Sejarah Militer

Pearl Harbor Australia: Serangan Jepang ke Pelabuhan Darwin, 19 Februari 1942

Matahari baru saja terbit dan hari nampak menjanjikan langit cerah di atas kepala. Sejak pukul 5 pagi, kru pemeliharaan telah menjalankan mesin, melakukan penyesuaian di menit-menit terakhir, dan mempersenjatai sejumlah pesawat yang bertengger di dek penerbangan baja kapal induk Jepang IJN Akagi. Kapal ini telah memulai karirnya sebagai kapal battlecruiser berat kelas Amagi tetapi kemudian diubah menjadi kapal induk. Pada tanggal 19 Februari 1942, Akagi menjadi kapal flagship dari Armada Udara Pertama Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, yang dikomandoi oleh Laksamana Muda Chuichi Nagumo. Tepat di belakang Akagi, pada jarak sekitar 8.000 yard (7.315 meter), adalah kapal sekelasnya Kaga, anggota lain dari Skuadron Kapal Induk ke-1. Di sisi kiri Akagi, 8.000 yard jauhnya, berlayar kapal induk Soryu, flagship dari Laksamana Muda Tamon Yamaguchi. Di belakang dan berjarak sama dari Soryu dan Kaga adalah kapal induk Hiryu. Seperti Soryu, partnernya di 2nd Carrier SquadronHiryu lebih kecil dan sedikit lebih cepat dari Akagi dan Kaga. Seperti di Akagi, para pelaut di KagaSoryu, dan Hiryu berlarian di atas dan di bawah geladak menyiapkan pesawat tempur mereka untuk beraksi. Sejumlah kapal Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (IJN) mendukung kapal-kapal induk tersebut. Ini termasuk kapal penjelajah berat dari Skuadron Penjelajah ke-8: ToneChikumaMaya, dan Takao, yang masing-masing menggunakan 10 meriam kaliber 8 inci (203 mm), ditempatkan 10.000 yard (9.144 meter) dari masing-masing kapal induk. Di antara mereka, di depan, dan di belakang, ada sembilan kapal perusak dari Divisi Perusak ke-17 dan 18, Armada Kapal Perusak ke-1, di bawah kendali kapal penjelajah ringan Abukuma. Kapal-kapal ini masing-masing dipersenjatai dengan enam meriam 5 inci (127 mm) dan delapan torpedo Long Lance yang sangat bagus.

Kapal induk Angkatan Laut Kekaisaran Jepang IJN Akagi. Pada tanggal 19 Februari 1942, Akagi menjadi kapal flagship dari Armada Udara Pertama Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, yang dikomandoi oleh Laksamana Muda Chuichi Nagumo. 10 minggu setelah meluluhlantakkan Pearl Harbor, Akagi kembali berlayar untuk menghancurkan pelabuhan penting lainnya di Pasifik. (Sumber: https://www.super-hobby.com/)

TARGET: DARWIN

Yang mengamati aktivitas hingar bingar personel Akagi pagi itu adalah Komandan penerbangan Mitsuo Fuchida, pemimpin satuan tugas udara. Fuchida yang berusia 39 tahun, yang telah memasuki Angkatan Laut pada tahun 1921, adalah seorang spesialis dalam pengeboman horizontal di kekuatan udara angkatan laut Jepang. Kemampuannya sebagai ahli taktik dan administrator membawanya untuk memimpin serangan terhadap pangkalan angkatan laut AS di Pearl Harbor pada tanggal 7 Desember 1941. Pada hari yang menentukan itu, ia mengoordinasikan seluruh serangan udara Jepang terhadap sebuah benteng kekuatan Amerika di Pasifik. Sekali lagi, 10 minggu setelah dia dan rekan-rekannya melakukan penghancuran yang begitu menyeluruh pada kekuatan angkatan laut Amerika, Fuchida akan memimpin pasukan serangan udara lainnya melawan musuh. Pukul 07.30, Fuchida memberi isyarat kepada semua operator bahwa peluncuran pesawat mereka akan dimulai. Angin laut segar dari barat laut, mengharuskan armada flattop (kapal induk) berputar saat pesawat lepas landas. Ketika armada mencapai sembilan derajat lintang selatan dan 129 derajat bujur timur 220 mil (354 km) barat laut dari target, Nagumo memerintahkan pembalikan jalur untuk membawa kapal induk ke arah angin. Kapal perang lainnya juga berbelok, dan seluruh armada mulai menjauh dari tujuannya dan akan terus melakukannya, meskipun dengan kecepatan yang dikurangi, sampai pasukan serangan udara kembali tiga jam kemudian. Setelah menyelesaikan belokan mereka, menuju penuh ke arah angin, kapal-kapal induk meningkatkan kecepatan hingga kecepatan di atas dek penerbangan mereka mencapai 25 mil per jam (40 km/jam). Setelah briefing terakhir, pilot dan kru mereka naik ke kokpit pesawat masing-masing. Fuchida dan dua awaknya menaiki pesawat pembom horizontal tiga tempat duduk Nakajima B5N2 Kate. Ketika semua pesawat sudah siap, nakhoda Akagi, Kapten Taijiro, memerintahkan mereka untuk lepas landas. Delapan belas pesawat tempur Mitsubishi A6M2 Zero meraung dari dek penerbangan diikuti oleh 18 pengebom tukik Aichi D3A1 Val, dan 27 Kate

Kapten Mitsuo Fuchida (3 December 1902 – 3 Mei 1976). Pada awal tahun 1942, Fuchida adalah pemimpin satuan tugas udara di kapal induk Akagi. (Sumber: https://worldwar2database.com/)
Pesawat pembom horizontal tiga tempat duduk Nakajima B5N2 Kate. Fuchida terbang dengan menggunakan pesawat tipe ini. (Sumber: https://www.pinterest.co.uk/)
Pembom tukik Aichi D3A1 Val. Pada masa-masa awal perang Pasifik, Val menjadi salah satu pesawat tempur kapal induk Jepang yang paling banyak menenggelamkan kapal-kapal sekutu. (Sumber: https://pinturas-sgm-aviacion.tumblr.com/)

Sementara B5N adalah pengebom torpedo yang dibuat khusus, pesawat ini malah dapat membawa hingga 800 kilogram (1.800 lb) bom dan tidak ada bukti torpedo yang digunakan pada serangan ini, sementara itu D3A bisa membawa hingga 514 kilogram (1.133 lb) bom. Di belakang Akagi, ‘burung-burung perang’ dari kapal induk lainnya meluncur ke birunya langit. Ketika semua mengudara pada pukul 08:45, Fuchida membawa kekuatan penyerang 188 pesawat, yang terdiri dari 36 pesawat tempur Zero, 71 pengebom tukik Val, dan 81 pengebom ketinggian tinggi Kate, ke arah kompas 148 derajat, dengan pesawat-pesawat tempur Zero terbang di atas dan di depan yang lain, bertindak sebagai tabir pelindung terhadap kemungkinan intersepsi pesawat tempur musuh. Dengan angin barat laut yang dominan, pilot-pilot Jepang diperkirakan akan mencapai tujuan mereka dalam waktu kurang dari satu jam. Tujuan mereka itu adalah kota pelabuhan Darwin di Australia, dan pasukan udara IJN berencana untuk memberikan pukulan destruktif yang hanya bisa dilampaui oleh serangan di Pearl Harbor. Sementara itu dalam pidato yang diberikannya pada 17 Februari 1942 Perdana Menteri Curtin menyebut kejatuhan Singapura sebagai “Dunkirk Australia”; dua hari kemudian daratan Australia diserang musuh untuk pertama kalinya.

