Sejarah Militer

Kisah Pararel Dua Prajurit Vietnam Selatan Part III: Unit Elit Hac Bao & Krisis Budha

Setelah pemerintahan berbasis militer di Saigon datang dan pergi, pada bulan Februari 1965 kejatuhan pemerintahan Jenderal Nguyen Khanh digaungkan akan membawa stabilitas dan kebangkitan politik dari kelompok rival yang dipimpin oleh Jenderal Nguyen Van Thieu dan Marsekal Udara Nguyen Cao Ky. Keduanya yang naik kekuasaan pada pertengahan bulan Juni, kemudian akan mendominasi politik di Vietnam Selatan hingga kejatuhan Saigon pada tahun 1975. Baik Dinh dan Hue melihat stabilitas politik sebagai sebuah kesempatan untuk mereformasi ARVN. Akan tetapi keyakinan itu pupus, karena meski pergolakan politik berakhir, namun rezim Thieu/Ky hanya sedikit menyelesaikan permasalahan yang membelit ARVN. Kemudian datanglah militer Amerika dalam skala penuh.

Nguyen Van Thieu, kiri, dan Nguyen Cao Ky, tengah, setelah pertempuran yang sukses pada tahun 1966. Keduanya akan mendominasi politik di Vietnam Selatan hingga kejatuhan Saigon pada tahun 1975. (Sumber: https://www.almendron.com/)
Pasukan marinir Amerika mendarat di Da Nang, 8 Maret 1965. Kehadiran pasukan darat Amerika kemudian mengubah sifat dan eskalasi perang di Vietnam. (Sumber: https://www.flickr.com/)

KEHADIRAN AMERIKA

Meski kemunculan rezim Thieu/Ky memunculkan harapan adanya stabilitas politik di Vietnam Selatan, namun hal ini tidak menghentikan kesuksesan Vietcong di medan tempur dan kekalahan tentara rezim Saigon. Ini diperburuk dengan meningkatnya serangan-serangan yang ditujukan kepada target-target Amerika. Sebagai tanggapan, Amerika melancarkan pengeboman berkelanjutan, yang diberi nama sebagai Operasi Rolling Thunder. Toh serangan udara besar-besaran ini gagal mengubah situasi secara dramatis. Akibatnya permintaan awal pasukan darat Amerika dari Jenderal Westmoreland, komandan Military Assistance Command, Vietnam (MACV) terus meningkat dengan hadirnya kekalahan-kekalahan ARVN dalam pertempuran di Song Be dan Dong Xoai, dekat Saigon. Pengiriman pasukan darat Amerika ke Vietnam, bukannya tanpa penentangan di dalam Pemerintah Amerika sendiri. Duta besar Taylor secara khusus menyatakan kekhawatirannya, bahwa kehadiran tentara Amerika “malah akan menyemangati tentara Vietnam Selatan untuk menyerahkan beban perang kepada Amerika Serikat”, yang pada akhirnya akan mengulang sentimen negatif kolonialisme Prancis yang masih belum hilang dari ingatan rakyat Vietnam. Namun meski telah diperingatkan Taylor, Presiden Johnson yang terdesak untuk segera mewujudkan program-program sosial Great Society, yang dikampanyekan-nya dalam pemilu sebelumnya, memantapkan diri untuk mengerahkan tentara darat Amerika untuk bertempur langsung di Vietnam. Di sisi lain, performa ARVN di tahun 1963 dan 1964, menunjukkan pada Westmoreland bahwa ARVN belum siap bertempur dan keterlibatan langsung Amerika diperlukan.

Ilustrasi pesawat-pesawat serang A-4 Skyhawk Angkatan Laut Amerika menyerang target di Vietnam Utara selama Operasi Rolling Thunder (1965-1968). Serangan udara besar-besaran ini gagal mengubah situasi secara dramatis di Vietnam. (Sumber: https://archive.aeroscale.net/)
Duta besar Maxwell Taylor (kiri) dan Jenderal Westmoreland (berseragam). Duta besar Taylor secara khusus menyatakan kekhawatirannya, bahwa kehadiran tentara Amerika “malah akan menyemangati tentara Vietnam Selatan untuk menyerahkan beban perang kepada Amerika Serikat”. (Sumber: https://spiritualpilgrim.net/)
Berita pertempuran di Dong Xoai, dimana pasukan gabungan Vietnam Selatan-Amerika dikalahkan oleh gerilyawan Vietcong. (Sumber: https://alchetron.com/)

Saat pasukan Amerika mengambil alih banyak kewajiban tempur, ARVN menjadi “penonton” dan bukan sebagai “peserta” dari apa yang seharusnya menjadi perang mereka. Pada esensinya, kebijakan Amerika membuat ARVN sekarang memegang peran nomor dua dalam upaya Amerika memenangkan perang secara militer. Maxwell Taylor kemudian merefleksikan, “kita tidak pernah benar-benar memberi perhatian pada ARVN. Kita tidak mempedulikan mereka.” Sekitar 60% dari kekuatan ARVN kemudian ditugaskan untuk menyediakan keamanan di tingkat lokal, dimana mereka tidak dilatih dengan baik untuk menjalankan penugasan seperti itu. Meski banyak orang-orang Vietnam Selatan, seperti Dinh dan Hue menyadari nilai penting dari misi semacam itu, namun misi-misi ini tetaplah bukan prioritas dalam taktik Amerika untuk memenangkan perang. Sementara itu 40% kekuatan ARVN lainnya tetap terlibat dalam operasi-operasi militer. Kehadiran militer Amerika dengan daya tembaknya yang besar dan kemampuan logistiknya kemudian menggaransi kemenangan di medan tempur. Akan tetapi hal ini bukannya tidak menimbulkan masalah. ARVN dengan cepat menjadi bergantung pada dukungan daya tembak dan logistik Amerika, diluar kemampuan asli mereka. Ketika nantinya dukungan Amerika semakin berkurang, efektifitas tempur ARVN dengan cepat menurun. Jenderal Ngo Quang Truong, yang dianggap banyak pihak sebagai perwira tempur terbaik di ARVN dan nantinya akan menjadi komandan divisi Dinh dan Hue, berkomentar mengenai efek dari pengambil-alihan kontrol perang oleh Amerika: “Pengerahan pasukan tempur (Amerika) berarti bahwa upaya penasehat Amerika pada saat itu dianggap tidak cukup dalam memenuhi tujuannya…memasuki perang seperti unit pemadam kebakaran, orang-orang Amerika seperti berusaha menyelamatkan rumah orang Vietnam dari kehancuran tetapi hanya sedikit memiliki kepedulian terhadap korbannya. Hanya setelah menyadari bahwa korban juga seharusnya menjadi bagian dari upaya pemadaman kebakaran untuk menyelamatkan rumah mereka, Amerika mulai mempedulikan mereka. Tetap saat itu waktu yang berharga sudah hilang, dan saat si korban mulai berdiri dan selangkah demi selangkah bergerak maju setelah memulihkan diri, pemadam kebakaran itu ditarik kembali ke markasnya.”

HAC BAO

Setelah menjalani latihan perang hutan di Malaya pada musim gugur tahun 1965 Hue kembali ke Korps ke-I dan menjadi ajudan dari Jenderal Nguyen Van Chuan, komandan dari Divisi ke-1 ARVN. Ini adalah pengalaman yang menantang, karena dari posisi barunya, perwira muda ini bisa melacak situasi operasional dari divisinya. Sebagai tambahan, Hue menjadi perwira terpercaya dari Chuan dan bekerja bersama  komandan unit Amerika dan ARVN untuk membuat rencana taktis bagi Divisi ke-1 ARVN. Pada akhir tahun 1964, Jenderal Chuan memutuskan bahwa Divisi ke-1 ARVN membutuhkan unit reaksi cepat, yakni sebuah unit elit yang siap sedia membantu unit-unit lain di Divisi itu dalam pertempuran. Ide ini kemudian menghasilkan kompi Hac Bao (Black Panther), yang berisi para sukarelawan. Kompi perkuatan ini beranggotakan lebih dari 200 orang yang terbagi dalam lima kompi, dengan daya tembak setara dengan batalyon ARVN dan menjadi unit pertama yang benar-benar memiliki mobilitas udara. Tugasnya selain membantu unit-unit Divisi ke-1 ARVN yang terancam, adalah membantu penyelamatan pilot yang jatuh, melindungi konvoi, dan memastikan data intelijen. Singkatnya Hac Bao adalah unit “pemadam kebakaran” dari Divisi ke-1 ARVN. Unit ini bermarkas di benteng kota Hue, yang harus siap sedia dan mendapatkan prioritas tertinggi dalam memperoleh dukungan udara dan artileri. Pada bulan Februari 1965, Pham Van Dinh ditunjuk sebagai wakil komandan Hac Bao, sebagai bukti dari reputasinya yang tengah menanjak. Di awal penugasannya di medan tempur Dinh ditemani oleh tim penasehat asal Amerika dan Australia, yang menunjukkan betapa pentingnya unit ini, karena para penasehat umumnya tidak ditugaskan ke unit dibawah ukuran batalion. Dengan pelatihan dan kemampuan bahasa Inggrisnya yang bagus, Dinh membuat Hac Bao sebagai unit yang sangat efektif. Hac Bao normalnya memiliki akses atas lima helikopter pengangkut pasukan (karena ukuran tubuhnya yang lebih kecil dibanding orang-orang Amerika, helikopter ini bisa membawa 12 prajurit ARVN dibanding 6 prajurit Amerika) dan dua helikopter serang untuk menjalankan operasi-operasi besarnya sehingga bisa menjalankan taktik mobil udara, lebih dulu dari pasukan Amerika yang akan datang, dan nantinya menjadi konsep taktik umum dalam Perang Vietnam.

Lambang Kompi Serang “Hắc Báo” dari Divisi ke-1 ARVN di pintu masuk kamp, ​​tahun 1960-an. Kompi ini adalah sebuah unit elit yang siap sedia membantu unit-unit lain di Divisi ke-1 dalam pertempuran. (Sumber: http://rvnhs.blogspot.com/)
Perwira dan personel Hắc Báo berparade di Huế(perhatikan lambang unit di saku kanan), tahun 1966. (Sumber: http://rvnhs.blogspot.com/)
Kapten Tran Ngoc Hue, kiri, dan Kapten Marinir Roger V. Wellbrook meninjau peta sebelum memulai operasi, tanggal 12 Mei 1968. Kapten Tran Ngoc Hue, 26, adalah komandan unit reaksi cepat elit “Black Panthers” Divisi ke-1 ARVN. (Sumber: AP Photo/Joe Holloway/https://www.flickr.com/)

Pada bulan Maret 1965, pada waktu yang hampir bersamaan dengan mendaratnya marinir Amerika pertama kali di Vietnam, Jenderal Chuan memerintahkan Hac Bao untuk memperkuat dua regu pasukan teritorial yang disergap oleh sebuah pleton Vietcong. Dinh dan penasehatnya kemudian terbang dengan helikopter terdepan dan memilih zona pendaratan, sementara helikopter-helikopter serang melunakkan posisi musuh yang ada di desa 40 km sebelah tenggara kota Hue. Pasukan Hac Bao lalu mendarat di persawahan sekitar 100 meter dari posisi musuh dibawah tembakan perlindungan dari helikopter-helikopter serang. Vietcong terlihat terkejut dengan sergapan udara itu, dan kemudian lari melintasi medan terbuka hanya untuk diberondong oleh pasukan Hac Bao dan helikopter-helikopter pendukung. Ini adalah kemenangan cepat dan mudah bagi Dinh dan pasukannya, yang mencatat menewaskan tujuh personel musuh dan merampas lima senjata, sementara tidak ada korban di antara personel Hac Bao. Jenderal Chuan kemudian mengunjungi pasukannya dan memuji pencapaian Dinh. Selama beberapa bulan, pasukan Hac Bao menjalankan misi di area operasi Divisi ke-1 ARVN, mulai dari area “Street Without Joy” yang terkenal hingga lembah A-Shau tepat di sebelah selatan DMZ. Mereka beroperasi di berbagai jenis area mulai dari persawahan, pantai, hutan, hingga pegunungan di sekitar perbatasan Laos. Umumnya Hac Bao bergerak dengan helikopter yang disediakan marinir Amerika di Phu Bai, berjalan kaki atau dengan kendaraan, sesuai kebutuhan. Di bulan Juli Hac Bao bertempur dengan sebuah kompi musuh di sebuah desa dekat pantai. Di sini anak buah Dinh mendesak mundur pasukan musuh dan menewaskan 16 diantaranya serta merampas 2 mortir, sebuah senapan mesin, dan 10 senjata individu dengan 1 prajurit Hac Bao tewas dan 3 lainnya terluka. Atas kemenangannya Dinh dipromosikan menjadi Kapten. Sementara iti sebagai penghubung Jenderal Chuan, Hue kerap berhubungan dengan Dinh. Pada tahun 1965 saat bertugas di benteng kota Hue, keduanya saling mengenal dan bekerja-sama, serta mengembangkan perasaan saling menghormati. Di sisi lain eskalasi perang semakin meningkat, dengan kehadiran pasukan darat Amerika.

Jenderal Nguyen Van Chuan, komandan dari Divisi ke-1 ARVN, yang menggagas pembentukan kompi Hắc Báo. (Sumber: https://linhvnch.wordpress.com/)
Korban tewas Vietcong setelah pertempuran di tahun 1962. Saat menghadapi unit gerilyawan seperti Vietcong, kompi Hắc Báo umumnya dengan cukup mudah bisa unggul dalam pertempuran. (Sumber: https://spiritualpilgrim.net/)

Pada tanggal 21 Oktober 1965, perubahan sifat perang menjadi jelas bagi Dinh dan pasukan Hac Bao. Menghancurkan ilusi bahwa pasukan besar musuh tidak akan beroperasi di kawasan dataran rendah, sebuah batalyon NVA dari Resimen ke-83 melancarkan serangan kejutan malam hari di posisi Batalyon ke-1, Resimen ke-1, Divisi ke-1 ARVN, dekat desa Thon Hoi Yen, di area pesisir pantai, provinsi Quang Tri. Dengan cepat pasukan musuh menembus perimeter, membunuh 10 orang dan mundur ke desa. Divisi ke-1 kemudian bergerak cepat dengan mengirim sebuah batalyon dan Hac Bao melancarkan serangan balik. Inilah untuk pertama kalinya Dinh akan bertempur melawan musuh “baru”, yakni pasukan NVA. Di sekitar pagi hari tanggal 22, pengintaian udara menunjukkan pasukan musuh ada di desa Thon Hoi Yen, dan sebuah pleton Hac Bao ditugaskan untuk melakukan penyelidikan. NVA kemudian menunggu personel Hac Bao mendekat hingga jarak 20 meteran sebelum membuka tembakan, menjalankan taktik “menggantung pada sabuk” yang memaksakan pertempuran jarak dekat untuk mengeliminasi keunggulan daya tembak lawan. Dibawah tembakan gencar pleton Hac Bao mundur. Tidak seperti Vietcong yang mengandalkan taktik sergap-lari, pasukan NVA lebih berdisiplin tinggi dan siap bertahan mempertahankan posisinya.

Ilustrasi tentara Vietnam Utara bersenjata lengkap. Tidak seperti Vietcong yang mengandalkan taktik sergap-lari, pasukan NVA lebih berdisiplin tinggi dan siap bertahan mempertahankan posisinya. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Tentara Vietnam Selatan dengan senapan M1 Garand berpatroli selama tahun 1963. (Sumber: https://wwiiafterwwii.wordpress.com/)
Tentara NVA dengan senapan Type 56, varian AK-47 buatan China, yang lebih unggul dari senapan yang dipakai tentara ARVN. (Sumber: https://br.pinterest.com/)

Setelah siang hari, pasukan ARVN menyerang, dengan mengerahkan 2 batalyon dan personel Hac Bao maju kedepan, yang didahului oleh serangan tank pada posisi musuh. Serangan semacam ini biasanya akan bisa menghancurkan perlawanan gerilyawan, namun NVA yang bersenjata lebih baik dibanding Vietcong, membalas dengan tembakan senjata anti tank dan anti pesawat. Dua tank dihancurkan, dan komandan di tempat itu, Letnan Kolonel Nguyen Van Duong, memerintahkan kendaraan-kendaraan lapis baja menjauh dari jangkauan tembakan musuh. Dalam pertempuran, Dinh dikejutkan oleh persenjataan NVA yang canggih. Yang paling mengganggu adalah fakta bahwa tentara NVA memakai senapan serbu AK-47, yang lebih unggul dari senapan M-1 yang masih dipakai tentara ARVN. Perbedaan kemampuan senjata kemudian mempengaruhi performa di medan tempur dan rendahnya moral prajurit. Kemudian pada sore hari tanggal 22, pasukan ARVN menyerang lagi dibawah perlindungan tembakan artileri, akan tetapi Thon Hoi Yen tidak kunjung bisa direbut. Duong lalu menghentikan serangan pasukan infanteri dan mengeluarkan “kartu pamungkasnya”, yakni serangan udara dan tembakan berat artileri. Setelah serangan yang gencar, pasukan ARVN menyapu Thon Hoi Yen, hanya untuk menemukan bahwa pasukan NVA sudah pergi. Operasi ARVN berhenti dengan mencatat 22 pasukan musuh tewas, dan merampas 2 senjata anti pesawat dan 4 senjata anti tank. Meski menang, ARVN meraihnya dengan harga yang mahal, dengan kehilangan 25 prajurit, termasuk lima diantaranya dari unit Hac Bao. Sebelumnya hingga bulan Oktober, Hac Bao hanya menderita 4 orang tewas, yang meski terus menerus bertempur, namun cuma menghadapi unit-unit kecil Vietcong. Kini mereka menghadapi realita bahwa pasukan NVA jauh lebih tangguh dibanding Vietcong. Sementara itu meski performa kepemimpinan ARVN terus menerus dipertanyakan, namun hal ini tidak berpengaruh bagi Dinh pribadi, yang dinilai bagus oleh penasehat asal Amerika dan Australia. Terry Gill, perwira dari unit pelatihan asal Australia, yang 6 bulan bertugas bersama Hac Bao, mengenang: “Saya menemukan Dinh sebagai perwira yang enerjik, terbuka pada ide-ide dan taktik baru, meski dia punya pengalaman tempur lebih banyak dibanding sebagian besar penasehat yang ditugaskan bersamanya. Ia adalah pemimpin yang bagus dan sering memimpin dari depan. Hac Bao sendiri adalah unit yang sukses. Kesuksesannya sendiri, dalam opiniku karena Dinh adalah perwira favorit di Korps ke-1. Juga karena unit itu diperlengkapi, dilatih dan dipimpin dengan baik, punya moral yang tinggi, ditakuti dan dihormati oleh VC dan NVA. Unit ini sangat ditakuti, sehingga para penasehatnya dihargai sekitar $ 25.000 oleh NVA dan bisa jadi nilainya lebih tinggi bagi Dinh dan perwira-perwiranya.”

KRISIS BUDHA

Meski rezim Diem telah berakhir di Vietnam Selatan, namun perlawanan umat Budha tidak juga padam. Pada tahun 1966, para pemimpin Budha, khususnya yang lebih militan, seperti Thich Tri Quang, yang berbasis di Hue, memperbarui gerakan perlawanan terhadap rezim Thieu/Ky. Kekacauan sekali lagi melanda Vietnam Selatan. Yang lebih buruk, komandan area Korps ke-1, jenderal Nguyen Chanh Thi, sebagai figur yang kuat, memerintah layaknya pemimpin feodal, dimana Thieu/Ky percaya bahwa ia akan bekerja-sama dengan umat Budha untuk menjungkalkan kekuasaan mereka. Thi kemudian diberhentikan dengan alasan kesehatan, dan digantikan oleh Jenderal Nguyen Van Chuan, sementara Jenderal Pham Xuan Nhuan, menjadi komandan Divisi ke-1. Saat Jenderal Chuan dan ajudannya Tran Ngoc Hue menempati posisi barunya, kota Hue dan Da Nang meledak dalam kekacauan dan demonstrasi. Lebih parahnya para demonstran semakin beragam, bukan hanya dari umat Budha, tetapi juga dari kalangan pelajar dan pekerja. Para demonstran yang memprotes korupsi, semakin bersifat anti Amerika, dan menuntut perdamaian. Dengan berjalannya waktu, kekuatan ARVN di area, termasuk Jenderal Nhuan mulai memihak pada para demonstran. Sekali lagi ARVN terbelah antara tetap loyal kepada pemerintah atau bergabung dengan gerakan perlawanan. 

Jenderal Nguyễn Chánh Thi, komandan area Korps ke-1. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Biksu Budha Menghalangi Jalan Tank, selama krisis umat Budha di Vietnam Selatan tahun 1966. (Sumber: https://www.vietnamwar50th.com/)
Thich Tri Quang, biksu Budha militan yang menentang pemerintah Vietnam Selatan. (Sumber: https://content.time.com/)

Pada tanggal 15 Mei, dengan tanpa peringatan Marsekal Ky, mengirimkan dua Batalyon Marinir, yang diperkuat oleh dua batalyon Lintas Udara, didukung oleh tank-tank dan pesawat AU Vietnam Selatan, menyapu kota Da Nang, merebut beberapa posisi, termasuk markas Korps ke-1. Jenderal Nhuan dan pemimpin kelompok perlawanan lalu bereaksi dengan mengirim unit-unit Divisi ke-1 ARVN untuk memblokir pergerakan pasukan pemerintah yang bergerak menuju kota Hue. Pham Van Dinh dan unit Hac Bao-nya ditugaskan untuk menjaga jembatan di dekat desa Lang Co, utara dari Hai Van Pass. Dinh ditugaskan untuk mempertahankan jembatan itu dari serangan tentara pemerintah. Dinh tidak menyukai tugas itu. Dia melihat NVA dan Vietcong adalah musuh utama, bukannya sesama tentara ARVN. Benar saja, pihak komunis segera memanfaatkan kekacauan internal yang terjadi di Vietnam Selatan. Dinh memperkirakan sekitar 30% desa-desa yang pernah dikontrol oleh tentara pemerintah sekarang dikontrol oleh Vietcong. Desa-desa ini nantinya harus direbut lagi dengan susah payah oleh para prajuritnya. Pada tanggal 17 Mei, Jenderal Huynh Van Cao, komandan baru dari Korps ke-1, terbang dengan menggunakan helikopter ke kota Hue, untuk bertemu dengan para perwiranya, termasuk Dinh, dari Divisi ke-1, dalam upaya untuk membawa mereka kembali ke pihak pemerintah. Upaya ini gagal, dan saat Cao akan pergi, seorang Letnan ARVN, Nguyen Tai Thuc, menembakkan dua peluru ke Cao menggunakan pistolnya. Sebagai balasan penembak pintu helikopter asal Amerika, menembak mati Thuc dan melukai beberapa lainnya. 

Pasukan pemberontak ARVN mengancam akan meledakkan jembatan ini di seberang Sungai Danang untuk mencegah gerak maju pasukan yang setia kepada rezim Saigon di ujung. (Sumber: https://erenow.net/)
Didukung oleh tank, pasukan ARVN yang setia kepada pemerintah Saigon bergerak ke Danang untuk menumpas pembangkangan umat Buddha, tanggal 15 Mei 1966. Butuh waktu lebih dari seminggu untuk menaklukkan kota itu. (Sumber: https://erenow.net/)
Perdana Menteri Ky tiba di Hue dengan penuh kemenangan setelah pemberontakan umat Buddha terakhir menyerah kepada pasukannya. “Sejak hari itu,” katanya dengan gembira, “Umat Buddha Vietnam… tidak lagi menunjukkan semangat politik.” (Sumber: https://erenow.net/)

Beberapa hari kemudian, di tanggal 19 Juli, Cao yang enggan menyerang posisi pertahanan orang-orang Budha di pagoda Da Nang digantikan oleh Jenderal Hoang Xuan Lam, yang menjadi komandan keenam Korps ke-1 dalam kurun waktu 3 bulan! Bagi Dinh, kondisi ini tidak dapat diterima lagi, ia kemudian memutuskan untuk melakukan upaya terakhirnya. Menyadari bahwa sebagian besar kekuatan Divisi ke-1 ARVN meninggalkan kota Hue untuk menjaga jalur-jalur pendekatan ke kota, maka hanya ada sedikit kekuatan tersisa untuk menjaga markas Divisi. Dinh bermaksud untuk mengerahkan kompi Hac Bao-nya untuk menangkap Jenderal Nhuan dan mengakhiri pemberontakan, serta membiarkan pemerintah Saigon mengambil alih kontrol pasukan ARVN di Korps ke-1. Dinh kemudian memerintahkan personel Hac Bao naik keatas truk dan kembali ke kota Hue dengan alasan untuk mengambil perbekalan. Malang baginya, ditengah jalan pasukannya dicegat oleh pasukan infanteri dan tank ARVN. Jenderal Nhuan lalu memerintahkan Dinh kembali ke jembatan Lang Co. Tidak cukup dengan ini, Nhuan kemudian mencopot Dinh dari komandonya dan bermaksud untuk membawanya ke mahkamah militer atas aksi pembangkangannya. Khawatir akan nyawanya, Dinh ditemani oleh penasahat Amerika-nya pergi ke kompleks MACV di Phu Bai. Akan tetapi malam itu Dinh dibawa dengan pesawat kecil ke Da Nang, sebelum dibawa ke Saigon. Rezim Thieu/Ky pada kenyataannya justru berterima kasih pada Dinh atas aksinya dan menandainya untuk bisa memperoleh jabatan yang lebih tinggi setelah krisis berakhir. Jenderal Nguyen Ngoc Loan, kepala polisi Vietnam Selatan dan sosok sentral dalam mengalahkan kelompok pembangkang di Da Nang, bahkan menawarkan Dinh posisi untuk bekerja dibawah komandonya. Dinh bagaimanapun menolak, ia hanya ingin kembali memimpin Hac Bao dan menghentikan pembangkangan yang melemahkan ARVN. Sementara itu ketika Dinh dan Hue ada di Saigon, pasukan pemerintah berhasil menguasai kota Hue, meski kerusuhan anti Amerika pecah di kota itu. Dengan ini kontrol pemerintah Saigon berhasil ditegakkan kembali di wilayah Korps ke-1 dan memadamkan pemberontakan. Pada tanggal 18 Juni, tiga batalyon pasukan payung dibawah komando kolonel Ngo Quang Truong, memasuki kota Hue dan dalam waktu 48 jam telah berhasil mengontrol kota itu. Meski demikian dibutuhkan waktu beberapa lama untuk membersihkan kantong-kantong perlawanan.

AWAL YANG BARU

Sementara itu, meski pembangkangan bisa diatasi, namun peristiwa itu melemahkan pasukan ARVN di Korps ke-1, khususnya di Divisi ke-1. Pada bulan Agustus, MACV melaporkan bahwa unit-unit ARVN di area itu masih menderita efek akibat krisis Budha dan rencana ofensif belum juga bisa direncanakan. Tugas berat untuk membangun kembali kekuatan Divisi ke-1 lalu dibebankan pada Brigadir Jenderal Ngo Quang Truong. Seorang Budha dari Delta Mekong dan lulusan Thu Duc, Truong adalah orang yang tepat untuk tugas ini. Ia memiliki karakter dan kemampuan organisasi, yang bahkan dipuji oleh Jenderal Norman Schwarzkopf dari Amerika (yang nantinya akan memimpin pasukan koalisi dalam Perang Teluk tahun 1991) sebagai “komandan taktis paling brilian” yang pernah dia kenal. Truang yang merupakan pemimpin tempur sejati dan tidak mempedulikan politik, dengan hati-hati memilih perwira seniornya dan memastikan komandan batalyon-nya adalah Mayor dengan banyak pengalaman tempur. Truong yang juga peduli dengan pelatihan yang baik bagi para prajuritnya, kemudian berhasil meningkatkan moral Divisi ke-1 ARVN hingga mencapai efisiensi yang menjadi contoh bagi militer Vietnam Selatan. Sebagai pengakuan, pada tahun 1968, Menteri Pertahanan Clark Clifford menyatakan bahwa Divisi ke-1 ARVN “setara dengan Divisi-divisi AD Amerika manapun”. Bagi Dinh kehadiran Truong membuatnya bersemangat, saat panggilan datang baginya untuk kembali memimpin Hac Bao. Sementara itu bagi Hue, yang sedang berlatih di Vietnamese Joint General Staff, kepemimpinan Truang memicunya untuk berupaya agar bisa ditransfer ke unit tempur yang dibawahi oleh Truong. Setelah melalui tahun yang penuh gejolak, Dinh dan Hue menatap kedepan dengan penuh optimisme dan harapan akan kemenangan.

Jenderal Ngo Quang Truong, komandan baru Divisi ke-1 ARVN yang berhasil mendongkrak semangat dan kualitas dari Divisi ini, yang berantakan setelah krisis umat Budha. (AP Photo/Richard Blystone/https://www.historynet.com)

Bersambung…

Lanjut ke Part IV:

Disadur dari:

Vietnam’s Forgotten Army, Heroism And Betrayal In The ARVN by Andrew Wiest, 2008; p 47 – 64

Exit mobile version