Sejarah Militer

Peran dan Kenangan Awak Pesawat Angkut C-141 Starlifter dalam Perang Vietnam

Daftar pesawat ikonis dalam Perang Vietnam—seperti pembom tempur McDonnell Douglas F-4 Phantom II, helikopter Bell UH-1 “Huey” dan pembom Boeing B-52 Stratofortress biasanya berada di urutan teratas—umumnya tidak sering menyertakan pesawat transport jet bermesin empat, Lockheed C-141 Starlifter. Tetapi pesawat pengangkut kargo itu, yang bagi sebagian orang mungkin tampak hanya sebagai truk bersayap, juga memiliki kisah-kisah yang menarik dan luar biasa emosional untuk diceritakan, yang berlangsung sejak dari hari-hari awal perang hingga hari-hari terakhir perang. C-141 dirancang sebagai tanggapan atas permintaan Angkatan Udara untuk pesawat transport lintas benua. Pesawat baling-baling generasi sebelumnya, seperti Lockheed C-130 Hercules, tidak memiliki jangkauan, kecepatan, atau kapasitas muatan yang diperlukan untuk menghadapi ancaman global. Letnan Jenderal Angkatan Udara William Tunner adalah kekuatan utama pendorong di belakang pengembangan pesawat baru itu. Tunner telah menjadi tokoh terkemuka dalam dunia transportasi udara di medan China-Burma-India selama Perang Dunia II dan membantu mengorganisir Berlin Airlift pada tahun 1948-1949 untuk mengatasi blokade Soviet atas rute darat ke Berlin Barat. Tunner juga mengomandoi pengangkutan udara untuk invasi ke Inchon pimpinan Jenderal Douglas MacArthur selama Perang Korea, dan atas perannya ini MacArthur sangat terkesan sehingga dia menganugerahi Tunner dengan medali Distinguished Service Cross.

C-141 Starlifter dibuat untuk mengatasi kekurangan Lockheed C-130 Hercules, dalam hal jangkauan, kecepatan, dan kapasitas muatan. (Sumber: https://www.georgiaencyclopedia.org/)

GENERASI BARU PESAWAT KARGO

Tunner dan Angkatan Udara menginginkan pesawat kargo generasi baru dengan kemampuan terbang tanpa henti dari Pantai Barat Amerika ke Asia Tenggara. Pada bulan November 1960, Angkatan Udara mengeluarkan development directive 415 untuk mencari tawaran pembuatan pesawat angkut baru pada berbagai pabrikan pesawat. Lockheed kemudian mengalahkan BoeingDouglas dan Convairdalam kompetisi. Setelah rencana desain disetujui, Lockheed memulai pembangunan 285 unit C-141 di Marietta, Georgia. Perusahaan ini lalu melakukan kontes diantara karyawan untuk memberi nama pesawat itu, dan nama “Starlifter” adalah pemenangnya. Untuk mempercepat pengembangan awal StarlifterLockheed menggunakan teknologi yang sudah ada, alih-alih mengimplementasikan yang baru. Perusahaan itu meluncurkan C-141 pertama pada bulan Agustus 1963 ketika Presiden John F. Kennedy menekan tombol berwarna emas di Gedung Putih untuk membuka pintu hanggar pabrik di Marietta 650 mil jauhnya (1.046 km), sambil memproklamasikan ini adalah “momen besar bagi bangsa kita”. Pesawat ini, yakni pesawat No. 61-2775, kini dipajang di Museum Komando Mobilitas Udara di Dover, Delaware. Penerbangan C-141 pertama dilakukan di Marietta di Pangkalan Angkatan Udara Dobbins pada tanggal 17 Desember 1963— 60 tahun setelah Wright bersaudara pertama kali terbang di Kitty Hawk, Carolina Utara. Kepala pilot penguji Lockheed, Leo Sullivan, mengemudikan penerbangan pertama pesawat Starlifter. Selama percakapan dengan manajer program di pagi hari penerbangannya, Sullivan berkata, “Saya akan keluar dan naik melintas sebentar. Kemudian, jika semuanya terasa baik-baik saja, saya mungkin akan terus terbang. Semuanya ternyata terasa baik-baik saja. Penerbangan pertama berlangsung sekitar 55 menit dan ini telah mengantar Angkatan Udara Amerika ke era pesawat transport jet berat di seluruh dunia. Prototipe dan pesawat pengembangan lalu terlibat dalam program pengujian operasional intensif, bersama dengan C-141 pertama yang dikirim ke MATS (63-8078) pada tanggal 19 Oktober 1964 ke Wing Angkutan Udara Berat ke-1707, Pangkalan Angkatan Udara Tinker, Oklahoma. Setelah penyelesaian uji sipil yang memuaskan, sertifikat jenis Administrasi Penerbangan Federal (FAA) diberikan kepada C-141 pada tanggal 29 Januari 1965. C-141A mulai beroperasi pada bulan April 1965 bersama dengan 1501st Air Transport Wing di Pangkalan Angkatan Udara Travis, California.

Penerbangan Tes Awal C-141 Starlifter. (Sumber: https://c141heaven.info/)
Peluncuran YC-141A pertama yang berlangsung di Lockheed-Georgia fasilitas di Marietta pada tanggal 22 Agustus 1963. Undangan VIP yang menghadiri acara termasuk senator, anggota kongres, pejabat tinggi dan termasuk sambutan yang dibuat oleh Presiden John F. Kennedy yang berbicara dari Gedung Putih. (Sumber: https://www.amc.af.mil/)
C-141A awal dari 436th Airlift Wing, MAC, di Bandara Brisbane, Australia, mendukung kunjungan Presiden Lyndon B. Johnson, 22 Oktober 1966. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

MISI PERTAMA DALAM PERANG

Ketika penumpukan pasukan tempur AS di Vietnam, dimulai pada musim semi tahun 1965, upaya ini menuntut lebih banyak pesawat untuk bisa memindahkan pasukan dan perbekalan ke Asia Tenggara, disinilah C-141 mulai bekerja. C-141 era Vietnam adalah varian produksi awal model “A”. Pembaruan pasca-Vietnam adalah model “B”, yang pertama kali dikirim pada bulan Desember 1979, yang menampilkan badan pesawat diperpanjang sekitar 23 kaki (7 meter) dan memiliki kemampuan pengisian bahan bakar dalam penerbangan, dan model “C”, pertama kali digunakan pada bulan Oktober 1997, dengan peningkatan ke peralatan versi digital. Salah satu misi-misi awal Starlifter di masa perang adalah “Operasi Blue Light“, yang dilakukan oleh Wing Udara Militer ke-61 Angkatan Udara untuk mengangkut Brigade ke-3, Divisi Infanteri ke-25, ke Vietnam. Kolonel Angkatan Darat Everette Stoutner, komandan brigade, menerima perintah pada tanggal 10 Desember 1965, untuk dikerahkan dari Barak Schofield, Hawaii, ke Pleiku di Dataran Tinggi Tengah Vietnam Selatan. Unitnya berangkat ke Vietnam pada tanggal 24 Desember. Brigade ke-3 terdiri dari tiga batalyon infanteri, satu batalion artileri, unit zeni tempur, dan berbagai unit pendukung/administrasi. Operasi itu membutuhkan 12 C-141 dan empat pesawat Douglas C-133 Cargomaster untuk apa yang kemudian menjadi pengangkutan udara pasukan terbesar dalam sejarah, yang melibatkan lebih dari 3.000 orang dan sekitar 2.000 hingga 4.000 ton peralatan. Operasi selesai pada awal tahun 1966. Dalam pengoperasiannya, kecepatan dari Starlifter terbukti sangat penting selama Perang Vietnam dengan memangkas waktu penerbangan pulang pergi antara California dan Saigon dari 95 jam menjadi hanya 34 jam, sementara ruang kargo berukuran 93 kaki (28,34 meter) memudahkan untuk menurunkan hampir 70.000 pon (31.751,5 kg) barang per jam. Di sisi lain Bahkan setelah kedatangan C-141 dalam jumlah besar di Vietnam, tipe ini tidak pernah dapat menggantikan C-124 Globemaster II sepenuhnya karena ketidakmampuannya untuk mengangkut peralatan berukuran besar di medan perang; situasi ini kemudian diatasi dengan diperkenalkannya pesawat angkut C-5 Galaxy yang lebih besar lagi. Sementara itu kargo yang diangkut oleh C-141 tidak hanya mencakup senjata dan amunisi, tetapi juga peralatan komputasi, bahan konstruksi, peralatan transportasi, dan lainnya. Kargo yang sangat penting tetapi kurang terkenal adalah darah untuk transfusi, yang mencapai puncaknya sebanyak 37.000 pint pada bulan Maret 1969. Karena darah rapuh dan memiliki umur simpan hanya 21 hari setelah diambil dari donor, waktu dan kontrol suhu sangatlah penting. Seluruh darah dapat terpisah selama turbulensi udara dan pendaratan keras, sehingga membuat penerbangan dan pendaratan yang mulus menjadi lebih penting daripada biasanya bagi para pilot. Laboratorium Pemrosesan Darah Utuh di Pangkalan Angkatan Udara McGuire di New Jersey mengoordinasikan pengiriman ke bank darah di Jepang. Dari sana, darah dikirim ke Vietnam. Persinggahan di Jepang kadang dilewati dalam keadaan darurat.

Pasukan penerjun payung dari Divisi Lintas Udara ke-101, “Screaming Eagles” yang terkenal, memasuki pesawat transport jet C-141 Starlifter Angkatan Udara untuk penerbangan ke Vietnam Selatan selama Operasi Eagle Thrust. Sekitar 10.000 pasukan penerjun payung diterbangkan ke Vietnam dan akan meningkatkan kekuatan Pasukan AS di sana melebihi kekuatan dalam Perang Korea. Operasi tersebut merupakan pengangkutan udara militer terbesar dalam sejarah. (Sumber: https://www.historynet.com/)
Dalam pengoperasiannya, kecepatan dari Starlifter terbukti sangat penting selama Perang Vietnam dengan memangkas waktu penerbangan pulang pergi antara California dan Saigon dari 95 jam menjadi hanya 34 jam, sementara ruang kargo berukuran 93 kaki (28,34 meter) memudahkan untuk menurunkan hampir 70.000 pon (31.751,5 kg) barang per jam. (Sumber: https://pixels.com/)

MENGEMBALIKAN YANG GUGUR

Kepuasan penerbangan dalam membawa darah untuk menyelamatkan nyawa juga diimbangi dengan kesedihan penerbangan yang membawa prajurit yang meninggal kembali ke Amerika Serikat. Pilot Starlifter Alan Baker, lulusan ROTC Angkatan Udara dari Universitas Florida yang dilatih di Pangkalan Angkatan Udara Tinker di Oklahoma, telah ditugaskan ke Skuadron Angkutan Udara Militer ke-75 di Pangkalan Angkatan Udara Travis di California dan bersemangat setelah dipromosikan menjadi letnan satu ketika dia mengamati peti-peti mati dimuat di C-141 miliknya. Dia melihat spidol yang menyebutkan nama almarhum dan ia “merasa tidak enak lagi”. Melihat peti-peti mati yang dibungkus dengan bendera Amerika yang ditumpuk di hanggar adalah pengalaman yang memilukan secara emosional bagi semua awak pesawat, terlepas dari pangkat, pengalaman, atau posisinya. Baker mencatat bahwa peti-peti mati biasanya dimuat di dekat bagian depan area kargo — jadi jika kargo harus dibuang, peti-peti mati akan tetap ada. Baker sering memimpin perjalanan dari Travis ke Vietnam dan kembali dari tahun 1968 hingga 1970. Salah satu perjalanannya bukanlah penerbangan militer biasa. Selama di Filipina, Baker menerbangkan muatan rokok dari Stasiun Udara Angkatan Laut Cubi Point di Subic Bay ke Pangkalan Angkatan Udara Clark, sekitar 50 mil (80,5 km) perjalanan, untuk menghindari seringnya pembajakan pada truk pengiriman.

Jenazah GI Amerika, yang terbunuh selama Perang Vietnam, dikembalikan ke AS. Tugas membawa jenazah adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan bagi kru C-141 Starlifter di Vietnam. (Sumber: https://www.historynet.com/)

PERJALANAN PANJANG

Berjam-jam terbang di atas air tanpa penanda membuat navigator menjadi bagian penting dari kru pesawat C-141. Robert Schultz, yang menerima pelatihan navigator di Pangkalan Angkatan Udara Mather di California setelah menyelesaikan program ROTC Angkatan Udara di Georgia Tech, menghadapi serangkaian rencana penerbangan yang rumit sebagai anggota Skuadron Angkutan Udara Militer ke-58, yang berbasis di Pangkalan Angkatan Udara Robins di Georgia. Rencana penerbangan untuk misi yang diterbangkan oleh Skuadron ke-58 dimulai di Warner Robins dan berpotensi mencakup pemberhentian di Pangkalan Angkatan Udara Elmendorf di Alaska, Pangkalan Angkatan Udara Yokotadi Jepang dan sejumlah pangkalan di Vietnam Selatan atau Thailand. Misi pulang dari Asia Tenggara bisa saja melewati Pangkalan Angkatan Udara Kadena di Okinawa, Jepang, atau Pangkalan Angkatan Udara Clark dalam perjalanan ke Elmendorf sebelum akhirnya tiba di pangkalan di Robins—sebuah siklus perjalanan yang melelahkan. Pergeseran muatan biasanya berlangsung 16 jam di udara dan 12 jam di darat. Saat satu kru beristirahat, kru lainnya naik ke pesawat dan menjaga kargo tetap dipindahkan. Selama 16 jam sehari, penerbangan mungkin melintasi delapan zona waktu. Penerbang memiliki banyak pengalaman dengan jet lag. Petugas mesin penerbangan dan loadmaster melengkapi kru penerbangan yang ada. Petugas mesin penerbangan bertanggung jawab atas pemeriksaan preflight pesawat, memantau berbagai data kinerja pesawat dan memberikan informasi keselamatan kepada pilot/komandan pesawat. Dalam keadaan darurat, co-pilot akan menerbangkan C-141, sementara pilot dan teknisi penerbangan menangani masalah tersebut. Loadmaster bertanggung jawab untuk memuat dan menurunkan kargo, memastikan bobot seimbang dengan benar dan mengkonfigurasi ulang pesawat untuk misi yang akan datang. Mereka bekerja keras untuk mengubah C-141 dengan cepat dari konfigurasi kargo atau penumpang (pada penerbangan menuju Vietnam) menjadi konfigurasi rumah sakit (saat penerbangan keluar dari Vietnam). Untuk mempersiapkan penerbangan rumah sakit, palet kargo atau kursi penumpang dari misi sebelumnya harus dipindahkan. Tiang vertikal untuk mendukung tandu dipasang. Setiap rencana pemuatan mengevaluasi kondisi medis korban yang dievakuasi dan menilai berapa banyak orang yang terluka yang dapat berjalan dan duduk di kursi dan berapa banyak yang membutuhkan brankar. Pasien yang sakit paling parah ditempatkan di depan pesawat — dekat dengan pos perawat.

Loadmaster bertanggung jawab untuk memuat dan menurunkan kargo, memastikan bobot seimbang dengan benar dan mengkonfigurasi ulang pesawat untuk misi yang akan datang. (Sumber: https://www.historynet.com/)
C-141 dengan cepat dapat diubah dari konfigurasi kargo atau penumpang (pada penerbangan menuju Vietnam) menjadi konfigurasi rumah sakit (saat penerbangan keluar dari Vietnam). (Sumber: https://www.historynet.com/)

MISI HIDUP DAN MATI

Navigator Schultz mengalami banyak momen emosional selama penerbangan C-141-nya. Dia membawa Divisi Lintas Udara ke-101 ke Vietnam, dan mengetahui bahwa beberapa penumpangnya akan mati di sana. Terkadang anggota keluarga diterbangkan dari AS ke rumah sakit di Asia jika kerabat mereka di angkatan bersenjata terluka parah. Schultz ada di beberapa penerbangan itu. Dia berpikir, “Bagaimana saya bisa menghibur anggota keluarga ini?” Pesawat-pesawat Starlifter adalah pesawat evakuasi medis utama selama Perang Vietnam. Penerbangan evakuasi pertama terjadi pada tanggal 15 Juli 1965. Pada tahun 1968, saat jumlah korban meningkat, dengan sekitar 9.000 evakuasi diselesaikan dalam sebulan. Sekitar 6.000 misi-misi evakuasi C-141 berlangsung antara bulan Juli 1965 dan Desember 1972, periode dimana pasukan tempur Amerika terbanyak ada di Vietnam. Perawat di C-141 memainkan peran penting dalam evakuasi ini. Lola Ball, kepala perawat Skuadron Evakuasi Aeromedis ke-57 yang bermarkas di Pangkalan Udara Clark, adalah salah satu yang digambarkan dalam film dokumenter tahun 1966, To Save a Soldier, yang dibawakan oleh Henry Fonda dan menunjukkan bagaimana perawat memberikan perawatan medis yang cepat namun berkualitas kepada prajurit yang terluka. Biasanya tidak ada dokter di pesawat. Perawat memiliki tanggung jawab penuh untuk perawatan medis di udara. Keponakan Ball, Debbie Vetter, mencatat bahwa bibinya “melihat dan mengalami hal-hal yang tidak dapat dipahami oleh kami di rumah”. Dalam sebuah wawancara untuk artikel majalah Reader’s Digest tahun 1967, “Our Flying Nightingales in Vietnam” Ball berkomentar: “Saya terus mengingat … korban yang kami bawa terbang pulang; dia hanyalah seorang anak kecil dengan jantung yang berdetak kencang, dan tidak ada yang tersisa darinya – tidak ada lengan, kaki, mata, hanya detak jantung yang besar itu… Setiap kali saya memeriksa untuk melihat bagaimana keadaannya, dia berbisik, ‘ Baik-baik saja, Bu, terima kasih banyak atas kebaikanmu.’ Kadang-kadang sangat menyakitkan di dalam diri dan Anda hanya bisa merangkak kembali ke tempat para perawat dan menangis pelan. 

Lola Ball, perawat penerbangan Angkatan Udara Amerika selama Perang Vietnam. Perawat memiliki tanggung jawab penuh untuk perawatan medis di udara. (Sumber: https://www.mysanantonio.com/)
Perawat Angkatan Udara sedang merawat prajurit yang terluka. Para perawat di pesawat Starlifter selama Perang Vietnam kerap menghadapi situasi yang memilukan saat harus merawat prajurit yang sekarat. (Sumber: https://media.defense.gov/)

SITUASI-SITUASI BERBAHAYA

Pada tahun 1967 armada C-141 telah berkembang menjadi lebih dari 100 pesawat. Pesawat-pesawat ini bisa membawa 67.620 pon (30.671 kg) kargo sejauh 4.000 mil (6.437 km) atau seberat 20.000 (9.071 kg) pon terbang nonstop dari California ke Jepang. Meskipun C-141 bukan pesawat tempur, mereka terkadang mereka terlibat dalam situasi berbahaya dalam pertempuran. Pada bulan Juli 1968, Sersan Teknik. Paul Yonkie, ditempatkan di Pangkalan Angkatan Udara Charleston di South Carolina, mengambil bagian dalam misi rahasia untuk membawa pulang dua tawanan perang yang dibebaskan oleh Vietnam Utara. C-141 Yonkie diparkir di Udorn Royal Thai Air Base ketika diserang oleh pasukan komunis. Sersan itu terluka parah dan meninggal pada tanggal 1 September 1968. Wing angkutan udara di pangkalan Charleston lalu mendedikasikan sebuah pesawat C-141 pada tahun 1998 dengan nama “The Spirit of TSgt Paul E. Yonkie” untuk menghormatinya. Bahkan dalam operasi nontempur, penerbangan tetap melibatkan risiko, dan C-141 mengalami dua kecelakaan fatal di Vietnam. Pada bulan Maret 1967 di Da Nang, sebuah C-141 melintasi landasan paralel bagian dalam dan ditabrak oleh pesawat serang Marinir A-6 Intruder saat lepas landas. Salah satu penyebabnya adalah gangguan komunikasi yang disebabkan oleh peralatan radio yang buruk di menara pengontrol. Lima dari enam awak C-141 tewas. Dua awak A-6 berhasil keluar dari pesawat mereka dan lolos dari ledakan. Bulan berikutnya di Teluk Cam Ranh, tujuh orang tewas dalam upaya lepas landas dalam penerbangan yang mengangkut kargo ke Amerika Serikat. Penyebabnya adalah pengaturan yang salah pada “sakelar pemilih spoiler“, yang mengontrol daya angkat pesawat. Kesalahan tersebut mencegah pesawat mendapatkan daya angkat yang cukup untuk mendaki, dan jatuh ke laut. Komandan pesawat Mayor Rodney Williams adalah salah satu dari hanya dua yang selamat, dan dia lalu mengabdikan karirnya di kemudian hari untuk masalah keselamatan udara, dengan fokus pada prosedur lepas landas awak dan desain pesawat. Seperti semua peralatan penerbangan, C-141 membutuhkan perawatan dari awak darat. Kapten Ron King, seorang petugas pemeliharaan dengan Skuadron Penyelamatan dan Pemulihan Udara ke-38 di Pangkalan Udara Tan Son Nhut dekat Saigon, mengatakan desain Lockheed yang relatif sederhana menyederhanakan pekerjaan pemeliharaan. King dan kru pemeliharaan melayani seluruh perawatan pesawat C-141—seperti mesin, peralatan pneumatik, avionik, dan komunikasi. Orang-orang itu menerima pelatihan umum di sekolah mekanik pesawat Pangkalan Angkatan Udara Chanute di Rantoul, Illinois, tetapi tidak diberikan banyak pelatihan khusus untuk menangani pesawat C-141.

C-141 hancur saat meluncur setelah mendarat. Saat melintasi landasan pacu paralel bagian dalam, pesawat itu ditabrak oleh pesawat yang sedang lepas landas. Lima awak tewas; sementara satu loadmaster selamat. (Sumber: https://c141heaven.info/)
Lokasi kecelakaan. (Sumber: https://c141heaven.info/)

MEMBAWA PULANG TAWANAN PERANG

Keterlibatan Amerika dalam perang mulai mereda pada awal tahun 1970-an. Setelah Perjanjian Perdamaian Paris ditandatangani pada bulan Januari 1973, pesawat-pesawat C-141 diberi tugas penting dan emosional lainnya, yakni: menerbangkan POW (tawanan) Amerika yang dibebaskan kembali ke Amerika Serikat dalam Operasi Home Coming. Persiapan pertama untuk penerbangan tersebut telah dimulai pada tahun 1968. Sebelum Operasi Home Coming dimulai, Angkatan Udara meluncurkan “Project Spruce Up” untuk membersihkan semua pesawat C-141 yang akan digunakan dalam penerbangan POW dan menambahkan tanda palang merah yang dicat/ditempel pada stabilisator vertikal. Sebuah C-141 Starlifter dengan ekor No. 66-0177, yang kemudian dijuluki “Hanoi Taxi“, ditugaskan untuk misi operasi Home Coming pertama, yang dijadwalkan pada tanggal 12 Februari 1973, ketika mereka akan mengangkut tawanan perang yang dibebaskan di bandara Gia Lam, Hanoi. Sebelum kedatangan pesawat Starlifter, sebuah pesawat Lockheed C-130 Hercules yang berbasis di Vietnam mendarat di Gia Lam dengan personel medis dan kru perbaikan yang mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah mekanis pada pesawat C-141, yang terbang dari Filipina. Pesawat C-141 cadangan ada di udara dekat Da Nang jika diperlukan. Dua bus Vietnam Utara kemudian membawa sekitar 40 tawanan perang ke bandara. Salah satu tawanan perang pada penerbangan pertama ini adalah Naval Commander Everett Alvarez Jr., pilot Amerika pertama yang ditembak jatuh di Vietnam Utara dan, pada akhir perang, menjadi tawanan perang terlama kedua di sana. (Yang paling lama ditahan adalah Kapten Angkatan Darat AS Floyd James Thompson yang dibebaskan bulan berikutnya.) Alvarez telah menghabiskan delapan setengah tahun di tahanan. Di antara sedikit jurnalis yang hadir hari itu adalah koresponden ABC News Laura Palmer, yang mengamati bahwa para tawanan itu tampaknya “tidak memiliki identitas—berapapun tinggi badan atau ras mereka, wajah mereka memiliki ekspresi yang sama, mereka berjalan sama, berdiri sama. ” Dia melaporkan bahwa itu adalah “upaya mempertahankan hidup yang primitif …. Jika Anda belum pernah melihat manusia seperti ini, saya harap Anda tidak pernah melihatnya.” Mayor James Marrott, ditugaskan ke Skuadron Angkutan Udara Militer ke-15 di Pangkalan Angkatan Udara Norton di California, mengemudikan misi C-141 pertama ke Hanoi. Navigatornya adalah Letnan Kolonel James Warren, yang pernah menjadi anggota Tuskegee Airmenyang terkenal, yakni unit khusus dengan awak udara keturunan Afrika-Amerika selama Perang Dunia II. Orang lain di dalam pesawat Starlifter termasuk co-pilot Kapten John Shinsoskie dan Letnan Kolonel William Simmel, petugas mesin penerbangan Senior Master Sgts. Albert Alston dan Frank Thom, serta loadmaster Master Sgts. Robert McElvoy dan Gerald Norris. Marrott meninggalkan Hanoi sekitar 35 menit setelah mendarat dan memulai penerbangan kembali ke Filipina selama 2½ jam.

Sederet tawanan perang yang kembali dari penjara Viet Cong dan Vietnam Utara berjalan kaki dari bus ke pesawat C-141 Starlifter yang menunggu untuk perjalanan ke Amerika. (Sumber: https://nara.getarchive.net/)
POW Amerika Serikat yang baru-baru ini dibebaskan dari kamp penjara Vietnam Utara diterbangkan dengan Hanoi Taxi dari Hanoi, Vietnam Utara ke Pangkalan Udara Clark, Filipina, Maret 1973. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Awak pesawat lalu mendengar sorakan keras di atas kebisingan mesin saat pesawat lepas landas dan sorakan kedua saat melewati wilayah udara Vietnam Utara dalam perjalanan ke Pangkalan Angkatan Udara Clark. Merefleksikan misi itu nantinya, Marrott berkata: “Itu pasti menjadi sensasi terbesar dari semuanya. Itu pasti yang paling memuaskan dan jauh di atas semua yang telah saya lakukan. Sejauh kepuasan pribadi dan pentingnya pekerjaan, itu harus menjadi yang teratas. Ada beberapa momen ringan hari itu. Saat Kolonel Angkatan Udara James Collins, seorang pilot yang menghabiskan tujuh tahun sebagai tawanan perang, menunggu untuk dibebaskan, dia memberi tahu seorang penjaga Vietnam Utara, “Setidaknya saya bisa pulang….(sedang) Anda harus (tetap) tinggal.” Setelah itu Collins bertanya-tanya mengapa dia mengambil risiko mengatakan sesuatu yang bisa menghentikan pembebasannya pada menit terakhir. Dia lalu menemukan seorang kolonel Angkatan Udara dan mengatakan kepadanya, “Bawa saya ke (C-141) itu. Cepat!” Para POW kemudian memulai proses penyembuhan emosional dan fisik mereka selama penerbangan dalam pesawat Starlifter mereka. Hanoi Taxi tercatat menerbangkan dua misi ke Hanoi, yakni membawa 78 tawanan perang dan dua warga sipil yang kembali ke Filipina, dan empat misi dari Filipina ke Amerika Serikat, membawa 76 mantan tawanan perang. Akhirnya total 591 personel militer dan sipil dibebaskan dan dikembalikan ke AS dalam Operasi Homecoming. Penerbangan ke pangkalan Clark yang dimulai pada tanggal 12 Februari berlanjut hingga tanggal 29 Maret. Kelompok terakhir tawanan perang yang dibebaskan yang meninggalkan Clark mendarat di tanah Amerika pada tanggal 4 April 1973.

MENGEVAKUASI PENGUNGSI

Kembalinya para tawanan perang bagaimanapun tidak mengakhiri keterlibatan AS di Vietnam, dan pesawat-pesawat C-141 memainkan peran pendukung yang vital karena Vietnam Selatan tetap melanjutkan pertempuran tanpa bantuan pasukan AS. Ketika pemerintah dan militer Vietnam Selatan mulai runtuh pada musim semi tahun 1975, empat pesawat angkut C-141 yang mengangkut pengungsi secara terpisah namun terkait menyelamatkan beberapa orang Vietnam Selatan yang memiliki hubungan dengan Amerika Serikat. Ketika tiba di Saigon, para awak Starlifter dapat melihat pesawat-pesawat tempur Vietnam Selatan masih lepas landas dari Bandara Saigon untuk menyerang musuh di sekitarnya. Para awak bisa melihat peluru pelacak yang ditembakkan pesawat-pesawat tempur Vietnam Selatan jatuh dari langit ke tanah ke segala arah agak jauh dari bandara. Mereka kemudian bisa melihat peluru pelacak dilepaskan pasukan Vietnam Utara menembak balik dari tanah ke langit ke arah para penyerang. Saat itu berbagai jenis pesawat digunakan untuk mengevakuasi orang keluar dari bandara, yang terkepung oleh pasukan Vietnam Utara. Untuk berjaga-jaga, setiap anggota awak pesawat C-141 Starlifter diberi pistol kaliber. 38 dengan amunisi ekstra. Rudal pencari panas adalah ancaman nyata bagi pesawat-pesawat Starlifter saat itu. Mereka lalu menempatkan seorang anggota kru di setiap pintu terjun payung di bagian belakang setiap sisi untuk mengawasi kemungkinan datangnya rudal. Masing-masing memakai body harness yang ditambatkan ke lantai kargo dan memiliki dua pistol suar dengan peluru suar ekstra. Masing-masing memakai headset untuk berkomunikasi dengan kokpit sehingga mereka bisa menginformasikan jika terdapat penampakan rudal. Jika salah satu diantara mereka melihat rudal, dia harus menembakkan beberapa peluru suar dan merekomendasikan manuver mengelak. Rencananya adalah rudal akan terpancing mengikuti peluru suar yang merupakan sumber inframerah panas daripada knalpot panas mesin pesawat. Selama operasi tersebut, Angkatan Udara bekerja sama dengan Angkatan Laut dan kontraktor swasta untuk menerbangkan pengungsi dari Asia Tenggara ke beberapa pulau di Pasifik dan akhirnya ke Amerika Serikat. Misalnya, dalam Operasi New Life (tanggal 23 April-1 November 1975), Armada Udara ke-13 membantu mengoordinasikan 375 pengangkutan udara—menggunakan campuran pesawat C-141 dan pesawat lain—yang mengevakuasi lebih dari 50.000 orang Vietnam Selatan sebelum jatuhnya pemerintahan Saigon. Pengungsi diterbangkan ke pangkalan AS di Filipina, lalu ke Guam dan Pulau Wake, dan akhirnya ke Amerika Serikat.

Bandara Tan Son Nhut, Saigon ditengah serangan pasukan Vietnam Utara 29 April 1975. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Orang-orang Vietnam Selatan menaiki pesawat-pesawat angkut Amerika menjelang jatuhnya Saigon. April 1975. (Sumber: https://www.facebook.com/)
Mayor Jenderal Edward J. Mechenbier, dari Unit Cadangan Angkatan Udara A.S. 61 tahun, kanan, menyaksikan sisa-sisa prajurit Amerika dimuat ke dalam pesawat kargo C-141 selama upacara serah terima resmi di bandara Noi Bai Hanoi. (Sumber: https://www.nbcnews.com/)

Pesawat Starlifter kemudian terbang kembali ke Vietnam lama setelah perang berakhir. Salah satu penerbangan itu dikomandoi oleh Mayor Jenderal Ed Mechenbier, yang dibebaskan oleh Vietnam Utara pada bulan Februari 1973 dan menjadi tawanan perang terakhir yang aktif dalam dinas militer Amerika. Pada bulan Mei 2004, Mechenbier terbang ke Hanoi dengan pesawat nomor 66-0177—pesawat yang sama yang membawanya keluar dari Hanoi pada tahun 1973—untuk membawa kembali jasad dua tentara AS. Dia telah menghabiskan lebih dari lima tahun di penjara Hoa Lo yang terkenal brutal (yang secara sinis dijuluki Hanoi Hilton). Mechenbier ditembak jatuh pada bulan Juni 1967 setelah menerbangkan 80 misi dengan pesawat tempur F-4C Phantom. Dia menyebut penerbangan tahun 2004 sebagai “misi yang paling memuaskan secara profesional dan pribadi yang pernah saya lakukan.” Penerbangan C-141 pascaperang kemudian membawa awak mereka ke seluruh dunia. Misi mereka termasuk memberi bantuan penanggulangan bencana, seperti bantuan kepada korban yang selamat dari Badai Katrina di Amerika Serikat Tenggara pada tahun 2005; perjalanan terkait sains, termasuk beberapa ekspedisi ke McMurdo Sound di Antartika, dan misi militer di seluruh dunia, yang di antaranya mengangkut rudal balistik antarbenua Minuteman ke pangkalan pemeliharaan. Hanoi Taxi selama tiga dekade lebih akan mencatatkan lebih dari 40.000 jam terbang. Selama masa pakainya, Hanoi Taxi mengalami banyak modifikasi. Awalnya dibuat sebagai model C-141A, badan pesawatnya kemudian diperpanjang dan kemampuan pengisian bahan bakar udara ditambahkan pada awal tahun 1980-an. USAF lalu mendesainnya ulang sebagai C-141B. Belakangan, sayap pesawat diperkuat dan diubah menjadi C-141C dengan pemasangan perangkat avionik canggih. Pada tahun 2002, Hanoi Taxi menerima pemeliharaan depot terprogram terakhirnya.

Relawan dari Dobbins, ARB, Ga, mengantar pasien yang tiba di sana dengan Hanoi Taxi. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

DILESTARIKAN UNTUK SEJARAH

Seperti hampir semua pesawat, pesawat-pesawat C-141 dipensiunkan karena militer Amerika telah mengembangkan teknologi baru. Pada awal tahun 2000-an, banyak pesawat C-141 telah dipensiunkan dan dibesituakan. Namun, pesawat nomor 66-0177 Mechenbier berhasil diselamatkan, sebagian berkat upaya Sergeant Tech. Dave Dillon, Jeff Wittman dan Henry Harlow di Pangkalan Angkatan Udara Wright-Patterson di Ohio. Mereka memperhatikan bahwa pesawat C-141 yang sedang mereka kerjakan memiliki label kecil di dekat panel kontrol teknisi penerbangan, bertuliskan “Hanoi Taxi”. Penemuan tersebut memicu kampanye untuk melestarikan pesawat tersebut, yang sekarang dipajang di Museum Nasional Angkatan Udara Amerika Serikat di Dayton, Ohio. Perjalanan pesawat No. 66-0177 ke museum pada tanggal 6 Mei 2006, merupakan penerbangan terakhir pesawat C-141 Starlifter. Pada bulan Desember 2015 pesawat ini dipindahkan ke gedung keempat di museum. Hanggar baru dibuka untuk umum pada bulan Mei 2016, dan Hanoi Taxi sekarang dipajang secara permanen di Global Reach Gallery. Pengunjung museum dapat berjalan di dalam ruang kargo pesawat melalui pintu rampbelakang. Sementara itu selama tahun-tahun mereka bertugas, pesawat-pesawat C-141 berperan penting dalam menyelamatkan nyawa, mengangkut kargo, dan misi penerbangan ke seluruh dunia. Mereka mendapatkan kekaguman bahkan dari antara beberapa pilot yang menerbangkan pesawat paling terkenal di Perang Vietnam. Mantan POW Collins mengatakan bahwa ketika dia melihat C-141 di bandara Gia Lam Hanoi dia berpikir: “Saya seorang pilot pesawat tempur, dan pesawat transport itu bukan apa-apa untuk saya, tetapi itu adalah pesawat terindah menurut saya yang pernah saya lihat.”

C-141 “Hanoi Taxi” mendarat di Museum Nasional Angkatan Udara AS selama penerbangan terakhirnya pada tanggal 6 Mei 2006. (Sumber: https://theaviationgeekclub.com/)
Letnan Kolonel (Purn.) Paul Kari, mantan tawanan perang di Vietnam, berpose dengan Lockheed C-141C Hanoi Taxi di gedung keempat yang baru di Museum Nasional Angkatan Udara A.S. pada tanggal 16 Desember 2015. Kari diterbangkan setelah dibebaskan dari tawanan Vietnam Utara dengan Hanoi Taxi pada tahun 1973. (Sumber: https://theaviationgeekclub.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

OFTEN OVERLOOKED, THE C-141 STARLIFTER PLAYED A CENTRAL ROLE DURING THE VIETNAM WAR By BARRY LEVINE; 8/25/2020

Lockheed C-141C Starlifter “Hanoi Taxi”

https://www.nationalmuseum.af.mil/Visit/Museum-Exhibits/Fact-Sheets/Display/Article/196748/lockheed-c-141c-starlifter-hanoi-taxi/

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Hanoi_Taxi

Hanoi Taxi: the story of the C-141 StarLifter that became the first Aircraft to Return Vietnam Prisoners of War to the US by Dario Leone

https://theaviationgeekclub.com/hanoi-taxi-the-story-of-the-c-141-starlifter-that-became-the-first-aircraft-to-return-vietnam-prisoners-of-war-to-the-us/amp/#

The story of C-141 Hanoi Taxi, the first Aircraft to Return Vietnam Prisoners of War to the U.Sby Dario Leone

https://theaviationgeekclub.com/the-story-of-c-141-hanoi-taxi-the-first-aircraft-to-return-vietnam-prisoners-of-war-to-the-u-s/amp/

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Lockheed_C-141_Starlifter

EVACUATING SAIGON by Don Pedersen

https://www.mnvietnam.org/story/evacuating-saigon/

Airlift During the Vietnam War

Airlift During the Vietnam War
Exit mobile version