Perang Timur Tengah

Point Of No Return: Pertempuran Iran vs Irak Di Musim Gugur 1982 (Part-I)

Pada akhir musim panas dan awal musim gugur tahun 1982, di perbukitan Sumar di perbatasan antara Irak dan Iran, kedua negara bertetangga itu terlibat dalam beberapa pertempuran paling sengit di seluruh Perang Teluk Persia Pertama. Pertempuran di daerah ini tidak sebesar pada banyak operasi besar yang dilakukan sebelum dan sesudahnya. Namun, itu termasuk penggunaan kekuatan udara secara ekstensif oleh kedua belah pihak, yang tidak hanya menghasilkan hasil yang luar biasa, tetapi juga beberapa klaim yang paling kontroversial – dan paling terkenal – dari perang ini.

Pada tahun 1982, perang Iran-Irak yang memakan banyak korban telah berjalan selama hampir 2 tahun, namun masih belum ada tanda-tanda konflik akan segera berakhir. (Sumber: https://www.militaryimages.net/)

SEJARAH SINGKAT FORMASI LAPIS BAJA IRGC

Dalam pertempuran di musim gugur tahun 1982, Iran mengerahkan satuan lapis baja dari Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC). Unit lapis baja pertama Korps Pengawal Revolusi Islam dilengkapi hampir secara eksklusif dengan Tank MBT dan Kendaraan Pengangkut Personel Lapis Baja (APC) yang dirampas dari Irak, khususnya: 

  • 160 kendaraan yang dirampas selama Operasi “Samene-al-Aeme” (untuk menghancurkan pengepungan Abadan), pada bulan September 1981 
  • 170 kendaraan (termasuk 100 MBT dan 70 APC) yang dirampas selama Operasi “Tarigh al Qods” (pembebasan Bostan), pada bulan November 1981 
  • 320 kendaraan (termasuk 150 MBT dan 170 APC) yang dirampas selama Operasi Fath-ul-Mobin(di garis depan barat Dezful dan dekat Shush), pada bulan Maret 1982 
  • 105 kendaraan yang dirampas selama Operasi Bait al-Mugaddas (pembebasan Khorramshahr), pada bulan April 1982.
Sebuah tank yang dirampas dari pasukan Irak selama Perang Iran-Irak 1980 diambil alih oleh anggota tentara Iran. Banyak dari tank-tank ini kemudian digunakan oleh satuan lapis baja dari Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC). (Sumber: Photo by Jean Guichard/Sygma via Getty Images/https://www.gettyimages.ae/)
Pengawal revolusi Iran merayakan kemenangan mereka atas pasukan Irak diatas kendaraan lapis baja BMP-1. Pada tahun 1982, sekitar 100 unit BMP-1 Iran diaktifkan kembali dari tempat-tempat penyimpanan IRIA (AD Iran). (Sumber: https://www.theglobeandmail.com/)

Selama tahap awal perang, IrA (AD Irak) dan IRIA (AD Iran) sebenarnya menggunakan beberapa peralatan yang serupa, termasuk BMP-1, BTR-50, dan BTR-60; namun, hanya BTR-60 yang benar-benar beroperasi dengan Angkatan Darat Iran, sementara kendaraan lain berada dalam penyimpanan. IRIA terutama menggunakan peralatan dari negara-negara Barat, dan pertama-tama harus mengembangkan infrastruktur untuk memelihara dan meng-upgrade sebagian besar MBT dan APC yang dirampas. Terutama karena alasan seperti itulah MBT Irak yang dirampas selama tahun pertama perang biasanya dilucuti senapan mesin beratnya, tetapi jika tidak dibiarkan di tempat mereka ditemukan, untuk kemudian diambil oleh unit penyelamat. Terkadang pasukan IRIA lokal juga mencoba menggunakan tank yang dirampasnya sebagai artileri statis. Situasi mulai berubah pada bulan September 1981, ketika Iran merampas sekitar 160 kendaraan utuh dari Divisi lapis baja Irak ke-3 (termasuk satuan 6AB dan 8MB), ketika unit ini dihancurkan di tepi timur Sungai Karoun. Kendaraan-kendaraan ini, dan dengan dukungan ekstensif dari unit teknik IRIA, memungkinkan IRGC untuk membentuk satu batalyon mekanis, dengan sekitar 200 personel, yang mengoperasikan total sepuluh MBT dan 35 APC. Unit ini berhasil berpartisipasi dalam Serangan Tarigh al-Qods, pada bulan November 1981, yang mengakibatkan dibebaskannya Bostan dan dirampasnya lebih banyak lagi peralatan Irak, termasuk 170 MBT dan APC. Oleh karena itu, batalion lapis baja IRGC diperluas menjadi unit Brigade Lapis Baja ke-30 IRGC. Formasi ini dengan cepat dilatih dan siap untuk berpartisipasi dalam operasi skala besar berikutnya, Fath ul-Mobin, pada bulan Maret 1982, ketika sekitar 330 kendaraan lapis baja Irak berhasil dirampas. Setelah peristiwa tersebut, pada bulan April 1982, IRGC mengoperasikan total sekitar 500 tank T-54/55 dan berbagai APC yang direbut dari Angkatan Darat Irak. Mereka kemudian semakin diperkuat dengan penambahan 100 BMP-1 IFV yang diambil dari tempat penyimpanan IRIA. Sebagian besar kendaraan ini terkonsentrasi di Divisi Lapis Baja ke-30 IRGC yang baru dibentuk. Unit ini terdiri dari empat kelompok tempur dan satu kelompok pendukung. Untuk memfasilitasi pelatihan dan operasi divisi baru itu, fasilitas pelatihan dan pemeliharaan didirikan di Khuzestan, yang memungkinkannya untuk beroperasi dalam waktu hampir satu bulan dan memulai Operasi Beith al-Mugaddas dengan total sekitar 400 MBT dan APC dalam inventori mereka. Unit ini diketahui telah menderita sekitar 300 KIA (tewas) selama pembebasan Khorramshahr, dan bahkan korban yang lebih besar selama serangan Iran pertama di Basra, yakni Operasi Ramadhan.

LATAR BELAKANG

Perang Iran-Irak dimulai pada tanggal 22 September 1980, ketika pesawat pengebom dan pembom tempur angkatan udara Irak mengebom hampir setiap lapangan terbang Iran yang ada dalam jangkauan mereka, sementara Angkatan Darat Irak menginvasi Iran di beberapa tempat di sepanjang garis perbatasan internasional kedua negara. Serangan ini menyebabkan dimulainya perang habis-habisan, dan pertempuran panjang dan pahit antara kedua negara. Setelah 18 bulan pertempuran, pada tahun 1982, pasukan darat Iran akhirnya berhasil mengorganisir diri mereka sendiri untuk mengusir pasukan Irak dari wilayah Iran. Dalam serangkaian serangan yang dilakukan antara bulan Maret dan Juni, orang-orang Iran mengungguli dan menaklukkan kontingen utama Angkatan Darat Irak (IRA) di dalam provinsi Khuzestan Iran, yang sepenuhnya berhasil dibebaskan dalam proses tersebut. Selama pertempuran ini, militer Irak benar-benar babak belur: kekuatannya turun dari 210.000 menjadi 150.000 tentara; lebih dari 20.000 tentara Irak tewas dan hampir 30.000 ditangkap; dua dari empat divisi lapis baja aktif dan setidaknya tiga divisi mekanis dihancurkan menjadi kurang dari kekuatan satu brigade, dan Iran juga merampas lebih dari 450 tank dan kendaraan pengangkut personel lapis baja. Angkatan Udara Irak (IrAF) juga tidak berada dalam kondisi yang lebih baik, dan setelah kehilangan hingga 55 pesawat sejak awal bulan Desember 1981, hanya terdapat hampir 100 pembom tempur dan pencegat yang masih utuh. Seorang pembelot yang menerbangkan jet tempur MiG-21 ke Suriah, di bulan Juni 1982, mengungkapkan bahwa IrAF hanya memiliki tiga skuadron pembom tempur yang mampu melakukan operasi ofensif ke Iran pada saat itu. Di sisi lain Korps Udara Angkatan Darat Irak (IrAAC) mungkin dalam kondisi yang lebih baik, dan masih dapat mengoperasikan lebih dari 70 helikopter.

