Perang Timur Tengah

Project Babylon: Ambisi Saddam dan Meriam Super Irak

Pada masa awal perang melawan Iran, Pemerintah Irak bekerjasama dengan ahli artileri terkenal Gerard V. Bull, yang impian seumur hidupnya adalah membuat “senjata super”, sebuah meriam howitzer besar yang bisa meluncurkan satelit ke luar angkasa atau menembakkan peluru artileri ribuan mil ke wilayah musuh. Meskipun dia tidak bisa mewujudkan impiannya, Bull mampu mendesain salah satu senjata artileri paling efektif di dunia.

Gerard V. Bull, ahli artileri yang bekerja sama dengan pemerintah Irak mendesain meriam super. (Sumber: https://doomedengineers.wordpress.com/)

LATAR BELAKANG

Pada pajangan permanen di koleksi Royal Armouries di Fort Nelson, Hampshire, ada dua pipa baja besar yang dibaut bersama dan diarahkan tinggi ke udara. Pipa-pipa itu sangat besar, cukup besar untuk dilalui seseorang. Silinder raksasa ini adalah salah satu dari beberapa bagian yang tersisa dari salah satu teknik paling berani yang pernah dirancang: “supergun” bernama Big Babylon, yang bisa menembakkan satelit ke orbit dari laras sepanjang 156m (512 kaki) yang tertanam di dalam bukit. Penemunya asal berasal dari Kanada, Gerald Bull, yang merupakan salah satu ahli artileri terkemuka di dunia, memiliki harapan besar bahwa senjata ini akan merevolusi peluncuran ruang angkasa, dengan menghilangkan kebutuhan akan roket konvensional. “Bull adalah ilmuwan luar biasa dan tokoh karismatik, dan ini adalah pengingat fisik dari apa yang dia lakukan dalam skala yang monumental,” kata Nicholas Hall, Keeper of Artillery di Royal Armouries. Tetapi Big Babylon tidak pernah selesai dibangun, dan tidak ada yang mendekati perancangannya sejak saat itu. Jadi apa yang terjadi? Jawabannya adalah sebuah kisah keangkuhan, ambisi yang digagalkan, dan rahasia militer. Pada saat keahlian Bull seharusnya sangat diminati oleh semua negara adidaya di dunia, dia malah memilih untuk membuat senjata supernya untuk Saddam Hussein, sebuah keputusan yang akan berakhir dengan pembunuhannya. Puluhan tahun kemudian, pertanyaan yang menggelitik tetap ada, yakni: mungkinkah ide senjata super Bull berhasil? Dan mungkinkah ide yang mati bersamanya itu akan bisa kembali?

Dua bagian Big Babylon yang telah disambung menjadi satu di Royal Armouries, Fort Nelson, Portsmouth. Benda ini merupakan bagian dari proyek meriam super Gerard Bull. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

KONSEP SUPERGUN

Gerald Bull lahir di North Bay, Ontario, Kanada pada tanggal 9 Maret 1928 dan meraih gelar PhD dari University of Toronto pada tahun 1951⁠—menjadi yang termuda yang melakukannya. Dijuluki “Boy Rocket Scientist” oleh majalah Maclean, Gerald dipuji karena kreativitas dan kecakapan teknisnya. Pekerjaan pertamanya adalah bekerja untuk fasilitas penelitian Canadian Armament and Research Development Establishment (CARDE). Proyeknya didanai, dibangun, dan dioperasikan hingga dibatalkan pada tahun 1956. Meskipun kemudian dipromosikan menjadi kepala departemen kedirgantaraan pada tahun 1958, ia terpaksa meninggalkan CARDE pada tahun 1960 karena berbagai konflik publik dan pribadi dengan atasannya. Bull lalu pindah ke Universitas McGill di mana dia dengan cepat menarik perhatian pemerintah AS atas ide-idenya. Sebagai seorang akademisi berbakat, Bull mulai bekerja dengan pemerintah Kanada dan AS untuk meneliti teknologi supergun pada tahun 1960-an. Saat bekerja dalam proyek rudal Velvet Glove di Kanada, Bull menyadari bahwa peralatan penelitian dapat ditembakkan dari meriam dan tidak rusak jika dibungkus dengan tepat. Awalnya, para insinyur menggunakan desainnya untuk menguji penerbangan supersonik tanpa perlu terowongan angin yang mahal, dengan menembakkan proyektil jarak pendek melalui laras senjata besar. Tetapi meskipun ia akhirnya menghabiskan sebagian besar kariernya dalam penelitian senjata yang didanai pemerintah untuk merancang roket dan senjata bagi negara-negara yang berperang, ambisi pribadinya adalah menggunakan desainnya untuk meluncurkan satelit, bukan rudal. “Biaya rendah adalah konsepnya, setidaknya,” jelas Andrew Higgins, seorang profesor di Departemen Teknik Mesin di McGill University, Kanada. “Daripada membuang tahap pertama dari penembakan roket, menggunakan meriam besar untuk tahap pertama akan memungkinkan perangkat keras ini digunakan kembali dan mudah diservis.” Sepanjang tahun 1950-an, negara-negara bersaing sengit untuk mendominasi ruang angkasa, sementara para ilmuwan berselisih tentang perangkat peluncuran terbaik. Saat ini kegagalan peluncuran roket lebih jarang terjadi, tetapi pada tahun 1950-an, hanya kurang dari setengah peluncuran roket yang berhasil. Tahap awal peluncuran roket konvensional membutuhkan energi yang sangat besar untuk bisa mulai bergerak. Selain itu, motor roket sangat mahal dan tidak dapat digunakan kembali.

Gerald Bull, kanan, memegang bendera Vermont bersama Gubernur Deane Davis. Dijuluki “Boy Rocket Scientist” oleh majalah Maclean, Gerald dipuji karena kreativitas dan kecakapan teknisnya. (Sumber: https://www.vermontpublic.org/)
Pekerjaan pertamanya adalah bekerja untuk fasilitas penelitian Canadian Armament and Research Development Establishment (CARDE). Saat bekerja dalam proyek rudal Velvet Glove di Kanada, Bull menyadari bahwa peralatan penelitian dapat ditembakkan dari meriam dan tidak rusak jika dibungkus dengan tepat. (Sumber: https://www.vermontpublic.org/)
NASA memperkirakan biaya $22.000 per kilogram dibutuhkan untuk meluncurkan satelit modern ke orbit. Ide Bull adalah memangkas biaya ini dengan supergun. (Sumber: https://www.bbc.com/)

Pada tahun 1961, Bull mulai bekerja pada Proyek High Altitude Research Project (HARP), sebuah usaha patungan antara pemerintah AS dan Kanada. Dengan menggunakan meriam bekas Angkatan Laut yang dimodifikasi, Bull dan rekan-rekannya menembakkan wahana cuaca ke sub-orbit dan kembali turun lagi. Bull dan rekan-rekannya memuat senjata ruang angkasa ini untuk menembakkan proyektil ketinggian tinggi ke sub-orbit untuk mengumpulkan data cuaca. Tujuannya adalah untuk mengamati dan mempelajari apa yang terjadi di atmosfer dari matahari terbenam hingga matahari terbit. Data atmosfer dan meteorologi tropis ini ditujukan untuk militer. Pada uji coba di fasilitas di kepulauan Barbados, sebuah meriam kaliber 5 inchi (127 mm) digunakan untuk menembakkan proyektil hingga ketinggian 70 km dan meriam kaliber 7 inchi (177 mm) hingga ketinggian 100 km. Sebagai lanjutan, kemudian dua laras meriam kapal tempur berkaliber 16 inchi (406 mm) disambung di Arizona hingga total sepanjang 30 meter untuk mendukung program HARP. Kontrak dari Office of Naval Research diberikan untuk mengebor ulang laras meriam menjadi laras Smoothbore 16,4 inci (417 mm). Seluruh kontrak, tidak termasuk pengirimannya, hanya memakan biaya $2.000. Meriam ini digunakan untuk menembakkan proyektil sabot, yang diberi nama Martlett. Pada tanggal 19 November 1966, Martlett berbobot 185 Ib (84 kg) ditembakkan ke angkasa hingga ketinggian 180 km. Meriam kaliber 16 inchi ini dimaksudkan untuk menembakkan roket tiga tahap yang membawa muatan seberat 10 kg ke luar angkasa. Namun, anggaran proyek tersebut terus membengkak, sementara tujuannya tetap tidak terpenuhi. Selain itu, pendapat publik berubah. Sistem HARP terlihat ketinggalan jaman jika dibandingkan dengan rudal yang mobile. Pers dan peneliti lain yang mengkritik proyek Bull juga mendorong Pemerintah Kanada untuk menghentikan pendanaan. Hal sama kemudian diikuti oleh Amerika. Perang Vietnam yang mahal dan kontroversial kemudian membuat proyek ini dihentikan sama sekali pada tahun 1967, sebelum mereka melontarkan objek apa pun ke orbit, tetapi hal ini menggoda Bull dengan kemungkinan menciptakan supergun peluncur satelit – yang tidak lain adalah sebuah spacegun. Pada saat program dihentikan, sekitar 1.000 penembakan telah dilakukan, dan data yang dikumpulkan selama program HARP mewakili setengah dari semua data mengenai atmosfer atas hingga hari ini.

Gerald Bull, paling kiri, difoto di Space Research Institute, Universitas McGill, Kanada pada tahun 1964. (Sumber: https://www.bbc.com/)
Project HARP. (Sumber: https://www.reddit.com/)
Proyektil sabot, yang diberi nama Martlett. (Sumber: http://www.astronautix.com/)

Dengan menggunakan supergun, kita dapat melewati tahapan pertama peluncuran roket yang mahal. Ide ini menarik bagi Bull karena akan menghilangkan kebutuhan untuk beberapa motor pendorong roket untuk mencapai orbit. Momen-momen pertama peluncuran roket konvensional membutuhkan energi yang sangat besar untuk membuat roket bergerak, karena ini adalah saat wahana diisi dengan jumlah bahan bakar paling banyak, dan atmosfer berada pada titik paling tebal. Terlebih lagi, motor roket itu mahal. Senjata peluncur HARP diharapkan bisa mencapai kecepatan 2km/detik, jelas Higgins, dan jika Anda menggunakan gas untuk menggerakkan proyektil, Anda bisa melaju lebih cepat. “Mereka benar-benar bisa menggantikan 1,5 tahap pertama dari wahana peluncuran konvensional,” katanya. “Anda mungkin berpikir bahwa tidak ada satelit yang bisa bertahan dari gaya percepatan g-force yang sangat besar dari peluncuran spacegun, tetapi hal ini “sering kali terlalu dibesar-besarkan”, menurut Higgins. “Peluru artileri militer saat ini memiliki perangkat GPS dan optik pemandu laser serta perangkat elektronik yang bisa bertahan dari akselerasi ini, jadi itu bisa dilakukan. Jelas, tidak semuanya dapat diluncurkan dengan cara ini, tetapi model peluncur meriam sangat cocok untuk meluncurkan bahan bakar dan material. “Menembus bagian bawah atmosfer (yang lebih padat) dengan kecepatan tinggi adalah masalah perpindahan panas yang intens, tetapi lapisan ablatif dan pelindung panas pada hidung proyektil harus mampu mengatasi hal itu,” kata Higgins. Salah satu kelemahan utama adalah ledakan sonik, yang menjadi perhatian lingkungan, atau bahkan politik, tambahnya.

Peluncuran roket konvensional menggunakan beberapa tahapan untuk bisa mencapai orbit. (Sumber: https://www.bbc.com/)
Meriam howitzer G5 kaliber 155mm Afrika Selatan dan beberapa Kendaraan Tempur Infanteri Ratel mengarahkan senjata mereka ke arah perbatasan Angola. Dengan bantuan CIA, Bull mendapatkan kontrak untuk memasok pemerintah Afrika Selatan dengan 30.000 peluru artileri, laras artileri untuk Howitzer G-5. Bantuannya kemudian dianggap oleh beberapa orang penting dalam kemenangan akhir Afrika Selatan atas pasukan Angola dalam perang itu. (Sumber: https://www.facebook.com/)
Gerald Bull didakwa melanggar embargo senjata PBB dan menjalani hukuman enam bulan di penjara AS pada tahun 1980. (Sumber: https://www.vermontpublic.org/)

Bull yakin bahwa desain supergun-nya adalah jalan ke masa depan, dia kini hanya membutuhkan dana. Masalahnya adalah bahwa pada tahun 1970-an, seluruh dunia telah kehilangan minat pada supergundan sekarang sedang mencari solusi di tempat lain. Untuk mencari uang, Bull kemudian mulai menjual senjata dan terus mengembangkan supergun luar angkasanya sebagai proyek sampingan. Bull diketahui menawarkan konsep desain supergun-nya ke negara-negara seperti Taiwan, Chile, Iran dan China. Dia mendirikan perusahaan swasta – Space Research Corporation of Quebec – dan segera mulai menjual senjata kepada pemerintah Afrika Selatan. Di sini Bull bisa menciptakan meriam artileri GC-45, yang mampu menembak proyektil sejauh 25 mil (40 km) dengan bobot dua kali lebih besar dibanding dengan meriam-meriam negara barat lainnya. Dengan bantuan CIA, Bull mendapatkan kontrak untuk memasok pemerintah Afrika Selatan dengan 30.000 peluru artileri, laras artileri untuk Howitzer G-5. CIA memberikan kontrak ini kepada Bull, sehingga dia dapat membantu mengubah peruntungan perang sejak Kuba dan Soviet mendukung Pemerintah Komunis Angola. Bantuannya kemudian dianggap oleh beberapa orang penting dalam kemenangan akhir Afrika Selatan atas pasukan Angola dalam perang itu. Namun, setelah Presiden Carter menjabat pada tahun 1976, Bull ditangkap oleh PBB di Afrika Selatan karena melanggar embargo senjata PBB dan, sesuai dengan tuntutannya, menjalani hukuman enam bulan di penjara AS pada tahun 1980, tulis New York Times setelah kematiannya. Setelah dibebaskan, dia mulai menjual ke Afrika Selatan lagi, dan kali ini Bull didenda $55.000 untuk perdagangan senjata internasional. Karena muak dengan keterlibatan pemerintah Kanada dan AS dalam pekerjaannya, dia pindah ke Brussels, Belgia, dan mulai beroperasi melalui perusahaan Eropa. Bull tidak sulit untuk diajak bekerja sama, menurut Hall, tetapi dia tampaknya menjadi lebih buruk menjelang akhir kariernya – lebih otokratis. “Saya tidak berpikir bahwa dia adalah tipe-tipe sosok jenius gila,” tambah Hall. “Tapi dia perlahan-lahan mengasingkan dirinya dari dunia Barat.”

PROYEK BABYLON SADDAM

Pada tahun 1981, pemerintah Irak menghubungi Bull untuk merancang senjata artileri buat mereka gunakan dalam perang Irak-Iran. Pada saat itu, Saddam Hussein adalah penguasa Irak; dia menyukai Bull dan desainnya karena dinilai terbukti penting dalam upaya mereka. Tak lama setelah perang Iran-Irak dimulai, pemerintah Irak mengirim pesawat pribadi ke Jenewa untuk menerbangkan Bull ke Baghdad. “Dia sangat menarik bagi Hussein karena dia bisa membantunya mengatasi masalah artileri mereka,” kata Hall. “Pada saat itu, bekerja sama dengan Irak bukanlah keputusan yang aneh karena mereka bukan ancaman bagi negara-negara Barat. Hussein ingin menjadi pemimpin dunia Arab dan menunjukkan keberhasilannya dengan teknologi mereka. Bull sendiri meyakinkan Hussein bahwa, seperti Israel, Irak membutuhkan kemampuan untuk meluncurkan satelit ke orbit jika ingin menjadi kekuatan regional yang sesungguhnya. Hussein memang menginginkan semacam program luar angkasa, jadi ini akan menarik bagi Bull. Dia adalah ‘tangkapan besar’ bagi Hussein sebagai seorang ahli di bidangnya.” Selama kerjasamanya dengan pemerintah Irak dalam kurun waktu 10 tahun, Bull membantu Rezim Baghdad memiliki 300 pucuk meriam howitzer kaliber 155 mm yang menggetarkan, semuanya dari berbagai varian meriam GC-45. 200 pucuk meriam ini, yang diberi nama GH-N-45 dibuat di Austria, dikirimkan ke Irak via Yordania pada tahun 1985 untuk digunakan dalam perang Iran-Irak. 100 pucuk sisanya dibuat di Afrika Selatan dan dipasarkan sebagai meriam G-5. Meriam G-5 dapat menembakkan hulu ledak nuklir dan kimia dengan proyektil kaliber 155 mm standar NATO. Bull juga mendesain dua senjata artileri berpenggerak sendiri bagi Irak, yakni meriam berkaliber 210 mm yang diberi nama Al Fao, dan Majnoon yang berkaliber 155 mm. Al Fao yang berbobot 48 ton dapat menembakkan empat proyektil seberat 109 kg dalam waktu semenit dari larasnya sepanjang 11 meter hingga jarak 35 mil (56 km). Irak mengklaim bahwa Al Fao dan Majnoon dapat bergerak dengan kecepatan 72-88/jam di jalanan. Keberadaan Bull jelas meningkatkan kemampuan arsenal Irak. Yang lebih mengkhawatirkan untuk kawasan adalah kemampuan Bull untuk memodifikasi hulu ledak rudal, yang bisa meningkatkan jangkauan rudal Scud Irak. Akhirnya, pada tahun 1988, pemerintah Irak membayar Bull $25 juta untuk memulai Project Babylon – proyek spacegun pertama yang sesungguhnya – dengan syarat bahwa ia terus bekerja pada pembuatan senjata artileri mereka. Project Babylon memulai ‘kehidupannya’ sebagai tiga supergun; dua senjata berkaliber 1000mm Big Babylon, yang berukuran penuh dan prototipe senjata berkaliber 350mm yang disebut Baby Babylon. Laras Big Babylon yang berukuran penuh akan memiliki panjang 156m dengan diameter lubang satu meter. Secara total, beratnya akan mencapai 1.510 ton; terlalu besar untuk bisa diangkut, dan sebagai gantinya akan dipasang pada sudut 45 derajat di lereng bukit Jabal Hamrayn, 90 mil (144 km) dari Baghdad.

Saddam Hussein dari Irak tertarik dengan proyek Bull. Dia adalah ‘tangkapan besar’ bagi Hussein sebagai seorang ahli di bidangnya.” Selama kerjasamanya dengan pemerintah Irak dalam kurun waktu 10 tahun, Bull membantu Rezim Baghdad memiliki 300 pucuk meriam howitzer kaliber 155 mm yang menggetarkan. (Sumber: https://www.bbc.com/)
Howitzer Majnoon yang berkaliber 155 mm. (Sumber: https://www.secretprojects.co.uk/)
Howitzer Al-Fao berkaliber 210mm. (Sumber: https://www.reddit.com/)

Big Babylon jika terwujud akan mengalahkan semua desain supergun sebelumnya untuk ukurannya – termasuk senjata yang dibangun untuk penggunaan militer seperti meriam raksasa Jerman dari dua Perang Dunia dan desain spacegun yang lebih baru – meskipun kita hanya dapat memperkirakan detail lainnya, seperti kecepatan peluncuran. Dengan menggunakan sembilan ton propelan supergun khusus, Big Babylon secara teoritis akan mampu menembakkan proyektil seberat 600kg melintasi jarak 1.000 kilometer, sehingga menempatkan Kuwait dan Iran dalam jarak jangkauan yang cukup dekat dari dalam wilayah Irak. Atau, senjata itu juga dapat digunakan untuk meluncurkan proyektil seberat 2.000 kg yang dibantu roket yang membawa satelit seberat 200 kg. Untuk melakukan semua hal ini diperlukan peledak yang sangat besar. “Satu masalah teknis yang sangat besar dengan senjata sebesar ini adalah bagaimana Anda menyalakan peledak yang digunakan,” kata Hall. “Ini akan terbakar dengan cepat, tetapi dengan laras yang begitu panjang, Anda membutuhkan tenaga yang berkelanjutan. Ini berarti Anda perlu menyelesaikan beberapa perhitungan yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan jenis senjata artileri yang lebih kecil.” Namun dia yakin Bull bisa mengatasinya. “Kami tahu kira-kira seperti apa proyektilnya. Sesuatu yang mirip dengan peluru anti-tank, di mana proyektil ditempatkan dalam selubung ringan yang jatuh setelah keluar dari senjata. Di luar itu, kita tidak benar-benar tahu.” Seandainya Bull mampu memecahkan masalah ini, kemampuan Big Babylon akan membuat supergunini menjadi sarana yang sangat murah untuk meluncurkan satelit. Biayanya sekitar $ 1.727 per kilogram, menyesuaikan dengan nilai inflasi. Sebagai perbandingan, NASA memperkirakan bahwa dibutuhkan biaya $22.000 per kilogram untuk meluncurkan satelit modern ke orbit menggunakan roket konvensional. 

Bull, yang saat itu adalah ahli artileri terkemuka, memilih bekerja untuk Saddam Hussein dengan imbalan dana untuk pekerjaan proyek Big Babylon. Hussein ingin menjadi pemimpin dunia Arab dan menunjukkan keberhasilannya dengan teknologi mereka. Bull sendiri meyakinkan Hussein bahwa, seperti Israel, Irak membutuhkan kemampuan untuk meluncurkan satelit ke orbit jika ingin menjadi kekuatan regional yang sesungguhnya. (Sumber: https://www.bbc.com/)

Bull bukan satu-satunya yang melihat potensi supergun – eksperimen di tempat lain di sekitar waktu yang sama mendukung gagasan bahwa itu bisa berhasil. Pada akhir 1980-an, seorang ilmuwan di US Lawrence Livermore National Lab bernama John Hunter dengan latar belakang perancangan senjata magnetik mulai mengerjakan senjata bertenaga gas dengan dana beberapa juta dolar dan nama proyek Super Harp (atau Sharp), sebagai penghormatan terhadap usaha Bull sebelumnya. Meriam bubuk seperti mesiu yang digunakan di HARP dan meriam gas seperti Sharp keduanya bekerja dengan cara dasar yang sama – mengembangnya gas. Semakin ringan berat molekul gas, semakin cepat gas itu mengembang di udara. Bubuk mesiu memiliki berat molekul 22, sedikit lebih kecil dari berat molekul rata-rata gas di udara sekitar 28, tetapi bubuk mesiu yang dinyalakan sangat panas, jadi itulah sebabnya ia mengembang begitu cepat. Hidrogen yang digunakan dalam senjata gas, bagaimanapun, memiliki berat molekul dua sehingga mengembang sangat cepat di udara. “HARP akan menggunakan meriam bubuk untuk mendapatkan (proyektil) kecepatan sekitar 2 km / s, kemudian menggunakan roket untuk mencapai kecepatan 8 km / s yang diperlukan untuk menuju orbit,” kata Higgins. “Meriam gas (seperti Sharp) telah terbukti bisa mencapai kecepatan 6 km/detik.” Jadi proyektil sudah bergerak lebih dekat dengan kecepatan yang dibutuhkan untuk memasuki orbit. Manfaatnya adalah bahwa lebih sedikit ruang yang dibutuhkan untuk propelan untuk membawanya sepenuhnya ke orbit, memberikan lebih banyak ruang untuk satelit, bahan bakar atau material. Sharp mendemonstrasikan bahwa teknologi meriam gas dapat mencapai kecepatan lepas – dan Bull mengetahui juga karya Hunter – tetapi tidak ada bukti bahwa ia terinspirasi oleh teknologi ini.

Komparasi meriam Big Babylon diantara supergun lainnya. (Sumber: https://www.bbc.com/)

Bull tidak sepenuhnya buta terhadap implikasi Proyek Babylon, dan menurut beberapa sumber, dia memberi pengarahan kepada beberapa badan intelijen termasuk MI5 Inggris dan Mossad Israel tentang tujuan akhir proyek tersebut. Bull tidak mengabaikan kemungkinan bahwa Irak dapat menggunakan teknologi supergun-nya untuk menembakkan rudal, tetapi dia membenarkan tindakannya dengan menunjukkan bahwa itu akan menjadi senjata yang tidak praktis, kata Hall. Ukurannya berarti bahwa tidak mungkin untuk memindahkan senjata itu setelah dibangun; senjata itu hanya mengarah ke satu arah, lambat untuk ditembakkan, dapat dengan mudah ditemukan, membutuhkan sistem panduan terminal khusus yang dibuat di proyektil dan mudah dihancurkan jika ada yang menginginkannya. Semua orang akan tahu di mana meriam itu berada, dan semua orang akan segera tahu jika meriam itu telah ditembakkan dari getaran seismik yang ditimbulkannya. Kekuatan recoil dari senjata itu akan mencapai 27.000 ton – setara dengan ledakan nuklir – dan akan tercatat sebagai peristiwa seismik besar di seluruh dunia. “Senjata itu benar-benar rentan terhadap serangan udara,” kata Hall. “Anda tidak bisa memindahkannya.” Karena tidak dapat bergerak, ia mengalami kerentanan yang sama seperti meriam V-3 Jerman, yang dengan mudah dihancurkan oleh RAF pada tahun 1944. Efektifitas tempurnya diperkirakan tidak lebih baik dari supergun Jerman sebelumnya. Dengan ini, menurut pemikiran Bull Proyek Babylon bukanlah ancaman bagi Israel atau negara manapun. Tidak pernah benar-benar jelas apa tujuan penggunaan senjata ini oleh Saddam Hussein, karena Irak pada saat itu telah memperoleh rudal Scud yang lebih efektif dan praktis daripada supergun rancangan Bull. Namun, supergun itu akan menawarkan jangkauan yang lebih jauh daripada varian rudal Scud yang kemudian digunakan oleh Irak, dan proyektilnya akan lebih sulit dicegat. Disamping itu, tentu saja ketika seseorang membiarkan otaknya berpikir tentang apa yang kemudian dilakukan Hussein, sangat menggoda untuk menganggapnya sebagai ancaman militer.” Tentu saja, ada kemungkinan bahwa pemerintah Irak menginginkan senjata itu meskipun memiliki kelemahan. “Senjata itu dimaksudkan untuk melancarkan serangan jarak jauh dan juga untuk membutakan satelit mata-mata,” kata Jenderal Hussein Kamel al-Majeed, yang mengawasi program pengembangan senjata Irak, seperti dikutip setelah dia membelot ke Yordania untuk bekerja dengan PBB. “Para ilmuwan kami serius mengerjakannya. Itu dirancang untuk meledakkan peluru di ruang angkasa yang akan menyemprotkan bahan lengket pada satelit dan membutakannya.”

80 orang pelaut diperlukan untuk mengoperasikan Paris Gun. Karena tidak dapat bergerak, Big Babylon mengalami kerentanan yang sama seperti meriam V-3 Jerman, yang dengan mudah dihancurkan oleh RAF pada tahun 1944. Efektifitas tempurnya diperkirakan tidak lebih baik dari supergun Jerman sebelumnya. (Sumber: https://rtd.rt.com/)
Rudal Scud Irak. Tidak pernah benar-benar jelas apa tujuan penggunaan supergun oleh Saddam Hussein, karena Irak pada saat itu telah memperoleh rudal Scud yang lebih efektif dan praktis daripada supergun rancangan Bull. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Pada bulan Mei 1989, Baby Babylon, prototipe senjata sepanjang 45 meter, telah selesai dan dipasang di lereng bukit, dan tes pun dimulai. Senjata yang lebih kecil seharusnya dengan mudah mampu meluncurkan proyektil sejauh 750 km. Komponen untuk senjata Big Babylon diproduksi di Inggris Raya, Jerman, Prancis, Spanyol, Swiss, dan Italia, dengan berbagai penyamaran. Dalam hal ini, peti-peti pengiriman diberi label “bejana tekan petrokimia”. Tabung logam untuk laras, yang dipamerkan di Fort Nelson dan dudukan meriam dibeli dari perusahaan di Inggris Raya, termasuk Sheffield Forgemasters (yang dikenal karena memproduksi baja berkualitas tinggi) dari South Yorkshire, dan Walter Somers dari Halesowen. Komponen lain, seperti kamar peluru dan mekanisme rekoil, dipesan dari perusahaan di Jerman, Prancis, Spanyol, Swiss, dan Italia. Sebagian besar bagian laras untuk Big Babylon dikirim ke, dan dipasang di sebuah situs yang digali di lereng bukit, alih-alih digantung dengan kabel dari kerangka baja seperti yang direncanakan semula. Perhitungan telah menunjukkan bahwa kerangka untuk dukungan pada rancangan aslinya tidak akan cukup kaku. Meriam itu tidak pernah selesai. Kurang dari setahun kemudian, semuanya akan berakhir.

Lokasi Big Babylon di Jabal Hamrin MTS 34°30’N 44°30’E. (Sumber: https://nuke.fas.org/)
Display project Babylon di Pameran Internasional Baghdad tahun 1989. (Sumber: https://doomedengineers.wordpress.com/)
Laras Big Babylon di lereng bukit Jabal Hamrin. (Sumber: https://rtd.rt.com/)

Pada tanggal 22 Maret 1990 Bull ditembak tiga kali di punggung dan dua kali di kepala saat ia memasuki apartemennya di Brussels. Tidak ada yang menyaksikan pembunuhannya – pistolnya berperedam – dan pembunuhnya tidak pernah teridentifikasi. Pada bulan-bulan sebelum pembunuhannya, apartemen Bull dibobol beberapa kali. Jika dipikir-pikir, ini mungkin merupakan peringatan akan apa yang akan terjadi. The New York Times melaporkan bahwa ketika polisi tiba di tempat kejadian, mereka menemukan kunci yang masih ada di pintunya dan kopernya yang belum dibuka berisi uang tunai hampir $20.000. Tidak diketahui siapa yang membunuhnya. Badan intelijen Israel, Mossad, dikaitkan dengan pembunuhan Bull, bukan karena proyek supergun secara langsung, tetapi karena pekerjaan yang dia lakukan juga untuk meningkatkan teknologi rudal balistik Irak. Menurut jurnalis investigasi Gordon Thomas, pembunuhan Bull telah disetujui oleh Perdana Menteri Israel Yitzhak Shamir. Nahum Admoni mengirim tim beranggotakan tiga orang ke Brussel, tempat agen Mossad menembak Bull di depan pintunya. Dalam beberapa jam setelah pembunuhan itu, menurut Thomas, Mossad terlibat dalam menyebarkan cerita palsu ke media-media Eropa, yang menuduh bahwa Bull telah ditembak oleh agen dari Irak. Yang lain mengaitkan peristiwa ini dengan dinas intelijen AS, Inggris dan Afrika Selatan, serta Irak sendiri. Desas-desus muncul dengan mengatakan bahwa CIA ingin mencegah Bull membicarakan aktivitasnya di Afrika Selatan selama perang. Bagi Irak dan Iran, yang juga menjadi tersangka; Bull mungkin dicurigai oleh Hussein sebagai agen pemerintah Barat, dan bantuan Bull dalam perang Irak-Iran tahun 1980-an berarti kematian bagi ribuan tentara Iran. Setelah kematiannya, Proyek Babylon menjadi dingin. Dua minggu kemudian, bea cukai Inggris menyita komponen-komponen supergun yang meninggalkan pelabuhan Teesport. Irak kemudian menginvasi Kuwait tak lama setelah itu dan aksi itu mengakhiri keterlibatan negara-negara Barat dengan rezim Irak.

Gerald Bull, kanan, pada tahun 1965. Bull disinyalir dibunuh oleh dinas intelijen Israel, Mossad, pada tahun 1990. (Sumber: https://www.newsweek.com/)

PENINGGALAN KARYA BULL

Jadi, bisakah senjata super itu kembali? Beberapa orang telah mencobanya. Pada tahun 2009, Hunter dan dua rekan lainnya memulai usaha baru setelah proyek Sharp. Proyek ini disebut Quicklaunch, dan berharap untuk menggunakan senjata gas bertenaga hidrogen untuk menembakkan bahan bakar ke depot stasiun luar angkasa untuk digunakan dalam penerbangan luar angkasa berawak ke Bulan dan ke Mars. Peluncurnya dirancang dengan panjang 1.100 m dan mengapung di lautan hampir seluruhnya di bawah air dengan hanya larasnya selebar 3 m yang menonjol di atas ombak. Keuntungan dari desain ini dibandingkan semua desain berbasis darat sebelumnya adalah bahwa senjata dapat dipindahkan dan dimiringkan dengan mudah, memungkinkan lebih dari satu peluncuran sehari ke orbit yang berbeda. Hunter bahkan menyarankan, dalam Google Tech Talk dari tahun 2009, bahwa senjata itu bisa meluncurkan muatan setiap dua jam. Namun, proyek ini tidak pernah benar-benar berjalan karena “masalah internal”, menurut Hunter. “Sudah tidak berjalan lagi. Ada beberapa kekayaan intelektual di sana, tetapi para anggotanya telah berpisah.” Tampaknya juga tidak mungkin ada proyek supergun yang akan dimulai kembali mengingat peluncur roket Space X yang dapat digunakan kembali telah mendominasi berita utama. “Untuk saat ini, dengan pekerjaan yang dilakukan Elon Musk dengan Space X, tidak ada ruang untuk proyek seperti Quicklaunch,” kata Hunter. “Tapi saya senang sekali dengan Elon, saya benar-benar senang, karena ini akan menghilangkan ‘monyet’ dari punggung saya.” Seseorang dengan pengaruh finansial seperti Musk dapat mengeksplorasi supergun jika dia mau, Hunter menambahkan, tetapi mungkin bukan kepentingannya untuk melemahkan upayanya dengan teknologi roket. “Elon adalah pebisnis yang cerdas, dia mengerti bahwa jika dia mengejar metode yang kurang konvensional, dia akan kehilangan dukungan yang dia miliki,” katanya. “Dia akan mengguncang perahu terlalu banyak. Dia akan kehilangan basisnya. Akan menjadi kesalahan untuk mendukung ini bahkan jika ia tahu bahwa secara fisik itu memungkinkan.”

Roket SpaceX Falcon Heavy, membawa satelit komunikasi Arabsat 6A, lepas landas dari Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida pada tahun 2019. (Sumber: https://www.aljazeera.com/)
Foto model breech supergun Project Babylon Irak. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)
Beberapa universitas masih menggunakan meriam gas untuk teknik kedirgantaraan. (Sumber: https://www.bbc.com/)

Ada juga fakta bahwa Bull sengaja mengaburkan potensi senjata super buatannya karena pendukungnya yang kontroversial secara politis. “Ada stigma seputar supergun yang berarti mereka tidak mungkin dipertimbangkan bahkan jika mereka adalah teknologi yang lebih baik untuk meluncurkan satelit,” kata Hall. Hunter sendiri optimis tentang masa depannya. “Saya pikir kita akan melihat supergun lagi. Ada kemungkinan saya akan meneruskannya jika Elon menghentikan proyeknya, tetapi untuk saat ini kita membutuhkan terlalu banyak keajaiban untuk berhasil.” Namun, beberapa universitas dan fasilitas penelitian di seluruh dunia masih menggunakan teknologi seperti supergundalam skala yang lebih kecil untuk teknik kedirgantaraan. Hanya saja, bukan untuk meluncurkan satelit, tetapi untuk menguji dampak kecepatan tinggi dari puing-puing ruang angkasa pada lapisan pelindung satelit. Pada akhir perang Teluk PBB menyita dan menghancurkan prototipe Baby Babylon yang masih berfungsi. “Saya mengoperasikan senjata di laboratorium saya di McGill yang mencapai kecepatan 11 km/detik (hampir mencapai escape velocity),” kata Higgins. Dan bahkan ada rencana untuk merancang senjata yang mencapai kecepatan hingga 15 km/detik. Kecepatan yang luar biasa ini diperlukan untuk menguji apa yang terjadi ketika fragmen kecil puing-puing ruang angkasa menghantam lapisan luar satelit, sesuatu yang tidak mungkin dicapai tanpa senjata gas bertenaga tinggi ini. Jadi, meskipun tidak ada satelit yang diluncurkan dengan teknologi Bull, teknologi ini digunakan untuk melindungi satelit yang sudah ada di atas sana. Sementara itu, bagian yang tersisa dari supergun Bull sebagian besar disimpan di gudang, atau di pajangan museum. Pada akhir perang, PBB menyita dan menghancurkan satu prototipe Baby Babylon yang masih berfungsi dan komponen yang tersisa dari dua senjata Big Babylon, serta bukti desain Irak untuk supergun mereka sendiri. Namun, ada beberapa bagian yang selamat: yang disita oleh bea cukai Inggris. “Setelah tidak diperlukan sebagai bukti, pipa-pipa itu biasanya akan dijual atau dipotong-potong,” kata Hall. “Karena bea cukai tertarik dengan cerita ini, mereka mengatur agar beberapa pipa diberikan ke museum, dan MOD menyimpan beberapa.” Bagi mata orang awan, dua silinder raksasa di Royal Armoury itu tidak terlihat menarik – Anda bisa salah mengira itu adalah pipa minyak – tetapi potongan logam ini adalah beberapa fragmen terakhir yang tersisa dari warisan desain Gerald Bull: seorang pria yang mimpinya membidik sasaran yang tinggi, namun malah membawanya jatuh kembali ke Bumi.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

The tragic tale of Saddam Hussein’s ‘supergun’ By William Park; 18th March 2016

https://www.bbc.com/future/article/20160317-the-man-who-tried-to-make-a-supergun-for-saddam-hussein

Project Babylon Supergun/PC-2

https://nuke.fas.org/guide/iraq/other/supergun.htm

Project Babylon: Gerald Bull’s Downfall Written by Anthony Kendall; May 2006

Project Babylon: Man behind Saddam’s Supergun; 01 March 2021 20:04

https://rtd.rt.com/stories/man-behind-saddams-supergun/amp/

Saddam’s Secret Super Gun – Project Babylon by Nikola Budanovic

https://www.warhistoryonline.com/guns/saddams-secret-super-gun-babylon.html/amp?prebid_ab=enabled

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Gerald_Bull

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Project_Babylon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *