Perang Timur Tengah

Pertempuran Megiddo 1918 & Keruntuhan Militer Turki Ottoman di Palestina

Sekitar 100 tahun yang lalu, pada tanggal 19 September 1918, pasukan Inggris melancarkan operasi paling brilian mereka di Timur Tengah selama pertempuran Megiddo. Dalam sumber-sumber berbahasa Turki, operasi militer ini dikenal sebagai “Kekalahan di Nablus”, atau “Pertempuran Nablus”. Operasi militer sekutu di Palestina pada masa-masa akhir Perang Dunia I ini, dalam waktu singkat, telah menyebabkan menyerahnya sekutu lain dari Jerman, yakni Kekaisaran Turki Ottoman. Penyebutan nama Megiddo sendiri, “mungkin menyesatkan” karena hanya pertempuran sangat terbatas, yang sebenarnya terjadi di dekat Tel Megiddo. Kata ini sengaja dipilih oleh jenderal Allenby dari Inggris, karena relevansinya dengan nubuatan alkitabiah mengenai Pertempuran Armageddon akhir jaman dan makna simbolisnya yang berkaitan. Apapun itu, pertempuran ini, seperti layaknya Pertempuran Armageddon dalam Alkitab, memang menjadi semacam “lonceng kematian”, khususnya bagi Kekaisaran Turki Ottoman.

Pasukan Turki menyerah kepada pasukan Inggris. Kekalahan cepat pasukan Turki dalam Pertempuran Megiddo, membuka jalan bagi runtuhnya kekaisaran tersebut di penghujung Perang Dunia I. (Sumber: https://blog.nationalarchives.gov.uk/)

SITUASI DI GARIS DEPAN

Kampanye militer pada tahun 1917 di front Mesopotamia dan Palestina telah membuahkan keberhasilan bagi aliasi Triple Entente. Di Mesopotamia, Inggris mengalahkan tentara ke-6 Turki di dekat daerah Kut-el-Amara, dan menduduki Baghdad pada tanggal 11 Maret 1917. Di Timur  korps Baratov (2nd Caucasian Cavalry Corps) dari Russia berhasil mengamankan Persia, sekaligus mengisolasinya dari wilayah Turki. Sementara itu di front Palestina pada tanggal 31 Oktober 1917, pertempuran untuk merebut Beersheba dimulai. Pada tanggal 6 November, front Utsmaniyah di dekat Gaza dan Beersheba terpecah dan pasukan Turki mulai mundur secara besar-besaran. Tentara Sekutu kemudian menginvasi Palestina dan merebut pemukiman paling penting di kawasan itu, yakni Jaffa dan Yerusalem, yang direbut pada minggu kedua bulan Desember 1917. Akan tetapi, serangan lebih lanjut berkembang sangat lambat. Pada akhir tahun, kelelahan diantara pasukan, dan terutama hujan yang mulai turun, dan kurangnya akses jalan, memaksa Inggris untuk menghentikan serangan. Di front terdepan terdapat jeda pertempuran, yang berlanjut hingga awal tahun 1918. Komando Inggris lalu berupaya meningkatkan jalur komunikasi dan kereta api di daerah itu. Pada tanggal 21 Januari 1918 Dewan Tinggi Militer Entente memutuskan untuk “melancarkan serangan yang menentukan terhadap Turki guna menghancurkan tentara Turki dan menghancurkan perlawanan mereka.” 

Jenderal Sir Edmund Allenby memasuki Yerusalem dalam kemenangan pada bulan Desember 1917, dengan demikian mengakhiri empat abad kekuasaan Ottoman di kota itu. Pada akhir tahun, kelelahan diantara pasukan, dan terutama hujan yang mulai turun, dan kurangnya akses jalan, memaksa Inggris untuk menghentikan serangan. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Posisi Kesultanan Utsmaniyah selama periode ini sangat kritis. Tentara Turki mengalami kekurangan senjata dan amunisi yang akut. Ekonomi, industri, keuangan, perdagangan, pertanian, yang di masa damai saja sudah kesulitan bernapas, runtuh akibat beban militer yang harus ditanggung dalam perang dan karena kebijakan pemerintahnya yang tidak meyakinkan. Warga sipil dan tentara kelaparan. Pasokan barang hampir berhenti, sementara terdapat peningkatan penyakit epidemi. Banyak tentara melakukan desersi secara besar-besaran, sehingga menyebabkan jumlah tentara terus berkurang. Korps, yang dikirim ke garis depan pada tahun 1917, telah kehilangan hingga 40% personel dalam perjalanan ke garis depan. Di unit tentara, aksi bunuh diri dan melukai diri sendiri telah menjadi rutinitas. Mereka yang desersi menciptakan kelompok-kelompok gangster, yang meneror berbagai wilayah, tentara dan polisi dengan aksi-aksi mereka. Berjuang menghadapi desersi, kelompok bandit dan perlawanan dari masyarakat minoritas, pihak berwenang menanggapi dengan tindakan yang lebih kejam. Detasemen-detasemen penghukuman menghancurkan dan membakar banyak daerah. Akibatnya, kemampuan tempur tentara Turki menurun drastis, dan negara itu sendiri hancur berantakan, tenggelam dalam kekacauan. 

Tentara Turki dari Angkatan Darat Kaukasus memasuki kota Baku pada tanggal 15 September 1918. Petualangan militer Turki di Kaukasus telah memindahkan sebagian dari kekuatan berharganya untuk mempertahankan wilayah Palestina-Suriah dan Mesopotamia. (Sumber: https://www.middleeasteye.net/)

Selain itu, kepemimpinan militer-politik Turki juga melancarkan intervensi di kawasan Kaukasus, dengan berupaya mengambil keuntungan dari keruntuhan pemerintahan dan gejolak politik di Rusia. Artinya, dengan ini pasukan yang harusnya bisa memperkuat pertahanan di front Mesopotamia dan Suriah-Palestina yang kritis, malah digunakan beraksi di Kaukasus. Perdamaian Brest-Litovsk pada tanggal 3 Maret 1918, memang kemudian dapat menciptakan perdamaian antara Kekaisaran Ottoman dan Rusia. Namun, pemerintahan dari golongan Turki Muda terus melancarkan intervensi di wilayah Transkaukasus, sambil masih berharap untuk bisa menciptakan kerajaan “Turki” dan menggantikan kerugian mereka di wilayah Hijaz, Palestina dan Irak. Pada akhir bulan April 1918, Turki merebut Kars dan Batum. Para agen Turki aktif di antara para pendaki gunung di Kaukasus Utara, mendesak mereka untuk memberontak. Pada tanggal 15 Mei 1918, Turki merebut Alexandropol, yang diikuti pada tanggal 15 September merebut Baku. Para penyerbu kemudian melakukan pembantaian di Baku, membantai ribuan orang Armenia. Petualangan militer tentara Turki di Kaukasus, keserakahan pemerintah yang didominasi golongan Turki Muda, pada akhirnya semakin memudahkan Inggris untuk mengalahkan Kekaisaran Ottoman. Di front Mesopotamia, pertempuran dimulai pada bulan Maret 1918. Pasukan tentara ke-6 Turki membentang di front sepanjang 500 kilometer front dari Hanat-Makinsk ke Efrat. Sementara itu, pasukan Inggris yang dikirimkan ke wilayah itu, termasuk enam divisi infanteri, sebuah divisi kavaleri, dan banyak unit terpisah – total ada sekitar 447 ribu orang (di unit tempur di garis depan terdapat 170 ribu orang). Di arah Mosul, pasukan Inggris menduduki sejumlah pemukiman (Heath, Kifri, Tuz, Kirkuk), tetapi kemudian meninggalkan mereka dan pindah ke posisi sebelumnya di utara Baghdad. Dari bulan Mei hingga September terdapat jeda, di mana pasukan Inggris bersiap untuk melancarkan operasi yang lebih besar.

RENCANA DAN KEKUATAN PARA PIHAK YANG BERHADAPAN

Di medan perang Suriah-Palestina pada akhir bulan April 1918, pihak sekutu merencanakan untuk melancarkan serangan dengan tujuan mengalahkan tentara Turki. Pekerjaan besar kemudian dilakukan oleh Inggris untuk meningkatkan rute pasokan, dengan membangun jalur kereta api ke Ranti. Namun serangan musim semi tentara Jerman di front Prancis menggagalkan rencana Inggris di Palestina. Mereka harus memindahkan pasukan mereka dari Timur Tengah ke Prancis, dan di Palestina membatasi diri hanya melakukan operasi secara lokal. Secara total, sekitar 60.000 perwira dan prajurit dipindahkan ke Front Barat pada tahun 1918. Setelah serangan Jerman mulai kehabisan tenaga di Prancis, Inggris kemudian kembali mempersiapkan serangannya di Palestina. Pasukan Inggris di bawah komando Edmund Allenby, yang menerima bala bantuan, berjumlah 69 ribu orang (termasuk 12 ribu prajurit kavaleri, 540 meriam, dan 90 pesawat). Di sisi lain, niat komando Inggris adalah untuk memberikan pukulan kuat di bagian sayap dan mengepung pasukan utama Turki. Upaya ini kemudian dipercayakan kepada satuan kavaleri (“korps berkuda gurun” – terdiri dari tiga divisi), yang difokuskan pada sayap kiri di wilayah Jaffa. Di sayap kanan, operasi dilakukan oleh pasukan-pasukan gerilya Arab yang bangkit melawan kekuasaan Turki. Untuk mencapai kejutan, aksi pengelabuan banyak digunakan (lewat informasi yang salah dan rencana palsu). Jadi, di bagian timur Palestina, di Lembah Yordan, Inggris membangun kamp militer palsu dengan 15 ribu boneka kuda, sehingga orang-orang Turki akan berpikir bahwa serangan utama akan terjadi di sini, dan bukan di jalur pantai. Juga, pasukan infanteri dipindahkan ke sini secara demonstratif, pada sore hari, berjalan kaki, dan dengan kebisingan maksimum, dan pada malam hari mereka secara diam-diam dibawa kembali dengan truk ke distrik di kawasan pantai.

Pesawat Sekutu memainkan peran kunci dalam mendukung pasukan infanteri, kavaleri, dan tank lapis baja Inggris yang menerobos pertahanan Turki di wilayah Palestina. (https://warfarehistorynetwork.com/)

Allenby bermaksud untuk menerobos ujung barat garis pertahanan Ottoman, di mana medannya menguntungkan untuk operasi pasukan kavaleri. Penunggang kudanya akan melewati celah yang ada untuk merebut targetnya jauh di daerah garis belakang Ottoman dan mengisolasi Tentara Ketujuh dan Kedelapan mereka. Sebagai langkah awal, Tentara Arab Utara akan menyerang persimpangan kereta api di Daraa mulai tanggal 16 September, untuk mengganggu jalur komunikasi pasukan Utsmaniyah dan mengalihkan perhatian markas besar Yildirim. Kemudian dua divisi Korps XX, dipimpin oleh Letnan Jenderal Philip Chetwode, akan melakukan serangan di Perbukitan Yudea mulai malam 18 September, sebagian untuk lebih mengalihkan perhatian Utsmaniyah ke sektor Lembah Yordan, dan sebagian lagi untuk mengamankan posisi dimana jalur mundur melintasi Yordan bisa diblokir. Setelah serangan utama oleh Korps XXI dan Korps Berkuda Gurun diluncurkan, Korps XX akan memblokir rute pelarian tentara Utsmaniyah dari Nablus ke lokasi penyeberangan menuju Yordania di Jisr ed Damieh dan jika mungkin merebut markas Angkatan Darat Ketujuh Utsmaniyah di Nablus. 

Penyerahan medali oleh Jenderal Sir Edmund Allenby (ketiga kanan) dan Mayor Jenderal Harry Chauvel, (kedua kiri), tahun 1918. Letnan Jenderal Harry Chauvel, komandan Desert Mounted Corps, berperan penting dalam rencana ofensif yang dirancang Allenby. (Sumber: https://www.nam.ac.uk/)
Prajurit dari satuan Black Watch (Royal Highlanders) memperkuat garis depan Sekutu di dekat Arsuf pada bulan Juni 1918. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Terobosan utama direncanakan akan dicapai di pantai pada tanggal 19 September oleh empat divisi infanteri Korps XXI, yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Edward Bulfin, yang berkumpul di front selebar 13 km. Divisi kelima dari Korps XXI (ke-54) akan melakukan serangan tambahan 5 mil (8,0 km) ke pedalaman dari titik penyerangan utama. Setelah terobosan tercapai, korps, dengan Brigade Berkuda Ringan ke-5, akan maju untuk merebut markas Angkatan Darat Kedelapan Utsmaniyah di Tulkarm dan jalur kereta api lateral di mana Tentara Ketujuh dan Kedelapan Utsmaniyah dipasok, termasuk jalur persimpangan kereta api yang penting di Messudieh. Langkah strategis itu akan dilakukan oleh Desert Mounted Corps, yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Harry Chauvel. Tiga divisi berkudanya berkumpul di belakang tiga divisi infanteri paling barat dari Korps XXI. Segera setelah Korps XXI berhasil menembus pertahanan Utsmaniyah, mereka harus berbaris ke utara untuk mencapai celah melalui Pegunungan Karmel sebelum pasukan Utsmaniyah dapat mencegah mereka, dan melewatinya untuk merebut pusat komunikasi Al-Afuleh dan Beisan. Kedua pusat komunikasi ini berada dalam radius 60 mil (97 km) dari jarak yang dapat ditempuh unit-unit kavaleri sebelum dipaksa berhenti untuk beristirahat dan untuk mendapatkan air dan makanan bagi kuda. Jika mereka berhasil direbut, jalur komunikasi dan rute mundur untuk semua pasukan Utsmaniyah di sebelah barat Yordan akan terputus. Terakhir, sebuah detasemen yang terdiri dari Divisi Berkuda ANZAC Brigade Infanteri India ke-20, dua batalyon Resimen Hindia Barat Inggris, dan dua batalyon Relawan Yahudi di Royal Fusiliers, yang berjumlah 11.000 orang, dikomandani oleh Mayor Jenderal Edward Chaytor dan dikenal sebagai Pasukan Chaytor, akan merebut jembatan Jisr ed Damieh dan mengarunginya dalam gerakan menjepit. Jalur komunikasi penting antara Tentara Utsmaniyah di tepi barat Sungai Yordan dengan Tentara Keempat Utsmaniyah di Es Salt, diperlukan untuk direbut oleh Allenby sebelum Chaytor dapat melanjutkan untuk merebut Es Salt dan Amman. Pengalaman Allenby memimpin unit kavaleri dalam Perang Boer (1899-1902), terlihat di sini, yang mana ia percaya pada peperangan yang mobile, terutama menggunakan pasukan berkuda.

Pasukan kavaleri berkuda ANZAC (Australia & Selandia Baru), unit mobile andalan Allenby. Aksi pasukan berkuda sekutu di front Timur Tengah saat Perang Dunia I menjadi beberapa aksi legendaris terakhir unit semacam ini dalam perang besar. (Sumber: https://www.scribd.com/)
Tentara Inggris melatih keahlian menembak mereka di dekat Arsuf sebagai persiapan untuk pertempuran di Megiddo. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Di pihak Turki Tentara ke-4, 7, dan 8 menduduki pertahanan di garis depan mulai dari pantai Mediterania ke ujung utara Laut Mati dan sejauh 30-40 km di timur sungai Yordan. Komando utama pasukan Turki di Palestina, yang disebut sebagai Yıldırım Army Group pada Februari 1918 dipercayakan kepada Jenderal Jerman Liman von Sanders. Di bawah Grup Tentara Yildirim terdapat pasukan, dari barat ke timur, sebagai berikut: Tentara Kedelapan (pimpinan Jevad Pasha) yang mempertahankan garis depan dari pantai Mediterania ke Perbukitan Yudea dengan lima divisi (salah satunya baru saja tiba di Et Tire, beberapa mil di belakang garis depan), divisi kavaleri dan detasemen “Pasha II” Jerman, yang setara dengan kekuatan setingkat resimen; Angkatan Darat Ketujuh (pimpinan Mustafa Kemal Pasha) yang mempertahankan garis depan di Perbukitan Yudea hingga Sungai Yordan dengan empat divisi dan satu resimen Jerman; dan Angkatan Darat Keempat (pimpinan Jemal Mersinli Pasha), yang dibagi menjadi dua kelompok: satu menghadapi jembatan yang telah direbut pasukan Allenby di atas Yordan dengan dua divisi, sementara yang lain mempertahankan Amman dan Ma’an dan Kereta Api Hijaz dari serangan gerilyawan Arab pasukan dengan dua divisi, sebuah divisi kavaleri dan beberapa detasemen lain-lain. Setiap Satuan Tentara (Army) Turki terdiri dari beberapa divisi, tetapi komposisinya sangat lemah sehingga ukuran Army hampir tidak membentuk satu divisi normal. Jumlah total pasukan, di garis depan dari Yildirim Army Group pada bulan Agustus 1918 adalah 40.598 prajurit infanteri yang dipersenjatai dengan 19.819 senapan, 273 senapan mesin ringan dan 696 senapan mesin berat (termasuk 2 ribu pasukan kavaleri), 402 meriam dan 25 pesawat. 

Jenderal Otto Liman von Sanders asal Jerman, tahun 1917. Sanders ditugaskan untuk memimpin pasukan Turki di Palestina, yang disebut sebagai Yıldırım Army Group. (Sumber: https://www.nam.ac.uk/)
Pasukan Turki di Palestina. (Sumber: https://www.iwm.org.uk/)
Parit pertahanan Ottoman di tepi Laut Mati mencerminkan sifat statis pertahanan Ottoman selama periode pertempuran di Timur Tengah. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Komando Turki sendiri berencana untuk melancarkan serangan pada akhir bulan Februari sampai awal bulan Maret 1918 untuk mengusir pasukan Inggris dan menghilangkan ancaman yang mereka tidak hanya di Palestina dan Suriah, tetapi juga di front Anatolia Selatan dan Mesopotamia. Namun karena runtuhnya kekuatan, perbekalan dan petualangan militer mereka di Kaukasus, Turki tidak berani menyerang. Sementara itu, di sisi lain, sampai akhir bulan September 1918, situasi strategis bagi Kesultanan Utsmaniyah nampaknya lebih baik daripada negara-negara Blok Sentral lainnya. Pasukan mereka yang ada di Mesopotamia masih mempertahankan wilayah mereka, sementara di Kaukasus, mereka telah merebut Armenia, Azerbaijan, dan sebagian besar Georgia dalam gerak majunya menuju ke Laut Kaspia. Dengan ini, Jenderal Liman von Sanders diharapkan untuk mampu mengulangi aksi pertahanan Turki seperti di Gallipoli dan mengalahkan invasi yang dilancarkan Inggris di wilayah Palestina. Namun, beberapa komandan lain khawatir tentang serangan pada garis depan mereka yang terentang luas di Palestina. Mereka ingin menarik pasukan mereka kembali, jadi dengan ini serangan pihak lawan diharuskan untuk melintasi wilayah yang tidak dipertahankan dan berpotensi kehilangan kejutan taktisnya. Liman kemudian harus meninggalkan apa yang tampaknya menjadi rencana pertahanan yang baik itu dan memutuskan bahwa sudah terlambat bagi pasukannya untuk mundur. Sementara itu, meskipun militer Utsmaniyah telah dapat memperkirakan dengan cukup akurat total kekuatan pasukan Sekutu, Liman tidak memiliki informasi intelijen tentang rencana dan disposisi kekuatan Sekutu dan terpaksa mengerahkan pasukannya secara merata di sepanjang garis depan. Apalagi hampir seluruh kekuatan tempurnya ada di garis depan. Satu-satunya cadangan operasionalnya adalah dua resimen Jerman dan dua divisi kavaleri, yang kekuatannya dibawah standar. Lebih jauh ke belakang tidak terdapat cadangan strategis selain beberapa “Resimen Depot”, yang tidak diorganisir sebagai unit tempur, dan satuan garnisun serta unit komunikasi yang tersebar. Setelah empat tahun berperang, sebagian besar unit Utsmaniyah sudah lemah dan kehilangan semangat karena desersi, penyakit, dan kekurangan pasokan (walaupun pasokan tidak kekurangan di Damaskus ketika Desert Mounted Corps tiba di sana pada tanggal 1 Oktober 1918. Ada cukup makanan dan perbekalan untuk tiga divisi kavaleri; 20.000 prajurit dan kuda “tanpa perlu merampas makanan pokok penduduk.”). Liman bagaimanapun tetap mengandalkan tekad dan semangat pasukan infanteri Turki dan perbentengan garis depan mereka. Meskipun jumlah artileri dan terutama senapan mesin di antara para pasukan terhitung sangat tinggi, garis pertahanan Utsmaniyah hanya memiliki sabuk kawat berduri tipis, jika dibandingkan dengan yang ada di Front Barat, dan Liman tidak dapat memperkirakan perbaikan metode taktis dalam serangan terencana, yang melibatkan kejutan dan persiapan artileri yang singkat tapi akurat berdasarkan pengintaian udara di pihak Inggris.

PERTEMPURAN

Pada tanggal 16 September 1918, orang-orang Arab di bawah pimpinan TE Lawrence dan Nuri as-Said mulai menghancurkan jalur kereta api di sekitar pusat rel vital Daraa, di persimpangan Kereta Api Hedjaz yang memasok tentara Utsmaniyah di Amman dan Kereta Api Palestina yang memasok tentara Utsmaniyah di wilayah Palestina. Pasukan awal Lawrence (unit Korps Unta dari Angkatan Darat Feisal, unit Korps Unta Mesir, beberapa penembak senapan mesin Gurkha, unit mobil lapis baja Inggris dan Australia dan artileri gunung asal Prancis) segera bergabung dengan hingga 3.000 anggota suku Ruwallah dan Howeitat di bawah pemimpin tempur terkenal seperti Auda abu Tayi dan Nuri es-Shaalan. Meskipun Lawrence diperintahkan oleh Allenby hanya untuk mengganggu jalur komunikasi di sekitar Daraa selama seminggu dan Lawrence sendiri tidak bermaksud agar pemberontakan besar segera terjadi di daerah itu, untuk menghindari pembalasan dari tentara Utsmaniyah, namun semakin banyak komunitas lokal yang secara spontan mengangkat senjata melawan Turki. Saat militer Utsmani bereaksi, mengirimkan garnisun Al-Afuleh untuk memperkuat Daraa, unit Korps Chetwode melakukan serangan di perbukitan di atas Sungai Yordan pada tanggal 17 dan 18 September. Divisi ke-53 kemudian berusaha merebut wilayah yang menguasai sistem jalan di belakang garis depan tentara Utsmaniyah. Beberapa tujuan berhasil direbut pasukan sekutu, tetapi posisi yang dikenal Inggris sebagai “Nairn Ridge” dipertahankan oleh tentara Ottoman sampai tanggal 19 September. Setelah direbut, jalan dapat dibangun untuk menghubungkan sistem jalan raya Inggris dengan wilayah yang baru dikuasai. Pada menit-menit terakhir, seorang pembelot asal India telah memperingatkan tentara Turki tentang serangan utama yang akan datang. Refet Bey, komandan Korps XXII Utsmaniyah di sayap kanan Angkatan Darat Kedelapan, ingin mundur untuk mencegah serangan, tetapi atasannya Jevad Pasha, yang memimpin Angkatan Darat Kedelapan Utsmaniyah, dan Liman (yang takut bahwa pembelot itu sendiri adalah bagian dari upaya gertakan intelijen) melarangnya melakukannya. Pada pukul 1:00 pada tanggal 19 September, sebuah pesawat pengebom berat dari Brigade Palestina RAF tipe Handley Page O/400 menjatuhkan enam belas bom seberat 112 pon (51 kg) di stasiun telepon dan stasiun kereta api utama di Al-Afuleh. Pemboman ini kemudian memutuskan komunikasi antara markas besar Liman di Nazareth dan Tentara Ketujuh dan Kedelapan Utsmaniyah selama dua hari penting berikutnya, membuat komando Utsmaniyah terganggu. Kemudian pesawat-pesawat DH.9 dari Skuadron No. 144 juga mengebom stasiun telepon dan stasiun kereta api El Afule, persimpangan kereta api Messudieh dan markas besar Angkatan Darat Ketujuh Utsmaniyah, serta tempat pertukaran telepon di Nablus.

Foto Auda abu Tayi, di Tabuk, Hejaz 1921. Auda abu Tayi adalah komandan gerilyawan Arab yang tergabung dengan pasukan Lawrence untuk mengganggu jalur komunikasi di sekitar Daraa. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Tampak samping Handley–Page 0/400 dari Skuadron No. 1. Pesawat Handley–Page terlibat dalam misi pemboman awal pembuka pertempuran Megiddo. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Penggambaran penyerangan di Mudawwarah, Agustus 1918. (Sumber: https://www.forces.net/services/)

Serangan darat Inggris lalu dimulai pada jam 4:30 tanggal 19 September. Setelah penembakan artileri yang kuat dari 385 meriam, 60 mortir parit, dan 2 kapal perusak selama 15 menit (dengan rataan 1.000 tembakan per menit), pasukan infanteri di bawah perlindungan artileri bergerak melakukan serangan. Divisi infanteri Inggris dan India kemudian menyerang posisi Turki di daerah Sharon dan menerobos semua posisi pertahanan di garis depan sejauh 13 kilometer, mengepung dua korps Turki di pegunungan sekitarnya. Unit-unit pasukan India dan Australia merebut pusat-pusat komunikasi di kedalaman pertahanan tentara Utsmaniyah, dan pesawat-pesawat Inggris mengebom markas besar militer Turki, yang mengganggu kontrol pasukan mereka. Pada saat yang sama, serangan sukses Inggris lainnya terjadi sekitar 20 kilometer ke timur, di daerah Nablus (kota itu direbut pada tanggal 20 September). Para penyerang dari arah laut dan dari Nablus lalu bergabung di area 20 kilometer ke utara, di wilayah Megiddo, menutup lingkaran pengepungan. Front pasukan Turki kemudian pecah dari Rafat ke laut (40 km di sepanjang garis depan) dan korps kavaleri Inggris menerobos, bergerak maju 40 km pada akhir hari. Serangkaian pertempuran kecil dengan orang-orang Turki yang mengalami demoralisasi dan berusaha keluar dari pengepungan terjadi di kota-kota sekitarnya, seperti di dekat Nazareth, yang diduduki oleh Inggris pada tanggal 21 September, juga di dekat kota Jenin dan Afula. Pada malam tanggal 20–21 September, Angkatan Darat Ketujuh mulai mengevakuasi Nablus. Pada saat itu, ini adalah tentara Utsmaniyah yang terakhir di sebelah barat Yordania, dan meskipun ada kemungkinan Korps ke-XX Chetwode akan menghentikan mundurnya mereka, kemajuan pasukan sekutu telah diperlambat oleh barisan belakang tentara Utsmaniyah. Pada tanggal 21 September, Angkatan Darat Ketujuh terlihat oleh pesawat di sebelah barat sungai. Pesawat-pesawat RAF kemudian melanjutkan untuk mengebom tentara Turki yang mundur dan menghancurkan seluruh barisan mereka. Gelombang pemboman dan penembakan dari pesawat melintasi barisan setiap tiga menit, dan meskipun operasi itu dimaksudkan untuk berlangsung selama lima jam, Angkatan Darat Ketujuh Turki berhasil dihancurkan hanya dalam waktu 60 menit. Puing-puing bekas pasukan Turki yang hancur membentang lebih dari 6 mil (9,7 km). Pasukan Kavaleri Inggris kemudian menemukan 87 meriam, 55 truk, 4 mobil, 75 gerobak, 837 gerobak beroda empat, dan sejumlah gerobak air dan dapur lapangan yang hancur atau ditinggalkan di jalanan. Banyak tentara Utsmaniyah terbunuh dan yang selamat tercerai berai, serta tidak memiliki pemimpin. Lawrence kemudian menulis bahwa “RAF kehilangan empat orang tewas. (Sedangkan) Orang-orang Turki kehilangan satu korps.”

Orang-orang Arab menyambut pesawat Handley Page pertama yang tiba di Deraa, Palestina, tanggal 22 September 1918. (Sumber: https://www.iwm.org.uk/)
Gerobak dan kereta meriam Yildirim Army Group dihancurkan oleh pesawat EEF di jalan Nablus-Beisan. Selain menggunakan kekuatan kavaleri, pasukan Allenby juga secara cukup efektif menggunakan kekuatan udara. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Artileri Angkatan Darat Ketujuh Turki yang ditinggalkan di Nablus. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Menurut penulis biografi Chauvel, rencana Allenby untuk Pertempuran Megiddo adalah sebuah taktik yang “cemerlang dalam eksekusinya seperti yang telah direncanakan; operasi ini tidak ada bandingannya di Prancis atau di front lain (dalam Perang Dunia I), namun pada prinsipnya sangat maju di masanya dan bahkan lebih mirip  Blitzkrieg Jerman di tahun 1939. Di Nazareth, di mana markas besar tentara Turki berada, mereka hampir saja menahan von Sanders sendiri. Terus bergerak maju ke utara, pada tanggal 23 September Sekutu menduduki Haifa, dan kemudian Acre, yang terletak 10 kilometer di sebelah utara. Pada saat yang sama, pasukan sekutu Arab Inggris menyerang pusat transportasi penting di Dara’a (di Suriah selatan) sedari tanggal 17 September, di mana perbekalan dipasok ke tentara Turki, dan menghancurkan jalur kereta api di sana. Sementara itu, pesawat-pesawat Jerman dan Utsmaniyah terus beroperasi dari Daraa, mengganggu laskar Arab dan gerilyawan yang masih menyerang rel kereta api dan mengisolasi detasemen Utsmaniyah di sekitar kota. Atas desakan Lawrence, pesawat-pesawat Inggris mulai beroperasi dari landasan darurat di Um el Surab di dekatnya mulai tanggal 22 September. Tiga pesawat tempur Bristol F.2 lalu menembak jatuh beberapa pesawat Ottoman. kemudian pesawat Handley Page 0/400 mengangkut bensin, amunisi dan suku cadang untuk pesawat tempur dan dua Airco DH.9, serta mengebom lapangan udara di Daraa pada pagi hari tanggal 23 September dan Mafraq di dekatnya pada malam berikutnya. Pada tanggal 21 September Unit-unit Inggris mulai menyerang di Lembah Yordan ke arah Amman. Pada tanggal 22 September, di sisi barat Sungai Yordan, Divisi ke-53 Utsmaniyah diserang di markas besarnya di dekat jalan Wadi el Fara, oleh unit-unit dari Pasukan Meldrum. Pasukan ini terdiri dari Brigade Berkuda Selandia Baru (dikomandoi oleh Brigadir Jenderal W. Meldrum), Skuadron Senapan Mesin, unit-unit yang diperbantukan dari Resimen Hindia Barat Inggris ke-1 dan ke-2, Baterai Gunung India ke-29 dan Baterai RHA Ayrshire (atau Inverness). Pasukan Meldrum menangkap komandan Divisi ke-53, merebut markas besarnya beserta 600 tahanan, sebelum mengalahkan barisan belakang Ottoman yang gigih untuk merebut jembatan Jisr ed Damieh.

Pasukan lancer India menyerbu posisi Utsmaniyah di Lembah Armagedon pada hari kedua Pertempuran Megiddo. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Pasukan Kavaleri Kerajaan Inggris di Sumur Maria, Nazareth. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Pasukan Kavaleri India memasuki kota Haifa. tahun 1918. (Sumber: https://en.topwar.ru/)

Sementara itu, Tentara Keempat Ottoman tetap di posisinya sampai tanggal 21 September, tampaknya tidak menyadari kehancuran tentara Ottoman di sebelah barat Yordania sampai para pengungsi mencapai mereka. Hari itu, Jenderal Liman memerintahkan Angkatan Darat Keempat untuk mundur ke Daraa dan Irbid, sekitar 29 km ke arah barat. Angkatan Darat Keempat mulai mundur dari Yordania dan Amman pada 22 September dalam kekacauan yang meningkat akibat serangan pesawat-pesawat Inggris dan Australia pada tanggal 23 September, yang menyebabkan banyak korban jiwa bagi pasukan yang mundur di jalan-jalan antara Es Salt dan Amman. Pada hari yang sama, Pasukan Chaytor maju melintasi Sungai Yordan untuk merebut Es Salt. Pada tanggal 25 September pasukan Utsmaniyah yang telah mencapai Mafraq dengan kereta api dari Amman, tetapi tidak dapat melanjutkan lebih jauh karena rel kereta api di depan dihancurkan, mendapat serangan udara berat yang menyebabkan banyak korban dan kekacauan. Banyak tentara Utsmaniyah melarikan diri ke padang pasir tetapi beberapa ribu mampu mempertahankan ketertiban dan, setelah meninggalkan transportasi beroda mereka, terus mundur ke utara menuju Daraa dengan berjalan kaki atau menunggang kuda, di bawah serangan udara terus-menerus. Pasukan Chaytor merebut Amman pada tanggal 25 September. Di tempat lain, detasemen Utsmaniyah dari Ma’an, yang juga mencoba mundur ke utara, menemukan gerakan mundurnya terhalang di Ziza, selatan Amman, dan menyerah utuh kepada Divisi Berkuda ANZAC pada tanggal 28 September, daripada mengambil risiko dibantai oleh laskar Arab. Karena tidak memiliki kekuatan untuk memberikan perlawanan yang serius, pasukan Turki yang tersisa melarikan diri. Akibatnya, selama seminggu pasukan Turki di Palestina berhasil dikalahkan dan bahkan tidak dapat lagi dianggap sebagai sebuah kekuatan militer. Dari seluruh pasukan Utsmaniyah di wilayah Palestina, hanya 6 ribu tentara yang bisa terhindar dari penangkapan.

Satuan Yeomanry Inggris dan Pasukan berkuda Ringan Australia di Es Salt, tahun 1918. (Sumber: https://www.nam.ac.uk/)
Tahanan Turki yang ditangkap selama pertempuran Megiddo. (Sumber: https://en.topwar.ru/)

Dengan demikian, pasukan Turki di Palestina telah dikalahkan, kini di Suriah mereka tidak lagi melawan. Keunggulan numerik dan kualitatif dari pasukan sekutu sudah jelas di sini. Tentara Turki sudah sangat hancur sehingga setelah kemunduran pertama, mereka tidak dapat lagi mengumpulkan kekuatan, berkumpul kembali, mentransfer unit cadangan, dan memukul mundur musuh di posisi barunya. Bencana total bagi tentara Turki dan negeri tersebut, yang telah disiapkan pada tahun-tahun sebelumnya, kini dimulai. Kekuatan udara Inggris memainkan peran utama dalam operasi yang sukses ini. Setelah merebut supremasi udara berkat keunggulan numerik yang cukup besar, kekuatan udara Inggris membombardir dan menembaki dari udara markas besar tentara Turki, mengganggu jalur komunikasi, komando dan kontrol. Sejarawan militer Inggris Neil Grant menulis: “Selama pertempuran itu sendiri, tidak ada bentrokan yang serius. Kemenangan dicapai dengan strategi yang unggul, ditambah dengan dominasi dalam hal jumlah tentara dan senjata, dan juga karena mobilitas cepat dari unit-unit bersenjata yang relatif ringan. … Allenby juga memiliki kendali penuh di udara, menggunakannya dengan sangat efektif, sehingga pesawat-pesawat Turki tidak dapat terbang sama sekali, dan pemboman yang berhasil terhadap pusat telegraf dan telepon mematahkan jalur komunikasi Turki. Ketika unit kavaleri menerobos ke Nazareth di mana Staf Umum Turki berada, para komandan disana sendiri nyaris tidak berhasil melarikan diri. ” Edmund Allenby sendiri menulis: “Saya melewati rumah sakit dan memberi tahu yang terluka bahwa mereka telah melakukan hal terpenting dalam perang. Mereka benar-benar mengalahkan kedua Tentara (Army) Turki dalam 36 jam! Tentara ke-7 dan 8 Turki saat ini sudah tidak ada lagi, dan mereka ini adalah pasukan terbaik di Kekaisaran Turki.” Pihak Sekutu heran bagaimana tentara Turki, yang telah melawan mereka selama hampir empat tahun, runtuh begitu cepat dalam hitungan hari. Dalam Pertempuran Megiddo, Allenby kehilangan 782 prajuritnya tewas, 4.179 terluka, dan 382 hilang. Di sisi lain, kerugian di pihak Ottoman tidak diketahui dengan pasti, namun lebih dari 25.000 prajurit mereka ditangkap dan kurang dari 10.000, yang bisa melarikan diri ke arah utara.

MENGEJAR MUSUH 

Setelah itu, pasukan sekutu terus menyerang, hampir tanpa menemui perlawanan dari musuh. Pada tanggal 25 September pasukan Kavaleri Australia menerobos ke Laut Galilea dan merebut kota Tiberias. Garnisun Ottoman yang kecil di kota itu tidak memperkirakan munculnya musuh di sini dan terkejut. Orang-orang Turki lebih suka menyerah. Juga pada hari itu juga, sebuah kamp militer Ottoman-Jerman kecil di Samaha, di tepi Laut Galilea dikalahkan. Sementara itu, tentara Turki juga mengalami kemunduran besar di daerah Amman. Kota ini memiliki benteng yang kuat dan pertahanan alami berupa rawa-rawa. Tapi hanya sehari saja dipertahankan dan 2.500 prajurit Garnisun Turki disana memilih untuk meletakkan senjata. Pada tanggal 27 September, sekutu Arab-Inggris menduduki kota Daraa, dan tentara Inggris melintasi jembatan menuju ke Yordania. Pada tanggal 30 September, tentara Sekutu sudah berada di Al-Kisva (10 kilometer selatan Damaskus), memasuki perbatasan Suriah. Kekuatan di tanggal 1 Oktober tentara Inggris menduduki Damaskus, dengan dipimpin oleh perwira intelijen legendaris Inggris, Thomas Lawrence dan putra mantan sheriff Mekah dan Raja Hijaz, Faisal ibn Hussein, yang kemudian menjadi raja Suriah dan kemudian Irak. Di Damaskus, tentara Inggris, Australia, dan Arab menerima penyerahan 12 ribu orang Turki yang kehilangan semangat, di antaranya banyak tentara yang terluka, sakit, dan kelelahan. Banyak dari mereka segera meninggal karena perawatan medis yang tidak memadai. Secara keseluruhan, dari awal kampanye militer sekutu hingga kejatuhan Damaskus telah menghasilkan penyerahan sekitar 75.000 tentara Ottoman. Tentara Inggris kemudian terus maju ke utara dan di sepanjang pantai Mediterania, dimana pada tanggal 4 Oktober mereka merebut kota Tirus. Orang-orang Turki di sini hampir tidak memiliki pasukan dan tidak menawarkan perlawanan apa pun. Pada tanggal 7 Oktober, pasukan Inggris mendekati Beirut, dan pasukan pendarat Prancis mendarat di kota itu sendiri. Di kota ini, mereka menangkap sekitar 600 tentara Ottoman. Mereka menyerah tanpa perlawanan, tetapi tentara dan perwira Inggris tetap saja mengeluh kelelahan karena mengejar orang-orang Turki melalui wilayah Palestina dan Libanon. Berikut penuturan salah satu perwira Inggris: “Kalau saya ditanya bagaimana perasaan saya, saya harus mengatakan saya seperti orang lumpuh. Saya harap saya tidak akan pernah lagi mengalami perjalan serupa, di mana orang-orang berjalan dengan pipi cekung dan mata melotot, selama tiga minggu mereka tidak makan apa pun kecuali kue. ”

Allenby memperkenalkan taktik combined-arms approach untuk menaklukkan pertahanan Turki di Palestina. Kekalahan cepat dari Turki menyebabkan menyerahnya puluhan ribu tentara Ottoman terdesak setelah Pertempuran Megiddo. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Sebuah mobil lapis baja ringan Inggris berpatroli di perbukitan terjal di utara Samaria. Setelah mengalahkan tentara Turki di Megiddo, pasukan sekutu kemudian memburu sisa-sisa pasukan Turki hingga wilayah Syria. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Tanggal 10 Oktober tentara Inggris menduduki kota Baalbek, kemudian di tanggal 13 Oktober pasukan lain, yang bergerak dengan unta dan kendaraan lapis baja, memasuki kota Tripoli. Di tanggal 14 Oktober kesibukan terjadi di Rayak. Pasukan Turki yang masih hidup mundur jauh ke dalam wilayah Suriah dan mencoba mengatur pertahanan di dekat kota Homs. Tapi di sini mereka gagal mendapatkan pijakan. Pada tanggal 16 Oktober Pasukan Inggris mengepung dan merebut Homs. Serbuan cepat dari Damaskus dimungkinkan dengan menggunakan mobil, dan penyerbuan kedalam kota terjadi dengan partisipasi dari unit kendaraan lapis baja. Tetapi tidak banyak orang Turki yang berhasil ditangkap di Homs, sebagian besar berhasil menyelinap pergi dan lari lebih jauh ke utara menuju kota Aleppo. Di tanggal 25 Oktober pecah pertempuran di bagian paling utara Suriah, di mana pasukan gabungan Arab dan tentara Inggris mengambil garis pertahanan terakhir tentara Turki di kota besar Aleppo. Kota ini memiliki nilai strategis dan merupakan pusat transportasi yang penting. Di Aleppo, sisa-sisa pasukan Turki dari front Palestina dikumpulkan, yang berjumlah sekitar 24 ribu tentara dan perwira. Mereka mencoba mengorganisir diri dibawah pimpinan Jenderal Mustafa Kemal Pasha (calon pendiri Republik Turki di masa depan). Mantan panglima pasukan Turki di Palestina, Jenderal Jerman von Sanders, benar-benar meninggalkan pasukannya dan melarikan diri. Aleppo kemudian diserang oleh pasukan kavaleri Arab yang dipimpin oleh Pangeran Faisal dengan dukungan kendaraan lapis baja Inggris. Pasukan Sekutu merebut posisi selatan Aleppo pada pukul 10 pagi saat mobil-mobil lapis baja Inggris menerobos masuk ke Aleppo. Secara bersamaan, 80 kilometer sebelah barat kota, di pantai Mediterania, tentara Inggris mendekati Alexandretta. Mustafa Kemal, khawatir akan mengalami pengepungan lainnya, mulai buru-buru menarik pasukannya. Menjelang malam, tentara Inggris merebut Aleppo. Pertempuran yang relatif kecil ini adalah yang terakhir di front Palestina. Pada periode yang sama, tentara Inggris juga memperoleh kemenangan di Mesopotamia. Serangan Inggris yang baru di kota Mosul dimulai pada pertengahan bulan Oktober 1918. Selama satu minggu, tentara ke-6 Turki mengalami kekalahan telak. 11.300 tentara dan perwira Turki dengan 51 senjata artileri menyerah kepada tentara Inggris. Pasukan Inggris kemudian mencapai perbatasan selatan vilayet Mosul, dan pada tanggal 31 Oktober dengan bebas mereka memasuki Mosul.

HASIL AKHIR 

Selama operasi militer musim gugur 1918 di medan tempur Timur Tengah, tentara Turki mengalami kekalahan telak. Dalam pertempuran ini, 75 ribuan tentara Turki ditangkap, dan sejumlah besar senjata, termasuk 360 senjata artileri, jatuh ke tangan Inggris. Ini sebagian besar disebabkan oleh kebijakan agresif pemerintah Turki Muda di Kaukasus. Militer Turki bergegas untuk merebut Kaukasus dan tidak dapat memperkuat front mereka di Mesopotamia dan Palestina, meskipun kampanye militer sebelumnya jelas menunjukkan bahwa di sanalah Sekutu akan terus menyerang. Akibatnya, pasukan Entente merebut sebagian besar wilayah Mesopotamia, seluruh Palestina dan hampir seluruh Suriah. Kekaisaran Ottoman dalam menghadapi bencana total, berada dalam situasi yang sulit, yang diperparah dengan penyerahan Bulgaria. Artinya, sekutu, setelah penyerahan Sofia, memiliki kesempatan untuk melancarkan serangan terhadap Konstantinopel dari arah Semenanjung Balkan. Pada tanggal 5 Oktober Pemerintah Turki beralih ke Presiden AS Wilson dengan tawaran perdamaiannya. Pada saat yang sama ia mencoba melakukan negosiasi langsung dengan Inggris dan Prancis. Tetapi sekutu, terutama Inggris, tidak terburu-buru untuk merespons sampai Mosul dan Aleppo direbut. Negosiasi gencatan senjata secara resmi baru dimulai pada tanggal 27 Oktober. Perundingan ini dilakukan di kapal militer Inggris “Forsyth” di pelabuhan Mudros di pulau Lemnos, yang pada waktu itu telah direbut oleh Inggris. Pada tanggal 30 Oktober 1918, di Mudros, di atas kapal tempur Inggris HMS Agamemnon, Turki menandatangani syarat-syarat gencatan senjata yang keras. Atas nama Entente, perjanjian tersebut ditandatangani oleh Laksamana Calthorpe dari Inggris dan Menteri Angkatan Laut Turki, Hussein Rauf. Lewat perjanjian ini, Turki berjanji untuk membuka selat untuk perjalanan kapal Sekutu ke Laut Hitam, sementara benteng Dardanella dan Bosphorus diserahkan ke pihak pemenang. Semua pelabuhan lain di Laut Hitam dan Mediterania diserahkan ke pihak Entente. Demikian pula seluruh armada Angkatan Laut Turki dipindahkan ke Sekutu. Istanbul juga benar-benar harus memutuskan hubungan dengan bekas sekutunya (Jerman dan Austria-Hongaria). Kemudian Tentara darat mereka harus segera didemobilisasi. Turki hanya diizinkan untuk menyisakan sebagian kecil dari kekuatan yang diperlukan untuk melindungi perbatasan dan menjaga ketertiban internal mereka.

Kapal tempur Inggris HMS Agamemnon, tempat ditandatanganinya Perjanjian Mudros. (Sumber: https://www.dailysabah.com/)
Wilayah Turki yang dibagi-bagi dan dilucuti kekuatannya setelah Perjanjian Mudros. (Sumber: https://www.volkansadventures.com/)
Jenderal Prancis Louis Franchet d’Esperey memasuki Istanbul dengan menunggang kuda, 8 Februari 1919. (Sumber: https://www.dailysabah.com/)

Secara militer semua stok senjata, amunisi, dan peralatan militer Turki harus diserahkan ke tangan Sekutu. Gencatan senjata juga memperbolehkan tentara pendudukan Sekutu berkuasa di wilayah Arab. Pasukan Entente juga diberi hak untuk menduduki setiap titik strategis militer dan ekonomi di daerah itu, untuk membangun kendali mereka atas perkereta-apian, jalur transportasi, bahan bakar, dan persediaan makanan. Sekutu secara khusus menetapkan hak untuk menduduki kota Batum dan Baku, yang saat itu masih diduduki oleh Turki. Pada siang hari tanggal 31 Oktober 1918, sehari setelah gencatan senjata, permusuhan di front Suriah-Palestina dan Mesopotamia dihentikan. Kebijakan kepemimpinan Turki telah menyebabkan keruntuhan total dan akhir dari kekaisaran mereka. Pada malam tanggal 3 November 1918, para pemimpin Kekaisaran Ottoman, Enver Pasha, Talaat Pasha, Jemal Pasha, para pemimpin terkemuka komite pusat partai dan pejabat tinggi lainnya naik ke atas kapal perang Jerman dan melarikan diri dari Istanbul ke Odessa, dan dari sana ke Jerman untuk mengasingkan diri. Partai Muda Turki kemudian dibubarkan. Segera setelah penandatanganan gencatan senjata, kekuatan Entente mulai menduduki wilayah militer-strategis yang paling penting dari bekas kekaisaran Turki. Sedari tanggal 13 November, pasukan sekutu Inggris, Prancis, Italia, dan setelah beberapa waktu Amerika Serikat memasuki Teluk Tanduk Emas, mendaratkan pasukan di Konstantinopel dan menduduki daerah-daerah berbenteng di Selat Laut Hitam, serta muncul di pelabuhan-pelabuhan Turki di Mediterania dan Laut Hitam. Di Mesopotamia, dengan alasan perlunya memastikan keamanan komunikasi pasukan mereka, Inggris menduduki wilayah kaya minyak di Mosul. Inggris juga menduduki pelabuhan penting di Laut Mediterania, Alexandretta, menguasai jalur kereta api Anatolia-Baghdad dan pelabuhan Laut Hitam. Pada akhir tahun 1918 sampai awal tahun 1919, pasukan Anglo-Prancis menduduki wilayah Anatolia Tenggara, dan orang-orang Yunani, setelah mendarat di Izmir, mulai bergerak ke Anatolia dari arah barat. Ini akhir dari Kekaisaran Ottoman. “Masalah di Timur” kini telah diselesaikan, dengan kekuatan besar Barat menghancurkan kekaisaran Utsmaniyah dan menduduki Turki. Negara-negara Barat kemudian juga akan menggunakan wilayah Turki untuk mengintensifkan intervensinya di Rusia selatan.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Turkish Armageddon. How the Ottoman Empire Perished by Alexander Samsonov; 20 September 2018

https://en.topwar.ru/147227-tureckij-armageddon-kak-pogibla-osmanskaja-imperija.html

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Megiddo_(1918)

Battle of Megiddo

https://www.nam.ac.uk/explore/battle-megiddo

World War I: Battle of Megiddo By Kennedy Hickman; Updated on November 13, 2017

https://www.thoughtco.com/battle-of-megiddo-2360442

Apocalypse Then: the Battle of Megiddo, 1918 by Dr Juliette Desplat and Dr George Hay; Friday 21 September 2018

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Nikolai_Baratov

https://en.m.wikipedia.org/wiki/2nd_Caucasian_Cavalry_Corps_(Russian_Empire)

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Caucasus_campaign

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *