Alutsista

Davy Crockett, Si “Pembuat Kiamat Kecil”

M-28 atau M-29 Davy Crockett Weapon System adalah senjata smoothbore recoilless nuklir taktis untuk menembakkan proyektil nuklir M388, yang dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir W54, yang dikerahkan oleh Amerika Serikat selama Perang Dingin. Senjata jenis ini adalah yang pertama, dan pada saat itu, menjadi proyek paling penting yang ditugaskan ke Komando Senjata Angkatan Darat Amerika Serikat di Rock Island, Illinois. Senjata ini tetap akan menjadi salah satu sistem senjata nuklir terkecil yang pernah dibuat, dengan kekuatan 20 ton TNT (84 GJ). Senjata ini dinamai dengan nama pahlawan rakyat Amerika, tentara, dan anggota kongres Davy Crockett.

Sistem senjata  Davy Crockett adalah senjata smoothbore recoilless nuklir taktis untuk menembakkan proyektil nuklir M388, yang dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir W54, yang dikerahkan oleh Amerika Serikat selama Perang Dingin. (Sumber: https://armyhistory.org/)

SEJARAH PENGEMBANGAN

Selama Perang Dingin, ketika Angkatan Laut dan Angkatan Udara AS mempertahankan persenjataan nuklir strategis Amerika dengan menghadirkan pembom jarak jauh dan rudal balistik kapal selam, Angkatan Darat berfokus pada pengembangan dan penyebaran senjata nuklir taktis untuk kemungkinan penggunaan di medan perang. Perkembangan senjata nuklir selama Perang Dunia II, dan penggunaannya terhadap kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada Agustus 1945, telah mengantarkan era perang yang baru dan berpotensi menjadi bencana bagi umat manusia. Seluruh kota sekarang bisa dihancurkan dalam hitungan detik dengan satu senjata. Beberapa perencana militer percaya bahwa pasukan darat skala besar yang mahal sekarang sudah usang, karena bom nuklir akan memberikan “lebih banyak keuntungan.” Namun, versi awal dari senjata ini terutama lebih untuk penggunaan strategis. Dua perangkat yang dijatuhkan di Jepang, “Little Boy” dan “Fat Man,” adalah senjata besar dan tidak praktis, masing-masing dengan berat lebih dari 10.000 pon (4,5 ton) dan panjang sekitar sepuluh kaki (3 meter). Hanya pembom B-29 Superfortress yang memiliki kemampuan membawa dan menjatuhkan bom ini, dan mereka hanya memiliki sedikit penggunaan taktis di medan perang. Awalnya, satu-satunya penangkal yang efektif terhadap ancaman nuklir lawan adalah dengan menciptakan keunggulan yang sama besarnya dalam hal senjata atom strategis, tetapi penggunaannya hampir pasti akan memicu perang nuklir yang menghancurkan, yang segera dikenal sebagai MAD – Penghancuran yang Saling Menjamin (Ketegangan yang membara antara NATO dan Uni Soviet kemudian menyebabkan sejumlah besar senjata nuklir dibangun, yang cukup untuk menghancurkan sebagian besar planet ini 20 kali!). Pada tahun 1950, kemudian telah terjadi perkembangan pesat dalam penggunaan senjata nuklir. Perkembangan ini membuka jalan bagi hulu ledak nuklir untuk dibuat dalam ukuran yang lebih kecil. Senjata nuklir taktis tampaknya menawarkan cara yang kurang berisiko dalam upaya menghentikan serangan Rusia, dan para perencana AS memberikan prioritas tinggi untuk mengembangkan hulu ledak atom kecil yang cocok untuk digunakan di medan perang. Di kawasan Eropa titik kontak yang paling mungkin dalam pertempuran hipotetis adalah di Fulda Gap, koridor dataran rendah yang menghubungkan Jerman timur dan barat. Di sinilah para komandan NATO percaya bahwa tank-tank Soviet akan datang, seandainya invasi terjadi. Tidak mengherankan, di sinilah konsentrasi pasukan terbesar ditempatkan, di kedua sisi. Tujuh divisi AS ditempatkan di mulut barat Celah Fulda, dengan Tentara Pengawal ke-8 Soviet ditempatkan di sisi timur. Keunggulan Soviet yang luar biasa baik dari segi jumlah prajurit maupun tank, menyebabkan NATO akan membutuhkan senjata khusus yang istimewa untuk menghentikannya. Keunggulan Pakta Warsawa dalam hal kendaraan lapis baja sangatlah besar. Beberapa analis intelijen memperkirakan bahwa satu batalyon NATO—berkekuatan sekitar 300 atau 400 prajurit dan 40 atau 50 kendaraan tempur—dapat menghadapi sebanyak 120 tank Soviet dalam waktu 30 menit. Dan akan ada lebih banyak pasukan infanteri lanjutan di belakang gelombang serangan lapis baja awal.

Senjata nuklir “Little Boy” dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada bulan Agustus 1945. Dua perangkat yang dijatuhkan di Jepang, “Little Boy” dan “Fat Man,” adalah senjata besar dan tidak praktis, masing-masing dengan berat lebih dari 10.000 pon (4,5 ton) dan panjang sekitar sepuluh kaki (3 meter). Hanya pembom B-29 Superfortress yang memiliki kemampuan membawa dan menjatuhkan bom ini, dan mereka hanya memiliki sedikit penggunaan taktis di medan perang. (Sumber: https://megaprojects.net/)
Tank-tank T-54 Soviet dan kendaraan pengangkut personel lapis baja BTR-60. Jika pecah perang antara negara-negara NATO dan Pakta Warsawa, beberapa analis intelijen memperkirakan bahwa satu batalyon NATO—berkekuatan sekitar 300 atau 400 prajurit dan 40 atau 50 kendaraan tempur—dapat menghadapi sebanyak 120 tank Soviet dalam waktu 30 menit. (Sumber: https://medium.com/)
Fulda Gap, lokasi dimana kemungkinan menjadi titik pendobrakan pasukan lapis baja Pakta Warsawa jika pecah perang di kawasan Eropa Barat. (Sumber: https://www.facebook.com/)

