Sejarah Militer

Real Blitzkrieg: Pertempuran Sedan, Yang Membuka Keruntuhan Prancis

Jatuhnya Prancis adalah salah satu kampanye militer terpenting dalam Perang Dunia Kedua. Kemenangan total yang diraih Jerman dimungkinkan oleh dua serangan – satu melalui wilayah negara-negara rendah, yang lainnya melalui terobosan dramatis di sekitar Sedan, kota di mana Jerman pernah mengalahkan Prancis 70 tahun sebelumnya. Sedan terletak di tepi timur Meuse. Perebutannya akan memberi Jerman basis untuk mengambil jembatan-jembatan di sungai Meuse dan menyeberangi sungai. Divisi-divisi Jerman kemudian dapat maju melintasi pedesaan Prancis yang terbuka dan tidak dijagai menuju ke Selat Inggris.

Foto ikonik jatuhnya Prancis yang menunjukkan emosi dan kesedihan warga Prancis yang terjadi pada bulan Juni 1940. Kemenangan total ini diraih Jerman dengan melakukan penerobosan yang berani di daerah Sedan. (Sumber: https://www.asisbiz.com/)

MENEMBUS SEDAN

Serangan itu dimulai meskipun kekurangan dukungan artileri, zeni, atau lapis baja. Biasanya, ini akan menjadi resep datangnya bencana. Kelompok-kelompok prajurit infanteri Jerman berpakaian abu-abu menerjang derasnya tembakan musuh, membawa perahu-perahu serbu hingga ke tepi Sungai Meuse. Di seberang sungai, tentara Prancis meringkuk di bunker dan parit mereka saat pesawat Jerman menderu di atas kepala, mengebom dan menembaki, memberi perhatian khusus pada posisi artileri Prancis yang ada dalam jangkauan sungai. Para pilot Luftwaffe bertekad untuk membuat kepala orang-orang Prancis tertunduk dengan hujan bom dan peluru. Pasukan dari kedua belah pihak menembak dengan gencar untuk menyelesaikan misi masing-masing pada sore hari tanggal 13 Mei 1940. Pertempuran Sedan Kedua sedang berlangsung. Di sisi Jerman, Letnan Kolonel Hermann Balck mendesak anak buahnya untuk bergerak maju. Unitnya, Resimen Panzergrenadier ke-1 dari Divisi Panzer ke-1, ditugaskan untuk menyeberangi sungai dan membangun jembatan. Situasi yang berlangsung saat itu telah melawan unitnya. Sebelumnya pada hari itu, gerakan Jerman yang paling sedikit telah menarik tembakan artileri, membuat pasukan Jerman terjebak dalam lubang perlindungan dan kubu pertahanan yang digali dengan tergesa-gesa. Artileri mereka sendiri terperosok dalam kemacetan lalu lintas di belakang dan tidak bisa sampai di sana tepat waktu. Perahu-perahu untuk penyeberangan telah tiba, tetapi operatornya belum. Satu-satunya hal yang berjalan dengan baik adalah serangan udara Luftwaffe. Upaya para penerbang Jerman telah begitu sukses sehingga para penembak Prancis dilaporkan meninggalkan senjata mereka dan menolak untuk kembali.

Hermann Balck, komandan Resimen Panzergrenadier ke-1 dari Divisi Panzer ke-1, yang memimpin penyeberangan di Sungai Meuse, Mei 1940. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Di sinilah pelatihan dan kepemimpinan Balck yang cermat berperan. Dia telah melatih anak buahnya untuk mengoperasikan kapal-kapal itu sendiri, dengan perencanaan untuk menghadapi kejadian seperti itu. Sekarang dia tidak perlu menunggu. Berhentinya tembakan artileri Prancis berdampak langsung pada anak buahnya. Beberapa menit sebelumnya mereka berbaring di parit-parit yang berlubang, mencoba menghindari pusaran baja yang terbang beberapa inci di atas mereka. Sekarang mereka melompat dari tempat berlindung dan membawa perahu ke dalam air. Memerintahkan resimennya untuk menyeberangi Meuse, Balck naik ke atas perahu dan bersiap untuk mengiringi gelombang pertama. Pasukan Jerman berkerumun di dalam perahu karet yang rapuh; mereka berada di titik paling rentan tanpa ada yang bisa melindungi mereka dari tembakan musuh. Peluru-peluru berjatuhan seperti hujan es. Balck, yang selalu memimpin dari depan, membuat anak buahnya terkesan dengan kesediaannya untuk berbagi risiko pertempuran. Hal itu memungkinkannya untuk mendapatkan hasil maksimal dari mereka sekarang dan di masa depan. Namun, hari ini, penyeberangan berlangsung cepat karena lebar Sungai Meuse hanya beberapa ratus meter. Hanya butuh beberapa menit bagi Balck dan anak buahnya untuk berebut ke darat sementara perahu-perahu kembali untuk membawa gelombang kedua. Pasukan Panzergrenadier dengan cepat menyerang barisan pertama bunker yang paling dekat dengan tepi sungai. Dalam waktu singkat, mereka membuat sebuah perimeter kecil dan terus memperluasnya. Tak lama kemudian, Pertempuran Sedan Kedua akan menentukan nasib Prancis itu sendiri.

TEXTBOOK BLITZKRIEG

Legenda blitzkrieg tetap melekat pada Wehrmacht Jerman hingga hari ini. Istilah itu sendiri dibuat terkenal oleh pers Barat; sedang orang Jerman sendiri menyebut konsep tersebut sebagai bewegungskrieg, atau perang pergerakan, dan jarang menggunakan istilah blitzkrieg pada saat itu. Namun demikian, kata ini telah digunakan secara umum sejak saat itu dan tidak ada contoh yang lebih baik pengaplikasiannya daripada Pertempuran Sedan Kedua pada tahun 1940. Itu adalah titik kritis dalam invasi Nazi ke Eropa Barat; jika Jerman memilih tertahan di sini, hal itu dapat membuat seluruh upaya mereka menemui jalan buntu. Di sisi lain keberhasilan akan berarti kemenangan dan balas dendam atas kebencian mereka terhadap Prancis, yang memberlakukan persyaratan yang keras pada akhir Perang Dunia I. Baik Prancis maupun Inggris memasuki perang hanya beberapa hari setelah Reich Ketiga menyerang Polandia pada tanggal 1 September 1939. Perang sejak saat itu ditandai dengan kurangnya pertempuran di Barat. Para pakar Inggris menjulukinya sebagai “Sitzkrieg” karena tidak adanya pertempuran. Seorang senator Amerika menyebutnya sebagai “Perang Palsu”. Tempo rendah ini adalah apa yang dibutuhkan Nazi; karena mereka tidak siap untuk bertempur di dua front, dan pertahanan mereka di barat diawaki oleh pasukan kelas dua yang tidak kuat. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu yang berharga ini, melainkan mulai merencanakan kampanye mereka untuk menyingkirkan Prancis dari perang. Jika mereka beruntung, hal ini akan membuat Inggris terpaksa bernegosiasi, sehingga Jerman dapat menguasai daratan Eropa.

Pasukan Jerman dari Divisi Panzer ke-4 terlibat dalam pertempuran jalanan di Warsawa, Polandia, 9 September 1939. Baik Prancis maupun Inggris memasuki perang hanya beberapa hari setelah Reich Ketiga menyerang Polandia pada tanggal 1 September 1939. (Sumber: https://www.reddit.com/)
Tentara Prancis bermain kartu di Maginot Line selama Phoney War (Perang Palsu) tahun 1939. (Sumber: https://www.reddit.com/)

Rencana Jerman adalah gagasan dari Jenderal Erich von Manstein. Dia tidak senang dengan rencana yang ada, yang dia khawatirkan tidak akan bisa mencapai kemenangan cepat dan menentukan yang dibutuhkan Jerman. Ia meminta satu grup tentara untuk berdemonstrasi di depan Garis Maginot untuk menjaga agar pasukan yang mendudukinya tetap berada di tempat. Sementara itu kelompok kedua akan bergerak maju melalui wilayah Ardennes dan Belgia selatan, bertindak sebagai titik poros untuk upaya utama, yakni serangan oleh kelompok ketiga yang akan menyapu Belanda dan Belgia utara untuk mengusir Sekutu kembali hingga pelabuhan-pelabuhan di Selat bisa direbut. Bagi Manstein, ini adalah pengulangan rencana yang tidak imajinatif dari Rencana Schlieffen pada Perang Dunia I, yang pada akhirnya berakhir dengan perang parit selama empat tahun yang menemui jalan buntu. Sebaliknya, Manstein menyusun sebuah rencana yang dapat menjebak Sekutu menjauh dari jalur komunikasi mereka dan mengakhiri perang dengan cepat. Rencananya juga melibatkan tiga Grup tentara. Grup Angkatan Darat C akan tetap menyerang Garis Maginot untuk menjaga agar pasukan yang mengawalnya tetap fokus dan tidak melakukan aksi yang sebenarnya. Grup Angkatan Darat B akan menyerang Belgia dan Belanda dengan menggunakan sejumlah besar pasukan lintas udara dan divisi lapis baja yang cukup untuk membuatnya terlihat seperti serangan utama terjadi di sana. Hal ini diharapkan dapat menarik pasukan utama Sekutu ke utara Belgia. Pada kenyataannya, inilah yang diharapkan oleh Prancis. Sementara itu, Grup Angkatan Darat A, dengan sebagian besar tank dan unit mekanis, akan menjadi kekuatan utama. Pasukan ini akan menyerang melalui Hutan Ardennes, yang dianggap tidak dapat dilewati oleh pasukan berat. Setelah melewatinya, mereka akan dengan cepat menyeberangi Sungai Meuse dan menyerang pantai Selat Inggris. Hal ini akan memotong pasukan Sekutu di Belgia dan menempatkan mereka dalam posisi untuk dimusnahkan jika mereka tidak mau menyerah.

Jenderal Erich von Manstein yang tidak senang dengan rencana invasi ke Prancis yang sudah ada. (Sumber: https://www.tracesofwar.nl/)
Rencana penaklukan Prancis berdasarkan Rencana Schlieffen. Rencana ini sudah diprediksi oleh pihak sekutu, sehingga rawan gagal. (Sumber: https://de.wikipedia.org/)

Grup Angkatan Darat A akan mengirimkan unit-unit terbaiknya melalui Ardennes terlebih dahulu dengan harapan mereka akan segera mencapai Sungai Meuse, menyeberanginya di antara Sedan dan Namur. Ini termasuk divisi panser yang didukung oleh unit infanteri bermotor dari Heer (Angkatan Darat) dan Waffen SS. Jika mereka dapat menyeberangi sungai dengan cepat, itu akan memungkinkan Jerman untuk berada di belakang garis Prancis dan melakukan serangan ke pantai. Itu sulit tetapi bukan tidak mungkin. Prancis sendiri yakin medan di Ardennes tidak dapat dilintasi tank. Marsekal Philippe Pétain menggambarkan mereka sebagai “tak tertembus”. Maurice Gamelin menggambarkan fitur geografisnya sebagai “hambatan tank terbaik Eropa”. Jalan-jalan di Ardennes sangat sempit, dan hanya sedikit yang membentang dari timur ke barat. Memindahkan begitu banyak divisi melalui daerah itu dengan cepat akan membutuhkan penggunaan kedua jalur setiap jalan untuk lalu lintas ke arah barat. Lebih buruk lagi, unit-unit itu harus meninggalkan aturan jarak yang biasa digunakan; mereka harus berdempetan, sehingga rentan terhadap serangan udara. Untuk mengimbangi risiko ini, Luftwaffe akan mengerahkan sebagian besar kekuatan tempurnya di area tersebut untuk memukul mundur serangan udara Sekutu. Demikian pula, sejumlah besar senjata antipesawat akan menyertai pasukan Jerman yang maju. Di antara sub-unit Grup A Angkatan Darat adalah Korps Panzer ke-XIX, yang dikomandani oleh Jenderal Heinz Guderian, ahli teori bewegungskrieg Jerman. Agresif dan percaya diri, ia adalah pilihan yang tepat untuk operasi yang begitu berani. Di bawah komandonya terdapat Divisi Panzer ke-1, ke-2, dan ke-10 beserta Resimen Infanteri Grossdeutschland yang menyertainya, unit elit Angkatan Darat yang nantinya akan dikembangkan menjadi kekuatan divisi. Setiap divisi Jerman juga memiliki unit infanteri dan artileri bermotor. Meskipun Grup Angkatan Darat B dialokasikan 808 tank, lebih dari 1⁄4 dari total tank Jerman, mereka sebagian besar adalah tank ringan seperti PzKpfw. I dan PzKpfw. II. Tank-tank yang lebih berat diserahkan kepada Grup Angkatan Darat A karena memerlukan persenjaataan terbaik untuk melakukan operasi kritikal di Sedan. Grup Angkatan Darat A berisi 1.753 tank jenis yang lebih berat. Bukti foto dari kampanye tersebut menunjukkan bahwa divisi-divisi lapis baja dilengkapi dengan tank PzKpfw. III dan IV, tank terbaik yang dimiliki Wehrmacht pada saat itu, meskipun tidak tersedia dalam jumlah yang banyak. Sementara pasukan gabungan Prancis dan Inggris memiliki lebih dari 4.000 tank, Angkatan Darat Jerman hanya dapat menempatkan sekitar 2.800 tank di medan perang. PzKpfw. III yang menyumbang sebagian besar pasukan tank Jerman pada tahun 1940, hanya dipersenjatai dengan meriam kaliber 50mm dan senapan mesin, yang secara teori peluangnya kecil untuk bisa melawan tank medium Sekutu. Namun secara keseluruhan Jerman menerapkan taktik yang lebih dinamis.

Jalur Ardennes yang sempit diperkirakan oleh para komandan Prancis sebagai rintangan yang sukar dilalui oleh tentara manapun. (Sumber: https://www.quora.com/)
PzKpfw. II. Lebih dari 1⁄4 dari total tank Jerman, mereka sebagian besar adalah tank ringan seperti PzKpfw. I dan PzKpfw. II. (Sumber: https://wall.alphacoders.com/)
Tank medium PzKpfw. III. Tank-tank PzKpfw. III dan IV, tank terbaik yang dimiliki Wehrmacht pada saat itu, meskipun tidak tersedia dalam jumlah yang banyak. (Sumber: https://www.goodfon.ru/)

Di pihak Sekutu, para perencana Prancis yakin bahwa serangan utama Jerman akan datang melalui Belanda dan Belgia, karena mereka percaya bahwa pasukan yang besar tidak dapat dengan cepat bergerak melalui Ardennes. Rencana D Sekutu dibuat untuk menghadapi situasi ini. Rencana ini akan mengirim tiga pasukan Prancis dan seluruh Pasukan Ekspedisi Inggris ke utara ke Belgia untuk menghadapi serangan Jerman di sepanjang Sungai Dyle. Angkatan Udara Kerajaan Inggris dan Angkatan Udara Prancis akan memprioritaskan upaya mereka di sektor ini, meninggalkan Ardennes dan Sedan yang dipertahankan oleh unit-unit Prancis kelas dua dan beberapa kavaleri Belgia. Di sebelah selatan, Garis Maginot akan menghentikan serangan dari arah Jerman sendiri. Meskipun Jerman telah dikenal dengan tank mereka, selama Pertempuran Prancis mereka sebenarnya memiliki lebih sedikit tank daripada Sekutu. Selain itu, tank-tank Prancis dipersenjatai lebih berat dan berlapis baja lebih tebal daripada tank-tank Wehrmacht. Namun, beberapa faktor meniadakan keunggulan ini. Taktik Prancis menyebarkan sebagian besar tank mereka di antara divisi-divisi mereka dalam peran pendukung infanteri. Jerman memusatkan panzer mereka untuk melakukan serangan yang menentukan di mana diperlukan dan mengeksploitasi terobosan. Awak tank Jerman biasanya lebih terlatih, dan kendaraan mereka semua dilengkapi dengan radio dua arah, yang memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dan berkoordinasi selama pertempuran. Hanya sedikit tank Prancis yang memiliki radio sama sekali, sehingga banyak dari mereka yang menggunakan bendera sinyal dan metode lain, yang mengalihkan perhatian para komandan tank untuk mengendalikan kru mereka. Prancis juga sangat kekurangan senjata antipesawat; sebagian besar yang mereka miliki sudah usang. Dalam hal pesawat, Jerman lebih dominan dalam hal jumlah dan kualitas. Pesawat Junker Ju-87 Stuka Jerman dapat berperan sebagai artileri dengan kemampuan pengeboman tukik yang akurat.

Tank ringan Renault R-35 Prancis. Hanya sedikit tank Prancis yang memiliki radio sama sekali, sehingga banyak dari mereka yang menggunakan bendera sinyal dan metode lain, yang mengalihkan perhatian para komandan tank untuk mengendalikan kru mereka. (Sumber: https://www.super-hobby.it/)
Ilustrasi tentara Prancis mengawaki senapan mesin. Tentara Prancis relatif memiliki moral tempur dan dipimpin dengan buruk jika dibandingkan tentara Jerman pada tahun 1940. (Sumber: https://kards.fandom.com/)

Mungkin perbedaan terburuk adalah di bidang moral. Jerman sangat ingin menyeimbangkan timbangan perang terakhir dan mendapatkan kembali kebanggaan yang hilang. Para perwira mereka dilatih untuk memimpin dari depan dan berbagi kesulitan. Para tamtama Prancis di Sedan sering kali ditempatkan di kandang kuda di samping kuda-kuda. Mereka diperintahkan untuk mengenakan helm, masker gas, dan sabuk peluru saat bertugas. Namun, para perwira mereka akan mengabaikan perintah ini dan berjalan-jalan tanpa beban, sehingga menimbulkan perasaan tidak puas. Pemerintah Prancis juga menghadapi ketidakstabilan politik dan bahkan sabotase di pabrik-pabrik yang membuat bahan perang oleh kelompok komunis bawah tanah. Meskipun banyak orang Jerman yang kurang antusias terhadap perang dan penjatahan yang diakibatkannya, mereka memiliki keyakinan terhadap kemampuan militer mereka, yang didukung oleh kesuksesan kampanye baru-baru ini di Polandia dan Norwegia. Angkatan Darat ke-2 Prancis adalah pasukan yang bertanggung jawab untuk mempertahankan Sedan. Dipimpin oleh Jenderal Charles Huntziger, pasukan ini mendapatkan ketenaran pada Pertempuran Verdun di Perang Dunia I. Korps ke-X Angkatan Darat-terdiri dari Divisi Infanteri ke-55 dan Divisi Afrika Utara ke-3, yang kemudian diperkuat oleh Divisi Infanteri ke-71-merupakan unit utama yang terlibat dalam Pertempuran Sedan Kedua. Divisi ke-2 Legeres de Cavalerie (2DLC), atau divisi kavaleri ringan, adalah elemen pengintai dan filter untuk Angkatan Darat ke-2. Sementara itu, Prancis sebelum perang menyimpulkan bahwa, paling banter, serangan Jerman melalui Ardennes menuju Sedan tidak akan mencapai Meuse selama dua minggu setelah dimulainya serangan Jerman, dan akan memakan waktu antara lima dan sembilan hari untuk menembus Ardennes saja. Penilaian Prancis ini kurang kredibel mengingat latihan militer yang dilakukan pada tahun 1938. Tahun itu, Jenderal André-Gaston Prételat mengambil alih komando manuver yang menciptakan skenario di mana Angkatan Darat Jerman melancarkan serangan dengan tujuh divisi, termasuk empat divisi infanteri bermotor dan dua brigade tank (jenis dari tiga Divisi yang tersisa masih tidak jelas). Pertahanan pihak “Prancis” ternyata runtuh. “Hasilnya adalah kekalahan yang sifatnya begitu komprehensif sehingga kebijaksanaan penerbitannya dipertanyakan agar moral tentara Prancis tidak rusak.” Hingga bulan Maret 1940, laporan pihak Prancis kepada Jenderal Gamelin menyebut pertahanan di Sedan, yang terakhir “dibentengi” posisi di Meuse, dan yang terakhir sebelum daerah terbuka Prancis, sebagai “sama sekali tidak memadai.” Prételat telah dengan tepat mengidentifikasi lanskap sebagai medan yang relatif mudah untuk dilintasi kendaraan lapis baja. Paling-paling, dia menyimpulkan, Jerman membutuhkan waktu 60 jam untuk mencapai Meuse dan satu hari untuk menyeberanginya. Perkiraan ini terbukti berselisih hanya dalam waktu tiga jam; Jerman nantinya bisa mencapai penyeberangan Meuse hanya dalam waktu 57 jam.

PERTAHANAN PRANCIS DI SEDAN

Pertahanan Prancis di Sedan terbukti lemah dan terabaikan. Prancis telah lama percaya bahwa Angkatan Darat Jerman tidak akan menyerang melalui sektor Sedan sebagai bagian dari upaya terkonsentrasi mereka, dan hanya Divisi Infanteri ke-55 Prancis pimpinan Brigadir Jenderal Henri Lafontaine, divisi kategori B, yang ditempatkan di sektor ini. Garis Maginot berakhir 20 kilometer (12 mil) di sebelah timur Sedan di La Ferté, di mana Benteng No. 505 berada di posisi paling barat. Sedan adalah bagian dari Garis Maginot yang diperpanjang yang membentang ke utara di belakang sungai Meuse. Di antara Sedan dan La Ferté terdapat celah Stenay, yang merupakan bentangan medan tak terlindungi yang tidak dilindungi oleh pertahanan Prancis atau rintangan alam. Ini adalah alasan mengapa sejumlah besar jenderal Prancis bersikeras untuk memperkuat sektor ini, sementara mengabaikan Sedan. Ketika Prancis membangun benteng lebih lanjut, pesawat pesawat pengintai Luftwaffe menangkap aktivitas tersebut dan melaporkannya. Lereng curam di tepi Meuse, ditambah dengan apa yang tampak dalam pengintaian fotografi sebagai penghalang bunker dan garis pertahanan yang tangguh, menyebabkan Kolonel Jenderal Gerd von Rundstedt, panglima tertinggi Angkatan Darat Grup A, mempertanyakan kebijaksanaan Guderian dalam memilih Sedan sebagai titik upaya maksimum serangan Jerman. Untuk mengidentifikasi seberapa kuat benteng-benteng ini, sebuah tim ahli fotografi dipanggil untuk mengevaluasi foto-foto tersebut. Analisis mereka menyimpulkan bahwa apa yang tampak sebagai posisi benteng yang kuat hanyalah lokasi konstruksi bunker setengah jadi yang, untuk semua maksud dan tujuan, adalah pertahanan kosong. Kontribusi para ahli tersebut mengubah rencana serangan Sedan menjadi menguntungkan Guderian.

Tentara Prancis mengawaki meriam kaliber 75mm antik era Perang Dunia I dari posisi tersamar. Persediaan amunisi mereka sangat sedikit sehingga penembak Prancis dibatasi hingga 30 peluru per hari. Dengan Angkatan Udara Prancis berkonsentrasi di utara, kekuatan udara Jerman membungkam banyak meriam Prancis. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Diagram pertahanan Maginot Line yang menjadi andalan Prancis. (Sumber: https://pixels.com/)

Di sisi lain, Jenderal Huntziger dari Prancis dengan senang hati mengandalkan “beton” untuk memastikan keamanan Sedan karena ia menolak gagasan bahwa Jerman akan menyerang melalui Ardennes. Angkatan Darat Kedua Prancis membangun 52.000 meter kubik (1.800.000 kaki kubik) benteng beton di sepanjang garis depan, tetapi sangat sedikit di sektor Sedan. Hanya 42 bunker yang melindungi jembatan Sedan saat pecahnya perang pada bulan September 1939 dan 61 bunker lainnya telah dibangun pada tanggal 10 Mei. Namun, pada tanggal 10 Mei, sebagian besar bunker itu tidak lengkap, tidak memiliki penutup pintu gudang senjata untuk bunker senjata artileri. Beberapa bunker tidak memiliki pintu belakang, sehingga rentan terhadap infiltrasi oleh pasukan infanteri. Di sebelah utara Sedan, di tikungan utara Meuse, kota Glaire menghadap ke titik-titik penyeberangan di sungai, yang merupakan tempat di mana pasukan lapis baja Jerman akan memberikan pukulan terberatnya. Ada jarak 2 kilometer (1,2 mil) antara Bunker 305 di Glaire dan Bunker 211 di sebelah jembatan Pont Neuf. Hal ini memungkinkan penyerang yang datang dari utara untuk menggunakan rute jalan yang bagus melalui poros Fleigneux-Saint-Menges-Glaire untuk memasuki Sedan dari utara. Pertahanan di Sedan juga tidak memiliki ranjau. Angkatan Darat Kedua Prancis menjagai garis depan sepanjang 70 kilometer (43 mil), dan hanya diberi 16.000 ranjau. Dari jumlah itu, 7.000 diberikan kepada divisi kavaleri yang dimaksudkan untuk menunda gerak maju Jerman melalui Belgia selatan serta titik-titik benteng di sepanjang perbatasan Prancis-Belgia. Sisanya, 2.000 untuk pertahanan sungai Meuse. Dari jumlah tersebut, Divisi Infanteri ke-55 mendapat 422. Tidak semua dari jumlah ranjau tersebut dipasang, dan beberapa penghalang dipindahkan selama pembangunan bunker di sektor Sedan.

PASUKAN YANG SALING BERHADAPAN

Pasukan Jerman terdiri dari Divisi Panzer ke-1, ke-2 dan ke-10. Divisi Panzer ke-1 di bawah komando Jenderal-Mayor (Mayor Jenderal) Friedrich Kirchner, memiliki kekuatan 52 Panzer II, 98 Panzer III, 58 Panzer IV, 40 Panzer 35(t) dan delapan Sd.Kfz. 265 Panzerbefehlswagen. Divisi Panzer ke-2, di bawah komando Generalleutnant (Letjen) Rudolf Veiel, mengerahkan 45 Panzer I, 115 Panzer II, 59 Panzer III dan 32 Panzer IV. Mereka juga memiliki 16 Sd.Kfz. 265. Divisi Panzer ke-10, di bawah komando Generalleutnant Ferdinand Schaal, memiliki 44 Panzer I, 113 Panzer II, 58 Panzer III, 32 Panzer IV dan 18 Sd.Kfz. 265. Secara total, Guderian dapat mengumpulkan 60.000 orang, 22.000 kendaraan, 771 tank, dan 141 senjata artileri. Dia juga bisa memanggil 1.470 pesawat. Masalah Guderian adalah kurangnya artileri bergerak. Dia tidak berniat menghentikan pendobrakan untuk menunggu unit artileri tambahan dipindahkan ke tempatnya untuk menyerang Sedan. Sebaliknya, Guderian meminta dukungan maksimal dari Luftwaffe. Selama beberapa hari pertama angkatan udara Jerman akan digunakan terutama untuk mendukung Grup Angkatan Darat B. Sebagian besar dukungan udara atas Sedan akan disediakan oleh Luftflotte 3 (Armada Udara 3). Awalnya, hanya unit udara dalam jumlah terbatas yang akan digunakan, tetapi beban kerja Luftwaffe meningkat pesat menjelang waktu pertempuran. Luftwaffe akan mengerahkan I. Fliegerkorps (Korps Udara 1 di bawah pimpinan Ulrich Grauert), II. Fliegerkorps (di bawah pimpinan Bruno Loerzer), V. Fliegerkorps (di bawah pimpinan Robert Ritter von Greim), dan VIII. Fliegerkorps (di bawah pimpinan Wolfram Freiherr von Richthofen). Unit-unit ini berasal dari Luftflotte 2 dan Jagdfliegerführer 3 (Fighter Leader 3). Unit yang paling signifikan adalah VIII. Fliegerkorps, dijuluki Nahkampf-Fliegerkorps (Close Support Air Corps), yang terdiri dari Sturzkampfgeschwader 77 (Dive bomber Wing 77), unit pengebom tukik kuat yang dilengkapi dengan pesawat serang darat Junker Ju 87 Stuka. Konsentrasi udara yang kuat ini berjumlah sekitar 1.470 pesawat; 600 pembom menengah Heinkel He 111 dan Junker Ju 88 dan pembom ringan Dornier Do 17, 250 Ju 87, 500 Messerschmitt Bf 109s dan 120 Messerschmitt Bf 110.

Pembom tukik Junker Ju 87 Stuka andalan dukungan udara jarak dekat Jerman. (Sumber: https://www.italeri.com/)
Pengebom Dornier Do 17. Konsentrasi udara kuat Jerman untuk menghadapi Prancis berjumlah sekitar 1.470 pesawat; 600 pembom menengah Heinkel He 111 dan Junker Ju 88 dan pembom ringan Dornier Do 17, 250 Ju 87, 500 Messerschmitt Bf 109s dan 120 Messerschmitt Bf 110. (Sumber: https://www.super-hobby.be/)

Menghadapi kekuatan Jerman di sektor Longwy, Sedan, dan Namur, di mana Ardennes dan Meuse bertemu, pasukan Prancis mengerahkan Angkatan Darat Kesembilan dan Angkatan Darat Kedua, yang sebagian besar terdiri dari divisi-divisi yang berkualitas buruk. Bala bantuan sangat minim, dan unit-unit itu dilengkapi dengan senjata yang sudah usang. Sumber daya yang dimiliki oleh Divisi Infanteri ke-55 dan kemudian ke-71, yang akan menanggung beban serangan, sangat lemah. Mereka hampir tidak memiliki perwira reguler dan mereka belum pernah mengalami kondisi perang dengan melakukan kontak dengan musuh. Divisi Infanteri ke-55 yang menjaga Sedan hanya memiliki sedikit waktu untuk latihan tempur, karena waktunya dihabiskan untuk pekerjaan konstruksi. Divisi ini sebagian besar terdiri dari para prajurit cadangan, yang sebagian besar berusia di atas 30 tahun. Hanya sedikit upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas tempur divisi yang buruk. Seorang perwira, Letnan Satu Delas dari Batalion ke-1 Resimen Infanteri Benteng ke-147 diketahui ditangkap dan dikurung selama 15 hari karena memerintahkan latihan menembak dengan senapan antitank kaliber 25 mm di tambang terdekat. Komandan divisi, Jenderal Lafontaine, lebih percaya pada benteng daripada latihan, karena ia percaya hal itu akan mengimbangi kelemahan divisi. Pasukan divisi juga tidak memiliki kepercayaan diri dan kemauan untuk bertempur saat pertempuran berlangsung. Organisasi Divisi Infanteri ke-55 Prancis sangat kacau. Sebagian besar unit telah terlibat dalam pekerjaan konstruksi dan terus-menerus dipindahkan ke posisi taktis yang berbeda. Dari sembilan kompi yang berada di posisi pada tanggal 10 Mei, hanya beberapa yang telah memegang posisi mereka, dimana masing-masing bahkan hanya selama beberapa hari dan tidak terbiasa dengan posisi tersebut. Salah satu resimen infanteri utama, Resimen Infanteri ke-213, dikeluarkan dari barisan dan digantikan dengan Resimen ke-331.

Tentara Prancis di Sedan tahun 1940. Menghadapi kekuatan Jerman di sektor Longwy, Sedan, dan Namur, di mana Ardennes dan Meuse bertemu, pasukan Prancis mengerahkan Angkatan Darat Kesembilan dan Angkatan Darat Kedua, yang sebagian besar terdiri dari divisi-divisi yang berkualitas buruk. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Dalam beberapa kasus, resimen infanteri terdiri dari beberapa kompi yang berbeda dari beberapa batalyon yang berbeda dari resimen yang berbeda. Sebagai contoh, Kompi ke-6, Batalyon ke-2,  Resimen Infanteri ke-295 terdiri dari empat kompi berbeda yang diambil dari tiga batalyon berbeda yang berasal dari tiga resimen yang berbeda. Hal ini merusak kohesi unit-unit yang pada awalnya kuat. Resimen Benteng ke-147 adalah tulang punggung Divisi Infanteri ke-55 dan akan menempati posisi bunker di Meuse. Pada awal mobilisasi, unit ini memiliki semangat yang tinggi dan kekompakan yang sangat baik. Namun, karena perubahan organisasi yang terus-menerus, batalion-batalion unit ini “terpecah-pecah lagi dan lagi.”  Untuk meringankan Divisi Infanteri ke-55, Divisi Infanteri ke-71 Prancis diperintahkan untuk keluar dari unit cadangan dan masuk ke garis depan. Kehadiran Infanteri ke-71 memperpendek garis depan dari 20 hingga 14 kilometer (12,4 hingga 8,7 mil) di sepanjang Meuse. Hal ini akan meningkatkan kepadatan kekuatan tempur di daerah sekitar, tetapi langkah tersebut baru selesai sebagian pada tanggal 10 Mei, karena dijadwalkan baru selesai pada 13-14 Mei, tiga hari setelah serangan Jerman. Sementara itu meskipun kedua divisi memiliki 174 senjata artileri, lebih banyak daripada pasukan Jerman yang melawan mereka, mereka harus membagi kekuatan itu di antara mereka. Kedua divisi kekurangan senjata anti-tank dan anti-pesawat, sebuah kekurangan yang kritis.

10 MEI 1940

Pertempuran untuk menaklukkan Prancis dimulai pada pagi hari tanggal 10 Mei 1940. Pada pukul 5:30 pagi, Korps Panzer ke-XIX Guderian menyeberangi perbatasan ke Luksemburg. Pada pukul 10 pagi, unit-unit terdepan Jerman telah menyeberangi perbatasan berikutnya ke Belgia. Di sebelah utara, Grup Angkatan Darat B melakukan demonstrasi yang meyakinkan dengan menggunakan tank dan pasukan lintas udara, termasuk perebutan benteng Eben Emael yang spektakuler dengan menggunakan tim penerjun payung pilihan. Upaya-upaya ini menyebabkan Sekutu percaya bahwa serangan utama memang datang dari utara dan mengirim pasukan mereka untuk melawannya. Sementara itu, kekuatan utama yang sebenarnya sedang bergerak melalui Hutan Ardennes yang lebat, memenuhi jalan-jalan dengan kendaraan sementara pesawat-pesawat tempur Luftwaffe di atas kepala melesat ke depan untuk menghalau pesawat-pesawat pengintai dan penyerang musuh. Bagian wilayah Belgia di Ardennes dipertahankan oleh pasukan kecil Chasseurs Ardennais, pasukan infanteri yang diperkuat dengan sejumlah kecil tank, beberapa di antaranya dilengkapi dengan senjata antitank kaliber 47mm. Pasukan ini terlalu kecil untuk mempertahankan seluruh wilayah, sehingga tugas mereka adalah menunda pergerakan musuh, menghancurkan jalur komunikasi, dan kemudian mundur untuk bergabung dengan pasukan utama Belgia di sebelah utara. Karena pasukan mereka tidak memiliki sumber daya untuk mempertahankan wilayah tersebut, diharapkan Angkatan Darat Prancis akan mengambil alih tanggung jawab atas Ardennes. Untuk itu, Chasseurs menyiapkan penghancuran dan menciptakan sejumlah rintangan di jalur yang dilalui pasukan Jerman, tetapi mereka harus meninggalkannya sebelum pasukan Prancis tiba untuk memanfaatkannya. Hal ini memudahkan Jerman untuk membersihkan rintangan karena mereka tidak dilindungi oleh tembakan. Di kota Martelange, dua kompi Chasseurs tidak mendapat perintah untuk mundur dan mempertahankan posisi mereka, menembaki pasukan Nazi yang maju dari Divisi Panzer ke-1. Mereka mampu menunda gerak maju Jerman selama beberapa jam. Ini adalah satu-satunya perlawanan nyata yang dihadapi pasukan Guderian dari tentara Belgia pada tanggal 10 Mei.

Pembom-pembom tukik Stuka Jerman menyerang posisi-posisi pertahan Prancis pada serangan pembuka. (Sumber: https://cdn.britannica.com/)
Jenderal Charles Huntziger, yang mengomandani pertahanan Prancis di Area Sedan. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Ketika Jenderal Huntziger mengetahui invasi Jerman pada pagi hari tanggal 10 Mei, ia segera mengirim 2 DLC ke Ardennes. Pasukan garis depan divisi ini bertemu dengan elemen-elemen terdepan Divisi Panzer ke-10 pada pagi hari di dekat kota Habay-La-Neuve. Itu adalah pertempuran pertemuan, yang berarti kedua unit bergerak maju dan pada dasarnya bertemu satu sama lain. Pasukan kavaleri Prancis dengan cepat kewalahan menghadapi panzer Jerman dan mundur pada malam itu dengan banyak korban, menuju Sungai Semois di dekatnya, hanya 10-15 mil (16-24 km) dari Sedan. Keesokan harinya selama Pertempuran Sedan, pasukan Jerman bergerak dari daerah Martelange dan bertemu dengan unit kavaleri Prancis lainnya, DLC 5, di sekitar Neufchateau, Belgia. Unit ini juga dihadapi dengan keras oleh Jerman dan dipaksa mundur. Jenderal Huntziger lalu mengizinkan mereka untuk mundur ke Sungai Semois bersama dengan 2 DLC, tetapi memerintahkan mereka untuk mempertahankan garis sungai, apa pun resikonya. Untuk memperkuat pasukan kavaleri, ia mengirim satu batalion infanteri dari Divisi ke-55, yang sedang membuat pertahanan di Sedan. Pada malam itu, mereka semua berada di tepi barat sungai. Pergerakan ini terbukti memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan dan membawa bencana bagi Prancis di front Sedan. Unit di sebelah utara 5 DLC adalah Brigade Spahi ke-3, bagian dari Angkatan Darat ke-9 Prancis. Biasanya, kedua unit ini akan berkoordinasi satu sama lain untuk memastikan tidak ada celah di garis sepanjang batas pasukan. Pada tanggal 11 Mei, hal ini tidak terjadi dengan baik, dan ketika komandan Spahi mengetahui mundurnya 5 DLC, ia memerintahkan unitnya sendiri untuk mundur ke belakang Sungai Meuse, beberapa mil lebih jauh ke arah barat. Pada titik ini, pasukan Spahi bahkan belum bertemu dengan tentara Jerman yang sedang bergerak maju. Akibatnya, sisi kiri pasukan kavaleri Prancis kini terbuka dan tidak dijagai. 

Unit lapis baja Jerman menepi dari penghalang jalan menuju ke salah satu landasan kereta api di sekitar Ardennes. (Sumber: https://www.quora.com/)
Pasukan lapis baja Jerman menembus kawasan hutan Ardennes. (Sumber: https://www.quora.com/)

Pada sore hari tanggal 11 Mei, batalion pengintai sepeda motor Divisi Panzer ke-1 menemukan sisi kiri yang terbuka dan melaporkannya. Pada malam hari, pasukan Jerman sudah berada di seberang Sungai Semois di Mouzaive, sekitar 10 mil (16 km) sebelah utara Sedan. Di atas sana, kesalahan perhitungan Prancis lainnya memperburuk situasi. Komando tinggi Prancis, yang yakin serangan utama akan datang dari utara, memerintahkan Angkatan Udara untuk memusatkan kekuatannya di garis depan. Meski begitu, penerbangan pengintaian Prancis mengungkapkan pergerakan besar Jerman yang datang melalui Ardennes. Jenderal Angkatan Udara Francois d’Astier memperhatikan laporan ini dan meneruskannya ke komando tertinggi, termasuk referensi tentang pasukan mekanis dan lapis baja yang besar yang disertai dengan peralatan jembatan. Dia melaporkan apa yang tampak sebagai gerakan besar menuju Sungai Meuse, tetapi komando tertinggi tetap pada penilaiannya tentang serangan utama yang datang dari utara. Komandan Korps ke-X Prancis, Jenderal Pierre-Paul-Charles Grandsard, kemudian mengatakan bahwa ia tidak pernah menerima laporan apa pun dari angkatan udara. Hal ini membuatnya tidak siap dengan apa yang akan terjadi.

PRANCIS MUNDUR

Pada tanggal 12 Mei, pasukan Jerman melanjutkan gerakan mereka dengan Divisi Panzer ke-1 yang memperkuat jembatan di atas Semois di Mouzaive dan menyeberang ke Bouillon di dekatnya. Pada tengah hari, para pasukan zeni Jerman sedang membangun jembatan di atas sungai ketika peluru artileri Prancis mendarat di sekitar mereka. Di atas kepala, pesawat-pesawat tempur Prancis menjatuhkan bom dalam upaya untuk menunda gerakan musuh. Beberapa mil ke selatan, Divisi Panzer ke-10 berhasil menyeberangi Semois di antara kota Herbuemont dan Cugnon. Divisi Panzer ke-2 tertunda karena harus melawan beberapa unit musuh yang muncul di utara dan tidak bisa menyeberang. Namun, dua dari tiga divisi Korps Panzer ke-XIX berhasil menyeberangi Semois dan maju menuju Sedan. Saat malam tiba di medan perang, kedua divisi terdepan tiba di Sungai Meuse; dimana lawan-lawan Prancis mereka mundur ke tepi seberang tanpa melakukan perlawanan atau bahkan melakukan aksi penundaan. Sekarang Pertempuran Sedan yang sesungguhnya akan dimulai. Pasukan Jerman dan Prancis saling menatap satu sama lain dari seberang Sungai Meuse. Di belakang pasukan Jerman, serangkaian konvoi melalui Hutan Ardennes, berusaha keras untuk maju dan bergabung dengan serangan. Konvoi-konvoi ini berisi sebagian besar peralatan artileri dan zeni mereka. Prancis percaya bahwa ini berarti Jerman tidak akan mencoba menyeberang sampai peralatan-peralatan tersebut dapat dibawa ke depan, memberi mereka waktu untuk mempersiapkan diri lebih lanjut. Mereka juga percaya bahwa Angkatan Udara Prancis akan menerbangkan misi serangan keesokan harinya untuk mematahkan serangan ini. Untuk memperkuat pertahanan, komando tinggi Prancis mengerahkan Korps ke-XXI, yang terdiri dari satu divisi lapis baja dan satu divisi bermotor. Mereka mulai bergerak menuju Sedan pada tanggal 11 Mei. Jenderal Grandsard juga menempatkan divisi infanteri lainnya, divisi ke-71, di antara divisi ke-55 dan ke-3 Afrika Utara untuk memperkuat front Sedan. Divisi ke-55 telah kehilangan batalion yang dikirim ke depan untuk membantu pasukan kavaleri dan mendistribusikan kembali pasukannya. 

Jenderal Guderian selama kampanye militer di Barat (Mei 1940) dengan kendaran lapis baja yang dilengkapi radionya Sd.Kfz. 251/3 dengan mesin kode Enigma. https://www.warhistoryonline.com/)

Kedua divisi infanteri itu kekurangan senjata antitank dan antipesawat, tetapi Divisi ke-55 memiliki dua kali lipat alokasi senjata artileri normalnya. Sejumlah unit artileri tingkat korps juga diperbantukan ke Divisi ke-55, sehingga ia memiliki 140 senjata di bawah kendalinya. Pada tanggal 12 Mei, Guderian bertemu dengan atasannya, Jenderal Ewald von Kleist, yang memerintahkan Guderian untuk menyeberangi sungai keesokan harinya. Guderian mengkhawatirkan Divisi Panzer ke-2 yang masih belum tiba. Kleist bersikeras untuk mempertahankan serangan dan percaya bahwa elemen kejutan dapat dicapai dengan serangan cepat. Guderian setuju dan membuat rencana tergesa-gesa berdasarkan rencana yang ia kembangkan dalam latihan pada bulan Februari sebelumnya. Divisi Panzer ke-1 akan melakukan upaya utama. Divisi ini akan menyeberangi Sungai Meuse di sebelah utara Sedan, merebut dataran tinggi La Marfee yang menghadap ke kota. Untuk memastikan keberhasilan, divisi ini akan diperkuat oleh Resimen Grossdeutschland, satu batalion zeni tempur, dan seluruh pasukan artileri dari tiga divisi di Korps ke-XIX. Divisi Panzer ke-10 akan menyeberangi sungai di selatan Sedan dan melindungi sisi kiri korps, sementara Divisi Panzer ke-2 akan melakukan hal yang sama di sisi kanan korps di kota Donchery, sebelah barat Sedan. Setelah menyeberang, korps ini akan siap untuk menyerang ke barat menuju pantai, memotong tentara Sekutu di bagian utara dan mencapai tujuan operasional pasukan Jerman.

PELUANG MELINTASI SEINE

Sepintas, langkah Jerman selanjutnya tampak tidak masuk akal. Meuse memiliki lebar 60 yard (55 meter) dan tampaknya tidak dapat dilalui. Di tepi jauh ada dua garis pertahanan Prancis yang menampilkan parit, kawat berduri, kotak bunker beton, senjata anti-tank, dan senapan mesin. Tapi seperti yang disadari oleh orang-orang Jerman yang bermata tajam, pertahanan itu tidak lengkap, dan kedua garis itu terlalu berdekatan untuk berguna melawan taktik Jerman yang modern. Serangan menyeberangi sungai memang mengintimidasi tetapi jauh dari mustahil. Persiapan serangan kemudian dimulai pada tanggal 13 Mei, ketika setiap unit Jerman berjuang untuk mendapatkan posisi yang tepat untuk serangan di sore hari. Jaringan jalan yang terbatas masih membatasi kecepatan mereka, dan dari seberang Meuse, artileri Prancis menembaki target apa pun yang bisa ditemukan oleh para pengamat. Seorang jenderal Prancis kemudian menulis, “Sungguh sebuah kesempatan bagi unit artileri untuk melakukan pukulan mematikan, untuk mempraktikkan ‘konsentrasi bergantian’ yang merupakan puncak kesempatan penerapan dari instruksi umum setebal 500 halaman tentang panduan tembakan artileri!” Sayangnya bagi Prancis, senjata mereka dibatasi hanya untuk menembakkan 30 peluru per hari, sehingga mengurangi jumlah tembakan yang bisa mereka lepaskan ke arah pasukan Jerman di seberang sungai. Para penembak harus membatasi tembakan mereka, karena merasa perlu menghemat amunisi untuk pertempuran selanjutnya. Jenderal Grandsard dan stafnya masih berasumsi bahwa musuh akan membutuhkan waktu seminggu sebelum mereka siap untuk menyeberang. Sementara itu artileri Jerman masih berusaha untuk masuk ke posisi mereka sampai tanggal 13 Mei, berjuang dengan semua pasukan pendukung lainnya untuk masuk ke posisi mereka. Sebaliknya, pasukan Jerman menggunakan keunggulan mereka dalam kekuatan udara untuk melancarkan serangan besar-besaran. Luftwaffe menggunakan kombinasi pesawat pembom horizontal dan pesawat pembom tukik Stuka untuk menjatuhkan rentetan serangan dari udara, yang mengejutkan tentara Prancis dengan intensitasnya. Hal ini memberi Letnan Kolonel Balck waktu yang ia butuhkan untuk membawa pasukan panzernya menyeberangi Meuse.

Pasukan Jerman menyeberangi Sungai Meuse saat berada di bawah tembakan artileri Prancis selama Pertempuran Sedan tahun 1940. (Sumber: https://www.reddit.com/)
Pasukan dari Divisi Panzer ke-1 mengawal tahanan Prancis melintasi jembatan ponton di atas Sungai Meuse pada 14 Mei. Meskipun beberapa pasukan Prancis menunjukkan kegigihan bahkan setelah pertahanan mereka dilanggar, banyak yang menyerah secara massal. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Tentara Jerman melewati perbentengan Garis Maginot dan menyerang Prancis melalui pertahanan di Hutan Ardennes yang jarang. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Sebuah pesawat pembom tukik Junker Ju-87 Stuka melengking di atas target di posisi tentara Prancis. Pengeboman itu memang tidak terlalu akurat, tetapi itu menyebabkan teror di antara tentara Prancis amatir, yang memilih untuk tiarap daripada berdiri di belakang senjata mereka. Pesawat-pesawat pengebom tukik itu kemudian membungkam artileri Prancis dan mematahkan beberapa serangan balik Prancis. Pesawat ini juga memberi tahu komandan Divisi ke-55 Prancis, Jenderal Pierre Lafontaine, bahwa serangan musuh utama akan segera datang. Dia lalu memberi isyarat kepada komandan korps, Jenderal Gransard. Sebagai tanggapan, Gransard memerintahkan cadangan korpsnya, yang terdiri dari sepasang batalyon tank dan dua resimen infanteri, untuk maju agar dapat melakukan serangan balik terhadap serangan Jerman yang berkembang. Namun, Prancis masih bereaksi terlalu lambat. Butuh waktu hingga senja bagi unit-unit cadangan untuk mulai bergerak, dan saat itu sudah terlambat. Dengan artileri Prancis yang tersingkir dari pertempuran, pasukan Jerman menggerakkan tank dan senjata antipesawat yang mereka miliki untuk menempatkan pertahanan sungai Prancis di bawah tembakan langsung. Pada pukul 4 sore, kapal-kapal berisi pasukan infanteri mulai menyeberangi sungai, dengan Balck di antara mereka yang berada di kapal terdepan. Meskipun memoarnya menyebutkan kurangnya dukungan artileri, sumber-sumber lain menunjukkan rentetan pendek dan tajam yang dilancarkan oleh senjata-senjata Jerman untuk menekan pasukan Prancis segera sebelum operasi penyeberangan dimulai. Apa pun itu, pasukan infanteri Jerman mulai menyeberang. Meskipun ada serangan artileri dan udara, tembakan gencar menyambut mereka, menyebabkan banyak korban untuk beberapa gelombang pertama; satu perkiraan menempatkan korban tewas dan terluka mencapai setengah dari jumlah pasukan infanteri yang dibawa Balck. Namun demikian, mereka terus maju dan merebut sebuah pijakan. Upaya mereka membuahkan hasil; mereka mampu melumpuhkan cukup banyak bunker Prancis sehingga gelombang berikutnya bisa menyeberang tanpa cedera. Para pasukan zeni juga maju dan mulai membangun jembatan ponton pada pukul 18.30. Saat matahari terbenam, ketinggian di tepi selatan sudah berada di tangan Jerman. Divisi Panzer ke-10 mengalami masa-masa yang lebih sulit tetapi masih berhasil menciptakan pijakan kecilnya sendiri. Dibutuhkan beberapa korban akibat dari beberapa senjata Prancis yang belum dihancurkan oleh Luftwaffe. Beberapa bunker Prancis dibersihkan oleh unit perintis serangan dengan menggunakan peledak. Pasukan Prancis yang bertahan melakukan perlawanan sengit, tetapi saat malam tiba, Jerman berhasil menguasai Wadelincourt. Divisi Panzer ke-2, di sisi kanan Korps Panzer ke-XIX, pada awalnya digagalkan dalam upayanya menyeberangi Meuse. Unit itu melakukan upaya lain dan pada pukul 8 malam telah menciptakan sebuah pijakam kecil juga. Sekarang ada tiga pasukan Jerman yang terpisah di seberang sungai dengan sisa korps Guderian berusaha keras untuk memperluas pijakan. Guderian sendiri segera menyeberang secepat mungkin; berada di garis depan memberinya gambaran terbaik tentang apa yang sedang terjadi. Memperkirakan adanya serangan udara, ia memerintahkan brigade flak korps untuk maju ke depan.

KEGIGIHAN BALCK

Awalnya, Guderian diperintahkan untuk mempertahankan posisinya, mengkonsolidasikan kemenangannya, dan menyingkirkan ancaman musuh yang tersisa di sisi-sisi Jerman. “Saya tidak mau dan tidak bisa menerima perintah ini, karena itu berarti kehilangan kejutan dan semua kesuksesan awal kami,” katanya kemudian. Dia lalu berhasil memperjuangkan kelanjutan serangan selama 24 jam untuk “memperlebar pijakan.” Kembali ke wilayah Divisi Panzer ke-1, Hermann Balck memutuskan untuk melanjutkan serangan meskipun hari telah gelap. Pasukannya kelelahan karena pengerahan tenaga sebelumnya, tetapi sekali lagi kepemimpinan Balck memacu mereka untuk melakukan upaya lebih lanjut, seperti yang akan dia bicarakan dalam wawancara pascaperang. “Di Sedan, para pemimpin tempur saya mengatakan kepada saya bahwa mereka sudah kelelahan – bahwa mereka tidak bisa maju lagi, dan saya berkata, ‘Baiklah. Siapa pun yang ingin tinggal di sini, silakan tinggal di sini. Saya akan memimpin serangan ke desa berikutnya,’ dan tentu saja, seluruh resimen bangkit dan mengikuti saya.” Tekad Balck membuahkan hasil; malam itu, unit tersebut maju tanpa perlawanan sejauh enam mil (9,6 km) ke kota Chemery. Hal ini berdampak pada Divisi Panzer ke-2 yang berdekatan di Donchery. Unit-unit Prancis yang bertahan di sana menjadi khawatir karena diapit oleh pasukan Balck dan memilih mundur. Hal ini memungkinkan Divisi Panzer ke-2 untuk merebut tempat tinggi di Croix-Piot pada pukul 10 malam. Pada penghujung hari, pasukan Guderian telah merebut pijakan selebar tiga mil (hampir lima kilometer) dan kedalaman empat hingga enam mil (enam hingga sembilan kilometer). Pijakan Jerman terus bertambah dalam, dan para pasukan zeni berhasil menyelesaikan jembatan ponton mereka dalam semalam, sehingga memungkinkan kendaraan lapis baja menyeberangi Meuse. Efek kumulatif dari keberhasilan Jerman ini adalah hancurnya Divisi ke-55 Prancis. Banyak anggota divisi yang merupakan pasukan cadangan yang lebih tua dengan pelatihan yang tidak memadai, tidak siap untuk menghadapi kecepatan gerak maju tentara Jerman seperti halnya para pemimpin mereka. Pasukan cadangan Prancis, yang akhirnya mulai bergerak pada malam hari, bertemu dengan pasukan yang melarikan diri dari Divisi ke-55, sehingga menunda pergerakan mereka lebih jauh. Dalam upaya membendung gelombang serangan Jerman, Jenderal Grandsard membagi pasukan cadangan itu menjadi dua kelompok dan menginstruksikan mereka untuk melakukan serangan balik ke pijakan Divisi Panzer ke-1 Jerman pada pukul 4:30 pagi tanggal 14 Mei.

Pasukan Jerman yang terlatih dan disiplin menyerbu jalan tanah di Prancis dengan kendaraan lapis baja pendukung di dekatnya. Pasukan Jerman jauh lebih terlatih dan diperlengkapi dengan baik daripada musuh Prancis mereka pada tahun 1940. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Tank Prancis “Char B1” dari batalion ke-37 dengan nama panggilan “Bearn II“, setelah dihancurkan oleh awaknya sendiri pada tanggal 16 Mei 1940, di Beaumont, Belgia. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Setiap kelompok Prancis terdiri dari resimen infanteri dan batalion tank. Kelompok pertama, Resimen Infanteri ke-213 dan Batalyon Tank ke-7, akan menyerang Chemery. Kelompok kedua, Resimen Infanteri ke-205 dan Batalyon Tank ke-4, akan bergerak melalui Bulson sedikit ke arah tenggara. Jika berhasil, serangan balik ini akan membuat resimen Balck berada dalam posisi yang buruk, kelelahan, dan berada di ujung pergerakannya. Karena kebingungan pertempuran dan kemacetan di jalan, kemenangan Prancis seperti itu sulit dilakukan. Tidak ada pasukan yang dapat menyerang tepat waktu; kelompok pertama berhasil maju pada pukul 7 pagi pada 14 Mei. Pada saat itu, tentara Jerman telah berhasil membawa senjata antitank menyeberangi Sungai Meuse bersama dengan beberapa tank Divisi Panzer ke-1. Letnan Kolonel Balck masih merasa bahwa saat itu adalah saat yang kritis ketika resimennya berada dalam bahaya. Pada saat itu, ia yakin brigade lapis baja Prancis yang didukung oleh pesawat terbang sedang menyerang unitnya. Pertempuran berlangsung selama dua jam dengan pasukan Prancis sudah setengah jalan menuju Chemery sebelum pasukan tank Jerman menghantam sisi kiri mereka. Balck menilai pasukan Prancis kurang terlatih namun berani. Tak lama kemudian, bangkai-bangkai dari 50 tank Prancis berserakan di medan perang. Jelas terlihat bahwa keunggulan tentara Nazi dalam komunikasi radio sangat menentukan, yang memungkinkan mereka untuk menyerang kekuatan Prancis secara efektif. Tank-tank Prancis terlalu lambat dan tidak terkoordinasi dengan baik. Di atas kepala, pesawat-pesawat yang mendukung mereka adalah model yang lebih tua, yang terbukti rentan terhadap tembakan antipesawat. Pada pukul 9 pagi, serangan itu berakhir, pasukan Prancis mundur dengan kacau. Kelompok kedua Prancis tidak pernah berhasil meluncurkan serangannya sama sekali.

Pasukan dibawah komando Jenderal Heniz Guderian maju dengan cepat melintasi Prancis di sisi selatan serangan Jerman. Guderian dianggap oleh banyak sejarawan sebagai bapak perang blitzkrieg. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Meriam anti tank PaK 36 beraksi di tahun 1940. Meriam ini diketahui tidak efektif melawan tank berat Prancis. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Kegagalan serangan balik Prancis juga berdampak buruk pada Divisi ke-71. Komandannya, Jenderal Joseph Baudet, merasa sisi kiri dan pos komandonya terekspos dan memerintahkan mereka untuk mundur. Ketika divisi lainnya melihat hal ini terjadi, mereka pun mundur meskipun tidak ada perintah. Sekarang dua divisi Prancis telah berantakan. Pijakan penghubung pasukan Jerman menjadi lebih aman dari jam ke jam. Lebih banyak tank Jerman menyeberangi jembatan ponton tunggal, dan lebih banyak lagi yang berbaris menunggu giliran untuk menyeberangi Meuse. Barisan kendaraan memang merupakan target yang menggoda. Pada sore hari tanggal 14 Mei, semua pesawat pengebom Sekutu yang tersedia dikirim untuk menghantam jembatan. Mereka terbang tepat ke arah tembakan brigade flak Korps Panzer ke-XIX dan skuadron pesawat tempur Luftwaffe. Banyak pesawat yang hilang, dan hanya sedikit kerusakan yang terjadi. Akhirnya, unit Prancis lainnya, Korps ke-XXI, maju untuk melakukan serangan balasan. Terdiri dari Divisi Lapis Baja ke-3 dan Divisi Bermotor ke-3, pasukan ini diperintahkan untuk menyerang pada pukul 4 sore tanggal 14 Mei dari selatan pijakan dan mendesak ke arah Chemery untuk memaksa pasukan Jerman kembali menyeberangi Sungai Meuse. Pada saat yang sama, Guderian memerintahkan Divisi Panzer ke-1 dan 2 untuk melanjutkan gerakan mereka, keluar dari pijakan. Divisi Panzer ke-10 saat itu masih mengalami kesulitan untuk membawa semua tanknya menyeberangi sungai dan belum siap untuk bergerak. Dua divisi yang sudah siap akan menyerang ke arah barat menyeberangi terusan Ardennes, sementara pijakan itu akan dilindungi oleh pasukan infanteri Resimen Grossdeutschland.

Sedan, Prancis Utara, 16 Mei 1940. Pada awal invasi ke Prancis, tujuh divisi Panzer dalam tiga Korps dikirim melalui hutan Ardennes, untuk menyeberangi Sungai Meuse. Memimpin barisan paling selatan adalah Korps Panzer ke-XIX Jenderal Heinz Guderian, yang terdiri dari divisi Panzer ke-1, ke-2, dan ke-10. Dalam tiga hari mereka telah mencapai dan menyeberangi Meuse di Sedan, memperluas ujung pijakan mereka dan setelah jeda singkat unit panzer ‘Der Schnelle Heinz‘ atau ‘Fast Heinz‘ melaju ke barat laut ke Selat Channel. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Serangan balik Prancis yang terkonsentrasi bisa saja merusak rencana Jerman. Meski serangan mereka dipelopori oleh pasukan tank, namun di belakang tank-tank Jerman hampir tidak ada apa-apa, hanya ada barisan panjang infanteri Jerman yang sangat lelah, berdebu, berusaha mengejar ketinggalan dengan tank saat mereka berlari ke depan. Fakta yang mengejutkan adalah sebagian besar Angkatan Darat Jerman sangat bergantung pada transportasi yang ditarik kuda yang menciptakan celah berbahaya antara pasukan penyerang dan pasukan pendukung. Jenis angkutan kuda ini paling rentan terhadap serangan udara dan darat Sekutu. Jerman juga membiarkan diri mereka terbuka lebar untuk melakukan serangan balik di sepanjang sayap mereka yang tidak terlindungi. Namun, anehnya, serangan Korps ke-XXI dibatalkan dan pasukan lapis baja itu malah tersebar di garis depan sepanjang 12 mil (19 km), menghancurkan kemampuannya untuk secara efektif melawan serangan Jerman yang terfokus. Komando tinggi Prancis segera membatalkan perintahnya dan memerintahkan korps-nya untuk berkumpul kembali dan melakukan serangan balik sesegera mungkin pada tanggal 15 Mei. Komandan Korps ke-XXI mengeluarkan perintah baru untuk serangan itu, tetapi tidak sampai pukul 11:30 pagi pada tanggal 15 Mei. Alih-alih serangan lapis baja, serangan itu adalah serangan infanteri dengan dukungan tank. Tank-tank itu sudah tersebar, dan butuh waktu untuk mengumpulkannya kembali. Serangan harus ditunda dua kali; satu kali hingga pukul 15.00 dan sekali lagi hingga pukul 17.30. Akhirnya, serangan itu dibatalkan sama sekali. Itu adalah kesempatan terakhir Prancis untuk menyerang pijakan Jerman. Pada tanggal 15 Mei, ketika Prancis terperosok dalam kebingungan, Resimen Grossdeutschland menyerang untuk merebut dataran tinggi di sekitar Stonne, di sebelah selatan pijakan. Mereka melawan pasukan gabungan tank dan infanteri Prancis. Tentara Jerman hanya memiliki beberapa senjata antitank untuk mendukung para prajurit infanteri mereka, tetapi setelah pertempuran yang sulit, pasukan Prancis terdesak mundur. Hal ini mengamankan sisi selatan Korps Panzer ke-XIX Jerman. Korps lainnya sekarang maju ke barat. Divisi Panzer ke-1 merebut Bouvellemont pada malam hari tanggal 15 Mei. Sekali lagi, pasukan panser Balck memimpin meskipun mereka kelelahan. Sementara itu, Divisi Panzer ke-2 mengalahkan Divisi ke-53 Prancis beberapa mil ke arah utara. Itu adalah babak terakhir dari Pertempuran Sedan. Pada akhir tanggal 16 Mei, pasukan Guderian telah 55 mil (88 kilometer) melewati Sedan dan masih terus bergerak. Kini tidak ada penghalang yang tersisa antara pasukan panzer Jerman dan pantai Prancis. 

KEJATUHAN PRANCIS BISA DIPASTIKAN

Pertempuran Sedan Kedua adalah peristiwa penting dalam kejatuhan Prancis. Jerman telah siap untuk melaksanakan perang jenis baru mereka; dan mereka telah berlatih secara ekstensif untuk hal itu. Militer mereka dalam banyak hal dirancang untuk kampanye singkat dan tajam. Militer Prancis sebaliknya mengalami masalah dalam hal moral dan lebih dirancang untuk menghadapi jenis perang seperti Perang Dunia I daripada menerima konsep-konsep baru. Para pemimpin militer Prancis belum mempertimbangkan untuk menggunakan divisi lapis baja mereka secara massal. Dengan menyebarkan pasukan lapis baja mereka di sepanjang garis depan yang membentang dari perbatasan Swiss ke Selat Inggris, mereka bertempur seperti yang ‘diinginkan’ Jerman. Hal ini memungkinkan tentara Jerman yang agresif untuk mengendalikan tempo pertempuran sejak awal. Rahasia dari kemenangan Jerman adalah penerapan yang terampil dari dua prinsip perang terbesar, yakni kejutan dan konsentrasi. Ketika Prancis tidak dapat bereaksi dengan cepat dan tepat, hasilnya adalah empat tahun pendudukan Nazi yang brutal, yang berakhir hanya setelah melalui upaya gabungan pasukan Sekutu.

Panzerkampfwagen 38(t) rampasan dari Cekoslovakia yang digunakan pasukan lapis baja Jerman saat melindas Prancis. (Sumber: https://www.wallpaperflare.com/)
Jenderal Hermann Balck, komandan senior Jerman selama invasi ke Prancis dan Negara-negara Dataran Rendah, menerima ucapan selamat dari Hitler atas kemenangannya yang menakjubkan. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

How the Second Battle of Sedan Led to the Fall of France By Christopher Miskimon

How the Second Battle of Sedan Led to the Fall of France

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Sedan_(1940)

Breakthrough at Sedan: May 1940 by MARK CARUTHERSSEP 4, 2022 4:49 PM EDT

https://owlcation.com/humanities/Breakthrough-Sedan-1940

The German Breakthrough at Sedan, May 1940 by Andrew Knighton

https://www.warhistoryonline.com/instant-articles/german-breakthrough-at-sedan.html/amp?prebid_ab=enabled

Exit mobile version