Pada tanggal 22 September 1980, Irak menginvasi Iran. Setelah 18 bulan pertempuran, pada tahun 1982, pasukan darat Iran akhirnya berhasil mengorganisir diri mereka sendiri untuk mengusir pasukan Irak dari wilayah Iran. (Sumber: https://sejarahmiliter.com/)
MiG-21 Bis AU Irak pada tahun 1980-an. Angkatan Udara Irak (IrAF) tidak berada dalam kondisi yang baik pada tahun 1982. Setelah kehilangan hingga 55 pesawat sejak awal bulan Desember 1981, hanya terdapat hampir 100 pembom tempur dan pencegat yang masih utuh. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Saddam Husein di tahun 1982. Saddam Hussein kemudian menggunakan momen invasi Israel ke Lebanon sebagai alasan untuk mengakhiri perang dan berencana mengirimkan bantuan kepada orang-orang Palestina. Namun upaya ini ditolak mentah-mentah oleh Iran, yang merasa diatas angin. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Di sisi Irak yang kepayahan, Saddam Hussein kemudian menggunakan momen invasi Israel ke Lebanon sebagai alasan untuk mengakhiri perang dan berencana mengirimkan bantuan kepada orang-orang Palestina. Pertempuran pada tahun 1982 bagaimanapun juga memakan korban dari pasukan Iran, tetapi kerugiannya tidak sebesar yang diderita oleh orang Irak dan – meskipun kekurangan senjata berat dan depot amunisinya kosong – semangat mereka tetap tinggi. Orang-orang Iran merasa mereka berjuang untuk tujuan yang benar – mengakhiri pendudukan Irak atas wilayah Khuzestan yang kaya minyak. Setelah mencapai ini, mereka harus memutuskan langkah selanjutnya, jadi selama musim panas banyak pertemuan diadakan antara ulama terkemuka, politisi dan perwira militer. Secara teoritis, terdapat beberapa opsi untuk diambil, mulai dari menunggu negosiasi panjang yang dimediasi PBB dan Aljazair dengan beberapa negara Arab, menerima tawaran Saudi dan Kuwait untuk membayar ganti rugi atas kerusakan yang disebabkan oleh invasi Irak ke Iran, dan mengakhiri perang. Tapi, ini membutuhkan negosiasi dengan rezim di Baghdad dan itu adalah sesuatu yang tidak akan diterima oleh para pemimpin Iran. Awalnya, beberapa orang di Teheran menolak gagasan untuk melakukan invasi, mengklaim bahwa langkah seperti itu akan merusak moral Iran dan mengurangi simpati yang diperoleh dari negara-negara Muslim sebagai akibat dari invasi Saddam. Orang-orang ini didukung oleh perwira-perwira militer Iran. Namun, suara-suara ini dikalahkan oleh suara-suara pro-perang di Teheran, yang mengklaim bahwa Baghdad dapat dikalahkan dengan menggunakan pejuang yang bersemangat tinggi dan membangkitkan sentimen anti-pemerintah di antara orang-orang Syiah Irak.

MEMBAWA PERANG KEMBALI KE IRAK

Tertipu oleh keberhasilan mereka sendiri, para pemimpin di Teheran memutuskan untuk membawa perang kembali ke Irak, dan menggulingkan rezim di Baghdad, terutama sekarang karena posisi diktator Irak Saddam Hussein tampak jauh lebih lemah. Iran hanya tinggal harus memutuskan bagaimana mereka mencapai tujuan ini. Para perwira militer profesional, yang menentang perang yang lebih lama, menyarankan agar perang itu diselesaikan dengan cepat, sebelum kekurangan dan penyusutan peralatan militer mulai memakan korban. Sebagai alternatif, beberapa mengajukan rencana untuk melancarkan serangan besar-besaran yang berani dan besar-besaran ke Baghdad, yang akan direbut dengan tanpa mempedulikan kerugian yang diderita. Ide-ide seperti itu ditolak, bagaimanapun, tampaknya karena para pemimpin politik dan ulama Iran tidak tertarik untuk mengakhiri perang dengan cepat. Sebaliknya keputusan diambil untuk menghancurkan mesin perang Irak dengan merebut satu demi satu daerah, dengan harapan bahwa serangkaian pukulan besar yang dilakukan oleh unit Korps Pengawal Revolusi Republik Islam (Islamic Republic Revolutionary Guards Corps/IRGC; lebih dikenal sebagai “Pasdaran”) akan menyebabkan kerusuhan atau bahkan pemberontakan dari dalam masyarakat Syiah Irak yang menjadi mayoritas di negeri “seribu satu malam” itu. Itu adalah yang pertama dalam katalog kesalahan besar, yang kemudian tidak hanya membuat Iran gagal menang telak dalam perang, tetapi juga hampir membawanya ke ambang kekalahan. Tujuan strategis pertama Iran adalah merebut kota terbesar kedua Irak, yakni Basra. Pada tanggal 14 Juli 1982, setelah menolak seruan PBB lainnya untuk melakukan gencatan senjata, IRGC memulai Operasi RAMADHAN. Rencana invasi ini termasuk membungkam artileri Irak yang menembaki kota-kota perbatasan, menghancurkan Korps Ketiga Irak, selain merebut kota Basra. Tujuan Iran ini kemudian dirangkum dalam kalimat revolusioner populer yang berbunyi “Jalan menuju Yerusalem melewati kota Karbala di Irak.” Irak sekarang dianggap sebagai batu loncatan untuk melancarkan ekspor revolusi Iran ke seluruh kawasan. Para sejarawan kemudian menandai hal ini sebagai yang pertama dari serangkaian kesalahan yang akan membawa Iran ke ambang kekalahan. Tujuan militer operasi ini berada di luar jangkauan IRGC pada saat itu. Orang-orang Iran mengira – dan mereka terbukti salah – bahwa mereka akan menghantam salah satu titik lemah dalam pertahanan musuh sementara militer Irak masih dalam kekacauan setelah kekalahan baru-baru ini, tetapi mereka tidak memiliki data intelijen yang memadai. Mengingat hari pertama operasi bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, maka operasi itu diberi nama Operasi RAMADHAN. Operasi ini melibatkan lebih dari 180.000 tentara dari kedua belah pihak, dan merupakan salah satu pertempuran darat terbesar sejak Perang Dunia II.

Puing-puing tank T-62 Irak di Provinsi Khuzestan, Iran. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Tentara Iran, terutama sukarelawan dari pasukan Basij. (Sumber: https://www.militaryimages.net/)
Peta Operasi Ramadhan. Wilayah Irak dengan warna kuning. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Sementara itu, karena tank diperkirakan akan dihadapi di medan perang, Iran memanfaatkan tim RPG, yang masing-masing membawa tiga granat dan disiplin dalam melakukan perang anti-tank.  Sama sekali tidak mereka ketahui, bahwa Irak telah mengetahui tentang persiapan operasi RAMADHAN, dan telah memperkuat pertahanan Basra dengan unit tambahan yang ditarik dari sektor depan tengah dan utara. Pasukan Irak telah memantapkan diri dalam pertahanan yang tangguh, dimana mereka membangun dua garis pertahanan. Di depan adalah garis pertahanan luar dan sebuah garis pertahanan utama yang dibuat beberapa kilometer dibelakang garis yang pertama. Mereka memasang kawat berduri, membangun gundukan tanah penghalang dan posisi-posisi pertahanan, membuat celah-celah penembakan untuk tank, membangun bunker dan posisi-posisi artileri. Sebagai tambahan, Irak juga memperluas area “fish lake“, tempat penangkaran ikan di sebelah timur Basra, sehingga menjadi kolam buatan untuk menghambat jalur pendekatan terbuka di area itu. Mereka kemudian memasangi danau ikan itu dengan ranjau, kawat berduri dan aliran listrik untuk menyetrum mereka yang mencoba melewatinya. Akibatnya, sekitar 100.000 pasukan Pasdaran dan Basij (unit paramiliter sukarela) yang kurang terlatih nantinya akan menyerang beberapa posisi terberat Irak di daerah Zeid (Danau Ikan) dan Shalamcheh. Operasi Ramadhan didahului oleh dua hari pertukaran tembakan artileri berat di sepanjang garis depan. Kemudian, pada tanggal 13 Juli, kode berikut disiarkan pada frekuensi radio di sepanjang jalur Iran. Ya saheb az zaman! Ya saheb az zaman! (Thou absent Imam!). Iran mengerahkan 6 divisi (masing-masing kekuatannya jauh dari standar) bersama dengan 200 tank, 200 APC dan 300 artileri. Dua divisi Iran melakukan serangan pengalihan di sebelah utara, sementara dua gugus tugas campuran Angkatan Darat-IRGC menyerang dari sisi timur, sebelum keduanya bersatu mengepung posisi pasukan Irak. Sebagai tambahan divisi infanteri ke-21 dan sejumlah besar pasukan pengawal revolusi menyerang dari arah selatan “danau ikan” mencoba untuk mengepung posisi pasukan Irak. Menunggu serangan Irak terdapat 5 divisi irak yang telah diperkuat dengan posisi pertahanan yang baik, bersama dengan Divisi Lapis Baja ke-3, 9, dan 10 menunggu sebagai unit cadangan. Pasukan Basij selama operasi menggunakan taktik gelombang manusia, dan bahkan digunakan untuk membersihkan ladang ranjau Irak dan memungkinkan Pengawal Revolusi Iran untuk maju. Di antara formasi reguler Iran yang menyerang adalah Divisi Lapis Baja ke-16 (dengan tank M60A1 MBT), ke-88 (dengan tank M47 dan M48A5), dan Divisi Lapis Baja ke-92 (dengan tank Chieftain Mk 3/5 MBT), bersama dengan Divisi Mekanis ke-21, ke-40 dan ke-77. Pengawal Revolusi Iran juga menggunakan beberapa tank T-55 yang mereka rampas dalam pertempuran sebelumnya. Prajurit bertempur begitu dekat satu sama lain sehingga orang-orang Iran bahkan dapat menaiki tank Irak dan melemparkan granat ke dalam lambung tank.

Pertahanan Irak di area yang dikenal sebagai “fish lake“. Mereka kemudian memasangi danau ikan itu dengan ranjau, kawat berduri dan aliran listrik untuk menyetrum mereka yang mencoba melewatinya. (Sumber: https://gearsofhistory.com/)
Hassan Jangju, 13, seorang anggota Basij, maju ke garis depan di rawa-rawa perbatasan Iran selatan. Dalam Operasi Ramadhan sekitar 100.000 pasukan Pasdaran dan Basij (unit paramiliter sukarela) yang kurang terlatih menyerang beberapa posisi terberat Irak di daerah Zeid (Danau Ikan) dan Shalamcheh. (Sumber: https://www.militaryimages.net/)

Pasukan Irak di sisi lain telah memantapkan diri dalam pertahanan yang tangguh, dan telah mendirikan jaringan bunker, posisi artileri, dan barisan tank dalam posisi hull-down. Moral tentara Irak telah naik, karena mereka kini berjuang untuk membela negara mereka sendiri. Saddam juga telah melipatgandakan jumlah tentara Irak, dari 200.000 tentara (12 divisi dan 3 brigade independen) menjadi 500.000 (23 divisi dan sembilan brigade). Pada tanggal 16 Juli, pasukan Iran dalam serangan pertama mereka berhasil menyerbu garis depan pertahanan Irak tepat di perbatasan, dan melakukan penetrasi terdalam mereka hingga sejauh 16 km (9,9 mil) di dalam wilayah Irak dan mengklaim telah merebut 288 kilometer persegi (180 mil persegi) wilayah Irak meskipun dengan menderita banyak korban. Elemen pasukan Iran telah menembus sejauh sungai Kutayba, anak sungai ke sungai Shatt Al Arab, tetapi gagal menyeberanginya. Namun, pasukan Iran terhenti ketika tentara Irak menghentikan serangan utama Iran dan meluncurkan serangan balik frontal dan dari posisi sayap dengan mengerahkan 3 divisi yang didukung oleh serangan udara dari pesawat-pesawat pembom-tempur yang mendesak pasukan Iran kembali ke jarak 4 kilometer (2,5 mil) dari berbatasan. Pasukan darat Irak menyerang posisi pasukan Iran yang menyerbu masuk wilayah Irak, dengan menghantam mereka dari tiga sisi, seperti yang pernah mereka lakukan di Susangerd pada bulan Januari 1981. Pada titik ini, pasukan Iran tinggal memiliki kira-kira 100 tank yang masih operasional, sementara tentara Irak menyerang balik mereka dengan 700 tank, dan membantai banyak formasi pasukan Pengawal Revolusi Iran. Pada hari kedelapan, Iran telah mencapai 16 km (9,9 mil) di dalam wilayah Irak dan telah mengambil beberapa jalan lintas. Namun, serangan akhirnya terhenti dan pasukan Iran beralih ke aksi defensif. Bahkan tank-tank tempur utama (MBT) Chieftain Iran dan kendaraan-kendaraan pengangkut personel lapis baja (APC) BMP-1 dari Divisi Lapis Baja ke-16 dan ke-92 yang dikerahkan tidak dapat mengubah hasilnya.

Tank T-55 Iran di medan perang dalam Perang Iran-Irak. (Sumber: https://fi.pinterest.com/)
Selama pertempuran di Shalamcheh dan Basra, pada musim panas 1982, Korps Pengawal Revolusi Islam mengerahkan kendaraan lapis baja-nya untuk pertama kalinya dalam perang. Ketika mereka mengalami masalah dengan pertahanan Irak, tank Chieftain dari Angkatan Darat Iran juga dikirim untuk membantu. Irak menanggapi dengan melakukan serangan helikopter yang keras, mengerahkan tim “Pembunuh-Pembunuh” dari helikopter Mi-25 dan Gazelle mereka. Kendaraan yang terlihat di sini diserang di tempat terbuka dan dihancurkan atau dilumpuhkan oleh rudal HOT ATGM. (Sumber: https://web.archive.org/)

Selama serangan ini, IRGC untuk pertama kalinya mengerahkan beberapa unit lapis bajanya – terutama MBT T-55 dan APC Tipe 63/531 dari Divisi Lapis Baja ke-30 IRGC yang baru dibentuk, yang semuanya telah dirampas dari Irak selama pertempuran sebelumnya, dan untuk pertama kalinya dikelompokkan sebagai sebuah unit independen. Unit-unit lapis baja Iran didukung oleh Divisi Infanteri ke-21 dan ke-77, Komando ke-58 dan Brigade Pasukan Khusus ke-23, Grup Artileri ke-22 dan ke-33, serta Divisi Infanteri ke-1, ke-3, ke-5 dan ke-7 IRGC. Unit Penerbangan Angkatan Darat Republik Islam Iran (IRIAA) juga mengerahkan divisi helikopter yang cukup besar, termasuk 34 helikopter tempur Bell AH-1J/T Cobra, dan sejumlah Bell 204, Bell 206, Bell 214, dan Boeing CH-47 Chinook dalam peran pendukung. Tetapi Irak – yang juga dibantu oleh tim penasihat Jerman Timur – sekarang mulai mengoperasikan helikopter serang Mil Mi-25 Hind dan Aérospatiale SA.342L Gazelle mereka dalam tim “pemburu/pembunuh”, yang terbukti sangat efektif. Taktik yang digunakan oleh tim pemburu/pembunuh IrAAC sederhana namun sangat efektif, karena menempatkan kemampuan terbaik dari kedua jenis helikopter untuk keuntungan mereka. Helikopter tempur Mi-25 akan masuk lebih dulu dan terbang ke posisi Iran menembakkan roket tanpa pemandu kaliber 57mm, mencoba untuk menekan posisi anti-pesawat Iran. Sementara itu helikopter-helikopter Gazelle akan mengikuti, menggunakan kebingungan yang diciptakan untuk menembakkan rudal anti-tank (ATGM) HOT mereka menyerang tank-tank Iran. Bahkan meski unit lapis baja IRIA dan IRGC telah melakukan perlawanan yang gigih, dan terus melibas jalan mereka menuju Basra hingga bulan Agustus, pada akhirnya mereka menderita kerugian besar baik dalam jumlah manusia maupun tank sehingga sebuah serangan balik oleh formasi lapis baja Irak mengancam akan memusnahkan mereka sepenuhnya. Hanya berkat intervensi terakhir oleh helicopter-helikopter tempur AH-1J Cobra IRIAA yang mampu menyelamatkan formasi lapis baja Iran yang tersisa dari kehancuran pasti, dan memungkinkan mereka untuk mundur. Dalam pertempuran ini Irak dilengkapi dengan gas air mata untuk digunakan melawan musuh mereka, yang akan menjadi penggunaan besar pertama senjata kimia selama konflik, yang mampu membuat seluruh divisi penyerang ke dalam kekacauan.

Dalam pertempuran, pasukan Iran mengerahkan juga armada helikopternya yang besar, termasuk helikopter-helikopter Boeing CH-47 Chinook dalam peran pendukung. (Sumber: http://www.chinook-helicopter.com/)
Helikopter AH-1J Super Cobra Iran yang dimodifikasi untuk membawa rudal udara darat AGM-65 Maverick selama perang melawan Iran. Eksperimen seperti ini kabarnya merusak struktur helikopter. Sementara itu di musim gugur 1982, helikopter-helikopter Cobra Iran sukses dipakai untuk menumpulkan armada lapis baja Irak. (Sumber: https://twitter.com/)

Sementara Iran mengambil keputusan dan mengorganisir serangkaian serangan pertama mereka ke Irak, militer Irak bekerja secara intensif untuk mengatur kembali pasukan mereka yang hancur, dan membuat persiapan untuk pertahanan negara mereka, sambil secara bersamaan membeli peralatan baru dari setiap sumber yang memungkinkan – dan terutama dengan bantuan dana pinjaman dari Saudi dan Kuwait. Selama tahun 1982, mereka berhasil menjalin kembali kontak dengan Moskow, meyakinkan Soviet untuk memulai kembali pengiriman pesawat dan tank yang sudah dipesan pada 1979, tetapi berhenti pada bulan September 1980 saat Irak menginvasi Iran. Kesepakatan tambahan dengan Prancis juga dibuat, termasuk lebih banyak pesanan pesawat tempur Mirage F.1EQ, rudal SAM, amunisi dan senjata berat, termasuk artileri self-propelled. Akhirnya, sejumlah besar tank dan pesawat tempur F-7B dipesan dari China. Memperkirakan bahwa Iran akan kembali cepat atau lambat, Irak sekarang memulai serangkaian serangan udara terhadap target ekonomi Iran dan instalasi sipil di kota-kota di sepanjang perbatasan, yang kemudian berkembang menjadi pola unik dan khas dari perang ini, yang disebut sebagai “Perang Kota” di mana IrAF memainkan peran yang dominan. Selain itu, mereka mulai menargetkan kapal-kapal Iran dan internasional di Teluk Persia di sepanjang pantai Iran dan Pulau Khark, tempat sebagian besar ekspor minyak Iran dimuat. Taktik ini kemudian berkembang menjadi “Perang Tanker” yang terkenal. Dalam aksi ini, strategi tersebut memulai perang atrisi yang berlangsung hingga akhir Perang Teluk Persia Pertama dan mengakibatkan kehancuran besar di kedua pihak, karena Iran segera mulai membalas dengan menargetkan industri minyak Irak dengan serangan udara presisi.

Kekurangan pesawat, Irak kemudian mengimpor pesawat tempur dari China, seperti F-7 yang nampak pada gambar. (Sumber: https://www.key.aero/)
Mirage F.1EQ AU Irak. Mirage Irak adalah salah satu dari sedikit pesawat Irak yang mampu menandingi pesawat-pesawat tempur buatan barat yang dipakai AU Iran. (Sumber: https://www.facebook.com/)

CATATAN SAKSI MATA

Pada pagi kedua Operasi Ramadhan. Sebuah tim IRIAA, yang terdiri dari tiga helikopter tempur AH-1 Cobra dan satu helikopter Bell 214 sebagai unit SAR, terus-menerus menggempur posisi Irak, hingga mereka terus-menerus meminta perlindungan udara melalui radio. Dalam satu misi tersebut, dimana awak Bell 214 SAR di antaranya adalah Mayor. Jamshid Pour-Azad dan Capt. Gheibi, tiga MiG Irak tiba-tiba muncul di langit di atas helikopter-helikopter Iran. Perwira FAC (pengarah udara garis depan) IRIAF yang bertanggung jawab atas daerah itu dengan cepat meminta perlindungan udara untuk tim helikopter Iran, dan segera dua jet tempur F-4 Phantom IRIAF memasuki gelanggang pertempuran dan mencegat pesawat-pesawat Irak. Sementara itu tim helikopter mendarat di lokasi darurat yang ditentukan dan menyaksikan pertempuran udara di atas kepala mereka. Pour-Azad dapat melihat pertukaran rudal udara-ke-udara, sebelum salah satu MiG Irak terbakar dan berbelok ke arah Irak dengan asap membuntuti. Momen kegembiraan ini tidak berlangsung lama, karena segera dua Mirage F.1EQ IrAF bergabung dan dengan cepat menargetkan salah satu pesawat tempur Iran dengan rudal udara-ke-udara. Pesawat Phantom belakang terbakar dan menukik ke tanah. Kedua pilot berhasil melontarkan diri dengan selamat, tetapi terlihat mendarat di arah posisi Irak. Hal ini mengkhawatirkan kru helikopter SAR, yang kemudian tidak membuang waktu lagi untuk memulai dan lepas landas untuk menyelamatkan kru Phantom yang jatuh, meskipun pesawat-pesawat dan helikopter tempur Irak beroperasi di daerah tersebut. Dalam perjalanan menuju zona pendaratan yang direncanakan, tembakan senjata anti-pesawat Irak melepaskan tembakan, dan sniper Irak mencoba yang terbaik untuk memburu pilot yang jatuh yang tergantung di bawah parasut mereka. Begitu pilot Phantommenyentuh tanah, helikopter SAR Iran mendarat di sampingnya dan membawanya pergi. Beberapa saat kemudian, navigator juga melakukan pendaratan keras dan dengan cepat dibawa juga. Namun ini bukan akhir dari cobaan, karena dua helikopter tempur Mi-25 Hind yang besar memutuskan untuk mengejar tim SAR. Orang-orang Iran kemudian melaju pergi, mencoba untuk mencapai posisi pasukan darat mereka, tembakan yang menekan kemudian memaksa orang-orang Irak untuk berubah pikiran dan berbalik. Tim helikopter Iran dengan selamat berhasil kembali ke markasnya. 

Ilustrasi jet tempur Mirage F.1EQ Irak mengejar jet tempur F-4 Phantom Iran. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Helikopter Bell 214 Iran. Beberapa helikopter ini difungsikan sebagai helikopter SAR selama perang melawan Irak. (Sumber: https://militaryedge.org/)
Operasi Ramadhan secara umum meningkatkan jumlah korban Iran hingga 80.000 tewas, 200.000 terluka, dan 45.000 dijadikan tawanan perang. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Pada tanggal 21 Juli, Iran mencoba lagi dengan melakukan serangan kedua dan berhasil menembus garis pertahanan Irak sekali lagi. Namun, hanya 13 km (8,1 mil) dari Basra, pasukan Iran yang diperlengkapi dengan buruk dikepung di tiga sisi dan terputus dari unit logistik dan pasokan Iran oleh orang-orang Irak yang melakukan serangan balik dengan persenjataan berat. Serangan balik Irak sekali lagi mendesak pasukan Iran kembali ke titik awal mereka di mana pertempuran melambat dan akhirnya menjadi jalan buntu. Hanya serangan di menit-menit terakhir oleh helikopter Cobra Iran berhasil menghentikan tentara Irak dari menghancurkan tentara Iran sepenuhnya. Tiga serangan Iran yang serupa juga terjadi di sekitar area jalan Khorramshar-Baghdad menjelang akhir bulan, tetapi tidak ada yang berhasil secara signifikan. Desakan terakhir tentara Iran datang pada tanggal 1 Agustus, ketika dalam upaya terakhir, tentara Iran menyerang garis pertahanan Irak di perbatasan, mengambil sebidang tanah sebelum pertempuran mereda pada tanggal 3 Agustus. Irak telah memusatkan tiga divisi lapis baja, divisi ke-3, ke-9, dan ke-10, sebagai kekuatan serangan balik untuk menyerang setiap penetrasi pasukan Iran. Mereka pada akhirnya memang berhasil menghentikan terobosan Iran, tetapi menderita kerugian besar. Divisi Lapis Baja ke-9 khususnya praktis telah dimusnahkan, menyebabkannya dibubarkan, dan tidak pernah direformasi lagi. Operasi Ramadhan sementara itu adalah yang pertama dari banyak serangan tragis Iran yang menelan korban ribuan nyawa di kedua pihak. Orang-orang Iran khususnya telah menderita korban yang mengerikan dengan imbalan keuntungan teritorial yang sangat terbatas. Menurut pengamat Rob Johnson, “Operasi Ramadhan, dengan standar apa pun, merupakan kegagalan kriminal yang disebabkan oleh para pemimpin dan pembuat strategi Iran.” Operasi ini secara umum meningkatkan jumlah korban hingga 80.000 tewas, 200.000 terluka, dan 45.000 dijadikan tawanan perang. Dalam retrospeksi, militer Iran dianggap tidak memiliki komando dan kontrol yang efektif, dukungan udara, dan logistik untuk mempertahankan serangan di tempat pertama. Saddam Hussein kemudian menawarkan beberapa upaya gencatan senjata di tahun-tahun berikutnya, tetapi tidak ada yang diterima oleh Khomeini.

PIHAK YANG BERHADAPAN

Menyusul kegagalan yang mahal di Shalamcheh dan wilayah timur Basrah pada bulan Juli, selama sisa musim panas, Iran mengubah arah serangan mereka – kali ini mendengarkan pendapat Kepala Staff Gabungan Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran (IRIAS) dan mempersiapkan operasi yang diarahkan menuju ke Baghdad, dimulai di tempat dari mana ibukota Irak hanya berjarak 120 km jauhnya. Serangan pertama dari serangkaian serangan diberi nama sandi Operasi MUSLIM-IBN-AQIL. Ini adalah operasi yang disiapkan oleh Korps Angkatan Darat ke-I Iran, dipimpin oleh Kolonel. A. Rostami, yang termasuk Divisi Infanteri Mekanik ke-28 (28 MID), dan Divisi Lapis Baja ke-81 (81 M), yang diperkuat oleh sejumlah besar pasukan Pasdaran dan Basij yang harus menekan persaingan kecil diantara mereka dan bekerja sama dengan IRIAS melawan tentara Irak. Operasi tersebut menargetkan pembebasan beberapa wilayah Iran di sebelah barat perbukitan Sumar, yang masih diduduki oleh Irak, dan kemudian merebut kota perbatasan Irak Mandali, sekitar 65nm (120km) timur laut Baghdad – tujuan akhir operasi ini adalah Baghdad itu sendiri, jika celah yang tepat di garis pertahanan Irak bisa dibuka. Para komandan Iran selalu berharap bahwa dengan melakukan serangan mendadak terhadap garis pertahanan Irak di bagian tengah atau utara, ada kemungkinan kecil untuk membuat Angkatan Darat Irak kehilangan keseimbangan, atau kewalahan, dan menghancurkan seluruh garis depan mereka. Untuk tujuan ini, pasukan Iran pertama-tama mengisolasi kantong pertahanan Irak di Naft Shahr, dan kemudian mencapai jalan Mandali-Baqubah pada titik sekitar 41nm (75km) dari ibukota Irak, di mana Angkatan Darat Irak menempatkan depot besar dengan tempat parkir kendaraan besar dan bengkel. 

Foto lain AH-1J Cobra Iran dengan rudal Maverick. Setelah kegagalan Operasi Ramadhan, Iran mempersiapkan helikopter-helikopter Cobra untuk Operasi MUSLIM-IBN-AQIL. (Sumber: https://twitter.com/)
Jet tempur Northrop F-5E nomor 3-540 00933 di Mehrabad AFB. Pada tahun 1982, dengan sisa-sisa armadanya yang masih tersisa, AU Iran berusaha mendukung operasi-operasi militer di garis depan. (Sumber: https://www.the-northrop-f-5-enthusiast-page.info/)

Dukungan udara untuk operasi itu akan diberikan oleh batalion IRIAA dari Kermanshah Army Aviation Group, termasuk dua lusin helikopter tempur Bell AH-1J Cobra dan Bell 214A Isfahan, dan dikomandani oleh Capt. H. Namazian. Mereka berbasis di depan dekat Sumar dan memainkan peran penting dalam memasok amunisi ke pasukan darat Iran yang bergerak maju. Selain itu, IRIAF menyiapkan sekitar 14 atau 15 jet tempur McDonnell Douglas F-4E Phantom II dari Skuadron Tempur Taktis (TFS) ke-31 dan ke-33 di TFB.3 dekat Hamedan, yang masing-masing dipimpin oleh Kapten. R. Salman dan Capt. S. Khalili. Sementara itu, TFS ke-51 dan ke-53 dari TFB.5 di Omidiyeh dipimpin oleh Mayjen. A. Sadeghi dan Kapten. R. Jamalan, masing-masing, menyiapkan antara tujuh dan sembilan jet tempur Northrop F-5E Tiger II. Menghadapi gugus tugas Iran yang terbatas ini adalah seluruh Korps Angkatan Darat III Irak, yang terdiri dari Divisi Lapis Baja ke-3 “Salahuddin”, yang baru dibangun kembali dan dilengkapi dengan tank T-72, Divisi Mekanis ke-5 dan ke-6, dan Divisi Infanteri ke-11, diperkuat oleh di setidaknya satu unit artileri, dan satu brigade pasukan khusus. Pada saat itu, sebagian besar unit ini masih belum kembali ke kekuatan penuh mereka, tetapi Angkatan Darat Irak dapat mengandalkan dukungan yang semakin efektif dari IrAAC-nya, bahkan jika mereka tidak memiliki unit yang ditempatkan secara permanen di daerah tersebut. Sebaliknya mereka memiliki serangkaian pangkalan utama dan lapangan udara garis depan, semuanya dilengkapi dengan persediaan bahan bakar dan amunisi yang telah ditempatkan sebelumnya, yang bala bantuannya dapat dikirimkan sesuai kebutuhan.

MI-25 IRAK

IrAAC didirikan pada akhir bulan Juli dan awal Agustus 1980, selama persiapan untuk invasi ke Iran. Unit ini didasarkan pada model unit Penerbangan Angkatan Darat Prancis (ALAT). Mereka mengoperasikan semua helikopter yang digunakan untuk mendukung Angkatan Darat, dan kru terbang serta teknisinya terutama dilatih di Prancis, Uni Soviet, dan Inggris. IrAAC belum sepenuhnya berkembang – bahkan jikapun personelnya terlatih dan kompeten – pasukan, dan perwiranya masih harus banyak belajar tentang operasi helikopter. Dalam banyak kesempatan, mereka tidak bisa berbuat banyak selain meniru taktik Iran. Unit udara ini berpartisipasi dalam perang sejak awal, menerbangkan ratusan misi serangan setiap harinya. Pada tanggal 30 Oktober 1980, misalnya, IrAAC diketahui telah menerbangkan tidak kurang tetapi 120 misi serang. Namun, Irak tidak memiliki peralatan yang memadai – helikopter Mil Mi-8 yang bersenjata lengkap adalah tulang punggung dari IrAAC dan meskipun ideal untuk mengangkut pasukan dan perbekalan, Mil Mi-8 terlalu besar dan tidak dilengkapi dengan baik untuk tugas anti-tank, dan juga rentan terhadap pesawat-pesawat pencegat Iran. Demikian pula, helikopter AérospatialeSA.342 Gazelle terlalu ringan lapisan perlindungannya, dan – sampai kedatangan rudal ATGM HOT yang lebih besar dari Prancis – juga tidak cukup dilengkapi untuk peran anti-tank. Helikopter buatan Prancis lainnya yang beroperasi adalah Aérospatiale SA.316C Alouette III, yang dibeli pada awal 1970-an. Alouette III dilengkapi dengan senapan mesin berat serta rudal ATGM AS.11 dan AS.12 buatan Prancis. Mereka sebelumnya digunakan dalam serangan terhadap pemberontak Kurdi, dimana rudal mereka memiliki efek yang menghancurkan ketika digunakan untuk menargetkan gua. Orang-orang Kurdi kemudian belajar untuk takut pada helikopter kecil Prancis ini lebih dari apa pun. Namun demikian, Alouette sebagian besar digunakan sebagai helikopter penghubung, dan untuk membantu penembakan artileri, di Irak utara. Namun demikian, orang-orang Irak mau belajar dan keras kepala, meskipun mengalami kerugian besar yang mereka derita dalam dua tahun pertama perang dengan Iran. Fakta bahwa invasi mereka berakhir dengan kegagalan yang merugikan mereka, memaksa mereka untuk berinvestasi besar-besaran dalam meningkatkan efektivitas senjata mereka – termasuk IRAAC. Mereka siap mengundang penasihat asing dan mendengarkan setiap ide bagus yang mereka miliki, terutama yang berhubungan dengan helikopter tempur Mi-25 Hind

Helikopter Mil Mi-8 yang bersenjata lengkap adalah tulang punggung dari IrAAC dan meskipun ideal untuk mengangkut pasukan dan perbekalan, Mil Mi-8 terlalu besar dan tidak dilengkapi dengan baik untuk tugas anti-tank, dan juga rentan terhadap pesawat-pesawat pencegat Iran. (Sumber: https://man.fas.org/)
Helikopter Aérospatiale SA.316C Alouette III dilengkapi dengan srudal ATGM AS.11 buatan Prancis. (Sumber: https://en.topwar.ru/)
Sedikit dari foto-foto langka Mi-25 Hind AD Irak. (Sumber: https://twitter.com/)

Pada tahun 1982, IrAAC mengoperasikan total delapan skuadron, jumlah menunjukkan berada pada kisaran 60+ (mungkin 61 sampai 68) dan sekitar 70 helikopter operasional secara total, terutama dari jenis Mi-8, Mi-25, SA.342L Gazelle, dan SA.316C (kemudian, IrAAC diatur ulang menjadi dua “Wing Helikopter Transport Serang”, ke-1 dan ke-2). Setiap skuadron helikopter dikerahkan di beberapa detasemen, didistribusikan di sepanjang garis depan. Misalnya, Skuadron Penyerang, Transportasi, Pelatihan, dan Operasi Khusus No.64, unit yang mengoperasikan semua Mi-25 Irak, memiliki delapan Mi-25 secara permanen berpasangan di Samarah, Baiji, Mousel dan Falujah, dan diperlengkapi untuk menjatuhkan bom berisi senjata kimia – selain helikopter SA.342L dan Mi-25 biasa. Pasangan Hind lainnya biasanya berbasis di Basrah, dekat Istana Kepresidenan di Baghdad (di mana mereka bertindak sebagai pengawal helikopter yang digunakan oleh Saddam dan keluarganya), di Kut, Kirkuk, Nasseriyah, Jalibah, Routba, atau Tallil. Mi-25 Irak sering beroperasi dari situs dekat beberapa situs radar peringatan dini besar, yang berkali-kali menjadi target serangan komando Iran yang terkenal, yang sebagian besar telah membuat bencana bagi Irak. Selama pertempuran di musim gugur tahun 1982, Mi-25 dari Skuadron Penyerangan, Transportasi, Pelatihan dan Operasi Khusus No. 64 dikerahkan dalam dua detasemen dan bermarkas di Kut, Mousel, dan Kirkuk, dari mana mereka juga dapat beroperasi melawan orang-orang Kurdi, yang kemudian harus belajar untuk menghindari helikopter-helikopter bersenjata berat Irak, yang sering digunakan untuk melawan desa-desa dan konvoi pengungsi. Mayor K. A’ti memimpin detasemen utara dari Skuadron Satuan Operasi Khusus 1 No.64, sementara Mayjen. Badreldeen memimpin detasemen selatan, yang disebut sebagai Unit Operasi Khusus ke-4.

Helikopter SA.342L Gazelle Irak menjadi duet tim “pemburu-pembunuh” dengan Hind Irak selama perang melawan Iran. (Sumber: https://en.topwar.ru/)

Pada tahun 1982 Mi-25 masih merupakan aset yang relatif baru di inventori Irak. Irak memesan 12 Mi-25 pertama mereka pada tahun 1977, sebagai bagian dari perjanjian besar yang pada tahun 1979 total pesanannya tidak kurang dari 250 pesawat dan helikopter buatan Soviet (kebanyakan dikirim hanya setelah tahun 1982, karena pada bulan September 1980 Uni Soviet menghentikan sebagian besar pengiriman senjatanya ke Irak). Empat Mi-25D pertama tiba di Irak pada bulan April 1980, diikuti oleh empat lagi pada bulan Juni tahun yang sama. Pada saat invasi Irak ke Iran, tanggal 22 September, enam Hind beroperasi dengan Skuadron ke-4 dari IrAAC yang baru dibentuk, karena satu sedang dalam perbaikan dan satu lagi ditembak jatuh oleh jet tempur F-14A Iran pada tanggal 7 September, saat dipakai dalam beberapa pertempuran serius pertama antara pasukan Irak dan Iran. Tiga lagi Mi-25 hilang dalam pertempuran melawan Iran pada akhir tahun yang sama, dan setelah kehilangan helikopter kelima, pada bulan Januari 1981, Irak memesan enam belas Mi-25 baru (terlepas dari fakta bahwa Moskow “secara resmi” telah menyatakan embargo ekspor senjata ke Irak setelah menginvasi Iran). Akhirnya, pada bulan Mei 1982 pesanan lain untuk 18 unit mengikuti, dan tampaknya beberapa dari kelompok helikopter ini mulai tiba di Irak pada bulan Oktober tahun yang sama. Soviet sangat lambat mengirimkan helikopter-helikopter Hind pada saat itu, karena tuntutan perang di Afghanistan dianggap lebih mendesak. Pada bulan Agustus 1982, hanya sekitar 20 Mi-25 yang beroperasi dengan IRAAC. Semuanya diterbangkan oleh pilot Skuadron “Serang, Transportasi, Pelatihan, dan Operasi Khusus” No.64, yang terdiri dari pilot-pilot helikopter Irak yang paling cakap dan paling setia. Kepercayaan yang dirasakan rezim Irak untuk unit ini sedemikian rupa sehingga dua Mi-25 secara permanen berbasis di suatu tempat di atau sekitar Baghdad, di mana mereka dapat terus-menerus melindungi setiap gerakan para pemimpin tinggi Irak. Pilot Mi-25 Irak menyukai helikopter itu, memuji jangkauannya yang baik, kemampuan muat senjata, kecepatan, dan keserbagunaannya, namun, mereka tidak menyukai kelemahan sistem persenjataannya – yang kurang presisi dan reliabilitasnya – serta ukuran helikopter dan kekurangannya dalam hal kelincahan. Mengingat fakta bahwa terutama pilot F-5 IRIAF mengembangkan kecenderungan untuk memburu helikopter Irak di garis depan, mantan pilot IrAAC Mi-25, Kapten. Aduan Hassan Yassin, menyimpulkan: “Saya selalu merasa menerbangkan target terbesar di udara.” Memang, Iran segera belajar untuk melawan Mi-25 dengan segala cara yang tersedia, dan akan sering mengatur taktik “perburuan” yang tepat untuk mereka.

Rudal AT-2/Scorpion seperti yang terlihat pada Mi-25 IrAAC yang dirampas oleh Angkatan Darat AS, pada tahun 1991. AT-2 tetap menjadi satu-satunya ATGM yang digunakan oleh Hind Irak selama seluruh masa perang. Tidak ada AT-6 yang pernah dikirim ke Irak, dan Soviet tidak pernah mengirim Mi-24 yang dilengkapi AT-6 ke negara itu. Akibatnya, semua klaim bahwa Mi-24 Irak telah menembak jatuh F-4 Phantom Iran menggunakan rudal AT-6 adalah salah. (Sumber: http://www.acig.org/)

Akibatnya, pada musim panas 1982, IrAAC mengundang tim penasihat asal Jerman Timur untuk membantu mengembangkan metode taktis yang lebih baik untuk penggunaan Hind dalam pertempuran – sebuah fakta yang masih diperdebatkan dengan sengit oleh sejumlah perwira tinggi Irak. Salah satu hasilnya adalah – seperti yang disebutkan sebelumnya – memperkenalkan tim pemburu/pembunuh, di mana helikopter-helikopter Mi-25 digunakan untuk menekan pertahanan udara Iran, untuk memungkinkan helikopter Gazelle yang lebih rentan menggunakan rudal ATGM HOT-nya. Lima tim semacam ini diorganisir, salah satunya dipimpin oleh Kapten asal Jerman Timur, Ralf Geschke. Menariknya, Irak tidak pernah menganggap Mi-25 mereka sebagai helikopter “anti-tank”, dan lebih suka menggambarkannya sebagai “helikopter angkut tempur.” Oleh karena itu, Mi-25 Irak tidak pernah dilengkapi dengan rudal AT-6, dan senjata ini – bertentangan dengan banyak laporan di pers Barat dan Rusia – tidak pernah dikirim ke Irak selama atau setelah perang Teluk Persia Pertama. Mereka bahkan tidak dikerahkan ke Irak untuk tujuan pengujian, Soviet melakukan semua pengujian tempur untuk rudal AT-6 di Afghanistan. Juga, bertentangan dengan laporan lain, helikopter Irak juga tidak pernah dipersenjatai dengan ATGM AT-4 Fagot/9K11. Meskipun senjata ini dikirim ke Angkatan Darat Irak bahkan sebelum perang, dan meskipun mereka ingin melakukannya, Irak tidak dapat memasangnya di helikopter Mi-8 atau Mi-25 mereka karena dua alasan, yakni: karena kedua jenis helikopter ini tidak memiliki sistem pembidik yang stabil untuk penembak, dan karena ledakan belakang yang dahsyat (antara tiga dan lima meter), motor rudal ini saat diluncurkan. Kurangnya sistem senjata yang stabil mendorong Soviet untuk memilih rudal AT-2/Scorpion sebagai persenjataan utama untuk Mi-25. Di sisi lain, ledakan belakang yang besar menjadi alasan mengapa ide memasang AT-4 agar bisa ditembakkan dari pintu samping helikopter, juga dibatalkan. Oleh karena itu, untuk seluruh masa perang, satu-satunya ATGM yang digunakan oleh Hind IrAAC adalah AT-2B/C yang lambat dan lemah, 1.000 di antaranya dikirim bersama dengan dua batch pertama Hind ke Irak. Namun pada kenyataannya, seperti Kol. Sergey Bezlyudnyy dan Mayor. Dark Gurov – dua mantan penasihat Soviet yang menghabiskan waktu tidak kurang dari enam tahun di Irak selama perang dengan Iran (1980-1983, dan 1986-1989) – mengatakan, Mi-25 Irak yang terbang menjalankan misi tempur sangat jarang dilengkapi dengan senjata ini.

AU IRAK MUSIM GUGUR 1982

Akhirnya, IrAF pada saat itu dapat mengerahkan beberapa skuadron jet tempur MiG-23MS (No.39), MiG-21MF, dan satu unit Mirage F.1EQ (Skuadron No.79) yang telah sangat berkurang kekuatannya, ditambah setara dua unit skuadron Su-20/-22 yang dikerahkan dengan lima unit, dan dua unit MiG-23BN ke lima pangkalan udara berbeda di timur Baghdad dan tiga di sepanjang perbatasan Iran (tiga terakhir adalah pangkalan udara Subakhu, Baqubah, dan Sheikh Jassem). Pada saat itu, Mirage F.1EQ jarang beroperasi di garis depan dan agak disimpan di garis belakang untuk pertahanan instalasi penting yang strategis di dalam wilayah Irak. Situasi serupa terjadi dengan Skuadron No.96 IrAF, yang sudah beroperasi dengan jet tempur MiG-25PD, yang dikerahkan dalam dua atau tiga flight (salah satunya sepenuhnya diawaki oleh pilot asal Soviet dan Eropa Timur lainnya) di utara, selatan dan barat Irak. MiG-25PD Irak terkadang dikirim untuk mencegat pesawat – seringkali sipil – di dalam wilayah Iran. Sebaliknya, Skuadron No.84 – dengan MiG-25RB – paling banyak digunakan untuk operasi melawan Pulau Khark, dan tidak terlalu berguna untuk pertempuran di garis depan.

MiG-25 AU Irak. (Sumber: http://oral-history.ir/)

SENJATA YANG DIPAKAI

Medan kasar di sepanjang bagian tengah perbatasan Irak-Iran memaksa kedua belah pihak untuk menggunakan kekuatan udara mereka secara ekstensif. Medan seperti itu dapat menawarkan lebih banyak perlindungan bagi penerbang dari kedua belah pihak, dan karena itu lebih disukai jika dibandingkan dengan medan yang benar-benar datar di mana sebagian besar pertempuran di sektor selatan terjadi. Pada tahun 1982, baik Irak maupun Iran menyadari bahwa perang ini akan dimenangkan oleh pihak yang berhasil menghemat kekuatan dan sumber dayanya paling lama. Sementara kedua belah pihak sampai pada kesimpulan ini, hasilnya sangat berbeda untuk orang Irak dibandingkan dengan orang Iran. Bagi rezim Irak, yang dapat mengganti kerugian pesawat dan helikopter lebih mudah daripada Iran, penggunaan kekuatan udara memiliki manfaat bahkan jika itu tidak pernah dianggap menentukan. IrAF dan IrAAC terus-menerus menderita kerugian yang cukup besar, dan pada musim panas tahun 1982, mereka hampir tidak dalam kondisi operasional, tetapi hilangnya satu pilot – atau awak – kurang berdampak pada moral dan kemampuan tempur total militer Irak daripada hilangnya seluruh resimen atau brigade pasukan darat. Bagi orang Iran, situasinya benar-benar sebaliknya: pasukan darat mereka lebih unggul secara jumlah, tetapi mereka kekurangan alat berat, dan unit penerbangan mereka harus dengan hati-hati mengatur peralatan dan kru yang berkualitas. Oleh karena itu, mereka harus menggunakan kekuatan udara dengan sangat hati-hati, dan menggunakannya hanya jika diperlukan. Namun, Angkatan Darat Iran reguler, yang diorganisir dan diperlengkapi menurut pengalaman Angkatan Darat AS dari Perang Vietnam, sangat bergantung pada helikopter, terutama ketika bertempur di medan yang sulit di mana operasi pada akhir musim panas dan awal musim gugur tahun 1982 harus dilakukan. Di daerah di mana tidak ada jalan yang bagus, pertempuran yang bergerak cepat sangat bergantung pada pasokan yang diterbangkan oleh helikopter Bell 214 dan CH-47C, dan pada dukungan tembakan dari helikopter tempur Cobra. Bahkan pasukan Pasdaran dan Basij belajar menghargai peran helikopter-helikopter IRIAA di atas kepala, dan pemandangan hanya satu atau dua helikopter Cobra biasanya sangat membantu meningkatkan moral pasukan. Orang-orang Iran tahu betapa bagusnya pilot mereka, dan rezim di Teheran dengan senang hati menggunakan popularitas ace IRIAF dan IRIAA – dengan sama sekali mengabaikan fakta bahwa hampir semua dari mereka sebenarnya telah dilatih oleh si “Setan Besar” Amerika – untuk tujuannya.

IIAF mengakuisisi 202 helikopter AH-1 SuperCobra dari Amerika Serikat pada tahun 1975. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
Terbang dalam formasi klasik, menyerupai yang sering terlihat ketika UH-1 Angkatan Darat AS beroperasi di Asia Tenggara, flight dari helikopter AB.205 IRIAA terlihat saat mengangkut pasukan jauh di belakang garis Irak di bagian selatan, pada musim gugur 1982. (Sumber: http://www.acig.org/)

Pada tahun 1982, unit Penerbangan Angkatan Darat Republik Islam Iran (IRIAA) adalah kekuatan yang telah terbukti berkualitas dalam pertempuran, dan sangat berpengalaman dalam penggunaan operasional helikopter. Selama tahun 1970-an, mereka membeli sejumlah besar helikopter serang dan transport, termasuk 202 helikopter tempur AH-1J Cobra, 287 helikopter serbaguna Bell 214A, dan 214 AB.206 JetRanger. Sekitar 20 helikopter AB.205 tambahan digunakan untuk tugas SAR dan CASEVAC, sementara armada besar yang terdiri dari 118 CH-47C Chinook (64 dari AS dan 55 dari Elicopteri Meridionali Italia) digunakan untuk semua tugas yang memungkinkan, termasuk tugas transportasi pasukan normal, CASEVAC dll. Pada tahun 1982 beberapa helikopter Bell 214A dan beberapa Cobratelah hilang selama pertempuran di Oman, pada tahun 1970-an, dan kemudian melawan pemberontakan Kurdi di Kurdistan Iran, pada tahun 1979 dan 1980, serta pertempuran berikutnya selama invasi Irak. Tapi, armada IRIAA tetap menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan, dengan menjadi armada helikopter terbesar keempat di dunia, dan masih bisa membanggakan diri dengan inventaris sekitar lebih dari 620 helikopter. Armada ini diorganisir menjadi tiga yang disebut Grup Tempur Dukungan Langsung, masing-masing mengoperasikan divisi helikopter serang (dilengkapi dengan helikopter AH-1J, Bell 214/AB.205 dan AB.206), dan “Grup Pendukung Umum” untuk transport menengah dan berat helikopter, yang dilengkapi dengan helikopter Bell 214A, dan CH-47C. IRIAA di sisi lain merasa sulit untuk memusatkan sejumlah besar helikopter di bagian tertentu di garis depan, terutama karena garis depan begitu panjang. Mereka juga masih kekurangan awak yang cukup untuk mengawaki semua helikopter yang tersedia, apalagi untuk melatih yang baru.

Helikopter AB.206 Jet Ranger Iran. (Sumber: https://www.airliners.net/)
Helikopter CH-47C Chinook Iran. Berlawanan dengan “versi pemberitaan” umumnya mengenai masalah perawatan sangat minim, terutama karena pada tahun 1970-an fasilitas perbaikan helikopter besar; yakni Iran Helicopter Support and Renewal Company (IHSRC), didirikan oleh Bell Textron/Bell Corporation di bagian timur bandara Mehrabad, Iran menjadi semakin kompeten dan independen dari ketergantungan akan bantuan asing. (Sumber: http://www.chinook-helicopter.com/)

Berlawanan dengan “versi pemberitaan” umumnya mengenai masalah perawatan sangat minim, terutama karena pada tahun 1970-an fasilitas perbaikan helikopter besar; yakni Iran Helicopter Support and Renewal Company (IHSRC), didirikan oleh Bell Textron/Bell Corporation di bagian timur bandara Mehrabad, Iran menjadi semakin kompeten dan independen dari ketergantungan akan bantuan asing. Fasilitas ini sekarang mampu memperbarui dan sepenuhnya membangun kembali semua jenis helikopter di inventori Iran. Juga, kemampuan pemeliharaan unit lapangan mereka terus meningkat, dan meski terus ada kekurangan personel terlatih, kru yang ada saat itu cukup tangguh dan berpengalaman dalam pertempuran. Hanya strategi yang buruk dari kepemimpinan politik Iran yang menghalangi IRIAA untuk menjadi – bersama dengan IRIAF – bagian penting yang menenentukan hasil perang. Pada musim gugur 1980, kedua unit ini menghentikan pergerakan awal Irak ke provinsi Khuzestan hampir sendirian dan pada saat pasukan darat Iran sebagian besar berada dalam kekacauan. Ini menegaskan kemampuan mereka pada saat itu.

Baca juga Part II:

Point Of No Return: Pertempuran Iran vs Irak Di Musim Gugur 1982 (Part-II Habis)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Fire in the Hills: Iranian and Iraqi Battles of Autumn 1982 By Tom Cooper & Farzad Bishop; Sep 9, 2003, 23:02

https://web.archive.org/web/20060613023200/http://www.acig.org/artman/publish/article_214.shtml

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Operation_Ramadan

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Iran%E2%80%93Iraq_War

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Operation_Muslim_ibn_Aqil

Arabs at War: Military Effectiveness, 1948-1991 (Studies in War, Society, and the Military) by Kenneth M. Pollack; September 1, 2004; P 203-205

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *