Sejarah Militer

Mitos-Mitos Populer mengenai Perang Vietnam yang Tidak Berdasarkan Fakta

Dalam standar apa pun, perang Amerika di Vietnam adalah salah satu peristiwa yang paling memecah belah dalam sejarahnya, yang hanya dilampaui oleh Perang Saudara Amerika. Selama periode keterlibatan Amerika di Vietnam, negara ini terpolarisasi dalam dua opini antara apakah AS harus terlibat atau harus menarik diri. Lima puluh tahun kemudian, perang masih mempolarisasi Amerika, ada yang percaya bahwa semua itu adalah sebuah kesalahan, dan ada pula yang percaya bahwa kesalahan itu adalah kegagalan Amerika untuk sepenuhnya melancarkan perang dan mencapai kemenangan. Ken Burns dan Lynn Novick mengatakan film dokumenter PBS multi-bagian mereka tentang Perang Vietnam, yang berakhir di bulan September 2017, dimaksudkan untuk mengungkap konflik yang kompleks dan untuk memulai proses penyembuhan dan rekonsiliasi ini. Serial ini telah melambungkan Perang Vietnam kembali ke dalam kesadaran nasional masyarakat Amerika. Perang Vietnam selalu menjadi pusat kontroversi sejak pecahnya gerakan anti-perang pada tahun 1960an. Selama beberapa dekade, berbagai kesalahpahaman telah mengubah pemahaman dan persepsi masyarakat Amerika mengenai perang yang terjadi di belahan dunia lain ini. Meski ada ribuan buku, artikel, dan film yang memaparkan tentang momen tragis ini dalam sejarah Amerika, masih banyak mitos tidak akurat yang mengakar kuat. Meskipun hal-hal tersebut mungkin saja benar, hal ini tidak mengubah fakta bahwa mitos dan kesalahpahaman ini memutarbalikkan kebenaran sehingga memengaruhi catatan sejarah dan penilaian yang terbentuk mengenai perang tersebut. Dalam beberapa kasus, distorsi yang terjadi sangat besar dan sering kali mendiskreditkan reputasi veteran Perang Vietnam, atau sebaliknya bahkan mungkin membesar-besarkannya. Sudah menjadi praktik umum untuk menyalahkan pers, dan tentunya media juga turut bertanggung jawab yang sama atas kegagalan mereka dalam memverifikasi klaim yang jelas-jelas dibesar-besarkan dan tidak masuk akal namun disiarkan sebagai fakta. Meski begitu, media sering kali hanya menjadi penyampai pesan. Fakta yang menyedihkan adalah bahwa asal mula sebagian besar mitos tentang pengalaman Vietnam berasal dari kalangan Veteran Vietnam sendiri. Seringkali juga terjadi bahwa para veteran Vietnam yang tulus dalam keyakinan mereka terhadap mitos seringkali tanpa disadari menjadi pendukung mitos yang paling bersemangat dan, dalam hal ini, menjadi musuh terburuk mereka sendiri. Meskipun sebagian besar dari para veteran ini adalah anggota masyarakat yang jujur, pekerja keras dan produktif, cukup banyak pula yang merupakan penipu berkaliber tinggi. Faktanya adalah banyak orang yang bertugas di Vietnam tetapi tidak pernah melihat pertempuran di sana merasa malu dengan fakta tersebut meskipun sebenarnya mereka tidak perlu merasa malu. Akibatnya, tidak jarang ada orang yang membual dengan sering kali membengkokkan kebenaran. Namun, memahami perilaku tersebut tidak sepenting mengenalinya. Dalam hal ini jangan pernah sepenuhnya mempercayai siapa pun yang kisah perangnya terdengar luar biasa, atau yang menggambarkan dirinya sebagai pahlawan. Berikut adalah beberapa mitos mengenai Perang Vietnam yang terbukti tidak akurat, hasil dari kurangnya pemahaman dan kesadaran kolektif yang salah.

Perang Vietnam telah berakhir hampir 50 tahun, namun masih banyak mitos tidak akurat yang mengakar kuat mengenai perang ini. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)

MITOS NO. 1 KETERLIBATAN AMERIKA DIMULAI DARI MASA PEMERINTAHAN KENNEDY

Argumen yang dikemukakan dengan keras dan sering kali diulang adalah bahwa John F. Kennedy-lah yang pertama kali mengirimkan penasihat militer Amerika ke Vietnam, dan bahwa pemerintahan Kennedy-lah yang mengatur kudeta yang didukung CIA yang berujung pada penggulingan pemerintahan Diem. Faktanya, Departemen Pertahanan Kennedy dan Menteri Pertahanan Robert McNamara ingin membawa Diem ke pengasingan, dan ketika dia dan saudaranya terbunuh dalam kudeta, Kennedy terkejut, bukan karena penggulingan pemerintahan Diem, tetapi karena pembunuhan Diem bersaudara. Meskipun demikian, situasi di Vietnam pada tahun 1963 merupakan situasi yang diwarisi oleh Presiden dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Pada tahun 1950, di bawah pemerintahan Presiden Harry Truman, penasihat militer AS dimasukkan dalam hierarki militer di semua level di Vietnam. Ketika Prancis melawan Viet Minh dan pendukung komunisnya, Amerika Serikat memberikan dukungan finansial dan rahasia untuk membantu Prancis dalam memulihkan bekas jajahan mereka. Ketika Prancis menarik diri pada tahun 1954, negara merdeka Vietnam Selatan yang baru dibentuk diberi dukungan keuangan dan pelatihan militer oleh Amerika Serikat di bawah pemerintahan Eisenhower. Penasihat militer Amerika membantu melatih tentara Vietnam Selatan sepanjang tahun 1950-an, serta mempersenjatai mereka melalui program bantuan militer asing.

Amerika Serikat menyediakan dana dan peralatan militer termasuk pesawat tempur F8F ini untuk mendukung Perancis selama Perang Indochina pertama, dimulai dengan Pemerintahan Truman. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)
Penasihat Angkatan Darat AS di Vietnam melatih di tingkat batalion. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Military_Assistance_Advisory_Group)

MITOS NO. 2 HO CHI MINH ADALAH PEMIMPIN UTAMA PERANG MELAWAN AMERIKA

Salah satu kesalahpahaman terbesar dalam Perang Vietnam adalah bahwa Ho Chi Minh adalah pemimpin Vietnam Utara yang tidak terbantahkan. Kenyataannya, Ho adalah seorang figur kepala negara, sedangkan Le Duan, seorang pria yang kerap dikesampingkan dalam sejarah, adalah arsitek, ahli strategi utama dan panglima perang Vietnam Utara. Duan yang pendiam dan tegas menghindari sorotan tetapi dia memiliki kemauan keras, fokus dan keterampilan administratif yang diperlukan untuk mendominasi Partai Komunis. Bersama dengan tangan kanannya, Le Duc Tho yang gigih, yang kemudian berdebat dengan Henry A. Kissinger selama negosiasi perdamaian di Paris, Duan membangun kerajaan militer yang kokoh yang masih membayangi Hanoi hingga saat ini. Kebijakan keras mereka menyebabkan Vietnam Utara berperang melawan Saigon dan kemudian Washington, dan memastikan bahwa perdamaian yang dinegosiasikan tidak akan pernah bisa menghasilkan kemenangan total. Duan memerintah partai dengan tangan besi dan melihat Ho dan Jenderal Vo Nguyen Giap, yang terkenal karena mengalahkan Prancis di Dien Bien Phu, sebagai ancaman terbesar terhadap otoritasnya. Dia mengesampingkan Ho, Jenderal Giap dan pendukung mereka ketika membuat hampir semua keputusan penting. Pada tahun 1963-1964, Duan memaksa Ho agar bungkam ketika pemimpin lanjut usia tersebut menentang keputusan kontroversial untuk meningkatkan perang dan mencari kemenangan habis-habisan sebelum pasukan Amerika dapat melakukan intervensi. Dan pada tahun 1967-68, terjadi pembersihan besar-besaran di Hanoi ketika Ho, Jenderal Giap dan sekutu mereka menentang rencana Duan untuk melakukan Serangan Tet. Meskipun perang di selatan pada awalnya mendorong orang-orang Vietnam Utara untuk mendukung partai komunis, perang tersebut segera berubah menjadi sebuah rawa-rawa lumpur yang tak berujung. Duan dan Tho kemudian bereaksi dengan membentuk negara polisi yang menyebut bahwa segala perlawanan terhadap kebijakan perang mereka sebagai pengkhianatan. Dengan meningkatkan kekuatan pengamanan internal dan polisi ideologi, serta mengambil kendali pemberontakan di selatan ke tangan Hanoi, mereka mampu melancarkan perang total sesuai kebijaksanaan mereka hingga tahun 1975.

Ho Chi Minh (kiri) dan Le Duan (kanan). Salah satu kesalahpahaman terbesar dalam Perang Vietnam adalah bahwa Ho Chi Minh adalah pemimpin Vietnam Utara yang tidak terbantahkan. Kenyataannya, Ho adalah seorang figur kepala negara, sedangkan Le Duan, seorang pria yang kerap dikesampingkan dalam sejarah, adalah arsitek, ahli strategi utama dan panglima perang Vietnam Utara. (Sumber: https://www.quora.com/Who-was-Le-Duan-of-Vietnam)

MITOS NO. 3 VIETCONG HANYALAH GERILYAWAN YANG COMPANG-CAMPING 

“Sangat unggul dalam peralatan dan teknik, dan dominan secara militer di sebagian besar dunia,” sejarawan Ronald Aronson menggambarkan perang Vietnam sebagai upaya Amerika Serikat yang digdaya melawan para pemberontak yang nekad, dimana “Goliat berusaha memaksakan perdamaian pada David untuk mendukung visinya tentang dunia.” Ada juga pendapat baru-baru ini membandingkan Viet Cong dengan taksi Uber: “Masih muda, compang-camping, kelaparan, melanggar peraturan dan menciptakan norma-norma baru, sehingga mengejutkan musuh.” Kenyataannya, Viet Cong, kekuatan pro-Utara di Vietnam Selatan, dipersenjatai oleh Vietnam Utara – yang merencanakan, mengendalikan dan mengarahkan kampanye Viet Cong di Vietnam Selatan – Uni Soviet dan China. Menurut CIA, dari tahun 1954 hingga 1968, negara-negara komunis tersebut memberikan bantuan militer dan ekonomi sebesar $3,2 miliar kepada Vietnam Utara, sebagian besar diberikan setelah tahun 1964 ketika perang semakin berakselerasi dengan cepat. Sumber lain menyatakan jumlahnya lebih dari dua kali lipat angka tersebut. Di sisi lain tentara Vietnam Utara jauh dari tentara petani pejuang kemerdekaan bersenjata ringan. Penasihat Komunis dari China dan Uni Soviet memberikan pelatihan dan persenjataan, dengan artileri berat, tank, dan baterai antipesawat dipasok ke sekutu-sekutu mereka di Asia Tenggara. Kapal-kapal Angkatan Laut Soviet juga mendeteksi serangan udara Amerika dan memberikan peringatan dini kepada pertahanan udara Vietnam Utara. Cekoslovakia, Kuba, dan Korea Utara juga memberikan bantuan kepada Vietnam Utara. Pasukan komunis dan Viet Cong memiliki senapan serbu AK-47 yang kuat dan modern, senapan otomatis buatan Soviet yang setara dengan M-16 yang digunakan oleh pasukan Amerika. Para petempurnya juga dilengkapi dengan senapan mesin ringan, granat, peluncur roket, dan berbagai senjata lainnya. Sebaliknya, militer AS pada awalnya memberikan angkatan bersenjata Vietnam Selatan barang bekas era Perang Dunia II, seperti senapan karaben M-1, yang baru diperbarui pada tahun-tahun akhir perang.

Gambaran ‘klasik” Vietcong sebagai petempur sederhana. (Sumber: https://dosupermk.xyz/product_details/2337234.html)
Pada kenyataannya pasukan komunis terkadang dilengkapi dengan persenjataan yang lebih baik dari tentara Vietnam Selatan, sekutu Amerika. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)
Prajurit ARVN bersenjata pistol mitraliur Thompson dari era PD II mengusir tersangka Viet Cong dari persembunyiannya sekitar tahun 1968. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)

MITOS NO. 4 TENTARA AMERIKA DI VIETNAM SEBAGIAN BESAR WAJIB MILITER 

Kepercayaan populer penuh mendengungkan bahwa tentara miskin dan minoritas tiba di Vietnam melalui wajib militer dan kemudian meninggal disana. Idenya berasal dari film “Forrest Gump” karya Robert Zemeckis, buku “The Things They Carried” karya Tim O’Brien, dan film “The Deer Hunter” karya Michael Cimino, di antara berbagai film dan buku lainnya. Vietnam adalah “perang antar kelas yang paling terang-terangan sejak Perang Saudara,” sebagaimana diungkapkan James Fallows dalam bukunya yang terbit tahun 1989, “More Like Us.” Ini adalah topik pembicaraan yang nyaman bagi orang-orang yang salah mengartikan perang sebagai sesuatu yang ditimpakan kepada rakyat Amerika tanpa dukungan apa pun. Fakta kemudian menunjukkan sebaliknya. Antara tahun 1964 dan 1973, jumlah sukarelawan melebihi jumlah wajib militer di pangkat tamtama sebanyak hampir empat berbanding satu. Banyak sukarelawan yang mengajukan diri untuk berperang dalam Perang Vietnam karena berbagai motivasi yang terhormat. Di sisi lain, Militer juga tidak terlalu bergantung pada warga negara yang kurang beruntung atau warga Amerika keturunan Afrika. Menurut Laporan Komisi Presiden tentang Angkatan Bersenjata Semua Relawan pada bulan Februari 1970, yang orang Afrika-Amerika “hanya berjumlah 12,7 persen dari hampir 1,7 juta prajurit yang bertugas secara sukarela pada tahun 1969.” Jumlah orang Afrika-Amerika yang direkrut pada tahun-tahun awal perang memang lebih besar, namun kemungkinan yang tewas dalam pertempuran tidak lebih besar dibandingkan tentara dari keturunan lainnya. 86% prajurit yang meninggal di Vietnam adalah ras Kaukasia, 12,5% berkulit hitam, dan 1,2% adalah ras lain.

Protes terhadap wajib militer, seperti yang terjadi di New York pada tahun 1967. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)
Prajurit kulit hitam dalam perang Vietnam. Klaim menyatakan bahwa orang kulit hitam digunakan sebagai ‘umpan meriam’ selama perang Vietnam. Faktanya kematian warga kulit hitam berjumlah 12 persen dari seluruh warga Amerika yang terbunuh di Asia Tenggara, sebuah angka yang sebanding dengan jumlah warga kulit hitam di populasi AS pada saat itu. (Sumber: https://adrianemiller.com/soul-foods-legacy-in-vietnam/)

Sosiolog Charles C. Moskos dan John Sibley Butler, dalam buku mereka yang baru diterbitkan “All That We Can Be,” mengatakan bahwa mereka menganalisis klaim bahwa orang kulit hitam digunakan sebagai ‘umpan meriam’ selama perang Vietnam, dan mereka dapat melaporkan dengan pasti bahwa tuduhan ini tidak benar. Kematian warga kulit hitam berjumlah 12 persen dari seluruh warga Amerika yang terbunuh di Asia Tenggara, sebuah angka yang sebanding dengan jumlah warga kulit hitam di populasi AS pada saat itu dan sedikit lebih rendah dibandingkan proporsi warga kulit hitam di Angkatan Darat pada masa akhir perang.” Selain itu, 70% dari mereka yang tewas dalam perang adalah sukarelawan, dan bukan wajib militer. Sementara itu tujuh puluh sembilan persen tentara Amerika di Vietnam memiliki setidaknya pendidikan sekolah menengah atas (dibandingkan dengan 63 persen veteran Perang Korea dan 45 persen veteran Perang Dunia II). Para veteran Perang Vietnam adalah pasukan terpelajar terbaik yang pernah dikirim Amerika untuk berperang. Dan menurut Majalah VFW, 50 persen berasal dari latar belakang berpenghasilan menengah, dan 88 persen berkulit putih (dan ini mewakili 86 persen kematian yang diderita tentara Amerika di Vietnam). Prajurit yang berangkat ke Vietnam dari golongan kaya juga memiliki risiko kematian yang sedikit lebih tinggi karena mereka lebih cenderung menjadi pilot atau perwira infanteri. 

MITOS NO. 5 AMERIKA MENGIRIMKAN ANAK-ANAK YANG MASIH SANGAT MUDA DALAM PERANG VIETNAM

Klaim lain yang tidak berdasar namun populer tentang Perang Vietnam adalah bahwa perang tersebut terutama dilakukan oleh tentara yang masih sangat muda dan ditugaskan kedalam unit infanteri (MOS 11B). Ketika mendengar tentang konflik tersebut, banyak orang membayangkan para pemuda di usia akhir remaja dipaksa berperang di luar keinginan mereka untuk memperjuangkan tujuan yang tidak mereka yakini. Kita telah mengesampingkan gagasan bahwa sebagian besar prajurit adalah wajib militer, dan kita dapat dengan mudah menyangkal gagasan bahwa tentara Perang Vietnam adalah yang termuda di angkatan bersenjata Amerika. Usia rata-rata anggota militer yang dikirim ke Vietnam sebenarnya adalah 22 tahun. Tidak ada tamtama yang rata-rata berusia kurang dari 20 tahun. Sementara itu tata-rata prajurit Amerika yang ikut berperang dalam Perang Dunia II berusia 26 tahun.

Prajurit muda Amerika dalam Perang Vietnam. Usia rata-rata anggota militer yang dikirim ke Vietnam sebenarnya adalah 22 tahun. (Sumber: https://www.uswings.com/about-us-wings/vietnam-war-facts/)

MITOS NO. 6 PASUKAN MUSUH MENEROBOS KEDUTAAN BESAR AMERIKA DALAM SERANGAN TET

Salah satu peristiwa paling penting dalam Perang Vietnam adalah serangan Viet Cong terhadap Kedutaan Besar AS di Saigon pada tahun 1968. Pensiunan duta besar David F. Lambertson, yang menjabat sebagai pejabat politik di sana, mengatakan dalam salah satu laporannya bahwa “itu adalah sebuah aksi yang mengejutkan opini Amerika dan dunia. Serangan terhadap Kedutaan Besar, satu-satunya simbol paling kuat (kehadiran AS) memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang tidak beres di Vietnam. Serangan Tet mematahkan opini publik Amerika.” Laporan awal oleh Associated Press menyebutkan Viet Cong telah menduduki gedung tersebut. United Press International mengklaim bahwa para petempur musuh telah mengambil alih lima lantai gedung. Faktanya, pasukan komunis memang telah melubangi dinding luar kompleks tersebut dan bertahan dalam pertempuran selama enam jam melawan pasukan AS dan Vietnam Selatan, tetapi kedutaan tidak pernah benar-benar diduduki, dan para penyerang Viet Cong hampir semuanya terbunuh. Serangan terkoordinasi dalam Serangan Tet pada target-target lainnya yang dilakukan oleh 60.000 tentara musuh terhadap sasaran-sasaran di Vietnam Selatan juga berhasil digagalkan. Don Oberdorfer, yang menulis untuk Majalah Smithsonian, mengamati bahwa Serangan Tet adalah bencana militer bagi Vietnam Utara, namun menjadi “kekalahan di medan perang yang pada akhirnya menghasilkan kemenangan” bagi musuh. Hal ini antara lain disebabkan karena laporan-laporan keliru mengenai penyerangan kedutaan yang sangat menyakitkan dan mempermalukan warga AS, dan tidak ada kemenangan militer pada masa Serangan Tet yang dapat menghilangkan anggapan kuat bahwa upaya perang Amerika dalam perang tersebut akan gagal.

Tembok kedutaan Amerika dijebol oleh Vietcong dalam Serangan Tet tahun 1968. Faktanya, pasukan komunis memang telah melubangi dinding luar kompleks tersebut dan bertahan dalam pertempuran selama enam jam melawan pasukan AS dan Vietnam Selatan, tetapi kedutaan tidak pernah benar-benar diduduki, dan para penyerang Viet Cong hampir semuanya terbunuh. (Sumber: https://www.flickr.com/photos/13476480@N07/40016869031)

MITOS NO. 7 TENTARA VIETNAM SELATAN TIDAK MAU DAN TIDAK MAMPU BERPERANG

Beberapa orang berpendapat bahwa Tentara Republik Vietnam (ARVN), atau tentara Vietnam Selatan, tidak mampu melakukan tugas tersebut. Andy Walpole, mantan mahasiswa John Moores University Liverpool, menulis bahwa “mereka (tidak mau) terlibat dalam pertempuran dengan lawan-lawan gerilya sebangsa mereka dan lebih tertarik untuk bertahan hidup daripada menang.” Harry F. Noyes, yang bertugas di Vietnam, mengeluhkan keyakinan yang tersebar luas ini: “Semua orang ‘tahu’ bahwa mereka tidak kompeten, pengkhianat, dan pengecut.” Namun mereka yang berjuang bersama ARVN menceritakan kisah yang berbeda. Jenderal Barry R. McCaffrey, penasihat Divisi Lintas Udara Vietnam Selatan, mengeluhkan bahwa “pengorbanan, keberanian, dan komitmen Angkatan Darat Vietnam Selatan sebagian besar hilang dari kesadaran politik dan media Amerika.” Ia menulis tentang semangat juang yang gigih dari pasukan tersebut, khususnya pada Pertempuran Dong Ha, di mana mereka ditugaskan untuk mendukung unit Marinir Amerika. “Dalam pertempuran, orang-orang Vietnam Selatan menolak meninggalkan pasukan mereka yang tewas atau terluka di lapangan atau meninggalkan senjatanya,” kenangnya. Pasukan Vietnam Selatan juga melawan serangan mendadak komunis di Saigon dan tempat lain dengan gigih selama Serangan Tet tahun 1968. Pada bulan Agustus dan September tahun itu, menurut Jenderal Creighton Abrams, komandan operasi militer AS dari tahun 1968 hingga 1972, “ARVN membunuh lebih banyak musuh daripada gabungan semua pasukan sekutu lainnya . . .(dan) menderita lebih banyak (yang terbunuh dalam pertempuran), baik secara aktual maupun berdasarkan rasio musuh yang terbunuh dalam pertempuran,” karena mereka menerima lebih sedikit dukungan udara dan dukungan taktis lainnya dibandingkan pasukan AS. Pada bulan Maret 1972, selama Serangan Paskah, pasukan Vietnam Selatan, dengan dukungan udara Amerika, juga berhasil melawan invasi musuh konvensional yang terdiri dari 20 divisi. Dan pada bulan April 1975, Divisi ke-18 yang mempertahankan Xuan Loc “menahan serangan besar-besaran yang dilakukan oleh seluruh korps Angkatan Darat Vietnam Utara,” menurut sebuah laporan. Pada akhirnya, para prajurit tersebut mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang dipertaruhkan orang-orang Amerika.

Prajurit Brigade Lintas Udara ke-5 Vietnam Selatan saat diserang oleh tembakan senjata kecil berat NVA, di sepanjang Jalan Raya 13, di selatan An Loc. Pada bulan Agustus dan September tahun itu, menurut Jenderal Creighton Abrams, komandan operasi militer AS dari tahun 1968 hingga 1972, “ARVN membunuh lebih banyak musuh daripada gabungan semua pasukan sekutu lainnya . . .(dan) menderita lebih banyak (yang terbunuh dalam pertempuran), baik secara aktual maupun berdasarkan rasio musuh yang terbunuh dalam pertempuran,” karena mereka menerima lebih sedikit dukungan udara dan dukungan taktis lainnya dibandingkan pasukan AS. (Sumber: https://www.flickr.com/photos/13476480@N07/41821704350)

MITOS NO. 8 PERANG VIETNAM ADALAH PERANG KOLONIALISME

Salah satu kesalahpahaman paling modern tentang Perang Vietnam adalah bahwa Perang Vietnam adalah perang penjajahan yang dilancarkan oleh AS yang bermotif kolonialisme melawan negara dunia ketiga yang tidak berdaya. Sejarah revisionis ini sangat jauh dari kebenaran. Pada saat itu, Vietnam sedang terlibat dalam perang saudara yang sengit. Ketika Vietnam Utara yang komunis mengancam kebebasan Vietnam Selatan, pemerintah Saigon mendapat dukungan militer dan ekonomi besar-besaran dari AS untuk membantu upaya mereka. Dalam hal ini, Washington tidak memiliki keinginan teritorial atas wilayah Vietnam, begitu juga untuk mendapatkan keuntungan ekonomi bagi Amerika sendiri, seperti layaknya kolonialis.

Orang-orang Vietnam Utara menggambarkan diri mereka – secara salah – sebagai petani sederhana yang melawan penindasan kolonial. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)

MITOS NO. 9 PERTEMPURAN DALAM PERANG DUNIA II LEBIH INTENS DARIPADA DI VIETNAM

Sayangnya, masyarakat Amerika pada umumnya lebih menyukai intervensi AS dalam Perang Dunia II dibandingkan Perang Vietnam. Meskipun terdapat berbagai faktor kompleks yang menyebabkan kesenjangan ini, salah satu penyebabnya adalah persepsi intensitas konflik. Orang-orang cenderung mengetahui lebih banyak tentang Perang Dunia II dari sekolah, buku, dan media, sehingga lebih mudah untuk berempati dengan para veteran. Karena kesalahpahaman yang banyak terjadi, masyarakat kurang mengetahui tentang kebrutalan yang disaksikan para veteran Vietnam dalam menjalani penugasannya. Rata-rata prajurit di Vietnam mengalami pertempuran selama 240 hari per tahun. Sementara itu, tata-rata prajurit infanteri di Pasifik Selatan selama Perang Dunia II mengalami pertempuran sekitar 40 hari dalam waktu empat tahun. Ini adalah hal yang luar biasa, yang berarti mereka menghadapi situasi pertempuran 8x lebih banyak dari rata-rata prajurit infanteri pada Perang Dunia II. Tingginya intensitas pertempuran yang dialami prajurit di Vietnam ini berkat mobilitas helikopter. Sementara itu, helikopter MEDEVAC menerbangkan hampir 500.000 misi di Vietnam. Lebih dari 900.000 pasien diterbangkan (hampir setengahnya adalah orang Amerika). Selang waktu rata-rata antara cedera hingga rawat inap kurang dari satu jam. Akibatnya, kurang dari satu persen tentara Amerika yang terluka, yang bertahan dalam 24 jam pertama, yang meninggal.

Pertempuran dalam Perang Vietnam tidak kalah intens dibanding dengan Perang Dunia II. (Sumber: https://www.businessinsider.com/vietnam-war-battle-of-khe-sanh-us-2018-1)
Regu senapan Angkatan Darat AS turun dari helikopter mereka, selama misi pelatihan. Helikopter memberikan mobilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi pasukan Amerika di Vietnam. Tanpa helikopter, dibutuhkan pasukan tiga kali lebih banyak untuk mengamankan perbatasan sepanjang 800 mil (1.287,5 km) dengan Kamboja dan Laos. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)

Helikopter tersebut memberikan mobilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tanpa helikopter, dibutuhkan pasukan tiga kali lebih banyak untuk mengamankan perbatasan sepanjang 800 mil (1.287,5 km) dengan Kamboja dan Laos (ironisnya para politisi mengira Konvensi Jenewa tahun 1954 dan Kesepakatan Jenewa atau Perjanjian Jenewa tahun 1962 akan mengamankan perbatasan itu). 92 Divisi Infanteri Angkatan Darat & Marinir bertempur dalam Perang Dunia II. Mereka menderita rata-rata sekitar 1.600 kematian akibat pertempuran per divisi. Di sisi lain, hanya sekitar 10 Divisi Angkatan Darat dan Marinir bertempur di Vietnam dan rata-rata menyebabkan 4.600 kematian per divisi, selama perang. Sebagian besar waktu tempur divisi Infanteri Amerika pada Perang Dunia II kurang dari satu tahun. Faktanya, paparan tempur sebagian besar unit AS dapat diukur dalam hitungan bulan, bukan tahun. Pertimbangkan fakta bahwa, dengan pengecualian kampanye di Afrika Utara/Italia, unit-unit Amerika baru memasuki perang di Eropa pada bulan Juni 1944, dan kampanye tersebut berakhir pada bulan Juni 1945. Terlepas dari beberapa Divisi Angkatan Darat yang bertempur lebih dari setahun di Pasifik, paparan tempur bagi Marinir sebenarnya selama kampanye pulau-pulau antara tahun 1942 dan 1945, diukur dalam hitungan bulan. Meskipun sangat penuh kekerasan dan pertumpahan darah, pertempuran pada Perang Dunia II dibatasi pada periode waktu yang relatif singkat. Korps Marinir Amerika Serikat di Pasifik selama Perang Dunia II berada dalam pertempuran sebenarnya untuk jangka waktu kurang dari satu tahun (<200 hari?) dan jumlah korban jiwa yang diderita lebih sedikit dibandingkan selama 5-6 tahun berada di Vietnam.

MITOS NO. 10 SEBAGIAN BESAR VETERAN MENGALAMI PERTEMPURAN

Sebenarnya yang terjadi justru sebaliknya; hanya sebagian kecil yang pernah terlibat dalam pertempuran. Faktanya, kemungkinan kurang dari 30% dari semua orang yang bertugas di Vietnam yang pernah mengalami pertempuran apa pun selama penugasan mereka. Meskipun rasio unit tempur dan pasukan pendukung bervariasi dari waktu ke waktu, umumnya terdapat sekitar 10 personel yang mendukung setiap prajurit yang membawa senapan di medan perang. Pada puncak perang tahun 1969, terdapat sekitar 540.000 tentara di Vietnam. Dari jumlah tersebut, mungkin hanya 60.000 orang yang membawa senapan, sebagai tentara garis depan. Pada titik tertentu, mungkin kurang dari 40.000 dari 60.000 orang yang berada di lapangan, dalam bahaya dan mencari kontak dengan musuh. Luka ringan, penyakit, R&R (rekreasi), cuti, pelatihan, kebutuhan administratif, penugasan di garis belakang, dan proses hukum mungkin membuat 25% personel kompi infanteri tidak bersama unitnya secara terus-menerus. Selama sebagian besar masa perang, Long Binh, yang dianggap sebagai fasilitas Amerika terbesar, diawaki oleh lebih dari 100.000 tentara Amerika (yang kira-kira 20% dari seluruh pasukan pasukan Amerika di Vietnam pada masa puncak keterlibatannya!), yang dari jumlah ini hanya sangat sedikit (5-10%?) yang ditugaskan ke peran tempur langsung. Pada dasarnya kota ini adalah kota mandiri yang hanya berbeda dari kota-kota lain di wilayah lain karena tidak adanya sistem pembuangan limbah bawah tanah dan keberadaan bermil-mil kawat berduri yang mengelilinginya. Dan Long Binh hanyalah salah satu dari ratusan instalasi militer permanen AS lainnya di Vietnam, beberapa di antaranya memiliki ukuran dan fasilitas yang serupa. Pangkalan Udara Tan Son Nhut, adalah bandara tersibuk di dunia selama sebagian besar masa perang; lebih sibuk daripada Bandara O’Hare di Chicago atau JFK di New York.

Hanya sebagian kecil prajurit Amerika yang pernah terlibat dalam pertempuran di Vietnam. (Sumber: https://www.youtube.com/watch?app=desktop&v=9MVOVPomqUY)
Amerika Serikat mendirikan pangkalan-pangkalan besar di Vietnam Selatan untuk mendukung upaya militer dan angkatan laut Amerika untuk menaklukkan Vietnam Utara. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)

Pangkalan utama lainnya yang berukuran besar antara lain adalah Phu Bai, Bien Hoa, Pleiku, An Khe, Quang Tri, Cu Chi dan pelabuhan Saigon, Da Nang dan Teluk Cam Ranh. Pada halaman 259 dari buku Son Thang, An American War Crime, penulis Gary Solis menyatakan bahwa: “Lebih dari 448.000 marinir bertugas di Vietnam, meskipun jauh lebih sedikit yang benar-benar menyaksikan pertempuran. Sebuah penelitian menyatakan bahwa tidak lebih dari 71 persen veteran Vietnam menyaksikan pertempuran apa pun sama sekali. Pertempuran itu sendiri dapat didefinisikan dalam skala kecil.” Meskipun kehidupan di unit infanteri sering kali sangat menuntut baik secara fisik maupun emosional, pertempuran sebenarnya, melawan musuh, sebenarnya relatif jarang terjadi. Faktanya, rata-rata sebagian besar kompi infanteri melakukan kontak dengan musuh tidak lebih dari dua atau tiga kali per bulan. Bagi banyak orang, terutama mereka yang bekerja di daerah pegunungan, kontak dengan mereka bahkan lebih jarang terjadi. Kelelahan, kebosanan, ketidaknyamanan fisik, dan kesepian adalah ciri paling umum dari kehidupan infanteri; teror dan kematian hanyalah teman sesekali. Namun, berkaitan dengan mitos intensitas pertempuran sebelumnya, mengingat bahwa Perang Vietnam adalah perang tanpa garis depan, situasi pertempuran nyaris terjaga dari waktu ke waktu, dimana musuh bisa menyerang dimana saja dan kapan saja, membuat para prajurit dalam ketegangan yang konstan.

MITOS NO. 11 KONDISI HIDUP RATA-RATA PRAJURIT AMERIKA DI VIETNAM SANGAT SUSAH & TIDAK NYAMAN

Sekali lagi, meskipun kondisinya berbeda-beda dari waktu ke waktu dan berdasarkan penugasannya, hal sebaliknya biasanya terjadi pada sebagian besar mereka yang bertugas di Vietnam. Sebagai pernyataan umum, dapat dikatakan bahwa antara tahun 1965 dan 1967, kondisi kehidupan cukup primitif bagi para prajurit Amerika yang ditugaskan di Vietnam. Pada tahun-tahun awal keterlibatan AS, lokasi pangkalan masih dipilih dan dikembangkan oleh para pasukan zeni, sehingga hidup di tenda dan gaya hidup Spartan pun menjadi hal yang umum dijalani para prajurit. Setelah sebagian besar fasilitas utama selesai dibangun, fokus pembangunan beralih ke penyediaan aktivitas waktu senggang dan peningkatan kenyamanan bagi para prajurit. Secara umum, 75-80% prajurit yang tidak pernah melihat pertempuran apa pun menjalani kehidupan yang sebanding, atau bahkan lebih baik, dibandingkan dengan yang bertugas di Amerika Serikat. Faktanya, sedikit yang memahami bahwa ada sejumlah besar fasilitas yang terkait dengan tugas zona tempur di Vietnam yang tidak tersedia untuk penugasan di tempat lain di dunia. Sebagian besar veteran Vietnam (mungkin sekitar 40%?) mengajukan diri atau bahkan mendaftar kembali untuk tetap tinggal atau kembali ke zona pertempuran. Ada pula yang melakukannya berulang kali. Dua, tiga, dan empat tur bukanlah hal yang aneh dan seorang NCO Angkatan Udara kabarnya menghabiskan enam tahun di Vietnam. Bahkan sebagian besar pasukan infanteri secara sukarela memperpanjang tur mereka karena mereka lebih memilih kehidupan tempur daripada bertugas di Amerika Serikat, meskipun ada alasan lain untuk memperpanjang juga, salah satunya adalah “keluar lebih awal” dari dinas militer, dan ketakutan untuk kembali menjadi alasan yang lain. Satu bonus tambahan yang diterima adalah tambahan Combat Pay sebesar $65 per bulan yang berhak diterima oleh setiap tamtama yang bertugas di zona pertempuran. Meskipun mayoritas memiliki risiko yang jauh lebih kecil dibandingkan prajurit tempur sejati, mereka menerima bayaran tempur yang sama. Sebagai aturan umum, peningkatan pangkat juga jauh lebih cepat dan lebih mudah didapat di zona tempur daripada tugas di zona non-tempur. Peraturan dan regulasi dilonggarkan di zona pertempuran. “Memoles sepatu bot”, menjilat, pelatihan fisik, latihan berbaris, dan formalitas militer lainnya jarang ditegakkan di zona tempur atau tidak sesulit yang dilakukan di tempat lain.

Prajurit Amerika menikmati Burger dan Coca Cola di Vietnam tahun 1965. (Sumber: https://www.jsonline.com/story/life/food/2016/08/09/chefs-take-mre-challenge-veterans-museum-event/88031510/)

Yang tidak kalah pentingnya adalah kenyataan bahwa di zona tempur hampir semua orang bersenjata dan berbahaya. Akibatnya, para perwira dan NCO yang suka bertengkar atau menjengkelkan pada umumnya berperilaku jauh lebih baik di zona pertempuran. Mereka yang mempertaruhkan nyawa manusia dengan sia-sia atau menyalahgunakan hak istimewa sering kali mendapati diri mereka berada di bawah ancaman senapan M-16 atau granat Fragmentasi. Faktanya, sekitar 800 kasus “fragging” seperti itu dilaporkan terjadi selama perang, meskipun kemungkinan besar jumlahnya jauh lebih tinggi. Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, imbalan ditawarkan secara informal atas penyingkiran seorang perwira atau NCO yang dianggap berbuat tercela. Hadiah besar tertinggi yang dikabarkan ditawarkan untuk nyawa Jenderal Melvin Zais, panglima Divisi Lintas Udara ke-101 Angkatan Darat yang bertanggung jawab memerintahkan serangan yang mahal dan sangat kontroversial di Hamburger Hillpada tahun 1969.

Rekreasi di pantai Vietnam selama perang. (Sumber: https://historynet.com)

Sementara itu fasilitas rekreasi bagi para prajurit Amerika di Vietnam seringkali cukup lengkap: bar makanan ringan; restoran steak, lapangan basket; kolam renang, pusat kebugaran; teater, Klub; Pusat pantai R&R (seperti China BeachEagle BeachRed Beach, Vung Tau, dan lain-lain); Fasilitas PX dengan barang-barang yang didiskon besar-besaran; Layanan pemesanan lewat pos PACEX untuk segala jenis barang dengan diskon besar; akses terhadap minuman beralkohol berbiaya sangat rendah di klub dan PX; mandi; fasilitas medis dan gigi; tempat yang nyaman dan terkadang ber-AC; U.S.O. yang ada di mana-mana hiburan dan lain-lain. Bagi mereka yang cenderung “demikian”, akses ke dunia kenikmatan seksual sangatlah mudah, murah dan jauh dari batasan normal pengaruh keluarga dan tetangga. Misalnya, pada masa puncak perang, lebih dari 56.000 pelacur terdaftar bekerja bersama tentara AS di Saigon saja. Itu berarti 56.000 belum termasuk yang amatiran! Bagi mereka yang memiliki kecenderungan demikian, akses terhadap obat-obatan yang berkualitas tinggi dan berbiaya sangat rendah (termasuk alkohol) sangat banyak dan risikonya rendah. Bertransaksi bisa menjadi hobi yang sangat menguntungkan; dan bahkan ketika ditemukan, hukumannya umumnya lebih ringan dibandingkan di tempat lain. Yang terakhir, bagi mereka yang memiliki standar moral yang lebih longgar, memiliki kebebasan dan akses ke depot pasokan tentara AS. Perdagangan di pasar gelap merupakan pekerjaan sampingan yang sangat sibuk dan menguntungkan. Beberapa personel AS bahkan menjual senjata curian di pasar gelap, senjata yang akhirnya jatuh ke tangan musuh.

MITOS NO. 12 GADIS VIETNAM YANG TERBAKAR NAPALM AKIBAT ULAH MILITER AMERIKA

Faktanya tidak ada orang Amerika yang terlibat dalam insiden di dekat Trang Bang yang membakar Phan Thi Kim Phuc, si gadis kecil Vietnam, yang fotonya ikonik. Pesawat yang melakukan pengeboman di dekat desa tersebut adalah pesawat VNAF (Angkatan Udara Vietnam) dan diterbangkan oleh pilot Vietnam untuk mendukung pasukan Vietnam Selatan di darat. Pilot Vietnam yang salah menjatuhkan bom napalm saat ini tinggal di Amerika Serikat. Bahkan fotografer AP, Nick Ut yang memotretnya adalah orang Vietnam. Peristiwa dalam foto tersebut terjadi pada hari kedua dari tiga hari pertempuran antara Tentara Vietnam Utara (NVA) yang menduduki desa Trang Bang dan ARVN (Tentara Republik Vietnam) yang berusaha memaksa NVA keluar dari desa. Media massa melaporkan bahwa seorang komandan Amerika memerintahkan serangan udara yang membakar Kim Phuc. Itu tidak benar. Tidak ada orang Amerika yang terlibat dalam kapasitas apa pun. “Kami (Amerika) tidak ada hubungannya dengan pengendalian operasi VNAF,” menurut Letnan Jenderal (Purn) James F. Hollingsworth, Komandan Jenderal TRAC pada saat itu. Selain itu, terdapat laporan yang salah bahwa dua saudara laki-laki Kim Phuc tewas dalam insiden ini. Mereka sebenarnya adalah sepupu Kim, bukan saudara laki-lakinya.

Foto Nick Ut yang berjudul The Napalm Girl mengubah opini dunia tentang keterlibatan AS dalam Perang Vietnam. Faktanya pesawat yang melakukan pengeboman di dekat desa tersebut adalah pesawat VNAF (Angkatan Udara Vietnam) dan diterbangkan oleh pilot Vietnam untuk mendukung pasukan Vietnam Selatan di darat. (Sumber: https://www.forbesindia.com/article/recliner/i-took-the-picture-that-changed-the-war-nick-ut/51441/1)

MITOS NO. 13 PARA PENGUNGSI YANG DATANG KE AS ADALAH GOLONGAN ELIT VIETNAM SELATAN

Alicia Campi dari Pusat Kebijakan Imigrasi menyatakan bahwa 130.000 orang Vietnam yang datang ke Amerika Serikat pada akhir konflik “umumnya adalah orang-orang yang memiliki berketerampilan tinggi dan berpendidikan tinggi”. Sosiolog Carl Bankston menggambarkan kelompok ini sebagai “elit Vietnam Selatan”. Meskipun kelompok yang melarikan diri pada tahun 1975, yang disebut sebagai gelombang pertama, lebih berpendidikan dan berasal dari kelas menengah, banyak dari mereka yang datang melalui upaya evakuasi yang disponsori AS juga merupakan orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan warga Amerika di Vietnam yang telah dijanjikan Washington untuk diselamatkan. Mereka ini belum tentu “elit”. Ini termasuk tentara biasa di Vietnam Selatan serta orang-orang yang pernah bekerja sebagai juru tulis atau sekretaris di Kedutaan Besar AS. Gelombang kedua pengungsi yang meninggalkan Vietnam setelah tahun 1975 berjumlah sekitar 2 juta. Mereka berasal dari daerah pedesaan dan seringkali berpendidikan rendah. Sebagian besar melarikan diri dengan perahu kayu reyot dan dikenal sebagai “manusia perahu”; mereka membanjiri negara-negara tetangga yang menjadi tempat “suaka pertama” – seperti Malaysia, Thailand, Filipina, Hong Kong dan Indonesia – dengan jumlah 2.000 hingga 50.000 orang per bulan. Lebih dari 400.000 orang diterima di Amerika Serikat. Gelombang ketiga pengungsi, yang diperkirakan berjumlah 159.000 orang datang ke Amerika Serikat mulai tahun 1989, merupakan keturunan dari ayah Amerika dan ibu Vietnam, serta tahanan politik dan mereka yang dimasukkan ke dalam “kamp pendidikan ulang”.

Operasi militer terakhir Amerika di Vietnam adalah evakuasi pengungsi ketika Saigon jatuh ke tangan komunis. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)
‘Manusia perahu’ Vietnam melarikan diri dari rezim komunis ke negara-negara Asia lainnya dan Amerika Serikat. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)

MITOS NO. 14 KEYAKINAN UMUM MENYATAKAN TEORI DOMINO SALAH

Teori domino itu faktanya cukup akurat. Negara-negara ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara), Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand tetap bebas dari Komunisme karena komitmen AS terhadap Vietnam. Indonesia menumpas komunisme dan merenggang hubungannya dengan Soviet dan China pada tahun 1966, salah satunya adalah karena komitmen Amerika di Vietnam. Tanpa komitmen tersebut, Komunisme akan menyebar hingga ke Selat Malaka di selatan Singapura dan memiliki dampak strategis yang besar bagi dunia bebas. Jika Anda bertanya kepada orang-orang yang tinggal di negara-negara ini, mereka memiliki pendapat yang berbeda dengan media massa Amerika. PM Lee Kuan Yew, mengungkapkan bahwa baginya, komitmen Amerika untuk terjun di Vietnam tahun 1965, mematahkan pandangan bahwa gelombang ekspansi komunisme tidak dapat dihentikan. Sementara itu wartawan Indonesia, Mochtar Lubis, menyatakan bahwa hadirnya militer Amerika di Vietnam tahun 1965 memberi waktu dan suntikan moral kepada kekuatan-kekuatan non komunis untuk mengkonsolidasikan diri dan mematahkan ancaman komunis di kawasan Asia Tenggara, di luar Vietnam-Laos-Kamboja. Perang Vietnam adalah titik balik bagi penyebaran pengaruh Komunisme di Asia Tenggara.

Penggambaran Teori Domino. (Sumber: https://www.pbs.org/video/domino-theory/)

MITOS NO. 15 AMERIKA GAGAL SEPENUHNYA DALAM PERANG VIETNAM

Meski tidak dapat dipungkiri bahwa Amerika gagal di Vietnam, namun klaim bahwa AS gagal sepenuhnya dalam Perang Vietnam mungkin merupakan kesalahpahaman yang paling luas dan menyesatkan mengenai konflik tersebut. Ini adalah cara mudah bagi orang-orang untuk mengabaikan segala sesuatu yang dipertaruhkan dalam usahanya. Sayangnya, hal ini juga mendiskreditkan pengorbanan yang dilakukan para veteran Amerika dan orang-orang Vietnam Selatan. Militer Amerika tidak dikalahkan di Vietnam. Militer Amerika bisa dibilang memenangkan sebagian besar pertempuran di Vietnam. Dari sudut pandang militer, ini merupakan kinerja yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jenderal Westmoreland mengutip Douglas Pike (seorang profesor di Universitas Berkeley, California), Perang Vietnam adalah sebuah kekalahan militer besar bagi VC dan NVA dari sisi jumlah korban yang mereka derita. Seperti halnya Perang Vietnam, media massa salah melaporkan dan salah menafsirkan Serangan Tet tahun 1968. Hal ini dilaporkan sebagai kesuksesan besar bagi pasukan Komunis dan kekalahan telak bagi pasukan AS. Ini adalah hal yang salah. Meskipun pasukan Komunis memperoleh kemenangan awal, Serangan Tet mengakibatkan kekalahan besar bagi mereka. Sementara itu, Jenderal Vo Nguyen Giap, perancang Serangan Tet, dianggap oleh beberapa orang sejajar dengan Wellington, Grant, Lee dan MacArthur sebagai komandan yang hebat. Namun, secara militer, Serangan Tetmerupakan kekalahan total bagi pasukan Komunis di semua lini. Hal ini mengakibatkan kematian sekitar 45.000 tentara NVA dan kehancuran total elemen Viet Cong di Vietnam Selatan. Sejak saat itu Viet Cong di Selatan tidak pernah pulih. Serangan Tet hanya berhasil di satu front, yaitu “front Berita dan arena politik”. Ini adalah contoh lain dalam Perang Vietnam mengenai ketidakakuratan yang dianggap sebagai kebenaran. Namun, ketika diberitakan secara tidak akurat, Media Berita membuat Serangan Tet menjadi terkenal.

Polisi militer Amerika menangkap seorang teroris Viet Cong, salah satu kelompok yang menyerang Kedutaan Besar Amerika dan gedung-gedung pemerintah Vietnam Selatan. Serangan Tet merupakan kekalahan militer telak bagi pihak komunis. (Sumber: https://historynet.com)
Saat Vietnam Selatan jatuh ke tangan komunis, Pasukan Amerika sudah 2 tahun menarik diri dari Vietnam. (Sumber: https://www.nytimes.com/video/movies/100000003094561/movie-review-last-days-in-vietnam.html)
Kamboja era Pol Pot. Orang-orang Vietnam, Laos, dan Kamboja menjadi korban dan pembunuhan serta penyiksaan yang tak terhitung jumlahnya dari rezim komunis yang menang. Ironisnya rezim-rezim kejam ini secara tidak langsung mendapat dukungan yang tidak henti-hentinya melalui penafsiran yang salah terhadap perang, yang digawangi utamanya oleh gerakan anti-Perang di Amerika Serikat. (Sumber: https://www.tripsatasia.com/newsletter-articles/cambodian-genocide-who-was-pol-pot)

Lebih-lebih lagi, saat Vietnam Utara menaklukkan Vietnam Selatan pada tahun 1975, militer Amerika secara resmi sudah menarik diri sejak tahun 1973. Pasukan Amerika terakhir meninggalkan Vietnam seluruhnya pada tanggal 29 Maret 1973. Bagaimana militer Amerika bisa dianggap kalah dalam perang yang sudah mereka tinggalkan? Mereka telah berjuang sampai menemui jalan buntu yang kemudian disepakati lewat perundingan. Penyelesaian perdamaian tersebut ditandatangani di Paris pada tanggal 27 Januari 1973. Perjanjian tersebut menyerukan pembebasan semua tahanan AS, penarikan pasukan AS, pembatasan pasukan kedua belah pihak di Vietnam Selatan dan komitmen terhadap reunifikasi secara damai. Kemudian, 140.000 pengungsi pada bulan April 1975 selama jatuhnya Saigon hampir seluruhnya terdiri dari warga sipil dan militer Vietnam, BUKAN militer Amerika yang melarikan diri untuk menyelamatkan dirinya. Di sisi lain jumlah korban konflik di Asia Tenggara (terutama Kamboja) berjumlah hampir dua kali lebih banyak pada dua tahun pertama, setelah jatuhnya Saigon pada tahun 1975, dibandingkan dengan jumlah korban selama sepuluh tahun keterlibatan AS di Vietnam. Orang-orang Vietnam, Laos, dan Kamboja menjadi korban dan pembunuhan serta penyiksaan yang tak terhitung jumlahnya dari rezim komunis yang menang. Ironisnya rezim-rezim kejam ini secara tidak langsung mendapat dukungan yang tidak henti-hentinya melalui penafsiran yang salah terhadap perang, yang digawangi utamanya oleh gerakan anti-Perang di Amerika Serikat. Poin mitos kekalahan Amerika berasal dari kesalahpahaman yang mencolok mengenai tujuan intervensi AS. Meskipun tujuan yang ideal adalah menjaga agar Vietnam tidak jatuh ke tangan negara komunis Utara, dan ini jelas gagal dilakukan, tujuan utamanya adalah untuk menghalangi penyebaran komunisme dalam skala global. Mengingat hanya ada lima negara komunis di dunia saat ini, termasuk Vietnam, jelas terlihat bahwa AS telah mencapai tujuan utamanya.

MITOS NO. 16 MILITER AMERIKA TIDAK PERNAH KALAH DALAM PERTEMPURAN

Menyambung mitos sebelumnya mengenai kegagalan Amerika di Vietnam, di atas disebutkan bahwa militer Amerika memenangkan hampir sebagian besar pertempuran di Vietnam. Namun demikian bukan berarti mereka tidak pernah menelan kekalahan. Mitos ini lebih berasal dari semantik dan ketidaktahuan daripada analisis rasional. Hal ini sepenuhnya mengabaikan fakta bahwa musuh melancarkan perang gerilya yang bergantung pada taktik serang lari yang dirancang untuk menghindari superioritas daya tembak AS yang luar biasa. Para pendukung mitos ini mengandalkan tolok ukur kuno teori perang konvensional sebagai penopang teori mereka; yaitu, siapa pun yang bertahan saat penembakan berhenti adalah pemenangnya. Namun jika dilihat dari taktik sebenarnya yang digunakan di sana, wajar jika dikatakan bahwa Amerika juga kalah dalam banyak pertempuran. Meskipun benar bahwa pasukan AS bertahan di akhir sebagian besar pertempuran, musuh biasanya memilih momen untuk melarikan diri setelah menghabiskan semua manfaat strategis yang dimiliki lokasi tersebut. Dan seringkali, medan perang kemudian ditinggalkan oleh tentara Amerika dalam beberapa jam setelah mundurnya musuh. Musuh hampir selalu menyerahkan wilayahnya segera setelah mereka memanfaatkan potensi penuhnya untuk menghukum, mempermalukan, dan membuat frustasi pasukan AS. Di Vietnam, Kemenangan paling baik diukur berdasarkan apakah suatu kekuatan mencapai tujuannya dalam operasi tertentu. Dalam hal ini, NVA/VC mungkin lebih sering berhasil dibandingkan Amerika; dengan mempertimbangkan fakta bahwa 85% dari seluruh kontak diprakarsai oleh musuh. Bahkan jika diukur secara konvensional, Amerika kalah dalam sejumlah pertempuran.

Prajurit Kompi ke-1, Kavaleri ke-7 menurunkan helikopter mereka di Pertempuran Ia Drang, pertempuran besar pertama Angkatan Darat AS di Vietnam. Pertempuran Ia Drang lebih tepat disebut draw. (Sumber: https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/)

Pertempuran besar pertama dalam perang di lembah Sungai Ia Drang, November 1965, melibatkan kekalahan mengejutkan di tempat terbuka yang disebut LZ Albany. Di sana, seluruh batalion AS dari Divisi Kavaleri ke-1 (Kavaleri ke-2/7) hampir dimusnahkan ketika mereka terjebak ke dalam penyergapan oleh sebuah resimen NVA. Dari 400 orang di unit Amerika, sekitar 155 tewas dan 121 luka-luka hanya dalam beberapa jam pertempuran. Kemenangan tentu saja tidak ada di bibir setiap orang Amerika yang cukup beruntung untuk selamat dari bencana besar itu. Kerugian sebesar batalion lainnya diderita oleh Marinir pada tahun 1966/67 di dekat DMZ. Pada tanggal 2 Juli 1967, selama Operasi Buffalo, dua kompi dari Batalyon ke-1, Resimen Marinir ke-9 disergap oleh sebuah resimen NVA. Dari hampir 400 Marinir yang dilibatkan, kedua Kompi tersebut menderita 84 orang tewas, 190 luka-luka dan 9 orang hilang, menjadikan ini kerugian satu hari terburuk bagi Marinir di Vietnam. Hanya 27 Marinir dari kompi B/1/9 dan sekitar 90 dari kompi A/1/9 yang layak bertugas setelah hari pertama pertempuran. Tidak mungkin banyak dari mereka yang menganggap diri mereka sebagai pemenang. Kerugian sebesar kompi dan peleton cukup umum terjadi sepanjang perang, dan karena sebagian besar perang terjadi di tingkat kompi dan peleton, tampaknya adil untuk mengatakan bahwa musuh cukup bisa menimbulkan banyak korban di pihak Amerika dalam pertempuran. Disamping itu, benar juga bahwa beberapa pangkalan tembak AS yang dijaga ketat diserbu dan dibiarkan membara akibat serangan keras musuh yang hanya berlangsung beberapa jam. Dalam serangan-serangan tersebut, NVA/VC seringkali berhasil mencapai tujuan-tujuannya. Namun harus dipahami juga dengan sifat alami pertempuran di Vietnam, kerugian-kerugian di kedua belah pihak tidak serta merta mendegradasi kemampuan tempur masing-masing pihak untuk mengobarkan perang.

MITOS NO. 17 VETERAN GAGAL

Veteran Vietnam kerap diberitakan sebagai kelompok masyarakat Amerika yang gagal, dan kerap tidak dihargai. Faktanya sungguh berbeda. Veteran Vietnam mewakili 9,7% dari generasi mereka. Mereka memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah dibandingkan kelompok umur non-veteran. Pendapatan pribadi mereka melebihi pendapatan kelompok usia non-veteran sebanyak lebih dari 18 persen. 87% warga Amerika juga sangat menghargai para Veteran Vietnam. Tidak ada perbedaan penggunaan narkoba antara Veteran Vietnam dan Veteran non-Vietnam pada kelompok umur yang sama (Sumber: Studi Administrasi Veteran). Veteran Vietnam memiliki kemungkinan kecil untuk dipenjara – hanya setengah dari satu persen veteran Vietnam yang pernah dipenjara karena kejahatan. 85% Veteran Vietnam juga berhasil melakukan transisi ke kehidupan sipil. 97% Veteran Vietnam diberhentikan dengan hormat. Selain itu, 91% Veteran Vietnam mengatakan mereka senang telah mengabdi dan 74% mengatakan mereka bersedia mengabdi lagi untuk bertempur di Vietnam, meski sudah mengetahui hasilnya.

Joseph B.Anderson, Jr. CEO, TAG Holdings, LLC, salah satu contoh veteran Perang Vietnam yang sukses dalam kehidupan sipil. Sumber: https://amerivetsecurities.com/team-members/joseph-b-anderson-jr/)

MITOS NO. 18 ANGKA BUNUH DIRI VETERAN VIETNAM

Media telah melaporkan bahwa angka bunuh diri di kalangan veteran Vietnam berkisar antara 50.000 hingga 100.000 – 6 hingga 11 kali lipat dari populasi veteran non-Vietnam. Faktanya, studi angka kematian menunjukkan bahwa jumlah 9.000 adalah perkiraan yang lebih baik. “The CDC Vietnam Experience Study Mortality Assessment menunjukkan bahwa selama 5 tahun pertama setelah keluar dari rumah sakit, kemungkinan kematian akibat bunuh diri di kalangan veteran Vietnam adalah 1,7 kali lebih besar dibandingkan dengan veteran non-Vietnam. Setelah periode awal pasca-dinas tersebut, kemungkinan kematian para veteran Vietnam karena bunuh diri tidak lebih besar dibandingkan dengan para veteran non-Vietnam. Faktanya, setelah periode pasca-dinas 5 tahun, tingkat bunuh diri di kelompok veteran Vietnam berkurang.

Veteran Perang Vietnam. Angka bunuh diri Veteran Perang Vietnam tidak lebih besar dibandingkan dengan para veteran non-Vietnam. (Sumber: https://www.military.com/daily-news/2019/03/29/vietnam-war-veterans-day-vets-turn-out-buddies-who-didnt-return.html)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Five myths about the Vietnam War, Perspective by Lan Cao; September 29, 2017 at 8:42 a.m. EDT

https://www.washingtonpost.com/outlook/five-myths/five-myths-about-the-vietnam-war/2017/09/29/467ef3e0-a474-11e7-ade1-76d061d56efa_story.html

Myths & Misconceptions: Vietnam War Folklore by Michael Kelley; June 1998

https://www.deanza.edu/faculty/swenssonjohn/ewrt2vn/essays_mikekelley_myths.html#1

Vietnam War Facts, Stats and Myths

40 Myths and Facts about the War in Vietnam; Larry Holzwarth – June 23, 2019

https://historycollection.com/40-myths-and-facts-about-the-war-in-vietnam/

Exploding the Myths About Vietnam By Lien-Hang Nguyen; Aug. 11, 2012

Popular Misconceptions of the Vietnam War

Opinion: Separating truth from myths about the Vietnam War; October 13, 2017 at 5:04 p.m. EDT

https://www.washingtonpost.com/opinions/separating-truth-from-myths-about-the-vietnam-war/2017/10/13/67184236-ae02-11e7-9b93-b97043e57a22_story.html

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Operation_Buffalo_(1967)

Revolutionary Guerrilla Warfare: The Countryside Version (Pelican books), 30 November 1975

Exit mobile version