Perang Timur Tengah

Pertempuran Krusial Memperebutkan Air Sungai Yordan, 1964-1967

Pada bulan Juni 1964 pekerjaan pada saluran saluran air All-Israel telah selesai, dan pemompaan air dari Danau Kinneret (biasa dikenal sebagai Danau Galilea) ke Gurun Negev dimulai. Sebagai tanggapan, di puncak konferensi, pemimpin negara-negara Arab memutuskan untuk mengalihkan air dari sungai Yordan melalui kanal sepanjang 70 kilometer yang digali dari lereng gunung Hermon ke lembah Yarmuk, dan dengan demikian menghentikan aliran air ke Danau Kinneret. Untuk menekan pelaksanaan program Suriah, Israel kemudian melancarkan berbagai penembakan khusus menggunakan senjata tank pada jarak hingga 11 km. Itu adalah tindakan yang menggabungkan keberanian dan ketekunan, kecerdikan militer dan profesionalisme. Sekelompok kecil tank yang dipimpin oleh komandan pasukan lapis baja, Jenderal Israel Tal, lalu memungkinkan untuk mencapai tujuan strategis dengan cara taktis militer. 

Tiberias, dengan danau Galilea, Israel. Litograf berwarna oleh Louis Haghe dari lukisan karya David Roberts, 1842. Danau Galilea atau Kinneret merupakan sumber utama air bagi Israel. Pada tahun 1950-60an, negara-negara Arab lawan Israel berupaya mengalihkan sumber air utama menuju danau yang vital ini. (Sumber: https://wellcomecollection.org/)

LATAR BELAKANG

Perjanjian Gencatan Senjata tahun 1949 yang mengikuti akhir dari Perang Arab-Israel 1948, telah menciptakan tiga zona demiliterisasi di perbatasan Israel-Suriah. Yang paling selatan, dan juga yang terbesar, membentang dari bagian tenggara Danau Galilea ke arah timur ke Sungai Yarmuk di mana perbatasan Israel, Yordania dan Suriah bertemu. Di Israel, pengembangan sumber daya air adalah bidang kegiatan yang selalu relevan, dan menjadi dasar dari pembangunan ekonomi jangka panjang mereka. Sayangnya bagi Israel, reservoir air utama, di Lembah Sungai Yordan, terbagi antara Israel, Suriah dan Lebanon, hanya sepertiganya yang berada di dalam wilayah Israel. Dari tiga sungai yang mengalir ke Yordan (Dan, Hasbani, dan Banias), hanya yang pertama mengalir melalui wilayah Israel – tetapi di sepanjang garis perbatasan. Hasbani mengalir di Lebanon, pada jarak sekitar 30 kilometer dari perbatasan. Saluran Sungai Banias membentang dua kilometer di sebelah timur perbatasan dengan Suriah dan berada di bawah kendali Israel hanya setelah tahun 1967. Sementara itu, hulu Sungai Yordan, sebelum mengalir ke Kinneret, membentang sejajar dengan perbatasan Israel-Suriah yang ada sebelum tahun 1967 dan berada di dalam area yang terbuka dan mudah dibidik, dimana secara topografi dekat dengan Pegunungan Golan yang dikuasai Suriah. Antara akhir Perang Kemerdekaan (1948) dan Perang Enam Hari (1967), situasi taktis memburuk karena pembentukan zona demiliterisasi, yang sebagian meluas ke wilayah barat Yordania. Pada awal tahun lima puluhan, tindakan praktis mulai mengubah Sungai Yordan menjadi sumber utama air negara Israel. Pekerjaan dimulai dengan mengeringkan rawa-rawa Hula untuk meningkatkan jumlah lahan pertanian yang subur (tujuan ini tidak tercapai) dan untuk memusatkan air Sungai Yordan dalam satu kanal pusat untuk mencegah potensi kehilangan air. Musim semi tahun 1951 Orang-orang Suriah mulai mengancam para pekerja dan terlibat dalam aksi pengurasan, dan menembaki para pekerja Israel. Orang-orang Suriah membenarkan tindakan mereka dengan fakta bahwa pekerjaan yang dilakukan orang-orang Israel akan membawa keuntungan militer bagi Israel dan sebagian dilakukan di wilayah Arab tanpa izin dari pemiliknya. Terlepas dari campur tangan dan intervensi terus-menerus dari komisi gencatan senjata PBB – pekerjaan berakhir seperti yang direncanakan.

Wilayah Israel dan tetangga-tetangga Arab-nya setelah gencatan senjata tahun 1949. (Sumber: https://www.jewishvirtuallibrary.org/)
Air deras keluar dari waduk Yarmuk ke sungai Yarmuk, 1933. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Sungai Banias di Syria tahun 1960-an. (Sumber: https://www.delcampe.net/)

Pada tahun yang sama, program pipa air Israel dimantapkan, yang merencanakan untuk membawa air ke pusat dan ke selatan negara itu. Awalnya, program ini didasarkan pada gagasan untuk membuat kanal dari Jembatan Bnot Ya’akov. Saluran ini direncanakan untuk membawa air dari Yordania ke daerah Korazim. Rencana awal termasuk pembuatan air terjun buatan dari Korazim ke Danau Kinneret, pembangkit listrik, peningkatan level air di Kinneret dan penyaluran air ke selatan secara gravitasi melalui saluran dan pipa. Proyek kanal pengalihan untuk jalur air Israel dilakukan di dekat perbatasan Suriah, dan sebagian di zona demiliterisasi tengah. Orang-orang Suriah segera mulai mengganggu pekerjaan itu secara militer (menembak dan meranjau), dan lewat jalur diplomatik (melalui seruan ke komisi gencatan senjata dan PBB). Pada akhirnya, presiden AS, Eisenhower, memutuskan untuk campur tangan dan, untuk mencegah eskalasi konflik lebih lanjut, dengan mengirim utusan khususnya, Duta Besar Eric Johnston, sebagai kepala tim spesialis air. Menurut program pembagian air regional yang dikembangkan oleh mereka, 31% dari air sungai Yordania dan Yarmuk dialokasikan untuk Israel. Setelah negosiasi yang sulit dan panjang, program ini ditolak oleh Israel dan negara-negara Arab. Sementara itu, pada bulan Oktober 1953, Dewan Keamanan PBB melarang pembangunan kanal pengalihan untuk saluran tersebut. Saat itu, Israel meluncurkan rencana alternatif: memompa air dari Danau Kinneret, dengan bantuan listrik yang dihasilkan oleh Perusahaan Listrik (Hevrat ha-Hashmal) ke lembah Zalmon dan kemudian ke lembah Beit-Netofa. Dari sana, air melalui pipa berdiameter besar mengalir ke dataran rendah pesisir dan kawasan Negev.

Peta proyek National Water Carrier Israel. (Sumber: https://www.researchgate.net/)
Para pekerja Israel mengerjakan proyek National Water Carrier. (Sumber: http://www.zionistarchives.org.il/)
Proyek National Water Carrier menelan biaya 420 juta lira Israel, dan lebih dari 4000 pekerja ambil bagian di dalamnya. (Sumber: http://www.zionistarchives.org.il/)

Pada tahun 1955, Rencana Air Terpadu Lembah Yordan (Rencana Johnston) diterima oleh komite teknis Israel dan Liga Arab, tetapi Dewan Liga Arab memutuskan untuk tidak meratifikasi rencana tersebut pada tanggal 11 Oktober 1955. Para pemimpin Arab berpendapat bahwa peningkatan pasokan air bagi Israel akan mendorong imigrasi lebih banyak pemukim Yahudi, sehingga mengurangi kemungkinan pemulangan pengungsi Palestina dari perang 1948. Menurut sebagian besar pengamat, termasuk Johnston sendiri, penolakan Arab terhadap rencana tersebut bukanlah penolakan total. Meskipun mereka gagal menyetujuinya secara politis, mereka tampaknya bertekad untuk mematuhi rincian teknis dari perjanjian tersebut. Nasser, presiden Mesir, meyakinkan Amerika bahwa orang-orang Arab tidak akan melebihi kuota air yang ditentukan oleh rencana Johnston. Meskipun Rencana Terpadu ini gagal untuk diratifikasi, baik Yordania dan Israel berusaha untuk beroperasi dalam batas alokasi mereka. Pada tahun 1956 Pemerintah Israel telah memutuskan untuk mulai membangun saluran air. Perencanaan dilakukan oleh perusahaan TAHAL (Israel Water Planning), dimana pelaksanaannya dipercayakan kepada perusahaan Mekorot dan anak perusahaannya Shahs. Konstruksi raksasa (menurut ukuran Israel) berlangsung selama 5 tahun. Kapasitas pengalihan awal dari program yang dinamai National Water Carrier ini, tanpa pompa booster tambahan, adalah 320 juta m3, yang masih ada dalam batas-batas Rencana Johnston. Pada bulan Juni 1964. jalur air dimulai tanpa banyak kebisingan dan upacara agar tidak menggoda pihak-pihak yang terlibat dalam konflik atau berpartisipasi dalam Rencana Johnston. Sejak itu, sistem pasokan air telah menyalurkan 400 juta meter kubik air melalui sistem kanal, pipa, dan terowongan sepanjang sekitar 130 km. Namun, negara-negara Arab tetangga masih mempelajari mengenai rencana saluran air utama Israel.

RENCANA PENGALIHAN SUNGAI YORDAN DARI DANAU KINNERET 

Pada bulan Januari 1964, pertemuan puncak Liga Arab diadakan di Kairo dan memutuskan bahwa: “Pendirian Israel adalah ancaman mendasar yang telah disepakati untuk dicegah oleh bangsa Arab secara keseluruhan. Dan karena keberadaan Israel adalah bahaya yang mengancam bangsa Arab, pengalihan perairan Yordan oleh Israel akan melipatgandakan bahaya bagi keberadaan bangsa Arab. Oleh karena itu, negara-negara Arab harus menyiapkan rencana yang diperlukan untuk menangani aspek politik, ekonomi dan sosial, sehingga jika hasil yang diperlukan tidak tercapai, persiapan militer negara-negara Arab secara kolektif, ketika tidak selesai, akan merupakan sarana praktis utama untuk penghancuran akhir dari Israel.” Pada bulan September 1964, anggota Liga Arab berkumpul di Kairo untuk memutuskan langkah apa yang dapat diambil untuk menghalangi Israel dari kemungkinan mengalihkan aliran ke Danau Kinneret dan Sungai Yordan ke selatan. Kepala Negara-Negara Liga Arab mempertimbangkan dua opsi, yakni: 

  1. Pengalihan aliran sungai Hasbani ke Litani dikombinasikan dengan pengalihan Banias ke Yarmouk,
  2. Pengalihan aliran sungai Hasbani dan Banias ke Yarmouk.
Kepala negara Arab dalam pertemuan selama KTT Liga Arab tahun 1964 di Kairo. Duduk di meja berlawanan arah jarum jam: Presiden Abdul Salam Arif dari Irak, Presiden Gamal Abdel Nasser dari Mesir, Raja Saud dari Arab Saudi, Raja Hussein dari Yordania, Emir Abdullah al-Sabah dari Kuwait (tidak terlihat), Putra Mahkota Ali Hassan dari Libya, tidak tidak diketahui, Raja Mohammed dari Maroko (tidak terlihat), Presiden Amin al-Hafiz dari Suriah, Presiden Ibrahim Abboud dari Sudan, Presiden Habib Bourghiba dari Tunisia, Presiden Ahmed Ben Bella dari Aljazair, Ketua Ahmed Shukeiri dari Organisasi Pembebasan Palestina. Dalam konferensi ini diputuskan untuk mengalihkan aliran sungai Hasbani dan Banias ke Yarmouk, guna menyabot proyek pengairan Israel. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Opsi kedua kemudian dipilih. Kembali pada tahun 1953, Suriah sebenarnya sudah pernah menawarkan untuk menggali saluran bypass. Saluran ini akan bisa mengumpulkan air Hasbani, Banias, dan sungai-sungai kecil yang biasanya mengalir dari Golan ke Sungai Yordania dan Danau Kinneret, dipindahkan dengan menggunakan saluran terbuka, pada ketinggian yang sama sepanjang 70 kilometer untuk dialirkan secara gravitasi ke Yarmuk. Di tempat ini rencananya akan dibangun sistem bendungan dan membagi air antara Suriah dan Yordania. Kali ini, Liga Arab menerima rencana saluran bypass ini dan bahkan mengalokasikan uang yang diperlukan untuk proyek ini. Negara-negara Arab telah memutuskan untuk mengurangi 35% dari kapasitas program National Water Carrier Israel, dengan mengalihkan hulu Sungai Yordan (baik Hasbani dan Banias) ke Sungai Yarmouk. Skema ini sebenarnya tidak memadai, karena secara teknis sulit dan mahal. Namun negara-negara Arab tetap kukuh dengan rencananya. Pada awal bulan November 1964. konstruksi dimulai di lereng Hermon di utara Tel Dan. Sebagian besar jalur kanal terbuka untuk pengamatan dan penembakan dari Israel, sehingga orang-orang Suriah juga menyiapkan sistem untuk melindungi pekerjaan tanah dengan tank, senjata serbu, recoilless, dan meriam lapangan yang tersebar di berbagai posisi yang dibentengi. Di sebagian besar tempat, hal itu memungkinkan Suriah untuk melakukan pengamatan dan penembakan di wilayah Israel. Pelaksanaan proyek pengalihan air Suriah ini jelas mengancam keberadaan Israel, karena mengurangi 60% dari aliran air Sungai Yordania dan, sebagai akibatnya, mengeringkan Danau Kinneret akan menyebabkan pengurangan yang signifikan dalam pasokan air minum bagi negeri itu. Oleh karenanya, di pihak militer dan Kementerian Pertahanan diputuskan untuk segera mencegah rencana ini dengan cara apa pun. Untuk tugas ini, kementerian pertahanan Israel kemudian menugaskan satuan lapis bajanya untuk menghentikan proyek negara-negara Arab ini. Dalam momen inilah hadir Israel Tal, komandan satuan lapis baja Israel yang akan turut menentukan berhasil atau tidaknya target Israel ini.

ISRAEL TAL

Israel Tal lahir pada tanggal 13 September 1924. Ia bergabung dengan Angkatan Darat Inggris pada tahun 1941, dan menjadi instruktur senjata ringan serta bertempur sebagai perwira dalam Brigade Yahudi di Afrika Utara dan Italia. Lulus sebagai mahasiswa filsafat, setelah Brigade Yahudi dibubarkan pada tahun 1946, Tal kemudian bergabung dengan Angkatan Pertahanan Israel (IDF) dan ambil bagian dalam perang kemerdekaan negerinya sebagai perwira yunior. Sebagai tentara permanen, ia kemudian dikenal karena kedisiplinannya, ahli dalam menggunakan senapan mesin dan peledak, serta memiliki antusiasme besar terhadap tank dan meriam tembak cepat sebagai senjata dominan yang layak digunakan oleh militer Israel. Berbagai pengamatannya atas pertempuran-pertempuran sebelumnya, meyakinkan dirinya bahwa metode yang dipakai oleh Jenderal Guderian dari Jerman saat Perang Dunia II, adalah taktik ideal yang harus digunakan oleh pasukan lapis baja Israel. Lewat pengalamannya sebagai komandan brigade dalam perang tank di Suez tahun 1956 dan bentrokan-bentrokan berikutnya di sekitar perbatasan Israel, menunjukkan bahwa tank tidak berguna jika tidak diimbangi dengan teknik dan disiplin menembak yang ketat. Konsepnya ini nantinya akan ia terapkan dalam menghentikan proyek pengalihan air Sungai Yordan yang dilakukan Suriah.

Israel Tal, komandan ahli perang lapis baja Israel, yang ditunjuk untuk menghentikan proyek pengalihan Air Suriah. (Sumber: https://www.haaretz.com/)

PERSIAPAN PERTAMA UNTUK MENGATASI TANTANGAN

Pada tanggal 1 November 1964 Kolonel Israel Tal mengambil alih komando pasukan lapis baja. Pendahulunya, Letnan Jenderal David Elazar, diangkat menjadi komandan Distrik Militer Utara. Pada tahun-tahun itu, IDF belum memiliki pangkat Mayor Jenderal (“tat-aluf”) dan setelah periode komando awal, Kolonel Tal segera dipromosikan menjadi letnan jenderal (“aluf”). Bersama-sama, mereka kemudian menguraikan rencana aksi bagaimana peralatan pemindah tanah Suriah akan dihancurkan oleh meriam tank IDF. Mereka percaya bahwa ini akan memungkinkan pekerjaan Suriah dihentikan dengan sumber daya minimal dan kerugian minimal di pihak Israel. Kedua jenderal lalu mengirimkan rencana yang telah dikembangkan ke NGS untuk mendapatkan persetujuannya, Yitzhak Rabin, yang menyetujui rencana tersebut dan memperoleh persetujuan akhir dari kepala pemerintahan Perdana Menteri Levi Eshkol. Saat itu, pasukan tank Israel dilengkapi dengan tank M-50 Sherman yang menggunakan meriam kaliber 75 mm dari Prancis. Selain itu, proses pengadopsian tank M-51 Sherman yang kemampuannya telah ditingkatkan dengan pemasangan meriam kaliber 105-mm asal Prancis dan tank Centurion, di mana meriam asli 20-pounder-nya (83,8mm) diganti dengan meriam 105-mm Inggris yang sangat baik, juga dimulai. Dalam proses “Perang untuk Memperebutkan Air” kedua jenis tank ini digunakan dengan cukup sukses. Agar IDF tidak dituduh melakukan agresi terhadap Suriah dan melanggar perjanjian gencatan senjata, tindakan aktif didahului dengan serangan terhadap patroli Suriah dan pembajakan tanah di wilayah, yang oleh Suriah dianggap dilarang untuk dikunjungi oleh orang-orang Israel. Diharapkan bahwa orang-orang Suriah akan menelan umpan yang diberikan dan melepaskan tembakan lebih dulu. Ini akan memberi tentara Israel “alasan” untuk menanggapi serangan lawan dan memenuhi rencana mereka sendiri. Pertempuran, di mana peralatan pemindah tanah Suriah dihancurkan, didahului oleh dua pertempuran yang melibatkan tank dari daerah Tel Dan ke arah desa berbenteng Nuheila di sebelah utaranya. Desa itu dihuni terutama oleh tentara Suriah. Lokasi ini pada dasarnya adalah pos terdepan tentara Suriah, yang melindungi aktivitas konstruksi di lereng gunung Hermon, di mana proyek saluran pengalihan dimulai.

Tank M-51 Sherman Israel. M-51 Sherman kemampuannya telah ditingkatkan dengan pemasangan meriam kaliber 105-mm asal Prancis. (Sumber: http://www.leo2a5.dk/)
Tank Centurion buatan Inggris yang dilengkapi dengan meriam kaliber 105 mm. (Sumber: https://www.facebook.com/)

INSIDEN PERTAMA DI NUHEILA

Insiden besar pertama terjadi di sektor Tel Dan – Nuheila 3 pada bulan November 1964. Sebuah kompi tank Centurion dari Brigade ke-7, dikomandoi oleh Kapten Shamai Kaplan (kemudian tewas dalam Perang Enam Hari), berada di daerah Tel Dan. Salah satu komandan peleton tank ini adalah Letnan Avigdor Kahalani. Patroli mekanis Israel, kemudian bergerak di sepanjang rute yang diperhitungkan, dan berfungsi sebagai umpan bagi pasukan Suriah yang ditempatkan di Nuheuila. Yang terakhir segera melepaskan tembakan senapan mesin. Kemudian, satu peleton pimpinan Kahalani maju ke posisi menembak dan, dari jarak sekitar 800 meter, melepaskan tembakan ke titik tembak musuh yang mencakup dua tank tua Panzer IV buatan Jerman dari masa Perang Dunia II, senjata recoilless, dan senapan mesin berat. Suriah lalu memperluas sektor area penembakan, yang mengakibatkan pihak Israel kehilangan 8 prajurit dan 2 traktor. Baku tembak kemudian berlangsung lebih dari satu jam dan dihentikan hanya setelah adanya intervensi dari pengamat PBB. Dari sudut pandang awak tank, pertempuran ini bisa dianggap gagal total. Meskipun jarak tembaknya relatif pendek dan penggunaan peluru sekitar 89 butir selama 1,5 jam, target utama (tank dan senjata anti-tank) tidak terkena (Kedua tank Panzer IV Suriah juga membalas dengan sama tidak akuratnya). Jenderal Tal lalu melakukan penyelidikan menyeluruh di tempat kejadian untuk menyelidiki alasan kegagalan tersebut. Antara lain, dia menemukan bahwa tank-tank itu berdekatan satu sama lain, kilatan tembakan dan debu membuat para kru sulit untuk mengamati target. Alasan kegagalan lainnya adalah lemahnya pengenalan kru dengan meriam kaliber 105-mm asal Inggris, yang baru saja mulai beroperasi, tergesa-gesa dipasang di tank-tank dan dikerahkan ke dalam insiden itu. Dia kemudian mengumpulkan para perwira senior pasukan lapis baja untuk melakukan penjelasan, terutama atas kecerobohan dan ketidakmampuan profesional dalam penggunaan senjata tank. Segera setelah itu, serangkaian sesi pelatihan dimulai dengan tujuan meningkatkan kemampuan para kru. 

Letnan Avigdor Kahalani, komandan pleton tank Israel dalam insiden Nuheila pertama. (Sumber: https://newsrnd.com/)
Panzer IV dan T-34 Tentara Suriah pada pertengahan tahun 1960-an. Foto ini menunjukkan senapan mesin DShK buatan Soviet ada di pada dudukan senapan mesin anti pesawat pada tank. Dua tank Panzer IV  tercatat terlibat dalam insiden Nuheila pertama. (Sumber: https://wwiiafterwwii.wordpress.com/)

INSIDEN KEDUA DI NUHEILA

Upaya ini membuahkan hasil sepuluh hari kemudian, pada insiden kedua di Nuheila, tanggal 13 November 1964. Dengan mempertimbangkan temuan dari insiden di tanggal 3 November, 2 peleton tank lainnya ditempatkan di daerah Tel Dan: peleton tank Sherman (pimpinan Miha Erez) dan peleton tank Centurion (pimpinan Israel Potash). Mereka akan dikomandani oleh komandan kompi Shimon Ben-Shoshan. Tank-tank ini ditempatkan pada interval yang signifikan, tabel jarak disiapkan, urutan penghancuran target dan metode penembakan juga ditetapkan. Untuk mendapatkan keuntungan maksimal, insiden itu dijadwalkan dilakukan di tengah hari, ketika sinar matahari yang menyilaukan mengenai mata orang-orang Suriah. Seperti sebelumnya lintasan patroli berikutnya (dengan berjalan kaki dan menggunakan mobil) di sepanjang rute menyebabkan reaksi langsung dari tentara Suriah dalam bentuk tembakan senapan mesin dan mortir. Tank-tank M-50 Sherman mengambil posisi menembak terlebih dahulu, kemudian tank-tank Centurion bergabung dengan mereka dengan menggunakan meriam 105-mm baru. Pada salah satu tank Centurion seorang penembak, yang terkenal karena bakatnya menembaknya ditempatkan untuk menandai sasaran. Dalam insiden ini efisiensi menembak dari dua jenis tank Israel telah meningkat dan tentara Suriah kehilangan 2 tank, 2 senjata recoilless dan sejumlah target lainnya. Untuk keberhasilan ini, komandan kompi Shimon Ben-Shoshan, Israel Potash dan teknisi Zalman Vishnevsky dianugerahi penghargaan (“TSALASH”). Tank dan awaknya tidak terluka, tetapi dalam insiden ini 3 prajurit tewas dan 10 tentara dari unit lainnya terluka. Suriah di sisi lain memutuskan untuk memperluas konflik dan melepaskan tembakan artileri ke pemukiman utara, terutama di kibbutz Dan, yang mengakibatkan kerusakan serius. Tembakan Suriah baru berhenti hanya setelah adanya intervensi otoritas tertinggi di kedua pihak. Untuk pertama kalinya yang melawan artileri Suriah adalah unit penerbangan Israel. 

Dari kiri ke kanan – Kapten Israel Potash, Kapten Shimon Ben-Shoshan dan Sersan Zalman Vishnevsky. Lewat pelatihan dan taktik yang tepat unit tank Israel berhasil meningkatkan kemampuan tembaknya. (Sumber: https://en.topwar.ru/)
Kibbutz Dan di wilayah Galilea. Lahan-lahan pertanian di dekat garis depan kerap menjadi sasaran tembak dari pihak-pihak yang bertikai. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

PERSIAPAN YANG MATANG

Jenderal Tal bagaimanapun tidak puas dengan keberhasilan yang dicapai tentara Israel dalam kondisi yang cukup nyaman saat pertempuran terakhir, yakni dengan jarak pendek antara 800-1000 meter, dan keunggulan topografi posisi tank di atas area lokasi target. Untuk mempersiapkan bentrokan berikutnya, markas besar pasukan lapis baja Israel mengerahkan para kru untuk menjalani pelatihan penembakan tank di Negev. Komandan dan penembak tank yang dimaksudkan untuk berpartisipasi dalam operasi diundang ke pangkalan ini. Pada saat yang sama, pelatihan secara teoretis dan teknis menyeluruh dilakukan: literatur teknis yang relevan dipelajari, para insinyur TAHASH (departemen taktik dalam pasukan tank) memeriksa dan menyempurnakan data dalam tabel penembakan untuk jarak jauh dan teknik Tembakan langsung dan tidak langsung, menembak pada perbedaan ketinggian yang besar antara tank dan target penembakan, dll. Tentara Israel juga mempelajari karakteristik setiap jenis senjata, sistem pembidik, dan amunisi yang digunakan. Jenderal Tal berfokus pada peningkatan akurasi dan peningkatan teknik penembakan. Pelatihan menembak ini berhasil, dan hasilnya tidak butuh waktu lama. Selama pelatihan, pemilihan komandan tank dan penembak dilakukan secara menyeluruh, yang kemudian mereka segera menerapkan pengetahuan mereka dalam praktik sesungguhnya. Di antara penembak menonjol Shalom Cohen dan Jenderal Tal sendiri. Pelatihan kemudian diakhiri dengan latihan menembak dalam kondisi yang mirip dengan yang diharapkan dalam situasi nyata. Sementara itu, pihak Suriah, dengan bantuan perusahaan kontraktor Yugoslavia, terus mengerjakan saluran pengalihan. Pekerjaan terkonsentrasi terutama di 3 zona, yakni: di utara – di lereng Gunung Hermon, dekat hulu Sungai Banias, di tengah, di Jembatan Bnot-Ya’akov dan di selatan, ke sebelah timur dari tempat di mana Sungai Yordan mengalir ke Danau Kinneret.

Tank Centurion Israel berlatih di Gurun Negev. Dalam pelatihan Jenderal Tal berfokus pada peningkatan akurasi dan peningkatan teknik penembakan. (Sumber: https://armorama.com/)

PERTEMPURAN MEMPEREBUTKAN AIR, BAGIAN PERTAMA

Kemampuan untuk menerapkan skill yang telah dilatihkan ini terlihat dengan cukup cepat. Pada tanggal 17 Maret 1965, seorang pengemudi traktor Israel tewas oleh tembakan tentara Suriah di Almagor. Pihak Israel kemudian memutuskan untuk menggunakan insiden ini untuk memulai tindakan terhadap upaya untuk pengalihan air yang dilakukan Suriah. Targetnya adalah titik pengalihan di utara Tel Dan. Setelah tentara Suriah melepaskan tembakan ke patroli Israel, dua peleton tank mengambil posisi menembak: satu peleton tank Sherman, di mana Jenderal Tal berada di salah satu tank sebagai penembak dan satu peleton tank Centurion di mana Shalom Cohen berada di salah satu tank sebagai penembak. Dalam hitungan menit, 11 target hancur: 2 buldoser, 4 kompresor, dan target lainnya, termasuk personel teknis. Jarak penembakan adalah mulai dari 2000 hingga 2400 meter. Disamping itu terdapat perbedaan ketinggian topografi yang signifikan antara posisi penembak dan target. Orang-orang Suriah sangat terkejut dan tidak bisa membalas tembakan. Kejadian ini membuktikan kemampuan tank untuk mengatasi masalah pengalihan sumber air. Kepercayaan dari pimpinan politik dan militer tertinggi Israel terbukti benar. Sebagai akibat dari insiden di lereng gunung Hermon, Suriah memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan penggalian di jembatan Bnot-Ya’akov, di mana saluran pengalihan dipindahkan dari posisi Israel sejauh lebih dari 5 kilometer. Selain jarak yang jauh, Suriah mempertahankan situs proyek di sebelah barat dengan urukan tanah.

Jenderal Tal (kanan). Tal tidak hanya merancang taktik, namun juga hadir di garis depan mengeksekusi rencananya dalam mengganggu proyek pengalihan air Suriah. (Sumber: https://en.topwar.ru/)

PERTEMPURAN MEMPEREBUTKAN AIR, BAGIAN KEDUA (OPERASI HAMMER)

Jenderal Tal, selama pelatihan di Negev, sudah membayangkan situasi seperti itu. Kali ini ia memutuskan untuk menggunakan tank M-51 Sherman, yang dipersenjatai dengan meriam Prancis kaliber 105 mm dengan proyektil kuat dan sumbu waktu tunda. Pada tanggal 13 Mei 1965, bentrokan baru dimulai. Tank-tank Israel berada di daerah Kfar HaNassi. Karena jarak yang jauh dan karakter dari target, kru tank menggunakan bantuan pengamat yang dilengkapi dengan teleskop yang kuat. Ini membantu mereka dalam memandu penembakan. Pada sore hari, patroli Israel keluar menuju ke zona yang ditentukan sebagai pancingan dan ketika tentara Suriah melepaskan tembakan, tank-tank Israel merespons dengan balasan dari jarak 5.800-6.000 meter dan berhasil menghancurkan 2 dari tiga buldoser. Salah satunya hancur ketika sebuah peluru menghantam pertahanan yang melindunginya. Angkatan udara Israel kemudian menerbangkan beberapa pesawat, tetapi mereka tidak perlu berbuat apa-apa. Kali ini tentara Suriah tidak mulai membalas tembakan. Orang-orang Suriah lalu menghentikan pekerjaan penggalian dan membatasi diri untuk membersihkan jalur sepanjang 6,5 km. Hampir semua pekerjaan kemudian dipindahkan ke daerah timur Almagor, dengan jarak sekitar 10 km dari posisi Israel.

Barisan tank M-51 Sherman di dekat danau Galilea. (Sumber: https://armorama.com/)

PERTEMPURAN MEMPEREBUTKAN AIR, BAGIAN KETIGA (OPERASI BEZEK) 

Insiden ketiga dan terakhir terjadi pada bulan Agustus 1965, di daerah Almagor. Sekarang jaraknya membesar – dari 10 hingga 11 km. Kali ini, Suriah juga menambahkan sistem pertahanan anti-tank yang ditingkatkan, yang seharusnya menghentikan segala upaya Israel untuk mencegah proyek pengalihan air mereka. Karena itu, pihak Israel membagi tugas diantara pasukannya. Sebuah unit tank dibentuk, yang terdiri dari satu peleton tank M-51 Sherman dengan meriam buatan Prancis kaliber 105 mm dan satu regu tank Centurion dengan meriam buatan Inggris kaliber 105 mm. Tank-tank tersebut dikelompokkan kembali sebagai berikut: 2 tank Sherman dan satu tank Centurion (penembak – Shalom Cohen) akan menghancurkan peralatan konstruksi pada jarak 10,5 km. Dua tank Centurion yang tersisa dan satu tank Sherman akan menempatkan diri di daerah terdekat (pada ketinggian 62 meter, dimana posisi dan tank Suriah berada di zona itu). Dalam salah satu tank ini, penembaknya adalah Jenderal Tal, komandan tank-nya adalah Binyamin Oshri, pada waktu itu adalah komandan batalyon ke-82. Pengisi amunisi di tank ini adalah Shlomo Lahat – komandan brigade ke-7. Sehari kemudian, tank-tank itu ditempatkan di sepanjang rute kanal di sisi Israel, sebelah timur laut Almagor.

Tank T-34-85 Suriah. Sebuah tank T-34 Suriah menjadi korban tank Jenderal Tal dalam Operasi Bezek. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Seperti bentrokan yang terakhir kali, personel pengintai terlibat untuk membantu penembakan. Perlu dicatat bahwa tank-tank Israel ditempatkan di satu-satunya tempat di seluruh zona Suriah di mana pasukan Israel memiliki keunggulan topografi. Sebelum tengah hari, traktor Israel memasuki zona demiliterisasi. Jenderal Tal kemudian melihat senjata recoilless Suriah. Sesudah siap untuk menembak, Tal lalu menembakkan proyektil dan mengenai sasaran. Kemudian sebuah tank Suriah ditemukan, dari mana jaring kamuflase-nya dilepas. Kembali Tal dengan dua tembakan berhasil mengenainya. Kemudian Letnan Kolonel Oshri menemukan sebuah tank T-34, yang turun di lereng yang berlawanan dan menarik perhatian penembak Tal. Tembakan diluncurkan oleh tank Tal, dan dengan dilalap api tank T-34 itu meluncur ke bawah. Pada titik ini, tank Oshri terkena tembakan, kemungkinan diluncurkan dari meriam anti-tank self-propelled SU-100. Letnan Kolonel Oshri terluka parah di kepala (dia kemudian pensiun dari tentara). Segera setelah ditembaki, peralatan konstruksi Suriah rusak pada jarak sekitar 11 km, dan seperti yang ditunjukkan oleh salah satu tim pengamat, salah satu kendaraan Suriah terkena pada tembakan pertama. Selanjutnya, insiden itu kemudian meningkat menjadi duel artileri yang berakhir hanya dua jam kemudian dengan intervensi PBB. Tembakan dari salah satu senjata Israel menyebabkan kematian seorang perwira Suriah. Tentara Suriah kemudian masih terus bekerja selama beberapa waktu di Kubet-Kara, tetapi kemudian mereka memindahkan proyek mereka lebih jauh ke timur Danau Kinneret, di mana tank-tank Israel tidak dapat menjangkau mereka.

PERTEMPURAN AKHIR

Kondisi tegang ini terus berlangsung pada musim panas tahun 1966, ketika pesawat-pesawat tempur Israel dan Suriah saling bertarung di udara. Pada kesempatan ini, pesawat tempur Mirage III Israel mencetak kemenangan udara pertamanya pada tanggal 14 Juli 1966. Sebuah formasi penyerang dari pesawat pembom tempur Myster IVA, menyerang posisi baterai-baterai artileri Suriah, sebagai respon dari penembakan berat senjata-senjata artileri Suriah. Ketika pesawat-pesawat penyerang Israel diancam oleh sebuah flight jet tempur MiG-21 Fishbed Suriah, flight Mirage pelindung menyongsong menghadapi mereka. Dalam pertempuran udara ini sebuah MiG menjadi korban dari kapten Yoram Agmon. Sebulan kemudian pilot Mirage kedua mengklaim menembak jatuh MiG-21 Suriah lainnya yang menembaki sebuah kapal patroli Israel di Danau Galilea. Pada bulan Juli itu juga, Angkatan Udara Israel menyerang peralatan pemindahan tanah, yang terletak pada jarak 22 km dari perbatasan. Pada akhirnya rencana pengalihan air oleh pihak Suriah (lebih tepatnya, pan-Arab) dibatalkan. 

Ilustrasi Mirage III Israel menembak jatuh sebuah MiG-21 dari sebuah negara Arab. Dalam pertempuran memperebutkan air Sungai Yordan, Mirage III Israel mencetak kemenangan udara pertamanya pada tanggal 14 Juli 1966. (Sumber: https://www.aces-high.com/)

LANGKAH-LANGKAH TAMBAHAN UNTUK MEMPERKUAT PASUKAN TANK

Pertempuran untuk memperebutkan air, meskipun penting bagi keamanan dan kemakmuran Israel, telah dilupakan, terutama karena perang besar yang mengikutinya. Namun, perlu dicatat dalam 3 poin utamanya dari bentrokan-bentrokan ini: 

  1. Kesuksesan penuh di pihak Israel dalam mencapai tujuannya dengan kerugian dan investasi minimal. 
  2. Militer Israel berhasil mencapai tujuan strategis dengan cara taktis, seperti menembakkan meriam tank secara langsung di bawah kondisi yang sebelumnya tidak diketahui dan pada jarak yang tidak mudah; sembari tetap mencegah pecahnya perang dalam skala penuh. 
  3. Dalam bentrokan ini, kita bisa melihat awal dari proses pembentukan profesionalisme dan pengembangan keunggulan skill pada pasukan tank di bawah pimpinan Jenderal Israel Tal. Standar diciptakan di sini yang kemudian membantu menetapkan taktik dan arah untuk pengembangan pasukan tank Israel.
Pada akhirnya Israel berhasil mengamankan sumber air utamanya dari gangguan negara-negara Arab. (Sumber: https://www.gordonengineers.com/)
Pertempuran memperebutkan air tahun 1964-1967 menunjukkan bahwa pasukan tank krusial bagi pertahan Israel. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Battle of the Water, 1964-65; December 11 2014 by Lieutenant Colonel in the reserve Dan Naeman (served as an operational officer (“Ktsin Mivtsaim”) of armored forces during the Battle of Water;); Article published in the magazine “Shiron” in December 2000 Translation from Hebrew – “Voltmeter

https://en.topwar.ru/64468-bitva-za-vodu-1964-65gg.html

Tank Versus Tank: The Illustrated Story of Armored Battlefield Conflict in the Twentieth Century, Book by Kenneth Macksey, 1999; p 158, p 162

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Israel_Tal

https://en.m.wikipedia.org/wiki/War_over_Water_(Jordan_river)

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Headwater_Diversion_Plan_(Jordan_River)

Fighters Over Israel: The Story of the Israeli Air Force from the War of Independence to the Bekaa Valley by Lon Nordeen, 1990; p 62-63

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *