Sejarah Militer

Pendaratan di San Carlos, Upaya Awal Inggris Menaklukkan Falkland Timur dan Mengakhiri Perang

Pertempuran di San Carlos adalah rangkaian pertempuran yang berlangsung dari tanggal 21 hingga 25 Mei 1982 selama pendaratan pasukan Inggris di tepi Perairan San Carlos (yang kemudian dikenal sebagai “Bomb Alley” pada tahun 1982) saat Perang Falklands (bahasa Spanyol: Guerra de las Malvinas). Dalam pertempuran itu pesawat-pesawat jet Argentina berbasis darat yang terbang rendah melakukan serangan berulang kali terhadap kapal-kapal Satuan Tugas Inggris. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, armada kapal permukaan modern yang dipersenjatai dengan rudal permukaan-ke-udara dan perlindungan udara dari pesawat -pesawat yang berbasis kapal induk bertahan dari serangan udara skala penuh. Di sini Inggris mengalami kerugian dan kerusakan tetapi mampu menciptakan dan mengkonsolidasikan tempat berpijak dan mendaratkan pasukannya.

Aksi pendaratan pasukan Inggris di Perairan San Carlos, direspons Argentina dengan melancarkan serangan udara yang ditujukan pada gugud tugas Angkatan Laut Inggris. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

LATAR BELAKANG

Setelah invasi Argentina ke Kepulauan Falkland, Inggris memprakarsai Operasi Corporate, dengan mengirimkan Satuan Tugas berlayar 12.000 km ke selatan untuk merebut kembali pulau-pulau tersebut. Di bawah nama kode Operasi Sutton, pasukan Inggris kemudian merencanakan pendaratan amfibi di sekitar perairan San Carlos, di sebuah teluk yang terletak di Falkland Sound, selat antara Falkland Timur dan Falkland Barat. Lokasi tersebut dipilih karena pasukan pendaratan akan bisa dilindungi oleh kondisi medan dari ancaman serangan rudal Exocet dan kapal selam, serta jaraknya cukup jauh dari Stanley untuk mencegah reaksi cepat dari pasukan darat Argentina yang ditempatkan di sana. Pendaratan itu benar-benar mengejutkan pihak Argentina sepenuhnya; dimana Perwira Angkatan Laut Argentina telah menganggap bahwa lokasi tersebut bukanlah pilihan yang baik untuk operasi semacam itu, dan telah meninggalkan zona tersebut tanpa menempatkan pertahanan yang memadai.

Setelah invasi Argentina ke Kepulauan Falkland, Inggris memprakarsai Operasi Corporate, dengan mengirimkan Satuan Tugas berlayar 12.000 km ke selatan untuk merebut kembali pulau-pulau tersebut. (Sumber: https://warontherocks.com/)
Super Etendard Argentina meluncurkan rudal Exocet. Setelah penenggelaman HMS Sheffield, ancaman serangan rudal Exocet menjadi hal yang sangat diwaspadai oleh kapal-kapal perang Inggris di Falkland. (Sumber: https://www.quora.com/)

KEKUATAN ARGENTINA

Dengan pasukan Angkatan Darat Argentina umumnya terbatas pada peran defensif statis, dan armada kapal permukaan Angkatan Laut Argentina tetap tinggal di pelabuhan setelah tenggelamnya kapal penjelajah ARA General Belgrano, tugas melawan pendaratan Inggris di Falkland sebagian besar jatuh pada pilot-pilot Angkatan Udara Argentina (FAA) dan Unit Penerbangan Angkatan Laut Argentina (COAN). Sayangnya mereka beroperasi di bawah batasan yang parah karena jarak tempuh ke area target dan sumber daya pengisian bahan bakar di udara yang terbatas. Pesawat-pesawat A-4 Skyhawk adalah pesawat serang utama Angkatan Udara dan Angkatan Laut Argentina, yang diperoleh dari stok surplus Angkatan Laut AS pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Pada masa awal perang Falkland, FAA memiliki 36 jet A-4B dan 16 A-4C terdaftar berdinas aktif, meskipun faktanya tidak semuanya beroperasi. Pada akhir bulan April, Grupo 5 de Caza (bahasa Inggris: 5th Fighter Group) mengerahkan dua skuadron sementara dengan masing-masing terdiri dari 11 pesawat A-4B ke Rio Gallegos sementara Grupo 4 mengaktifkan satu skuadron dengan sembilan pesawat A-4C di San Julián. Menyusul tenggelamnya Belgrano, armada dari 8 pesawat A-4Q yang dibawa oleh kapal induk Angkatan Laut bermarkas di pangkalan udara angkatan laut Río Grande di mana mereka bergabung dengan dua pesawat yang telah diperbaharui dari jenis yang sama. Sementara itu meskipun masing-masing bisa membawa dua tangki bahan bakar cadangan berkapasitas 295 galon, pesawat-pesawat Skyhawk membutuhkan dua kali pengisian bahan bakar udara selama menjalankan misi di Falkland, Muatan bom yang digunakan selama konflik biasanya terdiri dari satu bom tak berpemandu seberat 1000 lb (Mk 17) buatan Inggris atau empat bom 227 kg Mk 82 Snake Eye tail retarded. Pesawat ini dipersenjatai dengan dua kanon kaliber 20 mm Colt Mk 12, meskipun kanon ini terkenal tidak dapat diandalkan. 

A-4 Skyhawk Argentina selama Perang Falklands. Pesawat-pesawat A-4 Skyhawk adalah pesawat serang utama Angkatan Udara dan Angkatan Laut Argentina, yang diperoleh dari stok surplus Angkatan Laut AS pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. (Sumber: https://www.pinterest.ch/)
Awak Argentina bersiap untuk menghidupkan mesin jet Mirage IIIEA di BAM Río Gallegos. Pesawat-pesawat Mirage digunakan untuk memberi perlindungan pada armada pesawat penyerang Argentina lainnya. (Sumber: https://www.key.aero/)
IAI Dagger Fuerza Aerea Argentina. Pesawat ini tidak memiliki kapasitas pengisian bahan bakar di udara dan harus menggunakan tangki kembar 550 galon, serta terbang pada batas jangkauan mereka. Beban muatan Dagger yang khas selama konflik ini umumnya mencakup satu bom seberat 1000 lb Mk 17 dan dua tangki bahan bakar tambahan berkapasitas 1500 liter. Mereka tetap mempertahankan meriam DEFA kaliber 30 mm yang dimilikinya. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Salinan Mirage 5 buatan Israel yang dikenal sebagai Dagger adalah pesawat terbaru Angkatan Udara Argentina. Tiga puluh enam pesawat jenis ini tersedia untuk Grupo 6 pada bulan April 1982, dengan tingkat kesiapan 60 hingga 70 persen. Pada tanggal 25 April, satu skuadron dengan 9 pesawat dikerahkan ke San Julian, sementara yang lain diaktifkan di Río Grande dengan total 10 pesawat. Mereka tidak memiliki kapasitas pengisian bahan bakar di udara dan harus menggunakan tangki kembar 550 galon, serta terbang pada batas jangkauan mereka. Beban muatan Dagger yang khas selama konflik ini umumnya mencakup satu bom seberat 1000 lb Mk 17 dan dua tangki bahan bakar tambahan berkapasitas 1500 liter. Mereka tetap mempertahankan meriam DEFA kaliber 30 mm yang dimilikinya. Perlindungan pesawat tempur akan disediakan oleh jet tempur Mirage IIIEA dari Grupo 8 yang berbasis di Rio Gallegos, tetapi pesawat pencegat buatan Prancis ini memiliki tangki bahan bakar internal yang bahkan lebih kecil daripada Dagger, dan mereka tidak dapat terbang cukup rendah (yang akan menggunakan lebih banyak bahan bakar) untuk mengawal serangan pesawat-pesawat rekannya. Bahkan meski dengan terbang di ketinggian tinggi, pesawat Mirage tidak dapat terbang lebih dari beberapa menit di atas pulau-pulau di Falkland. Unit-unit FAA yang dikerahkan ke kawasan Argentina selatan selama perang dikelompokkan kembali di bawah komando yang dikenal sebagai Fuerza Aerea Sur (Inggris: Angkatan Udara Selatan), atau FAS, dan dipimpin oleh Brigadir Jenderal Ernesto Crespo. Pelatihan serangan anti-kapal pesawat-pesawat ini dilakukan melawan kapal-kapal perusak Tipe 42 Argentina yang serupa dengan yang digunakan oleh Inggris. Di pulau-pulau itu sendiri, kurangnya landasan pacu yang panjang menghalangi penggunaan jet berperforma tinggi. Sebaliknya pesawat yang kurang canggih digunakan. FMA IA-58 Pucara buatan Argentina, yang dapat beroperasi dari lapangan terbang rumput seperti yang ada di Goose Green di mana enam pesawat berpangkalan pada saat pendaratan pasukan Inggris. Pesawat-pesawat itu dibangun dengan kokoh dan dipersenjatai dengan dua kanon kaliber 20 mm, empat senapan mesin kaliber 7,62 mm, dan pod roket, tetapi sebagai pesawat kontra-pemberontakan yang digerakkan baling-baling, pesawat itu tidak dirancang untuk menyerang target yang dipertahankan dengan baik. Di Bandar Udara Port Stanley1 Escuadrilla de Ataque (Inggris: 1 Attack Squadron) Angkatan Laut Argentina mengoperasikan lima pesawat latih Aermacchi MB-339 dalam peran serang ringan, dipersenjatai dengan pod kanon kaliber 30 mm dan roket Zuni. Di dekat Stanley, orang-orang Argentina juga mengerahkan radar Westinghouse AN/TPS-43 jarak jauh yang terbukti mampu mendeteksi pesawat Inggris pada jarak hingga 40 mil (64 km).

FMA IA-58 Pucara buatan Argentina. Dapat beroperasi dari lapangan terbang rumput seperti yang ada di Goose Green, enam pesawat Pucara berpangkalan pada saat pendaratan pasukan Inggris. Pesawat-pesawat itu dibangun dengan kokoh dan dipersenjatai dengan dua kanon kaliber 20 mm, empat senapan mesin kaliber 7,62 mm, dan pod roket, tetapi sebagai pesawat kontra-pemberontakan yang digerakkan baling-baling, pesawat itu tidak dirancang untuk menyerang target yang dipertahankan dengan baik. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Aermacchi MB-339 Argentina. Dalam peran serang ringan, pesawat ini dipersenjatai dengan pod kanon kaliber 30 mm dan roket Zuni. (Sumber: https://www.amilarg.com)

PERSIAPAN ARGENTINA MENGHADAPI PENDARATAN

Sementara itu, penilaian intelijen Grup Angkatan Darat Argentina di Falklands, mereka memperhitungkan kemungkinan opsi yang akan diambil Inggris. Yang pertama adalah serangan langsung terhadap Port Stanley, dan yang kedua adalah pendaratan amfibi berisiko rendah, misalnya di Berkeley Sound. Keyakinannya adalah bahwa tujuan Inggris hanyalah untuk mendapatkan posisi tawar politik dari aksi militer semacam itu. Setelah satu-satunya kunjungan ke Falklands pada tanggal 22 April oleh Jenderal Leopoldo Galtieri, kepala Junta Argentina, Brigadir Jenderal Mario Menendez, komandan Grup Angkatan Darat Falklands, setuju untuk membentuk cadangan strategis di Goose Green dari Grup Angkatan Darat Littoral yang terdiri dari: 

Peta kepulauan utama Falkland dengan beberapa lokasi yang berpotensi digunakan sebagai lokasi pendaratan pasukan Inggris. (Sumber: https://warontherocks.com/)

Grup Littoral dipimpin oleh Brigadir Jenderal Omar Parada, yang memimpin Brigade Infanteri Mekanik ke-3, kemudian ditempatkan di perbatasan timur dengan Uruguay. Saat brigade melakukan perjalanan dengan kereta api ke udara dingin kawasan Patagonia, unit itu diperkuat dengan personel cadangan dan wajib militer baru. Alat-alat berat kemudian dimuat ke empat kapal Naval Transport Service. Namun, kapal Cuidad de Cordoba, yang membawa mortir, amunisi, kendaraan, dapur, dan persenjataan Resimen Infantri ke-12, menghantam batu dan harus kembali ke pelabuhan. Kemudian, ketika Inggris memberlakukan Zona Pengecualian Total sepanjang 200 mil (321 km) pada tanggal 1 Mei, Cuidad de Cordoba akhirnya dicegah untuk bisa berlayar ke Stanley, dan dengan demikian Resimen Infantri ke-12 Argentina kekurangan alat berat dan perbekalan. Parada, sementara itu, dicegah oleh birokrasi Angkatan Udara untuk pergi ke Goose Green dan oleh karena itu terpaksa mengarahkan operasi dari Stanley. Komando di Goose Green kemudian dibagi antara Komandan Wing Wilson Pedrozo (komandan Condor, Pangkalan Udara Angkatan Darat di Goose Green) dan Letnan Kolonel Italo Piaggi, yang memimpin Resimen Infantri ke-12. Mereka memiliki tiga misi: 

Letnan Satu Carlos Estaban. (Sumber: https://www.infobae.com/)

Pertahanan Goose Green dipercayakan kepada kelompok tempur yang dibangun di sekitar Resimen Infantri ke-12 dan sekitar 60 tentara dari Kompi C, Resimen Infantri Khusus ke-25. Yang terakhir dipimpin oleh Letnan Satu Carlos Estaban, yang telah berada di Goose Green sejak tanggal 3 April. Resimennya yang telah dibentuk khusus untuk kampanye militer di Falklands berasal dari satuan Komando dan Pasukan Terjun Payung. Pangkalan Udara Militer Condor adalah lapangan terbang utama di luar Stanley, dan hanya mendukung pesawat serang darat Pucara, helikopter, dan pesawat angkatan laut sementara tempat itu sendiri dipertahankan oleh penembak senjata antipesawat Angkatan Darat dan Angkatan Udara. Pada pagi hari tanggal 1 Mei, pesawat-pesawat Harrier dari Armada Udara Angkatan Laut Inggris dan RAF menyerang Pangkalan Udara Angkatan Darat Stanley dan Goose Green, yang menyebabkan koresponden BBC Brian Hanrahan mengumumkan kepada dunia, ‘Saya menghitung semuanya. Saya menghitung semuanya.’ Serangan udara ini menghancurkan sebuah pesawat Pucara, dan dengan dua pesawat lainnya rusak, menyebabkan Pedrozo menyatakan pangkalan udara itu tidak lagi beroperasi dan, dengan alasan keamanan, mengurung para pemukim sipil di Pusat Komunitas. Foto-foto intelijen pasca-misi menunjukkan enam pesawat Pucara yang tidak rusak, dan satu rusak di hidungnya. Ketika Signals Intelligence kemudian mengidentifikasi lapangan-lapangan udara lebih lanjut, mereka menemukan nama bernama ‘Calderon‘, Markas Besar Intelijen Angkatan Darat Kepulauan Falkland yakin itu tidak merujuk ke lapangan udara di daratan Argentina mana pun, atau ke lapangan udara Stanley. Tetap saja, itu membutuhkan penyelidikan. Mayor David Burrill, Perwira Intelijen senior mengenang: ‘Analisis kami menghasilkan tiga atau empat kemungkinan dan patroli Pasukan Khusus dikirim untuk melakukan pengawasan di lokasi yang memungkinkan.’

RENCANA & PERSIAPAN PENDARATAN INGGRIS

Pada awal bulan Mei, unsur-unsur Satuan Tugas mulai meninggalkan pangkalan operasi garis depan di Pulau Ascension dan pada malam 10/11 Mei, Laksamana Muda John Woodward, Komandan Gugus Tugas Kapal Induk 317.8, memerintahkan fregat Tipe-21 HMS Alacrity untuk berlayar melewati Falkland Sound dari selatan ke utara dalam upaya untuk memastikan apakah tempat itu diranjau. Sekitar pukul 13.00, Alacrity menenggelamkan kapal angkut kecil di lepas pantai Swan Islands, sekitar lima mil (8 km) dari Port Howard, yang baru saja menyelesaikan proses bongkar muatan dan amunisi dari kapal angkut yang rusak, yang terdampar di Port King, Lafonia. Percaya bahwa aktivitas tersebut menunjukkan minat Inggris di Falkland Sound, Menendez menginstruksikan Brigadir Daher untuk menempatkan Pos Pengamatan (OP) di Gunung Rosalie, Falkland Barat dan di Fanning Head – fitur tertutup setinggi 768 kaki (234 meter) yang menghadap ke perairan San Carlos yang sempit, yang dikenal oleh orang Argentina sebagai Bukit 234. Pada tanggal 13 Mei, dua helikopter Puma dari Batalyon Penerbangan Tempur ke-601 Argentina, dan dua helikopter UH-1H Iroquois, mendaratkan pasukan Komando ke-601 di Port San Carlos dengan perintah untuk berpatroli di Perairan San Carlos dan mendirikan Pos Pengamatan (OP) di Fanning Head. Sementara itu penemuan bungkus cokelat asal Inggris di jalan setapak sangat menunjukkan bahwa Pasukan Khusus musuh ada di daerah tersebut. Memang, unit Special Boat Service (SBS) telah melakukan pengintaian pantai menjajaki kemungkinan serangan pantai sejak awal bulan Mei, termasuk di perairan San Carlos. Namun, ketika cuaca buruk tiba, pasukan komando Argentina meninggalkan OP yang terbuka dan berlindung di Pusat Komunitas Port San Carlos. Di Goose Green, Letnan Kolonel Piaggi telah memberikan Letnan Satu Estaban dengan Perintah Operasi No. 01/83 (Pertahanan) yang mengharuskannya untuk mendirikan pangkalan patroli di Port San Carlos dan untuk menjaga OP. Dia memberinya sekitar 60 personel dari Peleton 1 (‘Gato‘) Letnan Dua Reyes, Kompi C, Resimen Infantri ke-25, dan menamai detasemen Equipo Combat Guemes (Tim Tempur Elang). Seperti yang dicatat Estaban: ‘Misi Equipo Combat Guemes adalah untuk memblokir dan mengontrol pintu masuk ke San Carlos Water, untuk mengamati aktivitas angkatan laut musuh dan kemungkinan pendaratan di Port HowardFox Bay, dan Darwin. Operasi saya dimulai pada tanggal 14 Mei… Sebuah Pos Komando, yang terdiri dari seksi senapan dan Markas Besar serta Bagian Perbekalan didirikan di Community Center dan Bukit 234 ditempati kembali oleh seksi senapan yang kuat. Selama sepekan ke depan, Tim Tempur Elang jarang meninggalkan Port San Carlos dan berkonsentrasi menjaga pos pengamatan dan melakukan patroli terbatas. Ada sedikit kontak dengan ‘kelpers‘ (penduduk pulau), kecuali untuk meminta beberapa domba.’

Laksamana John Woodward, kanan, komandan angkatan laut, pada bulan Juli 1982 bersama Mayor Jenderal Jeremy Moore, yang memimpin pasukan darat. (Sumber: https://www.nytimes.com/)
HMS Alacrity, yang ditugaskan untuk memastikan kondisi perairan Falkland Sound. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Saat mengunjungi Manager Pemukiman Port San Carlos, Alan Miller, Estaban mengingat adanya lukisan yang menggambarkan HMS Exeter berlabuh di San Carlos Water setelah Pertempuran River Plate tahun 1939 melawan kapal tempur kecil Jerman Graf Spee. Dia segera menyadari potensi pentingnya hal ini, dan melapor ke Satuan Tugas Mercedes bahwa dia menyadari kapal besar bisa masuk ke perairan San Carlos. Sore berikutnya, Brigadir Julian Thompson, yang memimpin Gugus Tugas 317.1 (TG 317.1; Brigade Komando ke-3), mengeluarkan Perintah untuk Operasi Sutton, yakni pendaratan di Perairan San Carlos tetapi tidak juga akan dilakukan saat itu. Sementara itu, Skuadron D, SAS ke-22, telah mengidentifikasi ‘Calderon‘ sebagai Pangkalan Udara Angkatan Laut Borbon di Pulau Pebble, dan menyerbunya lebih awal pada tanggal 15 Mei dimana mereka menghancurkan beberapa pesawat. Namun, tembakan angkatan laut ke landasan mungkin akan mencapai hasil yang sama, tetapi pada sore hari, informasi intelijen penting tiba di bagian Intelijen Brigade: ‘Kami mengetahui bahwa sebuah unit bernama EC Guemes telah tiba di San Carlos tetapi kami tidak tahu apa arti nama  ini.’ Informasi ini sampai Kapten Rod Bell, yang segera memecahkan teka-teki ini, ‘Itu mudah. EC adalah singkatan dari Equipo Combate yang diterjemahkan menjadi ‘Tim Tempur’.” Oleh karena itu kami mengasumsikan ada sebuah kompi di Fanning Head sampai sinyal lain menunjukkan adanya pangkalan patroli di Port San Carlos. Kami menganggap senjata senjata pendukung akan melindungi ‘leher’ San Carlos Water.’ Bell, Ajudan Markas Besar dan Skuadron Sinyal, Brigade Komando ke-3 diketahui lahir di Kosta Rika dari seorang pejabat PBB Inggris, dan fasih berbicara bahasa Spanyol. Selama pertemuan yang dipimpin oleh Laksamana Muda Woodward di atas kapal HMS Hermes pada 10 Mei untuk membahas hasil pengintaian di Fanning Head, Woodward mengatakan sangat penting untuk memeriksa lokasi tersebut sebelum tanggal 15 Mei. Seorang perwira penghubung SAS mengatakan beberapa pekerjaan persiapan perlu dilakukan, khususnya memasukkan tim pengintai, dan dia membutuhkan waktu tiga minggu. Woodward tahu SAS mendasarkan kesuksesan mereka pada perencanaan yang cermat, tetapi pada kesempatan ini telah berkembang situasi mendesak, yang perlu diselesaikan dalam waktu lima hari. Perwira SAS bersikeras bahwa dia membutuhkan tiga minggu – yang menurut Woodward dia hanya memiliki waktu sampai tanggal 15, atau tidak sama sekali. Khawatir lokasi pendaratan mungkin telah diketahui, pihak Intelijen Brigade menghabiskan minggu berikutnya untuk mengawasi setiap indikasi penempatan pasukan Argentina ke daerah tersebut. OP dijuluki ‘Fanning Head Mob‘, dan karena informasi intelijen memperkirakan itu terkait dengan Satuan Tugas Mercedes, Thompson mengubah rencana pendaratannya menjadi unit pasukan Komando ke-40 dan Para ke-2 mendarat di Pantai Merah (Red Beach) dengan Para ke-2 ditugaskan untuk merebut Pegunungan Sussex dan untuk memblokir eksploitasi dari arah Goose Green. Sementara itu Para ke-3 ditugaskan untuk menangani pasukan Argentina di Port San Carlos, sedangkan SBS ditugaskan untuk menetralisir Fanning Hill Mob.

Kapal induk HMS Hermes, kapal komando Laksamana Muda Woodward. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)
Peta area di sekitar perairan San Carlos. (Sumber: https://twitter.com/)

Di pihak Inggris perlindungan udara untuk operasi pendaratan disediakan oleh kapal-kapal induk, yang mengerahkan pesawat-pesawat pertahanan udara: kapal induk HMS Hermes (R12) (membawa Skuadron 800 (BAE Sea Harrier, Skuadron 809 (BAE Sea Harrier)), HMS Invincible (R05) (mengangkut Skuadron 801 (BAE Sea Harrier), Skuadron 809 (BAE Sea Harrier)) . Sementara itu kekuatan pendarat Inggris terdiri dari: HMS Fearless, HMS Intrepid, RFA Sir Geraint, RFA Sir Tristram, RFA Sir Galahad, RFA Sir Percivale, RFA Sir Lancelot, SS Canberra, RFA Fort Austin, Europic Ferry ‘M/V Norland dan Rusa 5, dengan kapal-kapal pengawal, yang terdiri dari: HMS Antrim, HMS Coventry, HMS Broadsword, HMS Brilliant, HMS Ardent, HMS Antelope, HMS Argonaut, HMS Plymouth dan HMS Yarmouth. Untuk pendaratan dua komandan telah melakukan perjalanan ke selatan dengan gugus tugas angkatan laut di atas kapal HMS Fearless – Julian Thompson memimpin Komando Brigade Marinir Kerajaan Inggris ke-3, yang akan menjadi pasukan pendarat, dan Michael Clapp adalah Komandan Kelompok Gugus Tugas Amfibi. Michael Clapp awalnya akan bertanggung jawab atas operasi pendaratan, dengan Julian Thompson mengambil alih komando segera setelah pasukan aman didaratkan di pantai. Kabin mereka bersebelahan, dan mereka menghabiskan perjalanan dengan mendiskusikan pantai mana yang harus mereka gunakan untuk pendaratan amfibi. Kedua komandan itu meminta bantuan dari seorang yachtsman bertubuh besar dan tajam pemahamannya, yakni Ewen Southby-Tailyour, yang juga ada di kapal HMS Fearless. Dia telah menghabiskan waktu bertugas di Falklands dan menggambar peta garis pantainya sendiri. Mayor Southby-Tailyour dapat memberi tahu di mana lokasi yang airnya cukup dalam untuk memungkinkan satuan tugas berlayar cukup dekat untuk melepaskan kapal pendarat. Dia berkata: “Dengan segera saya akan dipanggil ke kabin Julian dan Mike, dan mungkin sekitar jam 3 pagi dan mereka akan mengenakan pakaian tidur dengan bagan besar Kepulauan Falkland di geladak, dan telunjuknya menunjuk, ‘di sana Ewen’, ini nanti akan menjadi tempat pendaratan, dan saya akan pergi dan kembali dalam waktu setengah jam dengan informasi penuh mengenai tempat-tempat itu.”

Sebuah Sea Harrier sedang diisi bahan bakar dan dipersenjatai kembali di dek penerbangan kapal induk HMS Hermes setelah serangan bom pertama di lapangan udara Port Stanley di Kepulauan Falkland pada bulan Mei 1982. Sea Harrier Inggris memikul berbagai peran utama pesawat tempur dalam Perang Falkland. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)
Mayor Ewen Southby-Tailyour. (Sumber: https://www.specialforcesroh.com/)
Marinir Kerajaan Inggris berlatih di dek penerbangan HMS Hermes pada tahun 1982 saat kapal berlayar menuju Kepulauan Falkland. Komando Brigade Marinir Kerajaan Inggris ke-3, yang akan menjadi pasukan pendarat utama di San Carlos. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)

Tiga opsi lokasi pendaratan dibahas, yakni: Cow Bay/Volunteer BayCampa Menta/Salvador atau San Carlos Water. Dari sudut pandang militer, para komandan sangat ingin menghindari pantai yang dekat dengan Port Stanley, karena khawatir mereka mungkin telah diranjau, atau terdapat posisi-posisi artileri Argentina yang dapat menyerang segera setelah mereka mendarat. Southby-Tailyour juga ingin mencegah mereka mendarat di Volunteer Bay, karena itu adalah rumah bagi koloni penguin raja, yang ingin dia lindungi. Akhirnya, grup tersebut memutuskan mendarat di San Carlos. Perairannya mengandung rumput laut, yang direkomendasikan Southby-Tailyour karena itu berarti tidak bisa diranjau. San Carlos juga cukup dalam untuk memungkinkan kapal yang lebih besar masuk ke teluk, dan memberikan perlindungan kapal-kapal pendarat dari pemboman dari udara. Sisi negatifnya, jaraknya lebih dari 50 mil (80 km) dari Port Stanley, yang berarti pasukan Inggris harus melakukan perjalanan melintasi Pulau Bagian Timur untuk mencapai tujuan mereka. Rencana awalnya adalah untuk memindahkan pasukan ke depan dengan helikopter-helikopter Chinook, dengan merebut posisi-posisi musuh di sepanjang jalan. Pada akhirnya, ini terbukti jauh lebih menantang setelah serangan rudal Exocet di kapal kontainer Atlantic Conveyor empat hari kemudian, pada tanggal 25 Mei, di mana semua kecuali satu helikopter Chinook (dengan kode Bravo November) dihancurkan. Ketika pada tanggal 19 Mei Markas Besar Pasukan Gabungan di Northwood menunjukkan bahwa tidak ada kesepakatan politik yang tercapai antara Inggris dan Argentina, Michael Clapp, memerintahkan ‘OPGEN Mike’, dengan memberikan Hari-H sebagai hari Jumat tanggal 21 Mei dan Jam-H adalah pukul 02.30 waktu setempat.

Helikopter Chinook Bravo November di Port San Carlos. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

PENDARATAN & PERTEMPURAN

Menjelang pendaratan, unit pasukan khusus Special Air Service (SAS) dan Special Boat Service (SBS) memainkan peran mereka dalam operasi pengumpulan informasi dan operasi pra-pendaratan. Tepat sebelum pendaratan, seperti disebut diatas diketahui bahwa ada pasukan Argentina di Fanning Head, di pintu masuk San Carlos Water. Tim SBS dengan tambahan detasemen mortir SAS, yang menggunakan peralatan pencitraan termal untuk pertama kalinya, ditugaskan untuk menemukan dan menetralisir ancaman tersebut. Tim SAS juga melakukan serangan pengalihan di Darwin. Pendaratan akan dilakukan di bawah naungan kegelapan. Thompson ingin memulainya pada saat senja, untuk memberinya waktu sepanjang malam untuk membawa pasukan dan peralatan ke pantai. Di sisi lain Clapp ingin menggunakan paruh pertama malam untuk membawa kapal lebih dekat ke pantai, untuk melindungi armada pendarat dari serangan udara, karena pihak Argentina tidak memiliki kemampuan penerbangan malam. Pada akhirnya, mereka sampai pada apa yang digambarkan Thompson sebagai “kompromi ala Inggris” – dimana mereka berbagi perbedaan dan setuju untuk mulai mendaratkan pasukan pada saat tengah malam. Tapi, seperti yang dikomentari oleh seorang veteran Falklands, Ian Gardiner dari Komando Marinir Kerajaan ke-45: “Tidak ada rencana yang bertahan dari kontak pertama dengan musuh, sebagian besar bahkan tidak bertahan selama itu”, dan, tentu saja, pendaratan sempat ditunda. Salah satu alasan penundaan tersebut adalah karena pasukan Para ke-2 tidak memiliki kesempatan untuk berlatih menaiki kapal pendarat, dan salah satu personelnya jatuh di antara kapal dan kapal, meremukkan panggulnya dan menahan pendaratan. 

Personel Special Boat Service (SBS) dalam Perang Falkland. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Penampakan Fanning Head. (Sumber: https://twitter.com/)

Sekitar pukul 01.00 tanggal 20, TG 317.1 bersembunyi di luar San Carlos Water setelah tujuh minggu di laut dan 8.000 mil (12.874 km) dari Inggris. Sementara pasukan masuk ke kapal-kapal pendarat, kapal perusak HMS Antrim meluncurkan ‘Humphrey‘, helikopter HAS-3 Wessex, yang telah memainkan peran penting dalam merebut kembali Georgia Selatan (termasuk berbagai misi penyelamatan pasukan SAS). Humphrey akan melakukan pencitraan termal dari Fanning Head. Kapten Hugh McManners RA, Naval Gunfire Support Officer 1, 148 (kode MeiktilaCommando Forward Observation, kemudian menulis: “Melintas di sepanjang Fanning Head menunjukkan sekelompok seperti cacing bercahaya terang berpasangan dan berjumlah sekitar lima belas. Ada beberapa dari grup ini di sebelah utara Fanning Head dan sebuah grup sebenarnya berada di bagian atasnya. Kami telah menemukan kompi senjata berat yang kami cari.” Sekitar pukul 01.00 3 satuan SBS, McManners dan Bell, yang mengambil pengeras suara, naik ke Sea King HC-4 Commando dari 846 NAS tetapi muatannya terlalu berat. Butuh empat kali pengangkatan sebelum pasukan berkekuatan 35 orang itu didaratkan 1.000 meter barat laut Findlay Rocks, dan 6.500 meter dari Fanning Head. Brigadir JH Thompson, Marinir Kerajaan, memimpin pasukan dari Brigade Komando ke-3. Wakilnya adalah Kolonel T Seccombe, dari Marinir Kerajaan. Orang-orang dari Komando ke/40, 42 dan 45 mendarat di Teluk San Carlos bersama dengan orang-orang dari pasukan Para ke-2 dan Para ke-3. Prioritas utamanya adalah untuk mengamankan tempat berpijak dari serangan dan mendaratkan sebanyak mungkin orang dan perbekalan. Untuk mencegah pasukan Argentina terdekat menyerang pantai dan mengacaukannya, sekelompok pasukan Pasukan Khusus dikirim untuk menghadapi ancaman terdekat yang diketahui. Pasukan Commando ke-40, 3 Brigade Komando HQ dan Para ke-2 mendarat di San Carlos (Blue Beach) pada pendaratan pertama. Pasukan Komando ke-45 bersama dengan unit artileri dan logistik mendarat di Teluk Ajax (Red Beach) pada pendaratan tahap kedua. Kemudian pasukan Komando ke-42, Para ke-3 dan unit artileri mendarat di Port San Carlos (Green Beach). Dari pangkalan pendaratannya di Blue Beach, Pasukan Para ke-2 diperintahkan untuk maju lima mil (8 km) ke Pegunungan Sussex untuk memastikan bahwa tidak ada pasukan Argentina yang memiliki peluang untuk mengganggu pendaratan. Brian Falkner dari pasukan Para ke-3, menggambarkan kondisi saat kapal pendarat mulai keluar dari kapal ‘induk’ Landing Platform Docks (LPD) HMS Fearless dan HMS Intrepid menuju pantai. Dia berkata: “Saat itu cerah, hari cerah yang indah, dan di atas kami, pesawat jet terbang di sekitar, menyerang dengan bom ke teluk menembaki beberapa kapal, serta menembaki beberapa kapal pendarat. “Dan ada kapal pendarat kecil yang malang ini, saya dan tim lain di sana, berdesak-desakan, saya pikir mungkin ada sekitar 40 atau 50 orang di sana – seharusnya hanya ada 30 orang di dalamnya tetapi ternyata tidak, dan kami tidak memiliki jaket pelampung yang memadai – jadi dengan berat dan jumlah peralatan yang mereka miliki, jika terkena bom, kami akan langsung tenggelam.“ Ketika kapal-kapal pendarat mencapai pantai, Ewen Southby-Tailyour, yang bersama anggota Para ke-2 di dalamnya, mengalami masalah dengan perintah untuk mendarat: ”Kami menurunkan jalur landai (ramp), dan tidak ada yang bergerak. “Komandan Marinir berteriak ‘turun ramp, pasukan keluar!’ dan Pasukan Para sama sekali tidak tahu apa yang sedang dibicarakan.” Dia melanjutkan: “Kemudian, seseorang di ujung depan kapal pendarat berteriak ‘Paras, ayo!’ yang menurut saya adalah apa yang biasa teriakkan di pesawat saat para prajurit diperintahkan melompat keluar, dan mereka semua bergegas ke darat, bersemangat seperti bocah bermain pasir pantai.”

Kapal-kapal pendarat Inggris menderu menuju San Carlos. (Sumber: https://www.royalmarineshistory.com/)
Pasukan Inggris turun dari Landing Craft di San Carlos. Saat pendaratan hanya ada perlawanan musuh yang sangat terbatas di San Carlos. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Saat pendaratan hanya ada perlawanan musuh yang sangat terbatas di San Carlos. Terlepas dari bahaya yang muncul dalam pendaratan di fajar hari dengan jet-jet Argentina menjatuhkan bom di atas teluk, Michael Clapp mengatakan dia terkejut melihat betapa sedikitnya korban pada hari pendaratan. “Saya mengerti bahwa kapal-kapal itu adalah sasaran empuk,” katanya. “Bahkan jika mereka tidak tenggelam, mereka pasti akan rusak baik oleh tembakan senapan mesin atau semacamnya. “Tapi untungnya tidak ada senjata artileri di sana yang bisa digunakan Argentina untuk menghadapi kami dan itu, sekali lagi, berkat para Pasukan Khusus, yang tetap berada di sana beberapa hari ke depan,” tambahnya. Seperti sudah disebutkan diatas, Pasukan Angkatan Darat Argentina yang ada di San Carlos adalah bagian dari Resimen Infantri ke-25 bernama Tim Tempur Güemes (bahasa Spanyol: Equipo de Combate Güemes). Unit yang terdiri dari 62 orang ini ada di bawah komando Letnan 1 Carlos Esteban, dan dikirim ke daerah itu pada tanggal 15 Mei setelah HMS Alacrity lewat melalui perairan Falkland Sound. Letnan Estaban mengenang: ‘Yang pertama diketahui oleh pos pengamatan bahwa sesuatu yang aneh sedang terjadi adalah adanya pergerakan helikopter dari Falkland Sound ke Port San Carlos. Pada malam hari, Brigade Komando ke-3 beserta unit Resimen Parasut Inggris yang diperbantukan didaratkan dari kapal SS Canberra dan LPD HMS Fearless. Pada malam pendaratan pasukan Inggris itu, 19 prajurit Argentina di bawah pimpinan Letnan 2 Roberto Reyes berjaga di pos terdepan, sementara Esteban dan unit lainnya ditempatkan di pemukiman Port San Carlos. Armada Inggris memasuki San Carlos pada malam hari dan pada pukul 02:50 terlihat oleh EC Güemes yang segera melepaskan tembakan dengan mortir kaliber 81mm dan dua senjata recoilless kaliber 105mm. 

Posisi senapan mesin di atas kapal serbu HMS Fearless saat melintas. Karung-karung pasir diisi saat ada di Pulau Ascension. (Sumber: https://www.naval-history.net/)

Pos terdepan itu ditempatkan di Fanning Head, untuk mengawasi kemungkinan pendaratan amfibi dan mengontrol pintu masuk ke Falkland Sound. Pos itu juga melihat adanya kapal tidak jauh, dan telah memutuskan untuk melepaskan tembakan dengan senjata anti tank Installaza 88 mm dan senapan mesin MAG kaliber 7.62mm.’ tim SBS telah menempuh jarak sekitar 2.000 meter ketika Installaza, senjata anti-tank infanteri buatan Spanyol, melepaskan tembakan. McManners mengingat: ‘Dibutuhkan beberapa waktu untuk menyiapkan kapal untuk menembak dan mengarahkan sasaran dengan salah satu senjata kaliber 4,5 inci (114 mm) dari turret kembarnya. Anggota patroli lainnya tidak pernah berurusan dengan meriam kapal (atau senjata kaliber besar lainnya) dan menjadi tidak sabar. Kami membawa mortir kecil dan personel mortir itu sangat ingin menggunakannya (karena meringankan bebannya dalam proses). ‘Sayangnya ketidaksabaran menjadi lebih baik dari kehati-hatian dan sekitar dua puluh peluru dilepaskan secara berurutan dengan cepat hingga sama sekali tidak berpengaruh apa pun. Dampaknya bahkan tidak bisa didengar apalagi diamati. Ketika kapal dilaporkan siap, saya memerintahkannya untuk menembak dan salvo dua meriam kembar tepat mengenai sasaran. Nick mengalami masalah komunikasi tetapi dengan berdiri sekitar 15 meter dari patroli, kami dapat membuka komunikasi. Saya telah memerintahkan tim patroli untuk berbaring ketika kapal melaporkan kepada saya bahwa peluru telah ditembakkan dan sedang dalam perjalanan.” ‘Kami bisa melihat kilatan samar meriam Antrim di Falkland Sound saat dua puluh salvo ditembakkan. Kemudian diikuti keheningan, lalu suara siulan yang menakutkan dan keheningan singkat. Saya telah meminta peluru airburst (yang meledak 500 kaki/152 meter di atas tanah) dan saat tiba, malam berubah menjadi siang. Jatuhnya ledakan terjadi beberapa detik kemudian. Saya merasa seperti Merlin melepaskan kekuatan kegelapan.’

Senjata anti tank Installaza 88 mm buatan Spanyol. (Sumber: https://www.ima-usa.com/)

Fregat itu membombardir Fanning selama beberapa menit, sebagian besar mengudara pada ketinggian 500 kaki (152 meter) dan merayap menuju posisi Argentina. Personel Intelijen Brigade mencatat: ‘Dari jarak setengah geladak, saya melihat lampu navigasi biru kecil dari kapal pendarat berkumpul di buritan dan kemudian malam ‘digetarkan’ oleh HMS Antrim yang melepaskan tembakan ke Fanning Hill Mob. Keheningan terjadi beberapa saat dan kemudian suara gemerincing dan kilatan, diikuti oleh rentetan tembakan senapan mesin terdengar di kejauhan.” Tidak dapat menghubungi Estaban, dengan menderita beberapa korban dan Installaza-nya hancur, Reyes meninggalkan OP dan memimpin anak buahnya ke Partridge Valley, di sebelah timur Fanning Head, menuju Port San Carlos. Tim SBS juga telah mencapai lembah, dan ketika dua kelompok berbaris di punggung bukit, Kapten Bell menggunakan pengeras suara untuk membujuk mereka agar menyerah, tetapi arah angin membuatnya tidak berguna. Baku tembak singkat membantah teori bahwa orang-orang Argentina tidak akan bertempur. Estaban kemudian menjelaskan apa yang terjadi: ‘Kami mendengar tembakan dan melihat penembakan di Bukit 234 dan berusaha menghubungi pos pengamatan tetapi tidak ada yang terdengar. Saya berpesan ‘Grey Alert‘ ke semua unit. Pukul 06.30, masih belum ada komunikasi dari Bukit, jadi saya mengerahkan pengamat dari Port San Carlos untuk melihat kondisi langit San Carlos. Semua tampak relatif damai hingga pukul 08.10 ketika seorang pengamat melihat sebuah kapal putih besar (HMS Canberra) dan tiga kapal perang di pintu masuk. Dalam waktu lima menit, saya telah mendaki dataran tinggi dan melihat tiga kapal perang di balik kapal putih itu. Sepuluh menit kemudian, saya menerima laporan lain bahwa kapal pendarat meninggalkan kapal putih dan menuju ke Perairan San Carlos. Helikopter juga terlihat. Lebih banyak kapal pendarat terlihat dan saya melapor ke Markas Besar Resimen di Goose Green bahwa pendaratan sedang berlangsung.’ Pada pukul 08.22, Estaban memberi tahu bahwa Royal Marines (sebenarnya Para ke-3) telah mendarat 2.000 meter ke barat (Green Beach) dan sedang bergerak menuju Port San Carlos. Esteban akhirnya dievakuasi akan dengan helikopter pada tanggal 26 Mei. Pasukan Argentina terpaksa mundur, dimana mereka kehilangan peralatan komunikasi. Setidaknya delapan anggota peleton Argentina lainnya yang melarikan diri dari tempat kejadian tertinggal dan ditangkap oleh pasukan Inggris. Namun pasukan Argentina berhasil menembak jatuh dua helikopter Gazelle dengan tembakan senjata ringan, menewaskan tiga awak dari dua helikopter tersebut. 

HMS Antrim yang memberi bantuan tembakan kepada pasukan pendarat Inggris. (Sumber: https://twitter.com/)
Helikopter Gazelle yang terkena tembakan senjata ringan dari Port San Carlos. (Sumber: http://www.ukserials.com/)

Perhatian utama dari operasi pendaratan adalah penempatan pertahanan udara, dan Baterai T telah mengidentifikasi posisi untuk penempatan empat peluncur rudal Rapier di peta, tetapi setelah menghabiskan tujuh minggu di kapal, peluncur rudal perlu dikalibrasi dalam posisi tembak mereka di darat. Sekitar pukul 07.00, dua helikopter Gazelle Skuadron Udara Brigade Komando ke-3 meninggalkan RFA Sir Galahad untuk mengamati posisi itu. Keduanya dilengkapi dengan senapan mesin GPMG dan roket SNEB kaliber 37mm yang dipasang di samping. Setelah memeriksa dua posisi, mereka berpencar untuk mengawal helikopter Sea King membawa peralatan ke daratan. Sekitar pukul 08.38, Sersan Andrew Evans dan Edward Candlish, keduanya anggota Marinir Kerajaan, bersama dengan dengan Letnan Ray Harper RN yang terbang dengan helikopter Sea Lynx dan membawa rombongan personel rudal Rapier dari lepas landas dari Canberra dengan muatan peluru mortir yang tersampir. Estaban kembali mengenang peristiwa itu: ‘Sekitar pukul 08.40, ketika sebuah Sea King terlihat terbang menuju pemukiman (Port San Carlos) dari timur, saya menilai bahwa saya dalam bahaya dikepung dan memberi perintah untuk menembaki helikopter itu; helikopter kemudian berbelok menjauh.” Menyadari dia kalah jumlah, Estaban menutup sambungan radionya ke Goose Green dan bersiap untuk meninggalkan Port San Carlos dan menuju ke timur: ‘Hampir seketika, Pos Komando di Pusat Komunitas diserang dari barat. Sekitar satu menit kemudian, Sea Lynx (sebenarnya, sebuah Gazelle) mendekati posisi kami dan melepaskan enam roket. Tembakan terkonsentrasi diarahkan pada helikopter itu dan Sea Lynx itu jatuh ke laut.’ Pilot Gazelle pertama, Sersan Andrew Evans, tertembak dan terluka parah, tetapi dia berhasil mendaratkan helikopternya ke laut. Evans dan awak lainnya, Sersan Edward Candlish, terlempar keluar dari helikopter, dan pasukan Argentina menembaki mereka selama sekitar 15 menit saat mereka berjuang di dalam air, mengabaikan perintah dari komandan mereka untuk menghentikan tembakan. Saat tembakan berhenti, Candlish berhasil menyeret Evans ke pantai, di mana dia meninggal. Beberapa menit kemudian, helikopter Gazelle Inggris kedua, mengikuti rute yang sama dengan yang pertama, diserang oleh tembakan senapan mesin dari peleton Argentina dan ditembak jatuh, menewaskan awaknya, Lt. Ken Francis dan L/Cpl. Pat Giffin dari Royal Marine. Sementara itu, pasukan Para ke-3 berada di bawah tekanan untuk membersihkan area tersebut dan ketika meriam Ringan kaliber 105mm dari Baterai Komando ke-79 (Kirkee), dekat San Carlos, menembakkan misi tembakan pertama dalam perang, Letnan Estaban kembali bergeser ke timur. Namun, pada pukul 09.00, untuk ketiga kalinya ia didekati oleh helikopter Gazelle lain. Khawatir helikopter itu akan mengarahkan tembakan angkatan laut ke posisinya, dia memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan tembakan. Helikopter yang diawaki oleh Kapten Robin Makeig-Jones RA dan Kopral Roy Fleming RM, berbelok menjauh dan berhasil mendarat kembali di RFA Sir Galahad dengan menderita kerusakan ringan. Saat EC Guemes mundur, kesalahan operasional di pihak Para ke-3 mengakibatkan baku tembak antara Kompi A dan C dengan Peleton Mortar menembaki ‘medan perang’ dan dua kendaraan lapis baja Scimitar dari Blues and Royals melepaskan tembakan ke Kompi C. Kurangnya pengetahuan tentang beberapa perlengkapan Inggris di dalam Brigade Komando juga terlihat, misalnya mereka tidak menyadari kemampuan kendaraan lapis baja beroda rantai Scimitar yang memiliki tekanan tanah yang rendah dan peralatan optik yang sangat baik, sehingga mereka tidak dilepaskan untuk mengejar pasukan Argentina. Ini bukan satu-satunya kejadian dimana kemampuan mereka diabaikan.

Scimitar CVRT dari Blues and Royals selama Perang Falklands tahun 1982. (Sumber: https://www.militaryimages.net/)

Di pihak Argentina, percaya bahwa Port San Carlos telah direbut, dan dengan kapal pendarat mendaratkan pasukannya, Estaban mundur lebih jauh 2.000 meter ke timur dan mengamankan lokasi pendaratan untuk pasukan serangan balik helikopter yang dilaporkan sedang berkumpul. Dia menghubungi Letnan Dua Reyes melalui radio, dan menasihati bahwa tidak lagi mungkin baginya untuk bergabung kembali dengannya maka dia harus pergi ke Goose Green. Sementara itu, pasukan Argentina menyaksikan serangan udara pertama terhadap kapal-kapal di Perairan San Carlos; yang dilakukan oleh pesawat-pesawat Pucara yang terbang dari Stanley. Ketika laporan beredar tentang dua sersan Marinir Kerajaan Inggris yang ditembaki saat berada di dalam air, muncul kekhawatiran bahwa konflik akan berkembang menjadi urusan yang sangat buruk, tetapi ini ternyata hal ini menjadi insiden yang terisolasi yang bisa dipahami ketika wajib militer yang tidak berpengalaman terjebak dalam pusaran pertempuran. Meskipun demikian, seorang tahanan belakangan menyebutkan: ’Apa bedanya menembak orang yang berjuang di dalam air dengan berada di bawah tembakan angkatan laut dan bom cluster sementara berjuang untuk bertahan hidup di darat?’ Estaban akhirnya mencapai Douglas dua hari kemudian dan memberi anak buahnya istirahat sejenak sebelum melanjutkan ke Teal Inlet di mana dia menyita dua Land Rover dan pengemudi mereka untuk mengantar anak buahnya ke Stanley. Selain mereka yang hilang setelah pertempuran di Fanning Head, EC Guemes menderita sebelas personelnya tewas, beberapa luka-luka dan enam tahanan yang dievakuasi ke kapal Inggris. Dua kelompok, termasuk Reyes, ditangkap pada tanggal 8 Juni oleh pasukan Komando ke-40, yang menjaga tepi pantai. Para tahanan ditemukan menderita trench foot, radang dingin dan kelaparan setelah bertahan hidup hanya dengan memakan burung kormoran dan domba. Di pihak Inggris 49 personel diketahui tewas selama pandaratan di San Carlos. Namun, dalam laporan tulisan tangannya, Estaban mengkritik taktik helikopter Inggris: ‘Helikopter-helikopter Inggris menghabiskan waktu cukup lama dalam posisi melayang untuk menahan tembakan lawan. Ada sedikit upaya untuk menghindari tembakan dari darat. Saya senang orang-orang saya tidak lumpuh karena pertempuran itu.’ Selama sisa kampanye, dan setelah kerugian yang berkelanjutan dalam operasi khusus ini, aktivitas helikopter ringan Inggris sebagian besar terbatas pada misi sevakuasi korban, komunikasi, dan pemindahan muatan ringan di area yang aman.

Menembakkan rudal Rapier di atas Perairan San Carlos. (Sumber: https://www.naval-history.net/)

Di Port Howard Unit Pasukan Komando ke-601 Argentina dibawah pimpinan Letnan Sergio Fernández menembak jatuh sebuah Harrier GR.3 dalam misi pengintaian dengan rudal Blowpipe. Pilotnya, Letnan Penerbang William Glover, menyelamatkan diri, lengan dan tulang selangkanya patah dalam prosesnya. Dia ditawan oleh tentara Argentina tidak lama kemudian, dan diterbangkan ke rumah sakit militer di Comodoro Rivadavia, Argentina. Pada waktu yang hampir bersamaan, sebuah pesawat serang darat Pucara yang berbasis di Goose Green ditembak jatuh di atas Pegunungan Sussex oleh rudal Stinger yang ditembakkan oleh personel SAS yang kembali dari serangan malam mereka di Darwin dan Goose Green. Pilotnya Kapten Benitez berhasil mengeluarkan diri dan akhirnya kembali ke markasnya. Komando tinggi Argentina di Stanley awalnya berpikir bahwa operasi pendaratan tidak dapat dilakukan di San Carlos dan menganggap operasi tersebut merupakan aksi pengalihan. Pada pukul 10:00, sebuah jet COAN Aermacchi MB-339 yang berbasis di pulau-pulau tersebut dikirim ke San Carlos dalam penerbangan pengintaian. Sementara itu, FAA sudah mulai meluncurkan pesawat-pesawat berbasis daratan milik mereka pada pukul 09:00. Antara pukul 10:15 dan 17:12, tujuh belas misi penerbangan dilakukan oleh pesawat-pesawat FAA dan COAN. Pesawat-pesawat Dagger dan A-4C dari FAA menyerang HMS Antrim, HMS Argonaut, HMS Broadsword, HMS Brilliant, dan HMS Ardent. Misi penerbangan pesawat Mirage IIIEA dipakai sebagai pengalihan juga. Sementara banyak bom yang dijatuhkan pesawat-pesawat Argentina tidak meledak, Ardent dan Argonaut terkena bom, yang menyebabkan kerusakan dan korban jiwa. Sebagai tanggapan pesawat-pesawat Sea Harrier mencegat beberapa pesawat penyerang, dan menghancurkan 8 pesawat FAA. Sekitar tengah hari tiga Sea Harrier dari 801 Naval Air Squadron yang berpatroli menemukan sepasang Pucara dari Goose Green yang sedang menyerang pos pengamatan tembakan angkatan laut, dan salah satu Pucara ditembak jatuh oleh tembakan kanon. Gelombang kedua pesawat berbasis daratan – enam Skyhawk – menyerang kapal-kapal perang Inggris sekitar pukul 13.00. Salah satu dari dua jet terdepan nyaris mengenai fregat HMS Ardent dengan dua bom kemudian berbalik pulang, yang kemudian diikuti oleh sepasang Sea Harrier dari 800 NAS, yang menghentikan pengejaran untuk mengatasi empat Skyhawk lain yang datang. Pesawat-pesawat Argentina berusaha melarikan diri, tetapi dua dihancurkan oleh rudal udara-ke-udara Sidewinder. Dengan ini maka berakhirlah serangan udara tanggal 21 Mei. Jumlah pesawat yang dikirim Argentina dari daratan berjumlah 45 — terdiri dari 26 Skyhawk dan 19 Dagger; 36 di antaranya mencapai berhasil mencapai Falklands dan 26 diantaranya melakukan serangan terhadap kapal-kapal Inggris. Meskipun menimbulkan kerugian besar bagi armada Inggris, namun pesawat-pesawat Argentina harus membayar mahal. Sepuluh pesawat Argentina – lima Dagger dan lima Skyhawk – gagal kembali ke daratan, semuanya kecuali satu ditembak jatuh oleh Sea Harrier; ini lebih dari seperempat pesawat Argentina yang mencapai lokasi pertempuran.

Pesawat-pesawat Skyhawk Argentina sedang menyerang HMS Coventry. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Sea Harrier Inggris memburu pesawat Argentina. (Sumber: https://hushkit.net/)

Sementara itu, meskipun penundaan operasi di pihak Inggris berarti tidak ada waktu untuk mengirimkan semua pasokan yang direncanakan ke Falkland Timur, Operasi Sutton sebagian besar berhasil. Tapi masih ada tantangan besar di depan. Pasukan Inggris berada di ujung pulau yang ‘salah’ tanpa jalan yang memadai, dan setelah kehilangan Atlantic Conveyor, mereka hanya memiliki satu helikopter Chinook ‘Bravo November‘ untuk membawa pasukan dan peralatan ke depan. Sisanya harus berjalan – ‘yomp‘ atau ‘tab‘ tergantung pada apakah Anda seorang anggota Royal Marine atau Para – lebih dari 50 mil dalam kondisi cuaca yang sangat sulit, dengan beban muatan penuh di punggung. Bagaimanapun pendaratan di Teluk San Carlos sukses luar biasa dalam arti bahwa semua orang dan peralatan berhasil didaratkan. Namun bagi kapal-kapal yang terlibat dalam operasi itu, ini adalah awal dari periode yang sangat berbahaya, yang akan merenggut sejumlah kapal. Kapal angkut yang lebih kecil berlabuh di Teluk San Carlos sedangkan kapal pengawal yang lebih besar berlabuh di Falklands Sound. Kapal yang stasioner adalah target yang jelas untuk Angkatan Udara Argentina. Dua belas sistem rudal Rapier kemudian dipasang di sekitar Teluk San Carlos untuk memberikan perlindungan terhadap serangan udara, tetapi perjalanan ke selatan telah mengganggu sistem mereka yang rumit dan masing-masing membutuhkan beberapa jam untuk bisa beroperasi. Namun, pada akhir tanggal 21 Mei, Brigadir Thompson pasti merasa senang bahwa pendaratan amfibi telah berjalan dengan baik, meskipun 2 helikopter Gazelle hilang karena tembakan Marinir Argentina, tapi 2.400 tentara dan lebih dari 1.000 ton perbekalan dan peralatan telah didaratkan. Sistem rudal Rapier dan howitzer kaliber 105mm juga berhasil dibawa ke darat (total 24 meriam lapangan, 8 tank ringan, dan sebuah baterai peluncur rudal anti-pesawat Rapier).

Setelah mendarat di San Carlos, seorang penerjun payung Inggris yang sarat dengan beban muatan dari Resimen Parasut ke-2 menuju ke selatan Gunung Sussex pada tanggal 21 Mei 1982. Dari sana Batalyon menyerang Goose Green. Pada akhir tanggal 21 Mei, 2.400 tentara dan lebih dari 1.000 ton perbekalan dan peralatan telah didaratkan Inggris. Sistem rudal Rapier dan howitzer kaliber 105mm juga berhasil dibawa ke darat (total 24 meriam lapangan, 8 tank ringan, dan sebuah baterai peluncur rudal anti-pesawat Rapier). (Sumber: https://www.iwm.org.uk/)

Para komandan Argentina di Stanley lalu membahas kemungkinan bahwa Inggris akan mendarat jauh dari Stanley dan telah menyadari bahwa serangan langsung terhadap tindakan Inggris seperti itu akan sulit dilakukan. Tindakan pertama Brigadir Jenderal Menéndez adalah meminta serangan udara dari daratan, dan ini jelas segera dikabulkan. Menéndez dan stafnya selalu percaya bahwa empat puluh delapan jam pertama setelah pendaratan akan menjadi sangat menentukan; setelah itu Inggris akan sudah terlalu mapan di daratan dan setiap serangan dari pihak Argentina tidak akan memiliki peluang untuk berhasil. Pertanyaan besar yang harus diputuskan di Stanley adalah apakah ini pendaratan utama Inggris atau hanya pengalihan. Tidak ada pasukan Argentina yang di dekat pantai atau bahkan mengamatinya dari kejauhan. Akibatnya penerbangan udara di masa depan di atas area tersebut akan memiliki sedikit peluang untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya tentang berapa banyak pasukan Inggris yang berada di darat. Menéndez lalu memerintahkan dua studi segera dilakukan, yang pertama digabungkan oleh stafnya sendiri dan staf Brigadir Jenderal Parada – karena pendaratan dilakukan di daerah Parada – dan yang kedua oleh staf Brigadir Jenderal Jofre, yang bertanggung jawab atas area Stanley, yang memang tidak terlibat langsung tetapi pendapat terpisahnya mungkin berguna. Konferensi bersama kemudian berlangsung di bawah pimpinan Kolonel Cervo, kepala intelijen Menéndez. Kesimpulan yang dicapai adalah bahwa Inggris telah mendaratkan kurang dari satu brigade pasukan di San Carlos dan sebagian besar brigade kedua masih tersedia untuk melakukan pendaratan lebih lanjut di tempat lain. Diputuskan kemudian untuk tidak meluncurkan pasukan cadangan yang diangkut helikopter. Dengan ini satu kompi infanteri yang tersedia akan mengalami kesulitan dalam melawan pendaratan yang begitu besar. Satu-satunya gerakan langsung yang diperintahkan adalah bahwa beberapa meriam kaliber 105 mm akan dikirim melalui laut ke Goose Green; sebab garnisun di sana tidak memiliki artileri. Dua meriam dari Resimen Mobil Udara ke-4 dibongkar dan dimuat ke kapal Penjaga Pantai Rio Iguazú, yang berlayar dari Stanley pada pukul 4 pagi keesokan harinya. Tapi keesokan paginya, 22 Mei, dimulai dengan berita buruk bagi Argentina. Karena terlambat berlayar, Rio Iguazú berada di laut saat siang hari tiba, masih 13 mil (20 km) dari tujuannya. Sebagai sebuah nasib buruk bagi Argentina, dua Sea Harrier pertama hari itu yang lepas landas dari HMS Hermes melewati kapal itu, dan salah satu dari mereka menukik dan merusak kapal itu dengan tembakan kanon. Dua pelaut Penjaga Pantai terluka, dan salah satunya kemudian meninggal. Kapal kandas, tetapi sebuah misi kemudian ditugaskan dari Goose Green untuk menyelamatkan dua meriam dan perlengkapan lainnya.

HMS Antelope meledak pada tanggal 24 Mei akibat serangan bom pesawat Argentina. (Sumber: https://www.royalnavy.mod.uk/)

Pada tanggal 22 Mei cuaca buruk di atas lapangan udara Patagonia mencegah pihak Argentina melakukan sebagian besar misi udara mereka; hanya beberapa pesawat Skyhawk yang berhasil mencapai pulau-pulau di Falkland. Inggris kini telah menyelesaikan penyebaran peluncur baterai  rudal permukaan-ke-udara Rapier mereka. Pada tanggal 23 Mei pesawat-pesawat Argentina kembali menyerang, dengan menyasar HMS Antelope, HMS Broadsword, dan HMS Yarmouth. Hasilnya hanya Antelope yang rusak, dan tenggelam setelah bom yang tidak meledak diledakkan saat dijinakkan. Dari pesawat-pesawat penyerang, dua berhasil ditembak jatuh. Seorang pilot COAN tambahan tewas setelah keluar dari pesawat A-4Q setelah ban-nya pecah saat mendarat. Pada tanggal 24 Mei, pilot-pilot Argentina di daratan secara terbuka menyatakan keprihatinan mereka tentang kurangnya kerjasama antara tiga cabang angkatan bersenjata lainnya dan memprotes dengan melakukan perlawanan pasif. Jenderal Galtieri, penjabat presiden Argentina, memutuskan untuk mengunjungi Comodoro Rivadavia keesokan harinya, tanggal 25 Mei (Bertepatan dengan Hari Nasional Argentina), untuk mencoba meyakinkan mereka untuk terus bertempur, tetapi ketika dia tiba di pagi hari, para pilot berubah pikiran dan sudah terbang ke pulau-pulau Falkland. Enam misi serangan diluncurkan oleh FAA melawan pasukan Inggris. RFA Sir Lancelot dan mungkin Sir Galahad dan Sir Bedivere serta sasaran darat diserang pesawat-pesawat Argentina. Empat pesawat serang Argentina ditembak jatuh, dengan satu pilotnya tewas. Serangan FAA pada tanggal 25 Mei terbukti lebih sukses dari hari sebelumnya. HMS Coventry tenggelam setelah terkena bom seberat 500 lb (230 kg). Serangan terhadap HMS Broadswordmerusak sistem komunikasi dan hidrolik fregat itu serta menghancurkan hidung helikopter Sea Lynx miliknya. RFA Sir Lancelot juga diserang. Satu serangan secara tidak sengaja menyerang Goose Green, mengira itu adalah Ajax Bay, dan terkena tembakan senjata ringan. Tiga penyerang berhasil ditembak jatuh, satu oleh gabungan pertahanan udara di San Carlos; klaim penembaknya termasuk rudal Seacatdari HMS Yarmouth, rudal RapierBlowpipe dan tembakan yang berasal dari kapal, dengan dua lagi pesawat Argentina ditembak jatuh oleh rudal-rudal Sea Dart yang ditembakkan oleh HMS Coventry.

SETELAH PENDARATAN & PERTEMPURAN

“Saya pikir pilot Argentina menunjukkan keberanian yang luar biasa, bodoh jika saya mengatakan hal lain” — menurut John Nott Menteri Pertahanan Inggris. Terlepas dari jaringan pertahanan udara Inggris, pilot-pilot Argentina mampu menyerang target mereka tetapi beberapa kegagalan prosedural yang serius mencegah mereka mendapatkan hasil yang lebih baik – terutama, kekurangan pada sumbu peledak bom mereka. Tiga belas bom menghantam kapal-kapal Inggris tanpa meledak. Lord Craig, pensiunan Marshal dari Royal Air Force, konon berkomentar: “Enam sumbu peledak yang lebih baik dan kita akan kalah”. Sementara itu kapal-kapal perang Inggris, meskipun menderita sebagian besar serangan, berhasil menjauhkan pesawat-pesawat serang Argentina dari kapal-kapal pendarat, yang berada jauh di dalam teluk. Jet subsonik yang bisa terbang vertikal Harrier, dan dipersenjatai dengan rudal udara-ke-udara AIM-9L Sidewinder, terbukti mampu digunakan sebagai pesawat tempur superioritas udara. Aksi tersebut kemudian berdampak besar pada latihan angkatan laut selanjutnya. Selama tahun 1980-an sebagian besar kapal-kapal perang dari angkatan laut di seluruh dunia dilengkapi dengan sistem senjata jarak dekat dan senjata untuk pertahanan diri. Di sisi lain laporan pertama tentang jumlah pesawat Argentina yang berhasil ditembak jatuh oleh sistem rudal Inggris kemudian direvisi. Sementara itu, dengan pasukan Inggris berhasil mendarat di Falklands, kampanye pertempuran darat terus dilakukan sampai Jenderal Argentina Mario Menéndez menyerah kepada Mayor Jenderal Inggris Jeremy Moore pada tanggal 15 Juni di Stanley. 

Pasukan Inggris mengibarkan Bendera Union Jack di luar Gedung Pemerintah, Port Stanley, setelah menyerahnya Pasukan Argentina pada tanggal 15 Juni. (Sumber: https://www.telegraph.co.uk/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

The Battle Of Port San Carlos

https://www.keymilitary.com/article/battle-port-san-carlos

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Battle_of_San_Carlos_(1982)

Falklands War, May 21: UK begins landing troops in San Carlos for the definitive recapture of the Islands

Saturday, May 21st 2022 – 09:10 UTC

https://en.mercopress.com/2022/05/21/falklands-war-may-21-uk-begins-landing-troops-in-san-carlos-for-the-definitive-recapture-of-the-islands

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Operation_Sutton

21 May: The Battle of San Carlos begins

https://royal-naval-association.co.uk/news/21-may-the-battle-of-san-carlos-begins/

C N Trueman “The Landings At San Carlos Bay”; historylearningsite.co.uk. The History Learning Site, 26 May 2015. 30 Nov 2022.

https://www.historylearningsite.co.uk/modern-world-history-1918-to-1980/the-falklands-war-1982/the-landings-at-san-carlos-bay/

Five Days on San Carlos Water by Jim Keys

https://www.google.com/amp/s/thehistoryherald.com/articles/british-irish-history/falklands-war/five-days-on-san-carlos-water/amp/

San Carlos Waters I Posted on November 28, 2018

San Carlos Waters II Posted on November 28, 2018

Exit mobile version