Sejarah Militer

Robert James Miller dan Aksi Kepahlawanan di “Lembah Kematian”

Unit patroli penaksiran kerusakan yang terdiri dari delapan operator Pasukan Khusus (Baret Hijau) dan sekitar 15 tentara Tentara Nasional Afghanistan (ANA) hendak melakukan pencarian terhadap posisi perbentengan musuh yang baru saja dihancurkan ketika kesuraman subuh yang tenang dipecahkan oleh seruan “perang” yang datang dari sosok bayangan seorang pemberontak yang hanya berjarak 20 kaki (6 meter), yang tiba-tiba melangkah keluar dari balik sebuah batu besar. Seolah-olah diberi aba-aba, lereng gunung di depan dan di kedua sisi patroli meletus dengan tembakan AK-47, senapan mesin menengah PKM, dan tembakan granat berpeluncur roket (RPG), membuat orang-orang itu jatuh ke tanah. Pemimpin misi, Mayor Robert Cusick, yang berada di dekat bagian belakang patroli, kemudian berkata, “Rasanya seperti berdiri di tengah kembang api pada tanggal Empat Juli.” Saat hujan tembakan musuh menghujani unitnya, Sersan Staf. Robert J. Miller, dalam posisi terdepat, menembak dan membunuh pemberontak dengan semburan senapan otomatis regunya (SAW). Berteriak agar rekan-rekannya mundur, Miller mulai menembakkan tembakan perlindungan. Kemudian, Miller melakukan sesuatu yang mengejutkan teman dan musuh – dia maju menyerang. Sekitar 40 pemberontak ditempatkan tepat di atas dan di sekelilingnya. Kekuatan lain, yang kemudian diperkirakan berisi setidaknya 140 – mungkin hingga sebanyak 200 pemberontak – bertahan dengan kukuh lebih jauh ke atas lereng. Miller mengabaikan kekuatan lawan-lawannya. Untuk mengulur waktu sehingga rekan-rekannya bisa mundur dari zona pembunuhan, dia nekad melakukan perlawanan ke arah musuh. Sersan Staf Angkatan Darat Robert J. Miller, baru berusia 24 tahun ketika dia menyelamatkan nyawa hampir dua lusin anggota pasukan koalisi yang ditembaki selama baku tembak tahun 2008 yang intens di Afghanistan itu. Dia mengorbankan hidupnya sendiri untuk mereka, dan tekad serta keberanian itu membuatnya mendapatkan Medali Medal Of Honor.

Atas aksi keberanian dan pengorbanannya selama penugasan di Afghanistan, Sersan Staf Angkatan Darat Robert J. Miller mendapatkan Medali Medal Of Honor. (Sumber: https://www.army.mil/)

LATAR BELAKANG

Miller yang berusia dua puluh empat tahun saat itu, lahir pada tanggal 14 Oktober 1983, di Harrisburg, Pa., sebagai anak kedua dari delapan bersaudara yang lahir dari pasangan Maureen dan Philip Miller. Bahkan sebelum dia mencapai ulang tahunnya yang pertama, Robert muda masih kecil sudah sangat aktif. Dia mulai berjalan pada usia tujuh bulan dan pada satu waktu segera bisa membuat ibunya teralihkan perhatiannya, menyeret kursi-kursi sehingga dia bisa naik ke atas meja. Ketika dia berusia lima tahun, keluarganya pindah ke pinggiran barat Chicago di Wheaton, Illinois, tempat dia dibesarkan. Ia kemudian masuk TK di Emerson Elementary School, dan sekolah menengah di St. Michael School. Miller aktif di kepramukaam dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sekolah dan olahraga di musim panas, termasuk bisbol, bola basket, trek, senam, dan band. Miller menyukai senam dan bisa menghabiskan waktu berjam-jam berlatih. Untuk membayar berlatih senam, Miller bekerja di tempat senam lokal, pertama-tama sebagai petugas kebersihan di malam hari, dan kemudian melatih anak-anak muda. Pada saat dia masuk sekolah menengah atas, dia adalah pesenam bintang dan wakil kapten tim, yang mana pada satu titik membantu memimpinnya ke urutan kelima di turnamen negara bagian.

Sedari kecil Miller memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap dunia, dan tertarik khususnya pada sejarah. Dalam hal yang memancing rasa ingin tahunya, Miller tidak segan untuk berbuat lebih. (Sumber: https://www.defense.gov/)
Diberi nama sesuai nama kakek-kakeknya (Robert Miller dan James Morgan), keduanya adalah veteran Perang Dunia II, Miller tumbuh besar dengan mendengar kisah-kisah pengalaman militer dari ayah, kakek dan nenek moyangnya sejak masa Perang Revolusi. (Sumber: https://arsof-history.org/)

Diberi nama sesuai nama kakek-kakeknya (Robert Miller dan James Morgan), keduanya adalah veteran Perang Dunia II, Miller tumbuh besar dengan mendengar kisah-kisah pengalaman militer dari ayah, kakek dan nenek moyangnya sejak masa Perang Revolusi. Teman-teman pertamanya adalah para pengungsi Kamboja dan kisah-kisah mereka tentang kekejaman yang dilakukan oleh rezim Pol Pot yang brutal dan komunis memiliki dampak yang besar terhadapnya. Dia tahu sedari kecil bahwa ada beberapa orang yang sangat jahat. Saat makan malam keluarga Miller biasanya membicarakan tentang episode-episode film kartun The Simpsons, dimana kadang kala orang tuanya menceritakan pengalaman mereka saat tinggal di Soviet dan Berlin selama Perang Dingin. Hal ini kemudian menumbuhkan rasa penghargaan nya terhadap kebebasan. Miller sendiri selalu memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap dunia, dan tertarik khususnya pada sejarah. Dalam hal yang memancing rasa ingin tahunya, Miller tidak segan untuk berbuat lebih. Misalnya, dalam tugas sejarahnya di sekolah Menengah, ia diwajibkan untuk mewawancarai seorang veteran. Dengan penugasan semacam ini, ia bisa saja mengambil jalan termudah, dengan menanyai ayahnya yang pernah bertugas sebagai translator Angkatan Darat di Berlin. Sebaliknya Miller malah memilih untuk mengontak mantan pendeta tentara dari orang tuanya, yang pernah menjadi petugas medis Angkatan Laut Jerman dalam pendudukan di Prancis. Atas upayanya ini Miller mendapatkan nilai lebih. 

PENDIDIKAN MILITER & TOUR PERTAMA

Mengingat sejarah keluarga dan cara Miller bertindak setiap kali topik militer muncul dalam percakapan, Maureen tahu bahwa hanya masalah waktu sebelum putranya bergabung dengan dinas militer. Satu-satunya pertanyaan yang sebenarnya adalah: Cabang yang mana? Jawaban itu muncul pada tahun 2003, tak lama setelah keluarganya pindah ke Oviedo, Florida, di sebelah timur laut Orlando. Awalnya, pada saat SMA Miller ingin bergabung dengan Angkatan Laut, namun ia menyadari bahwa ia tidak akan diterima karena buta warna. Miller menjadi mahasiswa baru di University of Iowa di Iowa City, tetapi setelah menyelesaikan tahun pertamanya, dia memutuskan ingin menjadi anggota Baret Hijau. Pada bulan Agustus, dia mendaftar di Angkatan Darat sebagai peserta pelatihan Pasukan Khusus. Setelah lulus dari Pelatihan Dasar Infanteri dan Sekolah Lintas Udara di Fort Benning, Georgia, pada bulam Januari 2004, dia masuk ke Kursus Kualifikasi Pasukan Khusus dan lulus pada tanggal 26 September tahun itu. Dia lulus dari Kursus Sersan Senjata Pasukan Khusus pada tanggal 4 Maret 2005. Pada tanggal 30 September 2005, setelah kelulusannya dari Kursus Pelatihan Bahasa Prancis (Unit) Operasi Khusus, dia dipromosikan menjadi sersan dan menerima lencana Pasukan Khusus yang didambakan. Pada hari yang sama dia ditugaskan di Kompi A, Batalion ke-3, Grup Pasukan Khusus ke-3 (Lintas Udara), Fort Bragg, N.C. Dua tahun kemudian, mulai bulan Agustus 2006, dia menghabiskan sembilan bulan dikerahkan ke Afganistan untuk mendukung Operation Enduring Freedom. Selama penugasan ini, yang berlangsung dari bulan Agustus 2006 hingga Maret 2007, Miller menunjukkan minat yang besar terhadap orang-orang Afghanistan dan budaya mereka. Meskipun ia mendapat nilai “D” dalam mata pelajaran bahasa Latin di sekolah menengah atas, Miller memiliki bakat dalam bidang bahasa dan segera mempelajari bahasa lokal, Pashto. Dia kerap berbagi teh dengan penduduk setempat dan mendapatkan kepercayaan mereka sampai-sampai dia diizinkan untuk bergabung dengan mereka bermain buzkashi, versi polo Afghanistan, di mana bolanya adalah bangkai kambing tanpa kepala dan gol dicetak dengan melemparkan bangkai tersebut melewati garis gawang. Menurut rekan-rekannya, Miller mampu berbicara dalam bahasa Prancis, Jerman, sedikit bahasa Rusia dan bahasa Pashto, yang membuatnya menjadi pemimpin pergerakan regu (point man) yang ideal selama misi patroli; karena bisa berbicara dengan penduduk setempat yang bekerja dengan mereka.

Miller (kiri) dengan seragam baret hijau. (Sumber: https://arsof-history.org/)
Miller (kedua dari kanan) dengan pakaian rakyat Afghanistan. Miller memiliki bakat dalam bidang bahasa dan segera mempelajari bahasa lokal, Pashto. (Sumber: https://arsof-history.org/)
Miller kerap berbagi teh dengan penduduk setempat dan mendapatkan kepercayaan mereka sampai-sampai dia diizinkan untuk bergabung dengan mereka bermain buzkashi, versi polo Afghanistan, di mana bolanya adalah bangkai kambing tanpa kepala dan gol dicetak dengan melemparkan bangkai tersebut melewati garis gawang. (Sumber: https://arsof-history.org/)

TOUR KEDUA

Miller kembali dari penugasan ini pada akhir bulan Maret 2007 dan sekembalinya ke Amerika Serikat, ia memanfaatkan waktu cuti untuk berkumpul dengan keluarga dan teman-temannya. Di antara penghargaan baru di dadanya adalah dua Medali Penghargaan Angkatan Darat untuk keberanian selama pertempuran. Namun, ketika didesak oleh ibunya untuk berbicara tentang apa yang terjadi selama penugasannya, dia meremehkan, dan mengatakan kepadanya bahwa dia “sering merasa bosan.” Selain mengunjungi orang tuanya, dia kembali ke kampung halamannya di Wheaton, di mana dia menghadiri pernikahan salah satu teman SMA-nya dan mengunjungi pelatih SMA-nya dan pacar SMA-nya. Setelah cuti panjangnya selesai, Miller masuk ke Army Ranger School dan, setelah berhasil menyelesaikan kursus kepemimpinan selama dua bulan yang melelahkan, ia menerima lencana Ranger. Pada bulan Oktober 2007, dia kembali ke Afghanistan dalam tur keduanya, kali ini sebagai sersan senjata di Detasemen Operasional Alpha (ODA) 3312 yang ditempatkan di Pangkalan Operasi Garis Depan Naray di Konar, atau provinsi Kunar. Provinsi Konar, yang terletak di timur laut Afghanistan, sekitar 50 mil (80 km) sebelah utara Kyber Pass, merupakan salah satu daerah paling berbahaya di negara yang dilanda perang ini. Daerahnya yang bergunung-gunung, berbatu-batu bahkan menurut standar Afghanistan, dan lokasinya yang strategis di sepanjang perbatasan Pakistan secara historis menjadikannya tempat perlindungan dan basis kekuatan yang ideal bagi para pemberontak dan pihak-pihak lain yang hidup di luar hukum. Salah satu benteng pemberontak tersebut adalah Lembah Gowardesh. Selama dua tahun, pasukan Tentara Nasional Afghanistan telah mencoba, dan gagal, untuk merebut kendali lembah itu dari para pemberontak bersenjata lengkap dan dibentengi kuat, yang telah membangun pertahanannya hingga mereka menjulukinya sebagai “Lembah Kematian.” Di area itu mereka yang lewat yang harus melalui “lorong penyergapan”, area dengan tebing hampir vertikal setinggi 300 kaki (91 meter) yang mengelilinginya. Rute itu tidak mudah untuk dilintasi – salju kerap menutupi jalan, dan mereka harus meledakkan dua batu besar yang ditempatkan pemberontak di jalan mereka. Jadi, mereka selalu bersiap untuk menghadapi kemungkinan perlawanan.

Kemampuan Miller berbahasa Pashto, membuatnya menjadi pemimpin pergerakan regu (point man) yang ideal selama misi patroli; karena bisa berbicara dengan penduduk setempat yang bekerja dengan mereka. (Sumber: https://arsof-history.org/)
Lokasi Miller mendapatkan Medali Medal of Honor: Provinsi Konar, di Afghanistan. (Sumber: https://arsof-history.org/)
Tentara AS berpatroli menuruni gunung setelah mengunjungi titik pengamatan polisi perbatasan Afghanistan di provinsi Kunar, Afghanistan, 28 Januari 2013. Di medan seperti inilah Miller dan kawan-kawannya berpatroli 5 tahun sebelum foto ini diambil. (Sumber: https://www.defense.gov/)

AKSI KEPAHLAWANAN

Pada akhir bulan Januari 2008, ODA 3312 dan satu unit tentara ANA diberi pengarahan tentang misi pengintaian tempur yang dirancang untuk membersihkan tempat persembunyian yang terletak di punggung bukit di bagian lembah yang dikenal sebagai Chen Khar. Mereka akan didukung oleh wahana udara tak berawak (UAV) yang akan menyediakan pengintaian real time dan pesawat-pesawat A-10 Warthog dan F-15E Strike Eagle yang ditugaskan untuk tugas dukungan udara tempur. Saat kegelapan turun pada malam hari tanggal 24 Januari, Cusick dan pasukan gabungannya naik ke Kendaraan Mobilitas Darat (GMV) berlapis baja milik mereka dan menuju ke utara ke lembah. Jalan yang mereka lalui dibatasi oleh lereng yang menanjak curam di sebelah kiri, dan di sebelah kanan oleh Sungai Gowardesh. Badai salju baru saja melanda lembah tersebut, menjatuhkan salju setinggi lebih dari satu kaki, membuat perjalanan menjadi lebih berbahaya. Dua kali konvoi itu harus berhenti dan meledakkan batu-batu besar yang menghalangi jalan. Posisi batu-batu besar itu memberi tahu para prajurit bahwa mereka tidak jatuh tebing, tetapi sengaja ditempatkan di tengah jalan. Sebuah taktik penyergapan klasik dari para pemberontak. Setelah menemukan situasi seperti itu, Miller, sebagai satu-satunya anggota Pasukan Khusus yang bisa berbahasa Pashto, diperintahkan untuk membentuk sebuah tim pasukan ANA, memanjat sebagian lereng, dan membayangi konvoi yang perlahan-lahan bergerak maju. Mereka mencapai tujuan mereka, sebuah kompleks yang dicurigai sebagai markas pemberontak, tanpa insiden. Miller dan pasukan ANA-nya menyebar dan mengambil posisi keamanan sementara yang lain menggeledah kompleks tersebut.

Tentara Afghanistan dari Brigade ke-4, Korps Angkatan Darat ke-201 dari Tentara Nasional Afghanistan (ANA) mengambil posisi di belakang tembok setelah ditembaki oleh gerilyawan selama operasi di Distrik Khogyani. Bersama pasukan ANA lah Miller menjalankan misinya di Afghanistan. (Sumber: https://tribune.com.pk/)
Pesawat A-10 Warthog terbang rendah. Warthog kerap memberi dukungan tempur kepada pasukan koalisi di Afghanistan. (Sumber: https://theaviationgeekclub.com/)
Pasukan Amerika dengan kendaraan GMV di Afghanistan. (Sumber: https://www.militaryimages.net/)

Sekitar pukul 01.00 dini hari, tanggal 25 Januari, sebuah laporan masuk dari pengendali UAV, yang telah melihat sekelompok sekitar 15 hingga 20 gerilyawan mulai berkumpul dalam posisi berbenteng di sisi lain sungai yang bersiap untuk menyerang. Miller segera melompat ke turret GMV-nya dan mengayunkan peluncur granat otomatis Mk. 19 kaliber 40 mm ke posisinya. Dalam hitungan detik, Miller dan pasukannya sudah saling bertukar tembakan dengan para pemberontak. Karena hari masih gelap, ia dapat dengan jelas melihat kilatan moncong senjata musuh dan mengidentifikasi posisi gerilyawan kepada pengawas udara taktis gabungan (JTAC). JTAC dengan cepat memetakan koordinat grid mereka dan menyampaikan informasi tersebut kepada dua Warthog dan dua Strike Eagle yang terbang di atas. Mereka merespons dengan empat kali serangan udara dan tiga kali penjatuhan bom dengan presisi tinggi. Pada satu titik selama serangan udara, peluncur granat Miller rusak dan dia tidak dapat memperbaikinya. Hal ini memaksanya untuk berpindah ke senapan mesin M240B yang dipasang di bagian belakang GMV, di mana dia memperbarui tembakan penekannya. Ketika tembakan balasan dari posisi musuh berhenti, Cusick membentuk tim penilai kerusakan pertempuran yang terdiri dari delapan operator Pasukan Khusus dan sekitar 15 pasukan ANA. Miller akan mengambil posisi di depan dan memimpin pasukan ANA, sementara Cusick dan operator Pasukan Khusus lainnya akan berada di bagian belakang. Semua anggota Pasukan Khusus mengenakan unit komunikasi portabel lengkap dengan headset agar mereka bisa tetap berkomunikasi. Untuk mencapai lokasi, tim harus bergerak beberapa ratus meter menuruni lembah, menyeberangi Jembatan Gowardesh, dan kemudian kembali lagi ke posisi musuh. Tidak lama setelah tim mencapai lokasi, pemberontak yang bersembunyi muncul, berteriak, dan semua kekacauan pun terjadi. Dalam beberapa detik tim patroli Miller yang berjumlah dua lusin orang dikepung dengan sekitar 150 pemberontak. Tim Patroli Miller tidak punya tempat untuk bersembunyi.

Miller bersandar pada peluncur granat otomatis Mk. 19 kaliber 40 mm. (Sumber: https://arsof-history.org/)
Mayor Angkatan Darat AS Robert Cusick. Cussick adalah komandan Miller di Afghanistan. (Sumber: https://www.facebook.com/)

Serangan awal Miller kemudian berhasil melumpuhkan beberapa posisi musuh, untuk sementara menghilangkan tembakan darat dari sisi kanan, dan berhasil menarik sebagian besar tembakan musuh. Segera setelah dia mendengar bahwa anggota tim lainnya telah menemukan tempat berlindung, Miller mulai merunduk dan menghindar di sepanjang medan yang curam dan rusak, menembak dan menginformasikan lokasi musuh. Tiba-tiba, seorang pemberontak di sebelah kanan Miller bangkit dan menembaki sang Baret Hijau. Sebuah peluru menghantam tubuhnya di bagian atas antara bagian atas baju pelindung dan ketiak kanannya. Miller lalu berbalik dan menembakkan sebuah tembakan dari senapan mesin SAW-nya, menewaskan penyerangnya. Pada saat yang hampir bersamaan, Cusick terjatuh, terluka parah akibat peluru yang menghantamnya di dekat tulang selangka sebelah kiri. Dia kemudian memerintahkan anggota tim lainnya untuk mundur. Miller, bagaimanapun, tahu dia memiliki daya tembak paling besar dari semua rekannya, dengan membawa senapan mesin SAW, jadi dia tetap di posisi depan itu. Tanpa menghiraukan lukanya sendiri, Miller mulai merangkak maju melintasi salju, terus menembaki musuh. M249 SAW adalah senapan mesin yang dapat dibawa-bawa dengan kecepatan tembakan yang tinggi, dan merupakan senjata paling kuat yang dapat dibawa oleh pasukan pejalan kaki ke dalam pertempuran. Tetapi kilatan moncong larasnya yang khas pada dini hari membuat Miller menjadi target yang mudah diidentifikasi dan fokus tembakan balasan yang begitu kuat sehingga kadang-kadang dia benar-benar dikaburkan oleh asap, debu, dan puing-puing dari tembakan senjata ringan, senapan mesin, dan tembakan RPG di tanah di sekelilingnya.

Tipe senapan mesin M249 SAW yang digunakan Miller. M249 SAW adalah senapan mesin yang dapat dibawa-bawa dengan kecepatan tembakan yang tinggi, dan merupakan senjata paling kuat yang dapat dibawa oleh pasukan pejalan kaki ke dalam pertempuran. (Sumber: https://www.thetruthaboutguns.com/)
Aksi Miller di tanggal 25 Januari 2008 menyelamatkan banyak nyawa rekan-rekannya. (Sumber: https://arsof-history.org/)
Makam Miller di All Faiths Memorial Park di Casselberry, Florida. (Sumber: https://www.waymarking.com/)

Meskipun jarak antara Miller dan anggota tim lainnya tidak terlalu jauh, namun jarak tersebut cukup untuk membuat Miller harus menghadapi musuh seorang diri. Namun dia menolak untuk mundur bahkan setelah dia mulai kehabisan amunisi senapan mesin SAW dan telah melemparkan granat terakhirnya. Kemudian, 25 menit setelah dia menyerang ke atas lereng, SAW Miller terdiam. Operator Pasukan Khusus memanggilnya, dan mencoba memancingnya untuk berbicara melalui unit komunikasi mereka. Namun upaya mereka sia-sia. Pada suatu saat, sebuah peluru menembus sisi kirinya, tepat di atas pelindung tubuhnya, dan melukainya. Sementara itu, anggota tim yang lain berhasil masuk ke posisi terlindung, membalas tembakan, dan menghubungi radio untuk meminta bantuan. Pada waktu yang berbeda, mereka mencoba untuk mendapatkan kembali tubuh Miller, tetapi tembakan balasan dari musuh terlalu kuat. Satu jam dan 45 menit kemudian, pasukan reaksi cepat tiba, diiringi oleh helikopter tempur, medevac, dan aset udara lainnya. Tujuh jam setelah pertempuran dimulai, pertempuran telah berakhir, pemberontak di daerah sekitar telah mendapat pukulan telak, dan jenazah Sersan Kepala Robert J. Miller dalam perjalanan pulang. Lima anggota pasukan koalisi terluka hari itu, tetapi berkat upaya luar biasa Miller, 15 tentara Afghanistan dan tujuh anggota timnya sendiri berhasil keluar hidup-hidup. Lebih dari 40 pemberontak tewas dan sekitar 60 lainnya terluka hari itu. Laporan setelah pertempuran menyebutkan bahwa Miller telah membunuh lebih dari 16 pemberontak dan melukai setidaknya 30 orang lainnya, tetapi yang lebih penting lagi adalah ia menyelamatkan nyawa anggota tim yang lain, karena tindakannya memberi mereka waktu untuk mencari perlindungan. Jenazah Miller kemudian dikembalikan ke AS dan dimakamkan dengan penghormatan militer penuh di All Faiths Memorial Park di Casselberry, Florida. Pada pemakamannya, salah satu temannya menyebutnya sebagai “teman yang setia, saudara laki-laki dan anak yang penuh perhatian, dan seorang patriot yang hebat.”

MEDAL OF HONOR

Presiden Barack Obama berdiri bersama Phil dan Maureen Miller, orang tua Sersan Staf Robert J. Miller, saat kutipan Medali Medal of Honor dibaca. Medali ini secara anumerta diberikan kepada putra mereka atas tindakan heroiknya di Afghanistan pada tanggal 25 Januari 2008, dalam sebuah upacara di Ruang Timur Gedung Putih 6 Oktober 2010. (Sumber: https://obamawhitehouse.archives.gov/)

Pada tanggal 6 Oktober 2010, dalam sebuah upacara di Gedung Putih, Presiden Barack Obama secara anumerta menganugerahkan Medali Medal Of Honor kepada Sersan Kepala Robert J. Miller, dan mempersembahkan medali tersebut kepada kedua orangtuanya, Philip dan Maureen. Lebih dari 100 teman prajurit, keluarga, dan sesama prajurit juga hadir di acara itu. “Dia menyukai apa yang dia lakukan, dan dia sangat ahli dalam hal itu,” kata ayah Miller saat itu. “Dia sangat antusias tentang itu, dan sangat jelas dia benar-benar menyukai pekerjaan, misi, dan orang-orang yang bekerja dengannya, baik asal Amerika maupun Afghanistan.” “Ketika kami mengetahui detail apa yang dilakukan Robby untuk menerima nominasi Medal of Honor, kami tidak terkejut, dan kami juga tidak terkejut dengan reaksinya (di lapangan), karena dia adalah orang yang seperti itu. Hal itulah yang diajarkan dalam pelatihannya untuk dilakukan dan dikerjakan,” kata Maureen Miller. “Saya pikir fakta bahwa dia meninggal karena melakukan sesuatu yang dia sukai dan anggap berharga adalah faktor penting dalam membantu kami menerimanya.” Orang-orang Afghanistan yang diselamatkan Miller juga ingin menghormatinya. Tentara ANA menghadiahkan permadani Afghanistan kepada orang tuanya. Pasangan itu menggantungnya di rumah mereka sebagai simbol pengorbanan putra mereka dan kemitraan penting antara kedua negara. Pada tahun 2011, area umum sekolah menengah Miller bernama dinamai sebagai Robert J. Miller Commons. Pada tahun 2014, gedung markas Grup Pasukan Khusus ke-3 di Fort Bragg juga didedikasikan untuk menghormatinya. Miller adalah salah satu dari 20 prajurit yang mendapatkan penghargaan tertinggi Amerika untuk keberanian selama penugasan di Afghanistan. Dari Medali Medal Of Honor selama konflik di Afghanistan yang dianugerahkan hingga saat ini, setidaknya tiga di antaranya diberikan kepada para prajurit yang bertempur di provinsi Kunar. Catatan kutipan dari Medali Medal Of Honor tanggal 6 Oktober 2010 untuk Miller adalah sebagai berikut:

“Untuk tekad dan keberanian yang luar biasa dengan mempertaruhkan nyawanya di atas dan di luar panggilan tugasnya: 

Sersan Staf Robert J. Miller menunjukkan tindakan kepahlawanan yang luar biasa saat bertugas sebagai Sersan Senjata di Detasemen Operasional Pasukan Khusus Alpha 3312, Satuan Tugas Operasi Khusus-33, Satuan Tugas Operasi Khusus Gabungan – Afghanistan selama operasi tempur melawan musuh bersenjata di Provinsi Kunar, Afghanistan pada tanggal 25 Januari 2008. Saat melakukan patroli pengintaian tempur melalui Lembah Gowardesh, Sersan Staf Miller dan elemen kecil tentara A.S. dan Tentara Nasional Afghanistan terlibat dalam pertempuran dengan pasukan yang terdiri dari 15 hingga 20 pemberontak, yang menempati posisi pertempuran yang telah disiapkan. Sersan Staf Miller memulai serangan dengan menyerang posisi musuh dengan senjata peluncur granat otomatis Mark-19 kaliber 40 milimeter yang dipasang di turret kendaraannya sambil secara bersamaan memberikan deskripsi terperinci tentang posisi musuh kepada komandonya, yang memungkinkan dukungan udara jarak dekat yang efektif dan akurat.

Miller berfoto bersama rekan-rekannya prajurit Afghanistan. Atas aksi kepahlawanannya Tentara ANA menghadiahkan permadani Afghanistan kepada orang tua Miller. (Sumber: https://arsof-history.org/)

Setelah pertempuran tersebut, Sersan Staf Miller memimpin sebuah regu kecil ke depan untuk melakukan penilaian kerusakan pertempuran. Ketika kelompok itu mendekati lembah kecil, curam, dan sempit yang dihuni musuh, pasukan pemberontak yang besar dan terkoordinasi dengan baik memulai penyergapan, menyerang dari posisi ketinggian dengan perlindungan yang cukup. Terekspos dan dengan hanya sedikit perlindungan yang tersedia, patroli itu benar-benar rentan terhadap granat yang berpeluncur roket musuh dan tembakan senjata otomatis. Sebagai penunjuk jalan, Sersan Staf Miller berada di bagian depan patroli, terputus dari elemen pendukung, dan kurang dari 20 meter dari pasukan musuh. Meskipun demikian, tanpa menghiraukan keselamatannya sendiri, dia meminta anak buahnya untuk segera kembali ke posisi terlindung saat dia menyerbu musuh di atas tanah yang terbuka dan di bawah tembakan musuh yang luar biasa untuk memberikan tembakan perlindungan bagi timnya. Ketika melakukan manuver untuk menyerang musuh, Sersan Kepala Miller tertembak di bagian atas tubuhnya. Tanpa menghiraukan lukanya, dia terus melanjutkan pertempuran, bergerak untuk memancing tembakan dari lebih dari seratus petempur musuh ke arahnya. Dia kemudian maju lagi ke depan melalui area terbuka untuk memungkinkan rekan-rekan satu timnya mencapai tempat berlindung dengan aman. Setelah membunuh setidaknya 10 pemberontak, melukai puluhan lainnya, dan berulang kali mengekspos dirinya pada tembakan musuh sambil berpindah dari satu posisi ke posisi lainnya, Sersan Miller terluka parah oleh tembakan musuh. Keberaniannya yang luar biasa pada akhirnya menyelamatkan nyawa tujuh anggota timnya sendiri dan 15 tentara Tentara Nasional Afghanistan. Kepahlawanan dan sikap tidak mementingkan diri sendiri Sersan Staf Miller di atas dan di luar panggilan tugasnya, dan dengan mengorbankan nyawanya sendiri, sesuai dengan tradisi tertinggi dalam dinas militer dan mencerminkan keberanian yang luar biasa bagi dirinya sendiri dan Angkatan Darat Amerika Serikat.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Medal of Honor: Staff Sgt. Robert J. Miller BY DWIGHT JON ZIMMERMAN – JUNE 30, 2011

Staff Sgt. Robert James Miller

https://www.army.mil/medalofhonor/miller/profile.html

Medal of Honor Monday: Army Staff Sgt. Robert J. Miller; Feb. 15, 2021 | By Katie Lange, DOD News

https://www.defense.gov/News/Feature-Stories/story/Article/2499413/medal-of-honor-monday-army-staff-sgt-robert-j-miller/

PRESIDENTIAL REMARKS; October 6, 2010

https://www.army.mil/medalofhonor/miller/remarks.html

Exit mobile version