Pesawat-pesawat Jepang lepas landas dari kapal induk Akagi untuk menyerang target musuh. Pada tanggal 19 Februari 1942, daratan Australia diserang musuh untuk pertama kalinya, yakni oleh Jepang. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Perdana Menteri Australia John Curtin. (Sumber: https://id.wikipedia.org/)

PENUMPUKAN KEKUATAN MILITER SEKUTU DI DARWIN

Serangan udara besar-besaran IJN yang menuju Darwin pada pertengahan Februari 1942 merupakan tanggapan terhadap komando militer gabungan yang dibentuk oleh pemerintah Sekutu Barat yang dirancang untuk membendung kemajuan bala tentara negeri Matahari Terbit di Asia Tenggara. ABDA (Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia, demikian nama komandonya), mulai beroperasi pada bulan Januari 1942 dan mendirikan basis suplai utamanya di pelabuhan Darwin di Northern Territory Australia. Dari Darwin (sejak tahun 1930-an, Darwin telah menjadi pelabuhan perdagangan strategis di ujung utara Australia) suplai militer vital disalurkan ke Hindia Belanda , Singapura, dan Filipina. Sejak kemajuan pesat mesin perang Jepang setelah Pearl Harbour, beberapa upaya telah dilakukan untuk mengamankan pertahanan wilayah Darwin. Darwin adalah pangkalan Distrik Militer ke-7 Australia. Barak Larrakeyah di kota itu berisi orang-orang dari Brigade Infanteri ke-23 Australia. Ada juga dua baterai anti-pesawat Infanteri Australia. Pangkalan RAN yang penting terdapat di Darwin termasuk dermaga apung. Kehadiran AU Australia (RAAF) diwakili di sebuah pangkalan, yang dibangun pada tahun 1940, 8 km selatan Darwin. Ironisnya, stasiun radar di Gua Dripstone di luar Darwin belum beroperasi. 

Perwira AU Australia dan Belanda difoto di Darwin, 16 Oktober 1941. ABDA (Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia, demikian nama komandonya), mulai beroperasi pada bulan Januari 1942 dan mendirikan basis suplai utamanya di pelabuhan Darwin di Northern Territory Australia. Keberadaan Darwin amat vital bagi pertahanan Pulau Jawa di bagian utara Australia. (Sumber: https://www.awm.gov.au/)
Rute pesawat-pesawat tempur sekutu dari Australia ke Pulau Jawa. Dalam rute ini, keberadaan Darwin vital sebagai salah satu simpul transit pesawat-pesawat tersebut. (Sumber: https://thejavagoldblog.wordpress.com/)

Ada juga sejumlah kecil personel Amerika di Australia utara sejak sebelum serangan terhadap Pearl Harbor, tetapi sejak bulan Januari 1942 kehadiran personel asal AS mulai meluas ke banyak kota Australia lainnya. Pada akhir bulan Desember sebagian besar wanita dan anak-anak kulit putih dan Asia telah dievakuasi dari kota. Sebaliknya hanya sedikit upaya evakuasi dilakukan kepada populasi Aborigin yang besar. Mereka diharapkan untuk berjuang sendiri. Wanita kulit putih yang tetap tinggal, sekitar 63 orang, sebagian besar dipekerjakan di sektor layanan penting, seperti keperawatan dan telegrafi. Beberapa warga sipil dan organisasi telah menggali parit perlindungan dan ada beberapa alarm serangan udara diujicoba, tetapi pertahanan secara keseluruhan bisa dibilang tidak memadai. Tragedi pun siap mengikuti. Pada akhir Februari, Pelabuhan Darwin telah menjadi titik simpul penting bagi konvoi kapal dan pesawat dalam perjalanan mereka menuju ke area pertempuran di barat laut. Pelabuhan itu sangat ramai pada tanggal 19 Februari. Sebuah konvoi kapal yang membawa pasukan Australia dan Amerika dan perbekalan, dikawal oleh kapal perang USS Houston, telah kembali ke pelabuhan setelah mengalami serangan dari pesawat dan kapal selam Jepang (Tujuan mereka adalah merebut Timor). Kemacetan pelabuhan kemudian turut akan menyumbang banyaknya korban jiwa nantinya. Selanjutnya, Darwin menjadi sangat penting dalam proses pemindahan pesawat tempur Sekutu yang dikirimkan ke Timor, Bali, lalu ke Jawa. Tanpa aset udara ini Jawa akan jatuh ke tangan Jepang, dan seluruh Hindia Belanda, bersama dengan sumber daya minyak dan karet yang sangat besar penting untuk upaya perang Jepang. Jepang telah menyadari penumpukan kekuatan Sekutu di Darwin, yang populasinya sebelum perang adalah 5.800 orang (dengan ditempatkannya pasukan Australia dan sekutu di sana, populasi Darwin lalu meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 1942), dan berencana menyerangnya pada akhir bulan Januari 1942. Dalam dua bulan sebelum serangan udara, semua kecuali 2.000 warga sipil telah dievakuasi dari kota Darwin.

Jalanan utama kota Darwin sekitar tahun 1941. Dalam dua bulan sebelum serangan udara ke kota Darwin, semua kecuali 2.000 warga sipil telah dievakuasi dari kota. (Sumber: https://www.awm.gov.au/)
Kapal penjelajah berat kelas Northampton Angkatan Laut AS USS Houston (CA-30) dengan kapal perusak kelas Clemson USS Peary (DD-226) di Darwin, Northern Territories, Australia pada 15 Februari 1942. Kapal-kapal ini, bersama dengan HMAS Swan (U74) dan HMAS Warrego (U73) membentuk pengawalan angkatan laut dari konvoi yang gagal untuk memperkuat garnisun di Pulau Timor. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Kapal selam Jepang I-121 dan I-123 telah menyebar ranjau di Darwin pada Januari 1942, namun sebuah argumen di antara komando tinggi mengenai apakah Darwin atau Ceylon yang harus diserang terlebih dahulu menunda keputusan apa pun untuk menyerang kota itu. Kebuntuan itu akhirnya dipecahkan oleh Komandan udara Minoru Genda, seorang perwira staf angkatan laut yang brilian dan salah satu arsitek utama serangan di Pearl Harbor. Dia menasihati Laksamana Isokoru Yamamoto, panglima tertinggi Armada Gabungan Jepang: “Darwin merupakan ancaman bagi operasi militer yang berlangsung saat ini dan yang sedang direncanakan di Hindia Belanda dan saya merekomendasikan tempat itu harus menjadi target pertama.” Genda melanjutkan agar rekan-rekannya mengamati bahwa “telah terjadi penumpukan besar tentara dan angkatan udara (musuh) di daerah itu dan ia tidak ingin tempat itu digunakan sebagai pangkalan ofensif melawan Jepang.” Dipengaruhi oleh logika Genda, pada tanggal 9 Februari Yamamoto memerintahkan serangan kapal-kapal induk ke Darwin “untuk memusnahkan kekuatan musuh di daerah Pelabuhan Darwin dan untuk mencegat dan menghancurkan armada angkatan laut dan transportasi musuh….” Serangan itu juga akan memberikan dukungan bagi upaya Jepang untuk merebut pulau Timor dan dengan demikian memotong bala bantuan udara Sekutu ke pulau Jawa. Genda kemudian ditugaskan untuk merencanakan operasi tersebut. Dia lalu tidak hanya membuat serangan kapal induk tetapi menambahkan serangan kedua yang akan dilakukan oleh pesawat pengebom bermesin ganda Angkatan Udara ke-54 yang berbasis di lapangan terbang Belanda yang baru saja direbut di Ambon di Maluku dan Kendari di Kepulauan Sulawesi. Setelah perang, Genda ingat bahwa Jepang memiliki informasi yang dapat dipercaya tentang keadaan pertahanan Darwin dan sebagai hasilnya, “Kami tidak membayangkan adanya perlawanan yang serius.” Pada tanggal 10 Februari sebuah pesawat pengintai Jepang terbang di atas kota, dan mengidentifikasi sebuah kapal induk (sebenarnya kapal induk USS Langley), lima kapal perusak, dan 21 kapal dagang di Pelabuhan Darwin, serta 30 pesawat di dua lapangan terbang kota itu.

Kapal selam I-121 Jepang. Kapal selam Jepang I-121 dan I-123 telah menyebar ranjau di Darwin pada Januari 1942, namun sebuah argumen di antara komando tinggi mengenai apakah Darwin atau Ceylon yang harus diserang terlebih dahulu menunda keputusan apa pun untuk menyerang kota itu. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
Komandan udara Minoru Genda, seorang perwira staf angkatan laut yang brilian merekomendasikan serangan udara ke kota Darwin. (Sumber: https://id.wikipedia.org/)
Di Pelabuhan Darwin beberapa hari sebelum penyerbuan. Tampak depan HMAS SWAN, Tengah USAT MAUNA LOA dan belakang HMAS WARREGO. (Sumber: http://www.sea.museum/)

Terlepas dari kepentingan strategis Darwin bagi pertahanan Australia, kota ini tidak dipertahankan dengan baik. Pertahanan anti-pesawat Angkatan Darat Australia terdiri dari enam belas senjata anti pesawat QF 3,7 inci dan dua senjata AA 3 inci untuk melawan pesawat-pesawat yang terbang di ketinggian dan sejumlah kecil senapan mesin Lewis untuk digunakan melawan penyerang yang terbang rendah. Awak senjata ini telah melakukan sedikit pelatihan baru-baru itu karena kekurangan amunisi. Kekuatan udara yang ditempatkan di dan dekat kota terdiri dari Skuadron No. 12, yang dilengkapi dengan pesawat latih lanjut CAC Wirraway(yang telah digunakan sebagai pesawat tempur), dan Skuadron No. 13 yang mengoperasikan pembom ringan Lockheed Hudson. Enam Hudson, 3 dari Skuadron No. 2 dan 3 dari Skuadron No. 13, juga tiba di Darwin pada tanggal 19 Februari setelah dievakuasi dari Timor. Tak satu pun dari enam Wirraway di Darwin pada hari penyerbuan itu bisa digunakan. Pada saat kejadian, tidak ada radar yang berfungsi untuk memberikan peringatan dini serangan udara, dan pertahanan sipil kota tidak berfungsi. Komisi Lowe, yang ditunjuk untuk menyelidiki serangan tak lama setelah itu terjadi, diberitahu bahwa militer Australia memperkirakan bahwa Darwin akan membutuhkan 36 senjata antipesawat berat dan 250 pesawat tempur untuk mempertahankannya dari serangan skala besar seperti yang terjadi pada tanggal 19 Februari. Selain pasukan Australia, sepuluh pesawat Curtiss P-40 Warhawk Angkatan Udara Amerika Serikat (USAAF) sedang melewati Darwin dalam perjalanan ke Jawa pada hari penyerangan. Pilot-pilot P-40 ini sebagian besar tidak berpengalaman dalam pertempuran.

Unit senjata anti pesawat pasukan Australia. Terlepas dari kepentingan strategis Darwin bagi pertahanan Australia, kota ini tidak dipertahankan dengan baik. Pertahanan anti-pesawat Angkatan Darat Australia terdiri dari enam belas senjata anti pesawat QF 3,7 inci dan dua senjata AA 3 inci untuk melawan pesawat-pesawat yang terbang di ketinggian dan sejumlah kecil senapan mesin Lewis untuk digunakan melawan penyerang yang terbang rendah. (Sumber: https://www.theguardian.com/)
Pesawat Curtiss P-40 Warhawk. 1o unit pesawat tipe ini ada di Darwin saat armada udara Jepang menyerang. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)
Commonwealth Aircraft Corporation (CAC) CA-9 Wirraway. Tak satu pun dari enam Wirraway di Darwin pada hari penyerbuan itu bisa digunakan. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

PERINGATAN DIRI SERANGAN

Berangkat dari Palau (di utara Indonesia saat ini) pada malam tanggal 15 Februari, gugus tugas Nagumo mencapai Kendari pada tanggal 17 dan melakukan penerbangan kecepatan tinggi melintasi Laut Banda keesokan harinya. Pada dini tanggal 19, kekuatan laut Jepang memasuki Laut Timor, tempat Nagumo meluncurkan pesawatnya menuju Darwin. Sekitar pukul 09:30 di dekat Pulau Bathurst, kapal terbang PBY Catalina Angkatan Laut AS yang diterbangkan oleh Letnan Thomas Moorer, dari Wing Patroli ke-22, menjadi korban pertama pasukan udara besar Jepang yang menuju Darwin. Disergap hingga sembilan Zero, pesawat PBY itu dipaksa masuk ke laut sebelum bisa membunyikan alarm ke Darwin. Kemudian, awaknya diselamatkan oleh kapal dagang yang bersahabat. Beberapa peringatan awal serangan musuh memang sempat diterima tetapi tidak ditindaklanjuti. Letnan John Gribble, pengawas pantai mengirimkan informasi penampakan pada pukul 09:15, sekitar 43 menit sebelum serangan, sementara beberapa menit kemudian Pastor John McGrath, di Misi Katolik di Pulau Bathurst, pada pukul 09:37 mengirim radio ke Lou Curnock dari stasiun Darwin Australian, “Sebuah formasi udara yang luar biasa besar menuju ke arah kita dari barat laut.” Curnock kemudian segera mengirimkan pesan ini ke RAAF. Kedua pesan itu diabaikan di Pusat Komunikasi Angkatan Laut di Darwin. Peringatan tidak ditindaklanjuti ini, kemudian akan meningkatkan jumlah korban karena kapal dan pesawat tidak dipindahkan ke tempat yang aman. Terlepas dari arah yang berbeda dari mana pesawat-pesawat itu bepergian, para perwira RAAF percaya bahwa pesawat-pesawat itu adalah pesawat-pesawat P-40 Kittyhawks Amerika yang telah dipaksa oleh cuaca buruk untuk kembali dari serangan mereka ke Timor. Sementara itu, pasukan penyerang pimpinan Komandan Udara Fuchida melintasi pantai timur Australia, berbelok ke barat laut, dan menuju kota. Tanpa radar, pelabuhan di Darwin tidak menyadari datangnya serangan udara musuh, yang dimulai pada pukul 09:58.

Sekitar pukul 09:30 di dekat Pulau Bathurst, kapal terbang PBY Catalina Angkatan Laut AS yang diterbangkan oleh Letnan Thomas Moorer, dari Wing Patroli ke-22, menjadi korban pertama pasukan udara besar Jepang yang menuju Darwin. Disergap hingga sembilan Zero, pesawat PBY itu dipaksa masuk ke laut sebelum bisa membunyikan alarm ke Darwin. (Sumber: https://www.amazon.com/)

PENERBANGAN B YANG BERNASIB BURUK

Pada pagi saat serangan Jepang dilakukan, satu-satunya aset udara yang mempertahankan Darwin adalah 10 pesawat tempur Curtiss P-40B Tomahawk  dari Skuadron Pemburu ke-33 pimpinan Mayor Floyd “Slugger” Pell, dari Amerika. Kembali ke Darwin setelah membatalkan penerbangan ke pulau Jawa karena hujan lebat, Pell memerintahkan lima orang dibawah komandonya, yang disebut sebagai Penerbangan B (B Flight) di bawah pimpinan Letnan Robert G. Oestreicher, untuk tetap berada di ketinggian 15.000 kaki dan bertindak sebagai unit patroli udara tempur di wilayah Darwin, sementara Pell mendaratkan lima pesawat P-40 dari Flight A di lapangan terbang Angkatan Udara Darwin untuk mengisi bahan bakar. Waktu menunjukkan sekitar pukul 09:55. Saat B Flight, terbang dalam dua elemen dengan Oestreicher terbang di atasnya, menanjak diatas pelabuhan Darwin, pesawat-pesawat itu diserang dari ketinggian 2.000 kaki (609 meter) oleh pesawat-pesawat Zero, yang menghancurkan formasi P-40. Oestreicher kemudian mengingat bagaimana P-40 yang diterbangkan Letnan Jack R. Peres terkena tembakan kanon dari pesawat Zero yang mengejarnya dan melihat pesawat Peres “berguling-guling perlahan dan jatuh.” Beberapa saat kemudian, Letnan Elton S. Perry tertembak dari langit, terjun ke teluk. Oestreicher menuju ke arah matahari dan terkena tembakan dari sebuah pesawat Zero yang melintas tetapi berhasil menembakkan senapan mesin ke penyerangnya.

Pada pagi saat serangan Jepang dilakukan, satu-satunya aset udara yang mempertahankan Darwin adalah 10 pesawat tempur Curtiss P-40B Tomahawk  dari Skuadron Pemburu ke-33 pimpinan Mayor Floyd “Slugger” Pell, dari Amerika. Meskipun mendapat kepungan dari pesawat-pesawat Jepang, namun pilot-pilot Amerika berhasil menjatuhkan setidaknya dua pesawat Jepang. (Sumber: https://fineartamerica.com/)
Pesawat Warhawk USAAF diberondong saat mendarat, di pangkalan udara RAAF 19 Februari 1942. (Sumber: https://northernterritory.com/)

Pada ketinggian 12.000 kaki (3.657 meter) dia menghitung ada 18 pesawat tempur musuh “dalam lingkaran longgar di … (ketinggian) 20.000 kaki (6.096 meter)” menunggu giliran mereka untuk menukik ke pesawat-pesawat P-40 yang kalah jumlah pada unit Penerbangan B. Saat pemimpin penerbangan dengan panik memerintahkan unitnya untuk menuju kearah awan di selatan Darwin, Letnan William R. Walker, yang telah tertembak di bahu kirinya, mendaratkan pesawatnya di lapangan terbang RAAF di Darwin, yang kemudian diberondong, dibom, dan dibakar hingga hancur di landasan pacunya. Saat Walker meluncur ke lapangan terbang RAAF, Letnan Max R. Wiecks mendapati dirinya dikelilingi oleh aksi udara yang “liar dan penuh hiruk pikuk”. P-40-nya segera dilubangi dengan peluru dan menjadi di luar kendali, memaksa pilot berusia 27 tahun itu untuk melompat keluar dari pesawatnya yang lumpuh. Dia jatuh di air 10 mil (16 km) dari darat. Dari Penerbangan B, hanya Oestreicher yang bertahan di udara sampai serangan itu berakhir. Dia berhasil menembak jatuh dua pengebom tukik Jepang, kemenangan udara pertama pasukan Sekutu diatas Australia. Setelah dia mendarat pada pukul 11:45, pesawatnya sedang diperbaiki ketika dihancurkan oleh serangan udara Jepang kedua hari itu. Dia menghabiskan sisa tanggal 19 berjongkok di pangkalan udara RAAF yang dihujani bom.

FLIGHT A DI DARAT 

Sementara personel Flight B bertempur dan mati di langit di atas Darwin, Flight A dihancurkan di darat di pangkalan RAAF oleh para pesawat-pesawat dari Hiryu. Komandan Udara Fuchida kemudian berkomentar bahwa ketika pasukannya terbang di atas Darwin, “Ada 20 pesawat dari berbagai jenis di lapangan terbang. Beberapa pesawat P-40 buatan AS berusaha lepas landas ketika kami datang tetapi dengan cepat ditembak jatuh dan sisanya dihancurkan di tempat mereka berada.” Melihat pesawat-pesawat tempur musuh yang mendekat, Mayor Pell dan seluruh elemennya berusaha untuk mengudara. Saat meluncur di landasan, dia diberondong oleh Zero saat pesawatnya meluncur 80 kaki (24 meter) ke udara. Pell terjun payung dan jatuh ke tanah, terluka tapi masih hidup. Saat dia merangkak pergi, dia ditembaki dengan senapan mesin dan dibunuh oleh pesawat Zero yang melewati lapangan terbang. Mengikuti Pell adalah Letnan Charles W. Hughes. Dia tidak pernah  bisa lepas landas. Dia diberondong saat dia mengumpulkan kecepatan dan hancur serta meninggal di kokpitnya. Letnan Robert F. McMahon yang berusia dua puluh satu tahun mencoba mengudara setelah melihat komandannya berlari ke pesawatnya. Setelah hampir bertabrakan dengan pesawat Flight B milik Walker yang terluka, McMahon lepas landas, dan beberapa menit berikutnya menemukannya berduel dengan sejumlah Zero di atas pelabuhan. Terluka di kaki, mesin pesawatnya terbakar, ia harus mengembangkan parasutnya, mendarat di pelabuhan hidup-hidup setelah ditembaki dengan senapan mesin oleh pilot Jepang saat ia tak berdaya melayang di udara. Letnan Burt R. Rice dan John G. Glover adalah yang terakhir dari Flight A yang terbang ke udara. Rice ditembak jatuh dan ditembaki dengan senapan mesin oleh pesawat Zero Jepang saat dia mengayunkan parasutnya ke bawah. Melihat Rice dalam kesulitan, Glover berusaha melindungi rekannya yang tak berdaya. Dengan melakukan itu dia menjatuhkan sebuah pesawat tempur lawan sebelum pesawatnya sendiri rusak parah oleh tembakan musuh. Jatuh di lapangan terbang, Glover secara ajaib selamat dari tembakan musuh yang mengikutinya saat dia berjalan menjauh dari reruntuhan yang pernah menjadi pesawatnya. Sementara itu Rice mendarat di rawa dan ditemukan beberapa jam kemudian. Kalah jumlah dan dikalahkan oleh pilot-pilot Jepang yang lebih berpengalaman, Flight B telah dimusnahkan. Beberapa sejarawan Perang Dunia II asal Jepang kemudian mengklaim bahwa penghancuran empat pesawat B Flight dilakukan oleh satu penerbang Zero, yakni Pilot Angkatan Laut Kelas 1 Yoshikazu Nagahama, yang juga dicatat karena menembak jatuh PBY yang diterbangkan oleh Letnan Moorer.

Pesawat Curtiss P-40E Warhawk AS yang jatuh dari Grup Pemburu ke-33 (Sementara) di Darwin, Northern Territories (Australia). Ini adalah salah satu dari sembilan P-40 USAAF yang ditembak jatuh selama Serangan Jepang di Darwin pada tanggal 19 Februari 1942. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

SEMBILAN KAPAL TENGGELAM

Saat anak buah Pell bertempur dan gugur di langit Darwin, landasan udara angkatan udara dan sipil di wilayah tersebut berulang kali dibom dan ditembaki oleh Jepang, membuat mereka tidak dapat digunakan. Selain sembilan pesawat P-40 dari Skuadron ke-33, 11 pesawat RAAF lainnya dihancurkan dalam serangan awal Jepang selama 32 menit di Darwin. Mengikuti para pesawat tempur Jepang adalah pesawat-pesawat pengebom Kate dan Val. Pada pukul 10 pagi, yang pertama mulai terbang di atas pelabuhan Darwin di ketinggian 14.000 kaki (4.267 meter). Fuchida menulis, “Pelabuhan itu penuh sesak dengan semua jenis kapal yang kami mengambil kesempatan kami.” Ada 46 kapal, banyak di antaranya kapal dagang, di pelabuhan pagi itu. Sebuah topan telah menutup pelabuhan dari tanggal 2-10 Februari, kemudian pemogokan para pekerja dermaga telah menciptakan kemacetan kapal yang menunggu untuk menurunkan alat-alat perang. Masa tinggal mereka menjadi lebih lama lagi karena dermaga tunggal Darwin yang kecil hanya bisa menurunkan muatan dua kapal sekaligus. Hujan bom Jepang kemudian menghancurkan dermaga, saluran air, pipa minyak, dan sebagian besar infrastruktur dermaga. Kehancuran perlahan-lahan bergerak melintasi distrik administratif kota, menghancurkan rumah sakit di Berrimah, kantor pos, dan barak polisi. Puluhan warga sipil tewas atau terluka dan terperangkap di reruntuhan. Kontraktor sipil Stan Kennan sedang berada di bengkelnya di Smith Streetsaat serangan pertama dimulai. Saat bom menghujani pelabuhan, petugas pos Hurtle Bald, istrinya Alice, putrinya yang berusia 16 tahun Iris dan enam staf bergegas berlindung ke parit di halaman belakang Old Darwin Post Office. Pada menit pertama serangan, parit itu terkena serangan langsung, yang membunuh mereka seketika. Westpac Bank mengalami kerusakan akibat bom yang cukup besar, sedangkan Hotel Victoria mengalami ledakan bom di halaman belakang selama serangan udara pertama, sementara Commonwealth Bank di dekatnya lolos dari kerusakan. Di Gedung Pemerintah, Administrator Wilayah Utara, Charles Abbott, istrinya Hilda, dan anggota stafnya berlindung dari pengeboman di bawah rumah. Daisy Martin, seorang Aborigin, dan salah satu pelayan Administrator, meninggal ketika sebuah balok beton menimpanya. Semua yang lain selamat. Ada beberapa kisah luar biasa tentang mereka yang melarikan dari cedera, seperti yang diceritakan oleh Douglas Lockwood dalam buku detailnya tentang pengeboman Darwin, Pearl Harbour Australia. Reginald Rattley, 26 tahun, seorang mekanik telepon, telah mencoba berlindung dengan kelompok tukang tetapi menemukan parit itu terlalu ramai. Dia lalu mencari perlindungan di atas tebing Esplanade diatas pantai. Saat dia melompat, ledakan bom mengangkat tubuhnya ke pasir di mana dia mendarat dengan selamat.

Foto udara dari kapal yang terbakar di Pelabuhan Darwin yang diambil oleh seorang penerbang Jepang selama serangan pertama. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Bank NSW yang dibom, tahun 1942. (Sumber: https://northernterritory.com/)
Orang-orang mengamati Kantor Pos dan kediaman kepala kantor pos yang dibom di mana 9 orang tewas setelah serangan udara Jepang pertama di Darwin pada tanggal 19 Februari 1942. (Sumber: https://anzacportal.dva.gov.au/)

Setelah perang Fuchida menyatakan, “Saya secara pribadi memberi perintah kepada pilot untuk tidak menyerang kota.” Apakah ini benar atau tidak, saksi mata sipil membuktikan fakta bahwa pilot-pilot Jepang secara metodis menyerang kota, menambahkan bahwa “senapan mesin lebih merusak kota daripada bom.” Saat pesawat-pesawat Kate menyelesaikan pekerjaan mematikan mereka, pesawat-pesawat Val, menyerang sendiri-sendiri, berpasangan, atau dalam gelombang bertiga, berkonsentrasi pada kapal-kapal angkut di pelabuhan. USS William B. Preston, sebuah kapal tender Amerika, dan kapal selam Australia Swan yang sedang berlayar, dibom dan dirusak, kehilangan total tujuh orang tewas dan 22 lainnya luka-luka. USS Peary, sebuah kapal perusak Angkatan Laut AS berbobot 1.190 ton, terkubur oleh lima bom yang memusnahkan ruang mesinnya dan meledakkan magazine depannya. Peary kehilangan 80 awaknya tewas, termasuk kaptennya, Lt. Cmdr. John M. Bermingham, dan semua perwiranya. Empat puluh awak, kebanyakan dari mereka terluka, selamat. Yang juga tenggelam adalah kapal transport besar AS Meigs, meskipun dengan kehilangan hanya dua nyawa. Kapal Australia Neptuna, yang sebelumnya merupakan kapal penumpang, tertembak. Dipenuhi dengan bahan peledak berat, kapal itu meledak dengan ledakan yang mengerikan. Kapten kapal, William Michie, dan 45 awaknya tewas. Lima kapal dagang juga tenggelam. HMAS Kurra KurraGunbar dan Kangaroo tercatat rusak. HMAS Mavie yang telah disita dari pemiliknya yang berkebangsaan Jepang di Darwin pada 12 Desember ditenggelamkan tanpa adanya korban jiwa. Di tempat lain dalam serangan ketiga yang lebih kecil di sore hari, armada udara Jepang menyerang dan menenggelamkan kapal dagang SS Florence D dan SS Don Isidro sekitar 80 km di utara Darwin yang menewaskan lima belas orang.

Ledakan MV Neptuna dan kepulan asap dari tangki penyimpanan minyak, terjadi selama serangan udara Jepang pertama di daratan Australia, di Darwin pada 19 Februari 1942. Di latar depan adalah HMAS Deloraine, yang lolos dari kerusakan. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
USS Peary tenggelam. (Sumber: http://www.sea.museum/)
Potret kelompok staf perawat di atas Kapal Rumah Sakit Australia Manunda. Satu bom jatuh menembus beberapa dek kapal rumah sakit HMAS Manunda sebelum meledak. Kapal rumah itu terkena serangan tetapi selamat untuk memainkan peran penting dalam merawat korban yang terluka; 58 kru dan staf medis terluka pada hari itu dan dua belas orang tewas termasuk Suster Margaret deMestre yang berusia 26 tahun. (Sumber: http://www.sea.museum/)

Pagi itu Florence D telah menyelamatkan awak pesawat Catalina USAF yang ditembak jatuh oleh pesawat tempur Jepang dalam perjalanan mereka untuk menyerang Darwin. Joseph Shuler, salah satu awak pesawat yang diselamatkan tewas ketika sebuah bom meledak hampir di atasnya di atas kapal Florence D. Pada saat pesawat-pesawat kapal induk Jepang terakhir meninggalkan daerah itu pada pukul 11 pagi, dari 47 kapal yang ada di pelabuhan Darwin hari itu, 8 tenggelam, satu kandas dan kemudian tenggelam, dan 11 lainnya rusak. Sekitar 25 kapal lain di pelabuhan lolos dari kerusakan serius atau tidak tersentuh. Satu bom jatuh menembus beberapa dek kapal rumah sakit HMAS Manunda sebelum meledak. Kapal rumah itu terkena serangan tetapi selamat untuk memainkan peran penting dalam merawat korban yang terluka; 58 kru dan staf medis terluka pada hari itu dan dua belas orang tewas termasuk Suster Margaret deMestre yang berusia 26 tahun. Salah satu peristiwa paling dramatis dalam serangan itu melibatkan HMAS Katoomba, sebuah korvet yang sedang diperbaiki di dok kering terapung. Meskipun kapal itu terjebak di dermaga, kaptennya Komandan A.P. Cousin, dari AL Australia, memerintahkan meriam sudut tinggi kaliber 12-pounder dan senapan-senapan mesin Vickers, bersama dengan tembakan senapan, untuk menyerang pesawat-pesawat pembom tukik musuh. Baik kapal dan dermaga itu selamat, sebagian besar tidak rusak. Sementara itu, tepat sebelum alarm serangan udara dan kedatangan pesawat-pesawat Jepang, 70 pekerja pelabuhan telah menurunkan muatan kapal Neptuna dan Barossa di perpanjangan sudut kanan dermaga. Saat dermaga dihantam bom, banyak pekerja dermaga yang berhamburan di tepinya. Lusinan pria diterbangkan ke air hanya untuk berenang melalui minyak yang terbakar. Dua puluh dua diketahui telah meninggal. Tiga pesawat terbang Catalina juga hancur di pelabuhan, sementara dua kapal barang Angkatan Laut AS ditenggelamkan di barat laut Pulau Bathurst oleh pesawat-pesawat Val dari kapal induk Hiryu dan Soryu.

Awak kapal depot HMAS Platypus mengamati pelabuhan setelah serangan udara Jepang pertama di Darwin, 19 Februari 1942. Di tengah, kapal pengangkut HMAT Zealandia terbakar, dan kapal rumah sakit HMAS Manunda berada di sebelah kanannya. (Sumber: https://anzacportal.dva.gov.au/)

SEBUAH PALU GODAM UNTUK MEMECAH TELUR

Ketika pengebom Jepang mulai menurunkan muatan mematikan mereka di pelabuhan dan pesawat-pesawat Zero mulai menyerang pelabuhan, baterai pertahanan antipesawat dari Baterai AA ke-2 dan Baterai AA Berat ke-14, menggunakan meriam kaliber 3,7 inci untuk menembak di ketinggian, dan sejumlah kecil senapan mesin Lewis menembaki penyusup yang terbang rendah, dengan melepaskan tembakan dari lokasi di Darwin OvalFannie Bay, dan lokasi strategis lainnya di sekitar kota. Bergabung dengan Resimen Senapan Mesin Berkuda Ringan ke-19, yang telah memasang senjatanya di tangki-tangki minyak di dekat pelabuhan. Meriam-meriam Australia mengirim banyak timah panas ke udara di atas pelabuhan tetapi hanya berhasil merusak beberapa pesawat musuh dan menembak jatuh satu pesawat Val. Masalah bagi para penembak adalah bahwa senjata mereka terlalu lambat untuk secara efektif menyerang pesawat-pesawat penyerang dalam jarak dekat. Meski demikian, kelemahan-kelemahan ini tidak mengurangi heroisme dari mereka yang bertahan, salah satunya adalah Wilbert ‘Darkie’ Hudson, adalah seorang Penembak Senjata Anti-Pesawat. Hudson sedang sedang mandi ketika bom pertama jatuh. Dia lalu pergi ke posnya hanya dengan mengenakan handuk untuk menangkis serangan udara tentara Jepang. Wilbert ‘Darkie’ Hudson kemudian menjadi prajurit Australia pertama yang mendapatkan penghargaan untuk keberanian bertempur di tanah Australia. Dia menerima Medali Military Medal. Namun serangan Jepang belum berhenti. Sekitar tengah hari pukul 11:58, 27 pesawat pengebom Mitsubishi G4M1 Betty Angkatan Darat Jepang dari Kendari dan 27 pesawat pengebom Mitsubishi G3M1 Nell dari Ambon muncul di atas Darwin. Terbang pada ketinggian 18.000 kaki (5.486 meter), para pengebom dipisahkan menjadi dua kelompok. Mereka mengabaikan kota dan pelabuhan, alih-alih memusatkan perhatian mereka pada lapangan terbang militer. Sementara satu formasi terbang dari barat daya, yang lain meraung dari timur laut, keduanya tiba di pangkalan dan menjatuhkan muatan mereka pada saat yang sama. Mereka kemudian berbalik dan melakukan lintasan kedua di atas lapangan. Dua hanggar, empat barak, aula makan, rumah sakit, dan sejumlah bangunan gudang dilenyapkan.

Awak meriam anti pesawat Australia mati-matian mempertahankan Darwin dari serangan udara Jepang, 19 Februari 1942. (Sumber: https://vwma.org.au/)
Ilustrasi Wilbert ‘Darkie’ Hudson. Hudson sedang sedang mandi ketika bom pertama jatuh. Dia lalu pergi ke posnya hanya dengan mengenakan handuk untuk menangkis serangan udara tentara Jepang. Wilbert ‘Darkie’ Hudson kemudian menjadi prajurit Australia pertama yang mendapatkan penghargaan untuk keberanian bertempur di tanah Australia. Dia menerima Medali Military Medal. (Sumber: https://www.ntnews.com.au/)
Hangar di Darwin hancur akibat serangan Jepang, 19 Februari 1942. (Sumber: https://northernterritory.com/)

Serangan itu juga menghancurkan enam pembom ringan Lockheed Hudson dan merusak satu lagi, serta dua pesawat tempur P-40, yang mendarat dari Flight B, Skuadron ke-33 setelah pertempuran udara di pagi itu, dan sebuah pembom Consolidated B-24 Liberator AS hancur berkeping-keping. Turut juga hancur adalah sebuah pesawat latih Tiger Moth dan 3 pesawat Beechcraft. Ajaibnya “hanya” ada enam personel RAAF yang tewas, termasuk Komandan Wing Archihbald Tindal dari RAAF. Jepang mengebom Pangkalan Angkatan Udara Kerajaan Australia (RAAF) di Darwin ini dalam serangan yang berlangsung selama 25 menit. Secara total serangan Jepang di Darwin hari itu menghancurkan 23 pesawat Sekutu. Sementara itu setelah pesawat penyerang mendarat, Laksamana Nagumo berlayar menuju Kendari, tiba di sana pada tanggal 21 Februari. Operasi udara terhadap Darwin adalah kesuksesan total, yang diakhiri dengan direbutnya Timor pada tanggal 20. Kedua tindakan tersebut berhasil memutuskan jalur suplai vital yang dibutuhkan oleh Sekutu untuk mencegah jatuhnya pulau Jawa, yang segera diserbu dari laut dan diambil alih oleh Jepang. Setelah perang, Fuchida menyatakan beberapa keberatan tentang tindakan tersebut, dengan tampaknya tidak ingin mengidentifikasi dirinya pemimpin serangan Pearl Harbor sekaligus sebagai pemimpin serangan Darwin. Dia dengan jujur mengakui bahwa serangan terhadap Darwin ”Saat itu tampaknya tidak pantas bagi kita. Seperti palu godam digunakan untuk memecahkan telur.” Di pihak Australia muncul penyesalan mengenai pengabaian peringatan serangan ke Darwin sebelumnya “…….sulit dikatakan dengan pasti apa yang akan terjadi jika peringatan itu segera disebarkan ketika diterima oleh pihak RAAF …. Tetapi setidaknya ada kemungkinan sejumlah orang yang kehilangan nyawanya saat bekerja di dermaga mungkin bisa melarikan diri ke tempat yang aman …. Peringatan dua puluh menit mungkin juga memungkinkan pejabat di kantor pos yang terbunuh untuk pergi ke tempat yang aman. (Laporan Lowe, 1942 makalah parlemen Australia, 1945/46 vol.iv)

MENGHILANGKAN DARWIN SEBAGAI BASIS PASOKAN

Tidak seperti Pearl Harbor, di mana para penerbang Nagumo gagal menyerang stok bahan bakar, fasilitas perbaikan, dan instalasi penyimpanan lainnya, semua ini dihancurkan secara menyeluruh dalam serangan ke Darwin oleh 206 pengebom yang menjatuhkan 681 bom berbobot total 114.000 kilogram. Jumlah bom yang dijatuhkan ini melebihi jumlah yang dijatuhkan di Pearl Harbor yang sebanyak 457 bom (termasuk 40 torpedo) dengan berat 133.560 kilogram (294.450 lb) dengan menggunakan 273 pesawat. Serangan itu juga menghancurkan gedung-gedung publik seperti Kantor Pos Darwin, barak polisi, dan kantor Administrator Northern Territory. Akibatnya, Darwin dihilangkan sebagai basis pasokan dan transportasi Sekutu dari mana bantuan ke Hindia Belanda dapat dikirimkan. Kerugian bagi pihak sekutu di Darwin adalah 191 tewas dan lebih dari 400 terluka. Sekitar 68 orang tewas dan terluka adalah warga sipil. Anggota dari ketiga angkatan bersenjata Australia termasuk di antara mereka yang tewas, mulai dari komandan wing hingga juru masak. Anggota Angkatan Laut dan Angkatan Udara Amerika Serikat juga termasuk di antara para korban. Sejumlah besar nyawa yang hilang termasuk awak kapal dagang, dan petugas pos. Kerugian pesawat Jepang dalam serangan itu, mulai dari dua hingga tujuh pesawat, dengan kerugian awak berjumlah tujuh, dua di antaranya tewas, satu ditawan (Hajime Toyoshima alias Tadao Minami, yang nantinya akan menjadi salah satu pencetus pemberontakan tawanan Jepang di Kamp Cowra tanggal 5 Agustus 1944) dan sisanya diselamatkan oleh pasukan kawan. Zero Toyoshima dianggap telah dijatuhkan oleh tembakan senjata ringan dari personel pasukan zeni Tom Lamb dan Len O’Shea dari Batalyon ke-19. Empat kerugian pesawat Jepang, termasuk sebuah pesawat Val yang ditembak di Darwin dan jatuh di laut di East Point, sebuah Zero yang ditembak di pelabuhan yang jatuh di Pulau Melville, dan dua pengebom tukik yang ditembak dari langit oleh Letnan Robert Oestreicher, dan telah diverifikasi. Mereka yang jatuh di dekat armada Jepang dan diselamatkan termasuk Penerbang kelas 1 Yoshio Egawa dan kru pesawat Val Penerbang kelas 1 Takeshi Yamada serta Penerbang kelas 1 Kinji Funazaki. Pada tahun 2013, sebuah referensi ditemukan dalam catatan Jepang mengenai adanya pengebom torpedo Nakajima yang menderita kerusakan roda akibat “tembakan” dan kedua awaknya (nama tidak diketahui) diselamatkan setelah terjun di laut (oleh kapal perusak Tanikaze). 

Reruntuhan pesawat tempur A6M2 yang dikemudikan oleh Hajime Toyoshima. (Sumber: http://www.sea.museum/)

Beberapa jam setelah penyerbuan, percaya bahwa invasi akan segera terjadi, penduduk Darwin yang tersisa mulai mengalir ke selatan menuju Sungai Adelaide dan kereta api ke selatan. Sekitar setengah dari populasi melarikan diri. Kepanikan itu terulang di pangkalan RAAF di mana beberapa prajurit meninggalkan pos mereka, sebagian besar sebagai akibat dari perintah yang membingungkan bagi personel militer untuk berkumpul kembali di luar batas kota. Tampaknya segera setelah pengeboman, komandan, Komandan Wing Stuart Griffiths, memberi perintah kepada orang-orang itu untuk “pergi setengah mil di jalan menuju Adelaide Waters dan setengah mil ke dalam semak-semak”. Di antara banyak penerbang yang sebagian besar tidak disiplin dan benar-benar ketakutan, perintah ini dianggap sebagai ‘mengungsi sepenuhnya’. Banyak yang melakukannya. Satu dilaporkan terus berjalan sampai dia tiba di Melbourne tiga belas hari kemudian. Pada tanggal 12 Maret, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Hideki Tojo menyatakan bahwa perlawanan terhadap pasukan Jepang adalah sia-sia dan mengancam bahwa jika Pemerintah Australia tidak mengubah sikapnya, Australia akan mengalami nasib yang sama seperti Hindia Belanda.

Prajurit Australia di Darwin memperbaiki gedung yang dibom setelah serangan udara kedua oleh pesawat tempur Jepang pada tanggal 19 Februari 1942. Ini kemungkinan adalah tempat tinggal di pangkalan RAAF. (Sumber: https://anzacportal.dva.gov.au/)

Pelabuhan Darwin kemudian akan dibangun kembali sebagai gudang pasokan utama yang dikelilingi oleh banyak lapangan terbang baru. Setelah tanggal 19 Februari 1942, serangan angkatan laut Sekutu sebagian besar meninggalkan pangkalan angkatan laut Darwin, memencarkan unit mereka ke Brisbane, Fremantle, dan pelabuhan lainnya. Darwin kemudian akan diserang oleh kekuatan udara Jepang sebanyak 62 kali lagi antara bulan Maret 1942 dan November 1943, serangan terberat terjadi pada tanggal 16 Juni 1942, ketika Jepang menimbulkan kerusakan besar pada tempat penyimpanan bahan bakar minyak pelabuhan dan galangan kereta api. Namun, radar yang ditingkatkan bersama dengan pertahanan antipesawat dan pesawat tempur yang diperkuat memastikan bahwa Pearl Harbor Australia lainnya tidak terjadi lagi. Selain Darwin, Jepang juga menyerang target-target lain di Australia. Broome diserang pada tanggal 3 Maret. Lebih banyak serangan udara dilakukan di WyndhamPort Hedland dan Derby di Australia Barat, Katherine di Northern TerritoryTownsville dan Mossman di Queensland, dan Pulau Horn di Selat Torres. Pada tanggal 31 Mei 1942, perang mendatangi pantai timur Australia, ketika 3 kapal selam mini Jepang memasuki Pelabuhan Sydney. Pada bulan Juni 1942, sebuah kapal selam dengan ringan menembaki pinggiran pantai Sydney dan Newcastle. Kapal selam Jepang juga menyerang kapal-kapal di pesisir, yang menyebabkan hilangnya sekitar 29.000 ton perkapalan. Sementara itu, hingga hari ini, penyerangan atas Darwin tetap menjadi serangan modern terbesar dan paling menghancurkan oleh kekuatan asing di daratan Australia.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Raid on Darwin: Australia’s Pearl Harbor By Arnold Blumberg

Raid on Darwin: Australia’s Pearl Harbor

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Bombing_of_Darwin

Target Darwin

https://northernterritory.com/articles/target-darwin

Battle for Australia Association: The Bombing of Darwin

https://www.battleforaustralia.asn.au/BABombDarwin.php

Bombing of Darwin by Richard Wood Posted on 19 Feb 2017

http://www.sea.museum/2017/02/19/bombing-of-darwin

Bombing of Darwin Day 19 February

https://anzacportal.dva.gov.au/commemoration/key-dates-australia/bombing-of-darwin

Exit mobile version