Sejarah Militer

Operasi Earnest Will (1987-1988), Konfrontasi Militer Terbuka AS vs Iran di Teluk Persia

Selama lebih dari enam tahun, sejak Irak menginvasi Iran dalam upaya untuk memperluas garis pantai yang kecilnya dengan mengorbankan tetangganya, Iran dan Irak telah terlibat dalam perang ganas yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Pada tahun 1987 perang telah menjadi jalan buntu berdarah dan telah meluas ke perairan Teluk, di mana pesawat tempur Irak menyerang kapal yang menuju pelabuhan Iran, sedangkan kapal perang dan rudal-rudal Iran menyerang kapal yang berdagang dengan Irak. Meskipun tidak ada kapal Amerika yang menjadi sasaran sejauh itu, kapal-kapal dari beberapa negara netral telah diserang oleh kedua belah pihak. Dengan melihat adanya potensi bahwa serangan-serangan ini dapat mengganggu arus lalu lintas minyak di kawasan Teluk Persia, yang efeknya dapat mengganggu perekonomian Amerika dan dunia, Amerika lalu memutuskan untuk melangkah lebih jauh dengan mengerahkan kekuatan militernya, yang pada akhirnya akan mendorong pecahnya pertempuran laut terbesar bagi Angkatan Laut Amerika setelah Perang Dunia II.

10 Desember 1987: Kapal tanker Norman Atlantic menjadi korban serangan kapal motor Iran dalam apa yang disebut sebagai perang tanker di Teluk Persia. (Sumber: https://thelongnwindingroad.wordpress.com/)

USSOCOM

Pada tahun 1987, dua negara paling kuat di Teluk Persia telah mengalami kesulitan selama tujuh tahun dalam memecah kebuntuan yang mahal, yang dikenal sebagai Perang Iran-Irak. Eskalasi serangan terhadap kapal dagang dari netral oleh kedua belah pihak, yang disebut sebagai “Perang Tanker,” menyebabkan Amerika Serikat kemudian memulai Operasi Earnest Will pada bulan Juli 1987. Awalnya dirancang untuk melindungi kapal tanker Kuwait yang diberi tanpa pengenal sebagai kapal-kapal Amerika, Earnest Will juga akan menjadi tes tempur pertama bagi Komando Operasi Khusus AS (USSOCOM), yang dibentuk hanya tiga bulan sebelumnya pada tanggal 16 April 1987. Dibuat sebagai tanggapan atas keputusan kongres dalam Undang-Undang Reorganisasi Departemen Pertahanan Goldwater-Nichols tahun 1986 dan Nunn- Amandemen Cohen pada Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional tahun 1987, USSOCOM menyatukan semua komponen dinas operasi khusus di bawah komando tersendiri yang setara dengan kecabangan lainnya. Itu adalah “kemerdekaan” yang telah lama diperjuangkan oleh pasukan operasi khusus (SOF), dan dalam Operasi Prime Chance dan Praying Mantis (bagian dari Earnest Will), mereka akan membuat langkah pertama yang penting dalam memvalidasi keputusan itu. Bagi yang belum tahu, Teluk Persia tampak seperti perairan terbuka, meski agak sempit. Kenyataannya, sejauh menyangkut kapal tanker minyak komersial dan armada angkatan laut, teluk itu lebih menyerupai lembah sempit di ngarai panjang yang dihiasi dengan banyak tanjung yang menjulang. Kombinasi kedalaman air yang dangkal dengan banyak pulau, beting, dan anjungan minyak, sesungguhnya hal-hal itu telah membatasi lalu lintas air ke dalam beberapa jalur yang sudah dipetakan dengan baik. Dengan Iran berbatasan dengan seluruh sisi timur Teluk dari Selat Hormuz yang menuju ke Irak, hal ini kemudian menjadi sebuah tantangan bagi kapal-kapal yang lewat disana untuk melewati “lorong galeri” tembak-menembak sepanjang lebih dari 600 mil, dari mana Iran bisa cukup bebas melancarkan serangan dari dalam wilayahnya. Karena itu, Rear Admiral Harold J. Bernsen, komandan Pasukan Wilayah Timur Tengah pada saat itu, dengan cepat menemukan bahwa sebagai medan pertempuran, Teluk Persia memberi keuntungan bagi dilaksananya taktik perang yang tidak konvensional. Jadi, sementara dalam Earnest Will, pengawalan kapal tanker oleh kapal perang konvensional, akan menjadi misi resminya – yang artinya, peran ini akan sangat dipublikasikan – , misi sampingannya, yang jadi pekerjaan yang sebenarnya, yakni menangkal serangan Iran akan dilakukan secara terselubung dalam Operasi Prime Chance – semua ini membuatnya cocok untuk menjadi debut rahasia USSOCOM.

Rear Admiral Harold J. Bernsen, Komandan Kekuatan Laut AL AS di Wilayah Timur Tengah tahun 1987. (Sumber: https://www.usni.org/)
Supertanker Bridgeton—sebelumnya tanker Kuwait ini bernama al-Rekkah—adalah kapal pertama yang menerima pengawalan dari kekuatan laut Amerika. Pada pagi hari tanggal 24 Juli, Bridgeton menabrak ranjau lama tipe M-08 buatan Soviet. Insiden ini menjadi pembuka yang buruk untuk Operasi Earnest Will. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Seorang awak membidikan senapan M14 selama latihan di atas kapal perusak berpeluru kendali USS KIDD (DDG 993). KIDD mengawal kapal tanker Kuwait yang berbendera Amerika kembali melalui wilayah teluk Persia. Untuk menangkal ranjau Iran, Amerika terpaksa mengerahkan teknik kuno era Perang Dunia I dengan menembaki objek-objek mencurigakan diatas air menggunakan senapan. (Sumber: https://nara.getarchive.net/)

Supertanker Bridgeton—sebelumnya tanker Kuwait ini bernama al-Rekkah—adalah kapal pertama yang menerima pengawalan dari kekuatan laut Amerika. Saat memasuki Selat Hormuz yang sempit, sebuah flight dari empat jet tempur F-4 Phantom Iran menukik ke arah konvoi Bridgeton, tetapi segera berbalik pada menit-menit terakhir. Pada tanggal 23 Juli, Teheran memprotes dengan menyatakan bahwa kapal tanker itu telah membawa “barang terlarang” tetapi mereka tidak memberi indikasi tindakan apa yang akan mereka ambil. Di sisi lain, Intelijen AS telah mengetahui rencana Iran untuk menyerang konvoi dengan perahu motor yang dioperasikan oleh Angkatan Laut Korps Pengawal Revolusi Iran. Memang, kepala IRGC telah melobi untuk melakukan serangan semacam itu tetapi diveto oleh Pemimpin Tertinggi Ruhollah Khomeini. Dia memilih pendekatan yang lebih halus dalam pikirannya. Keesokan harinya, saat Bridgeton melaju delapan belas mil ke arah barat Pulau Farsi Iran pada pagi hari tanggal 24 Juli, dia tiba-tiba menabrak apa yang menyerupai bola berduri yang dirantai ke dasar laut—varian dari ranjau lama tipe M-08 buatan Soviet yang dibuat oleh Korea Utara dan diekspor ke Iran. Sebuah ledakan merobek lubang besar di tangki kargo kapal tanker itu, yang kemudian membanjiri lima dari tiga puluh satu kompartemennya tetapi tidak melukai awaknya. Malam sebelumnya, perahu motor IRGCN telah memasang tiga rantai dengan total enam puluh ranjau yang berjarak setengah kilometer di sepanjang jalur konvoi yang terkenal itu. Ironisnya, Bridgeton, yang tertatih-tatih dengan kecepatan hanya enam knot, secara efektif malah mengawal kapal-kapal perang AS kembali ke pelabuhan, karena kapal tanker besar itu adalah satu-satunya kapal yang mungkin selamat ketika menabrak ranjau lain. “Insiden Bridgeton” adalah awal yang tidak menyenangkan bagi Operasi Earnest Will—memperlihatkan kegagalan Angkatan Laut Amerika untuk mengantisipasi ancaman ranjau. Perdana Menteri Iran Mir-Hossein Mousavi kemudian membual bahwa hal itu telah memberikan “pukulan yang tidak dapat diperbaiki terhadap prestise politik dan militer Amerika.” Bagaimanapun taktik ini adalah taktik cerdik, meski penyebaran ranjau jelas-jelas dilakukan oleh Iran, namun tuduhan itu secara teknis dapat disangkal. Meski demikian, taktik tersebut telah menginspirasi Prancis dan Inggris, dan kemudian Italia serta Belanda, untuk mengerahkan kapal perang mereka sendiri ke Teluk, termasuk tujuh kapal jenis penyapu ranjau. Di sisi lain, Angkatan Laut AS hanya memiliki sedikit aset untuk menangani ancaman ranjau, perang ranjau biasanya sering diabaikan. Sebagai tindakan darurat, Amerika menjalankan taktik yang agak kuno dengan menugaskan beberapa pelaut menembaki benda-benda mencurigakan (utamanya ranjau) di permukaan dengan senapan tempur M-14. Sebuah taktik dari masa Perang Dunia I. Beberapa minggu kemudian, Angkatan Laut Amerika mulai mengerahkan kapal induk amfibi USS Guadalcanal dengan helikopter penyapu ranjau tipe RH-53D Sea Stallion diatas geladaknya. Akhirnya enam kapal penyapu ranjau laut dan lima kapal penyapu ranjau sungai bergabung dalam Operasi Earnest Will, yang pada puncaknya akan melibatkan sebanyak tiga puluh kapal Angkatan Laut AS termasuk kapal induk dan kapal tempur besar USS Missouri.

OPERASI PRIME CHANCE

Sementara itu, dengan cepat segera dikenali bahwa musuh utama Kekuatan Amerika dalam Operasi Prime Chance adalah armada kapal pesisir kecil Iran, sebagian besar terdiri dari kapal Boghammar buatan Swedia dan kapal jenis Boston Whaler, yang digunakan oleh unit-unit Pasdaran (Pengawal Revolusi) untuk menyerang kapal-kapal komersial atau ranjau, dan platform minyak Iran yang digunakan sebagai pos pengamatan. Taktik yang disukai Pasdaran untuk menyerang kapal-kapal adalah dengan mengerumuni target dan menembaki anjungan dan bangunan atas kapal dengan roket kaliber 107 mm, granat berpeluncur roket RPG-7, dan senapan mesin. Tujuannya bukan untuk menenggelamkan tetapi untuk menimbulkan kerusakan sebanyak mungkin pada kapal dan awaknya. Sementara itu, operasi Prime Chance adalah gabungan operasi pasukan khusus dan konvensional yang menggunakan personel dari Resimen Penerbangan Operasi Khusus (Airborne) ke-160 – SOAR ke-160, atau “Penguntit Malam/Night Stalkers” – SEAL, Unit Kapal Khusus, Marinir, dan pihak Angkatan Laut. Prime Chance dimulai dengan misi yang diluncurkan dari kapal bendera Bernsen, yakni kapal komando USS La Salle (AGF 3), dan fregat USS Jarrett (FFG 33) dan Klakring (FFG 42). Misi tambahan direncanakan akan dilakukan dari dua tongkang konstruksi platform minyak besar – diberi nama Hercules dan Wimbrown VII – yang terletak di Bahrain yang sedang diubah menjadi pangkalan laut bergerak (Mobile Sea Bases/MSB). Setelah beroperasi, mereka kemudian akan dikerahkan di perairan internasional dekat Pulau Farsi Iran di Teluk utara. Konversi tongkang, dan terutama lokasi penempatannya, memicu badai tentangan birokratis dari kalangan tradisionalis di Pentagon yang menentang konsep pangkalan laut bergerak. Kritik terhadap rencana dari Kepala Staf Gabungan tersebut mengklaim bahwa MSB akan menjadi target yang menggoda dan akan sangat rentan terhadap serangan udara. Pada masa itu ingatan akan serangan bom bunuh diri menggunakan truk tahun 1983 terhadap markas Marinir di Beirut, Lebanon, masih segar di ingatan, beberapa orang bahkan sempat menyebut tongkang itu sebagai “Barak Beirut.”

Kapal-kapal kecil bersenjata Iran yang digunakan untuk menyerang arus perkapalan yang mereka curigai di Teluk Persia. (Sumber: https://upload.wikimedia.org/)
Kapal Cepat Boghammar yang digunakan Iran untuk melakukan serangan di kawasan Teluk Persia selama Perang Iran-Irak. (Sumber: https://www.globalsecurity.org/)

Setiap aspek operasional tongkang – mulai dari penyimpanan senjata dan amunisinya serta jenis, jumlah, dan penempatan kapal patroli dan helikopter hingga sertifikasi penerbangan pilot, inspeksi kesehatan Angkatan Laut di area layanan penyediaan makanan tongkang, dan banyak lagi – diperiksa dan didiskusikan dengan Ketua Operasi Gabungan. “Dalam pandangan saya, untuk mencapai kesuksesan operasi di kawasan Teluk utara, kita harus membangun operasi patroli intensif untuk mencegah Iran memasang ranjau.” demikian tulis Rear Admiral Harold J. Bernsen, dalam memo 6 Agustus 1987 kepada Jenderal George B. Crist, USMC, komandan Komando Pusat AS (CENTCOM). Bagi Iran, pemasangan ranjau di Teluk adalah strategi yang rasional yang digunakan untuk mengintimidasi Negara-negara Teluk agar tidak mendukung Irak. Sementara itu, Bernsen berpendapat bahwa kemampuan udara Iran dalam menyerang tongkang tersebut bukanlah sebuah masalah – Iran diyakini hanya tinggal memiliki 20 pesawat tempur F-4 Phantom yang dapat dioperasikan dan beberapa rudal Harpoon. Komandan Pusat Komando A.S. Jenderal George B. Crist, USMC, melontarkan tantangan tambahan: “Apakah Anda lebih suka mengambil risiko kehilangan dua tongkang minyak atau satu kapal bernilai miliaran dolar?” Ini adalah sebuah referensi yang mengaitkan dengan peristiwa tanggal 28 Februari 1987 sebelumnya, saat sebuah serangan rudal “secara tidak sengaja” meluncur dari pesawat tempur Irak dan menghantam kapal fregat USS Stark (FFG 31) yang menewaskan 37 pelaut, dan menjadi pengingat bahwa wilayah Teluk bagian utara berbahaya bagi aset-aset laut bernilai tinggi. Pada tanggal 17 September, Ketua Operasi Gabungan Laksamana William J. Crowe Jr., memeriksa Hercules. Meski mengakui risikonya, Crowe memutuskan menggunakan tongkang tersebut karena menggunakan tongkang sebagai MSB di kawasan Teluk utara masih dipandang sebagai cara yang terbaik. Dengan itu, oposisi terhadap rencana penggunaan berakhir. Kapal patroli Mk. III (panjang 19,5 meter) kemudian melakukan patroli, mengawal konvoi, dan menjalankan misi intelijen mulai tanggal 9 September.

Fregat USS Stark (FFG 31) korban salah tembak pesawat Irak di Teluk Persia, 28 Februari 1987. (Sumber: https://weaponsandwarfare.com/)
Pemandangan udara dari tongkang sewaan Hercules dengan tiga kapal patroli Mark III dan kapal tunda Mister John H yang berlabuh di sebelah utara Teluk Persia. (Sumber: https://weaponsandwarfare.com/)
Sebuah kapal patroli Unit Kapal Khusus Angkatan Laut AS Mark III di samping kapal pelepas ranjau Iran, Iran Ajr. (Sumber: https://www.defensemedianetwork.com/)

Sementara itu, Unit SOAR Ke-160 melakukan misi pencarian dan penghancuran nokturnal dengan menggunakan helikopter tipe MH-6 (sebagai helikopter Command & Control) yang mampu terbang malam dan tipe AH-6 (sebagai helikopter serang) Little Bird yang dilengkapi dengan perangkat infra merah forward-looking infrared (FLIR) dan kacamata penglihatan malam. Pilot-pilot Night Stalker menerbangkan Little Birds rata-rata 30 kaki (9,144 meter) di atas permukaan laut. Meskipun dia menganjurkan pelaksanaan Operasi Prime Chance, Bernsen memendam beberapa keraguan tentang kemampuan “siluman” dari helikopter-helikopter Little Bird, dimana ia khawatir bahwa kapal-kapal Iran akan dapat mengidentifikasi dan menargetkan mereka. Komandan Night Stalker, Letnan Kolonel Bob Codney, kemudian menyiapkan latihan untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut. Pada malam tanpa bulan, sepasang Little Bird diluncurkan dalam sebuah “patroli.” Setengah jam kemudian mereka muncul kembali – tepat di depan anjungan La Salle. Hal pertama yang diketahui Bernsen atau siapa pun di anjungan kapal komando itu tentang kehadiran helikopter-helikopter itu adalah ketika mereka menerima pesan radio: “Dor. Kamu mati.” Bernsen kini percaya. Sejak saat itu, kode panggilan untuk Night Stalkers di kawasan Teluk adalah “Seabats.” Dua misi paling menonjol yang dilakukan dalam Operasi Prime Chance adalah serangan terhadap Iran Ajr, sebuah kapal pendarat amfibi yang diubah menjadi kapal penyebar ranjau, dalam apa yang kemudian dikenal sebagai “Pertempuran Pulau Farsi.” 

PERTEMPURAN PULAU FARSI

Pada malam 21-22 September 1987, tiga Little Bird dari USS Jarrett diterbangkan oleh Bob “Flapper” Fladry dan co-pilot Tom Leedom; Paul DeMilia dan co-pilot Brian Collins; dan Steve Chilton dan co-pilot Terry Pena, semua berpangkat chief warrant officer, sedang berpatroli sekitar 12 mil dari La Salle. Itu adalah patroli yang membosankan, dengan hanya pelampung penanda dan dhow (kapal-kapal tradisional) yang terlihat. Dengan bahan bakar mulai menipis, para pilot hendak kembali ke kapal mereka ketika Fladry, dalam Little Bird Command & Control, melihat bentuk sebuah kapal, Iran Ajr. Dengan AH-6 Little Bird DeMilia dan Chilton yang dipersenjatai dengan dengan senjata minigun kaliber 7,62 milimeter dan pod roket 2,75 merangsek maju dengan pola bertahan berjarak satu mil jauhnya, Fladry terbang menuju kapal. Fladry lalu mengirimkan laporan kontak dengan sebuah kapal melalui radio, menyalakan lampu dan tidak menunjukkan tindakan bermusuhan. Letnan Cmdr. Thomas Blankenship, kapten Jarrett, baru saja memerintahkan penerbangan untuk kembali ke kapal ketika melalui di radio Fladry yang cemas menyatakan, “Mereka baru saja mematikan semua lampu mereka!” Ini kemudian segera menimbulkan kecurigaan semua orang. Terbang dalam pola bertahan 200 meter di belakang kapal, Fladry melanjutkan untuk melaporkan aktivitas di dek yang dicurigai, di mana anggota kru-nya tampaknya “mendorong kereta belanja di dek” dan menjatuhkannya ke dalam air. Bernsen segera mengidentifikasi “kereta belanja” itu sebagai ranjau dan memerintahkan helikopter untuk menyiapkan senjata mereka, sementara dia menginfokan ke Satcom di Washington, D.C., untuk meminta izin menyerang. Setelah ranjau ketiga didorong ke laut, Bernsen memberi izin untuk “menggunakan kekuatan apa pun yang diperlukan” untuk menghentikan penyebaran ranjau. Chilton terbang ke posisi menyerang tegak lurus dengan lambung Ajr Iran, dengan DeMilia tepat di belakang. Selama 10 menit, Chilton dan DeMilia menembaki kapal penyebar ranjau berbobot 614 ton itu dengan roket dan tembakan minigun. Dengan Iran Ajr diam di atas air dan terbakar dari beberapa kebakaran kecil diatasnya, anggota kru asal Iran yang masih hidup meninggalkan kapal. Sebuah tim SEAL lalu menaiki Iran Ajr saat fajar. Sebuah pencarian diatas kapal menemukan sembilan ranjau masih ada di geladak, serta buku catatan yang merinci jumlah dan lokasi ranjau yang telah dipasang dan data intelijen lainnya. Lima orang Iran tewas dan 26 lainnya ditangkap, kemudian dipulangkan. Setelah mereka mengumpulkan semua data intelijen yang mereka bisa dapatkan, para personel SEAL kemudian menenggelamkan Iran Ajr. 

Helikopter serang ringan AH-6 Little Bird yang dikerahkan dalam Pertempuran Pulau Farsi. (Sumber: https://mm1models.co.uk/)
Kapal penyebar ranjau Iran Ajr, yang dirampas dengan kapal pendarat Angkatan Laut AS di sampingnya. Kru Navy SEAL AS naik dan menangkap kapal ini selama Operasi Prime Chance setelah diserang oleh helikopter Unit SOAR ke-160. (Sumber: https://www.defensemedianetwork.com/)
Derek di atas tongkang Hercules bersiap untuk mengangkat kapal patroli Mark III ke dalam air untuk patroli. Helikopter Black Hawk 160 SOAR UH-60 yang dilengkapi peralatan khusus diparkir di landasan helikopter. (Sumber: https://www.defensemedianetwork.com/)

Pada bulan September, Hercules sudah beroperasi dan ditarik ke posisi di perairan internasional beberapa mil jauhnya dari Pulau Farsi. Personel Navy SEAL Letnan Cmdr. Paul Evancoe adalah perwira yang bertanggung jawab atas kontingen campuran, yang selain SEAL, juga unit Night Stalkers, dan Marinir AS, termasuk sekitar 30 warga negara asing, bagian dari persyaratan kontrak sewa yang ditentukan oleh pemilik tongkang. Pilot Night Stalker yang ditempatkan di Hercules termasuk Fladry, Leedom, DeMilia, Collins, Pena, dan Chief Warrant Officer Bob Witter. Pada malam tanggal 8 Oktober, mereka mengawal misi pengintaian di sepanjang bagian pantai pulau dengan kapal Special Boat Unit. Pada waktu tertentu, mereka akan bertemu di Middle Shoals Buoy dengan kelompok kapal permukaan dari Hercules yang berisi Seafox dan dua kapal patroli. Tetapi ketika mereka tiba di tengah jalan, mereka dikejutkan oleh 4 kapal patroli Iran  (termasuk sebuah korvet, sebuah Boghammar buatan Swedia, dan dua perahu jenis pemburu paus Boston) yang menembaki 3 helikopter Little Bird. Kru kapal Boghammar menembak rudal Stinger ke helikopter Little Bird. Helikopter-helikopter itu kemudian membalas tembakan, dan menenggelamkan kapal-kapal Iran, yang menewaskan 8 krunya. Pesawat SOF Amerika lalu tiba dan menyelamatkan enam orang Iran yang selamat, dua diantaranya kemudian meninggal karena luka-luka yang diderita. Beberapa saat kemudian, layar radar mendeteksi apa yang tampak seperti 40 kapal kecil Iran sedang menuju Hercules. Amerika segera mempersiapkan pertahanan mereka, tetapi ketika USS Thach (FFG 43) melaju ke arah kapal-kapal Iran di jalur pencegat dan enam Little Bird bersenjata mengorbit di atasnya, kapal-kapal Iran segera berbalik arah. Hercules tidak jadi diserang. Beberapa spekulasi kemudian berpendapat bahwa serangan itu mungkin merupakan akibat kesalahan deteksi radar, meskipun sumber lainnya mengklaim kapal-kapal itu telah diidentifikasi secara visual. 

NIMBLE ARCHER

Aksi besar berikutnya yang melibatkan pasukan Amerika dan Iran terjadi pada tanggal 19 Oktober 1987, dalam Operasi Nimble Archer. Selama musim semi dan musim panas, Iran, yang telah merebut Semenanjung Al Faw yang strategis di wilayah Irak, telah mengerahkan rudal-rudal anti-kapal Silkworm buatan China di sana, yang segera menimbulkan ancaman serius bagi kapal-kapal yang berlabuh di dan sekitar pelabuhan Kota Kuwait, sekitar 60 mil di barat daya. Pada awal bulan September, Iran telah menembakkan dua rudal Silkworm, yang pertama mendarat tanpa menimbulkan bahaya di perairan Teluk dan yang kedua mengenai pantai tak berpenghuni sekitar dua mil selatan terminal pemuatan minyak. Namun, pada tanggal 15 Oktober, kapal tanker Sungari rusak parah akibat serangan rudal itu, dan pada tanggal 16 Oktober, kapal tanker lain, Sea Isle City, juga terkena. Sebagai tanggapan, komando militer Amerika memutuskan bahwa alih-alih menyerang situs Silkworm di semenanjung, pasukannya akan menyerang lebih jauh ke selatan di ladang minyak Rashadat Iran yang terletak di seberang Teluk dari Bahrain dan Qatar. Dua anjungan minyak yang tidak aktif di sana telah digunakan untuk melancarkan serangan oleh pasukan Pasdaran dan sebagai pos pengamatan lalu lintas kapal. Pada 17 Oktober, enam kapal perang Angkatan Laut AS mendekati platform itu. Cmdr. GJ O’Donnell, kapten fregat USS Thach, yang telah membantu dalam aksi tanggal 8 Oktober, mengirim pesan radio ke kedua platform tersebut, memperingatkan mereka tentang niat kapal perang itu dan menasihati personel di atasnya untuk pergi, yang kemudian dilakukan oleh orang-orang Iran. Setelah orang-orang Iran pergi, empat kapal perusak – terdiri dari USS Hoel (DDG 13), Leftwich (DD 984), John Young (DD 973), dan Kidd (DDG 993) – mulai menembak. Satu platform terbakar, tetapi platform lainnya, meskipun terkena hampir 1.000 peluru, tetap tegak berdiri. Sebuah tim SEAL kemudian naik ke atas platform dan, setelah mengumpulkan berbagai data intelijen, menghancurkannya dengan bahan peledak.

Rudal anti kapal HY-2 “Silkworm” buatan China yang dikerahkan Iran untuk menyerang target-target di Teluk Persia. (Sumber: http://www.ausairpower.net/)
Rear Admiral Anthony Less, pengganti Harold J. Bernsen, sebagai Komandan Kekuatan Laut AL AS di Wilayah Timur Tengah. Less diketahui memiliki pendekatan yang lebih agresif terhadap aksi Iran di Teluk Persia. (Sumber: https://nara.getarchive.net/)

Namun saat itu, pemerintah Iran masih menolak untuk mundur. Pada tanggal 22 Oktober, mereka kembali meluncurkan serangan rudal Silkworm ke terminal minyak Pulau Laut Kuwait, yang menangani sepertiga dari total ekspor minyak negara itu. Iran juga meningkatkan kampanye anti-perkapalan, dengan melancarkan 27 serangan pada bulan November dan Desember yang menenggelamkan satu kapal dagang dan membuat dua lainnya mengalami CTL (kerugian total konstruktif). Peningkatan serangan terus berlanjut hingga tahun 1988. Ketika tongkang Wimbrown VII mulai beroperasi pada bulan Desember, rencana awal adalah untuk menempatkannya di ujung yang berlawanan dari area operasi 100 mil di lepas Pulau Farsi. Rencana itu lalu berubah, dan tongkang yang lebih kecil dikerahkan 10 mil di utara Hercules untuk memberikan dukungan timbal balik dan membantu meringankan beban pilot dan awak tongkang yang kewalahan. Pada bulan Februari 1988, Rear Admiral Anthony Less menggantikan Bernsen sebagai komandan Pasukan Timur Tengah. Bulan berikutnya, Less mengambil peran yang lebih agresif terkait serangan arus perkapalan oleh Iran. Selama ini Kapten-kapten Angkatan Laut yang beroperasi di Teluk frustrasi karena aturan yang mencegah mereka melindungi kapal-kapal negara netral berbendera non-Amerika, memaksa mereka untuk tetap menjadi penonton ketika kapal-kapal itu diserang. Meskipun ia menjunjung tinggi kebijakan resmi pemerintah Amerika, Less kini menginstruksikan kaptennya untuk “mengamati lebih jauh pada wilayah abu-abu” sebelum bersikap antara memutuskan menembak atau menjadi penonton. Instruksinya, yang secara khusus menargetkan aksi penangkalan terhadap serangan Iran, memang berisiko meningkatkan konflik dengan menyebabkan Iran tidak lagi menganggap Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. 

PRAYING MANTIS: FINAL CLASH

Pada 14 April 1988, pengawas di kapal USS Samuel B. Roberts (FFG 58) melihat tiga ranjau mengambang sekitar setengah mil dari kapal. Dua puluh menit setelah penampakan pertama, saat Samuel B. Roberts mundur dari ladang ranjau itu, dia menabrak ranjau yang terendam. Alat peledak itu merobek lubang setinggi 21 kaki di lambung kapal yang hampir membelah kapal menjadi dua, serta menyebabkan kebakaran besar dan banjir. Sepuluh Pelaut dari Samuel B. Roberts menderita luka parah. Empat menderita luka bakar serius, sementara Komandannya Paul X. Rinn juga terluka. Untungnya tindakan heroik dari para kru pengendali kerusakannya mampu menyelamatkan kapal. Setelah menerima berita itu, komando tinggi Amerika mulai membahas rencana pembalasan terhadap Iran. Departemen Luar Negeri, yang ingin menghindari eskalasi, menyatakan bahwa tanggapan apa pun haruslah tetap “proporsional.” Crowe mengusulkan agar dilakukan aksi pembalasan berupa penghancuran kapal-kapal perang Iran. Dan dalam sebuah langkah yang tidak biasa, dia melangkah lebih jauh dengan mengidentifikasi kapal yang ditarget, yakni fregat Sabalan (F 73), karena kaptennya terindikasi telah memerintahkan penembakan senapan mesin yang berdarah dingin terhadap para korban selamat dari kapal tanker yang tenggelam. Sementara itu, Crist merekomendasikan penghancuran anjungan minyak yang juga digunakan sebagai pos pengamatan pasukan Pasdaran. Yang kurang direkomendasikan adalah gabungan serangan udara dan penembakan rudal Tomahawk di pangkalan angkatan laut Bandar Abbas Iran di Selat Hormuz. Presiden Ronald Reagan memihak Crist, dan dua platform Iran di ladang minyak Sirri dan Sassan yang terletak di bagian bawah Teluk di lepas pantai Qatar dan Uni Emirat Arab dinyatakan juga sebagai alternatif target. Rencana sekarang telah ditetapkan untuk Operasi Praying Mantis, sebuah ofensif laut utama terbesar yang dilakukan oleh Angkatan Laut AS sejak berakhirnya Perang Dunia II. Target Operasi ini ada 2, yakni:

USS Samuel B. Roberts (FFG-58) sedang berlayar setelah menabrak ranjau pada tanggal 14 April 1988. Sebuah Helikopter USMC CH-46 Sea Knight terbang di atas landasan helikopternya. (Sumber: https://www.history.navy.mil/)
Armada Laut Amerika yang dilibatkan dalam Operasi Praying Mantis. (Sumber: https://www.usni.org/)

Kekuatan penyerang yang dikerahkan kemudian dibagi menjadi tiga kelompok surface action groups (SAG). SAG Bravo, dikomandani oleh Kapten James B. Perkins dan berisi kapal perang USS Merrill (DD 976), Lynde McCormick (DDG 8), dan Trenton (LPD 14) dengan Satuan Tugas Udara-darat Marinirnya, ditugaskan di platform Sassan. SAG Charlie, dikomandoi oleh Kapten James F. Chandler dan berisi kapal penjelajah USS Wainwright (CG 28), frigat Simpson (FFG 56), dan Bagley (FF 1069), yang membawa tim SEAL, dan diberi platform Siri. Penjelajah Wainwright memang tidak didesain untuk menjalankan perang anti kapal selam, misi dasarnya adalah perang anti-udara, tetapi tiga ring baterai rudal dan sistem kontrol Mark 76-nya juga dapat digunakan untuk menembakkan rudal Standard Angkatan Laut (tipe SM-1 atau SM-2) ke target permukaan, yang mampu menjadikannya sebagai “pembunuh” kapal. Sementara itu, SAG Delta, dikomandoi oleh Capt. Donald A. Dryer dan berisi USS Jack Williams (FFG 24), O’Brien (DD 975), dan Joseph Strauss (DDG 16), ditugaskan melaksanakan tugas patroli keamanan di dekat Selat Hormuz. Dukungan tambahan dalam bentuk perlindungan udara diberikan oleh kapal induk bertenaga nuklir USS Enterprise (CVN 65) yang berlabuh di Teluk Oman, dan sistem peringatan dan kontrol udara AWACS, serta pesawat-pesawat tanker yang berbasis di Saudi.

Kapal penjelajah bersenjata rudal Angkatan Laut AS USS Wainwright (CG-28). Wainwright memiliki tugas utama sebagai kapal anti pesawat, namun jika diperlukan dapat digunakan untuk melawan kapal perang permukaan. (Sumber: https://weaponsandwarfare.com/)
Rudal RIM-66 SM-1MR Standard diluncurkan di USS George Philip (FFG 12) dari peluncur rudal Mk-13 miliknya. Rudal Standard selain memiliki tugas utama untuk menaklukkan ancaman udara, juga dapat digunakan untuk melawan target kapal perang permukaan jika diperlukan. (Sumber: https://www.seaforces.org/)
Marinir Amerika memeriksa senjata antipesawat otomatis ZU-23 kaliber 23mm di anjungan minyak Sassan Iran. Marinir menyerang, menduduki, lalu menghancurkan platform tersebut sebagai bagian dari Operasi Praying Mantis yang diluncurkan setelah fregat berpeluru kendali USS Samuel B. Roberts (FFG-58) menabrak ranjau pada 14 April 1988. (Sumber: https://www.history.navy.mil/)

Operasi Praying Mantis dimulai pada 18 April 1988. Pada pukul 6 pagi, Perkins menyiarkan peringatan dalam bahasa Inggris, Arab, dan Farsi kepada orang-orang Iran di peron Sassan, menyuruh mereka untuk meninggalkannya. Sekitar 30 orang Iran mematuhinya, tetapi beberapa tetap tinggal dan menembaki SAG dengan kanon ZU kaliber 23 mm buatan Soviet. Merrill dengan dibantu oleh helikopter-helikopter tempur AH-1T Improved SeaCobra milik marinir lalu membalas tembakan, menghancurkan kanon tersebut dan menyebabkan orang-orang Iran yang tersisa mengungsi dengan perahu karet. Pada saat yang sama, pesawat-pesawat F-4 Phantom Iran mendekat, tetapi kemudian berbalik tanpa menyerang SAG Bravo. Sebuah kontingen Marinir lalu diangkut lewat udara keatas platform. Setelah mengumpulkan bahan-bahan intelijen, bahan peledak segera dipasang, dan platform yang diledakkan rusak parah sehingga tidak berguna lagi. Pada waktu yang hampir bersamaan, SAG Charlie melakukan aksi serupa di platform Siri, setelah semua orang Iran meninggalkannya. Pada pukul 10:48, sebuah kapal perang Iran yang mendekat, yakni kapal patroli Joshan (P-225), bisa diidentifikasi. Berasal dari kapal kelas La Combattante IIa fast attack craft, meski kecil, Joshan dilengkapi dengan persenjataan kuat, karena mampu membawa meriam kaliber 76 mm di tengah kapal (meriam dengan ukuran yang sama seperti pada fregat Amerika), serta kanon kaliber 40 mm. Lebih penting lagi, dia bisa menembakkan rudal permukaan-ke-udara dan rudal Harpoon buatan Amerika yang mematikan. Joshan telah mengabaikan tiga peringatan yang dikeluarkan dari Wainwright, dan kemudian malah meluncurkan rudal Harpoon yang nyaris mengenai kapal penjelajah itu. Wainwright dan Bagley SAG Charlie lalu membalas tembakan dengan menembakkan rudal SM-1 Standard. Empat rudal ditembakkan, keempatnya menghantam sasaran. Sebuah SM-1 (mengenai sasaran) dan sebuah Harpoon (meleset, mungkin akibat dari tenggelamnya Joshan secara tiba-tiba) tambahan ditembakkan, dan kapal Iran yang terbakar itu kemudian ditenggelamkan dengan tembakan meriam. Saat ini terjadi, sebuah F-4 melakukan pendekatan dengan kecepatan tinggi sesaat sebelum tenggelamnya Joshan. Wainwright dilengkapi dengan rudal SM-2. Ketika F-4 itu terus mendekat, mengabaikan peringatan, Komandan SAG menembakkan dua rudal dan berhasil mengenai pesawat Iran itu. Hanya karena aksi heroik pilot lah yang kemudian memungkinkan pesawat Phantom Iran yang rusak parah itu kembali ke Bandar Abbas. Pada titik ini, SAG Charlie telah mengakhiri pertempurannya hari itu.

Helikopter tempur AH-1T Sea Cobra yang turut dilibatkan dalam Operasi Praying Mantis. (Sumber: https://www.italeri.com/)
Bangunan utama anjungan minyak Sassan Iran terbakar setelah dihantam oleh rudal BGM-71 Tube-launched, Optically-tracked, Wire-guided (TOW) yang ditembakkan dari helikopter Marinir AH-1T Sea Cobra. (Sumber: https://www.history.navy.mil/)
Sekuen penembakan Kapal Patroli Joshan milik Iran. (Sumber: https://www.usni.org/)

Sementara itu, bagi SAG Delta, melewati siang dan malam yang membuat frustrasi mereka terus menindaklanjuti petunjuk intelijen dan pengintaian elektronik ketika mereka mencoba menemukan Sabalan. Berbagai laporan telah menahan mereka berlabuh di dekat Bandar Abbas. Tempo terus meningkat ketika kapal tunda sipil Willy Tide dan anjungan minyak milik Amerika diserang oleh kapal-kapal Boghammer Iran di dekat ladang minyak Saleh dan Mubarek. USS Joseph Strauss lalu menyediakan panduan awal yang membantu pesawat-pesawat A-6 dari kapal induk USS Enterprise mencari targetnya. Kapal-kapal kecil iran lalu mendapat serangan dari pesawat-pesawat serang A-6 Intruder yang menenggelamkan salah satu kapal Iran dengan bom berpemandu laser. Setelah pertempuran udara taktis yang sukses ini, sebuah kapal frigat kelas Saam Iran, yakni Sahand (F 74), kapal yang setipe dengan Sabalan, ditemukan melaju ke arah barat daya dengan kecepatan tinggi menuju ladang Mubarek dan Suleh, mungkin sebagai bagian dari tanggapan Iran yang telah direncanakan sebelumnya atas serangan terhadap objek-objek mereka. Pesawat-pesawat A-6 mendeteksinya ketika terbang rendah untuk melakukan identifikasi visual. Diserang oleh tembakan senjata antipesawat, pesawat-pesawat A-6 Intruder mengelak dan menyerang kembali kapal Iran itu dengan rudal Harpoon, AGM-123 Skipper II, dan bom berpemandu laser. Serangan ini mampu membuat Sahand terhenti di diatas air saat SAG Delta mendekat dengan kecepatan tinggi. USS Joseph Strauss kemudian melakukan serangan Harpoon terkoordinasi dengan wingman pesawat A-6, yang menghantam sasaran di waktu yang hampir bersamaan dalam sebuah serangan Harpoon terkoordinasi pertama dalam pertempuran. Fregat Iran itu dengan cepat tenggelam. Sabalan hampir mengikuti jejaknya. Sore itu ia mencoba menembak jatuh sebuah pesawat A-6 Intruder, dan Intruder itu kemudian menjatuhkan bom ke cerobong asap fregat Iran itu. Diam di atas air dengan mesin yang hancur, ia diselamatkan dari nasib tenggelam ketika serangan udara lanjutan dihentikan. 

Pesawat serang Angkatan Laut, A-6 Intruder yang aktif digunakan dalam Operasi Praying Mantis. (Sumber: https://www.facebook.com/)
Serangan udara laut-udara pada Fregat Sahand. (Sumber: https://www.usni.org/)
Fregat Sahand (F 74) Iran terbakar setelah menerima serangan gabungan dari kapal-kapal dan pesawat-pesawat AL Amerika. (Sumber: https://www.flying-tigers.co.uk/)

EPILOG

Meskipun aksi tersebut adalah serangan terakhir SAG pada hari itu terhadap pasukan Iran, lokasi mereka di perairan Selat Hormuz yang padat—paling dekat dengan pangkalan angkatan laut Bandar Abbas dan lapangan terbang Iran, menyebabkan beberapa momen setelahnya masih tetap menegangkan. Laporan tentang penembakan rudal-rudal anti-kapal Silkworm Iran dan kehadiran nyata dari pesawat-pesawat yang melakukan penargetan menyebabkan SAG menembakkan beberapa rudal SM-1 pada kontak udara yang dicurigai dan di beberapa pertempuran terdekat lainnya. Karena upaya terkonsentrasi dari aset Battle Group Foxtrot dan SAG Delta—dengan bantuan berharga diberikan oleh awak pesawat-pesawat E-2C dan F-14—, tidak ada insiden salah tembak di hari itu. Hasil ini mencerminkan tingkat disiplin yang luar biasa dari para awak kapal dan udara, serta sedikit keberuntungan, mengingat di daerah tersebut penuh dengan begitu banyak platform minyak, kapal angkatan laut dan niaga yang netral, kapal kecil, serta pesawat sipil. Secara total, kerugian Iran adalah tiga platform minyak rusak berat, enam kapal permukaan tenggelam, satu rusak berat, dan jumlah korban yang tidak diketahui. Kerugian Amerika satu-satunya adalah satu helikopter serang AH-1T dan dua awaknya, yang mengalami kecelakaan. Serangan Iran terhadap kapal-kapal dagang kemudian turun drastis setelah itu. Operasi Earnest Will berakhir pada 26 September 1988 ketika USS Vandergrift mengawal sebuah kapal tanker terakhir ke Teluk Persia, hampir sebulan lebih setelah berakhirnya perang Iran-Irak. Namun, para operator yang terlibat dalam Operasi Prime Chance tetap aktif bertugas hingga bulan Juni 1990. Ketika selesai, operasi ini dinilai berhasil. Satu-satunya hal negatif utama selama periode itu adalah penembakan pesawat Iran Air Flight 655 oleh USS Vincennes (CG 49) di mana semua penumpang dan awaknya tewas. Di arena politik dan diplomatik, tujuan strategis Amerika adalah untuk melindungi kapal-kapal angkut Kuwait – dan kemudian kapal-kapal lainnya, milik negara netral – dalam menghadapi ancaman Iran tanpa meningkatkan konflik, serta menjauhkan Uni Soviet dari kawasan Teluk, dan membuktikan nilainya sebagai teman bagi negara-negara di dunia Arab sebagian besar telah tercapai. Untuk pasukan operasi khusus, USSOCOM telah membuktikan nilainya dengan berhasil menyelesaikan berbagai misi yang dibebankan padanya. Meski masih banyak pekerjaan yang menanti, tetapi langkah pertama yang penting telah diambil.

Peta lokasi berbagai insiden selama Operasi Earnest Will (1987-1988). (Sumber: https://weaponsandwarfare.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Operations Prime Chance and Praying Mantis: USSOCOM’S First Test of Fire BY DWIGHT JON ZIMMERMAN; Defence Media Network, JUNE 27, 2013

The Surface View: Operation Praying Mantis By Captain J. B. Perkins III, U. S. Navy, May 1989

https://www.usni.org/magazines/proceedings/1989/may/surface-view-operation-praying-mantis

Praying Mantis: How The Navy Took on Iran’s Naval Mines and Won by Sebastien Roblin

https://nationalinterest.org/blog/reboot/praying-mantis-how-navy-took-iran%E2%80%99s-naval-mines-and-won-181483

All the Times Iran’s Navy Was Crushed in Battle

https://www.google.com/amp/s/nationalinterest.org/blog/buzz/all-times-irans-navy-was-crushed-battle-62437%3Famp

Operation Praying Mantis, 18 April 1988

https://www.navalhistory.org/2013/04/18/operation-praying-mantis-18-april-1988

Operation Prime Chance

https://www.google.com/amp/s/weaponsandwarfare.com/2017/09/27/operation-prime-chance/amp/

Operation Praying Mantis I

https://www.google.com/amp/s/weaponsandwarfare.com/2020/03/19/operation-praying-mantis-i/amp/

Operation Praying Mantis

https://www.history.navy.mil/browse-by-topic/wars-conflicts-and-operations/middle-east/praying-mantis.html

Operation Praying Mantis III

https://www.google.com/amp/s/weaponsandwarfare.com/2020/03/19/operation-praying-mantis-iii/amp/

Bridgeton Is Latest of Five Gulf Tankers to Hit a Mine; L.A. TIMES ARCHIVES, JULY 25, 1987 12 AM PT

https://www.google.com/amp/s/www.latimes.com/archives/la-xpm-1987-07-25-mn-994-story.html%3F_amp%3Dtrue

Exit mobile version