Begitu banyaknya tank Soviet yang bisa meluncur ke Jerman Barat sehingga beberapa perencana NATO dengan muram bercanda—atau setengah bercanda—bahwa strategi perang mereka adalah “kembali ke pegunungan Pyrenees dan menggunakan senjata nuklir.” Jelas perang nuklir secara besar bukanlah sebuah opsi yang ingin diambil siapapun. Jika saja senjata nuklir taktis skala kecil dapat dikerahkan, senjata ini harus cukup kuat untuk menyebabkan kerusakan yang signifikan, tetapi tidak begitu kuat sehingga bisa menghancurkan Eropa. Pada tahun 1950-an, kemajuan teknologi senjata nuklir, yang didorong oleh ledakan pertama dari bom nuklir Soviet pada tahun 1949, semakin menyebabkan pengurangan besar dalam ukuran senjata nuklir. Akibatnya, Angkatan Darat mulai mengembangkan dan menyebarkan sistem senjata nuklir taktis di Eropa, dimulai dengan “meriam atom” M65 yang mampu menembakkan peluru nuklir seberat 600-800 pound (272-362 kg), dengan kekuatan lima belas kiloton. Ini kemudian diikuti oleh rudal Corporal dan roket Honest John yang berhulu ledak nuklir. Dengan ukuran hulu ledak atom yang menyusut, dan dengan meningkatnya ketergantungan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO) pada senjata nuklir taktis untuk mengimbangi keunggulan besar Uni Soviet dalam pasukan konvensional, Korps OrdnanceAngkatan Darat mulai mencari sistem senjata baru untuk digunakan di medan perang nuklir, termasuk yang mampu dioperasikan oleh kelompok-kelompok kecil infanteri garis depan. Bagi pejabat Ordnance, sistem yang ideal akan menjadi senjata yang mudah diangkut membawa hulu ledak nuklir sederhana dengan kekuatan sub-kiloton (kurang dari 1.000 ton TNT), dan memiliki jangkauan 500 hingga 4.000 yard (457-3.657 meter). Sebagai perbandingan, bom yang dijatuhkan di Hiroshima setara dengan sekitar 12.000 hingga 15.000 ton TNT.

Meriam atom M65 yang mampu menembakkan peluru nuklir seberat 600-800 pound (272-362 kg), dengan kekuatan lima belas kiloton. Pada tahun 1950-an, kemajuan teknologi senjata nuklir, yang didorong oleh ledakan pertama dari bom nuklir Soviet pada tahun 1949, semakin menyebabkan pengurangan besar dalam ukuran senjata nuklir. (Sumber: https://rare-gallery.com/)
Roket tanpa pemandu Honest John yang dapat dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Rudal nuklir MGM-5 Corporal di White Sands Missile Range. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Pada tahun 1957, Komisi Energi Atom (AEC) menyatakan bahwa mereka telah menciptakan hulu ledak fisi kecil yang dapat digunakan untuk digunakan di garis depan oleh pasukan infanteri. AEC kemudian menunjuk Mayor Jenderal John H. Hinrichs sebagai pemimpin dalam mengubah hulu ledak menjadi hulu ledak nuklir menjadi sebuah sistem senjata di bawah program Battle Group Atomic Delivery System (BGADS), yang dimulai di Picatinny Arsenal di New Jersey pada bulan Januari 1958. Sementara korps Ordnance mengeksplorasi sebanyak dua puluh sistem senjata potensial, termasuk peluru kendali, artileri, dan mortir, Angkatan Darat memilih sistem senjata recoilless, yang menawarkan opsi paling sederhana dan paling ringan. Pada bulan Agustus 1958, Angkatan Darat mulai secara resmi menyebut BGADS sebagai Davy Crockett, sesuai nama pahlawan rakyat Amerika, yang meninggal pada Pertempuran Alamo pada tahun 1836. Setelah 4 tahun menjalani pengujian di Forts Greeley dan Wainwright di Alaska, dan Stasiun Uji Yuma di Arizona, M28/M29 Davy Crockett mulai beroperasi pada bulan Mei 1961. Unit Davy Crockett lalu ditugaskan ke Angkatan Darat Amerika Serikat yang ada di Eropa, yang mencakup Angkatan Darat Amerika Serikat Ketujuh, dan ke Unit Lapis Baja Angkatan Darat Amerika Serikat Kedelapan dan batalyon infanteri mekanik dan non-mekanik di Pasifik. Jika terjadi periode kritis pada perbatasan Jerman Bagian Dalam di Fulda Gap, Davy Crocketts akan menemani batalion-batalion mereka. Diketahui semua batalyon manuver tempur Korps V Angkatan Darat Ketujuh (termasuk Divisi Lapis Baja ke-3) telah menetapkan posisi mereka sebelumnya di Celah Fulda. Ini dikenal sebagai posisi PDB (Rencana Pertahanan Umum). Unit Davy Crockett dimasukkan dalam rencana penyebaran defensif ini. Selain Davy Crocketts (misalnya, yang ditugaskan ke Divisi Lapis Baja ke-3), Korps V Angkatan Darat Ketujuh memiliki peluru artileri nuklir dan amunisi atom penghancur, dan ini juga untuk berpotensi dipakai di Celah Fulda. Di semenanjung Korea, unit Angkatan Darat Kedelapan menugaskan Davy Crockett, yang terutama direncanakan untuk menggunakan menghantam jalur yang mungkin dipakai pasukan lapis baja, dengan menciptakan zona pembunuhan yang mengandung radioaktif mematikan sementara jalur terblokir oleh tank dan kendaraan lain yang hancur. 

Senjata jenis recoilless. Sementara korps Ordnance mengeksplorasi sebanyak dua puluh sistem senjata potensial, termasuk peluru kendali, artileri, dan mortir, Angkatan Darat memilih sistem senjata recoilless, yang menawarkan opsi paling sederhana dan paling ringan untuk mengirimkan senjata nuklir taktis. (Sumber: https://www.quora.com/)
Sebuah Davy Crockett di Aberdeen Proving Ground, Maryland, tahun 1961. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Davy Crockett, diambil dari nama nama pahlawan rakyat Amerika, yang meninggal pada Pertempuran Alamo pada tahun 1836. (Sumber: https://megaprojects.net/)

Produksi Davy Crockett dimulai di Picatinny Arsenal menyusul persetujuan desainnya pada tanggal 15 Agustus 1958. Pada awalnya terdapat persetujuan untuk pendanaan 6.247 unit Davy Crockett untuk diproduksi, tetapi total hanya 2.100 yang benar-benar dibuat. Senjata itu kemudian diuji antara tahun 1962 dan 1968 di Area Pelatihan Pohakuloa di pulau Hawaii, dengan 714 peluru latih M101 (bukan hulu ledak aktif) yang mengandung depleted uranium. Senjata itu digunakan oleh pasukan Angkatan Darat AS dari tahun 1961 hingga 1971. Dari temuan terbaru pada tahun 2005 Angkatan Darat diketahui memproduksi sekitar 75.000 peluru depleted uranium spotting selama program, tetapi hanya 30.000 yang pernah digunakan. Peleton Infanteri ke-55 dan ke-56, yang melekat pada Unit Artileri Divisi Divisi Lintas Udara ke-82 AS, adalah unit terakhir yang dilengkapi dengan sistem senjata M-29 Davy Crockett. Kedua unit ini dikerahkan dengan parasut, dan dengan truk 1/2 ton per seksi (tiga per peleton), yang sepenuhnya dapat dijatuhkan dari udara. Unit-unit tersebut dinonaktifkan pada pertengahan tahun 1968. Hulu ledak nuklir Davy Crockett, M388 dibagikan diantara Angkatan Darat AS Eropa (di Jerman Barat) pada bulan Agustus 1967. Hulu ledak yang dilengkapi nuklir terakhir telah dipensiunkan pada tahun 1971. Brigadir Jenderal Alvin Cowan, Asisten Komandan Divisi Divisi Lapis Baja ke-3, sementara menyatakan senjata itu adalah “kemajuan yang signifikan” dalam hal teknis dan bahwa laboratorium yang bertanggung jawab pantas mendapat “banyak pujian”. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa Angkatan Darat mempensiunkan senjata itu karena biaya personel yang terkait dengannya serta “ketakutan besar bahwa beberapa sersan akan memulai perang nuklir”. Davy Crockett tidak pernah digunakan dalam pertempuran yang sebenarnya. Sejak pensiun, sistem senjata Davy Crockett telah disimpan di banyak museum di seluruh Amerika Serikat. Pada tahun 2005 Angkatan Darat mengumumkan bahwa mereka menemukan 600 pon (272 kg) depleted uranium dari tempat pelatihan yang digunakan untuk peluru inert Davy Crockett untuk latihan menembak. Mereka mengatakan bahwa 12.405 hektar tanah kemungkinan akan tercemar akibat pelatihan pemakaian senjata ini di masa lalu.

PELURU NUKLIR M388

Proyektil XM388 untuk Davy Crockett berisi hulu ledak nuklir W54 Mod 2. Hulu ledak ini adalah perangkat fisi murni yang sangat kompak dengan berat 50,9 pon (23,1 kg) dan ketika dikemas dalam peluru M388 beratnya 76 pon (34 kg). Senjata itu memiliki kekuatan ledak resmi 20 ton TNT (84 GJ) dan berisi 26 pon (12 kg) bahan peledak tinggi. Kontrol pada proyektil termasuk sumbu peledak ketinggian yang disetting pada dua posisi yang dapat diatur ke tipe airburst di ketinggian 2 kaki (0,61 m) dan 40 kaki (12 m), sumbu pengaman dengan posisi ‘aman’ dan ‘aktif’ dan waktu pengaturan yang memungkinkan waktu tunda antara 1 dan 50 detik sebelum sumbu diaktifkan. Jika waktu tunda lebih besar dari waktu terbang, peluru akan menyentuh tanah sebelum aktif dan tidak akan meledak. Pengaturan waktu juga memiliki pengaturan posisi ‘aman’, dan bertindak sebagai sumbu pengaman kedua. Peluru lengkap Davy Crockett beratnya 76 pon (34 kg). Panjangnya 31 inci (79 cm) dengan diameter 11 inci (28 cm) pada titik terlebarnya; piston subkaliber di bagian belakang selongsong dimasukkan ke dalam laras peluncur untuk penembakan. Proyektil berhulu ledak atom M388 dipasang pada spigot yang dimasukkan ke dalam laras senjata melalui slot bayonet. Setelah propelan diledakan, spigot menjadi piston peluncuran untuk proyektil atom M388. Ini diperlukan karena peluru fisi tidak dapat dioperasikan pada akselerasi tinggi dan spigot/piston, bertindak sebagai “tabung pendorong”, memfasilitasi karakter ini. Dalam penerbangan, empat sirip di ujung proyektil dipakai untuk menstabilkan lintasan dan penerbangan.

Proyektil Nuklir Davy Crockett M-29. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Pengatur waktu pada Davy Crockett. Seperti halnya dalam semua senjata nuklir, istilah “aman” adalah hal yang relatif … (Sumber: http://blog.nuclearsecrecy.com/)

PELURU LATIHAN

Peluru latihan M390 secara lahiriah mirip dengan peluru berhulu ledak nuklir dan dirancang secara balistik sepadan dengan peluru itu. Isinya adalah 16 pon (7,3 kg) bahan peledak tinggi Komposisi B yang diledakkan oleh sumbu listrik saat menghantam tanah. Peluru latihan bagaimanapun tetap memiliki efek destruktif yang signifikan dan dimaksudkan untuk digunakan dalam pertempuran dalam situasi darurat. Jenis peluru latihan dummy lebih lanjut, M421, benar-benar tidak memiliki efek sama sekali dan tidak dimaksudkan untuk ditembakkan.

Foto beranotasi dari versi dummy untuk pelatihan dari peluru nuklir M388. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

PELUNCUR

M388 dapat diluncurkan dari salah satu dari dua peluncur yang dikenal sebagai Sistem Senjata Davy Crockett, yakni: M28 kaliber 120 mm (4,7 in), dengan jangkauan sekitar 1,25 mi (2,01 km), atau M29 berkaliber 155 mm (6,1 in), dengan jangkauan 2,5 mi (4,0 km). Jarak tembak yang terbatas disebabkan oleh kombinasi aerodinamika yang buruk dari bentuk pelurunya yang seperti “semangka dengan sirip” (beberapa tentara menyebut hulu ledak sebagai “semangka atom”) dan ketidakmampuan hulu ledaknya untuk ditembakkan seperti peluru senjata artileri tradisional. Ini berarti bahwa peluru itu harus ditembakkan dari senjata recoilless dari jarak dekat. Kedua tipe peluncur menembakkan proyektil yang sama, didorong menggunakan kartrid terpisah. M28 yang lebih kecil menggunakan kartrid peledak berbobot 5 kg (11 lb) untuk meluncurkan hulu ledak nuklirnya, sedangkan M29 yang lebih besar menggunakan propelan seberat 5 kg atau 8,5 kg (19 lb), tergantung pada jarak yang diinginkan. Sistem peluncur ini adalah senjata yang pelurunya dimuat dari moncong senjata. Karena dimaksudkan untuk laju penembakan yang sangat rendah, mekanisme pemuatan dari pangkal laras tidak diperlukan. Peluncur Davy Crockett dipasang pada peluncur tripod yang diangkut oleh kendaraan pengangkut personel lapis baja M113, atau dibawa oleh Jeep (M38, dan kemudian M-151). Jeep bisa dilengkapi dengan peluncur M28 atau M29, sesuai kebutuhan, sedangkan Davy Crockett yang dibawa oleh kendaraan pengangkut personel lapis baja dipasang dengan tripod yang jauh dari kendaraan pengangkutnya. M113 dilengkapi untuk bisa membawa hingga sepuluh peluru nuklir. Senjata yang ditugaskan ke unit infanteri dibawa dalam kendaraan M113, sedangkan yang dialokasikan untuk unit pasukan payung dibawa dengan menggunakan Jeep. Peluncur M28 juga dilengkapi dengan senapan penanda target kaliber 20mm – senjata satu tembakan yang menembakkan peluru depleted uraniummenggunakan sistem high-low. Peluru ini akan terbang dengan lintasan yang mirip dengan proyektil nuklir dan menghasilkan asap putih ketika mereka mendarat, membantu menentukan jangkauan penembakan. 

Tahapan penembakan Davy Crockett I: Propelan peledak dimuat. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Tahapan penembakan Davy Crockett II: Peluncuran piston dimasukkan. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Tahapan penembakan Davy Crockett III: Peluru nuklir M-388 dipasang pada piston peluncur. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Sebagai sebuah senjata nuklir Davy Crockett ditembakkan dari jarak jauh. Sebuah detonator yang dioperasikan secara mekanis di ujung kabel detonasi sepanjang 22 m (72 kaki), yang menyalakan propelan. Proyektil nuklir M388 dipasang pada piston titanium melalui dudukan bayonet. Saat ditembakkan, piston terhempas keluar dari tabung oleh propelan peledak. Piston itu berlubang dan diisi dengan gas bertekanan tinggi hasil dari ledakan, tekanan ini kemudian akan mematahkan pin geser yang menghubungkan piston ke proyektil nuklir, melepaskannya setelah beberapa meter terbang. Piston akan jatuh diatas tanah beberapa ratus meter di depan senjata sementara proyektil terus terbang mengenai sasaran. Sementara itu sebagai senjata tipe recoilless, pengoperasian dan sistem kerja Davy Crockett cukup konvensional seperti senjata recoilless pada umumnya. Pertama, muatan propelan, yang dibungkus dengan kotak kertas tebal, dimasukkan ke dalam laras peluncur dari ujung moncongnya. Selanjutnya, penutup logam berongga dijatuhkan untuk menutupi propelan. Ujung hulu ledak dipasang ke bukaan atas peluncur senjata yang memungkinkan hulu ledak memanjang di luar bukaan tabung. Kotak logam yang mengelilingi muatan propelan dilubangi dengan puluhan lubang untuk memungkinkan gas propelan keluar saat ditembakkan. Jangkauan dicapai dengan pemilihan spesifik dari muatan propelan. Klasifikasi senjata “recoilless” hanya menyiratkan bahwa senjata itu tidak memunculkan daya tolak balik ekstrem ketika ditembakkan seperti yang biasa terjadi pada kebanyakan senjata lainnya (meskipun beberapa gaya tolak balik pasti tetap ada). Oleh karena itu, klasifikasi yang sesuai untuk sistem Davy Crockett 155mm adalah “peluncur”, “proyektor” atau “senjata” tanpa tolak balik. Davy Crockett dioperasikan oleh lima orang kru. Regu ini terdiri dari Komandan, Penembak, Asisten Penembak, Pemuat, dan Petugas Komputer. Komandan peluru M388 dapat menggunakan dan menembakkan senjatanya dalam hitungan menit. Senjata itu terbuat dari logam ringan – tripodnya aluminium, larasnya dari bahan titanium – dan senjata M28 yang lebih kecil bisa dipecah menjadi tiga bagian yang bisa dibawa oleh tiga kru, dengan dua kru lainnya membawa dua radio dan peralatan aksesori lainnya. Berat peluncur M28 adalah 185 lb (84 kg) sedangkan M29 yang lebih besar memiliki berat 440 lb (200 kg). Mengoperasikan M28 atau M29 dengan awak tiga orang juga dimungkinkan. Di Divisi Lapis Baja ke-3 di Jerman pada tahun 1960-an banyak Unit Davy Crockett (semuanya berada di Peleton Mortar Berat, di Markas Kompi Infanteri atau Batalyon Manuver Lapis Baja) menggunakan campuran peluncur M28 dan M29 (misalnya, salah satu dari masing-masing per bagian D/C). Akhirnya, semua M28 digantikan oleh M29, sehingga baik kendaraan pengangkut personel lapis baja dan Jeep membawa M29.

Tahapan penembakan Davy Crockett IV: Peluru siap ditembakkan. (Sumber: http://blog.nuclearsecrecy.com/)
M-28/29 Davy Crockett diangkut dengan menggunakan Jeep. (Sumber: http://blog.nuclearsecrecy.com/)

EFEK DAN KONSEP PENGGELARAN

Kedua senjata recoilless ini terbukti memiliki akurasi yang baik dalam pengujian, sebagian besar tembakan latihan mendarat dalam jarak sepuluh kaki (3,0 m) dari titik sasaran, dan CEP di bawah 50 meter (160 kaki), dengan radius korban instan 100% lebih dari jarak 160 meter (520 kaki). Efek terbesar peluru itu adalah radiasi neutron cepat yang ekstrem yang akan membunuh sebagian besar pasukan musuh di dalam radius lingkaran itu dalam waktu beberapa menit. Ledakannya akan sangat kecil efeknya (jikapun ada kerusakan) pada kendaraan beroda rantai musuh. Para prajurit yang berada dalam jarak lebih jauh akan mati dalam beberapa jam (dengan luka bakar tingkat tiga) dan kurang dari dua minggu tergantung pada jarak mereka dari titik ledakan dan ketebalan baju pelindung mereka. Tetapi efek mematikan sebenarnya dari senjata terletak pada efek radiasi-nya, yang bisa berakibat fatal dari jarak lebih dari seperempat mil jauhnya. Sisa-sisanya di lokasi akan mencemari area dan membuatnya berbahaya bagi personel yang terpapar untuk melewatinya, sehingga menjadikannya sebuah senjata penghalang yang kuat. Ledakan senjata itu menurut teori tidak membahayakan kru penembak selama mereka mengikuti prosedur normal. Prosedur asli Davy Crockett membayangkan pasukan infanteri membawa peluncur, dudukan tripod, dan hulu ledak ke dalam pertempuran dan mengatur peluncur di atas dudukan yang berdiri bebas, memuat senjata, dan menyerang unit musuh. Kemudian, konsep tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk menyediakan pemasangan sistem senjata pada jip atau kendaraan beroda rantai, dan yang terakhir ini memungkinkan membawa lebih banyak hulu ledak. Ketika kru sudah siap, peluru “penjejak” M101 akan ditembakkan dari senapan kecil yang dipasang di bawah tabung peluncuran Crockett. Bergantung pada posisi pendaratan peluru “penjejak”, petugas yang bertanggung jawab menghitung sudut dan perhitungan waktu yang diverifikasi dalam jarak 100 kaki (30 meter) dari target. Berdasarkan posisi pasukan lawan yang bergerak maju, perwira yang bertugas akan menentukan ketinggian ledakan dengan menekan tombol di sisi hulu ledak. Angkatan Darat kemudian juga menciptakan standar keamanan yang harus diikuti oleh kru saat menembakkan M388; dimana mereka menyarankan agar para prajurit melindungi tubuh mereka di balik bukit yang miring dan berbaring dalam posisi tengkurap di tanah dengan leher dan kepala tertutup.

Perangkat portabel Davy Crockett yang dibagi dalam 3 bagian. (Sumber: http://blog.nuclearsecrecy.com/)
Unit kru penembak Davy Crockett. (Sumber: http://blog.nuclearsecrecy.com/)
Penyimpanan sistem senjata Davy Crockett di kendaraan pengangkut M113. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Jika posisi penembakan terancam dikuasai musuh (tampaknya mungkin terjadi), beberapa laporan menunjukkan bahwa unit yang bertanggung jawab atas Davy Crockett ditugaskan untuk menghancurkan sistem senjata mereka – karena alasan kerahasiaan teknologi pada masa itu. Saat ditembakkan, peluru M-388 Davy Crockett akan membubung dari peluncur pada kecepatan 100 mph (160 km/jam) dengan suara “ledakan” yang cukup keras dan menghasilkan awan asap putih tebal yang membumbung ke arah sasaran. Setelah ditembakkan, perangkat nuklir tidak dapat dibatalkan penerbangannya. Menurut seorang mantan prajurit seksi Davy Crockett, Thomas Hermann, mereka sebenarnya terlatih dan mampu menembakkan senjata nuklir setiap dua setengah menit! Hulu ledak senjata ini diuji pada tanggal 7 Juli 1962, dalam tembakan uji efek senjata Little Feller II, dan sekali lagi dalam penembakan sebenarnya dari senjata Davy Crockett dari jarak 1,7 mil (2,7 km) dalam tembakan uji Little Feller I pada 17 Juli 1962. Ini adalah ledakan uji atmosfer terakhir yang dilakukan di Situs Uji Nevada. Hulu ledak dari tes pertama meledak di suatu tempat antara ketinggian 6-12 meter (20 – 40 kaki) di atas tanah, kira-kira 2,7 km (1,7 mil) dari lokasi peluncuran, menghasilkan kekuatan 18 ton TNT – membuatnya setidaknya 700 kali lipat lebih kecil kekuatannya dari apa yang dijatuhkan di Hiroshima. Tes kedua tidak dilakukan dengan senjata recoilless, sebaliknya, hulu ledak digantung 0,9 meter (3 kaki) di atas tanah, dan menghasilkan hasil kekuatan ledakan yang sedikit lebih tinggi yaitu 22 ton TNT. Informasi dan data yang direkam dari peluru uji tembak menunjukkan senjata recoilless menjadi “sangat tidak akurat” dan mengarah pada kesadaran bahwa senjata itu “terlalu tidak akurat untuk mengirimkan tembakan nuklir bahkan dengan hulu ledak dengan kekuatan rendah”.

Uji coba Davy Crockett. Informasi dan data yang direkam dari peluru uji tembak menunjukkan senjata recoilless menjadi “sangat tidak akurat” dan mengarah pada kesadaran bahwa senjata itu “terlalu tidak akurat untuk mengirimkan tembakan nuklir bahkan dengan hulu ledak dengan kekuatan rendah”. (Sumber: https://gfycat.com/)

BIAYA

Pengembangan senjata ini terbukti mahal dalam semua aspek desain, modifikasi, dan tenaga kerja yang dikerahkan. Selama periode 5 tahun dari tahun 1958 hingga 1963, total pengeluaran melonjak menjadi hampir $20 juta (setara dengan $177 juta pada tahun 2021). Alokasi biaya pengembangan awal bervariasi dari tahun ke tahun, dimulai dengan $1,1 juta pada tahun 1958, $9,15 juta pada tahun 1959, $5 juta pada tahun 1960, $2,4 juta pada tahun 1961, $1,5 juta pada tahun 1962, dan $250.000 pada tahun 1963.

Pada akhirnya pengembangan sistem senjata Davy Crockett terbukti tidak murah juga. (Sumber: http://3ad.com/)

RENCANA PENGGUNAAN OLEH ANGKATAN DARAT JERMAN

Salah satu pendukung paling kuat dari program Davy Crockett adalah menteri pertahanan Jerman Barat Franz Josef Strauss, yang menjabat pada akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an. Strauss mempromosikan gagasan untuk melengkapi brigade-brigade Jerman dengan senjata nuklir, yang akan dipasok oleh AS, dengan alasan bahwa ini akan memungkinkan pasukan Jerman menjadi kekuatan yang jauh lebih efektif dalam pertahanan NATO di Jerman melawan potensi invasi Soviet. Dia berpendapat bahwa satu Davy Crockett dapat menggantikan 40–50 salvo dari seluruh senjata artileri divisi – memungkinkan dana dan pasukan yang biasanya diperlukan untuk unit artileri ini diinvestasikan ke pasukan lebih lanjut, atau tidak harus dihabiskan sama sekali. Komandan AS di NATO sangat menentang ide Strauss, karena hal ini akan membuat penggunaan senjata nuklir taktis hampir wajib dipakai jika terjadi perang, yang mana kemudian akan semakin mengurangi kemampuan NATO untuk mempertahankan diri tanpa menggunakan senjata atom.

Josef Strauss, menteri pertahanan Jerman yang menjadi salah satu pendukung paling kuat dari program Davy Crockett. Strauss mempromosikan gagasan untuk melengkapi brigade-brigade Jerman dengan senjata nuklir, yang akan dipasok oleh AS, dengan alasan bahwa ini akan memungkinkan pasukan Jerman menjadi kekuatan yang jauh lebih efektif dalam pertahanan NATO di Jerman melawan potensi invasi Soviet. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

YANG MENJADI PERHATIAN

Penggunaan Depleted uranium oleh Sistem Senjata Davy Crockett dalam peluru penanda target menyebabkan kekhawatiran tentang paparan pada pasukan akibat material tersebut. Namun, penelitian menunjukkan bahwa tidak ada risiko selama penggunaan senjata. Namun, sebagai amunisi nuklir, diperlukan program pengaman yang sangat kuat. Hal ini termasuk menyediakan dokumentasi prosedur yang aman bagi personel bahan peledak sebelum menembakkan hulu ledak pertama. Dokumentasi program untuk senjata tersebut menunjukkan bahwa senjata tersebut memiliki kemungkinan kesalahan melingkar (CEP) kurang dari 50 m (160 kaki). Brigadir Jenderal Alvin Cowan, Asisten Komandan Divisi Divisi Lapis Baja ke-3, saat membahas dipensiunkannya senjata ini, sempat memuji desain teknis senjata tersebut. Namun jarak dekat dari senjata itu menjadi ancaman nyata bagi tiga awaknya. Jika angin berbelok dan mereka menemukan diri mereka melawan arah angin dari area target, mereka berisiko menerima dosis radiasi yang mematikan. Kelemahan besar pertama dari Davy Crockett adalah pembidiknya. Peluncurnya juga kecil jika dibandingkan dengan amunisinya yang sangat berat, sehingga rentan jatuh kapan saja. Senjata ini memiliki dial high-of-burst yang tidak dapat diandalkan, sehingga ledakan yang akurat hampir tidak mungkin. Davy Crockett juga tidak memiliki fungsi pembatalan, yang berarti bahwa begitu ditembakkan, senjata itu pasti meledak. Masalahnya ini adalah senjata nuklir! Disamping itu pembuatan peluru atom tidaklah murah—biaya pembuatannya hampir sama dengan biaya pembuatan senjata nuklir strategis, karena bahan fisi yang mahal di hulu ledaknya. Tetapi bahaya terbesar yang tidak disengaja melekat pada desain senjata itu sendiri. Peluru atom portabel-memiliki risiko keamanan—dimana senjata kecil semacam ini mudah dicuri.

Jeep pembawa sistem senjata Davy Crockett. Selain mahal biayanya, penggunaan Davy Crockett. juga dianggap cukup berbahaya bagi kru-nya, meski telah mendapatkan pelatihan ketat. (Sumber: https://armyhistory.org/)
Jangkauan jarak dekat dari senjata Davy Crockett menjadi ancaman nyata bagi tiga awaknya. Jika angin berbelok dan mereka menemukan diri mereka melawan arah angin dari area target, mereka berisiko menerima dosis radiasi yang mematikan. (Sumber: https://armyhistory.org/)

PENGGUNAAN HULU LEDAK W54 & PENGGELARAN DAVY CROCKETT

Hulu ledak W54 yang digunakan oleh Davy Crockett pada awalnya dikembangkan untuk Davy Crockettdan rudal udara-ke-udara GAR-11 (kemudian AIM-26A) Falcon di bawah penamaan XW-51. Namun, pengembangan hulu ledak kemudian dipindahkan ke Laboratorium Los Alamos (LASL) pada bulan Januari 1959 dan mengubah namanya menjadi XW-54. Upaya ini menghasilkan hulu ledak Mark 54 mod 0 dan Mark 54 Mod 2 masing-masing untuk penggunaan Falcon dan Davy Crockett, yang hanya dapat dibedakan oleh perangkat penginderaan yang digunakan. Kemudian, Special Atomic Demolition Munition (SADM – kadang-kadang disebut B54) dikembangkan dan digunakan antara tahun 1964 dan 1989. SADM sangat berbeda dari hulu ledak W54 sehingga pertimbangan lalu diberikan untuk mengganti nama senjata dengan penomorannya sendiri. Nomor mod antara Mark 54/W54 dan B54/SADM tidak sama. Pengembangan lebih lanjut dari W54 adalah hulu ledak W72 untuk sistem bom luncur yang dipandu televisi AGM-62 Walleye. Desain awal dari XW-51, serta desain LASL yang ringkas, pertama kali dievaluasi sebagai bagian dari Operasi Plumbbob di Situs Uji Nevada pada tahun 1957. Prototipe Plumbbob yang paling kuat adalah perangkat ledakan dengan inti plutonium yang diperkuat, yang menghasilkan kekuatan 9,7 kiloton. Perangkat ini menggabungkan teknologi terbaru, yang menonjol di antaranya adalah bahan peledak berikat plastik (PBX) yang kuat yang dapat dibuat menjadi lensa yang berbentuk gelombang kejut simetris sempurna untuk memampatkan inti fisi hingga kepadatan yang dibutuhkan untuk mempertahankan reaksi berantai energi atom. Penguat gas Deuterium-Tritium juga digunakan, sebuah teknologi yang pertama kali dievaluasi dengan inti berilium yang disegel selama Operasi Teapot pada tahun 1955. Dikenal sebagai penguat fusi, proses ini menggunakan neutron dari fusi campuran gas D-T yang dihembuskan ke dalam inti berongga sesaat sebelum ledakan untuk mempercepat reaksi berantai. 

Komponen hulu ledak W54 yang digunakan oleh Davy Crockett. (Sumber: https://laststandonzombieisland.com/)

Karena didorong oleh fusi, intinya terbungkus oleh berilium. Berilium memantulkan neutron bebas kembali ke inti untuk memberikan percepatan tambahan dari reaksi berantai dan dengan demikian menghilangkan gangguan berat dan sebagian besar levitasi. Ketebalan satu atau dua inci dapat mengurangi jari-jari inti sekitar 50%. Karena berilium hanya sepersepuluh dari kepadatan plutonium, ini menghasilkan penghematan bobot tambahan. Kemajuan penting terakhir adalah inisiator neutron eksternal elektronik yang menggantikan inisiator mekanis internal yang lebih tua. Bahasa sehari-harinya disebut “ritsleting,” inisiator eksternal yang pertama kali digunakan selama Operasi Teapot pada tahun 1955. Perangkat ini mengandalkan akselerator partikel linier miniatur yang disebut “pulse neutron tube” yang bertabrakan dengan inti deuterium dan tritium untuk menghasilkan neutron energi tinggi melalui reaksi fusi dan dapat ditempatkan di mana saja di dalam hulu ledak. Dua tes penuh lainnya dilakukan selama Operasi Plumbbob. Salah satunya adalah uji ulang Lassen seberat 197 ton, yakni desain fizzled-uranium yang merupakan pendahulu dari hulu ledak udara-ke-udara W-54 yang dikenal sebagai “Wee Gnat” atau hanya “Gnat.” Selain uji hasil penuh, uji keamanan perangkat plutonium LASL (berat 64,6 pon, dimensi 11,75 kali 15 inci) dilakukan. Tes keamanan ini memverifikasi kemampuan senjata untuk menghasilkan kekuatan nuklir kurang dari empat pon (1,8 kg) TNT jika terjadi kecelakaan. Kekuatan sebenarnya adalah 55 ton, jauh lebih tinggi dari yang diharapkan, dan menembakkan api berwarna biru ratusan kaki ke udara.

Rudal berhulu ledan nuklir AIM-26A Falcon. (Sumber: https://www.youtube.com/)

Produksi hulu ledak W-54 oleh Komisi Energi Atom dimulai pada bulan April 1961. Hulu ledak awal ini seperti sudah disinggung diawal digunakan untuk mempersenjatai peluncur recoilless Davy Crockett dan rudal udara-ke-udara Falcon adalah pelengkap dari roket Genie, pendahulunya seberat 800 pon (362 kg) dengan jangkauan enam mil (9,6 km). Jangkauan pendek dan ukuran Genie yang tidak memiliki pemandu ditentukan oleh hulu ledak W-25 seberat 220 pon (99 kg), berkekuatan 1,7 kiloton, yang sangat membatasi pola serangannya. Ketidakmampuan roket ini untuk berbelok membuat serangan menjadi sulit, sementara pendekatan langsung adalah bunuh diri karena besarnya ledakan hulu ledak dan kecepatan jet tempur yang tinggi. Berat Genie juga membatasi pemuatan senjata. Keberhasilan teknologi pemandu rudal udara-ke-udara, khususnya pada pemandu Radar Homing Semi Aktif (SARH) GAR-3 (kemudian AIM-4) Super Falcon buatan Hughes yang diperkenalkan pada tahun 1958, kemudian menyebabkan Angkatan Udara Amerika Serikat mengeluarkan perintah untuk pengerahan rudal udara-ke-udara nuklir dengan kemampuan serangan dari semua sisi. Hughes Industries memenuhi permintaan ini dengan menghadirkan rudal AIM-26A, yang diperkenalkan pada tahun 1961. Karena hulu ledak W-54 yang ringan, berat AIM-26A mampu dipertahankan hingga hanya 203 pon (92 kg). Panjangnya tujuh kaki (2,1 meter) dan diameter 11 inci (27,9 cm), sedikit lebih besar dari pendahulunya AIM-4. Pilihan teknologi penjejak SARH memungkinkan radar kuat dari pesawat pencegat pembawanya untuk menembus aksi countermeasures dari pihak musuh dan memberi rudal kemampuan serangan segala cuaca. Kekuatan ledakan untuk varian hulu ledak W-54 yang mempersenjatai rudal ini adalah berkekuatan antara 250 dan 500 ton, yang memungkinkan pesawat pencegat untuk mempertahankan arah target untuk memberikan penduan radar bagi para penjejak di hulu ledak rudal Falcon. W-54 diledakkan oleh empat sumbu ledak berpemandu radar aktif.

Rudal AIM-26A awalnya dipakai pada pesawat pencegat F-102 Delta Dagger, tetapi kemudian diperluas ke pesawat F-106 Delta Dart dan F-101 Voodoo. (Sumber: https://www.thedrive.com/)

Penggelaran 1.900 rudal AIM-26A awalnya dilakukan pada pencegat F-102 Delta Dagger, tetapi kemudian diperluas ke pesawat F-106 Delta Dart dan F-101 Voodoo. Pesawat-pesawat ini adalah bagian dari Komando Pertahanan Udara yang ditugaskan ke Pertahanan Udara Kontinental, yang kemudian berganti nama menjadi Pertahanan Udara Amerika Utara (NORAD). Pada tahun 1958, tepat sebelum penggelaran rudal, Sistem Semi-Automatic Ground and Environment System (SAGE) pertama muncul di Pangkalan Angkatan Udara McGuire di New Jersey. SAGE adalah serangkaian komputer yang menghubungkan sistem radar DEW Line, Mid Canada Line, dan Pine Tree Line dengan markas besar CONAD di Cheyenne Mountain. Sistem ini dirancang untuk mendeteksi pembom-pembom Soviet yang datang dan memberikan informasi kepada pesawat-pesawat pencegat bersenjata nuklir langsung untuk mencegat dan menghancurkan mereka. Genie dan Falcon akhirnya dipensiunkan karena kemampuan kinerja dari rudal Sidewinder berpemandu inframerah dan rudal Sparrow yang dipandu radar meningkat dan taktik pemboman beralih ke pola serangan di ketinggian rendah di mana taktik pencegatan menggunakan senjata nuklir akan menghasilkan kerusakan tambahan yang tidak dapat diterima di darat. AIM-26A terakhir dipensiunkan dari dinas operasional pada tahun 1971. Sementara itu, menghadapi beban serangan Soviet di Eropa, Angkatan Darat AS membutuhkan senjata respons cepat untuk melakukan serangan balik secara mendalam. Hasilnya adalah akuisisi dan penggelaran berbagai senjata nuklir taktis dan sistem pengiriman hulu ledak nuklir. Pada satu titik, Angkatan Darat memperkirakan bahwa dibutuhkan 151.000 senjata nuklir untuk berperang dengan Uni Soviet—106.000 untuk penggunaan di medan perang, 25.000 untuk pertahanan udara, dan 20.000 untuk dukungan pada pihak Sekutu. Penggunaan harian diperkirakan mencapai 423 hulu ledak, tidak termasuk kebutuhan pertahanan udara. Pada awal hingga pertengahan tahun 1960-an, senjata nuklir taktis Angkatan Darat termasuk dua peluru artileri berkekuatan 40-kiloton, berkaliber 8-inci dan peluru artileri kaliber 155-milimeter, yang masing-masing memiliki jangkauan sekitar sembilan mil (14 km). Senjata-senjata ini juga termasuk roket tanpa pemandu M-50 Honest John, yang mampu membawa hulu ledak berkekuatan 40-kiloton tipe W-31 hingga jarak 30 mil (48 km); SRBM MGM-29 Sergeant yang memiliki jangkauan 85 mil (136 km) dan dipersenjatai dengan hulu ledak berkekuatan 200 kiloton tipe W-52; dan MRBM MGM-31 Pershing I dengan hulu ledak W-50, yang memiliki jangkauan hingga 460 mil (740 km).

Rudal berhulu ledak nuklir MGM-29 Sergeant. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)
MGM-31 Pershing I yang berjangkauan 460 mil (740 km). (Sumber: https://ne-np.facebook.com/)
Ledakan peluru XM388 berkekuatan 20 ton, yang ditembakkan oleh sistem senjata Davy Crockett kira-kira memiliki daya tembak yang sama dengan empat puluh rudal jelajah Tomahawk. (Sumber: https://www.wearethemighty.com/)

Lebih lanjut pengembangan senjata taktis nuklir merambah ke tipe senjata yang lebih kecil, yang kemudian terwujud dengan hadirnya Davy Crockett. Dalam satu uji coba, yang disaksikan oleh Jaksa Agung Robert Kennedy dan Jenderal Maxwell D. Taylor sebagai pengamat, sebuah peluncur M29 Davy Crockett menembakkan peluru nuklirnya sejauh 1,7 mil (2,7 km), di mana peluru meledak 40 kaki (12 meter) di atas permukaan tanah dengan kekuatan 18 ton TNT. Ledakan peluru XM388 berkekuatan 20 ton (kira-kira memiliki daya tembak yang sama dengan empat puluh rudal jelajah Tomahawk), meskipun bisa merusak struktur dalam radius 500 kaki (152 meter), bukanlah fitur yang paling mematikan. Sebaliknya, radiasi yang dihasilkannya membuat individu yang terpapar terkena dosis 10.300-REM pada jarak 500 kaki dan dosis 500-REM pada jarak 1.000 kaki (304 meter). Dosis pertama akan segera melumpuhkan, sedangkan yang kedua akan berakibat fatal dalam beberapa hari untuk sekitar setengah dari mereka yang terpapar. Untuk alasan ini, Davy Crockett dapat dianggap sebagai pelopor senjata radiasi yang ditingkatkan, atau bom neutron. Davy Crockett bagaimanapun tidak pernah dikerahkan secara ekstensif seperti yang dibayangkan semula. Meskipun dalam pendanaan disetujui untuk pembuatan 6.247 senjata, hanya 2.100 yang diproduksi, bersama dengan 400 peluru XM-388. Peluru nuklir diproduksi antara bulan April 1961 dan Februari 1965. Dalam penggelarannya alih-alih ratusan regu bersenjata Davy Crockett berkeliaran di medan perang nuklir, sejumlah Kelompok Tempur Atom, yang terdiri dari seorang perwira dan 12 orang, ditugaskan ke markas besar batalion dengan mendapat izin khusus dari Departemen Angkatan Darat. Dengan empat peluncur di bawah kendalinya, seorang komandan batalion memiliki kemampuan untuk memulai misi penembakan nuklir dalam beberapa menit. Meski begitu, pemakaian Davy Crockett bergantung pada kontrol yang terdesentralisasi, oleh karenanya senjata itu dipandang negatif oleh pemerintahan Kennedy dan komandan lapangan di Eropa, karena memungkinkan hirarki yang lebih rendah di lapangan memicu sebuah perang nuklir. Uji tembaknya yang digambarkan sebagai “terlalu tidak akurat untuk menghasilkan tembakan nuklir dengan kekuatan rendah” menyebabkan penggelaran relatif singkat dari Davy Crockett, yang mulai dipensiunkan mulai dari tahun 1967 hingga 1971.

Meskipun hulu ledak W-54 telah lama dipensiunkan dan dibongkar, “warisan” dari senjata itu tetap hidup. Teknologinya sangat dicari oleh para teroris yang ingin melakukan serangan nuklir. Meskipun hulu ledak berkekuatan multi-kiloton akan sulit untuk diproduksi, hulu ledak seperti Davy Crockett tidak akan dapat dicegah pada individu atau kelompok yang termotivasi dan dapat memperoleh pasokan plutonium yang memadai. (Sumber: http://modernwarmagazine.com/)

Saat ini, sejumlah sistem Davy Crockett dapat ditemukan di beberapa museum di seluruh Amerika Serikat, termasuk Museum Don F. Pratt di Fort Campbell, Kentucky; Museum Nasional Ilmu dan Sejarah Nuklir di Albuquerque, New Mexico; dan Museum West Point di West Point, New York. Di sisi lain, meskipun ancaman senjata nuklir mungkin telah berkurang jika dibanding dengan masa Perang Dingin, namun itu tidak berarti ancaman mereka telah menghilang – dan itu termasuk berasal dari senjata nuklir taktis. Bahkan, kita mungkin akan terkejut melihat betapa banyak jumlahnya. Menurut data Nuclear Threat Initiative, senjata nuklir taktis mencakup sekitar 30-40% dari persenjataan nuklir Amerika dan Rusia, hampir 100% dari yang dimiliki China, Prancis, Israel, India, dan Pakistan. Satu-satunya negara berkemampuan nuklir yang tidak lagi menggunakannya adalah Inggris. Mengingat bahwa Rusia dan AS masing-masing memiliki lebih dari 5.000 senjata nuklir, ada banyak sekali versi taktis yang beredar. Versi Amerika terbaru, W-76-2, mulai diproduksi tahun 2020, dengan pemerintahan Trump menyatakan bahwa senjata ini membuat ancaman perang nuklir lebih kecil kemungkinannya karena memberi AS kekuatan pencegah yang lebih fleksibel – sebuah pernyataan yang membingungkan dan tidak jelas. Diyakini bahwa senjata baru ini akan memiliki kekuatan yang setara dengan lima kiloton TNT – kira-kira sepertiga dari yang dijatuhkan di Hiroshima. Sementara itu, meskipun hulu ledak W-54 telah lama dipensiunkan dan dibongkar, “warisan” dari senjata itu tetap hidup. Teknologinya sangat dicari oleh para teroris yang ingin melakukan serangan nuklir. Meskipun hulu ledak berkekuatan multi-kiloton akan sulit untuk diproduksi, hulu ledak seperti Davy Crockett tidak akan dapat dicegah pada individu atau kelompok yang termotivasi dan dapat memperoleh pasokan plutonium yang memadai. Senjata teroris dengan kekuatan ledakan dalam kisaran 20 ton dapat meruntuhkan banyak struktur terbesar di dunia jika ditempatkan dengan benar, dan radiasinya dapat membunuh ribuan atau bahkan puluhan ribu orang. Ongkos yang tak terduga dari pengembangan hulu ledak nuklir kecil XW-51/W-54 pada akhirnya meninggalkan kewaspadaan yang abadi bagi umat manusia.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Davy_Crockett_(nuclear_device)

Military Weapons: The Davy Crockett Mobile Missile Launcher by Peter A. Goetz

Military Weapons: The Davy Crockett Mobile Missile Launcher

The M28/M29 Davy Crockett Nuclear Weapon System Written By: Matthew Seelinger

M28/M29 Davy Crockett Tactical Nuclear Recoilless Gun [ 1961 ] By: JR Potts

https://www.militaryfactory.com/smallarms/detail.php?smallarms_id=570

The Davy Crockett: America’s Tactical Nuclear Weapon By Olivier Guiberteau; August 19, 2021

Back to the Drawing Board: the Davy Crockett ‘Tactical’ Nuke; January 20, 2020

Yes, the mini-nuke launcher was a thing and yes, it was a terrible idea by Eric Milzarski Posted On February 21, 2021 03:44:00

The Man-Portable Rocket Launcher That Could Destroy A City Block BY STEPHEN CARLSON | PUBLISHED NOV 21, 2014 3:04 PM

https://www.google.com/amp/s/taskandpurpose.com/tech-tactics/man-portable-rocket-launcher-destroy-city-block/%3Famp

THAT TIME THE U.S. MADE A NUCLEAR GUN by Daven Hiskey; May 5, 2019

http://www.todayifoundout.com/index.php/2019/05/that-time-the-u-s-made-a-nuclear-gun/

This Nuke Proved Size Doesn’t Matter: The Davy Crockett was a tiny, unnerving, atomic tank-killer by Paul Richard Huard; February 14, 2015

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *