Sejarah Militer

Kavaleri Udara, Konsep Tempur Revolusioner Warisan Perang Vietnam

“Komandan mana yang mampu melindungi negaranya dengan pasukan untuk pertahanannya, saat sepuluh ribu orang yang turun dari awan, di banyak tempat, melakukan serangan yang tak terbatas sebelum kekuatan yang layak dapat dikumpulkan untuk mengusir mereka?” Ketika Benjamin Franklin mengajukan pertanyaan ini, dia tidak dapat membayangkan konsep dan senjata serang udara modern. Perlu waktu 200 tahun sebelum Hamilton Hawkins Howze menggabungkan taktik kavaleri dan pasukan terjun payung, menggabungkannya dengan “kuda” baru (helikopter), dan menghasilkan kekuatan yang sama sekali baru—unit udara mobil/air mobile. Banyak detail dari konsep ini yang kemudian dimantapkan di bawah tembakan, dan manual lapangan pertamanya ditulis dengan ‘darah’ di Vietnam. Dewan Persyaratan Mobilitas Udara Taktis Angkatan Darat Amerika Serikat (United States Army Tactical Air Mobility Requirements Board) didirikan pada tahun 1962 di bawah arahan dari Menteri Pertahanan Robert McNamara, yang meminta Angkatan Darat untuk “mengambil pandangan baru yang berani pada mobilitas perang darat.” Jenderal Hamilton Howze, yang diakui sebagai perwira dengan wawasan dan pengalaman yang diperlukan untuk memimpin upaya tersebut. Namun, tidak ada ide inovatif yang berkembang dalam ruang hampa. Konsep, taktik, dan peralatan yang ada atau baru adalah komponen yang diperlukan untuk mewujudkan upaya inovatif semacam itu. Airmobile tidak terkecuali; beberapa komponennya adalah taktik kavaleri berkuda, taktik infanteri parasut, dan helikopter. Dalam hal ini Howze menyediakan visinya, yakni: mobilitas medan perang dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada infanteri, kavaleri, atau unit mekanis lapis baja, meskipun airmobilekemudian akan menjadi gabungan dari ketiganya.

Benjamin Franklin, salah satu pendiri Amerika, mem-visikan potensi militer dari pasukan serbu udara. (Sumber: https://npg.si.edu/)

PUTRA SEORANG KAVALERI

Howze lahir dalam keluarga militer pada tahun 1908. Ayahnya, prajurit kavaleri Robert L. Howze, telah dianugerahi Medal of Honor untuk aksinya melawan suku Indian Sioux. Kakeknya pernah menjadi perwira infanteri di Tentara Konfederasi, dan anggota keluarganya pernah bertempur dengan ‘Rough Riders‘ Theodore Roosevelt di Kuba. Kakek buyut dari pihak ibu, yang punya nama sama, Hamilton S. Hawkins, telah tewas dalam pertempuran di Vera Cruz dalam perang melawan Meksiko. Dengan silsilah yang berasal dari keluarga prajurit, Howze lulus dari West Point pada tahun 1930 dan ditugaskan ke Satuan Kavaleri ke-6 di Fort Bliss, Texas. Selama Perang Dunia II, Mayor Howze adalah perwira operasi untuk divisi lapis baja di Afrika Utara dan Italia. Howze menerima medali Silver StarBronze Star, dan Legion of Merit selama karirnya, dan pada berbagai waktu ia memimpin divisi infanteri dan airborne, korps, dan tentara. Dia bukanlah, bagaimanapun, seorang komandan tempur. Sebaliknya, Howze adalah organisator dan administrator yang luar biasa. Bukan tipe administrator birokratis yang keras kepala, dia malah seorang pemecah masalah dan inovator. Dia bukan perwira biasa yang hanya tahu metode-metode yang dipakai Angkatan Darat. Sebaliknya, dia memiliki ide-ide segar dan bersedia untuk mencobanya. Jenderal Billy Mitchell, salah satu inovator “kekuatan udara” paling terkenal sepanjang masa yang mendapat banyak tentangan, adalah teman keluarga Howze. Mitchell sering mengunjungi rumah Robert Howze ketika Hamilton masih kecil. Jenderal Robert Howze kemudian menjadi ketua di pengadilan militer Mitchell. Dukungan untuk kekuatan udara tidak didapat Mitchell pada saat itu, dan Hamilton Howse belajar untuk bekerja dalam sistem dan menganjurkan inisiatifnya dengan cara yang gesit, bersuara lembut tetapi bersemangat. Airmobile dalam banyak hal merupakan konsep revolusioner, tetapi Howze menggunakan kepribadian dan keterampilan persuasinya untuk meyakinkan orang lain tentang kegunaan dan efektivitas pendekatannya.

Pengembang dan pendukung peperangan mobile menggunakan helikopter. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Billy Mitchell, pendahulu dari Howze yang dengan fanatik mendukung peran vital kekuatan udara dalam perang. karena sikap kritisnya, karir Mitchell hancur dan dirinya sempat menghadapi persidangan militer. Keluarga Howze secara khusus memiliki kedekatan dengan Mitchell pribadi. (Sumber: https://id.wikipedia.org/)

“PENERBANGAN, KAVALERI MASA DEPAN” 

Sepanjang jalan, Howze dengan cepat mengadaptasi ide-ide orang lain. Tiga diantaranya adalah A.A. Vandergrift, Roy S. Geiger, dan James Gavin. Vandergrift, seorang komandan Korps Marinir di masa depan, pada tahun 1909 menulis tesis berjudul “Penerbangan, Kavaleri Masa Depan.” Itu dianggap tidak memuaskan. Roy S. Geiger, jenderal Korps Marinir lainnya, menyaksikan uji coba bom nuklir di Bikini Atoll pada tahun 1946 dan menyadari perlunya sesuatu yang baru untuk menggantikan pendaratan amfibi gaya lama. Mungkin pemikir kavaleri udara yang paling signifikan adalah Jenderal James Gavin. Dia memimpin Divisi Airborne ke-82 selama Perang Dunia II dan menulis sebuah artikel untuk Harper’s pada tahun 1954, yang berjudul “Kavaleri, dan Saya Tidak Bermaksud itu Kuda.” Di dalamnya, Gavin menyayangkan kurangnya unit yang mampu memenuhi fungsi kavaleri dan menyatakan landasan filosofis untuk airmobile. “Kavaleri adalah elemen utama mobilitas,” tulis Gavin. “Kavaleri memiliki kegunaan penting karena kemampuan mobilitasnya—kontras antara mobilitasnya dan kekuatan darat lainnya.” Artikel Gavin menyarankan agar pasukan yang bergerak digunakan untuk melindungi pasukan infanteri, mengintai posisi musuh, mengeksploitasi terobosan, dan melawan aksi penundaan musuh. Dia juga merekomendasikan agar unit baru “diangkut dengan helikopter atau pesawat ringan yang dipersenjatai dengan senjata otomatis dan antitank.” Tanpa unit baru, Gavin memperingatkan, unit mekanis yang terpaku di jalan-jalan akan terkena penyergapan yang mirip dengan penyergapan mendadak tentara China di Korea pada tahun 1950. Artikel Gavin memberikan garis besar untuk konsep airmobile. Ketika Gavin pergi mencari seseorang untuk ditunjuk sebagai direktur pertama dari Unit Penerbangan Angkatan Darat pada tahun 1955, ia menemukan seorang pria yang visi kekuatan udaranya digabungkan dengan kemampuan untuk mengimplementasikan dan mengeksekusi, yakni Hamilton Howze. Sebagai direktur, Howze mendorong keras pengadaan pesawat, baik helikopter maupun pesawat pendukung sayap tetap. Dia juga mengizinkan tes kemampuan helikopter yang tidak lazim. Howze memastikan bahwa setiap senjata yang bisa dibayangkan dipasang ke helikopter UH-1 (Huey). Dalam upaya ini, Howze mendapat bantuan dari sosok visioner penggunaan helikopter lainnya, Jay D. Vanderpool, yang bekerja hingga malam dan akhir pekan untuk membuktikan bahwa helikopter itu adalah platform senjata yang superior. Vanderpool memelopori teknik terbang “rendah mengikuti kontur tanah”. Dalam menulis manual konsep mobil udara pertama, dia meminjam bahasa dari manual kavaleri tahun 1936. Menggunakan taktik kavaleri dan helikopter adalah visi yang dengan cepat menjadi kenyataan.

Jenderal James Gavin pemikir kavaleri udara yang paling signifikan. Dia memimpin Divisi Airborne ke-82 selama Perang Dunia II dan menulis sebuah artikel untuk Harper’s pada tahun 1954, yang berjudul “Kavaleri, dan Saya Tidak Bermaksud itu Kuda.” (Sumber: https://twitter.com/)
Pasukan sukarelawan China mengepung dan menyerang tank AS dengan granat anti-tank RPG-43, memaksa tentara AS keluar dari tank dan menyerah. Berdasarkan pengalanman di Korea Gavin memperingatkan, unit mekanis yang terpaku di jalan-jalan akan terkena penyergapan yang mirip dengan penyergapan mendadak tentara China di Korea pada tahun 1950. Artikel yang ditulis Gavin kemudian memberikan garis besar untuk konsep airmobile. (Sumber: https://www.thinkchina.sg/)
Prajurit akan menaiki helikopter Sikorsky H-19 Chickasaw untuk diangkut ke garis depan di Korea. Helikopter dinilai sebagai solusi tepat dalam konsep tempur mobil udara. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

PEMBATASAN BIROKRASI TERHADAP INOVASI

Pada awal tahun 1957, Howze memiliki pandangan yang jelas tentang konsep airmobile, sebagaimana dibuktikan oleh pengarahan yang ia sampaikan Pentagon tahun itu. Di dalamnya, ia mempresentasikan rencana pertahanan terhadap serangan hipotetis Soviet di kawasan Bavaria-Jerman. Howze menyajikan dua skenario. Yang pertama, tiga divisi Soviet maju menyerang satu divisi lapis baja AS. Dalam skenario kedua, Howze menempatkan tiga divisi Soviet yang sama melawan hanya satu Brigade Kavaleri Udara AS super-mobile yang didukung oleh pasukan zeni tempur dan artileri. Tentu saja, brigade kavaleri udara seperti itu belum ada, namun divisi lapis baja AS memiliki ratusan tank dan kendaraan yang bergantung pada jalan dan jembatan yang utuh. Sebaliknya brigade kavaleri udara tidak membutuhkan jalan atau jembatan. Bahkan, jalan, jembatan, dan gorong-gorong bisa dihancurkan atau diranjau untuk membuat musuh frustrasi. Solusi unit mobil udara Howze terbukti mampu menyelesaikan misi penundaan dengan biaya lebih rendah dan korban lebih sedikit. Pada tahun 1957 ini adalah solusi yang unik, bahkan revolusioner. Howze kemudian meninggalkan Pentagon untuk memimpin Divisi Airborne ke-82 dari tahun 1958 hingga 1961. Pada tahun 1962, ia ditunjuk untuk mengepalai Dewan Persyaratan Mobilitas Taktis Angkatan Darat.

Serbuan kendaraan lapis baja Soviet, menjadi momok di Eropa Barat selama Perang Dingin. Dalam menangkal ancaman ini Hamilton Howze menawarkan konsep unit mobil udara, yang bisa bergerak lincah di medan perang dibanding satuan darat konvensional. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Pasukan parasut Jerman dalam Perang Dunia II. Pasukan Infanteri parasut adalah sejenis unit mobil udara, tetapi begitu keluar dari pesawat, bagian “udara-nya” hilang, dan begitu di darat, bagian “mobil-nya” juga hilang. Perbekalan dan penguatannya amat tergantung pada pengedropan udara berikutnya yang dipengaruhi oleh cuaca dan perlawanan musuh. Atas hal ini kegagalan pasukan sekutu dalam Operasi Market Garden di Belanda, bulan September 1944 menjadi contoh nyata kelemahan dari pasukan infanteri parasut. (Sumber: https://www.prints-online.com/)
Unit lapis baja dinilai terbatas pada jalan-jalan atau dataran terbuka; sedangkan unit infanteri baik terikat di jalan-jalan atau terlalu lambat saat melintasi medan berat. Yang dibutuhkan adalah sejenis unit kavaleri udara yang sangat mobile. (Sumber: https://tvd.im/)

Evolusi dari solusi diatas peta tahun 1957 menjadi sebuah kelompok yang akan menciptakan unit mobil udara dengan cukup cepat untuk pihak Angkatan Darat yang sedang terburu-buru dan menunggu. Di sisi lain kekurangan dan keterbatasan unit yang ada terlihat jelas bagi semua orang. Pasukan Infanteri parasut adalah sejenis unit mobil udara, tetapi begitu keluar dari pesawat, bagian “udara-nya” hilang, dan begitu di darat, bagian “mobil-nya” juga hilang. Perbekalan dan penguatannya amat tergantung pada pengedropan udara berikutnya yang dipengaruhi oleh cuaca dan perlawanan musuh. Atas hal ini kegagalan pasukan sekutu dalam Operasi Market Garden di Belanda, bulan September 1944 menjadi contoh nyata kelemahan dari pasukan infanteri parasut. Sementara itu unit lapis baja terbatas pada jalan-jalan atau dataran terbuka; sedangkan unit infanteri baik terikat di jalan-jalan atau terlalu lambat saat melintasi medan berat. Yang kemudian dibutuhkan adalah sejenis unit kavaleri udara yang sangat mobile yang bisa didaratkan dengan cepat, bertempur, diangkut kembali, menyerang dari arah yang berbeda, membuat musuh kebingungan, memotong jalur mundur musuh, dan memberikan elemen kejutan yang bisa menghantam dengan keras. Pada tahun 1960, Angkatan Darat mulai melihat bahwa pendekatan baru mungkin diperlukan dan membentuk Dewan Rodgers untuk meninjau persyaratan unit mobil udara Angkatan Darat. Howze adalah salah satu anggota dewan itu dan mencoba memasukkan beberapa taktik, doktrin, dan unit mobil udara ke dalam laporan akhir. Namun, proposal Howze yang lebih radikal ditolak dan proposal yang lebih sederhana dibuat. Dewan Rodgers yang berpikiran konservatif merekomendasikan pengadaan lebih banyak helikopter observasi dan menyarankan agar studi lebih lanjut dilakukan.

PEMERINTAH BARU, PELUANG BARU

Pada tahun 1961, pemerintahan baru mengambil alih kepemimpinan dan fokus berubah. Yang menjadi fokus adalah pembatasan jumlah unit konvensional dan konsep pembalasan nuklir besar-besaran. Kekuatan konvensional dan nuklir kini harus dievaluasi kembali. Pemerintahan baru Presiden John F. Kennedy berupaya mencari solusi yang menghadirkan kemungkinan tanggapan yang lebih fleksibel. Menteri Pertahanan Robert McNamara, seorang yang percaya pentingnya teknologi dalam memecahkan problem-problem militer kemudian mengeluarkan dua memorandum pada bulan April 1962 yang membahas masalah ini. Yang pertama memerintahkan Sekretaris Angkatan Darat untuk meninjau persyaratan unit penerbangan Angkatan Darat dengan “mempertimbangkan konsep baru yang segar dan memberikan ide-ide yang tidak ortodoks untuk didengarkan.” Memorandum kedua berisi daftar pendek orang-orang yang diusulkan McNamara sebagai anggota komite. Nama pertama dalam daftar adalah Hamilton Howze. Howze lalu membentuk Dewan Persyaratan Mobilitas Taktis Angkatan Darat pada bulan Mei 1962. Dewan Howze terdiri dari 294 orang: 200 perwira, 41 tamtama (semuanya dari Angkatan Darat), dan 53 warga sipil. Ada satu jenderal Angkatan Udara yang diikutsertakan sebagai pengamat saja. Ada tujuh komite kerja dan delapan kelompok kerja. Batas waktunya adalah tanggal 20 Agustus. Satu salinan laporan, sebagai tambahan, harus cukup dimasukkan ke dalam loker standar Angkatan Darat. Howze lalu menginstruksikan dewan untuk “melakukan peninjauan terhadap penerapan pesawat milik angkatan darat dan peran kavaleri tradisional dalam pertempuran, pengintaian, dan pengamanan. Perhatian khusus harus diberikan untuk menentukan sejauh mana kendaraan permukaan konvensional dapat digantikan oleh pesawat, baik dalam fungsi taktis maupun pendukung.” Upaya Dewan Howze tidak setengah-setengah. Saran diminta dari setiap sisi. Kuesioner dikirimkan kepada 400 perwira dan 300 surat ditujukan kepada karyawan industri pesawat terbang.

Menteri Pertahanan Robert McNamara, seorang yang percaya pentingnya teknologi dalam memecahkan problem-problem militer siap “mempertimbangkan konsep baru yang segar dan memberikan ide-ide yang tidak ortodoks untuk didengarkan.” Dari sinilah konsep peperangan mobil udara mendapatkan momentum. (Sumber: https://www.automotivehalloffame.org/)

Pengujian dijadwalkan dilaksanakan di Fort Bragg untuk mensimulasikan kondisi yang serupa dengan yang ditemui di Pusan pada tahun 1950. Pengujian lebih lanjut dijadwalkan di rawa-rawa Georgia untuk mensimulasikan kondisi di Indochina. Jadwalnya cukup ketat. Satu kelompok mencatat 11.000 jam terbang dalam enam minggu. Empat puluh enam tes berbeda dilakukan pada bulan Mei saja. Satu tes membandingkan kemampuan infanteri konvensional dan infanteri mobil udara. Dengan kapasitas angkut helikopter satu peleton pada satu waktu, kompi airmobile memulai serangan di atas perbukitan, medan berhutan hanya dalam waktu satu jam, sedangkan kompi infanteri konvensional membutuhkan waktu 24 jam untuk mencapai tujuan yang sama. Tes itu hanya eksperimental, tetapi seperti yang dicatat Howze, mereka menunjukkan apa yang mungkin dan apa yang bisa dicapai dengan kecepatan, presisi, manuver, dan daya tembak. Sementara itu, meski pesawat yang bisa bergerak cepat telah menggantikan kuda atau transportasi darat mekanis, teori penyebaran dengan cepat pasukan infanteri ringan tetaplah sama. Misi infanteri adalah untuk mendekat dengan musuh melalui aksi menembak dan bermanuver untuk mengalahkan atau menangkapnya, atau untuk menggagalkan serangannya dengan tembakan, pertempuran jarak dekat dan serangan balik. Hanya pertempuran jarak dekat antara pasukan darat lah yang pada akhirnya menentukan hasil pertempuran. Baik dengan berjalan kaki, berkuda atau berkendara, terjun payung dari pesawat terbang, atau mendarat dari helikopter, pasukan infanteri harus senantiasa bermanuver sebagai bagian dari misinya. Di semua level peperangan, manuver yang berhasil membutuhkan ketangkasan pemikiran, rencana, operasi, dan organisasi. Pada tingkat operasional, manuver adalah sarana yang digunakan komandan untuk menentukan di mana dan kapan harus bertempur dengan menetapkan syarat pertempuran yang menguntungkan, menghentikan pertempuran, atau bertindak untuk mengambil keuntungan dari tindakan taktis yang akan diambilnya. Dalam semuanya ini, konsep mobil udara menawarkan fleksibilitas yang sukar ditandingi unit-unit tempur lainnya

EKSPERIMEN GAME PERANG: “ITULAH YANG KAMI MAKSUD DENGAN MOBILITAS UDARA”

Sementara itu dewan juga melakukan eksperimen permainan perang. Satu skenario membayangkan invasi Soviet ke Iran yang dihadapi oleh pasukan mobil udara. Skenarionya merancang pasukan Soviet yang menyerang melalui celah di Pegunungan Zagros. Unit-unit mobil udara kemudian dapat menyerang pasukan Soviet lebih cepat dan karenanya lebih dekat ke titik masuk pasukan musuh. Jika pasukan Soviet tetap berada di jalan-jalan, kemampuan mereka sangat terdegradasi. Jika, di sisi lain, pasukan Soviet berbalik menyerang pangkalan-pangkalan unit mobil udara, unit lapis baja AS punya waktu untuk bergerak ke posisinya. Setidaknya dalam skenario permainan, unit airmobile mampu melakukan manuver dan taktik yang paling tepat digambarkan dengan ungkapan “mengambang seperti kupu-kupu—menyengat seperti lebah.” Tes, permainan perang, eksperimen, dan laporan diselesaikan dalam waktu beberapa bulan, dan unit mobil udara dijadwalkan untuk melakukan demonstrasi lapangan penuh di depan Menteri McNamara dan delegasi terhormat lainnya. Howze lalu menceritakan aksi tersebut ke tribun penonton saat punggung bukit musuh diserang sejauh 1.100 yard (1.000 meter). Howze menjelaskan bahwa menghadapi musuh yang bercokol di dataran tinggi adalah masalah lapangan terberat yang bisa dihadapi tentara mana pun. Dia menjelaskan bahwa serangan pasukan infanteri konvensional, yang didukung oleh kekuatan lapis baja, akan memakan waktu berjam-jam dan memakan banyak korban. Sebaliknya penggunaan helikopter dalam konsep serbu mobil udara akan memungkinkan dikirimkannya prajurit yang masih segar pada waktu yang tepat di zona tempur tanpa harus dibuat kelelahan dengan berjalan di darat melintasi medan yang berat, sementara pada saat bersamaan tetap dapat mempertahankan kohesi pasukan.

Konsepsi seniman tentang pesawat serang OV-1 Mohawk yang dipersenjatai dengan kanon Vulcan. Pada awalnya Mohawk menjadi bagian integral dari konsep unit airmobile rancangan Howze. (Sumber: https://www.thedrive.com/)
Bell XH-40, prototipe dari UH-1 Huey. Helikopter Huey menjadi kunci penggelaran unit mobil udara di awal tahun 1960-an. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Jika unit airmobile baru bisa melakukan ini, kata Howze, mereka akan bisa melakukan apa saja. Dalam pengujian tersebut, meriam-meriam howitzer kaliber 105mm masing-masing menembakkan tiga peluru dalam waktu delapan detik, diikuti oleh empat pesawat Mohawk yang masing-masing menjatuhkan satu bom dengan sumbu ledak tertunda seberat 1.000 pon (453 kg). Bom dengan sumbu ledak tunda ini dirancang untuk memantul di atas punggung bukit sebelum meledak di lereng sebaliknya. Pengebom tukik Angkatan Udara akan dimasukkan pada titik ini, tetapi awan rendah menghapus penggunaan elemen ini. Itu justru pada akhirnyw membuat demonstrasi ini menjadi murni pertunjukan dari Angkatan Darat, yang cocok dengan konsep Howze. Setelah pesawat-pesawat Mohawk, empat helikopter tempur menyerang perbentengan lawan dengan senapan mesin dan roket kaliber 2,75 inci. Kemudian datanglah klimaksnya—dengan terbang rendah, dari belakang tribun penonton, dengan kecepatan 110 mil per jam (177 km/jam), 30 helikopter Huey penuh dengan pasukan infanteri menderu. Terbang langsung ke arah debu dan asap, mereka turun dan menyerang. Howze lalu menoleh ke McNamara dan berkata, “Pak, dari saat musuh dapat mengetahui bahwa serangan akan datang hingga saat prajurit infanteri kami diturunkan dan di atasnya tepatnya 120 detik. Itulah yang kami maksud dengan mobilitas udara.”

PERLAWANAN KAKU DARI ANGKATAN UDARA 

Laporan akhir Dewan Howze diserahkan pada bulan Agustus 1962. Ditulis oleh Howze sendiri, berisi beberapa rekomendasi radikal. Rencananya lima divisi serbu udara akan menggantikan tiga divisi infanteri dan dua divisi udara. Setiap divisi baru akan memiliki 459 pesawat dan 1.000 kendaraan. Sebaliknya, divisi reguler tahun 1962 memiliki 100 pesawat dan 3.452 kendaraan. Segala sesuatu di divisi serbu udara baru harus memiliki kemampuan pengangkutan udara, sehingga menghilangkan kebutuhan akan banyak kendaraan darat. Demikian pula, artileri divisi dibatasi pada meriam kaliber 105 mm; Howitzer kaliber 155 mm dan 8 inci (203 mm) dihilangkan. Meriam yang lebih berat akan digantikan oleh 24 pesawat serang Mohawk (sayap tetap) dan 36 helikopter Huey bersenjata (gunship). Semuanya berkisar pada penggunaan aset udara Angkatan Darat—terutama helikopter, termasuk juga pesawat sayap tetap eksperimental seperti Mohawk. Laporan itu jauh jangkauannya dan inovatif. Bahkan termasuk menuliskan deskripsi area di mana airmobile akan paling efektif. Menurut prediksi, Asia Tenggara dipandang sebagai tempat di mana satuan mobil udara baru yang tidak konvensional bisa menunjukkan keunggulannya. Meskipun inovasi radikal Howze kemudian dibandingkan dengan formasi revolusioner dari unit lapis baja pertama, reaksi negatif, terutama dari Angkatan Udara, muncul dengan cepat dan berlimpah. Jenderal Curtis LeMay mengatakan bahwa Angkatan Darat mencoba menciptakan angkatan udaranya sendiri dan membentuk Dewan Angkatan Udara untuk membantah temuan dan rekomendasi Dewan Howze. Dewan Angkatan Udara, selain menuduh Dewan Howze dengan ketidaktahuan tentang kemampuan Angkatan Udara, dengan tegas menyatakan bahwa Angkatan Darat AS tidak kompeten untuk menilai perang udara.

Kepala Staf Angkatan Udara Amerika Serikat Jenderal Curtis LeMay dengan cerutu yang menjadi ciri khas-nya. eskipun inovasi radikal Howze kemudian dibandingkan dengan formasi revolusioner dari unit lapis baja pertama, reaksi negatif, terutama dari Angkatan Udara, muncul dengan cepat dan berlimpah. Jenderal Curtis LeMay mengatakan bahwa Angkatan Darat mencoba menciptakan angkatan udaranya sendiri dan membentuk Dewan Angkatan Udara untuk membantah temuan dan rekomendasi Dewan Howze. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

MENGUJI DIVISI SERBU UDARA KE-11

McNamara memang menyukai pengadopsian proposal Howze, tetapi laporannya kepada Kongres berisi pernyataan ini: “Rekomendasi Howze sangat revolusioner dalam karakter mereka, namun perlu diuji sebelum diimplementasikan.” Pada bulan Februari 1963, Divisi Serbu Udara ke-11 (uji coba) diaktifkan di Fort Benning, Georgia, untuk mulai melakukan tes dan latihan baru selama 18 bulan. Tes serbu udara dilaksanakan selama bulan Oktober dan November 1964. Tes dan latihan tersebut menghasilkan rekomendasi positif dari Kepala Staf Angkatan Darat yang kemudian diteruskan ke Kepala Staff Gabungan. Dengan hanya satu suara yang menentang—Jenderal Angkatan Udara John McConnell—Kepala Staff Gabungan mendukung temuan pihak Angkatan Darat. Pada bulan Maret 1965, pemerintahan baru Presiden Johnson memerintahkan pengiriman pasukan darat Amerika, yakni Marinir, yang kemudian diikuti oleh Brigade Airborne ke-173 Angkatan Darat ke Vietnam. Di bulan yang sama, perwira-perwira senior dari Divisi Serbu Udara ke-11 melakukan latihan peta rahasia di ruangan yang dijaga ketat. Mayoritas peta yang dipelajari adalah area di Vietnam, yang kemudian akan lebih dikenal sebagai dataran tinggi tengah, lokasi dimana pertempuran Ia Drang yang nantinya akan memantapkan konsep kavaleri udara berada. Pada tanggal 15 Juni 1965, McNamara mengesahkan organisasi Divisi Kavaleri Udara ke-1. Unit ini menggabungkan sumber daya divisi uji dengan Divisi Infanteri ke-2 untuk menghasilkan satu unit dengan 15.787 prajurit, 428 helikopter, dan 1.600 kendaraan. Dari 428 helikopter, sebagian besar adalah jenis pengangkut pasukan, tetapi 39 unit adalah helikopter Huey bersenjata. Pesawat Mohawk tidak lagi menjadi bagian dari unit ini, dan telah dikorbankan untuk memenuhi tuntutan rival Angkatan Udara-nya. Dengan aktivasi Divisi Kavaleri ke-1 (Airmobile), visi Howze menjadi kenyataan. Sekarang unit itu harus diuji dalam pertempuran. Kavaleri Pertama kemudian dikirim ke Vietnam pada bulan Agustus 1965.

Seorang tentara dari Brigade Lintas Udara ke-173 memeriksa lingkungan sekitar saat berpatroli di Vietnam Selatan pada bulan Mei 1965. Kehadiran pasukan marinir di bulan Maret dan unit Brigade Lintas Udara ke-173 ke Vietnam selatan pada tahun 1965, turut mempercepat dimatangkannya konsep divisi kavaleri udara pertama pada tahun yang sama. (Sumber: https://www.stripes.com/)
Pemandangan udara lapangan terbang An Khe yang sedang dibangun, tahun 1965. An Khe kemudian menjadi basis bagi unit Kavaleri Udara ke-1 di Vietnam. Pada tanggal 15 Juni 1965, McNamara mengesahkan organisasi Divisi Kavaleri Udara ke-1. Unit ini menggabungkan sumber daya divisi uji dengan Divisi Infanteri ke-2 untuk menghasilkan satu unit dengan 15.787 prajurit, 428 helikopter, dan 1.600 kendaraan. Dari 428 helikopter, sebagian besar adalah jenis pengangkut pasukan, tetapi 39 unit adalah helikopter Huey bersenjata. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

KAVALERI UDARA KE-1 DI VIETNAM

Divisi “kavaleri udara” ke-1 telah dilatih dan diperlengkapi dengan baik ketika mereka tiba di Vietnam pada bulan Agustus dan September 1965. Misi resminya adalah untuk memberikan informasi pengintaian untuk komando pasukan lapangan yang lebih besar, berpartisipasi dalam operasi stabilitas dan memberikan keamanan dan kontrol atas populasi dan sumber daya di sekitar wilayah tugasnya. Sementara menjalankan misi operasi airmobile menggunakan helikopter untuk terbang di atas medan yang sulit dan bermanuver di belakang pertahanan musuh untuk serangan udara ke sasaran yang ditargetkan, 1st Air Cav, bagaimana sering disebut, unggul dalam misi kavaleri tradisional untuk mengintai, melindungi, menunda gerakan musuh, dan melakukan serangan di wilayah yang luas. Divisi Kavaleri ke-1 (Airmobile) adalah sebuah organisasi yang terdiri dari sekitar 15.000 prajurit. Ia memiliki personel infanteri, artileri, logistik dan kemampuan dukungan divisi lainnya; tetapi yang paling penting, ia memiliki aset penerbangannya sendiri yang ditugaskan ke divisi tersebut untuk menyediakan pengintaian udara, transportasi pasukan, dukungan tembakan artileri roket udara, dan transportasi logistik. Ini semua terintegrasi, dimana helikopter transportasi dan observasi tergabung dengan elemen tempur divisi. “Serbuan udara tempur” adalah puncak fase serangan dari konsep mobil udara. Serbuan udara tempur, sebagai misi taktis, lebih dari sekadar mengangkut pasukan dari titik A ke titik B dengan helikopter. Setelah musuh ditemukan dan kontak dilakukan, pasukan kavaleri udara dapat dengan cepat dikerahkan menggunakan helikopter ke posisi tempur yang kritikal. Serbuan udara tempur biasanya dilakukan oleh komandan kompi (kapten) atau pemimpin peleton (letnan), dengan perintah untuk pergi dari satu titik ke titik lain untuk misi tertentu, seperti: pengintaian, perlindungan, penundaan, penyerbuan atau pencarian dan penghancuran. Huey pengangkut biasanya terdiri empat hingga enam helikopter, yang mengambil pasukan kavaleri dan mengangkut mereka ke zona pendaratan misi. Fase penting pertama dalam mengeksekusi operasi mobil udara adalah rencana pengangkutan pasukan ini. Proses pengangkutan mengatur bagaimana pasukan dan perlengkapannya dibawa dengan masing-masing helikopter. Gelombang demi gelombang helikopter kemudian akan mendarat tepat di samping perlengkapan yang akan dibawa sambil menjemput pasukan dan lepas landas kembali dengan waktu secepatnya.

Serbuan udara tempur biasanya dilakukan oleh komandan kompi (kapten) atau pemimpin peleton (letnan), dengan perintah untuk pergi dari satu titik ke titik lain untuk misi tertentu, seperti: pengintaian, perlindungan, penundaan, penyerbuan atau pencarian dan penghancuran. Huey pengangkut biasanya terdiri empat hingga enam helikopter, yang mengambil pasukan kavaleri dan mengangkut mereka ke zona pendaratan misi. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Setelah mengudara, unit serbu membentuk formasi penerbangan. Tergantung pada ukuran pasukan yang dibawa, begitu juga ukuran dan bentuk dari tempat pendaratan, formasi umumnya mengadopsi bentuk formasi “V” atau variasinya dengan yang “terberat” diletakkan di eselon belakang. Ini adalah formasi yang paling mudah diadopsi dan dikontrol. Formasi lainnya termasuk formasi berlian dan mata panah. Helikopter-helikopter kemudian akan membentuk sudut 45 derajat di samping dan belakang helikopter yang memimpin. Terbang sejajar sebisa mungkin, helikopter dalam formasi berdekatan hanya dipisahkan dengan jarak sekitar ukuran diameter sebuah rotor. Rute penerbangan dipilih untuk meminimalisir deteksi musuh dan mempertahankan perlindungan dan kerahasiaan. Saat helikopter-helikopter Huey mendekat, unit-unit artileri menggempur zona pendaratan, yang berakhir dengan tembakan peluru fosfor putih yang membuat pilot helikopter tahu waktu mereka untuk mulai turun. Pertama-tama, Huey bersenjata atau helikopter tempur Cobra akan memberondong lokasi pendaratan (LZ) dengan tembakan penekan jika pasukan musuh merencanakan penyergapan sebelum helikopter-helikopter pengangkut mendarat, dan kemudian pasukan akan turun untuk melanjutkan misi mereka. Komunikasi radio memungkinkan komandan, sering kali di helikopter komando dan kontrol yang bisa terbang dengan bebas di medan tempur, untuk memantau transmisi helikopter pengintai dan mengarahkan pendaratan udara yang responsif di tengah situasi pertempuran yang cair. Saat prajurit infanteri dikerahkan dari helikopter dengan senapan dan senapan mesin yang menembak-nembak, helikopter bersenjata berpatroli di atas untuk memberikan tembakan perlindungan jarak dekat dengan roket dan senapan mesin. Pengangkutan cepat meriam-meriam howitzer dan persenjataan dengan menggunakan helikopter memastikan bahwa pasukan infanteri yang bertempur di zona pendaratan terpencil dan terisolasi akan mendapat dukungan tembakan artileri yang berkelanjutan. Pasukan musuh umumnya sering tercengang dan kewalahan oleh serbuan udara awal yang dilakukan dengan cepat ini. 

Setelah mengudara, unit serbu membentuk formasi penerbangan. Tergantung pada ukuran pasukan yang dibawa, begitu juga ukuran dan bentuk dari tempat pendaratan, formasi umumnya mengadopsi bentuk formasi “V” atau variasinya dengan yang “terberat” diletakkan di eselon belakang. Ini adalah formasi yang paling mudah diadopsi dan dikontrol. (Sumber: https://ahec.armywarcollege.edu/)
Helikopter-helikopter bersenjata ditugaskan untuk menembaki area sekitar zona pendaratan dimana musuh diperkirakan berada. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Setelah zona pendaratan diperkirakan aman, pasukan penyerbu didaratkan. (Sumber: https://www.themodellingnews.com/)

Kemampuan manuver Kavaleri Udara Pertama ini dimungkinkan oleh helikopter-helikopter yang ditugaskan langsung ke divisi tersebut. Helikopter-helikopter Huey menyediakan sebagian besar transportasi helikopter dan kemampuan tempur unit. Mereka mengangkut makanan, air, amunisi dan personel, dan mengevakuasi yang terluka dan gugur. Sebelum pengenalan helikopter tempur AH-1 Cobra, helikopter Huey dilengkapi dengan senapan mesin, senapan Gatling dan pod roket kaliber 2,75 inci. Helikopter bersenjata ini menyediakan tembakan artileri roket udara untuk pasukan infanteri. Ketika Cobra menggantikan Huey sebagai helikopter bersenjata, mereka sering beroperasi bersama dengan helikopter observasi ringan (LOH) OH-6 dalam tim “pemburu-pembunuh” untuk mencari dan menghancurkan musuh. Selain ketiga helikopter ini, unit kavaleri Udara juga bergantung pada helikopter CH-47 Chinook berrotor ganda untuk mengangkut senjata artileri esensial dan perbekalan yang lebih berat untuk mendukung pasukan kavaleri udara ke mana pun mereka pergi. Helikopter Chinook bisa membawa 44 personel tentara atau 10.000 pon kargo (4,5 ton).

Helikopter tempur Cobra dan helikopter pengintai OH-6 Cayuse. Ketika Cobra menggantikan Huey sebagai helikopter bersenjata, mereka sering beroperasi bersama dengan helikopter observasi ringan (LOH) OH-6 dalam tim “pemburu-pembunuh” untuk mencari dan menghancurkan musuh. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Unit kavaleri Udara juga bergantung pada helikopter CH-47 Chinook berrotor ganda untuk mengangkut senjata artileri esensial dan perbekalan yang lebih berat untuk mendukung pasukan kavaleri udara ke mana pun mereka pergi. Helikopter Chinook bisa membawa 44 personel tentara atau 10.000 pon kargo (4,5 ton). (Sumber: https://id.pinterest.com/)

CATATAN PENGALAMAN PERTAMA DI IA DRANG 

Konsep kavaleri udara pertama kali diuji pada musim gugur 1965 di Lembah Ia Drang melawan tentara reguler Angkatan Darat Vietnam Utara (NVA). Kampanye militer yang dimulai pada 27 Oktober 1965, menampilkan satu bulan aksi tempur berkelanjutan di mana 1st Cav mencari, menemukan dan bertemu dengan pasukan NVA dalam pertempuran dan memenangkan beberapa pertempuran paling sengit dari seluruh masa perang. Pasukan infanteri yang dikirim menggunakan helikopter mendominasi zona operasi, memvalidasi peran revolusioner kavaleri udara dan menunjukkan kecepatan mobilitas udara masa perang di masa depan. Kampanye militer selama 34 hari lembah Ia Drang adalah kemenangan pasukan serbu udara skala divisi yang pertama. Meskipun divisi tersebut dapat mengangkut pasukan menggunakan helikopter di seluruh zona pertempuran — terlepas dari batasan medan — dengan lebih cepat daripada organisasi lain di Angkatan Darat dan secara meyakinkan bertempur melawan unit musuh yang jauh posisinya dengan serbuan udara vertikal, kekuatan serangan yang fleksibel ini membutuhkan persiapan yang matang dan unit cadangan yang cukup. Sementara doktrin Pertempuran Udara-Darat (AirLand Battle) Angkatan Darat dikembangkan setelah Perang Vietnam dan meredupkan peran Kavaleri Udara, kemampuan dan organisasi unik dari Air Cav dalam kampanye Ia Drang tetap menunjukkan dan membuktikan pentingnya prinsip doktrin tentang inisiatif, kelincahan, kedalaman dan sinkronisasi, seperti yang dijelaskan oleh Letnan Kolonel Kenneth R. Pierce dari Sekolah Staf Umum dan Komando Angkatan Darat AS dalam analisis kampanye militer tahun 1989 di Military Review

Pertempuran Ia Drang di bulan Oktober-November 1965 menjadi pengalaman pertama yang memvalidasi konsep serbu udara menggunakan helikopter. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Inisiatif

Mayor Jenderal Harry Kinnard, komandan Divisi Kavaleri ke-1, bermaksud untuk mengatur syarat-syarat pertempuran. Dia sedang menyerang dan merasa dia bisa menemukan pasukan musuh dan dia memiliki mobilitas dan daya tembak untuk menemukan dan menghancurkan mereka. Dia mengambil risiko besar dan tahu bahwa unit yang melakukan kontak awal akan kalah jumlah, tetapi percaya dia bisa memperkuat dengan bantuan tembakan segera dan kemudian menumpuk pasukan sebelum musuh bisa bereaksi. 

Mayor Jenderal Harry Kinnard, komandan Divisi Kavaleri ke-1. (Sumber: https://razor45.livejournal.com/)

Kelincahan

Helikopter memberi Kinnard kemampuan untuk bertindak lebih cepat dari musuh. Dia menggeser kekuatan dan kekuatan tempur dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menempatkan artileri lapangan dan artileri roket udara dengan akurasi tinggi di mana saja dalam waktu yang hampir seketika. Dia diperkuat dengan pasukan lebih cepat dari siapa pun dalam sejarah peperangan. Dengan kemampuan komunikasi yang sangat baik dan pasukan yang terlatih dalam memanggil bantuan tembakan udara, mortir atau artileri, dia dapat dengan cepat berkonsentrasi pada musuh yang babak belur dan memanfaatkan kelemahannya. Taktik kavaleri memperhitungkan akumulasi kesalahan kebetulan, kesulitan tak terduga dan kebingungan pertempuran, dan Kinnard, secara alami, lewat disposisi dan pelatihan, tahu bahwa ia harus terus-menerus “membaca medan perang”, memutuskan dengan cepat dan bertindak tanpa ragu-ragu. 

Kedalaman

Helikopter dan pelatihan kavaleri dalam penggunaannya secara alami memperluas operasi dalam ruang, waktu, dan sumber daya. Helikopter memberi Kinnard jangkauan penglihatan yang lebih luas untuk pengintaian, memungkinkannya untuk memberikan bantuan tembakan artileri roket udara yang akurat, menyesuaikan tembakan dari udara, memposisikan ulang artileri lapangannya, memasok pasukannya dan memperkuat dengan pasukan manuver hampir di mana saja di medan perang. Daerah belakangnya relatif aman, tetapi dia masih menyediakan batalyon infanteri untuk mengamankan artileri dan pos komando depannya. Dia memiliki landasan terbang yang dibangun sehingga Angkatan Udara dapat memasok pangkalannya di An Khe dari Saigon, dan dia memelihara cukup helikopter untuk memindahkan perbekalan itu ke pasukan garis depan. Dia siap secara mental untuk beraksi berani dan tegas, dan dia secara pribadi telah melatih komandan brigade dan  batalion pilihannya sendiri dengan kualitas yang sama.

Helikopter dan pelatihan kavaleri dalam penggunaannya secara alami memperluas operasi dalam ruang, waktu, dan sumber daya. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Sinkronisasi

Dua tahun pelatihan bersama dengan semua teknologi modern telah mengajarkan pasukan kavaleri udara bagaimana mengatur tindakan dalam waktu, ruang dan tujuan. Kinnard memiliki kekuatan dan kekuatan tempur untuk menghasilkan hasil maksimal pada titik yang menentukan. Pelatihan dan kemampuan komunikasi mereka memungkinkan sinkronisasi bahkan selama konflik berat tanpa koordinasi eksplisit. Konsep mencari lawan dengan pasukan seukuran batalyon dan menumpuk kekuatan setara brigade dan unit pendukungnya pada waktu dan tempat yang menentukan menggunakan seluruh divisi, pasukan lapangan dan dukungan tembakan Angkatan Darat, adalah tipikal operasi yang diluncurkan. Terlepas dari beberapa masalah yang signifikan dan biaya yang tinggi, kampanye militer Kavaleri udara ke-1 di lembah Ia Drang mencegah kemenangan NVA atas Kamp Pasukan Khusus di Plei Me, dan pelajaran yang didapat terbukti berharga dalam operasi mobil udara berikutnya setelah Ia Drang. Yang menonjol di antara mereka adalah kampanye militer di wilayah pesisir tahun 1966 lewat operasi “pengejaran berkelanjutan” (aksi ofensif terhadap musuh yang bergerak mundur) dan kampanye “operasi pembersihan” di pesisir tahun 1967 (untuk menemukan dan menghancurkan musuh dan melaksanakan program-program sosial). Kavaleri juga melindungi Saigon menggunakan “pelindung pasukan kavaleri,” melakukan “serangan kavaleri” di Khe Sanh dan di Lembah A Shau dan “eksploitasi kavaleri” dalam invasi ke Kamboja tahun 1970.

Helikopter-helikopter UH-1D “Huey” mengekstraksi pasukan Kavaleri ke-8 selama misi di Vietnam Selatan pada Oktober 1967. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

OPERASI PEGASUS

Tujuan utama pihak Komunis dalam Serangan Tet tahun 1968 adalah untuk merebut kekuasaan di Vietnam Selatan dan menyebabkan pembelotan elemen utama angkatan bersenjata Vietnam Selatan. Jenderal William Westmoreland menyatakan, “Ada sedikit keraguan bahwa musuh berharap di Khe Sanh untuk memperoleh kemenangan menentukan seperti yang telah dilakukannya pada tahun 1954 di Dien Bien Phu dengan harapan bahwa ini akan menghasilkan kejutan psikologis dan mengikis moral pihak Amerika.” Khe Sanh berada 15 mil (24 km) selatan Zona Demiliterisasi (DMZ) dan sekitar tujuh mil (11 km) dari perbatasan timur Laos. Pangkalan Khe Sanh berfungsi terutama sebagai fasilitas pendukung untuk unit pengawasan yang mengawasi DMZ dan menyelidiki jangkauan luar dari Jalur Ho Chi Minh di Laos. Di selatan, Khe Sanh terdapat Highway 9, satu-satunya jalan timur-barat di provinsi utara yang menghubungkan Laos dan daerah pesisir. Fasilitas utama di Khe Sanh adalah landasan pacu aluminium sepanjang 3.900 kaki (1.188 meter) yang—dalam kondisi cuaca yang baik—dapat menampung pesawat bersayap tetap, termasuk pesawat transport C-130. Pada minggu-minggu pertama tahun 1968, tanda-tanda serangan musuh yang akan datang di Khe Sanh meningkat dan sebanyak empat divisi Vietnam Utara diidentifikasi berada di utara DMZ. Ada juga indikasi bahwa musuh sedang mengerahkan beberapa baterai artileri di bagian selatan DMZ serta di daerah-daerah yang dekat dengan perbatasan Laos—semuanya berada dalam jangkauan Pangkalan Tempur Khe Sanh. Yakin bahwa Vietnam Utara akan menyerang Khe Sanh, komando Amerika dengan cepat bergerak untuk memperkuat pasukannya di daerah tersebut. Pangkalan tempur diperkuat, meningkatkan pasukan menjadi sedikit kurang dari 6.000 personel. Bersamaan dengan penumpukan pasukan sekutu di sekitar DMZ, pembom-pembom B-52 mulai secara sistematis membuat pola serangan bom yang dijatuhkan pada lokasi musuh yang dicurigai di dekat Khe Sanh dan pesawat-pesawat pembom tempur taktis meningkatkan serangan di kawasan panhandle Laos di selatan Vietnam Utara. Di sebelah timur Khe Sanh, artileri berat Angkatan Darat AS dikumpulkan di Rock Pile dan Camp Carroll untuk memberikan dukungan tembakan jarak jauh reaksi cepat ke pangkalan Khe Sanh. 

Lembah Khe Sanh. Dengan mengepung Khe Sanh, pasukan komunis bermaksud untuk memperoleh kemenangan menentukan seperti yang telah dilakukannya pada tahun 1954 di Dien Bien Phu dengan harapan bahwa ini akan menghasilkan kejutan psikologis dan mengikis moral pihak Amerika.” (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Pesawat-pesawat angkut C-130 berupaya memasok pasukan marinir yang terkepung di Khe Sanh. (Sumber: http://www.feightstudios.com/)

Pada dini hari tanggal 21 Januari 1968, musuh menyerang Khe Sanh dengan serangan artileri, tembakan roket dan mortir, yang mematikan dan menyelidiki posisi pertahanan di area utara dan barat laut. Di selatan pangkalan, tentara Vietnam Utara berusaha menyerbu desa Khe Sanh dan Huong Hoa tetapi dipukul mundur oleh pasukan Marinir dan pasukan pertahanan Vietnam Selatan. Dalam aksi awal ini, tembakan musuh menghancurkan hampir semua persediaan amunisi dasar dan sebagian besar persediaan bahan bakar. Landasan udara yang sangat penting rusak parah, memaksa penangguhan sementara penerbangan ke daerah tersebut. Selama dua bulan berikutnya, perhatian dunia tertuju pada Khe Sanh, di mana Vietnam Utara tampaknya akan menantang Amerika Serikat lewat pertempuran set-piece dalam skala yang tidak pernah dilakukan sejak kemenangan besar pasukan Komunis di Dien Bien Phu. Pasukan Kavaleri Udara ke-1 kemudian menjadi unit yang logis untuk membebaskan pasukan Marinir yang terkepung di Khe Sanh, dan komandan Kavaleri Udara, Mayor Jenderal John J. Tolson, ditugaskan untuk mendefinisikan dan melaksanakan Operasi Pegasus, yang memiliki misi tiga kali utama, yakni: membebaskan Pangkalan Tempur Khe Sanh, membuka Jalan Raya 9 dari Ca Lu ke Khe Sanh dan menghancurkan pasukan musuh di dalam area operasi. Meskipun pasukan Marinir dan Angkatan Darat Republik Vietnam (ARVN) menambah kekuatan bagi pasukan Kavaleri ke-1, perencanaan operasional dan kemampuan manuver kavaleri udara yang mendominasi pelaksanaan Operasi Pegasus. Perencanaan Tolson diambil dari pelajaran yang dipelajari divisi itu dalam kesuksesan sebelumnya, yang dimulai dengan pertempuran Ia Drang. Tolson menggambarkan konsep dasar Operasi Pegasus dalam Airmobility, 1961-1971: “Brigade ke-3 akan memimpin serangan udara Kavaleri Udara ke-1…Brigade ke-2 akan mendaratkan tiga batalyon di tenggara Khe Sanh dan menyerang barat laut dan Brigade ke-1 akan melakukan serbuan udara tepat di selatan Khe Sanh dan menyerang ke utara…Satuan Tugas Lintas Udara Republik Vietnam dari Tentara ke-3 akan melakukan serbuan udara di barat daya Khe Sanh dan menyerang ke arah Kamp Pasukan Khusus Lang Vei. Linkup antara kedua kekuatan direncanakan terjadi pada akhir dari hari ketujuh.” 

Marinir Amerika menyaksikan serangan udara dari pesawat serang A-4 Skyhawk dari perimeter pertahanan mereka di Khe sanh. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Mobilitas udara adalah kunci pertama dalam perencanaan dan pelaksanaan Operasi Pegasus, yang menyediakan kemampuan untuk inisiatif, kelincahan, kedalaman dan sinkronisasi unit yang dikerahkan. Tolson kemudian membangun landasan terbang yang dikenal sebagai Landing Zone Stud di sekitar Ca Lu yang akan sangat penting untuk seluruh operasi. Dia juga meningkatkan kemampuan Jalan Raya 9 antara Rockpile dan Ca Lu untuk memungkinkan penyimpanan perbekalan di LZ Stud, dan membangun pangkalan di sana. Elemen kunci kedua untuk sukses adalah upaya pengintaian dan dukungan tembakan yang terintegrasi erat dari Skuadron ke-1, Kavaleri ke-9. Pengawasan awal menunjukkan bahwa musuh telah menetapkan posisi yang dirancang untuk menunda atau menghentikan segala upaya untuk memperkuat atau membebaskan Khe Sanh. Sebagai bagian dari pengintaian dengan tembakan, posisi antipesawat musuh yang diketahui atau dicurigai dan konsentrasi pasukan lawan dicari dan dihancurkan, baik dengan tembakan organik atau udara taktis. “Ketelitian persiapan medan perang ditunjukkan selama serangan awal Divisi Kavaleri ke-1,” tulis Tolson, “karenanya tidak ada pesawat yang hilang karena tembakan antipesawat atau artileri musuh.”

Tolson merinci operasi kavaleri udara sebagai berikut: 

“Pukul 0700 tanggal 1 April 1968 fase serangan Operasi Pegasus dimulai…. Pada saat yang sama, Brigade ke-3 Kavaleri ke-1 diterbangkan oleh helikopter-helikopter Chinook dan Huey ke zona pendaratan Stud dalam persiapan untuk serbuan udara ke dua daerah tujuan lebih jauh ke barat. Cuaca menunda serangan hingga pukul 1300, ketika Batalyon ke-1, Kavaleri ke-7, menyerbu lewat udara ke zona pendaratan Mike yang terletak di tanah menonjol di selatan Jalan Raya Sembilan dan jauh di depan serangan pasukan Marinir. Batalyon ke-2, Kavaleri ke-7, pergi ke zona pendaratan yang sama untuk memperluas dan mengembangkan posisi di tempat itu. Batalyon ke-5, Kavaleri ke-7, menyerbu lewat udara ke daerah utara Jalan Raya Sembilan…. Pada H+4 (5 April), Brigade ke-2 melanjutkan serangannya ke benteng tua Prancis dan menghadapi perlawanan musuh yang berat….Unit Brigade ke-1 memasuki operasi dengan Batalyon ke-1, Kavaleri ke-8, menyerbu ke zona pendaratan Snapper, karena ada di daerah selatan Khe Sanh dan menghadap Jalan Raya Sembilan….Kontak terberat pada tanggal itu terjadi di daerah operasi Brigade ke-3 saat Batalyon ke-2, Kavaleri ke-7, yang melanjutkan perjalanannya ke barat di Jalan Raya Sembilan….Pasukan dari Divisi Kavaleri ke-1 diterbangkan ke Bukit 471 membebaskan Marinir yang terkepung pada posisi ini …. Pada pukul 0800 tanggal 8 April, pembebasan Khe Sanh telah dilaksanakan dan Divisi Kavaleri ke-1 menguasai daerah itu. Brigade ke-3 kemudian menerbangkan pos komandonya ke Khe Sanh dan mengemban misi mengamankan daerah tersebut. Ini dicapai setelah Batalyon ke-2, Kavaleri ke-7, berhasil membersihkan Jalan Raya Sembilan menuju ke pangkalan dan melakukan kontak dengan Resimen Marinir ke-26….Pada saat ini menjadi semakin jelas, melalui kurangnya kontak dan sejumlah besar peralatan baru musuh ditemukan berserakan ditinggalkan di medan perang, menunjukkan bahwa musuh telah memilih melarikan diri dari daerah itu daripada menghadapi kekalahan pasti. Mereka benar-benar bingung dengan serangan yang cepat, berani, dan bercabang banyak.”

Pasukan kavaleri berlari menuju helikopter mereka yang menunggu untuk membawa mereka ke serbuan lain ke arah Khe Sanh, selama Operasi Pegasus, 5 April 1968. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Pasukan kavaleri meninggalkan helikopter mereka dan bergegas ke lereng bukit untuk memulai Operasi Pegasus di Vietnam, 5 April 1968. Pasukan kavaleri mengambil bagian dalam operasi untuk membebaskan pangkalan Marinir Khe Sanh, yang telah dikepung selama tiga bulan. Operasi Pegasus adalah operasi gabungan Marinir dan Pasukan Kavaleri. Pasukan kavaleri ini harus menempuh jarak sekitar sepuluh mil sebelum mencapai pangkalan. (Foto AP/Dang Van Phuoc/https://www.flickr.com/)
Aksi dalam Operasi Pegasus: Tentara Amerika membantu pasukan Vietnam Selatan untuk memecah pengepungan Khe Sanh. Bisa dibilang, pembebasan Khe Sanh adalah serangan kavaleri terpenting dalam perang—serangan cepat ke wilayah yang dikepung musuh untuk menjalankan misi tertentu tanpa bermaksud mempertahankan medan dan kemudian segera mundur saat misi selesai. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Signifikansi lebih lanjut dari Operasi Pegasus adalah integrasi antar satuan. Tolson memuji “upaya tim yang hebat dari semua angkatan, baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, Marinir dan Angkatan Udara….Fakta bahwa kami dapat mengoordinasikan semua operasi ini dalam satu markas adalah impian seorang komandan.” Namun, persaingan antar satuan juga ada dan beberapa di Korps Marinir dengan tegas mengklaim bahwa Khe Sanh tidak pernah dikepung karena dapat dipasok kembali oleh pengedropan udara. Beberapa Marinir berpendapat bahwa bantuan dari Kavaleri Udara tidak diperlukan karena mereka sedang dalam proses berjuang keluar dari pengepungan. Divisi Kavaleri ke-1, bagaimanapun mengakhiri pengepungan 77 hari di Khe Sanh hanya dalam waktu delapan hari merupakan bukti taktik kavaleri udara dan secara dramatis menggambarkan kecepatan dan keefektifan kekuatan besar yang dapat digunakan dalam pertempuran. Kegagalan musuh yang berulang-ulang untuk dengan cepat memahami waktu reaksi dan kemampuan kavaleri Udara telah menyebabkan kekalahannya. Bisa dibilang, pembebasan Khe Sanh adalah serangan kavaleri terpenting dalam perang—serangan cepat ke wilayah yang dikepung musuh untuk menjalankan misi tertentu tanpa bermaksud mempertahankan medan dan kemudian segera mundur saat misi selesai.

DARI VIETNAM KE PERANG TELUK: UNIT AIRMOBILE DALAM TUGAS

Airmobile kemudian akan memenangkan banyak pertempuran di Vietnam, tetapi kekalahan strategis AS akhirnya membuat konsep airmobile memar dan berdarah juga. Peperangan helikopter menjadi terkait dengan kekalahan. Helikopter itu dilihat sebagai “pengangkut yang sangat baik untuk misi transportasi dan penempatan pasukan yang dapat dimodifikasi menjadi senjata pendukung yang sangat baik, jika tidak sangat diperlukan. Itu memungkinkan pasukan Amerika untuk menembus jauh ke dalam wilayah yang dikuasai musuh (dan) menyediakan moda transportasi serta kesiapan tempur yang cepat.” Namun, mereka tidak bisa memenangkan perang dengan sendirinya. Banyak yang percaya bahwa di Vietnam Angkatan Darat A.S. terkunci dalam mentalitas perang atrisi/yang menilai kemenangan dengan jumlah musuh yang bisa ditewaskan, dan untuk mencapai tujuan ini, mereka telah mengganti taktik—airmobile— strategi secara menyeluruh. Asosiasi dengan pengalaman di Vietnam membuat perang helikopter tidak disukai untuk sementara waktu. Namun, perlahan, kebijaksanaan dari visi Howze menjadi lebih jelas. 

Divisi Lintas Udara ke-101 (Serbu Udara) dalam Operasi Desert Storm. Divisi Lintas Udara ke-101 terlibat selama 60 dari 100 jam pertempuran darat. Pada dini hari tanggal 24 Februari 1991, Brigade ke-1 dari Divisi Lintas Udara ke-101, terbang dengan 60 helikopter Blackhawk, merebut pangkalan operasi garis depan 120 kilometer di dalam wilayah Irak. (Sumber: https://www.tennessean.com/)

Pada tahun 1990, hampir semua rekomendasinya Howze telah dilaksanakan. Ide-ide unit mobil udara pada tahun 1962 muncul kembali dengan sepenuh hati menggunakan teknologi era tahun 1990-an dan digunakan dengan pengaruh yang besar dalam Perang Teluk 1991. Di sana, Divisi Lintas Udara ke-101 (Serbu Udara) terlibat selama 60 dari 100 jam pertempuran darat. Pada dini hari tanggal 24 Februari 1991, Brigade ke-1 dari Divisi Lintas Udara ke-101, terbang dengan 60 helikopter Blackhawk, merebut pangkalan operasi garis depan 120 kilometer di dalam wilayah Irak. Kemunculan tiba-tiba dari pasukan Amerika begitu benar-benar mengejutkan dan membuat bingung pasukan Irak yang bertahan sehingga mereka dengan cepat menyerah. Unit ini adalah yang pertama menampilkan gambar tentara Irak yang mencoba menyerah kepada helikopter yang sedang dalam penerbangan. Tentu saja, bahkan Howze yang imajinatif tidak dapat membayangkan kemungkinan seperti itu. Hari berikutnya, Brigade ke-3, yang diangkut oleh 63 helikopter Blackhawk, bergerak 155 mil (249 km) di belakang Tentara Irak yang mundur dan memotong rute pelariannya keluar dari Kuwait. Pasukan Irak terjebak di bagian Jalan Raya nomor 8—jalan dari Basra ke Baghdad—dan dimusnahkan total. Tingkat kehancuran tentara Irak kemudian dibandingkan dengan kehancuran Angkatan Darat Jerman di Celah Falaise pada tahun 1944. Kavaleri udara bertanggung jawab untuk menutup pintu belakang lawan dan memperpendek waktu perang. Manuver dari Divisi Airborne ke-101 dalam Perang Teluk adalah contoh konsep kavaleri udara seperti yang dibayangkan oleh Hamilton Howze. Kecepatan dan manuver telah mencapai keunggulan taktis dan kejutan, dan manuver pemblokiran yang dieksekusi dengan sempurna telah memastikan kehancuran total pasukan musuh—sebuah taktik kavaleri yang disempurnakan oleh Nathan Bedford Forrest hampir 150 tahun sebelumnya dan dibangkitkan oleh Howze pada tahun 1962. Dengan melakukan itu, Howze menghasilkan konsep mobilitas medan perang abad ke-20 yang benar-benar baru yang terus berkembang di abad ke-21.

KRITIK PADA DOKTRIN KAVALERI UDARA DI ABAD KE-21

Di sisi lain muncul kritikan bahwa konsep serbu udara ala Howze tidak benar-benar diaplikasikan di masa sekarang. Setelah Vietnam, ancaman militer yang dirasakan ke Amerika Serikat adalah divisi lapis baja dan mekanis tentara Soviet di Eropa. Hal itu menyebabkan Angkatan Darat untuk mengatur ulang Kavaleri ke-1 sebagai divisi “tiga kapabilitas” (TRICAP) pada tahun 1971, yang menggabungkan brigade lapis baja, mobil udara dan kavaleri udara. Era pasca-Vietnam melihat kemampuan mobil yang dibatasi—tercermin dalam Manual Lapangan Angkatan Darat 100-5 edisi 1976, Operasi, dan konsep “pertahanan aktif.” Doktrin ini, tulis Robert Hamilton dari School of Advanced Airpower Studies, telah memfokuskan “pemikiran kekuatan udara pada dukungan udara jarak dekat dan peran anti-armor sehingga merugikan aplikasi yang lebih fleksibel dan independen.” Mayor Kevin J. Dougherty, yang menjabat sebagai kepala Divisi Analisis, Direktorat Intelijen, di Komando Eropa AS, menulis dalam Joint Force Quarterly pada tahun 1999 bahwa “eksperimen TRICAP menjadi terperosok dalam ketidakmampuan birokrasi dan, pada bulan Agustus 1980, Kavaleri ke-1 berubah menjadi divisi lapis baja yang berat.” Pada bulan Oktober 1974, Divisi Lintas Udara ke-101 meninggalkan konsep Airmobileuntuk mendukung konsep Serbu Udara dan menerima perubahan doktrinal yang tersirat, yang berusaha menggabungkan personel, senjata, dan transportasi udara dengan “doktrin kavaleri.” Meskipun Divisi ke-101 mengambil nama satuan Air Assault, namun mereka tidak benar-benar melakukan “aksi serbu udara” atau taktik kavaleri udara lainnya, yang mengintegrasikan pesawat serang, transport dan observasi dengan elemen tempur divisi, seperti yang dilakukan Kavaleri Udara ke-1. Divisi Serbu Udara ke-101 memastikan ketersediaan aset penerbangan yang berkelanjutan untuk memenuhi persyaratan taktis yang unik, tetapi ini tetaplah bukan divisi kavaleri udara. “Serbuan udara tempur” adalah taktik kavaleri udara—bukan hanya mengangkut pasukan dengan helikopter. Kontributor lain dari matinya taktik “kavaleri udara” adalah munculnya cabang Penerbangan Angkatan Darat yang terpisah pada tahun 1983 dan pengembangan helikopter Apache, yang dapat “terbang” pada jarak tertentu dan menyerang target. Hilang sudah taktik dukungan tembakan jarak dekat untuk pasukan langit yang turun dengan bantuan dari helikopter serang seperti Cobra. Independensi dari unit penerbangan dan taktik baru Angkatan Darat ini secara efektif mengakhiri konsep serbu udara tempur yang disinkronkan, yang merupakan ciri khas Divisi Kavaleri Udara ke-1.

Berdiri di puncak bukit, Prajurit dari Batalyon Pasukan Khusus Divisi Lintas Udara 101 menyaksikan dua helikopter Chinook terbang untuk membawa mereka kembali ke Lapangan Udara Bagram, Afghanistan 4 November 2008. Para Prajurit menggeledah sebuah desa kecil di lembah di bawah untuk bahan dan fasilitas pembuatan IED. Meskipun Divisi ke-101 mengambil nama satuan Air Assault, namun mereka tidak benar-benar melakukan “aksi serbu udara” atau taktik kavaleri udara lainnya, yang mengintegrasikan pesawat serang, transport dan observasi dengan elemen tempur divisi, seperti yang dilakukan Kavaleri Udara ke-1. (Sumber: https://www.afcent.af.mil/)

Dougherty menulis pada tahun 1999 bahwa beberapa pemikir Angkatan Darat mengakui bahwa “integrasi mobilitas infanteri dan kemampuan akuisisi target dengan kecepatan, kelincahan, dan daya tembak helikopter adalah kombinasi yang kuat; tetapi struktur kekuatan saat ini tidak memungkinkan diwujudkannya kavaleri udara helikopter.” Memperhatikan bahwa program modernisasi helikopter membuat peran kavaleri udara asli menjadi prospek yang menjanjikan untuk dimasukkan ke dalam semua divisi, Doughtery menyimpulkan, “Doktrin dan taktik yang dibangun di sekitar organisasi infanteri ringan yang dapat dikerahkan dan brigade kavaleri udara akan lebih sejalan dengan revolusi sejati dalam urusan militer.” Militer masa depan akan lebih kecil, lebih berorientasi pada teknologi dan memiliki kekuatan yang bisa bergerak cepat untuk menjalankan misinya. Seperti yang dikatakan Menteri Pertahanan Robert Gates pada tahun 2011, “Alasan strategis untuk pasukan ekspedisi yang bergerak cepat, baik itu Angkatan Darat atau Marinir, infanteri udara atau operasi khusus, terbukti dengan sendirinya mengingat kemungkinan aksi kontraterorisme, reaksi cepat, tanggap bencana, atau misi bantuan stabilitas atau pasukan pengaman.” Presiden Barack Obama mengumumkan pada awal tahun 2012 bahwa militer akan dibentuk kembali dari waktu ke waktu dengan penekanan pada upaya melawan terorisme, mempertahankan unsur penangkal nuklir, melindungi tanah air AS dan “mencegah dan mengalahkan agresi oleh musuh potensial.” Sementara taktik kavaleri udara dapat dijalankan oleh Army Rangers, Navy SEAL atau pasukan operasi khusus Angkatan Laut atau Angkatan Udara, seperti dalam serangan tahun 2011 yang menewaskan Osama bin Laden, perencanaan militer masa depan harus menciptakan unit kavaleri udara sejati, seperti era Vietnam. Divisi Kavaleri ke-1, terdiri dari personel yang terlatih dan diperlengkapi secara khusus—bukan karena nostalgia, tetapi karena berorientasi pada misi dan menjadi yang terbaik untuk kepentingan keamanan nasional Amerika.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Tactical Air Mobility: Birth of the Air Cav By Glenn Birdwell

Tactical Air Mobility: Birth of the Air Cav

AIR CAV: HOW SOLDIERS IN THE SKY RESHAPED COMBAT ON THE GROUND By JOSEPH ABODEELY; 7/24/2013

(SPEARHEAD): 1st Air Cavalry in Vietnam: the First Team by Simon Dunstan; p 11-13, p 31-33

Exit mobile version