Sejarah Militer

Saat Megabintang Hollywood Sekaligus Jenderal Terbang Dalam Misi Bomber B-52 Di Vietnam

Penerbangan sebuah B-52 yang kembali ke Guam dari misi pemboman rahasia Arc Light di Vietnam berjalan lancar sampai mereka memulai pendekatan terakhir mereka, ketika co-pilot berteriak, “Flap-nya terbelah!” Sudah hampir 12 jam sejak Kapten Bob Amos lepas landas dari Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Guam dalam misi pengeboman B-52 untuk menyerang sasaran di dekat Saigon. Saat dia mengemudikan Stratofortress-nya bersiap untuk mendarat kembali di Andersen, ia terbang melambat hingga kecepatan 220 knot (407 km/jam) dan menurunkan sayapnya, co-pilotnya, Kapten Lee Meyers, berteriak, “Flap-nya terbelah!” Amos lalu memerintahkan Meyers untuk menaikkan sayap saat dia mengoreksi momen bergulir ke kiri, dan kemudian menyatakan keadaan darurat saat dia keluar dari formasi pesawat pengebom dan naik untuk mendapatkan ketinggian. Penerbangan yang tadinya lancar sekarang menjadi tegang, terlebih lagi karena pria yang duduk di belakang Amos di kursi pilot instruktur. Bayangan tentang berita utama surat kabar yang sensasional mencapai ambang pintu di seluruh Amerika berpacu di kepalanya: “Jimmy Stewart Tewas dalam Kecelakaan pesawat Pengebom dengan Bob Amos sebagai Pilot!”

Pada tahun 1966, Brigadir Jenderal James Stewart secara diam-diam mengikuti misi pemboman B-52 di Vietnam. Stewart sendiri adalah seorang aktor kelas satu di Hollywood. (Sumber: https://www.historynet.com/)

PENUMPANG KEJUTAN

Dini hari sebelumnya, tanggal 20 Februari 1966, Kapten Amos membolak-balik jadwal penerbangan untuk persiapan misi yang akan dia dan krunya terbangkan keesokan harinya, dan dia terkejut melihat ada nama “Brigjen Stewart” terdaftar sebagai pilot tambahan untuk terbang bersama mereka. Mengira Stewart ini mungkin dari markas Komando Udara Strategis (SAC) yang datang sebagai pengamat. Awak B-52 muda ini agak ngeri untuk berpikir bahwa ada orang Pentagon yang akan melihat dari balik bahu mereka untuk salah satu misi panjang dan berbahaya ini. Amos dengan acuh tak acuh bertanya kepada komandan skuadronnya, Letnan Kolonel Collins Mitchell, siapa pengunjung itu. “Kau tahu, Bob, ini Brigadir Jenderal Jimmy Stewart, sang aktor! Dia di sini dalam tur cadangan tugas aktif, dan kami ingin dia terbang dengan kru muda yang akan mengingatkan pada kru Perang Dunia II yang dia perintahkan saat menerbangkan B-24 Liberator keluar dari Inggris, dan untuk melihat bagaimana kami mendukung pasukan di Vietnam.” Amos kemudian tidak sabar untuk menyampaikan kabar tersebut kepada krunya, yakninkru utama yang telah menerbangkan 20 misi tempur di Vietnam Selatan. Bersama Amos di pesawat B-52 yang akan menerbangkan Stewart terdapat juga Capt. Lee Meyers (Co-Pilot), Capt. Irby Terrell (Navigator Radar), Capt. Kenny Rahn (Navigator) dan Tech. Sergeant Demp Johnson (penembak ekor). Dirancang untuk menjadi tulang punggung penangkal nuklir Komando Udara Strategis, B-52 menjalankan dinas Perang Dingin yang vital dengan siap untuk menerbangkan misi serangan bom atom terhadap Uni Soviet, menggunakan serangkaian senjata yang semakin menghancurkan. Pada tahun 1965, Stratofortresses dikerahkan ke Asia Tenggara, di mana mereka menjadi tulang punggung kampanye pengeboman USAF di Vietnam, Kamboja dan Laos. Komando Udara Strategis sebenarnya enggan mengirimkan armada B-52-nya berpartisipasi dalam perang di Vietnam, tetapi Jenderal William Westmoreland meminta pembom-pembom B-52 untuk menyerang perkubuan Viet Cong (VC) yang terkenal di selatan. Pesawat ini pertama kali menjalani misi tempur di hutan Vietnam selama Operasi Arc Light pada bulan Juni 1965. B-52 pertama yang dikerahkan ke wilayah tersebut adalah model B, tetapi varian pertama yang menjalani misi tempur adalah B-52F yang luar biasa. 

Kapten Bob Amos, pilot B-52, dengan kode Green-2. Amos awalnya tidak menyangka akan menjalankan misi pemboman dengan membawa sosok sekaliber Jimmy Stewart. (Sumber: https://www.sofmag.com/)
Foto dokumentasi awak pembom B-52 ketika mendapat perintah darurat. Dirancang untuk menjadi tulang punggung penangkal nuklir Komando Udara Strategis, B-52 menjalankan dinas Perang Dingin yang vital dengan siap untuk menerbangkan misi serangan bom atom terhadap Uni Soviet, menggunakan serangkaian senjata yang semakin menghancurkan. (Sumber: https://theaviationgeekclub.com/)
Aksi pemboman B-52 dalam misi Arc Light di Vietnam. Komando Udara Strategis sebenarnya enggan mengirimkan armada B-52-nya berpartisipasi dalam perang di Vietnam, tetapi Jenderal William Westmoreland meminta pembom-pembom B-52 untuk menyerang perkubuan Viet Cong (VC) yang terkenal di selatan. (Sumber: https://www.8af.af.mil/)

Bahkan pada tahun 1966, perang di Vietnam masih terus diperdebatkan, dan nampaknya bukan sesuatu yang layak didukung terlalu kuat oleh aktor Hollywood terkenal itu, seperti yang diceritakan oleh Jon Lake dalam bukunya B-52 Stratofortress Units in Combat 1955-73, mengenai pengerahan B-52F dalam perang. Oleh karena itu para kru sangat senang ketika brigadir jenderal unit Cadangan USAF tiba di Andersen AFB sebagai bagian dari tur inspeksi dua minggu, dimana perwira itu tidak lain adalah Jimmy Stewart. Stewart berencana untuk terbang bersama pembom B-52 dengan nomor 57-0149 yang dipiloti oleh Amos. Di sisi lain Amos dan kru-nya berasal dari Skuadron Pembom ke-736, dari Wing Pembom ke-454, di bawah komando Divisi Udara ke-3. Berasal dari Andersen AFB, Guam, maka itu berarti tidak ada misi penerbangan yang pendek—misi umumnya membutuhkan waktu setidaknya lima jam hanya untuk mencapai target mereka. Namun, keberadaan Stewart dalam misi khusus ini dirahasiakan dari pers dan kru, karena takut jika bocor. Informasi intelijen semacam ini jika bocor akan memungkinkan dilakukannya intersepsi yang sangat terkonsentrasi dan spesifik oleh pihak musuh. Soviet dan Vietnam Utara secara terbuka menawarkan banyak uang hadiah untuk kematian atau penangkapan selebritis Amerika selama perang, yang diharapkan akan menghancurkan moral lawan mereka. Di sisi lain informasi ini dapat membuat gelisah para awak yang tanpa harus ditemani sosok penting seperti Stewart sudah khawatir tentang tembakan anti-pesawat dari pihak musuh. Yang pasti, berita pra-penerbangan akan keberadaan Jimmy Stewart di atas pesawat akan menarik perhatian musuh untuk memberikan sambutan yang mematikan.

MISI PANJANG

Ketika Mule (bahasa gaul Angkatan Udara untuk truk) tiba dan Jenderal Stewart melangkah keluar, dia tampak seperti seorang kakek yang dikelilingi oleh cucu-cucunya. Dengan basa-basi diawal, pekerjaan serius yang menanti mulai berjalan dengan teratur. Jenderal Stewart dan komandan Wing Pembom ke-454, Kolonel William Cumiskey, menghadiri pengarahan misi khusus sore itu. Ini akan menjadi misi panjang tanpa henti yang membutuhkan dukungan pesawat tanker. Awak Kapten Amos telah menyiapkan serangkaian peta dan bagan tambahan yang menggambarkan operasi di Vietnam Selatan, dan Amos menguraikan misi, pengisian bahan bakar udara, dan prosedur terbang kembali ke Guam. Serangan itu akan dilakukan terhadap kubu VC yang dicurigai dan area bivak di barat laut Saigon, di mana potensi ancaman berasal dari pesawat-pesawat tempur MiG-17 yang berbasis di Kamboja (diketahui AU Kerajaan Kamboja memiliki beberapa pesawat tempur MiG, dan meski resminya netral, tetapi Rezim Phnom Penh diketahui memiliki “deal” rahasia dengan Hanoi. Pembom Amos akan dikenal sebagai Green-2 dalam misi formasi pembom yang terdiri dari 30 pesawat dengan kode sandi New Car-1. Sebelum pergi, Amos meminta kru penembak ekornya, Tech. Sergeant Demp Johnson, pergi ke mess dan membeli telur segar, bacon, roti, dan keju agar mereka bisa mendapatkan orak-arik telur dan bacon bersama dengan sandwich keju panggang dalam penerbangan panjang lima jam kembali ke Guam. Dengan kokpit atas yang besar dan adanya stop kontak di dalam B-52, para kru telah terbiasa menggunakan penggorengan listrik untuk menyiapkan makanan panas untuk melengkapi makan siang standar dalam penerbangan yang disediakan. 

Para kru B-52 yang terlibat dalam misi Arc Light di Vietnam. (Sumber: https://www.afgsc.af.mil/)
Awak darat memuat bom seberat 750 pon pada pesawat pembom B-52 di Guam, 2.200 mil dari Vietnam, sebelum melancarkan serangan terhadap target Viet Cong pada tahun 1965 selama Perang Vietnam. Masing-masing B-52 membawa 24 bom di bawah sayapnya dan 27 lainnya di ruang bom internal. (Foto AP/Angkatan Udara AS/https://www.flickr.com/)
Jet tempur MiG-17 AU Kerajaan Kamboja. Sudah sejak tahun 1961, pilot-pilot Khmer yang kembali dari tugas pelatihan sebelumnya di Prancis telah dikirim ke Uni Soviet untuk menjalani pelatihan konversi jet tempur buatan Soviet, dan pada bulan November 1963 Soviet mengirimkan batch awal tiga jet tempur MiG-17F, satu jet latih MiG-15UTI dan satu pesawat latih ringan Yakovlev Yak-18 Max. Meski resminya netral, tetapi Rezim Phnom Penh diketahui memiliki “deal” rahasia dengan Hanoi, sehingga pesawat-pesawat MiG-17 Kamboja dipandang sebagai ancaman yang mungkin dihadapi misi Arc Light, walau kecil peluangnya. (Sumber: https://cne.wtf/)

Sementara itu, Jimmy Stewart diketahui telah mengembangkan kecintaannya pada penerbangan jauh sebelum ia menjadi aktor terkenal. Dia naik pesawat pertamanya dengan biplane Curtiss saat dia masih di sekolah menengah—terbang selama 15 menit dengan ongkos $15 yang dia hemat saat bekerja di sekitar J.M. Stewart Hardware Store milik keluarganya di Pennsylvania. Ketika Charles Lindbergh melakukan penyeberangan laut bersejarah dari New York ke Paris pada tahun 1927, Stewart membuat etalase toko tersebut, lengkap dengan model pesawat Spirit of St. Louis yang ia bangun. Stewart yang berusia 19 tahun akan berlomba menyeberang jalan ke kantor surat kabar untuk mendapatkan informasi terbaru tentang kemajuan penerbangan Lindbergh dari teletype, lalu kembali ke jendela toko untuk memindahkan model pesawat lebih dekat ke Menara Eiffel yang telah ia buat. Setelah lulus dari Universitas Princeton, Stewart lulus tes akting di New York pada tahun 1935, dan pindah ke Hollywood di bawah kontrak dengan MGM. Keberhasilannya ini memungkinkan dia untuk memenuhi impian seumur hidupnya untuk terbang, dan dia menerima lisensi pilot pribadinya pada tahun yang sama, diikuti dengan Sertifikat Pilot Komersial pada tahun 1938. Dia memiliki pesawat Stinson 105 dua tempat duduk dan sering terbang lintas negara bagian Amerika untuk mengunjungi orang tuanya di Pennsylvania. Peran utamanya dalam film Mr. Smith Goes to Washington membuat Stewart menjadi megabintang pada tahun 1939, tahun yang sama ketika pasukan Adolf Hitler menyerbu Polandia.

James Stewart dengan kostum berdiri di depan pesawat untuk potret publisitas yang diterbitkan untuk film, ‘The Spirit of St Louis‘, 1957. Film biografi, yang disutradarai oleh Billy Wilder, dibintangi Stewart sebagai ‘Charles Lindbergh’. Kecintaan Stewart terhadap dunia dirgantara telah dimulai jauh hari sebelum ia menjadi aktor terkenal. (Sumber: Photo by Silver Screen Collection/Getty Images/https://www.imdb.com/)
Film Mr. Smith Goes to Washington, yang membuat Stewart menjadi megabintang pada tahun 1939. Pada tahun yang sama pasukan Adolf Hitler menyerbu Polandia, yang memicu pecahnya Perang Dunia II. (Sumber: https://www.primevideo.com/)

SUKARELA MEMBANTU USAHA PERANG

James Maitland Stewart, yang ayah dan kakeknya pernah bertugas selama masa perang, ingin berjuang untuk negaranya—tetapi MGM melakukan segala cara untuk mencegahnya mendaftar militer. Kemudian dia direkrut pada tahun 1940, dan setelah dia ditolak karena berat badannya tidak memenuhi minimum yang disyaratkan, dia lalu memutuskan untuk menjadi sukarelawan. Menurut dokter Korps Udara Angkatan Darat, dia makan berlebihan sampai dia bisa menambah bobot sepuluh pound (4,5 kg) yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan berat minimum Angkatan Darat. Catatan militer menunjukkan bahwa ia memiliki rambut cokelat dan mata biru, tingginya 6 kaki, 3 inci (190,5 cm), dan beratnya 145 pon (65,8 kilogram). Pada usia diatas 30 tahun, Stewart bagaimanapun terlalu tua untuk menjadi kadet penerbangan, namun pada bulan Februari 1941, Stewart yang berusia 32 tahun akhirnya berhasil melewati ujian fisiknya, dan pada awal Maret (sembilan bulan penuh sebelum serangan Jepang di Pearl Harbor dan masuknya Amerika Serikat ke dalam perang), tujuh hari setelah menerima Academy Award untuk Aktor Terbaik dalam The Philadelphia Story, ia menerima perintahnya untuk melapor untuk bertugas sebagai prajurit. Ditugaskan ke Korps Udara Angkatan Darat, ia dikirim ke Moffett Field di San Francisco dan dengan cepat memenuhi kualifikasi untuk memulai pelatihan penerbangan. Dia mendapatkan wing-nya pada awal tahun 1942 dan menerima kenaikan pangkat sebagai letnan dua. Naik pangkat, status selebritasnya dan kekuatan dari MGM membuatnya tetap ada di Amerika Serikat menjalani penugasan yang “aman”. 

Poster film The Philadelphia Story. Tujuh hari setelah menerima Academy Award untuk kategori Aktor Terbaik dalam The Philadelphia Story, Stewart menerima perintahnya untuk melapor untuk bertugas sebagai prajurit. (Sumber: https://www.filmaffinity.com/)
Stewart mendaftar masuk militer. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)
Upaya awal Stewart untuk bergabung dengan militer gagal karena dia terlalu kurus. Digambarkan di atas, dia memakai baju berlapis-lapis saat mengalami musim dingin di Eropa. Pakaian yang dikenakannya termasuk celana panjang, setelan terbang, kemeja, dasi, celana, baju, jaket, syal dan sarung tangan. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)

Namun tujuan utama Stewart adalah untuk menerbangkan misi tempur ke luar negeri, tetapi dia terjebak di Amerika Serikat sebagai instruktur penerbangan di pesawat pengebom Boeing B-17. Hambatan utama untuk terlibat dalam pertempuran bukanlah dengan kemampuan pilot Stewart, tetapi fakta bahwa komandan tidak ingin mengambil risiko kehilangan bintang film terkenal dalam pertempuran. Akhirnya pada musim panas 1943, melalui seorang teman dengan pangkat yang lebih tinggi, Stewart berhasil menyelesaikan transfer penugasannya ke skuadron pengebom Consolidated B-24 Liberator yang sedang dalam tahap akhir pelatihan untuk menjalani misi tempur di Medan Eropa sebagai bagian dari Grup Pembom ke-445 Angkatan Udara Kedelapan. Dia tiba di Inggris pada bulan November 1943, dan dua minggu kemudian Kapten Stewart melakukan misi pengeboman pertamanya melawan Nazi Jerman. Sebagai komandan skuadron misi penyerangan ke Brunswick, Jerman, yang melibatkan sekitar 1.000 pesawat (selama kampanye pengeboman yang dikenal sebagai Big Week) pada tanggal 22 Februari 1944, Stewart mendapatkan medali Distinguished Flying Cross, karena berperan mempertahankan formasi selama menghadapi serangan dari pesawat-pesawat tempur Luftwaffe dan tembakan antipesawat berat, dan untuk mengarahkan pengeboman di mana bom akhirnya bisa dilepaskan secara akurat di atas target. Kemampuannya sebagai pilot dan keterampilan kepemimpinannya membuatnya naik pangkat dengan cepat. Pada bulan Maret, setelah menerbangkan 12 misi dengan Grup Pembom ke-445, Stewart ditugaskan kembali ke Grup Pengebom ke-453 dan dipromosikan menjadi perwira operasi. Dia memimpin operasi pengeboman sekitar 48 pembom Liberator, serta masih diizinkan untuk melakukan penerbangan tempur sesekali sebagai pilot. Dia menerbangkan delapan misi seperti itu lagi, termasuk satu di atas jantung kota Berlin, di mana dia kehilangan beberapa anak buahnya. 

Stewart bersama rekan sesama aktor Clark Gable, yang juga masuk militer dan dikirim ke pertempuran. Seperti layaknya aktor Hollywood lainnya, Stewart sempat mengalami kesulitan untuk memperoleh penugasan ke medan tempur sesungguhnya. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)
Kesempatan Stewart untuk bertempur datang dengan pembentukan grup pengebom B-24, ke-445, dan dia diangkat menjadi komandan skuadron ke-703. Setelah misi di Pas de Calais, awak B-24H yang dikenal sebagai Lady Shamrock berpose dengan komandan udara Stewart. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)
Foto perbandingan menunjukkan harga mahal yang harus “dibayar” Stewart untuk melayani negaranya. Dalam foto di sebelah kiri, Letnan Dua Stewart berpose pada awal tahun 1942. Foto di sebelah kanan menunjukkan Mayor Stewart dua tahun kemudian, setelah terbang selama tiga bulan dengan misi tempur penuh bahaya sebagai komandan skuadron. Selepas perang Stewart diketahui mengalami gejala PTSD (post-traumatic stress disorder). (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)

Sangat terguncang, tetapi tidak terluka secara fisik, Stewart dirawat di rumah sakit selama beberapa minggu dan, dengan enggan, setuju untuk mengakhiri pertempurannya dengan menjalankan misi terbang. Total Stewart menjalankan 20 misi pengeboman di wilayah musuh (melawan target-target yang termasuk Brunswick, Bremen, Frankfurt, Schweinfurt dan Berlin). Selama sisa masa perang, ia melakukan briefing tempur di Hethel Airfield di Inggris sambil menjabat sebagai perwira operasi Wingtempur dan kepala staf untuk 2nd Combat Bomb Wing. Pada akhir perang, Stewart telah mencapai pangkat kolonel dan telah dianugerahi sejumlah penghargaan, termasuk dua Distinguished Flying Crosses, Croix de Guerre (with palm) dan tiga Air Medal. Selama perang Stewart telah naik dari Prajurit menjadi Kolonel dalam waktu empat tahun. Dikenal berhati-hati untuk menghindari dikenali siapa dia sebelum masa perang, daripada apa yang dia lakukan saat mengenakan seragam, Stewart mendapatkan reputasi yang patut ditiru sebagai perwira yang dikenal sangat bekerja keras, teliti dan berdedikasi. Karirnya di masa Perang Dunia II, bagaimanapun tidak semuanya glamor seperti yang diberitakan oleh media dan Hollywood. Seperti seperti layaknya setiap prajurit lain yang menghadapi neraka pertempuran, Stewart juga mengalami pengalaman traumatis. Stewart bergumul dengan rasa bersalah membunuh warga sipil dalam serangan bom di Prancis dan Jerman termasuk satu misi di mana mereka menghancurkan kota yang salah secara tidak sengaja. Stewart juga merasa bertanggung jawab atas kematian anak buahnya dan terutama satu misi di mana dia kehilangan 13 pesawat yang berisi 130 orang yang dia kenal dengan baik. Seorang reporter Hollywood bahkan menulis sebuah artikel yang melukiskan pandangan suram tentang Stewart yang kembali dari perang, mengatakan bahwa dia tidak pernah sama dan bagaimana hal itu mempengaruhi kemampuan aktingnya. Stewart tidak pernah membicarakan pengalaman buruknya selama perang, bahkan kepada veteran lain, dan memendam emosinya yang kerap muncul dalam aktingnya ketika dia kembali ke Hollywood. Kisah paling jujur tentang pengalaman PTSD yang heroik dan menakutkan dari Jimmy Stewart pada Perang Dunia II, yang kemudian dikenal sebagai gejala Battle Fatigue, kemudian menjadi inti dari buku Robert Matzen yang benar-benar luar biasa, yakni MISSION: JIMMY STEWART AND THE FIGHT FOR EUROPE.

Stewart kemudian menyalurkan gejala PTSD-nya saat berperan film tersebut, termasuk adegan di atas di jembatan dalam film ‘It’s a Wonderful Life‘. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)
Buku Robert Matzen, Mission: Jimmy Stewart and the Fight for Europe. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)

KEMBALI KE HOLLYWOOD

Stewart kemudian menerima pemberhentian terhormat musim panas itu dan kembali ke karir Hollywood-nya, dengan tetap mempertahankan karir militernya juga, sebagai kolonel di Air Force Reserve, saat AU Amerika menjadi kecabangan tersendiri. Meskipun kembalinya Stewart ke pembuatan film menghabiskan sebagian besar waktunya, Stewart dengan sungguh-sungguh menghadiri latihan unit Cadangannya. Kolonel Stewart kemudian memimpin Pangkalan Unit Cadangan Udara Dobbins, Marietta, Georgia. Pada tahun 1953, pangkat kolonelnya di masa perang dibuat permanen. James Stewart yang adalah salah satu aktor film paling sukses di Amerika, sempat membuat beberapa film mengenai penerbangan, seperti “No Highway in the Sky,” “Strategic Air Command,” “The Spirit of St. Louis,” dan “The Flight of the Phoenix.” Kemudian pada tahun 1959, Presiden Dwight Eisenhower mempromosikan Kolonel Stewart yang berusia 51 tahun ke pangkat brigadir jenderal di unit Cadangan Angkatan Udara, sebuah penunjukan kontroversial di mana status selebritasnya benar-benar merugikan dirinya. Pada penyebutan pertama dari promosi bintang satu Stewart dua tahun sebelumnya, badai api politik telah meletus, tetapi Angkatan Udara berdiri di belakang Stewart dan menugaskannya kembali ke pos yang lebih bergengsi, membantunya mengurangi tekanan dari Senat AS. Selama bertahun-tahun di unit Cadangan, Stewart mempertahankan keakraban sebagai pilot pembom B-36, kemudian B-47, dan akhirnya B-52 di SAC. Jimmy Stewart, pada momen ini, telah menerbangkan setiap tipe pesawat pengebom yang dimiliki Angkatan Udara.

James Stewart pada tahun 1945. Tidak seperti aktor lainnya yang pernah bertugas dalam Perang Dunia II, Stewart tetap mempertahankan karir militernya juga, sebagai kolonel di Air Force Reserve, saat AU Amerika menjadi kecabangan tersendiri. (Sumber: https://www.dailymail.co.uk/)
Poster film Strategic Air Command yang dibintangi oleh James Stewart. James Stewart pada masanya adalah salah satu aktor film paling sukses di Amerika. (Sumber: https://www.airplanes-online.com/)
Jimmy Stewart di depan pembom B-52-nya. Selama bertahun-tahun di unit Cadangan, Stewart mempertahankan keakraban sebagai pilot pembom B-36, kemudian B-47, dan akhirnya B-52 di SAC. Jimmy Stewart, pada momen ini, telah menerbangkan setiap tipe pesawat pengebom yang dimiliki Angkatan Udara. (Sumber: https://theaviationgeekclub.com/)

Selama perang, dia telah menjadi mempelajari secara detail taktik dan doktrin pesawat pembom, dan telah mengembangkan pengetahuan dan antusiasme yang nyata untuk, misi pemboman presisi siang hari. Keikutsertaannya dalam misi pengeboman terhadap target area di Vietnam pasti mengejutkan bagi brigadir jenderal terkemuka itu. Sekarang, setelah 22 tahun dan satu hari sejak dia mendapatkan medali Distinguished Flying Cross pertamanya untuk misi bersama pembom Liberator-nya di Jerman pada tahun 1944, Jenderal Stewart (kini berusia 58 tahun) melakukan misi tempur lain—ke Vietnam—duduk di kabin B-52 di belakang Kapten Amos dan Meyers. Pilot melakukan pengecekan daftar pemeriksaan, menyalakan mesin dan meninggalkan lapangan udara Andersen untuk menempuh lima jam lebih penerbangan ke target mereka. Ketika tiba saatnya untuk mengisi bahan bakar, sekitar tiga jam kemudian, Amos menghubungi operator boom pengisian pada pesawat tanker saat berada dalam posisi precontact di belakang pesawat tanker KC-135. Ketika tiba saatnya untuk mengisi bahan bakar di pesawat, kru bertanya apakah dia ingin “tangannya kotor” — dia langsung menyanggupi. Amos meminta Stewart mengulangi perintahnya: “Green-2 stabil di posisi sebelum kontak. Siap disambungkan.” Ada jeda yang sangat lama sebelum operator tanker boom menjawab, seolah-olah dia mungkin mencoba mengingat di mana dia pernah mendengar suara itu sebelumnya. “Siap untuk kontak,” akhirnya dia berkata. Saat proses plug in, Stewart menjawab, “terhubung.” Setelah mengisi bahan bakar, Amos memberi tahu awak tanker siapa pilot tambahan itu. Operator boom menjawab: “Terima kasih Pak, dengan senang hati kami melayani Anda. Hari ini kami memberikan perangko ganda.” Stewart tertawa terbahak-bahak.

MENDEKAT KE VIETNAM

Saat mereka mendekati garus pantai Vietnam Selatan dan mengecek daftar pemeriksaan mereka, Stewart bertanya apakah mereka berada di Pre-Initial Point di peta. Dia kemudian pindah ke tepi kursinya sehingga dia bisa melihat dampak bom dari pesawat di depan mereka. Green-2 berada di 33.500 kaki (10.668 meter), 500 kaki (152,4 meter) di atas dan dua mil (3,2 km) di belakang pembom pemimpin, Green-1. Green-3 berada 500 kaki di atas dan dua mil di belakang Green-2. Navigator radar, Kapten Irby Terrell, menemukan dan melacak offset pengeboman, dan indikator Time to Go (TG) memulai hitungan mundur. Di TG nol, mereka mulai melepaskan 51 bom M-117 seberat 750 pon (340 kg). Masing-masing dari 30 pesawat pembom B-52 memiliki titik sasaran pengeboman individu sehingga benar-benar memenuhi kotak target persegi panjang tempat VietCong (VC) dilaporkan berada. Bom-bom itu disetting untuk meledak setelah menembus banyak gua dan benteng yang berada di area sasaran. Ketika film kamera pengeboman diproses kembali di pangkalan Andersen, kru mengetahui bahwa bom-bom mereka jatuh dengan baik dalam Circular Error of Probability (CEP) yang ditetapkan, yang diperlukan untuk mencapai target yang diinginkan. Saat keluar dengan aman di lepas pantai Vietnam Selatan, Kapten Kenny Rahn mencolokkan alat penggorengan listrik dan menyiapkan makanan yang direncanakan untuk para kru. “Kalian semua benar-benar tahu bagaimana cara mengakhiri serangan bom yang sukses,” kata Stewart sambil menikmati telur orak-arik, bacon, dan sandwich keju panggangnya. “Yah,” dia berseru kemudian, “ini benar-benar jauh berbeda dari misi kami ke Jerman bertahun-tahun yang lalu.”

Stewart mendiskusikan penerbangannya dengan perwira USAF lainnya. (Sumber: https://www.sofmag.com/)
Pesawat pembom B-52 menjalankan misi pemboman di Vietnam. Ketika film kamera pengeboman diproses kembali di pangkalan Andersen, kru mengetahui bahwa bom-bom yang dijatuhkan oleh pembom-pembom B-52 dimana Stewart ikut terbang jatuh dengan baik dalam Circular Error of Probability (CEP) yang ditetapkan, yang diperlukan untuk mencapai target yang diinginkan. (Sumber: https://www.defensemedianetwork.com/)

SITUASI DARURAT

Penerbangan kembali berjalan lancar sampai mereka mulai mendekati Guam. Berpikir bahwa sayapnya rusak, Amos tahu bahwa pendaratan “flaps-up” di B-52 adalah mungkin, tetapi dia hanya mempraktikkannya dalam pelatihan hingga ketinggian 500 kaki di atas landasan dan tidak ada pendaratan sebenarnya yang pernah dilakukan. Respon B-52 selama pendekatan pendaratan secara dramatis berbeda dalam pendekatan flaps-up dan pendaratan normal: normal nose-down attitude yang biasanya menjadi nose-up attitude dan memerlukan teknik yang berbeda dalam flaring dan mengendalikan laju turun pesawat untuk touchdown dengan roda pendarat tipe sepedanya. Sekarang dalam situasi darurat, Mayor Jenderal William J. Crumm, komandan Divisi Udara ke-3, datang melalui radio dan bertanya apakah mereka dapat memverifikasi bahwa sayap itu benar-benar terbelah. Amos membalas melalui radio: “Ada momen bergulir ringan ke kiri, tapi itu tidak parah dan bisa saja dari B-52 di depan kami….Pada saat penembak ekor melihat sayap, keduanya kembali ke posisi ke atas.” Crumm kemudian menanyakan pandangan Amos tentang mencoba melakukan ekstensi flap lagi, setelah memindahkan Jenderal Stewart ke posisi navigator instruktur jika ada kemungkinan bailout (keluar dari pesawat) jika pesawat menjadi tidak terkendali. Amos mengacungkan jempol kepada Meyers, yang sependapat. “Saya akan memperpanjang flap-nya lagi,” kata Amos kepada Crumm. “Dengan perbedaan flap 20 derajat, kami seharusnya mengalami momen rolling yang lebih parah.” Jenderal Crumm setuju, dan mereka melanjutkan ke daerah bailout yang direncanakan di utara pangkalan di mana unit dukungan darurat berbasis darat dan air dalam keadaan siaga.

B-52 mendarat dan lepas landas di pangkalan udara Guam selama Operasi Arc Light. Pendaratan misi pemboman yang dijalani Stewart nyaris menjadi bencana karena kerusakan pada peralatan deteksi pendaratannya. (Sumber: https://media.defense.gov/)

Saat Amos terbang ke area keluar di utara Andersen, kru mulai menghitung data pendaratan flaps-up: kecepatan udara plus-35 knot; landing roll—lebih lama; jika drag chute (parasut penahan) gagal berfungsi—50 persen lebih lama. Dia kemudian mengantar Stewart ke posisi navigator instruktur di dek bawah pesawat. “Jika saya kehilangan kendali atas pesawat,” kata Amos, “Saya akan mengucapkan perintah ‘bailout‘ di interkom tiga kali dan mengaktifkan lampu bailout. Navigator akan menjadi yang pertama pergi, menciptakan lubang besar di kursi lontar bawahnya.” Amos meyakinkan Stewart bahwa dia akan melakukan semua yang dia bisa untuk mendapatkan kembali kendali atas pembom yang dikemudikannya dan akan menjadi orang terakhir yang meninggalkan pesawat. “Apakah Anda mengerti, Jenderal Stewart?” tanya Amos. “Ya, Kapten Amos, saya mengerti,” jawab Stewart, seorang veteran dari banyak keadaan darurat penerbangan tempur yang serius saat Perang Dunia II, dengan sangat tenang dengan suara granularnya yang familier. Amos memverifikasi bahwa semua orang siap untuk kemungkinan bailout, dan mereka memulai pendekatan mereka di area meninggalkan pesawat. “Turunkan flap-nya,” perintah Amos pada Meyers. Pengukur sekali lagi menunjukkan kondisi terbelah, tetapi kedua flap kiri dan kanan memanjang secara normal tanpa momen bergulir! Amos memberi tahu pos komando: “Itu adalah pengukur flap-nya yang salah, bukan flap-nya yang rusak… momen bergulir kami sebelumnya mungkin adalah turbulensi dari B-52 di depan kami di formasi.” Jenderal Crumm yang lega memberi tahu mereka “untuk mendaratkan pesawatnya masuk.”

KARGO BERHARGA

Sementara itu, semua orang tahu bahwa Jimmy Stewart berada di Green-2, dan lapangan terbang dipenuhi dengan peralatan penyelamat darurat dan beberapa staf VIP dan awak pesawat menunggu pendaratan flaps-up B-52 itu. Kemudian, Amos akan mengingat: “Kami muncul di atas cakrawala menuju barat ke landasan pacu Andersen dengan flap ke bawah. Tidak akan ada pendaratan flaps-uphari itu!” Waktu resmi di udara untuk misi tersebut adalah 12 jam 50 menit. Setelah meluncur, pesawat yang dijuluki BUFF (Big Ugly Fat Fellow) ini disambut oleh sejumlah sosok VIP. Meninggalkan landasan tidak ada dalam pikiran semua orang, karena semua orang menginginkan kesempatan untuk bertemu dan melihat bintang film besar yang baru saja menyelesaikan misi tempur terakhirnya. Stewart lalu meminta sebuah foto dirinya dan awak pesawat untuk memperingati misi dan pendaratan yang sukses. Sementara kru melanjutkan ke area pembekalan misi, sang jenderal dikawal ke area “Beer Barrel” yang terkenal untuk mengangkat beberapa gelas beer dengan kru penerbangan dan pemeliharaan, sambil bertukar cerita Perang Dunia II dan misi Arc Light di Vietnam. Awak Amos kemudian bergabung dengan perayaan Beer Barrel. Keesokan paginya ketika Amos dan krunya sedang merencanakan misi berikutnya, sebuah pengumuman datang melalui pengeras suara bahwa komandan Wing ingin Kapten Amos segera menemuinya di depan gedung. Saat dia bergegas keluar, dia menemukan Jenderal Stewart duduk di mobil CO. Stewart memberi tahu Amos, “Saya ingin mengucapkan terima kasih atas misi tempur yang sukses dan profesionalisme Anda selama keadaan darurat dalam penerbangan.” Stewart kemudian memberi kapten satu set foto bertanda tangan yang dipersonalisasi, diambil setelah mereka mendarat, untuk setiap anggota kru, dan dia berharap semoga mereka semua beruntung. Bagi sang jenderal, itu adalah misi tempur terakhirnya. Stewart bagaimamapun tidak pernah berbicara mengenai misi rahasianya di Vietnam ini, begitu juga Amos.

Stewart, (tengah) dengan Amos di sebelah kanannya, dan kru B-52 beberapa saat setelah mendarat dengan selamat di Andersen. Sebelum meninggalkan Guam keesokan paginya, Stewart sekali lagi berterima kasih kepada Amos atas profesionalismenya selama keadaan darurat dan menghadiahi dia dengan foto yang ditandatanganinya untuk masing-masing awak. (Courtesy Bob Amos/https://www.historynet.com/)

KARIR SELANJUTNYA

Kapten Amos kemudian terus melanjutkan penugasannya untuk menerbangkan total 34 misi tempur di bomber B-52F di Vietnam Selatan dan kemudian 126 misi di pesawat pembom tempur F-105D, termasuk 100 misi di udara Vietnam Utara. Dia pensiun sebagai kolonel dari Angkatan Udara AS pada tahun 1984, setelah mengabdi selama 26 tahun lebih dengan total 5.090 jam terbang. Dalam tugas terbang terakhirnya, sebagai direktur operasi Wing Pembom ke-28 di Pangkalan Angkatan Udara Ellsworth, S.D., ia memimpin dua Skuadron B-52H, dan sebuah Skuadron K-135A dan RC-135. Amos masih mengingat misi B-52 dan hubungan dekatnya dengan Jimmy Stewart. “Itu adalah pengalaman hebat dan suatu kehormatan memiliki Brig. Jenderal Stewart terbang bersama kami. Dia benar-benar pria yang sama secara pribadi seperti yang dia gambarkan di banyak filmnya!” Brigadir Jenderal Jimmy Stewart pensiun dari unit Cadangan Angkatan Udara pada tahun 1968, tetapi pengalaman Perang Vietnamnya belum berakhir. Stewart kemudian berkata, “Saya ingat pidato Jenderal George Patton di mana dia berkata ‘Tidak ada orang yang memenangkan perang dengan mati untuk negaranya. Dia memenangkannya dengan membuat musuh mati demi negaranya.’ Tapi, dalam perang nyata, segalanya tidak pernah sehitam-putih itu.” Tragedi peperangan itu kemudian benar-benar datang pada bulan Juni 1969, saat anak tiri Stewart yang berusia 24 tahun, Letnan Satu Marinir Ronald McLean, tewas dalam tugas ketika unitnya disergap saat melakukan patroli pengintaian di dekat DMZ. Itu adalah pukulan besar bagi seluruh keluarga Stewart dan teman-teman mereka. Stewart kemudian terus menjadi pendukung dari militer Amerika yang kuat. Di Antelope Valley, ia sempat menghadiri peluncuran pembom XB-70 dan B-1A di Palmdale. Jimmy Stewart kemudian meninggal karena serangan jantung di rumahnya di Beverly Hills pada tanggal 2 Juli 1997, di usia 89 tahun. Ia dimakamkan di Forest Lawn Memorial Park, Glendale, California.

Pemakaman militer untuk Ronald W. McLean, anak tiri James Stewart (kanan). McLean tewas dalam Perang Vietnam. Yang berduka termasuk saudaranya Michael dengan tunangannya, dan saudara kembarnya Kelly dan Judy. Ibunya Gloria Stewart ada di balik Stewart. 17 Juni 1969. (Sumber: https://www.bridgemanimages.com/)
James Stewart pada tahun 1970an. Di masa tuanya Stewart kemudian terus menjadi pendukung dari militer Amerika yang kuat. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

JIMMY STEWART GOES TO VIETNAM By WARREN E. THOMPSON; 10/12/2017

James Stewart: A Hollywood Legend Leads a Combat Mission over Vietnam by Ronald E. Yates; August 5, 2022

James Stewart: A Hollywood Legend Leads a Combat Mission over Vietnam

JIMMY STEWART’S VIETNAM BOMBING MISSION by J David Truby; Soldier of Fortune Magazine, December 3, 2021

JIMMY STEWART’S VIETNAM BOMBING MISSION

When Jimmy Stewart flew B-52’s in Vietnam: the Story of the Hollywood Star who became an Air Force 2-Star General by Dario Leone

Brig. Gen. Jimmy Stewart’s final mission by Bob Alvis; March 19, 2021 7:23 pm

EXCLUSIVE: Jimmy Stewart suffered such extreme PTSD after he lost 130 of his men as a fighter pilot in WW II that he acted out his anguish during filming of It’s a Wonderful Life By Dan Bates For Dailymail.com; 20:18 06 Oct 2016, updated 08:46 07 Oct 2016

https://www.dailymail.co.uk/news/article-3825552/Jimmy-Stewart-suffered-extreme-PTSD-lost-130-men-fighter-pilot-WW-II-acted-anguish-filming-s-Wonderful-Life.html

JIMMY STEWART’S VIETNAM BOMBING MISSION what movies whas that by J David Truby

https://www.pressreader.com/usa/flight-journal/20191001/281526522689852

Exit mobile version