanggal 15 Februari 1988. Program modernisasi yang dilakukan di Belanda antara lain sebagai berikut: 

  • Pemasangan Sistem Manajemen Pertempuran Signaal SEWACO Foresee PE 
  • Pemasangan radar pencarian permukaan Signaal DA-08, yang memiliki jangkauan maksimum 104 nm (193 km)
  • Pemasangan radar pencarian udara Signaal LW-08, yang memiliki jangkauan deteksi udara maksimal sekitar 268,5 km
  • Pemasangan radar navigasi Decca 1226, yang memiliki jangkauan sekitar 88,9 km
  • Pemasangan radar kontrol penembakan Signaal STIR-24
  • Pemasangan radar kontrol penembakan Signaal WM-25, yang memiliki jangkauan sekitar 32 nm (60 km)
  • Pemasangan dua pengarah optronik Signaal LIROD-8 
  • Pemasangan sistem ESM Signaal Rapids
  • Pemasangan sistem ECM Scimitar CME
  • Pemasangan dua peluncur decoy Matra Défense Dagaie
  • Pemasangan satu peluncur decoy Matra Défense Sagaie 
  • Pemasangan tautan data Y Link
  • Pemasangan (turret) dari dua sistem penguat sinyal Bofors, termasuk perangkat batasan untuk membidik dan menembak 
  • Pelepasan empat dudukan meriam Bofors 57/60 mm kembar Pelepasan sonar lambung CWE-610 

Pekerjaan lebih lanjut dilakukan oleh galangan kapal SIMA di Callao, terdiri dari sebagai berikut: 

  • Delapan rudal SSM Otomat Mk-2 dipasang pada tahun 1993 
  • Dua dudukan meriam kompak OTO Melara Twin 40L70 DARDO dipasang pada tahun 1996, menggantikan empat dudukan meriam tunggal Bofors 40/70 mm 
  • Radar LW-08 kemudian digantikan oleh AN/SPS-6, yang sebelumnya dipasang di fregat BAP Carvajal (FM-51) pada tahun 2003.
Detail modernisasi Almirante Grau AL Peru. (Sumber: https://laststandonzombieisland.com/)

Peningkatan tambahan yang direncanakan pada tahun 1990-an semuanya batal dilakukan karena kurangnya dana. Sejak kapal perang USS Missouri dipensiunkan pada tanggal 12 Januari 1995, delapan meriam angkatan laut Bofors 152/53 yang dipasang di Almirante Grau menjadi yang paling kuat di antara kapal-kapal perang mana pun yang dioperasikan oleh angkatan laut mana pun di seluruh dunia. Sebuah rekor yang akan tetap bertahan selama 22 tahun– warisan yang membanggakan dari kapal legendaris dan menjadi akhir dari sebuah era. Aguirre kemudian dinonaktifkan pada tahun 1999, sedangkan Almirante Grau dinonaktifkan pada tahun 2017, dan rencananya akan dipertahankan sebagai kapal museum. Dia digantikan oleh fregat BAP Montero, yang sekarang dikenal sebagai BAP Almirante Grau.

BAP Almirante Grau AL Peru. ejak kapal perang USS Missouri dipensiunkan pada tanggal 12 Januari 1995, delapan meriam angkatan laut Bofors 152/53 yang dipasang di Almirante Grau menjadi yang paling kuat di antara kapal-kapal perang mana pun yang dioperasikan oleh angkatan laut mana pun di seluruh dunia. (Sumber: https://laststandonzombieisland.com/)

Tanpa adanya opsi yang terjangkau bagi kapal penjelajah lain untuk menggantikannya, dan tidak ada kapal penjelajah ringan dalam pengembangan (bahkan tidak direncanakan), maka tidak ada penggantian sepadan yang memungkinkan untuk Almirante Grau dan Aguirre. Tanggal pensiun terakhir dari Almirante Grau tidak diketahui secara pasti, begitu pula nasib mereka setelah disingkirkan dari Angkatan Laut Peru. Agaknya kapal itu juga akan dibesituakan, seperti setiap kapal penjelajah lainnya yang pensiun dari angkatan laut Amerika Selatan di masa lalu. Pada saat dioperasikan oleh AL Peru, kedua kapal ini menjadi yang terakhir dari jenisnya, yakni menjadi kapal penjelajah ringan “bersenjata meriam” satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Faktanya, mengenai kemampuan mereka untuk melakukan tembakan pengeboman yang sangat berat, bertahan dari serangan langsung karena lapisan bajanya, dan melakukan aksi independen cepat dalam jangka waktu lama di laut tidak terbantahkan. Per bulan Februari 2022, Pemerintah Peru telah memutuskan untuk membuka tender penjualan kapal tersebut. Peru menempatkan kapal penjelajah terakhirnya ini untuk dijual sekitar $ 1 juta pada bulan Maret, tetapi kekhawatiran tentang asbes, bahan kimia yang berasal dari tahun 1930-an, dan cat timbal membuatnya menjadi sukar dijual karena kemungkinan biaya untuk membuang semua benda-benda berbahaya dengan aman akan menjadi lebih mahal daripada nilainya sebagai bahan daur ulang. Ini menyisakan kemungkinan bahwa dia mungkin saja ditenggelamkan di laut atau, mungkin ada sedikit kemungkinan kapal itu bisa kembali ke “rumahnya” dengan beberapa kelompok di Belanda dilaporkan bergerak untuk mendapatkan dan melestarikan kapal perang tua itu.

Almirante Grau siap dibesituakan. (Sumber: https://laststandonzombieisland.com/)

KARAKTERISTIK UMUM

Tipe : Penjelajah Ringan

Bobot : 12,040 ton (standar: 9,681 ton, bobot penuh: 12,165 ton)

Panjang : 187.32 m (614.6 ft)

Lebar : 17.25 m (56.6 ft)

Draught : 6.72 m (22.0 ft)

Mesin

  • Werkspoor-Yarrow three-drum boilers
  • 2 mesin turbin De Schelde Parsons
  • 2 shafts
  • berkekuatan 85,000 shp

Kecepatan : 32 kn (59 km/h; 37 mph)

Jangkauan : 7,000 nmi (13,000 km; 8,100 mi) pada kecepatan 12 kn (22 km/h; 14 mph)

Awak : 973 (Almirante Grau : 47 perwira, 606 awak)

Sensor dan Sistem Pemrosesan :

  • Signaal SEWACO Foresee PE CMS
  • Signaal LW-08 early warning
  • Signaal DA-08 Surface Search
  • Signaal STIR-240 fire control
  • Signaal WM-25 fire control
  • Signaal LIROD-8 optronic
  • Decca 1226 navigation

Peralatan peperangan elektronik & decoy :

  • Signaal Rapids ESM system
  • CME Scimitar ECM system
  • Matra Defense Dagaie decoy launchers
  • Matra Defense Sagaie decoy launcher

Persenjataan

Konfigurasi awal:

  • 8 × meriam utama kaliber 152 mm
  • 8 × meriam anti pesawat kaliber 57 mm (format 4×2)
  • 8 × meriam anti pesawat kaliber 40 mm

Setelah Konversi :

  • 4  meriam Bofors 152/53 mm (format ganda 2 twin);
  • 6  meriam Bofors AA 57/60 mm (3 berformat ganda);
  • 4  meriam Bofors AA 40/70 mm format tunggal;
  • 2  rak bom dalam;
  • 1  peluncur Mk.10 Mod.1 untuk rudal RIM-2E/F Terrier (dengan maksimak stok 40 rudal.);
  • hangar dan dek penerbangan untuk 1 helikopter Sea King

Admiralante Grau :

  • 8 rudal anti kapal Otomat Mk-2
  • 4 × 2 meriam Bofors 152/53
  • 2 × 2 meriam OTO Melara 40/L70 DARDO
  • 4 x 1 meriam Otomatis Bofors 40 mm L/70

Lapisan baja

  • 50–76 mm (2.0–3.0 in) di lambung
  • 50–125 mm (2.0–4.9 in) di turret
  • 50–125 mm (2.0–4.9 in) di conning tower

Lihat Juga artikel mengenai KRI Irian berikut ini:

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

De Zeven Provincien class Light cruiser

https://www.military-today.com/navy/de_zeven_provincien_cruiser.htm

https://en.m.wikipedia.org/wiki/De_Zeven_Provinci%C3%ABn-class_cruiser

https://laststandonzombieisland.com/tag/last-cruiser/

https://en.m.wikipedia.org/wiki/BAP_Almirante_Grau_(CLM-81)

Bows at the forefront of ship design by John Barnes; Friday, 03 September 2021

https://www.imarest.org/themarineprofessional/on-the-radar/6215-bows-at-the-forefront-of-ship-design

De Zeven Provincien class Cruiser

https://www.seaforces.org/marint/Netherlands-Navy/Cruiser/De-Zeven-Provincien-class.htm

HNLMS De Ruyter (C801) Light Cruiser Warship [ 1953 ]

https://www.militaryfactory.com/ships/detail.php?ship_id=hnlms-de-ruyter-c801

DA-8

https://www.radartutorial.eu/19.kartei/07.naval/karte074.en.html

WM-20 Serie

https://www.radartutorial.eu/19.kartei/11.ancient4/karte044.en.html

Decca 1226

http://cmano-db.com/pdf/sensor/3761/

Smarter (and Simpler) Radar in Harpoon

http://www.admiraltytrilogy.com/cic/Harpoon/Smarter_Radars_for_Hpn.pdf

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Otomat

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Bofors_57_mm_Naval_Automatic_Gun_L/60

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Bofors_40_mm_Automatic_Gun_L/70

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Sverdlov-class_cruiser

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *