Perang Vietnam

MiG-21 Fishbed “Master”: Nguyen Van Coc, Pilot Tempur Dengan Kemenangan Udara Terbanyak Dalam Perang Vietnam

Nguyễn Văn Cốc adalah mantan pilot pesawat tempur MiG-21 Vietnam Utara dari Resimen Tempur ke-921 Angkatan Udara Rakyat Vietnam (VPAF). Van Coc sempat ditembak jatuh sebelum mencetak kemenangan udara pertamanya dalam Perang Vietnam. Ia ditembak jatuh pada tanggal 2 Januari 1967 dalam Operasi Bolo, sebuah operasi penyergapan udara yang dilakukan oleh Amerika. Dia kemudian bisa melontarkan diri dari pesawatnya dan mendarat dengan selamat, untuk kemudian menghancurkan sebuah pesawat pembom tempur F-105 pada tanggal 30 April. Setelah itu, Van Coc mampu mencetak delapan kemenangan udara lagi hingga bulan Desember 1969. Dari sembilan kemenangan yang diraihnya, dua adalah atas pesawat tanpa awal (drone), dan untuk kategori pesawat, enam dari tujuh kemenangannya dapat dikonfirmasi dalam catatan pihak Amerika — sehingga menjadikannya pilot tempur dengan skor kemenangan tertinggi dalam perang yang diakui oleh kedua pihak. Semua kemenangan udara Van Coc dilakukan saat ia menerbangkan jet tempur MiG-21 Fishbed, dan dalam semua kasus ia menggunakan rudal pencari panas R-3S Atoll (kode NATO: AA-2, yakni versi copy Soviet dari rudal AIM-9 Sidewinder Amerika) untuk merontokkan lawan-lawannya. Dengan reputasinya ini, tidak diragukan lagi bahwa dia adalah laksana “Harimau mematikan yang berkeliaran di Hutan Vietnam”.

Nguyen Van Coc, Ace terbesar dalam Perang Vietnam. (Sumber: http://www.rkka.es/)

MASA MUDA & TRAGEDI AWAL 

Nguyễn Văn Cốc lahir pada tahun 1943, di desa Bich Son, Distrik Việt Yên provinsi Bac Giang, utara Hanoi di wilayah Indocina Prancis. Dia berulang tahun yang pertama pada tahun yang sama saat Letnan Robin Olds dari Amerika mencetak kemenangan udara pertamanya atas pesawat Luftwaffe di palagan Eropa. Tidak dinyana, pada akhirnya nanti keduanya akan saling berhadapan dalam perang udara diatas Vietnam. Ketika dia berusia 5 tahun, ayahnya, Nguyen Van Bay (tidak ada hubungannya dengan Ace pilot MiG-17 Vietnam saat perang lawan Amerika), pemimpin Viet Minh di distrik tersebut, dan pamannya (juga anggota Viet Minh), dieksekusi oleh Prancis. Khawatir akan mendapat masalah lebih lanjut dengan otoritas kolonial Prancis, ibunya memindahkan keluarganya ke pedesaan. Nguyễn lalu menghabiskan sisa masa kecilnya di dekat pangkalan udara Chu, di mana dia menyaksikan pesawat-pesawat Prancis lepas landas dan mendarat serta pasukan terjun payungnya berlatih. Pengalaman di masa kecilnya ini kemudian membangkitkan minatnya pada pesawat terbang dan semangatnya untuk bertempur. Ketika Vietnam memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1954, Coc dan ibunya kembali ke provinsi Bac Giang, dimana ia lalu bersekolah di sekolah Ngô Sĩ Liên. Ketika dia masih kelas delapan, beberapa perwira militer datang untuk merekrut peserta pelatihan pilot. Van Coc kemudian mendaftar di AU Vietnam Utara (VPAF) pada tahun 1961 di usia 18 tahun. Setelah melewati banyak ujian ketat dan menjadi salah satu dari dua rekrutan baru, lalu menerima pelatihan di Bandara Cat Bi di kota Hai Phong untuk menerbangkan pesawat latih baling-baling Yak-18 dari Resimen Pelatihan ke-910. Pada titik ini, sama seperti pengalaman banyak pilot tempur Vietnam Utara, Van Coc belum pernah mengendarai mobil, dan langsung beralih dari mengendarai sepeda ke pesawat terbang sebagai moda transportasi. Enam bulan setelah itu, Coc dipilih untuk mengikuti kursus pelatihan untuk menerbangkan pesawat tempur di Uni Soviet. Nguyễn kemudian menghabiskan sekitar tiga tahun  menjalani pelatihan pilot di Uni Soviet di pangkalan Angkatan Udara Bataysk dan Krasnodar. Dari 120 peserta pelatihan di angkatannya, dia adalah salah satu dari tujuh peserta yang lulus sebagai pilot jet tempur subsonic (kecepatan tertinggi dibawah kecepatan suara) MiG-17 Fresco. Dengan ini Coc berarti termasuk dalam 6% rekrutan mampu menjadi pilot pesawat tempur sementara 94% sisanya harus puas menjadi personel pendukung darat. 

Kadet udara AU Vietnam Utara (VPAF) di depan pesawat latih Yak-18. Nguyen Van Coc tergabung dalam Resimen Pelatihan ke-910 pada tahun 1961. (Sumber: https://vndefence.wordpress.com/)
Para pilot skuadron pertama dari Resimen Tempur ke-923: Luy Huy Chao (6 kemenangan), Le Hai (7 kemenangan), Mai Duc Tai (2 kemenangan), dan Hoang Van Ky (5 kemenangan) di depan pesawat MiG 17 mereka. Pada awalnya Nguyen Van Coc menerbangkan MiG-17 sebelum beralih ke MiG-21. (Sumber: Vietnamese News Agency/https://www.historynet.com/)
MiG-21 Fishbed pesawat tempur paling canggih dari blok timur di pertengahan tahun 1960an. Fishbed dilengkapi dengan radar sederhana dan rudal pencari panas jarak pendek AA-2 Atoll. Hanya pilot terpilih Vietnam Utara yang menjalani proses konversi dari MiG-17 ke MiG-21, Van Coc termasuk diantaranya. Selama Perang Vietnam, MiG-21 Fishbed berhasil menembak jatuh 56 pesawat lawan. (Sumber: https://live.warthunder.com/)

Saat itu, tingkat kelulusan pilot-pilot Vietnam sangat rendah jika dibandingkan dengan rekrutan dari Hongaria dan Kuba, yang belajar di pangkalan udara yang sama pada periode yang sama. Alasan tingginya tingkat kegagalan orang-orang Vietnam untuk menjadi pilot bukan karena rekrutan itu sendiri kurang cakap, tetapi lebih karena “latar belakang” mereka. Pada saat mereka tiba di Bataysk, para rekrutan asal Hungaria dan Kuba sudah memiliki pengalaman terbang selama bertahun-tahun karena mereka biasanya adalah anggota klub terbang, atau mereka bahkan sudah menjadi pilot militer di negara masing-masing. Tetapi bagi kebanyakan rekrutan Vietnam … itu bahkan adalah pertama kalinya mereka melihat pesawat! Masalah lain yang dihadapi calon pilot asal Asia adalah problem ergonometri – orang-orang Vietnam umumnya jauh lebih pendek daripada pilot Eropa, dan kurang kuat. Hal ini membuat kolimator atau HUD (tampilan data frontal) pesawat MiG-15UTI, L-29 Delfin, MiG-17 dan MiG-21 tidak bisa mereka lihat, atau kaki mereka tidak dapat menjangkau pedal yang mengendalikan kemudi pesawat. Lebih buruk lagi, mereka harus mengerahkan lebih banyak upaya fisik untuk menangani perangkat kontrol, dan mereka akhirnya kelelahan setelah menjalani sesi terbang. Semua ini membuat mereka lebih rentan untuk membuat kesalahan, dan tidak mengherankan, mereka membutuhkan waktu dua kali lebih banyak daripada para siswa Hungaria untuk bisa melakukan penerbangan solo pertama mereka. Bagi para instruktur Russia, melatih pilot Vietnam yang “lambat” adalah semacam siksaan. Mengingat semua kesulitan ini, adalah sebuah prestasi yang layak dipuji jika banyak pilot Vietnam dapat bertempur sebaik yang mereka lakukan. Di sisi lain, penulis penerbangan, Ivan Toperczer sendiri menunjukkan bahwa apa yang terjadi diantara pilot-pilot Vietnam tidak sepenuhnya negatif: mengingat kondisi kehidupan yang keras yang biasa mereka alami, orang-orang Vietnam memiliki gaya hidup yang jauh lebih sehat. Tidak seperti orang-orang Hongaria, Rusia, dan Kuba, di waktu luang mereka, orang Vietnam tidak merokok, mabuk, atau mencoba merayu wanita Rusia yang tinggal di dekat Bataysk dan Krasnodar. Sebaliknya mereka lebih berkonsentrasi pada berlatih seni bela diri, melakukan senam, atau belajar. Setelah menyelesaikan pelatihan, Coc kembali ke Vietnam Utara untuk bertugas dengan Kompi ke-1 dari Resimen Tempur ke-921 “Bintang Merah”, yang juga merupakan unit dari banyak pilot terkenal seperti Tran Hanh, Pham Ngoc Lan, dan Nguyen Nhat Chieu. Nguyen Van Coc kemudian termasuk dalam kelompok yang terdiri dari 13 pilot MiG-17 Vietnam, yang dipilih untuk menjalani konversi sebagai pilot pesawat tempur terbaik dalam inventaris Soviet, yakni MiG-21 Fishbed, yang mampu terbang supersonik hingga 2 kali kecepatan suara. Dia lalu kembali ke Uni Soviet dan menjalani pelatihan konversi pada MiG-21 sebelum kembali ke Resimen Tempur ke-921. Dia mulai terbang operasional pada bulan Desember 1965, dengan kode panggilan “Chim cat so 2” (Falcon No 2). Salah satu rekannya di unit ini adalah rekannya sesama lulusan pelatihan MiG-21 di Uni Soviet, yakni Dong Van De, seorang pilot muda dan banyak disukai, yakni putra dari Thieu Tuong (Mayor Jenderal) Dong Bay Cong yang dihormati.

TAKTIK VPAF MELAWAN MUSUH YANG LEBIH BESAR

Saat itu para pilot dari Resimen ke-921 diketahui harus menghadapi tantangan yang menakutkan ketika mereka berusaha untuk menggagalkan serangan udara besar-besaran dari Amerika. Mereka kalah jumlah dan kalah dalam hampir semua hal, termasuk dalam hal pesawat terbang, senjata, pelatihan dan pengalaman tempur. Karena jumlah mereka sangat sedikit, VPAF tidak memiliki program “rotasi” seperti lawan-lawan Amerika mereka, yang dapat pulang kembali ke negerinya setelah menyelesaikan 100 misi tempur. Para pilot Vietnam Utara bertempur di negeri mereka sendiri dan mereka pada dasarkan “(akan) terbang sampai mati” hingga perang berakhir. Pada tanggal 14 Desember 1966 Dong Van De (yang terbang dengan MiG-21PF “Red 4212″ dan Nguyen Van Coc dengan “Red 4213”) lepas landas pada pukul 8:15 pagi untuk menghadapi serangan udara Amerika. Le Thanh Chon, salah satu pengendali darat Vietnam yang paling berpengalaman, dengan cerdik menempatkan mereka di belakang kelompok pesawat penyerang Amerika, dengan matahari ada di belakang mereka. Nguyen Van Coc-lah yang pertama kali melihat formasi pesawat-pesawat Amerika ketika mereka berada sekitar 10 mil di belakangnya – empat kelompok pesawat yang masing-masing terdiri dari empat pembom tempur F-105 Thunderchief. Berada 2.000 meter di atas formasi Thunderchief, kedua MiG-21 itu menyerang dengan kecepatan supersonik, dan beberapa detik kemudian rudal R-3S yang diluncurkan oleh Dong Van De membuat sebuah F-105D dengan Nomor 60-0502 yang diterbangkan Kapten RB Cooley (dari 357th TFS/355th TFW) jatuh. Cooley kemudian melompat keluar dari pesawatnya. Hampir segera setelah melihat rekannya ditembak jatuh, pesawat-pesawat Thud lainnya segera menjatuhkan bom mereka sebelum waktunya dan mulai berpencar ke segala arah, mencoba menghindari serangan lebih lanjut dari pesawat-pesawat MiG. Mereka berhasil, karena USAF tampaknya tidak mengalami kerugian lebih lanjut hari itu. Apa pun hasil sebenarnya dari pertempuran itu, Van Coc telah menerima pengalaman tempur pertamanya yang sangat berharga.

Teknik penyergapan dengan panduan radar yang diterapkan oleh Vietnam Utara untuk mengacaukan serangan udara Amerika. (Sumber: https://sejarahmiliter.com/)

Sementara itu, secara taktik tidak seperti pilot-pilot Angkatan Udara AS dan Angkatan Laut AS, angkatan udara dan pilot Vietnam Utara dibiasakan bertempur dengan panduan ground-controlled intercept (GCI) gaya Soviet untuk menjalankan fungsi pertahanan udara dan melakukan pertempuran udara. Jika pilot-pilot Amerika memiliki wewenang luas untuk memutuskan taktik dan membuat keputusan operasional dalam aturan tempur yang telah ditentukan, pilot-pilot pesawat tempur Vietnam Utara malah dipandu dengan ketat dari darat oleh satu set pengontrol khusus yang mengatur pertempuran udara melalui layar radar. Dengan menggunakan teknik ini, pilot-pilot Vietnam Utara akan bergegas ke pesawat-pesawat MiG mereka dan lepas landas untuk mencegat target yang dipilih dengan cermat di mana mereka dapat menggunakan keunggulan taktis, seringkali dengan memusatkan jumlah yang lebih superior pada pesawat-pesawat pembom tempur lawan yang terisolasi sementara “payung” dari Rudal Anti Pesawat (SAM) NVA terus menjaga agar pesawat-pesawat tempur USAF yang memberikan perlindungan pada armada pembom sibuk. Begitu terbang di ketinggian, pilot-pilot MiG akan memeriksa frekuensi radio dari GCI dan menerima informasi kemana harus mengarah dan ketinggian untuk mendapatkan posisi terbaik dalam melakukan serangan. Bahkan jika pertempuran udara pecah, perwira GCI di darat akan tetap terlibat, memberikan perintah dan informasi, serta otorisasi untuk menembak — dengan sistem ini berarti bahwa cara bertempur pilot-pilot VPAF adalah dengan melakukan pencegatan langsung menuju target, menembakkan rudal, dan berbelok menjauh dari pertempuran untuk melarikan diri dengan cepat.

Membidik bagian ekor lawan adalah taktik paling umum dilakukan dalam pertempuran udara. Lewat bantuan kontrol radar darat yang tepat, pilot-pilot Vietnam Utara akan mampu menempatkan diri dibelakang lawan-lawannya sembari tetap mempertahankan unsur kejutannya. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Dalam metodologi yang dikelola GCI dengan ketat, bagaimanapun, masih ada kebebasan di tangan pilot, tetapi hanya jika dia dapat mengambil inisiatif dan tetap dalam berpegang pada perintah awal. Nguyen Van Coc adalah seorang pilot semacam ini — dia bisa berpikir secara taktis, strategis, dan dalam pemikiran tiga dimensi. Sebagian besar pilot Vietnam lainnya akan diarahkan ke target, menembak dan kemudian, jika pesawat tempur Amerika muncul untuk mengejar, mereka akan melarikan diri dengan cepat. Sebaliknya Nguyen Van Coc yang ulet dan memilih untuk menghadapi langsung pesawat dan pilot Amerika, menggunakan keterampilan tempurnya yang sangat baik untuk memperoleh keuntungan dalam pertempuran udara. Meskipun dia sering ditempatkan di posisi wingman, dia memilih untuk bertempur jika memungkinkan, sambil tetap melindungi pemimpinnya.

OPERASI “BOLO” – BENTROKAN BEDA GENERASI DI VIETNAM UTARA

Aksi Kolonel Robin Olds yang legendaris dan “Wolf Pack” dari Wing Tempur Taktis ke-8 selama Perang Vietnam sudah dikenal di kalangan penggemar penerbangan militer. Keahlian Kol. Olds sebagai pilot pesawat tempur dan reputasi sebagai pemimpin tempur yang efektif, yang diperoleh selama tiga dekade dinas militernya, dijunjung tinggi oleh rekan-rekan dan sejarawan. Meski demikian kisah musuh utamanya di Asia Tenggara, yakni pilot-pilot VPAF yang masih muda, tidak begitu dikenal di Barat. Yang paling terkemuka di antara pilot-pilot VPAF ini tidak lain adalah Kapten Nguyễn Văn Cốc dari Resimen Tempur ke-921, ace pencetak kemenangan tertinggi dalam Perang Vietnam. Pada tanggal 2 Januari 1967, kedua pilot tempur yang tangguh ini ditakdirkan bertemu dalam pertempuran udara yang singkat, namun menentukan di Vietnam Utara. Pertemuan ini berakhir dengan kemenangan telak untuk “Wolf Pack”, yang dikomandoi Robin Olds, tapi itu bukan akhir bagi VPAF. VPAF terbukti tangguh dan banyak akal untuk bisa pulih dari kekalahan ini, dan pelajaran yang didapat dari pertempuran epik ini, kemudian akan membentuk strategi dan taktik pertempuran udara yang digunakan oleh kedua kekuatan belah pihak di sepanjang sisa masa perang. Kisah ini telah didokumentasikan dengan baik oleh Jeff Erickson dari Museum Udara Lyon, sebagai berikut.

Badge Wing Tempur Taktis ke-8 Amerika, unit yang akan menjadi musuh bebuyutan Van Coc dan kawan-kawannya selama Perang Vietnam. (Sumber: https://militarygraphics.com/)

OPERASI “ROLLING THUNDER”

Pada bulan Maret 1965, Amerika Serikat memulai operasi udara ofensif skala besar terhadap Vietnam Utara lewat Operasi Rolling Thunder. Operasi “Rolling Thunder” adalah kampanye pengeboman intensif dan berkelanjutan yang dirancang untuk menghentikan aliran personel dan material ke Vietnam Selatan dan untuk membujuk rezim Vietnam Utara agar menghentikan dukungan bagi pemberontakan komunis di selatan. Misi dalam operasi udara ini menargetkan wilayah industri, fasilitas penyimpanan, titik transshipment, jalur komunikasi dan pertahanan udara Vietnam Utara. Lewat operasi ini, pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS menyerang jantung infrastruktur rezim Hanoi dengan frekuensi yang semakin meningkat untuk menghancurkan kapasitasnya melanjutkan peperangan. Sebagian besar misi pengeboman USAF di Vietnam Utara diterbangkan oleh pesawat tempur/pembom F-105D Thunderchief (dijuluki “Thud”) yang beroperasi dari pangkalannya di Vietnam Selatan dan Thailand.

F-105D Thunderchief terbang dengan beban penuh yang terdiri dari enam belas bom seberat 750 lb (340 kg) pada lima cantelannya. Thunderchief merupakan tulang punggung armada pembom tempur Amerika dalam Operasi Rolling Thunder. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

“AKSI PUKUL LARI” VPAF

Sementara itu, Vietnam Utara mengambil langkah untuk membangun kekuatan pesawat tempur/pencegat, dengan menggunakan peralatan dan pelatihan pilot yang disediakan oleh sekutunya, yakni Soviet dan Cina. VPAF menerima pesawat jet pertamanya, MiG-17 (versi J-5 dari China) rancangan Soviet, pada Februari 1964. Awalnya berbasis di China, pesawat ini kemudian melengkapi unit jet tempur operasional pertama, yang dikenal sebagai Resimen Tempur ke-921 “Sao Do” (Bintang Merah). Selama dua tahun berikutnya, kemampuan VPAF ditingkatkan secara substansial dengan diterimanya pesawat pencegat supersonik MiG-19 (J-6 asal China) dan MiG-21. Pada tahun 1966, Resimen Tempur ke-921 telah mengoperasikan varian MiG-21PF generasi kedua berkemampuan segala cuaca, yang dilengkapi dengan peluru kendali udara-ke-udara jarak pendek. Operasi yang dilakukan oleh pesawat tempur/pencegat VPAF pada dasarnya sepenuhnya bersifat defensif, dan akan tetap demikian selama masa perang. Pilot-pilot MiG menghadapi pesawat-pesawat pembom AS dan menyerangnya dengan teknik “pukul lari” (hit and run) di wilayah yang bersahabat dan secara aktif menghindari kontak dengan pesawat-pesawat tempur pengawal Amerika. Terlepas dari keunggulan numerik dan kualitatif yang sangat besar dari kekuatan udara AS, strategi “gerilya udara” ini memperoleh beberapa keberhasilan, yang merenggut banyak korban pada pesawat-pesawat AS, sembari mengurangi efektivitas pemboman dan mengalihkan sumber daya pesawat tempur AS dari misi serangan untuk bertahan melawan ancaman pesawat-pesawat MiG. Keberhasilan taktik ini tercermin misalnya pada bulan Desember 1966, dimana pesawat-pesawat MiG berhasil menembak jatuh 14 pesawat F-105 dengan tanpa menderita kerugian di pihak  VPAF.

F-105 Thunderchief menghindari kejaran MiG-17 Vietnam Utara. Meski aksi semacam ini belum tentu berakhir dengan ditembak jatuhnya pembom tempur Amerika yang bongsor ini, namun dalam banyak kesempatan, aksi penyergapan pessawat-pesawat MiG Vietnam Utara berhasil memaksa pesawat-pesawat Amerika menjatuhkan bom sebelum waktunya. (Sumber: https://www.goodfon.com/)

SUPERIORITAS LUAR BIASA ASET KEKUATAN UDARA AMERIKA VS AGRESIFITAS PILOT VPAF

Angkatan Bersenjata A.S. sendiri memiliki superioritas yang luar biasa dalam hal aset udara dengan mengerahkan sejumlah pesawat tempur / pencegat seperti F-100, F-102 dan F-104, tetapi pada kenyataannya hanya F-4 Phantom dan F-8 Crusader yang mencapai kesuksesan substansial dalam pertempuran udara melawan jet-jet tempur VPAF. Efektivitas tempur pesawat-pesawat AS terhambat, sampai pada tingkat tertentu, oleh aturan tempur mereka sendiri yang melarang pesawat-pesawat mereka menembak target di luar jangkauan visualnya. Selain itu, pelatihan pilot yang tidak memadai dalam keterampilan pertempuran udara dan kurangnya senjata internal (kanon) di sebagian besar versi F-4 juga berdampak negatif pada kinerja pilot-pilot mereka dalam pertempuran udara-ke-udara. Sebagian besar misi serangan AS diterbangkan oleh pesawat tempur/pembom F-105. Beban berat dari persenjataan udara-ke-darat kemudian sangat membatasi kinerja penerbangan dari F-105 dan mereka rentan terhadap serangan oleh pesawat pencegat VPAF yang lebih cepat dan lebih mampu bermanuver. Pesawat-pesawat MiG VPAF terbang dengan dipandu oleh ground-controlled intercepts (GCI) terhadap formasi pesawat-pesawat pembom AS, dengan panduan yang disediakan oleh jaringan stasiun radar dan pusat komando buatan Soviet. Instalasi ini ironisnya “tidak boleh diserang” oleh pesawat-pesawat serang AS karena khawatir akan menyebabkan terbunuhnya penasihat asal Rusia atau China.

Pesawat-pesawat F-4 Phantom Amerika menjatuhkan bom dalam Perang Vietnam. Selama perang, Amerika menggelar armada pesawat yang secara kuantitas dan kualitas jauh mengungguli VPAF, namun hal ini sekaligus memberikan pilot-pilot Vietnam Utara lebih banyak target di udara, ketimbang pilot-pilot Amerika. (Sumber: https://pixels.com/)

Akibatnya, para pengendali darat VPAF mampu menempatkan pesawat-pesawat pencegat mereka secara optimal untuk melaksanakan serangan “hit-and-run” terhadap formasi pesawat pembom Amerika sambil meminimalkan paparan ancaman dari armada pesawat patroli udara tempur AS. Pesawat-pesawat MiG-17 sering terlibat dalam serangan frontal dengan menggunakan kanon, sementara jet tempur MiG-21 umumnya menyerang dari belakang untuk memanfaatkan kecepatannya yang lebih besar dan persenjataan rudal pencari panasnya. Pesawat-pesawat MiG VPAF kerap menyerang secara agresif, biasanya dari berbagai arah, dan seringkali dengan efek yang menghancurkan. Pesawat-pesawat pembom sering dipaksa untuk membuang muatan sebelum waktunya untuk menghindari kehancuran. Dalam kasus Coc sendiri ia mengembangkan teknik yang sederhana namun efektif, dimana ia lebih suka menembak musuh dari jarak maksimum rudalnya, dan tidak segan menembakkan rudal kedua sebelum menukik dan menghindari pesawat-pesawat tempur lawan yang memburunya. Selain itu Coc juga lebih suka terbang sebagai wingman, karena pesawat musuh biasanya lebih mengantisipasi gerak pesawat pemimpin ketimbang pesawat wingman. Detail kecil semacam ini terbukti krusial, yang memberikan Coc keunggulan awal dalam hal kejutan.

KOLONEL OLD DAN TAKTIK BARU

Dengan meningkatnya serangan udara AS di Vietnam Utara, VPAF segera mengoptimalkan misinya untuk mengidentifikasi pesawat Amerika dengan mengenali ciri-ciri taktik operasionalnya, kode panggilan, kecepatan, ketinggian, penggunaan pod perangkat pengacau radar SAM dan karakteristik lainnya. Pengendali radar VPAF kemudian dapat mengidentifikasi patroli udara tempur Amerika berdasarkan cara mereka beroperasi dan, dengan mengerahkan dan mengendalikan aset pertahanan udara mereka dengan hati-hati, mereka segera belajar untuk bisa menyelinap masuk dan mencoba menembak jatuh F-105 Thunderchief yang datang dengan sarat muatan bom. Untuk pilot-pilot F-4 Phantom Amerika, taktik ini membuat mereka frustrasi, karena mereka jarang bisa memaksa pesawat-pesawat MiG Vietnam Utara bertarung dalam pertempuran udara ke udara. Karena ancaman SAM, mereka juga tidak dapat menembus cukup dalam untuk mengejar dan menghadapi pesawat-pesawat MiG dengan benar. Tindakan perbaikan AS atas problem yang mereka hadapi ini kemudian datang dalam bentuk “Operasi Bolo.” Dengan persetujuan Jenderal William Momyer, Komandan Angkatan Udara ke-7, Kolonel Olds dan staf senior Wing Tempur Taktis ke-8 menyusun dan merencanakan taktik penipuan rumit, yang dirancang untuk memancing pesawat-pesawat MiG Vietnam Utara ke dalam pertempuran dengan kekuatan pesawat-pesawat tempur AS yang lebih superior. Rencananya operasi itu diberi kode nama “Bolo” mengacu pada senjata tajam Filipina yang menakutkan yang mudah disembunyikan, tetapi mematikan dari jarak dekat.

Geram anak buahnya sukar menjumpai pesawat-pesawat MiG Vietnam Utara yang terus-menerus “membantai” armada pesawat-pesawat pembom tempur Amerika, Kolonel Robin Olds merancang sebuah operasi untuk memaksa pilot-pilot Vietnam Utara bertempur. (Sumber: https://www.pinterest.co.uk/)
Pesawat peringatan dini Lockheed EC-121 turut dilibatkan dalam Operasi Bolo yang dirancang oleh Olds dan kawan-kawan. (Sumber: https://www.amazon.co.jp/)

Dalam rencana tersebut “Kekuatan Barat,” yang terdiri dari tujuh flight F-4C dari TFW ke-8 yang berbasis di Pangkalan Udara Ubon, Thailand mensimulasikan armada pesawat F-105 yang akan melakukan penyerangan terhadap target di Vietnam Utara. Pesawat-pesawat Phantom ini akan menggunakan rute masuk, ketinggian, kecepatan, formasi, tanda panggilan dan jargon komunikasi yang khas dari pesawat-pesawat F-105. Armada F-4 ini juga dilengkapi dengan perangkat jamming pod QRC-160 yang biasanya dibawa oleh pesawat F-105, yang memungkinkan mereka untuk meniru signature elektronik dari Thud. Sementara itu “Kekuatan Timur”, yang terdiri dari tujuh flight F-4C tambahan dari TFW ke-366, yang berbasis di Pangkalan Udara Da Nang, Vietnam Selatan akan ditugaskan untuk menutup jalan keluar pesawat-pesawat MiG, termasuk lapangan terbang alternatif VPAF dan rute lari mereka ke tempat-tempat perlindungan di Cina. Waktu kedatangan di atas lapangan udara target dibuat dalam interval untuk mempertahankan cakupan yang berkelanjutan, sembari mencegah pesawat-pesawat MiG yang selamat dari penyergapan mendarat dan memaksa mereka untuk menghabiskan bahan bakarnya di udara. Rencana tersebut juga melibatkan pengawasan radar oleh pesawat peringatan dini Lockheed EC-121, sementara enam penerbangan pesawat-pesawat F-105 akan memberikan serangan penekan ke situs-situs SAM Vietnam Utara, dan upaya gangguan radar stand-off diberikan oleh pesawat perang elektronik EB-66, yang dikawal oleh armada pencegat F-104 dari TFS ke-435. Rencana tersebut juga menetapkan bahwa area target akan dibuat bersih dari pesawat-pesawat AS lainnya, yang memungkinkan awak pesawat-pesawat F-4 untuk menyerang target musuh tanpa melakukan identifikasi visual positif yang biasanya diperlukan dalam aturan tempur Angkatan Udara ke-7.

OLDS VS VAN COC

Operasi Bolo dimulai pada tanggal 2 Januari 1967. Flight F-4 Amerika diidentifikasi dengqn menggunakan kode panggilan radio berdasarkan nama produsen mobil kontemporer, termasuk Ford, Olds dan Rambler. Memimpin penerbangan, Kolonel Robin Olds tiba lebih dulu di atas area target dekat Pangkalan Udara Phúc Yên pada pukul 15:00 waktu setempat. Setelah beberapa penundaan karena cuaca mendung, para pengendali darat VPAF mengambil umpan orang-orang Amerika dan mengarahkan pesawat-pesawat MiG-21 dari Resimen Tempur ke-921 untuk melakukan pencegatan. Di antara pilot yang dikirim dalam misi ini adalah Nguyễn Văn Cốc, yang terbang sebagai wingman untuk pilot yang lebih senior. Berharap untuk menghadapi formasi pesawat pembom, pesawat-pesawat MiG VPAF kembali menggunakan taktik favorit mereka, dengan muncul dari balik awan secara berurutan untuk mendekati formasi dari berbagai arah. Sangat mengagetkan dan mencemaskan, mereka ternyata berhadapan dengan pesawat-pesawat Phantom yang mematikan dilengkapi dengan senjata udara-ke-udara yang lengkap dan siap tempur. Pesawat nomor 2 dari flight Olds, yang dipiloti oleh Lt. Ralph Wetterhahn, mencetak kemenangan pertama dengan rudal jarak menengah AIM-7 Sparrow. Setelah beberapa rudalnya gagal diluncurkan atau dipandu menuju sasaran, Kolonel Olds dan WSO-nya, Letnan Satu Charles Clifton, mencetak kemenangan kedua Amerika tak lama kemudian dengan rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder. Kemenangan ketiga lalu dicetak dengan rudal AIM-9 yang ditembakkan oleh pesawat nomor 4 flight tersebut, yang dipiloti oleh Kapten Walter Radeker III. Pertempuran kemudian segera berakhir dalam hitungan menit. Dua flight lain dari TFW ke-8 juga mencetak kemenangan udara atas pesawat MiG-21 VPAF, dan Wing itu mengklaim total tujuh pesawat VPAF hancur dan dua kemenangan “kemungkinan” lainnya selama Operasi Bolo tanpa menderita kerugian.

Ilustrasi pesawat Phantom Amerika menyergap MiG-21 VPAF dalam Operasi Bolo, 2 Januari 1967. Dalam operasi ini, armada Amerika pimpinan Kolonel Robin Olds sukses menembak jatuh setidaknya 7 pesawat MiG VPAF tanpa menderita kerugian sama sekali. Salah satu yang menjadi korban adalah MiG-21 yang dipiloti oleh Nguyen Van Coc. (Sumber: https://pixels.com/)

Di antara pesawat Vietnam Utara yang hancur adalah MiG-21 yang diterbangkan oleh Nguyễn Văn Cốc dan satu lagi yang dikemudikan oleh calon ace VPAF, Vu Ngọc Đỉnh. Kedua pilot MiG ini berhasil menyelamatkan diri dari pesawat mereka yang rusak. Dengan hilangnya lebih dari setengah kekuatan operasional MiG-21 mereka, VPAF lalu menghentikan operasi pencegatan selama beberapa bulan untuk memulihkan diri, memperlengkapi, dan memikirkan kembali strategi mereka. Seperti yang biasa terjadi dalam sebuah konflik yang berkepanjangan, kedua belah pihak terus mengembangkan teknologi, strategi, dan taktik untuk memperoleh keunggulan sebagai tanggapan atas inisiatif musuh mereka. Vietnam Utara terus mengeksploitasi “banyaknya target” udara yang dikerahkan dalam misi serangan AS, dan mengklaim telah menjatuhkan total 266 pesawat AS dengan tidak kurang menghasilkan 17 pilot VPAF yang mengklaim status sebagai “Ace”. Pihak berwenang AS sendiri hanya mengakui hilangnya 89 pesawat mereka dalam pertempuran udara-ke-udara, sementara mengklaim 195 kemenangan udara, dengan rasio kemenangan 2,2:1. Ironisnya hanya ada dua pilot AS yang memenuhi syarat sebagai ace, dengan tiga perwira sistem senjata tambahan mencapai lima atau lebih kemenangan udara. Jumlah ace AS yang relatif kecil dapat dikaitkan dengan kelangkaan target untuk awak pesawat tempur AS dan masa tugas mereka yang lebih pendek di medan operasi. Sementara itu dari bencana pada Operasi Bolo, Coc kemudian belajar bahwa seorang pilot tempur harus selalu waspada dan bisa mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga. 

30 APRIL 1967: KEMENANGAN PERTAMA

Pembom tempur F-105D USAF yang dikemudikan oleh Robert A. Abbott dari USAF 355th TFW, kemudian akan menjadi kemenangan udara pertama yang dibukukan Van Coc, saat dia bertindak sebagai wingman dari Nguyen Ngoc Do, yang juga sukses menjatuhkan sebuah pesawat. Mereka lepas landas dari Pangkalan Udara Noi Bai dan karena pengendalian yang luar biasa oleh tim pengontrol darat VPAF, mereka dapat menempatkan diri pada posisi menyerang yang sangat baik. Peristiwa tersebut berlangsung sangat cepat. Letnan satu Robert A. Abbott, salah satu pilot dari 40 pembom tempur F-105D Thunderchiefs satuan 354th TFS/355th TFW yang akan menyerang pembangkit listrik di Hanoi, mendengar di radio bahwa awak salah satu F-105 F Wild Weasel dari formasi (yang bertanggung jawab menyerang situs rudal  anti pesawat/SAM) melaporkan bahwa mereka telah terkena rudal yang ditembakkan oleh sebuah pesawat MiG-21 Vietnam Utara, yang muncul entah dari mana, dan mereka melontarkan diri. Abbott mencoba mencari di mana MiG itu berada dalam upayanya untuk menghindari serangan lebih lanjut, tetapi sudah terlambat. Begitu tiba-tiba seperti serangan sebelumnya, pesawatnya diguncang keras oleh ledakan dan Abbott tidak bisa mengendalikannya lagi: pilot MiG-21 lain, yang datang dari arah matahari (di mana orang-orang Amerika hampir tidak bisa melihatnya), telah menembakkan sebuah rudal inframerah R-3 yang menghantam badan pesawat F-105D Nomor 59–1726 miliknya. Abbott bisa melontarkan diri, tetapi hanya untuk ditangkap oleh tentara Vietnam Utara segera setelah dia menyentuh tanah. Sore itu tanggal 30 April 1967, dan meski Abbott tidak mengetahuinya saat itu, dia telah menjadi korban pertama dari pilot yang akan menjadi ace terbesar dalam Perang Vietnam, yakni: Letnan Senior Nguyen Van Coc.

Letnan Satu Robert A. Abbott, pilot F-105D dengan nomor 58-1726 (357 TFS/355 TFW), menjadi korban pertama Nguyen Van Coc pada tanggal 30 April 1967. Abbot kemudian menjadi tawanan Vietnam Utara. (Sumber: http://www.rkka.es/)
Letnan Senior Nguyen Van Coc tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya setelah memperoleh kemenangan pertamanya pada tanggal 30 April 1967. Pesawat yang digunakan Coc adalah MiG-21PF Fishbed dari 921st Fighter Regiment “Sao Do” (“Red Star”). (Sumber: http://www.rkka.es/)

Nguyen Van Coc mengenang pertempuran itu: “Saya terbang sebagai wingman dari Nguyen Ngoc Do. Saya melihat pesawat-pesawat F-105 terbang di bawah kami pada ketinggian 2.500 m, pada posisi 30 dari jalur kami. Pemimpin saya juga melihat pesawat-pesawat itu. Kami berdua kemudian meningkatkan kecepatan dan menukik ke armada pesawat-pesawat pembom tempur AS, yang tidak menyadari kehadiran kami. Pemimpin saya menembak jatuh pesawat kedua dari kelompok yang terdiri dari empat pesawat F-105. Sampai saat itu, saya telah melindungi pemimpin saya, tetapi dengan sebuah pesawat musuh memenuhi bidang bidik saya, saya juga melepaskan tembakan, menjatuhkan sebuah Thunderchief lain. Kami lalu menerima perintah untuk kembali ke pangkalan dan melakukan pendaratan yang sukses, sementara delapan pesawat F-105 menjatuhkan bom mereka dan mulai mencari pilot-pilot mereka yang hilang”. Korban dari pemimpin penerbangan Coc, yakni Nguyen Ngoc Do adalah sebuah F-105 F Nomor 62–4447 yang diterbangkan oleh Leo K. Thorness dan Harold E. Johnson (TFW ke-357/TFW ke-355, keduanya berhasil ditangkap orang-orang Vietnam), yang lalu disusul beberapa detik kemudian oleh Coc yang membukukan kemenangan pertamanya. Itu adalah hari yang luar biasa bagi VPAF, dimana tidak ada kerugian MiG hari itu. Sementara itu Thunderchief ketiga jatuh setelah dihancurkan oleh pilot MiG-21 Le Trong Huyen beberapa menit kemudian, pilot Thunderchief itu, Joseph S. Abbott (333rd TFS) tewas. Korban Nguyen Ngoc Do, Leo K. Thorness kemudian akan mendapat medali Medal Of Honor atas aksinya 2 minggu sebelum ia ditembak jatuh. Leo akan menghabiskan sisa masa perang dalam tawanan Vietnam Utara.

KERUGIAN VPAF MENINGKAT LAGI

Meski berhasil mencatat kemenangan pertamanya, namun pelajaran pahit yang diterima Coc belum berakhir. Menurut informasi hasil korespondensi dengan keponakannya Le Do Huy, pada tanggal 4 Mei, hanya lima hari setelah kemenangan pertamanya, Coc dan pilot MiG-21 lainnya yang tidak diketahui namanya menyerang formasi pesawat F-105 di utara Hanoi. Sayangnya kali ini pengendali radar Vietnam gagal memperingatkan mereka tentang kehadiran delapan pesawat F-4D Phantom di belakang mereka. Pemimpin kelompok pertama Phantom, “Flamingo 01”, tidak lain adalah komandan “Wolf Pack” Kolonel Robin Olds sendiri, meluncurkan rudal untuk memburu MiG yang diterbangkan Coc. Pilot muda Vietnam itu ternyata terbukti sulit untuk dikalahkan oleh ace “Yankee” veteran itu, karena berkat kemampuannya dalam bermanuver ketat, Coc pertama-tama menghindari dua rudal AIM-7E terlebih dahulu dan kemudian dua rudal AIM-9B yang ditembakkan Olds kepadanya. Tapi ketekunan membuahkan hasil bagi Kolonel Olds – setelah bisa menghindari tembakan empat rudal, Van Coc mungkin mengira pilot Phantom itu telah menyerah, dan berhenti bermanuver. Itu adalah kesempatan baik yang tidak dilewatkan oleh Olds yang berpengalaman, dan dia menembakkan AIM-9B Sidewinder ketiganya. Untuk kedua kalinya dalam lima bulan, Nguyen Van Coc menelan pil pahit kekalahan keduanya. Tapi ini akan menjadi yang terakhir kalinya, dan dia sudah siap untuk membalas dendam pada unit-unit “Wolf Pack” Amerika. Selama musim semi tahun 1967 VPAF memang mampu menghadapi pesawat-pesawat AS dengan sukses besar, dimana selama paruh kedua bulan April dan sepanjang bulan Mei 1967, pesawat-pesawat MiG-17 dan MiG-21 Vietnam Utara menembak jatuh atau merusak setidaknya 21 pesawat musuh, yang terdiri dari: tujuh Thunderchief (lima F-105D dan dua F-105F), delapan Phantom (lima F-4C USAF dan tiga F-4B USN), dua F-8C Crusader, dua Skyhawk (satu A-4C dan satu A-4E) dan A-1E. Tetapi keberhasilan ini dicapai dengan harga yang sangat tinggi: sepanjang bulan Mei dan awal Juni kerugian di pihak VPAF setidaknya sekitar dua puluh tiga MiG (salah satunya adalah Coc sendiri), dan yang lebih mengkhawatirkan ada delapan belas pilot mereka yang tewas dalam pertempuran. Hilangnya pilot-pilot ini adalah pukulan yang besar bagi VPAF yang personelnya terbatas, itulah sebabnya mereka harus mengurangi operasinya pada awal bulan Juni, dan mereka hampir tidak bertempur selama dua setengah bulan. Namun, pada akhir bulan Agustus, VPAF kembali beraksi dengan taktik baru, dan kehadiran mereka langsung terasa. Sejak saat itu, MiG-21 dari Resimen Tempur ke-921 menjadi cukup aktif kembali, begitu pula dengan Letnan Senior Coc. 

Para pilot MiG-21 VPAF membicarakan taktik pertempuran udara. (Sumber: https://www.quora.com/)

Pada pukul 13:45 tanggal 23 Agustus 1967, radar jarak jauh Vietnam Utara mendeteksi formasi musuh yang besar di atas Xam Neua (Laos), yang diperkirakan oleh para pengendali darat berjumlah sekitar empat puluh pesawat. Sebenarnya saat itu ada 52 pesawat: 36 F-105D Thunderchief dari TFW ke-355 dan ke-388 di bawah komando Kolonel Nicholas J. Donelson, yang dikawal oleh enam belas F-4D Phantom II dari TFW ke-8 di bawah komando Robin Olds sendiri. Di antaranya adalah dua skuadron masing-masing empat pesawat – diidentifikasi dengan kode panggilan “Ford” dan “Falcon” asal TFS ke-555. Tujuan mereka adalah untuk menghancurkan pusat kereta api di Vinh Yen, yang telah diserang dua hari sebelumnya. VPAF lalu melakukan penyergapan yang terencana dengan baik pada pukul 14:51, ketika delapan jet tempur MiG-17F dari 923rd Fighter Regiment (RC) dan sepasang MiG-21PF dari 921st RC lepas landas dari pangkalan udara Noi Bai. Pesawat-pesawat MiG-17 ini dibagi menjadi dua kelompok, yang beranggotakan empat pilot, dipimpin oleh Nguyen Van Tho dan Cao Thanh Tinh. Sementara itu, sepasang MiG-21 diterbangkannya oleh pilot berpengalaman Nguyen Nhat Chieu (sebagai pemimpin penerbangan, yang telah mengkoleksi dua kemenangan udara) dan Nguyen Van Coc (setidaknya satu kemenangan). Semua MiG awalnya dijaga untuk tetap terbang rendah, agar tidak terdeteksi oleh pesawat peringatan dini EC-121 College Eye milik Amerika yang mengorbit diatas Laos, dengan kontrol darat Vietnam terus memandu pesawat-pesawat MiG mereka ke posisi ideal untuk menyerang. Chieu dan Coc memulai manuver menanjak pertamanya, untuk mendapatkan posisi di belakang pesawat-pesawat Thunderchief. Tapi kemudian Coc melihat ada “selusin” pesawat Phantom mendekat dari belakang (sebenarnya, ada enam belas pesawat tempur dari TFW ke-8), dan kedua MiG-21 lalu menukik kembali ke bawah, tepat pada waktunya untuk tidak terdeteksi oleh radar pesawat-pesawat F-4D.

Mayor Charles R. Tyler adalah pilot F-4D dengan Nomor 66-0238 (555th TS/8th TFW), yang ditembak jatuh oleh Nguyen Van Coc pada tanggal 23 Agustus 1967. (Sumber: http://www.rkka.es/)

Kedua pilot Vietnam ini membiarkan pesawat-pesawat tempur Amerika lewat, dan mengambil posisi serangan baru, di atas dan di belakang kawanan F-4. Tiba-tiba kedua kelompok MiG-17 dengan memakai afterburner dan menanjak dengan kecepatan penuh, mulai membuat umpan serangan dari belakang pesawat-pesawat Thuds. Terkejut, banyak pilot F-105 menjatuhkan bom mereka sebelum mencapai target mereka di Vinh Yen. Diperingatkan oleh pesan radio yang ramai dari kru pesawat pembom-tempur tentang kehadiran pesawat-pesawat MiG VPAF, Olds memerintahkan pesawat-pesawat F-4 untuk mempercepat terbangnya dan menuju ke lokasi serangan. Baik dia maupun anak buahnya tidak menyadari bahwa MiG-17 itu hanyalah umpan, dan mereka telah terpancing oleh umpan itu. Menggenjot kecepatannya hingga Mach 1.3 dari ketinggian 28.000 meter, kedua MiG-21PF benar-benar membantai kawanan “Ford” yang tidak curiga. Ketika dia berada di ketinggian 5.200 meter dan satu setengah kilometer di belakang pesawat pemimpin lawan, Nguyen Nhat Chieu memfokuskan sebuah F-4 dalam perangkat bidik PKI-nya dan meluncurkan rudal berpemandu inframerah R-3S, setelah itu ia berbelok ke bawah ke arah kanan membentuk sudut 60°. Rudal pertama ini membuat menghantam langsung ke “Ford 01”, yang mengubah F-4D dengan Nomor 66-0247 menjadi bola api yang langsung membunuh petugas radar, 1st Lt.Charles Lane, dan memaksa pilotnya Kapten Larry E. Carrigan untuk melontarkan diri. Sementara itu, Nguyen Van Coc yang hanya 800 meter di belakang F-4D dengan nomor 66-0238 (“Ford 04”) meluncurkan R-3S kedua. Rudal buatan Soviet itu sukses menghancurkan mangsanya, yang sekali lagi menyebabkan kematian langsung dari petugas radar (dalam hal ini Kapten Ronald N. Sittner) dan memaksa pilotnya (Mayor Charles R. Tyler) melontarkan diri di atas Nghia Lo. “Serangan ganda” pesawat-pesawat VPAF telah dieksekusi dengan sempurna, dan mereka berhasil menembak jatuh tidak kurang dari tiga jet USAF. 

Ilustrasi F-4 Phantom menghindari penembakan MiG-21 Fishbed Vietnam Utara. Dalam pertempuran 23 Agustus 1967, pesawat Coc terlalu dekat dengan pesawat Phantom lawan, sehingga pecahannya merusak kontrol pesawatnya. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Nguyen Van Coc, mengingat pertempuran itu “Pemimpin saya Nguyen Nhat Chieu dan saya pergi jauh untuk mendapatkan posisi menyerang yang lebih baik di belakang formasi musuh. Dia menembakkan rudal AAM, menjatuhkan sebuah Thunderchief, sementara saya juga berhasil menyerang sebuah pesawat Phantom dengan rudal R-3S AAM. Sementara itu, pemimpin saya memulai serangan lain dengan rudal keduanya tetapi gagal. Dia pergi ke awan di atas kepala saya, hanya untuk muncul kembali beberapa saat kemudian menembak dengan kanon-nya. Saya juga menyerang pesawat Phantom, menggunakan rudal, tetapi saya terlalu dekat, dan saya tetap berada di garis tembak Nguyen Nhat Chieu saat dia menukik dari atas. Pesawat saya rusak, tetapi semua kontrol berfungsi dengan normal, jadi saya meminta izin untuk melanjutkan pertempuran dengan pesawat yang rusak. Namun, kontrol darat diperintahkan untuk kembali ke pangkalan. Karena kerusakan tersebut, MiG-21 saya hanya mampu terbang dengan kecepatan maksimum 600 km/jam”. Terlepas dari kecelakaan ini, Chieu dan Coc telah mencapai tujuan mereka untuk mengejutkan dan mengacaukan pengawalan pesawat-pesawat F-4, hingga kedua pilot MiG-21 itu diperintahkan untuk kembali ke pangkalan udara Noi Bai. Sisa pertempuran kemudian diserahkan kepada pesawat-pesawat MiG-17. Di darat, para kru lalu menemukan adanya 51 pecahan pesawat F-4 menancap di ujung hidung pesawat Coc.

MiG-21 Fishbed VPAF nomor 4326 dengan banyak tanda kemenangan udara di hidungnya. Dengan taktik yang tepat, pesawat-pesawat tempur Vietnam Utara banyak menimbulkan korban diantara pesawat-pesawat Amerika. (Sumber: https://www.reddit.com/)

Kerusakan pesawat Coc sepertinya menjadi satu-satunya kesalahan VPAF hari itu. Selain dua F-4D yang ditembak jatuh oleh Coc dan Chieu, pilot MiG-17F RC ke-923 menembak jatuh tiga lagi pesawat Amerika. Cao Thanh Tinh mengaku menembak jatuh dua Thud dan satu diantaranya dikonfirmasi oleh USAF sebagai F-105D dengan Nomor 59-1752 yang dipiloti oleh Mayor Elmo C. Baker (kemudian ditawan), Nguyen Van Tho dan Nguyen Hong Diep bersama-sama menembaki tangki bahan bakar pesawat F-4D dengan Nomor 66-0260, yang dipiloti oleh Mayor CB Damarque dan Letnan 1 JM Piet (mereka tidak dapat mencapai pesawat tanker KC-135, dan kedua awak harus melompat diatas udara Thailand), dan seorang pilot Korea Utara yang tidak dikenal dikabarkan turut menembak jatuh F-4D dengan Nomor 65-0726 yang diawaki oleh Mayor Robert R. Sawhill dan Letnan Satu Gerald N. Gernt, yang jatuh di atas pegunungan Tam Dao pada pukul 15:22. Kedua kru Phantom ini ditangkap tak lama setelah itu. Yang lebih penting lagi, meskipun mungkin tidak diketahui oleh Nguyen pada saat itu, adalah bahwa ia telah mampu untuk mulai melakukan balas dendam terhadap pesawat-pesawat Phantom dari satuan “Wolf Pack” karena telah menjatuhkannya dua kali, dan membunuh begitu banyak teman-temannya. Hari itu Kolonel Robin Olds (yang telah menembaknya jatuh Coc pada tanggal 4 Mei) hanya bisa menyaksikan tanpa daya ketika Coc dan rekan-rekannya menembak jatuh empat F-4D-nya dan membuat unitnya benar-benar terpukul. Dengan lima pesawat dan tujuh anggota awak hilang (dua tewas dan lima menjadi tahanan) ini adalah salah satu kekalahan terburuk yang diderita USAF di tangan VPAF, dan hari itu terus dikenang oleh orang-orang Amerika sebagai hari “Rabu Hitam”.

KEMENANGAN KEEMPAT

Pada pukul 13:48 tanggal 3 Oktober 1967 Nguyen Van Coc dan pilot lain menerbangkan MiG-21 mereka. Target mereka adalah dua kontak radar di atas udara Hai Duong, yang sedang menuju ke Hanoi pada ketinggian 7.000 meter, kemungkinan besar adalah pesawat-pesawat pengintai. Jumlah sebenarnya dari pesawat musuh adalah tiga buah. Sebuah pesawat pengintai RF-4 dan dua F-4D sebagai pengawal, salah satunya telah tertembak oleh senjatan AAA (Anti Pesawat) Vietnam dan kehilangan salah satu mesinnya. Tugas untuk menemukan pesawat-pesawat AS itu tidaklah mudah. Pesawat EB-66 Destroyer milik Amerika diketahui secara efektif mengganggu radar Vietnam, sehingga informasi pencegatan yang memadai tidak bisa didapat. Van Coc lalu naik ke ketinggian 7.500 meter untuk melakukan pencarian visual pada target, dan sekitar pukul 13:54 (hanya enam menit setelah lepas landas) dia melihat pesawat-pesawat musuh di arah barat daya. Dia diam-diam mendekati sebuah pesawat F-4D (dengan Nomor 66-7564 dari TFS ke-435, salah satu dari empat skuadron “Wolf Pack” TFW ke-8) yang tertinggal dari kawan-kawannya, yang telah dirusak oleh AAA, dan menembakkan rudal R-3 Atoll. Awak pesawat Phantom (Mayor JD Moore dan 1st Lt. SB Gulbrandson) kemudian terpaksa melontarkan diri. Keduanya bisa diselamatkan. Kemenangan ini dianggap hanya sebagai “kemungkinan” oleh VPAF pada saat itu, karena baterai AAA juga dianggap memiliki andil. Hal ini kemudian diikuti beberapa hari kemudian (tanggal 7 Oktober) oleh kemenangan udara keempat Coc terhadap sebuah pembom tempur F-105 dengan Nomor 63–8330 (dari 13th TFS/388th TFW) yang mana pilotnya (Howard Shambles) berhasil ditangkap setelah mereka melontarkan diri.

Nguyen Van Coc (tengah) bersama dengan para pilot dan kru darat. (Sumber: https://airpowerasia.com/)
Beberapa pilot Vietnam berlari menuju pesawat MiG-21PFM mereka untuk menghadapi serangan pesawat-pesawat Amerika. (Sumber: http://www.rkka.es/)

MENJADI ACE – BULAN YANG LUAR BIASA BAGI VPAF 

Bulan November kemudian menjadi bulan sangat sibuk bagi pilot MiG-21 dari Resimen Tempur ke-921: mereka menembak jatuh sebuah F-4D pada 8 November, dua F-105 pada 18 November, dan dua F-4B ditembak jatuh oleh pilot MiG-17 dari Resimen Tempur ke-923, hari berikutnya dan satu lagi Thunderchief pada tanggal 20. Setelah memulihkan diri dari bencana tanggal 23 Agustus, pada bulan November USAF memperbarui ofensif udara dari Operasi Rolling Thunder setelah yakin bahwa, seperti pada bulan-bulan sebelumnya, perangkat penanggulangan elektronik AN / ALQ-71 akan melindungi pesawat-pesawatnya dari rudal anti-pesawat S-75 Volga. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa Pertahanan Udara Vietnam telah mengembangkan cara untuk mengatasi cara tersebut, yang dikenal sebagai Metode Tiga Titik. Pada tanggal 18 November 1967, USAF mengirim 25 pesawat Thunderchiefs dari TFW ke-388 dengan pod AN / ALQ-71 untuk membombardir pangkalan udara Noi Bai dalam serangan Commando Club (yaitu, misi yang dikendalikan dan dikoordinasikan oleh radar dari jarak jauh di sebuah stasiun yang terletak di Laos, yang dikenal sebagai Situs Lima 85). Terdeteksi, para pengontrol darat Vietnam lalu mengirim dua MiG-21 ke udara – pemimpinnya Pham Thanh Ngan dan wingman-nya adalah Nguyen Van Coc untuk menyergap serangan ini. Diposisikan di belakang dan di atas formasi Amerika Utara, Ngan dan Coc menyerang ke depan, masing-masing menembak jatuh satu Thunderchief dengan rudal R-3S mereka. Mangsa Coc adalah F-105F dengan Nomor 63-8295 dari TFS ke-34 – krunya, yakni Mayor Oscar Moise Dardeau, dan Kapten Edward William Leinhoff terbunuh. Sementara itu, Ngan menembak jatuh F-105D dengan Nomor 60-0497 dari TFS ke-469, yang pilotnya Lt. Kolonel William N. Reed kemudian diselamatkan dengan helikopter.

Pham Thanh Ngan (kanan) menceritakan kepada wingman-nya Nguyen Van Coc (kiri) bagaimana dia menembak jatuh F-105D milik Letnan Kolonel William Reed dengan Nomor 60-0497 (dari Unit 469 TFS). (Sumber: http://www.rkka.es/)
Nguyen Van Coc (kanan, 9 kemenangan) dan Nguyen Doc Soat (kiri, 6 kemenangan) mendengarkan Pham Thanh Ngan (tengah) memberitahu bagaimana dia menembak jatuh salah satu dari 8 korbannya. (Sumber: http://www.rkka.es/)

Hari buruk bagi Amerika tidak berakhir ketika kedua pilot MiG-21 meninggalkan medan tempur, karena sekarang mereka akan menderita akibat keefektifan Metode Tiga Poin: dua pesawat Amerika lagi ditembak jatuh oleh rudal Volga S-75, yakni F-105D dengan nomor 62-4221 TF ke-34, yang dipiloti oleh Kolonel Burke Burdett (kemudian ditangkap) dan F-105 lainnya dengan Nomor 62-4283 dari TFS ke-469 yang dipiloti oleh Mayor Leslie John Howard (terbunuh). Pesawat-pesawat Thunderchiefs yang tersisa, kehilangan semangat karena kehilangan begitu banyak rekan satu tim dalam beberapa menit, dan menghadapi risiko ditembak jatuh juga, menjatuhkan bom mereka dengan cara yang tidak teratur dan mundur. Sementara itu, Nguyen Van Coc tidak hanya telah berpartisipasi dalam kemenangan paling indah lainnya dari VPAF dan Pertahanan Udara Vietnam Utara atas pesawat-pesawat USAF, tetapi dia akhirnya berhasil mencapai kemenangan kelima yang telah lama ditunggu-tunggu, dan dia sudah secara resmi menjadi ace. Hanya dua hari kemudian, baik Pham Thanh Ngan dan Nguyen Van Coc kembali menunjukkan kehebatan kombinasi MiG-21PF dan rudal R-3S dengan menembak jatuh F-4D John M. Martin (menghilang) dan James L. Bradley (diselamatkan) asal 480 TFS / 366 TFW, dan dengan menghancurkan F-105D Nomor 61-0124 milik Kapten William Wallace Butler (469 TFS/388th TFW), yang kemudian ditawan. Bulan November adalah bulan yang sangat baik untuk VPAF, karena mereka hanya menderita satu kerugian (sebuah MiG-17 yang ditembak jatuh Phantom pada tanggal 6 November), sementara menghancurkan setidaknya 10 pesawat AS – empat Thud (dua F-105D dan dua F-105F), empat Phantom (dua F-4B USN dan dua F-4D USAF) dan dua RF-4C. Menurut keponakannya Le Do Huy, Nguyen Van Coc menembak jatuh dua F-105 lagi pada bulan Desember, satu pada tanggal 12 dan satu lagi pada tanggal 19. Sayangnya, tidak satu pun dari klaim ini yang dikonfirmasi dalam daftar kerugian yang diakui oleh USAF pada tanggal tersebut. Sangat mungkin bahwa bahkan Nguyen yang sederhana dan dapat dipercaya tidak luput dari fenomena overclaiming yang umum terjadi diantara pilot-pilot tempur.

KEMENANGAN-KEMENANGAN TERAKHIR

Kemenangan No. 7 sebenarnya untuk penerbang Vietnam yang terampil ini terjadi pada 3 Februari 1968, ketika ia menembak jatuh sebuah F-102A dengan Nomor 56–1166, yang membunuh pilotnya Letnan satu Wallace L. Wiggins (509th FIS/405th FIW). Ini adalah kemenangan yang spesial karena merupakan satu-satunya kehilangan di medan tempur bagi USANG (United States Air National Guard) selama Perang Vietnam dan menjadi kerugian yang pertama dan terakhir bagi F-102 dalam pertempuran udara di Vietnam. Nguyen Van Coc harus menunggu tiga bulan lagi untuk memperoleh kemenangan berikutnya. Tiga pesawat tempur MiG-21 dari Resimen VPAF ke-921 diterbangkan ke Pangkalan Udara Tho Xuan, sebagai bagian dari proses penempatan untuk menanggapi penghentian pengeboman AS di atas garis Paralel 19 derajat. Penerbangan ini dipimpin oleh Dang Ngoc Ngu, bersama Nguyen Van Minh dan Nguyen Van Coc. Pada tanggal 7 Mei 1968, Coc lepas landas dengan MiG-21PF-nya dari lapangan terbang Tho Xuan (saat itu di Vietnam Utara bagian selatan) sebagai wingman dari Dang Ngoc Ngu, dengan diikuti oleh dua MiG-21 lainnya. Target asli Ngu dan Coc adalah pesawat perang elektronika EKA-3B, tetapi kedua MiG itu terdeteksi oleh pesawat AEW Grumman E-1 Tracer, dan lima pesawat F-4B dari Skuadron VF-92 segera dikirim ke daerah tersebut.

Pesawat tempur F-102 Delta Dagger. Pesawat jenis ini menjadi kemenangan ketujuh dari Nguyen Van Coc pada tanggal 3 Februari 1968. (Sumber: https://pixels.com/)

Nguyen Van Coc kemudian menceritakan misi tersebut sebagai berikut, “Pemimpin saya Dang Ngoc Ngu dan saya berangkat dari Tho Xuan. Sepasang MiG kedua, yang diterbangkan oleh Nguyen Dang Kinh dan Nguyen Van Lung, kemudian bertindak sebagai pengawal kami. Karena koordinasi yang buruk dengan pasukan pertahanan udara lokal, MiG kami dikira sebagai pesawat tempur Amerika, dan senjata AAA menembaki kami. Ini bukan satu-satunya kesalahan orang-orang Vietnam Utara — bahkan Dang Ngoc Ngu awalnya mengira MiG yang mengawalnya itu adalah pesawat-pesawat Amerika dan segera menjatuhkan tangki bahan bakarnya sebagai persiapan untuk melakukan serangan, tetapi dia segera mengenali mereka sebagai pesawat-pesawat Vietnam Utara. Kami lalu terbang tiga lintasan putaran lagi di atas Do Luong sebelum diberitahu tentang adanya pesawat-pesawat tempur yang mendekat dari arah lautan, kali ini mereka adalah benar-benar pesawat Amerika asli. Yang terdeteksi adalah formasi lima F-4B Phantom II dari Fighter Squadron 92 (VF-92), asal USS Enterprise, yang dipimpin oleh Letnan Komandan Ejnar S. Christensen. Di atas wilayah udara Vietnam Utara, sebuah pesawat peperangan elektronik EKA-3A Angkatan Laut AS mencoba mengganggu komunikasi pihak Vietnam Utara tetapi gagal, dan pesawat-pesawat tempur MiG-21 yang dipimpin Nhu dipandu menuju target mereka oleh pengendali darat. Dang Ngoc Ngu lalu melihat dua F-4 Phantom sekitar lima kilometer di sebelah kanan. Ada banyak awan, dan dia tidak bisa masuk ke posisi menembak. Saya ingin mengikutinya, tetapi saya perhatikan saya telah kehabisan bahan bakar. Saya berencana untuk mendarat kembali di Tho Xuan ketika tiba-tiba saya melihat ada pesawat Phantom di depan saya di ketinggian 2500 m. Saya mengejarnya dan meluncurkan dua rudal dari jarak 1500 m. Phantom itu jatuh dalam kobaran api ke laut. ”

Ilustrasi MiG-21 VPAF menembak jatuh F-4 Phantom dalam Perang Vietnam. Aturan yang mewajibkan pilot-pilot Amerika untuk melakukan identifikasi visual sebelum menembak, menjadi salah satu penghambat pilot-pilot mereka untuk memanfaatkan kemampuan radar dan rudal jarak menengah mereka diluar jangkauan tembak pesawat-pesawat MiG Vietnam Utara. (Sumber: https://www.historynet.com/)

Aksi ini memberi VPAF kemenangan udara pertama mereka atas wilayah udara Zona Militer IV Vietnam Utara dan memberi Nguyen Van Coc kemenangan udara ketujuhnya. Angkatan Laut AS lalu mengkonfirmasi bahwa F-4B yang jatuh adalah pesawat dengan nomor 151485, nama panggilan Silver Kite 210, dari skuadron VF-92 yang diluncurkan dari kapal induk USS “Enterprise”. Pilot pesawat itu, Lieutenant Commander Ejnar S. Christenson, dan Radar Intercept Officer-nya, Letnan (jg) Worth A. Kramer berhasil keluar dengan selamat dari pesawat mereka sebelum terkena hantaman rudal dan ditemukan beberapa saat kemudian dan diselamatkan oleh helikopter Amerika. Semua pilot MiG Vietnam Utara – Ngu, Coc, Kinh dan Lung – mendarat dengan selamat di Tho Xuan. Itu adalah kemenangan udara terakhir Coc tahun itu. Sementara itu, berakhirnya kampanye pengeboman “Rolling Thunder” pada tanggal 31 Oktober, seperti yang diperintahkan oleh Presiden AS saat itu Lyndon B. Johnson, berarti berakhir juga peluang Coc untuk menembak jatuh lebih banyak pesawat tempur Amerika.

KEMENANGAN TERAKHIR ATAS PESAWAT UAV

Akan tetapi, AU Amerika terus mengirimkan pesawat tanpa awak (UAV) untuk melakukan penerbangan pengintaian di wilayah Vietnam Utara, dan dua dari drone ini akan menjadi kemenangan terakhir Van Coc pada bulan Desember 1969. Yang pertama, adalah pesawat tak berawak USAF tipe AQM-34 Firebee. Yang kedua awalnya juga dianggap sebagai AQM-34 Firebee USAF, namun bisa saja pesawat tersebut sebenarnya adalah OV-10 Bronco yang dua awaknya tewas ketika ditembak jatuh di area yang sama pada tanggal 20 Desember 1969. Angkatan Laut AS melaporkan bahwa sebuah OV-10 Bronco dengan Nomor 155503 dari skuadron VAL-4 “Black Ponies” jatuh oleh pesawat MiG dekat DMZ. Pilot-pilot Vietnam Utara diketahui tidak terbiasa berhadapan dengan jenis pesawat ini. Satu hal yang pasti: dengan 8 pesawat musuh dan 2 pesawat tak berawak yang dijatuhkannya, Van Coc jelas merupakan ace terbesar dalam Perang Vietnam. Lebih lanjut, 6 pesawat yang diklaimnya sepenuhnya bisa dikonfirmasi oleh sumber-sumber AS, sehingga ia diakui oleh kedua belah pihak sebagai Top Ace dari Perang Vietnam, dan itu adalah suatu prestasi. Dua dari sembilan kemenangannya adalah atas pesawat UAV Firebees (tidak dihitung oleh USAF sebagai kerugian dalam pertempuran udara).

Pesawat tanpa awak AQM-34 Firebee. 2 kemenangan terakhir Van Coc dalam Perang Vietnam didapat atas pesawat ini. (Sumber: https://understandingempire.wordpress.com/)
Ada pula pihak yang mengatakan bahwa korban kesembilan Van Coc didapat atas pesawat OV-10 Bronco milik AL AS. (Sumber: https://www.pinterest.co.uk/)

REFLEKSI AKHIR KARIR OLDS & VAN COC

Sebagai komandan TFW ke-8, Kolonel Olds tetap aktif di udara, menerbangkan total 152 misi tempur, 105 di antaranya melintasi wilayah udara Vietnam Utara. Dia kemudian akan menghancurkan tiga MiG lagi dalam pertempuran, yang membuatnya menjadi “triple ace” dengan total 16 kemenangan udara (gabungan dengan kemenangan saat PD II) selama karirnya yang mengagumkan. Sementara itu setelah ditembak jatuh, Kapten Coc kembali bertugas aktif dengan resimennya dan menjadi pilot dengan skor kemenangan tertinggi dalam Perang Vietnam, dengan tujuh kemenangan melawan pesawat tempur Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS. Di antara korbannya adalah tiga F-4, tiga F-105 dan satu F-102. Dua dari pesawat Phantom yang dijatuhkan oleh Kapten Cốc adalah F-4D dari 8th Tactical Fighter Wing, unit yang sama yang menyebabkan bencana di bulan Januari 1967 pada Resimen Sao Do. Coc juga dikreditkan dengan menembak jatuh beberapa pesawat tak berawak AQM-34. Semua kemenangan udara-ke-udaranya didapat dengan peluru kendali inframerah K-13.

Kolonel Robin Olds menjadi pahlawan udara Amerika dalam perang Vietnam. Dalam kariernya yang membentang sejak Perang Dunia II, Olds telah membukukan 16 kemenangan udara. (Sumber: https://airpowerasia.com/)
Cover buku karya Istvan Toperczer. Nampak pada gambar bawah Nguyen Van Coc (kanan) sedang berjongkok bersama rekan-rekan pilotnya. Van Coc menjadi legenda dan teladan bagi bangsa Vietnam. (Sumber: https://airpowerasia.com/)

Dalam beberapa hal, kedua pilot tempur berlainan bangsa ini sangat kontras satu sama lain. Pada usia 44 tahun, Kolonel Olds adalah seorang veteran tempur berpengalaman, mendekati akhir dari karirnya dan berhasil memanfaatkan satu kesempatan terakhirnya untuk menerapkan bakatnya yang cukup besar sebagai seorang pilot pesawat tempur. Kapten Nguyễn Văn Cốc sebaliknya pergi berperang sebagai pemula yang tidak berpengalaman tetapi agresif dan bermotivasi tinggi, yang ingin membuktikan dirinya dalam pertempuran. Namun, jika direnungkan lebih lanjut, tampaknya orang-orang ini memiliki banyak kesamaan, dan bahwa perbedaan mereka sebagian besar lebih bersifat perbedaan generasi dan budaya. Robin Olds adalah anggota “Greatest Generation” Amerika, yang dibesarkan selama masa Depresi Hebat di tahun 1930an. Ketika bangsanya terancam oleh agresi negara-negara poros, ia kemudian pergi berperang sebagai sukarelawan dan memenuhi kewajibannya dengan menunjukkan keberanian dan keterampilan. Di sisi lain Nguyễn Văn Cốc juga dibesarkan di masa sulit, selama pendudukan Prancis di Indocina, dan secara sukarela pada usia dini mempertaruhkan nyawanya untuk membela tanah airnya. Kedua pria tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk terbang pada usia dini dan mengejar karir mereka sebagai penerbang militer dengan semangat dan komitmen. Keterampilan mereka sebagai pilot dan pemimpin tempur telah membedakan mereka di antara rekan-rekan mereka, dan mereka menghadapi tantangan dari musuh mereka dengan keberanian, keuletan, dan ketahanan. Keduanya adalah patriot, dan berulang kali menunjukkan kesediaan untuk mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan nilai-nilai yang mereka junjung tinggi. Kedua penerbang yang bagus ini sangat dihormati oleh rekan-rekan mereka dan telah mendapatkan rasa hormat dan kekaguman dari negara yang mereka layani.

COC DIPINDAHKAN DARI MISI TEMPUR 

Berakhirnya Operasi Rolling Thunder pada tanggal 31 Oktober 1968 kemudian menghilangkan kesempatan Coc untuk bertempur lebih lanjut. Pada tahun itu, Nguyễn Văn Cốc dipindahkan dari tugas operasional sehingga pengalaman tempurnya yang berharga dapat digunakan untuk melatih pilot baru. Meskipun dia tidak berpartisipasi dalam pertempuran sengit tahun 1972, banyak “muridnya” terlibat dalam pertempuran waktu itu, menunjukkan bahwa keahliannya tidak hilang ketika dia berhenti untuk menerbangkan misi tempur. Murid terbaiknya, Nguyen Doc Soat, belajar dengan baik dari sang ahli, dengan menembak jatuh lima F-4 dan satu pesawat serang A-7 selama tahun 1972. 

Ace Vietnam Utara, Nguyen Doc Soat, salah satu “murid” dari Nguyen Van Coc. (Sumber: https://airpowerasia.com/)

PENGHORMATAN DAN PENGHARGAAN

Pada tahun 1969, Nguyễn Văn Cốc dianugerahi medali penghargaan bergengsi Huy Hiệu untuk masing-masing dari sembilan kemenangan udaranya dan diakui sebagai Pahlawan Angkatan Bersenjata Rakyat Vietnam. Nguyen Van Coc masih ingat dengan jelas pertemuannya dengan Presiden Ho Chi Minh saat itu, yang mengunjungi unit pertahanan udara bagian angkatan udara pada hari pertama bulan pertama di Tahun Ayam (1969). Pada acara itu, setelah mengetahui bahwa Nguyen Van Coc dari Resimen ke-921 menembak jatuh pesawat musuh paling banyak, Presiden Ho Chi Minh memintanya untuk maju kedepan dan memuji pencapaian Coc dalam menembak jatuh sembilan pesawat AS. Ho kemudian mengangkat tangan Coc dan berkata: “Pada kesempatan di tahun baru ini, saya berharap angkatan udara akan memiliki lebih banyak pilot seperti Coc!” Tepuk tangan dan sorak-sorai lalu bergema dalam pertemuan itu sebagai tanggapan atas dorongan semangat dari Ho. Hampir setengah abad telah berlalu sejak pertemuan itu, tetapi Coc masih mengingat dukungan dari mendiang pemimpinnya itu. Pada tahun 1979, Soviet dan Vietnam menandatangani perjanjian “interkosmos”, yang memberi kesempatan 4 pilot Vietnam untuk dilatih sebagai kosmonot di Russia. Van Coc bisa menjalani pelatihan dan tes dengan baik, namun sayangnya gagal melewati tes medis. Setelah perang, ia tetap bertugas di Angkatan Udara Nasional Vietnam, dan pensiun pada tahun 2002 sebagai Kepala Inspektur dengan pangkat Letnan Jenderal, setelah kesehatannya menurun. Ia pensiun dengan pangkat “kolonel Jenderal” yang setara dengan Jenderal penuh. Rincian tentang keberadaan Nguyen saat ini sangat langka, tetapi laporan dari tahun 2015 menunjukkan bahwa pensiunan ace itu masih hidup, tetapi dalam kesehatan yang buruk, menderita penyakit yang melibatkan kelumpuhan. Jika kita melihat melewati kontroversi dan ideologi berbeda yang terkait dengan Perang Vietnam, Nguyen hanyalah seorang pria yang suka terbang. Dapat dikatakan secara singkat bahwa sebagai ace paling sukses dari Perang Vietnam, dia pasti salah satu ‘yang terbaik dari yang terbaik.’ Sementara itu bagi para pilot pesawat tempur, sosok Coc menjadi pelajaran bahwa Anda tidak boleh mengabaikan keterampilan musuh Anda, bahkan ketika Anda memiliki setiap keuntungan, karena kadang-kadang, lawan yang kita hadapi mungkin bukan pilot biasa-biasa saja, mungkin saja ia seorang pria dengan keterampilan dan keuletan seperti Nguyen Van Coc.

Nguyen Van Coc bertemu dengan Ho Chi Minh, sebuah perjumpaan yang tidak pernah terlupakan bagi Van Coc. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Nguyen Van Coc di tahun 2015 memegang model pesawat MiG-21. (Sumber: https://airpowerasia.com/)

MENGAPA ADA BEGITU BANYAK ACE VIETNAM UTARA? 

Sementara itu, pertanyaan yang cukup menggelitik pemerhati sejarah penerbangan tempur adalah mengapa ada begitu banyak pilot VPAF mendapat skor lebih tinggi daripada musuh Amerika mereka? Hal ini terutama karena mereka memiliki banyak target untuk dijatuhkan. Angkatan Udara Rakyat Vietnam, rata-rata hanya memiliki 70 pesawat tempur di tahun-tahun awal perang udara, dan meningkat menjadi 200 unit menjelang akhir perang. Pada tahun 1965, misalnya VPAF hanya memiliki 36 jet tempur MiG-17 dan jumlah pilot yang sama, yang memenuhi syarat untuk menerbangkannya. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi 180 MiG dan 72 pilot pada tahun 1968. Enam lusin pilot pemberani itu kemudian setidaknya akan menghadapi sekitar 200 F-4 dari TFW ke-8, ke-35 dan ke-366, sekitar 140 pembom tempur Thunderchiefs dari TFW ke-355 dan ke-388, dan sekitar 100 pesawat AL Amerika (tipe F-8, A-4 dan F-4) yang beroperasi dari kapal induk di “Stasiun Yankee” di Teluk Tonkin, ditambah sejumlah pesawat pendukung lainnya (pesawat jammer EB-6B, helikopter HH-53 untuk menyelamatkan pilot yang jatuh, dan pesawat-pesawat Skyraiders yang melindungi mereka) pada satu waktu. Mempertimbangkan peluang target seperti itu, menjadi jelas mengapa beberapa pilot Vietnam mencetak lebih banyak kemenangan daripada pilot-pilot Amerika. Faktanya pilot-pilot VPAF hanya lebih sibuk daripada lawan-lawan mereka dari AS, dan mereka akan terus “terbang sampai mati.” Mereka tidak memiliki sistem rotasi setelah melakukan 100 misi, seperti pilot-pilot Amerika. Para pilot Amerika umumnya setelah menyelesaikan tur tugas mereka akan dipulangkan untuk menjadi pelatih, menerima tugas komando, atau menjalankan tugas sebagai pilot uji. Beberapa memang meminta untuk bisa menjalani tur tempur kedua, tetapi itu sangat jarang.

MiG-21PF dengan Nomor 4326 dengan tanda 13 kemenangan udara pada bagian hidungnya di Museum Pertahanan Udara, Vietnam. (Sumber: http://m.en.baobacgiang.com.vn/)
Sebuah foto dari bulan November 1994, saat Nguyen Van Coc menjelaskan kepada sejarawan Hungaria Dr. Istvan Toperczer bagaimana ia mendapatkan salah satu kemenangannya melawan pesawat F-4 Amerika. (Sumber: https://vietnamihaboru.blog.hu/)

Sementara itu pada pertengahan tahun 1960-an pilot-pilot Amerika berfokus pada penggunaan rudal udara-ke-udara (seperti radar homing AIM-7 Sparrow dan IR AIM-9) untuk memenangkan pertempuran udara dan mengesampingkan penggunaan senjata kanon, yang dianggap sudah ketinggalan jaman. Namun, mereka lupa bahwa pilot yang terampil di kokpit sama pentingnya dengan senjata yang dia gunakan. VPAF mengetahui hal itu, dan melatih pilotnya untuk memanfaatkan kelincahan luar biasa dari pesawat-pesawat MiG-17, MiG-19 dan MiG-21, dengan memaksakan pertempuran jarak dekat, di mana pesawat-pesawat Phantom dan “Thuds” Amerika yang berat berada dalam posisi yang kurang menguntungkan. Hanya pada tahun 1972, ketika program “Top Gun” mampu meningkatkan keterampilan dalam pertempuran udara pilot-pilot Phantom AL AS, dan hadirnya pesawat F-4E yang dilengkapi dengan kanon Vulcan kaliber 20 mm, Amerika mulai dapat menetralisir keunggulan orang-orang Vietnam Utara itu. Kemudian, seperti yang telah disinggung sebelumnya keunggulan numerik pesawat AS yang luar biasa, berarti bahwa dari sudut pandang pilot Vietnam, dalam pertempuran udara mereka “memiliki banyak target.” Sebaliknya bagi para penerbang Amerika, di medan udara Vietnam mereka “sukar mendapatkan target” pesawat-pesawat VPAF yang berjumlah sedikit. VPAF selama perang tidak pernah memiliki lebih dari 200 pesawat tempur. Secara resmi, kemudian akan ada 16 Ace VPAF selama Perang Vietnam (13 diantaranya adalah pilot-pilot MiG-21, dan tiga adalah pilot MiG-17, sementara tidak ada ace dari armada MiG-19 mereka). Sebaliknya Amerika hanya memiliki lima Aces, itupun hanya 2 yang benar-benar pilot.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Vietnamese Fighter Ace Nguyễn Văn Cốc – The Highest Scoring Pilot in Vietnam War by Anil Chopra

https://www.google.com/amp/s/airpowerasia.com/2020/08/02/vietnamese-fighter-ace-nguyen-van-coc-the-highest-scoring-pilot-in-vietnam-war/amp/

Nguyen Van Coc: A Tiger Lurking in the Jungle of Vietnam By Diego Fernando Zampin

http://www.rkka.es/Otros_articulos/38_VIENTAM_Nguyen_Van_Coc/38_VIENTAM_Nguyen_Van_Coc.htm

NORTH VIETNAM’S LEADING ACE, POSTED BY HW ON 20 DEC 2012

http://fly.historicwings.com/2012/12/north-vietnams-leading-ace/

Nguyễn Văn Cốc

https://www.pressreader.com/south-africa/african-pilot/20190301/282110637903836

Nguyen Van Coc – “Falcon No 2”, “Ace Pilot” of Vietnam’s air force Update: 10:40 | 25/01/2018

http://m.en.baobacgiang.com.vn/bg/society/197045/nguyen-van-coc-falcon-no-2-ace-pilot-of-vietnam-s-air-force.html#ui=mobile

The Legend of the Vietnam War’s Mystery Fighter Ace by SEBASTIEN ROBLIN; WIB AIRWIB HISTORY July 3, 2016 

“I thought I should ask the Vietnamese pilots…” Interview with Istvan Toperczer by Monty H. 2017, december 01

https://vietnamihaboru.blog.hu/2017/12/01/_i_thought_i_should_ask_the_vietnamese_pilots

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *