Perang Vietnam

Kisah Pararel Dua Prajurit Vietnam Selatan Part VII: Hancurnya Mimpi di Lam Son 719

Selama bertahun-tahun pemimpin militer Amerika dan Vietnam Selatan telah lama menginginkan untuk bisa melancarkan operasi militer besar terhadap basis dan jalur suplai besar pasukan komunis yang ada di seberang perbatasan, di Kamboja, yang letaknya dekat Saigon. Sayangnya faktor politik seperti biasa lebih diutamakan ketimbang kebutuhan militer, namun pada bulan Maret 1970, dengan munculnya pemerintah Kamboja baru, dibawah pimpinan Jenderal Lon Nol, kesempatan itu datang. Ketika Amerika masih bergulat dengan berbagai isu politik yang tidak menyenangkan, yang mungkin akan muncul jika mereka memutuskan untuk bergerak masuk ke Kamboja, adalah ARVN yang pada tanggal 14 Maret menjawab permintaan bantuan militer dari Lon Nol. Di area yang dikenal sebagai “Sayap Malaikat”, pasukan ARVN dari Korps ke-III meluncurkan Operasi Toan Thang 41, yang ditujukan untuk menghancurkan basis area 706. Menghadapi hanya sedikit perlawanan dari NVA, operasi ARVN di Kamboja menyebar ke utara dan selatan, serta mencapai kesuksesan dengan hanya menderita sedikit korban jiwa dan material. Operasi tiga hari di kawasan “Paruh Kakaktua” menunjukkan tingkat kesuksesan ARVN, dimana mereka menyebabkan 1.010 prajurit musuh tewas dan menangkap 204 tawanan, dengan hanya menderita 66 tewas dan 330 terluka. Sementara itu kerugian material NVA termasuk sekitar 1.000 senjata individu dan 60 senjata yang dilayani kru, serta lebih dari 100 ton amunisi. Dengan moral yang membumbung dengan kesuksesan mereka menerobos wilayah yang dikuasai musuh di Kamboja, pada tanggal 1 Mei 1970, pasukan ARVN bergabung dengan pasukan darat dan sungai Amerika dalam Operasi Toan Thang 43. Didorong oleh keinginan mengambil inisiatif dari pasukan komunis, menghancurkan sistem logistik musuh, dan mencegah ofensif besar musuh di masa mendatang, pasukan Vietnam Selatan dan Amerika memperoleh kemajuan cepat. Meski mendapat hasil yang substansial, tapi operasi gabungan ini terbatas waktu dan skalanya, dan pada tanggal 29 Juni, pasukan Amerika ditarik dari Kamboja, sementara 34.000 tentara ARVN tetap tinggal di Kamboja hingga bulan berikutnya untuk mencari dan menghancurkan timbunan perbekalan musuh. Berbagai operasi di Kamboja kemudian menambah 1.100 korban tambahan di pihak musuh dan menghancurkan perbekalan yang dapat dipakai musuh selama 6 bulan. Secara strategis operasi militer di Kamboja mencapai hasil yang ambigu dan menambah protes yang didapat oleh pemerintah Amerika, dan memaksa presiden Nixon mempercepat penarikan pasukan Amerika dari Vietnam. Akan tetapi secara taktis, operasi ini meningkatkan kepercayaan diri ARVN. Kini mereka mengarahkan pandangannya ke wilayah Laos. Ironisnya, bagi banyak pengamat Vietnam Selatan, invasi ke Laos terhitung terlambat, yang mana seharusnya dilakukan pada tahun 1968, saat pasukan sekutu mencapai kesuksesan militer besar atas pasukan komunis dan kekuatan Amerika mencapai puncaknya di Vietnam. Kini setelah bulan Juni 1970, dengan adanya Cooper Church Amendment, tindakan pasukan Amerika telah dibatasi, sedangkan pasukan komunis memiliki waktu 2 tahun untuk mempersiapkan medan tempur di Laos.

Kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Lon Nol (Tengah) menggulingkan Pangeran Norodom Sihanouk sebagai kepala negara di Kamboja. Kudeta Lon Nol, kemudian membuka intervensi terbuka dari Vietnam Selatan dan Amerika di Kamboja. (Sumber: https://www.khmertimeskh.com/)
Pasukan Resimen Kavaleri Lapis Baja ke-11 mengintip ke dalam lubang besar berisi tumpukan peluru mortir dan roket pasukan Komunis. Tangkapan ini kemudian dihancurkan sebagai bagian dari operasi penyisiran besar-besaran oleh pasukan AS dan Vietnam Selatan di wilayah Fishhook Kamboja. (Sumber: https://www.historynet.com/)
Pasukan Amerika meninggalkan Vietnam. Setelah bulan Juni 1970, dengan adanya Cooper Church Amendment, tindakan pasukan Amerika telah dibatasi di dalam wilayah Vietnam Selatan saja. (Sumber: https://www.scribd.com/)

PERENCANAAN

Operasi Lam Son 719 sepertinya datang dari gedung putih, yang sudah menekankan operasi lintas batas pada MACV sejak bulan Agustus 1970. Pada awal bulan Januari 1971, jenderal Abrams mengontak Letnan Jenderal Cao Van Vien, kepala staff Vietnam Selatan, dan menyarankan sebuah operasi di wilayah Laos “bawah”. Vien yang sejak lama mendukung operasi semacam ini kemudian segera menyampaikan usul ini ke Presiden Thieu. Menyadari bahwa saat itu Amerika masih memiliki pasukan yang substansial di Vietnam untuk mendukung operasi besar semacam itu, Thieu menyetujui rencana ini. Apapun masalah yang akan dihadapi, jika operasi ini tidak dilancarkan pada tahun 1971, operasi ini tidak akan pernah bisa dilakukan lagi, karena meningkatnya tempo penarikan mundur pasukan Amerika dari Vietnam. Sementara itu kesuksesan dan kegagalan pada Operasi Lam Son 719, bisa dibilang adalah hasil dari pengalaman tempur Amerika dan Vietnam Selatan. Operasi ini dijalankan menurut gaya tempur tentara Amerika dalam unit-unit besar, yang bergantung pada para penasehat dan daya tembak, sementara tentara ARVN selama ini terbiasa dengan operasi tempur skala kecil melawan gerilyawan lokal. Pada pertengahan bulan Januari, para staff jenderal Vietnam Selatan mengirimkan rencana awal serangan ke Laos ke Jenderal Lam di Korps ke-I, dimana yang terakhir hanya tersisa waktu sekitar 3 minggu untuk mempersiapkan dan merencanakan operasi sebesar itu. Divisi Lintas Udara Vietnam Selatan yang akan memegang peran kunci dan kompleks dalam mendesak ke kota Tchepone-Laos, baru memperoleh detail petunjuk dari Korps ke-I pada tanggal 2 Februari, enam hari sebelum rencana operasi dilancarkan. Di sisi lain, meskipun para perencana menekankan pada faktor kecepatan dan kejutan, akan tetapi operasi ini amat bergantung pada formasi statis firebase, yang umum dipakai di Vietnam Selatan dan mengikat banyak pasukan ARVN, serta rawan mendapat serangan balik dari kekuatan NVA. Lebih-lebih lagi, para perencana ARVN memiliki ekspektasi bahwa NVA akan bereaksi pasif, seperti yang ditunjukkan dalam operasi di Kamboja sebelumnya.

Jenderal Creighton Abrams berjabat tangan dengan seorang tentara Vietnam karena berhasil memukul mundur serangan Vietcong di kamp mereka. Pada awal bulan Januari 1971, jenderal Abrams mengontak Letnan Jenderal Cao Van Vien, kepala staff Vietnam Selatan, dan menyarankan sebuah operasi di wilayah Laos “bawah”. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Fase I Operasi Lam Son 719 menentukan pasukan Amerika dan Divisi ke-1 ARVN untuk melancarkan Operasi Dewey Canyon guna membuka Rute 9 yang menuju ke wilayah Laos, menguasai kembali bekas markas Marinir di Khe Sanh, mengamankan jalur komunikasi, dan membuat serangan pengalihan ke lembah A Shau. Pada Fase II, Divisi Lintas Udara Vietnam Selatan dengan dibantu Brigade Lapis Baja ke-1 ARVN, bergerak melewati Rute 9 maju ke target A Loui, sekitar setengah jalan menuju ke Tchepone. Pasukan Ranger dan Lintas Udara kemudian diangkut dengan menggunakan helikopter dan mengamankan beberapa firebase dan zona pendaratan di bagian utara Rute 9, sementara batalion-batalion dari resimen ke-1 dan ke-3 Divisi ke-1 melakukan tugas yang serupa di dataran tinggi Co Roc di sebelah selatan untuk mengamankan posisi sayap dari serangan darat yang dilakukan. Pasukan Lintas udara dan unit lapis baja lalu akan bergerak menuju Tchepone dan menyumbat arus logistik musuh sampai musim hujan datang pada awal bulan Mei. Di Fase III, elemen-elemen dari Divisi ARVN ke-1 akan bergerak ke selatan melalui Rute 914 dan menghancurkan area logistik penghubung musuh di Basis Area 614 sebelum kembali ke Vietnam Selatan melalui lembah A Shau. Jika rencana ambisius ini tercapai, hal ini akan melumpuhkan struktur logistik NVA dan berpotensi merusak rencana ofensif NVA selama bertahun-tahun. Kondisi geografis wilayah di area operasi adalah faktor kunci dalam operasi ini. Kondisi alami wilayah Laos, sayangnya membuat pergerakan pasukan ARVN mudah diprediksi. NVA menyadari bahwa pasukan ARVN harus menguasai bukit-bukit dan puncak-puncak utama di utara dan selatan Tchepone agar Lam Son 719 memiliki peluang untuk sukses. 

Helikopter dan kendaraan suplai di Khe Sanh, 12 Februari 1971. Khe Sanh akan menjadi batu loncatan dalam serangan ke Laos. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Rencana Operasi Lam Son 719. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Tentara NVA. Menurut intelijen ARVN total kekuatan pasukan komunis di Laos ditaksir sekitar 22.000 orang, dimana sekitar 7.000 adalah pasukan tempur NVA, 10.000 dari unit logistik, dan 5.000 dari gerilyawan Pathet Lao. (Sumber: https://www.quora.com/)

Awalnya Dinh, yang kini sudah naik pangkat menjadi Letnan Kolonel dan Hue, seperti cuma layaknya prajurit yang mengamati jalannya Operasi Lam Son 719. Unit Dinh, Resimen ke-54 dari Divisi ARVN ke-1 masih ditugaskan untuk wilayah dataran rendah di selatan kota Hue. Agak ke utara, Resimen ke-2 dari Divisi ke-1 ARVN, termasuk batalion 2/2 pimpinan Hue masih melancarkan operasi di sekitar DMZ, sementara menyediakan pengamanan di Rute 9. Meski jauh dari pusat perencanaan, keduanya khawatir dengan kerahasiaan perencanaan operasi. Selama operasi di Laos, para prajurit musuh yang ditangkap mengkonfirmasi kekhawatiran Dinh bahwa NVA telah mempersiapkan kemungkinan invasi ARVN di Tchepone sejak bulan Oktober 1970 dan telah mempersiapkan diri setelahnya. ARVN memperkirakan pasukan musuh yang ada di Laos Selatan termasuk 3 resimen, sebuah elemen artileri dan Unit Logistik Binh Tram yang mengawaki dan mengoperasikan jalur Ho Chi Minh Trail, dengan total kekuatan musuh ditaksir sekitar 22.000 orang, dimana sekitar 7.000 adalah pasukan tempur NVA, 10.000 dari unit logistik, dan 5.000 dari gerilyawan Pathet Lao. Diperkirakan terdapat juga 8 Resimen tambahan NVA yang cukup dekat di sekitar area dan dapat bergabung dalam pertempuran di Laos Selatan dalam kurun waktu dua minggu. Sayangnya estimasi ini terlalu rendah, catatan sejarah pertempuran Vietnam Utara menyatakan bahwa pada bulan Februari, kekuatan pertahanan Vietnam Utara di Laos Selatan berjumlah 60.000 orang, yang terdiri dari 5 Divisi, 2 Resimen Infanteri terpisah, 8 Resimen Artileri, 3 Resimen Zeni, 8 Batalion Sapper, 6 Resimen Anti Pesawat ditambah unit-unit garis belakang dan transportasi. Meski catatan ini sangat tidak akurat, namun harapan bahwa pasukan NVA akan mundur dalam pertempuran seperti di Kamboja, adalah salah besar. Pasukan NVA di Laos Selatan berjumlah banyak, dipersiapkan dan diperlengkapi dengan baik, serta siap menunggu datangnya invasi pasukan ARVN. Yang lebih buruk dengan adanya Cooper Church Amendment, yang melarang partisipasi para penasehat Amerika di luar wilayah Vietnam Selatan, berarti bahwa pasukan ARVN akan maju ke dalam pertempuran tanpa advisor penghubung dengan daya tembak pasukan Amerika yang mana pasukan ARVN selama ini bergantung. Kelemahan ini nantinya akan terbukti menentukan.

INVASI

Fase awal operasi Lam Son 719 dilancarkan pada tanggal 30 Januari. Menghadapi perlawanan sporadis, pasukan Amerika membuka kembali pangkalan garis depan Khe Sanh, mendesak ke perbatasan Laos dan melancarkan operasi pengalihan ke lembah A Shau pada tanggal 3 Februari. Pasukan ARVN dan Amerika menjalankan Fase I Operasi Lam Son 719 dengan sukses dan hanya menghadapi perlawanan minimal. Pada jam-jam awal tanggal 8 Februari 1971, sebelas sortie pembom B-52 membuka invasi ARVN ke Laos. Di utara dan selatan pasukan ARVN mencapai tujuan mereka dalam upayanya melindungi pergerakan pasukan darat, namun pergerakan satuan tugas lapis baja terlambat karena kondisi jalan yang buruk dan pada akhir hari hanya bisa maju sekitar 9 km. Pada hari kedua, cuaca yang buruk menghambat serbuan udara lebih lanjut dan perbaikan jalan Rute 9. Pada tanggal 10 cuaca membaik dan ofensif dilanjutkan. Di utara pasukan Ranger dan Lintas Udara mengkonsolidasikan wilayah yang mereka rebut dan mencari konsentrasi musuh. Di selatan, Divisi ke-1 ARVN memperluas area operasi mereka ke arah barat, dengan Batalion infanteri 1/4 menguasai Zona Pendaratan Delta, sekitar 10 km sebelah barat Zona Pendaratan Hotel. Pada malam hari, pasukan lapis baja bergabung dengan batalion Lintas Udara ke-9 yang melakukan serbuan udara ke objektif A Loui, yakni persimpangan penting 20 km masuk kedalam wilayah Laos dan separuh jalan dari target utama di Tchepone. Meski terlambat dari jadwal, pasukan ARVN di Laos mencapai 7.500 orang. Akan tetapi pada hari itu terjadi bencana, saat sebuah helikopter VNAF yang membawa perencana utama dan pemimpin logistik dari Korps ke-I ditembak jatuh. Keduanya membawa copy dokumen rencana operasi, sehingga diasumsikan rencana itu sekarang jatuh ke tangan musuh. Beberapa hari kemudian ofensif ARVN mulai melambat dan pergerakan ke Tchepone kehilangan momentum. Di sisi lain stagnan-nya gerak maju pasukan ARVN, sedikit banyak dipengaruhi oleh perintah Presiden Thieu sendiri, yang karena alasan politik ingin meminimalkan korban diantara pasukan Lintas Udara yang loyal padanya. Pada saat yang sama pasukan NVA mempercepat pengerahan bala bantuan dan mengkonstrasikannya pada firebase-firebase ARVN yang cenderung statis di utara dan selatan Rute 9. 

Pada jam-jam awal tanggal 8 Februari 1971, sebelas sortie pembom B-52 membuka invasi ARVN ke Laos. (Sumber: https://www.bbc.com/)
Pasukan Lapis Baja Vietnam Selatan memasuki wilayah Laos. Kondisi medan yang buruk menyebabkan beberapa keterlambatan yang mengganggu rencana pasukan ARVN. (Sumber: https://www.historycentral.com/)
Pasukan ARVN Membombardir Vietcong dari Firebase di Laos. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Pada tanggal 17 Februari, setelah kehilangan waktu seminggu yang berharga di A Loui, cuaca buruk menghambat gerak maju pasukan ARVN, saat serangan balik NVA menghantam lebih banyak firebaseARVN. Beberapa batalion dari Divisi ke-308 melancarkan serangan ke pasukan Ranger di utara. Batalion-batalion ini nampak dikirim langsung dari Vietnam Utara, dengan terlihat mengenakan seragam dan senjata baru. Pasukan Ranger di utara bertempur dengan baik dan berani melawan musuh yang jauh lebih besar, namun harus mundur dan bergabung dengan batalion Ranger di Selatan. Akibatnya Batalion Ranger ke-39 kehilangan 178 tewas dan 145 terluka, serta cuma menyisakan sekitar 100 prajurit yang masih bisa bertempur. Meski demikian mereka menimbulkan korban tewas 639 di pihak musuh. Dalam situasi ini, lagi-lagi Presiden Thieu memerintahkan pergerakan menuju Tchepone dihentikan. Jeda waktu ini digunakan pasukan NVA untuk memposisikan kekuatannya, sebelum melancarkan serangan kembali pada tanggal 25 Februari. Menyadari pasukan Ranger di selatan terancam terisolasi, Jenderal Lam mengambil keputusan sulit untuk mengevakuasi basis mereka dibawah tembakan gencar. Dengan posisi sayapnya tidak terlindungi lagi oleh pasukan RangerFire Support Base (FSB) 30 dan 31 yang diawaki pasukan Lintas Udara kini menghadapi serangan utama NVA. Pada pukul 11.00 artileri NVA menghujani FSB 31, yang segera ditanggapi dengan dikerahkannya pesawat-pesawat dan helikopter Amerika untuk mengurangi tekanan musuh, yang mengepung dengan bantuan tank-tank. Di tengah pertempuran, seorang pilot jet tempur F-4 ditembak jatuh. Upaya penyelamatan pilot kemudian mengalihkan fokus kekuatan udara Amerika, dan membiarkan para prajurit ARVN yang terkepung di FSB 31 tanpa perlindungan udara. Dalam situasi terdesak, Jenderal Lam meminta bantuan pada unit lapis baja, yang ada dibawah komando  Letnan Jenderal Du Quoc Dong, komandan Divisi Lintas Udara. Pertempuran berlangsung keras, dengan ARVN kehilangan 2 tank dan sebuah APC. Jenderal Dong, berlawanan dengan keinginan Jenderal Lam lalu memerintahkan pasukan lapis baja tetap pada tempatnya, 1.800 meter dari tujuannya. Dengan ketiadaan kekuatan udara Amerika, pasukan NVA mendekat dari 3 sisi, dimana pasukan lapis baja musuh mendekat dari timur laut, sementara pasukan infanteri dari arah barat laut dan selatan. Pada malam harinya pasukan lapis baja NVA menembus perimeter. Pasukan payung ARVN merespon dengan tembakan senjata ringan dan roket LAW, sebelum ditaklukkan. Di tengah kebingungan sebagian pasukan payung berhasil menembus kepungan dan bergabung dengan pasukan lapis baja yang terhenti gerakannya. Total 135 prajurit ARVN terbunuh atau tertangkap, dan satu lagi posisi strategis jatuh ke tangan musuh, namun sekali lagi pasukan ARVN bertempur dengan berani dengan menimbulkan 250 korban tewas diantara pasukan NVA, yang juga kehilangan 11 tank dalam pertempuran sengit.

MENGAMBIL ALIH INISIATIF DAN SERANGAN KE TCHEPONE

Di selatan Rute 9, Divisi ARVN ke-1 membuat pertahanan statis dan menghadapi perlawanan keras musuh, dimana Batalion lama Dinh, yakni Batalion 2/3 bertempur dengan baik meski dikepung sebuah resimen NVA di Zona Pendaratan Hotel II. Dengan menggunakan daya tembak organiknya sendiri dan dukungan udara, unit lama Dinh menembus kepungan musuh dengan menuju ke utara. Walaupun menghadapi tekanan pasukan NVA dan dievakuasinya LZ Hotel II, Divisi ARVN ke-1 tetap mempertahankan reputasinya sebagai unit terbaik di ARVN. Sementara itu dengan pergerakan pasukan ARVN terhambat, Presiden Thieu sekali lagi melakukan intervensi untuk menyelamatkan unit Lintas Udara kesayangannya, dengan menggantikannya dengan elemen-elemen Marinir Vietnam Selatan. Di sisi lain, sadar bahwa ofensif ARVN kini lebih sebagai simbol kebanggaan nasional, Jenderal Lam dan Thieu memerintahkan Divisi ARVN ke-1 untuk terus bergerak maju ke Tchepone menggunakan beberapa operasi serbu udara yang berani memakai helikopter, sementara pasukan Lintas Udara tetap ada di tempatnya. Mayor Jenderal Pham Van Phu, pengganti Jenderal Truong di Divisi ARVN ke-1 dan Kolonel Vu Van Giai merasa rencana ini sangat berisiko. Dalam pikiran Giai, Tchepone tidak lebih sebagai target simbolis seperti Hamburger Hill dan menduga pasukannya sedang dibawa menuju jebakan. Dengan alasan ini, keduanya memerintahkan serangan dilakukan dengan cepat memanfaatkan kecepatan helikopter transport sebelum pasukan NVA sempat bereaksi. Pada tanggal 3 Maret, elemen-elemen dari Divisi Marinir ke-1 mengambil posisi di sebagian besar wilayah timur operasi di selatan Rute 9, yang membebaskan Resimen ke-1 dari Divisi ARVN ke-1 untuk ambil bagian dalam ofensif yang baru. Bersamaan dengan ini, di sepanjang DMZ, pasukan Amerika memperluas area operasinya, sehingga Resimen ke-2 bisa bergabung dengan Divisi ARVN ke-1. Resimen ini termasuk Batalion 2/2 Hue, yang bergerak menuju ke Khe Sanh untuk terlibat dalam pertempuran berikutnya, yakni serbuan ke Tchepone. Saat Hue dan orang-orangnya mempersiapkan diri, situasi di Laos terus memburuk, dengan pasukan NVA menyerang batalion ke-2 pasukan lintas udara di FSB 30. Pada tanggal 3 Maret, seluruh senjata artileri di FSB sudah rusak, sehingga Jenderal Lam memerintahkan batalion ke-2 meninggalkan posisinya. Di saat yang sama skuadron lapis baja ke-17 menghadapi kekuatan musuh yang cukup besar dan kehilangan 100 orang terbunuh dan 10 kendaraan lapis baja. Sementara itu saat kepungan pasukan NVA semakin kuat di utara Rute 9, Resimen ke-1 dari Divisi ARVN ke-1 mulai bergerak kearah barat. Batalion ke-1 dari resimen ini kemudian menghadapi perlawanan berat saat akan mendarat di FSB Lolo. Saat pendaratan berhasil dilakukan, mereka kehilangan 11 helikopter ditembak jatuh, sementara 44 lainnya terkena tembakan darat. Bagaimanapun tempo serangan terus meningkat dan pada tanggal 5 Maret, batalion ke-4 dan 5 dari Resimen ke-2 menyerbu LZ Sophia, hanya 4,5 km barat daya Tchepone. Pada malam hari di LZ Sophia 8 howitzer kaliber 105 mm sudah pada tempatnya, sementara batalion 4/2 mendesak ke utara dan menyeberangi Sungai Tchepone. Kini pasukan ARVN siap untuk menyerbu kota Tchepone itu sendiri.

Tentara ARVN bergegas menuju helikopter “Huey Slick” yang membawa perbekalan untuk Firebase Delta One di Laos. Helikopter berperan sangat krusial dalam Operasi Lam Son 719. (Sumber: https://www.flickr.com/)
Tran Ngoc Hue (kanan) tidak yakin bisa keluar hidup-hidup dari Laos. (Sumber: https://www.facebook.com/)
Presiden Thieu memutuskan untuk menarik pasukan ARVN dari Laos setelah merebut sebentar Tchepone. (Sumber: https://intisari.grid.id/)

Pada tanggal 5 Maret, Tran Ngoc Hue sadar dengan perkembangan situasi Operasi Lam Son 719. Dia juga tahu batalionnya bersama batalion ke-3 dari resimen ke-2 akan ditugaskan untuk memimpin serangan akhir di Tchepone. Meski punya harapan serangan itu akan sukses, dengan melihat perkembangan di hari-hari terakhir, Hue juga sadar bahwa pasukannya sedang menuju ke perangkap. Karena istrinya, Cam, masih merawat putrinya yang baru berusia 2 bulan, Hue memutuskan untuk tidak mengatakan apapun mengenai kondisi di Laos, yang akan membuat istrinya khawatir. Malam sebelum pertempuran, Hue makan malam bersama para penasehat Amerika-nya, Dave Wiseman dan Gordon Greta, yang menyatakan rasa frustasinya karena tidak dapat menemani batalion 2/2 masuk ke Laos. Saat makan malam berakhir, Hue berpaling ke Wiseman, teman dekat dan rekan seperjuangannya dalam perang, dan bertanya apakah ia mau mengadopsi anaknya. Terkejut, Wiseman bertanya mengapa Hue meminta hal itu. Hue tidak menjawab dan bertanya sekali lagi apakah Wiseman mau. Menyadari bahaya yang akan dihadapi Hue dan kesukarannya meninggalkan nasib keluarga mudanya sendirian, Wiseman menyanggupi. Pagi harinya, dengan diangkut dalam 120 helikopter dari Khe Sanh, batalion 2/2 dan 3/2 diangkut ke Zona Pendaratan Hope, di utara Tchepone dalam operasi mobil udara terbesar selama perang Vietnam. Memanfaatkan unsur kejutan, cuma satu helikopter yang rusak akibat tembakan musuh. Operasi pengangkutan berjalan sukses dan pasukan ARVN bergerak menuju Tchepone, yang menjadi target utama dari Lam Son 719. Dalam 3 hari, Hue yang dipromosikan menjadi Letnan Kolonel di medan tempur, bersama kedua batalion memeriksa area Tchepone dan menghancurkan perbekalan musuh yang substansial. Namun itu masih tidak sesuai dengan harapan para komandan ARVN, karena NVA telah memindahkan sebagian besar perbekalan ke sebelah barat Tchepone. Kemudian, bukannya memerintahkan pasukan ARVN lebih jauh ke barat untuk menghancurkan lebih banyak perbekalan musuh, Presiden Thieu dan Jenderal Lam memutuskan untuk menarik pasukan ARVN dari Laos setelah merebut sebentar Tchepone. Keduanya menilai pasukan ARVN di Laos ada di ujung tanduk dan pengiriman tambahan pasukan dari Divisi ARVN ke-2, seperti saran Jenderal Abrams tidak akan cukup untuk memastikan kemenangan. Faktor militer dalam hal ini hanya menjadi nomor dua, dimana faktor reputasi dan politik menjadi yang utama.

BENCANA DI SELATAN DAN NASIB SANG PAHLAWAN

Meskipun NVA telah mempersiapkan pertahanan di area logistik yang kritikal, namun apa yang terjadi pada Operasi Lam Son 719 bukanlah sebuah jebakan yang direncanakan. Keterlambatan pasukan ARVN dan kesalahan komando, serta keputusan politik yang tidak menekankan pergerakan di hari-hari awal yang sukses membuat bencana bagi pasukan ARVN terjadi. Meskipun menderita setidaknya 3.000 korban tewas, NVA terus mengirimkan bala bantuan. Pasukan tambahan, termasuk 5 resimen infanteri ditambah unit lapis baja dan artileri pendukung, kemudian dikonsentrasikan untuk mengisolasi unit-unit Divisi ARVN ke-1 yang dalam posisi rentan. Pertempuran klimaks dimulai saat pasukan NVA mengepung pasukan Resimen ke-1 di FSB Lo Lo. Pada tanggal 14 Maret saja, 200 roket dan 100 peluru artileri mengujani FSB, yang menghambat proses evakuasi dan pembekalan ulang. Ketika batalion 1/1, 2/1, dan 3/1 keluar dari neraka pengepungan, batalion 4/1 bertempur selama 4 hari melawan 2 resimen NVA dengan bantuan kekuatan udara. Menolak menyerah, batalion 4/1 membuat pertahanan di perimeter berdiameter sekitar 60 meter. 68 prajurit batalion pemberani menghadapi kehancurannya, saat menunggu proses evakuasi yang dilakukan pilot-pilot helikopter Amerika yang sama beraninya. Berkeliling dengan helikopter tempur AH-1 Cobra-nya di sepanjang sore dan telah menembakkan semua amunisinya, Kapten Keith Brandt terus menjaga kontak dengan sersan yang kini mengomandani batalion 4/1 dan mengajukan diri secara sukarela untuk memimpin penerbangan helikopter Huey pengangkut di bawah komando Kapten Rich Johnson yang akan mengevakuasi. Terbang rendah diatas medan tempur, sistem hidrolik helikopter Brandt ditembak musuh dan jatuh ke pepohonan dibawahnya. Saat helikopternya menghunjam ke tanah, Brandt mengirimkan pesan terakhirnya ke Johnson: “Saya kehilangan mesin dan sistem transmisi rusak. Selamat tinggal. Kirimkan rasa cintaku kepada keluargaku. Aku mati”. Kehabisan amunisi dan bahan bakarnya hampir habis, Brandt bisa saja meninggalkan medan pertempuran, tapi dia memilih untuk tetap bertahan. Keberanian semacam ini menjadi hal yang umum diantara pilot-pilot helikopter Amerika selama Operasi Lam Son 719. Sementara itu melihat temannya menemui ajal, Johnson tetap melanjutkan misi evakuasi dibawah tembakan gencar musuh. Setelah menerima beberapa tembakan senapan mesin kaliber .50 NVA pada helikopternya, akhirnya Johnson berhasil terbang ke udara dengan mengangkut 25 prajurit ARVN yang tersisa. Saat menengok kebelakang kabin, Johnson bisa melihat kengerian yang ada. Semua penumpangnya terluka, dan prajurit di dekatnya memiliki lubang terbuka di kepalanya, di tempat dimana seharusnya matanya berada! Sekali mengudara, beberapa prajurit ARVN bergantungan di senjata pada pintu helikopter, yang membahayakan. Menghadapi pilihan sulit antara “membuang” para prajurit malang itu atau seluruh penumpang helikopter jatuh, Johnson memerintahkan untuk mendorong 4 prajurit ARVN yang bergantungan dari ketinggian 200 kaki (60,96 meter). Akhirnya helikopter Johnson bisa kembali ke Khe Sanh dengan membawa 21 tentara ARVN dan 4 kru helikopternya. Saat adegan kaburnya tentara ARVN dari medan tempur dianggao sebagai bukti dari sikap pengecut mereka, Johnson dan para Kru-nya tahu realitas dari situasi yang sesungguhnya.

Firebase Lolo jatuh ke tangan pasukan NVA. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Helikopter serang AH-1 Cobra Angkatan Darat A.S. di atas Laos. Keberanian kru helikopter Amerika dalam Operasi Lam Son 719 yang kacau tidak dapat dikesampingkan. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Ketika batalion 4/1 dihancurkan, batalion 2/2 Hue diangkut ke LZ Brown untuk ambil bagian dalam operasi mencari perbekalan musuh di area Cua Tung. Sebelum bisa bergerak, unit Hue diserang oleh pasukan NVA yang mengepung batalion 3/3. Selama 3 hari berikutnya, batalion 2/2 bersama dengan batalion 5/2 dan 4/2 memerangi pasukan NVA dan melindungi gerak mundur batalion 3/3 dan 4/2. Menyadari bahwa resimen ke-2 menghadapi kehancurannya, Jenderal Lam memerintahkan operasi penarikan mundur. Meski demikian prioritas penarikan ditujukan pada unit-unit yang bertempur di utara Rute 9 dan unit darat yang ada di dekat A Loui. Dengan ini Hue dan anak buahnya harus tetap terus bertempur. Meski telah didukung oleh 686 sortie helikopter gunship, 246 serangan udara taktis, dan 14 misi B-52, pasukan NVA terus menyerang untuk membinasakan batalion 2/2, 3/2, dan 4/2, yang kini tinggal bisa berharap pada evakuasi helikopter. Terpotong oleh kekuatan musuh yang lebih besar, Hue dan anak buahnya membuat pertahanan di puncak bukit 600, sambil meminta dukungan udara. Menghadapi kehancuran yang hampir pasti, Hue meminta evakuasi udara, dan pada sore hari tanggal 20 Maret, helikopter-helikopter berdatangan untuk mengevakuasi batalion 3/2. Akan tetapi meski kekuatan udara Amerika hari itu saja mengerahkan 1.388 sortie gunship, 270 serangan udara, dan 11 misi B-52, tembakan NVA tetap gencar, sehingga menyebabkan 28 dari 40 helikopter yang digunakan tertembak dan dinyatakan tidak layak terbang. Akibatnya batalion 2/2 dan 4/2 tetap tertahan di sisi barat pertahanan ARVN yang makin menyusut. Dengan perbekalan yang menipis dan harus meminum air kencingnya sendiri, para prajurit batalion 2/2 terus bertempur. Saat meneriakkan berbagai perintah dan meminta dukungan udara di radio, Hue terkena tembakan mortir, yang pecahannya mengenai kaki, tangan dan mukanya. Luka-luka ini begitu buruknya, sehingga anak buahnya memasukkan kalung identitas Hue di kakinya, sehingga mayatnya bisa ditemukan nanti setelah pertempuran berakhir. Perlahan, Hue mulai sadar dan mendengar komandan NVA sedang mempersiapkan serangan akhir. Hue lalu memerintahkan sisa pasukannya meninggalkan dirinya dan mendobrak kepungan NVA. Dengan berlinang air mata, wakil Hue, Kapten Nguyen Huu Chuoc memberi hormat pada Hue dan memimpin sisa-sisa batalion 2/2 yang berjumlah sekitar 60 orang ke tempat aman untuk dievakuasi dengan helikopter keesokan harinya.

Ilustrasi pasukan NVA yang memberi perlawanan keras di Tchepone. (Sumber: https://vietnamtheartofwar.com/)
Pasukan ARVN berusaha keras melarikan diri dari Laos. (Sumber: http://sknc.qdnd.vn/)

Tidak dapat berdiri, Hue tidak berdaya melihat tentara NVA yang menang menyapu posisinya, hingga seorang NVA mendapatkan dirinya. Hue ingin agar prajurit musuh itu menembaknya mati, namun prajurit NVA itu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menangkap komandan batalyon ARVN yang terkenal saat memimpin unit elit Hac Bao dalam pertempuran Hue. Interogator Hue, yang mengaku berasal dari desa asal Hue, Ke Mon, menginformasikan bahwa Jenderal Giap sendiri ingin bertemu dirinya, dan punya rencana khusus untuk Hue. Kini dimulailah “kehidupan baru” Hue sebagai tawanan Komunis. Sementara itu meski NVA berusaha agar Hue tetap hidup, mereka tidak memiliki obat-obatan untuk merawat luka-luka Hue, dan hanya membersihkannya dengan air garam. Para prajurit ARVN yang ditawan bersama Hue, kemudian dengan susah payah memanggul Hue dari Binh Tram. Mereka berupaya menghindari serangan udara Amerika di sepanjang jalan. Bagi Hue, perjalanan panjang ini seperti di “Neraka”, saat serangga dan belatung menyerbu luka-luka terbukanya dan secara perlahan memakan daging dari jari-jarinya yang nyaris putus. Saat maut sepertinya akan datang kapan saja, yang dipikirkan Hue adalah keluarga mudanya. Yang bisa Hue lakukan adalah menyerahkan masa depannya dan mereka yang dicintainya ke tangan Tuhan. Saat akhirnya tiba di Vietnam Utara, Hue akhirnya dirawat dan diobati, tetapi ia kehilangan beberapa jari-jarinya. Dari sini Hue dan anak buahnya dinaikkan ke truk untuk menuju ke Vinh. Di sepanjang jalan, kerumunan warga sipil mengutuki, meludahi, dan melempari mereka dengan batu. Setelah dipertontonkan di sepanjang jalan, para tawanan dari Lam Son 719 dibawa dengan kereta ke tujuan akhir di penjara Hoa Lo yang dikenal sebagai Hanoi Hilton. Pada usia 29 tahun, Hue menghadapi prospek dipenjara seumur hidup. Sementara itu bagi para penasehat Hue, dihancurkannya batalion 2/2 memberi pukulan yang menyakitkan. Setelah menyambut para penyintas yang berhasil mencapai Khe Sanh, Wiseman dan Greta tidak bisa mendapatkan kepastian akan nasib Hue. Bagi Greta apa yang terjadi dalam Lam Son 719 tidak dapat dimaafkan. Ia kemudian menjadi peminum, dan tidak pernah pulih dari trauma akibat kehilangan rekan-rekan Vietnam-nya. Bagi Wiseman, Operasi Lam Son 719 lebih bersifat personal, kini ia bertanggungjawab atas keluarga Hue. Tidak mempercayai bahwa Hue sudah mati, Wiseman akan mencari keberadaan rekannya ini selama bertahun-tahun, untuk memenuhi janjinya sebelumnya.

CATATAN AKHIR

Setelah Hue ditangkap dan dievakuasinya sisa-sisa batalion 2/2 dan 4/2, pasukan ARVN terus dipukul mundur dari Laos. Pada tanggal 23 Maret, pasukan Lapis Baja ARVN berhasil lolos dari Laos, dengan kehilangan 21 tank, 26 APC, 13 Buldoser, 2 perata jalan, 2 trailer, dan 51 kendaraan lainnya. Pada hari berikutnya elemen-elemen terakhir dari Marinir Vietnam keluar dari Laos, dan Operasi Lam Son 719 dinyatakan berakhir. Selama operasi, pasukan ARVN bertempur dengan keras dan baik. Dengan bantuan kekuatan udara Amerika, pasukan ARVN membuat kerusakan besar bagi jaringan logistik musuh di Laos dan menyebabkan 13.000 kematian di pihak NVA. Meski demikian hasil operasi tidak seperti yang diharapkan dan gagal mencegah NVA melancarkan ofensif satu tahun kemudian. Dalam operasi Lam Son 719, ARVN menderita 8.000 korban dan sekitar 3.800 diantaranya gugur. Jumlah ini mewakili 45% dari kekuatan yang dikerahkan dalam operasi. Sementara itu untuk mendukung operasi Lam Son 719, pasukan Amerika kehilangan lebih dari 100 helikopter dan 7 pesawat. Di sisi lain, walau faktor politik dan lemahnya kepemimpinan Vietnam Selatan menjadi penyebab utama kegagalan, namun pemerintah Thieu secara tidak kenal lelah mencitrakan Lam Son 719 sebagai kemenangan besar. Namun upaya ini tidak dapat menutupi apa yang dirasakan oleh warga sipil Vietnam Selatan saat melihat para pahlawan mereka kembali dan banyaknya keluarga mereka menjadi korban pertempuran di Laos. Hal yang sama dirasakan oleh Dinh, yang mesti bersama unitnya tidak dilibatkan dalam pertempuran di Laos, namun memonitor dengan dekat apa yang terjadi di sana. Dinh mendengar bahwa bekas unitnya, batalion 2/3 dihajar dengan parah dan harus ditarik dari medan tempur. Ia juga mengetahui bahwa rekannya Tran Ngoc Hue hilang dan unitnya, batalion 2/2 dihancurkan. Dinh, seperti banyak rekan-rekan ARVN nya percaya bahwa para prajurit yang pemberani telah hilang di Laos karena “para prajurit yang bagus telah dikorbankan untuk kepentingan politik dan keangkuhan.”

Tentara Vietnam Selatan yang mundur mengevakuasi yang terluka dari Laos. Meski merupakan operasi yang kacau, namun pemerintah Thieu secara tidak kenal lelah mencitrakan Lam Son 719 sebagai kemenangan besar. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Bersambung…

Baca Juga:

Disadur dari:

Vietnam’s Forgotten Army, Heroism And Betrayal In The ARVN by Andrew Wiest, 2008; p 197-209, p 212-226

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *