Perang Vietnam

Rescue Dawn, Kisah Nyata Dibalik Pelarian Tawanan Paling Dramatis Dalam Perang Vietnam

Saat terbang rendah di atas hutan Laos yang berbahaya dan tidak bisa ditembus dalam misi pemboman terhadap Pasukan Komunis, Kolonel Angkatan Udara AS Eugene Deatrick melihat sosok sendirian yang melambai kepadanya dari tempat terbuka di bawah. Dia melanjutkan jalur penerbangannya, tetapi sepuluh menit kemudian – ragu kalau ada seorang penduduk asli di medan yang berbahaya ini mencoba menarik perhatiannya – dia memutuskan untuk kembali melakukan pengamatan lagi. Kali ini, dia melihat huruf-huruf SOS dieja di atas batu. Di sampingnya berdiri seorang lelaki kurus berpakaian compang-camping, melambaikan sisa-sisa parasut di atas kepalanya dan memberi isyarat dengan putus asa. Saat itu tahun 1966. (Dieter) Dengler telah  dinyatakan hilang dan diduga sudah mati, selama enam bulan, dan menjadi sasaran penyiksaan kejam dari para penahannya. 

Adegan film Rescue Dawn (2006) saat Dieter Dengler diselamatkan. Saat itu tahun 1966. (Dieter) Dengler telah  dinyatakan hilang dan diduga sudah mati, selama enam bulan, dan menjadi sasaran penyiksaan kejam dari para penahannya. (Sumber: https://www.rogerebert.com/)

LITTLE DIETER LEARN TO FLY

Dieter Dengler lahir dan dibesarkan di kota kecil Wildberg, di wilayah Hutan Hitam negara bagian Jerman, Baden-Württemberg pada tanggal 22 Mei 1938. Ia tidak sempat kenal ayahnya yang gugur pada musim dingin 1943/1944 dalam Perang Dunia II. Dengler kemudian menjadi sangat dekat dengan ibu dan saudara-saudaranya. Kakek dari pihak ibu Dengler, Hermann Schnuerle, menolak untuk memilih Adolf Hitler dalam pemilihan umum tahun 1934 (yang dianggap sebagai referendum pengesahan kediktatoran Hitler). Selanjutnya dia diarak keliling kota dengan plakat di lehernya, diludahi dan kemudian dikirim untuk bekerja di tambang batu selama satu tahun. Dengler memuji bahwa tekad kakeknya sebagai inspirasi utama selama waktu penahanannya di Laos. Keteguhan kakeknya meskipun menghadapi risiko besar adalah salah satu alasan Dengler menolak permintaan pihak Vietnam Utara agar ia menandatangani dokumen yang mengecam agresi Amerika di Asia Tenggara, saat Dengler ditangkap. Dengler dibesarkan dalam kemiskinan yang ekstrem tetapi selalu menemukan cara untuk membantu keluarganya bertahan hidup. Dieter dan saudara-saudaranya akan pergi ke gedung-gedung yang dibom, merobek wallpaper, dan membawanya ke ibu mereka untuk direbus sebagai nutrisi dalam pasta wallpaper berbahan gandum. Ketika anggota kelompok kecil tentara Maroko (bagian dari tentara Prancis) yang tinggal di daerah itu akan menyembelih domba untuk makanan mereka, Dieter akan menyelinap ke penginapan mereka untuk mengambil sisa-sisa makanan dan sisa-sisa yang tidak akan mereka makan dan ibunya akan membuatkan makan malam dari bahan-bahan itu. Dia juga sempat membuat sepeda dengan mengais-ngais dari tempat pembuangan sampah. Dieter lalu magang ke pandai besi pada usia 14 tahun. Pandai besi dan anak laki-laki lainnya, yang bekerja enam hari seminggu untuk membangun jam raksasa dan jam guna memperbaiki katedral Jerman, secara teratur memukulinya. Di kemudian hari, Dieter berterima kasih kepada para ‘mantan gurunya’ ini “atas pelatihannya yang disiplin dan karena membantu menjadikan Dieter lebih mampu, mandiri, dan ya, ‘cukup tangguh untuk bertahan'”. 

Anak-anak Jerman bermain di tengah reruntuhan perang di tahun 1946. Dalam kondisi semacam ini Dieter Dengler dibesarkan. Dengler memang dibesarkan dalam kemiskinan yang ekstrem tetapi selalu menemukan cara untuk membantu keluarganya bertahan hidup. (Sumber: https://histclo.com/)

Perkenalan pertama Dengler dengan pesawat adalah selama Perang Dunia II ketika ia menyaksikan sebuah pesawat tempur Sekutu menembakkan senjatanya ketika terbang sangat dekat melewati depan jendela rumah Dieter muda yang mengintip dari dalam di kota kelahirannya. Sejak saat itu, Dengler mengatakan bahwa dia ingin menjadi pilot. Ini adalah sebuah keputusan yang ironis, mengingat ketertarikannya akan dunia aviasi adalah saat dia melihat pesawat musuh menyerang negaranya. Lebih aneh lagi dia memutuskan pindah ke Amerika untuk bergabung dengan Angkatan Udara bekas musuh negeri kelahirannya itu. Setelah melihat iklan di majalah Amerika, yang menyatakan kebutuhan akan pilot, dia memutuskan untuk pergi ke Amerika Serikat. Meskipun seorang teman dari keluarga setuju untuk mensponsori dia, dia kekurangan uang untuk perjalanan dan datang dengan rencana untuk secara mandiri memulung kuningan dan logam lainnya untuk dijual guna menambah ongkosnya ke Amerika. Pada tahun 1956, ketika ia berusia 18 tahun dan setelah menyelesaikan masa magangnya, Dengler menumpang ke Hamburg dan menghabiskan dua minggu bertahan hidup di jalanan menunggu kapal berlayar ke New York City. Saat berada di kapal, dia menyimpan buah dan sandwich untuk beberapa hari mendatang dan ketika melewati bea cukai, petugas bea cukai tercengang ketika menyaksikan makanan jatuh dari bajunya. Dia sempat tinggal di jalanan Manhattan selama lebih dari seminggu dan akhirnya menemukan jalannya ke tempat perekrutan Angkatan Udara. Dia saat itu yakin bahwa menerbangkan pesawat adalah tujuan dari setiap kadet Angkatan Udara, jadi dia mendaftar pada bulan Juni 1957 dan mengikuti pelatihan dasar di Lackland AFB di San Antonio, Texas. Setelah pelatihan dasar, Dengler justru menghabiskan dua tahun mengupas kentang dan kemudian dipindahkan ke bagian motor sebagai mekanik. Kualifikasinya sebagai masinis lalu mengarahkannya pada penugasan sebagai pembuat senjata. Dia lulus tes untuk kadet penerbangan tetapi diberitahu bahwa hanya lulusan perguruan tinggi yang dipilih untuk menjadi pilot dan pendaftarannya berakhir sebelum dia dipilih untuk menjalani pelatihan pilot. Setelah keluar dari Angkatan Udara, Dengler bergabung dengan saudaranya yang bekerja di toko roti dekat San Francisco dan mendaftar di San Francisco City College, kemudian dipindahkan ke College of San Mateo, di mana ia belajar ilmu aeronautika. 

Setelah melewati jalan yang berliku, sebagai imigran asal Jerman, Dieter Dengler berhasil menjadi pilot AL Amerika. (Sumber: https://www.thefamouspeople.com/)
Pesawat serang Douglas A-1 Skyraider. Menerbangkan Skyraider, Dengler bergabung dengan Skuadron VA-145 ketika skuadron itu bertugas di darat di Pangkalan Udara Angkatan Laut Alameda, California. (Sumber: https://wall.alphacoders.com/)
USS Ranger pada bulan Agustus 1961. Pada tahun 1965 skuadron Dengler bergabung dengan kapal induk USS Ranger. Pada bulan Desember kapal induk itu berlayar menuju pantai Vietnam. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

Setelah menyelesaikan dua tahun kuliah ia melamar program kadet penerbangan Angkatan Laut AS dan diterima. Dengler terbukti siap melakukan apa saja untuk bisa menjadi pilot. Dalam penerbangan perdananya di pelatihan penerbangan utama, misalnya, instruktur memberi tahu Dengler bahwa jika dia mabuk udara dan muntah di kokpit, dia akan menerima “down” pada catatannya. Siswa penerbang hanya diizinkan “down” tiga kali, sebelum kemudian mereka akan dikeluarkan dari pelatihan penerbangan. Instruktur kemudian membawa pesawat melalui putaran demi putaran yang menyebabkan Dengler menjadi pusing dan kehilangan arah. Mengetahui dia akan muntah dan tidak ingin menerima status “down“, Dengler kemudian melepas sepatu botnya, muntah ke dalamnya dan memakainya kembali. Di akhir penerbangan, instruktur memeriksa kokpit dan dapat mencium bau muntahan, tetapi tidak dapat menemukan bukti apa pun. Dia lalu tidak mendapatkan status “down“. Setelah menyelesaikan pelatihan penerbangan, Dengler pergi ke Naval Air Station di Corpus Christi, Texas untuk mengikuti pelatihan sebagai pilot pesawat serang Douglas AD Skyraider. Dia bergabung dengan Skuadron VA-145 ketika skuadron itu bertugas di darat di Pangkalan Udara Angkatan Laut Alameda, California. Pada tahun 1965 skuadron Dengler bergabung dengan kapal induk USS Ranger. Pada bulan Desember kapal induk itu berlayar menuju pantai Vietnam. Dia awalnya ditempatkan di Stasiun Dixie, di Vietnam Selatan kemudian pindah ke utara ke Stasiun Yankee untuk menjalani operasi melawan Vietnam Utara. Menurut Bruce Henderson yang mengenal Dieter Dengler dan mewawancarainya (untuk bukunya yang ditulis dengan baik dan banyak diteliti orang, yang berjudul Hero Found), menggambarkan keadaan pikiran Dieter selama periode ini: “Sebenarnya, Dieter adalah seorang yang anti-perang. Setelah mengalami sendiri satu perang besar, dan melihat dampaknya yang mengerikan – termasuk ayahnya yang terbunuh – dia bukan sosok yang sok patriotis ingin menjalani perang lainnya di Asia Tenggara. Dia bahkan tidak tahu di mana Vietnam berada, dan ketika dia mengetahui seberapa jauh jaraknya, dia tidak setuju dengan argumen bahwa Vietnam adalah ancaman (bagi Amerika). Namun, Angkatan Laut Amerika telah mengajarinya untuk terbang, dan dia tahu bahwa dia memiliki ‘hutang’ yang wajib dia bayar untuk negara barunya.”

DITEMBAK JATUH

Pada tanggal 1 Februari 1966, sehari setelah kapal-kapal induk Amerika mulai menerbangkan misi dari Stasiun Yankee (baca mengenai Menyerang dari Lautan: Yankee & Dixie Station (1964-1973) di postingan sebelumnya), Letnan muda (LTJG) Dengler (27 tahun) meluncur dari kapal induk USS Ranger bersama dengan tiga pesawat lain dalam misi pengintaian dan penyerangan terhadap konvoi truk yang telah dilaporkan bergerak di daerah Vietnam Utara. Badai petir kemudian memaksa para pilot untuk mengalihkan misi ke target sekunder mereka, sebuah persimpangan jalan yang terletak di sebelah barat Mu Gia Pass di Laos. Pada saat itu, operasi udara A.S. di Laos diklasifikasikan sebagai “rahasia” (karena perjanjian netralitas Laos yang diratifikasi USA, Vietnam Utara, juga Soviet). Visibilitas saat itu buruk karena asap dari akibat pembakaran ladang, dan setelah meluncur pada target, LTJG Dengler dan pilot2 sepenerbangannya kehilangan pandangan satu sama lain saat terbang di ketinggian 3.048 meter. Saat itu pukul 09.00 pagi. Begitu buruknya visibilitas, ketika Dengler memutar Skyraider-nya diatas sasaran setelah terbang selama dua setengah jam menuju ke wilayah musuh, ia segera dihadang oleh tembakan anti-pesawat kaliber 57 mm. “Ada ledakan besar di sisi kanan saya,” ingatnya ketika diwawancarai sesaat sebelum kematiannya pada tahun 2001. “Itu seperti kilat menyambar. Sayap kanan pesawat hilang. Pesawat tampak berguling-guling di langit dalam gerakan lambat. Ada lebih banyak ledakan – boom, boom, boom – dan saya masih bisa memandu pesawat menuju tempat terbuka di Laos (uniknya Dieter juga masih bisa mengenai sasarannya).” Mesin pesawatnya mulai terganggu dan berhenti. Dieter berteriak, ”Mayday! Mayday!” di radionya. Dia kemudian berkata: “Banyak sekali, orang-orang bertanya kepada saya apakah saya takut. Sebelum meninggal, tidak ada lagi rasa takut. Saya merasa saya melayang.” Dilemparkan setinggi 100 kaki (sekitar 30 meter) dari pesawat dalam pendaratan darurat, Dengler berbaring tak sadarkan diri selama beberapa menit sebelum kemudian berlari ke hutan untuk bersembunyi. Ketika teman satu flight-nya menyadari bahwa Dengler telah jatuh, mereka tetap yakin bahwa ia akan diselamatkan.

Ilustrasi A-1 Skyraider melakukan serangan di Vietnam. Pada tanggal 1 Februari 1966, Dengler yang menerbangkan misi penyerangan di sekitar sebelah barat Mu Gia Pass di Laos, ditembak jatuh. (Sumber: https://www.amazon.fr/)
Area di sekitar Mu Gia Pass, dimana Dengler ditembak jatuh. (Sumber: https://www.exploreindochina.com/)

DITANGKAP PATHET LAO

Segera setelah dia ditembak jatuh, Dengler menghancurkan radio daruratnya dan menyembunyikan sebagian besar peralatan bertahan hidup lainnya untuk mencegah pihak pemburunya dari tentara Vietnam Utara atau komunis Laos menemukannya. Sehari setelah ditembak jatuh, Dengler ketika mencoba memberi isyarat kepada tim penyelamat yang terbang di atas wilayah hutan lebat (yang dikendalikan oleh Pathet Lao dan tentara reguler Angkatan Darat Vietnam Utara) ditangkap oleh kelompok Pathet Lao, Gerilya Komunis Laos yang setara dengan Front Pembebasan Nasional komunis Vietnam Selatan (Vietcong). Dia digiring masuk hutan selama beberapa hari dari desa ke desa, dan kemudian diikat di tanah ke empat pancang yang membuka lebar-lebar kakinya untuk menghentikan segala upaya melarikan diri di malam hari. Di pagi hari wajahnya akan bengkak karena gigitan nyamuk dan dia tidak bisa melihat. Setelah upaya melakukuan pelarian awal ia lalu ditangkap kembali saat sedang minum dari mata air. Menurut Dengler ia kemudian disiksa sebagai pembalasan: “Saya telah melarikan diri dari mereka, (dan) mereka ingin membalas dendam.” demikian pikir Dengler. Dia sempat digantung terbalik di pergelangan kakinya dengan sarang semut yang diletakkan di mukanya menggigiti wajahnya sampai dia pingsan, lalu digantung di sumur yang membeku di malam hari – sehingga jika tertidur, dia bisa tenggelam. Pada kesempatan lain ia diseret ke desa-desa dengan seekor kerbau, untuk menghibur para pengawalnya, ketika mereka mencambuki binatang itu. Dia juga diminta oleh pejabat Pathet Lao untuk menandatangani dokumen yang mengecam Amerika Serikat, tetapi dia menolak dan akibatnya dia disiksa ketika potongan-potongan kecil bambu dimasukkan di bawah kuku jarinya dan membuat sayatan pada tubuhnya yang kemudian menyebabkannya bernanah. “Mereka selalu memikirkan suatu cara (penyiksaan) baru untuk dilakukan padaku,” kenang Dengler. “Seorang pria membuat tourniquet tali di lengan atas saya. Dia kemudian memasukkan sepotong kayu, dan memutar dan memutar sampai saraf saya melumpuhkan tulang. Tangan itu benar-benar tidak dapat digunakan selama enam bulan. “

Adegan film Rescue Dawn (2006) saat Dieter Dengler ditangkap gerilyawan Pathet Lao. (Sumber: http://www.filmsufi.com/)
Adegan film Rescue Dawn (2006) saat Dieter Dengler diikat di tanah ke empat pancang yang membuka lebar-lebar kakinya untuk menghentikan segala upaya melarikan diri di malam hari. (Sumber: https://www.andsoitbeginsfilms.com/)

DITAHAN ORANG VIETNAM

Setelah beberapa minggu, Dengler diserahkan kepada orang-orang Vietnam. Ketika mereka menggiringnya melewati desa, seorang pria melepaskan cincin pertunangan Dengler dari jarinya. Dengler mengadu ke para pengawalnya. Mereka menemukan pelakunya, dan dengan singkat mereka memotong jarinya dengan parang dan mengembalikan cincin itu kepada Dengler. “Saya kemudian menyadari di sana bahwa Anda tidak bisa main-main dengan Viet Cong“, katanya. Dengler bagaimanapun telah dilatih untuk melarikan diri dan bertahan hidup di sekolah survival SERE angkatan laut, di mana ia dua kali melarikan diri dari kamp latihan POW yang dijalankan oleh instruktur SERE dan penjaga Marinir serta Dengler sedang merencanakan pelarian ketiga ketika pelatihan berakhir. Dia juga mencatat rekor sebagai satu-satunya siswa yang mampu menambah berat badan (tiga pon/1,3 kg) selama kursus SERE; disamping itu pengalaman masa kecilnya membuatnya tidak takut makan apa pun yang bisa dia temukan dan dia makan makanan yang telah dibuang instruktur ke tempat sampah.

Latihan menjadi tawanan di masa Perang Vietnam. Dalam latihan Survival, Evasion, Resistance, and Escape (SERE) semacam ini, Dieter Dengler mencatat rekor sebagai satu-satunya siswa yang mampu menambah berat badan (tiga pon/1,3 kg) selama kursus. (Sumber: https://www.bridgemanimages.com/)
Adegan film Rescue Dawn (2006). Dengler menolak untuk menandatangani dokumen yang mengecam Amerika Serikat. (Sumber: https://film-grab.com/)

RENCANA MELARIKAN DIRI

Dengler akhirnya dipenjarakan di kamp tawanan perang yang diselimuti hutan dan dijaga oleh gerilyawan Pathet Lao pada tanggal 14 Februari. Enam tahanan lain sudah ada di sana, mereka adalah: Letnan Satu Angkatan Udara Duane Martin, pilot helikopter penyelamat yang ditembak jatuh pada bulan September 1965; orang Amerika lainnya, Eugene “Gene” DeBruin, seorang awak Air America yang telah menyelamatkan diri dari sebuah pesawat kargo yang terbakar pada bulan September 1963; dan empat awak Air America lainnya dari penerbangan itu, yakni warga sipil asal Thailand bernama Prasit Promsuwan, Prasit Thanee dan Phisit Intharathat, dan To Yick Chiu, seorang pria asli Hong Kong, yang dipanggil Y.C. Orang-orang ini telah ditahan oleh Pathet Lao selama lebih dari dua setengah tahun ketika Dengler bergabung dengan mereka. “Saya berharap untuk bisa melihat pilot lain. Apa yang saya lihat membuat saya ngeri. Yang pertama keluar membawa ususnya di tangannya. Yang satu tidak punya gigi – diganggu oleh infeksi yang mengerikan, dia memohon yang lain untuk memukul dengan batu dan paku berkarat untuk mengeluarkan nanah dari gusinya”. “Mereka telah berada di sana selama dua setengah tahun,” kata Dengler. “Saya melihat mereka dan itu sangat mengerikan. Saya menyadari akan seperti itulah penampilan saya dalam enam bulan. Saya harus melarikan diri.” Pada hari pertama dia tiba di kamp, Dengler memberi tahu para tahanan lain bahwa dia bermaksud untuk melarikan diri dan mengundang mereka untuk bergabung dengannya. Mereka menyarankan agar dia menunggu sampai musim hujan ketika akan ada banyak air. Tak lama setelah Dengler tiba, para tahanan dipindahkan ke kamp baru sepuluh mil (16 km) jauhnya di Hoi Het. Setelah pindah, terjadi perdebatan sengit di antara para tahanan dengan Dengler, Martin dan Prasit berdebat untuk melarikan diri yang awalnya ditentang oleh para tahanan lain, terutama Phisit. Saat makanan mulai habis, ketegangan di antara orang-orang meningkat: mereka hanya diberi segenggam nasi untuk dibagikan sementara para penjaga akan mencari rusa, mengambil rumput dari perut hewan untuk dimakan para tahanan sementara mereka berbagi dagingnya. Satu-satunya “makanan” bagi para tahanan adalah ular, yang kadang-kadang mereka tangkap dari jamban umum atau tikus yang tinggal di bawah gubuk mereka yang bisa mereka tombak dengan bambu runcing. Pada malam hari para pria diborgol dan dibelenggu ke pasungan balok kayu. Mereka menderita disentri kronis dan harus berbaring diatas kotoran mereka sampai pagi. 

Duane Martin, rekan sesama tawanan Dengler, merupakan seorang pilot helikopter penyelamat yang ditembak jatuh pada bulan September 1965. (Sumber: https://www.honorstates.org/)
Eugene “Gene” DeBruin. DeBruin, adalah seorang awak Air America yang telah menyelamatkan diri dari sebuah pesawat kargo yang terbakar pada bulan September 1963. (Sumber: http://veterantributes.org/)
Phisit Intharathat, seorang Thailand, salah satu dari empat awak Air America yang ditembak jatuh bersama Eugene “Gene” DeBruin. (Sumber: https://smokejumpers.com/)

Setelah empat bulan di kamp POW Ban Hoi Het, salah satu tahanan asal Thailand mendengar para penjaga berbicara tentang kemungkinan menembak (para tawanan) mereka di hutan dan membuatnya tampak seperti upaya melarikan diri. Mereka (para penjaga) juga kelaparan dan ingin kembali ke desa mereka. Dengan info itu, semua tawanan setuju dan tanggal untuk melarikan diri ditetapkan. Awalnya mereka ingin melarikan diri pada tanggal 4 juli, namun setelah para tahanan mendengar para penjaga berencana untuk membunuh mereka semua, mereka tidak dapat menunggu lebih lama lagi. Rencana mereka adalah untuk mengambil alih kamp dan memberi tanda pada pesawat C-130 Hercules yang melakukan pengintaian malam ke daerah itu. Dengler lalu melonggarkan kayu di bawah gubuk yang memungkinkan para tahanan menyelinap keluar. Rencananya adalah dia pergi meninggalkan gubuk ketika para penjaga sedang makan dan menyita senjata mereka serta menyerahkannya ke Phisit Intharathat dan Promsuwan (tawanan asal Thailand), sementara Martin dan DeBruin mempersiapkan perlengkapan di tempat lain. “Saya berencana untuk menangkap para penjaga saat mereka makan siang, biasanya waktu makan mereka akan meninggalkan senapan mereka untuk makan. Ada waktu dua menit dan dua puluh detik untuk saya bisa menyerang. ”Dalam waktu singkat itu Dengler harus bisa melepaskan semua tawanan dari borgol mereka. 

Adegan film Rescue Dawn (2006). Dengler bersama para tawanan merundingkan upaya melarikan diri dari kamp. (Sumber: https://www.cinema.de/)

Sementara itu sehari sebelum para tawanan perang berencana untuk melarikan diri, dan menjadi “hidup dan bebas—atau mati,” Dieter menerima pemukulan dari Pathet Lao. Pelanggarannya: Dia telah menggunakan dua tongkat untuk menyeret ke pintu gubuk tongkol jagung kecil yang telah dilemparkan ke babi muda yang sedang digemukkan para penjaga. Bijinya sudah habis dimakan, hanya menyisakan tongkol yang sudah layu—kotor dengan kotoran babi. Tapi Dieter kelaparan, dan dia berniat memakannya. Sebelum dia bisa mulai melakukannya, penjaga yang mereka sebut Moron berlari, berteriak dan mengarahkan senapannya. Dia memasuki gubuk, menampar Dieter, dan menyeretnya keluar. Sekelompok penjaga telah berkumpul di halaman. Seolah-olah seperti sedang menuntut kasus di pengadilan, si Moron melambaikan tongkol jagung sebagai bukti, lalu melemparkannya ke babi. Bagi Dieter, simbolismenya jelas: Tahanan lebih rendah dari babi. Kemudian Moron mulai memukulinya dengan popor senapannya. Penjaga lain bergabung. Ketika mereka melemparkannya kembali ke gubuk, di mana semua tahanan telah digiring selama pemukulan, Dieter yang berlumuran darah menatap ke halaman dengan wajah membatu, tidak mengatakan apa-apa kepada yang lain. Prasit kemudian memecah kesunyian, memberi tahu Dieter untuk tidak lupa ketika dia nantinya membunuh para penjaga untuk menendang kepala mereka “sehingga mereka akan membusuk di neraka.”

Adegan film Rescue Dawn (2006). Dengler siap memakan apa saja yang diberikan oleh para penawannya. Makanan selalu menjadi masalah besar bagi para tawanan maupun para penjaganya. (Sumber: https://twitter.com/)

Dalam mempersiapkan pelariannya selama berminggu-minggu para tawanan telah memperbarui model skala kamp mereka, menandai di mana semua penjaga dan senjata berada dari pagi hingga malam. Bergiliran mengintip di antara celah-celah gubuk mereka, para tahanan telah mengamati setiap detail, tidak peduli seberapa kecil, dan mengetahui rutinitas penawan mereka serta rutinitas mereka sendiri. Mereka bahkan bisa menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi bala bantuan untuk mencapai kamp dari desa terdekat. Suatu pagi para penjaga melihat jejak kaki yang aneh, dan salah satu dari mereka pergi mencari bantuan; dia kembali dengan bala bantuan bersenjata dalam waktu sekitar enam jam. Mereka telah mempertimbangkan dan menolak untuk melarikan diri saat malam hari, terutama karena tidak mungkin menjelajah jauh di hutan dalam kegelapan dan mereka tahu para penjaga akan mengikuti jejak mereka pada siang hari. Kesempatan terbaik untuk melarikan diri adalah saat para penjaga meletakkan senjata mereka untuk pergi ke dapur sekitar jam 4 sore. untuk mengambil makan malam mereka. Para tahanan berulang kali mengatur waktu interval; perjalanan ke dan dari dapur umumnya memakan waktu 2½ menit. Pada saat itu, para tahanan harus menyelinap dari gubuk mereka, keluar dari gubuk mereka, mengamankan senjata, dan bersiap untuk menaklukkan para penjaga di kamp. Semua orang dalam rencana pelarian telah ditetapkan tugasnya.

Adegan film Rescue Dawn (2006). Para tawanan selalu dalam keadaan lemah, kurus dan kotor. (Sumber: https://www.imdb.com/)
Adegan film Rescue Dawn (2006). Gubuk makan para tawanan. (Sumber: https://film-grab.com/)

Dieter harus menjadi yang pertama keluar dari kompleks berdinding, kemudian memasuki gubuk penjaga terdekat, di mana tiga atau empat senapan biasanya ditinggalkan di dalam. Dia harus mengumpulkan senjata dan mempersenjatai Phisit dan Prasit saat mereka muncul dari bawah pagar. Mereka bertiga adalah yang paling cakap dengan senjata. Baik Duane maupun Gene tidak ingin berpartisipasi dalam baku tembak, dan Y.C. tidak bisa menggunakan senapan. Namun, Gene memiliki peran cadangan dalam hal senjata. Dia akan menuju gubuk penjaga di sisi belakang kompleks untuk mengambil senapan sub machine gun Thompson. Saat Dieter berputar di belakang pagar dan berjalan menuju dapur, Gene harus tetap berada di beranda gubuk dengan sub machine gun dan memberikan tembakan pendukung hanya jika diperlukan. Di dapur, orang-orang Thailand memerintahkan dalam bahasa Laos agar penjaga yang tidak bersenjata menyerah. Dengan Dieter yang menjaga pintu belakang, mereka berharap untuk bisa mengumpulkan para penjaga tanpa menembakkan senjata, karena suara tembak-menembak akan bergema di seluruh lembah sejauh bermil-mil, memperingatkan semua penduduk desa dan Pathet Laoakan adanya masalah di kamp. Sementara Dieter, Thanee, dan Phisit mengamankan para penjaga, Gene dan Prasit akan memasang jebakan granat tangan di jalan setapak yang mengarah dari desa, lalu bersembunyi di dekatnya dan menyergap siapa pun yang menuju kamp. Sementara itu, Duane dan Y.C. akan memeriksa gubuk-gubuk. Mereka akan menempatkan penjaga pada pasungan kaki dan borgol serta mengunci mereka di gubuk penjara sampai mereka memutuskan apa yang harus dilakukan dengan mereka. Kemudian, mereka bisa bertahan di kamp dan memberi sinyal pada pesawat setiap malam sampai terlihat dan diselamatkan. Namun, jika tembakan harus dilepaskan saat merebut kamp, semua orang tahu bahwa situasi berubah, karena bala bantuan musuh dapat diharapkan datang dalam beberapa jam. 

Adegan film Rescue Dawn (2006). Dengan penjaga yang kejam, nasib para tawanan tidak menentu dan bisa berubah dengan cepat. (Sumber: https://www.filmaffinity.com/)
Adegan film Rescue Dawn (2006). Para penjaga yang kejam tidak ragu untuk menyiksa para tawanan untuk kesalahan sekecil apapun. (Sumber: http://www.imfdb.org/)

Dalam pikiran Dieter, tidak ada kemungkinan untuk gagal. Jika mereka mencoba melarikan diri dan gagal, dia memperkirakan mereka akan terbunuh dalam upaya itu—lebih dipilihnya—atau dieksekusi segera setelahnya. Tidak pernah ada alternatif yang menyenangkan baginya. Bahkan sebelum para tahanan mendengar tentang rencana penjaga untuk membunuh mereka, dia tidak bermaksud untuk perlahan-lahan membusuk di kamp penjara hutan dan mati karena penyakit, kelaparan atau pemukulan. Beberapa minggu sebelumnya, para tahanan telah melonggarkan tiang penyangga besar di gubuk tahanan Amerika dengan menuangkan air dan urine di dasarnya dan melonggarkannya bolak-balik sampai mereka bisa mengangkatnya. Setelah melonggarkan beberapa batang kayu di dekat papan lantai, mereka sekarang memiliki cara untuk keluar dari gubuk dengan cepat. Kemudian, mereka mengembalikan semuanya dan “menutupi semua jejak” persiapan awal mereka. Dieter juga menggali lubang di bawah pagar di sebelah gubuk, dan kemudian menutupinya dengan daun dan bambu. Dia telah melakukan semua ini ketika para tahanan masih dibiarkan keluar untuk waktu yang lama di pagi hari dan ketika para penjaga di menara-menara bersenjata sedang tidur siang atau lalai, seperti yang sering mereka lakukan. Beberapa jam setelah pemukulan akibat tongkol jagung, para tahanan diizinkan keluar ke dalam kompleks. Mereka duduk di meja makan kayu mereka di tengah halaman, menyeruput kuah nasi encer, yang telah menjadi satu-satunya makanan mereka sehari-hari. Anjing kamp — kurus seperti mereka dan mungkin tidak lama lagi hidupnya karena kelaparan ekstrem para penjaga — berlama-lama di bawah meja mencari sisa makanan. Tidak ada, tentu saja, tetapi para tahanan selalu rela anjing menjilati luka di kaki dan kaki mereka, karena mereka menemukan air liurnya membantu proses penyembuhan. Memberi isyarat kepada para penjaga bahwa dia harus buang air, Dieter menyelinap ke belakang gubuk untuk melihat apakah kayu gelondongan masih longgar. Mereka bergerak dengan mudah. Juga, lubang di bawah pagar tampak seolah-olah belum ditemukan. Memiliki penjaga malas yang tidak repot-repot berjalan di garis pagar adalah keuntungan.

Pesawat Lockheed AC-130 Hercules Stinger gunship. Para tawanan berencana melumpuhkan para penjaga dan menanti datangnya pesawat Hercules penyelamat yang melintas diatas kamp. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Jika mereka tidak bisa tinggal di kamp untuk melakukan kontak dengan pesawat di atas, para tahanan setuju bahwa mereka akan dibagi menjadi dua kelompok sebelum melarikan diri melalui jalur darat. Ada pembicaraan sebelumnya untuk tetap bersama sebagai satu kelompok tetapi Dieter menentang gagasan itu. Jika mereka harus melewati hutan menuju kebebasan, dia ingin bersama Duane dan Gene karena ketiga orang Amerika itu akur dan saling percaya. Tiga orang Thailand diantara tawanan merupakan tim alami, dan mengingat betapa baiknya Phisit, mantan penerjun payung itu, tahu mengenai hutan, Dieter merasa mereka punya peluang bagus untuk berhasil. Bahkan, Phisit memberikan tips kepada orang-orang Amerika itu tentang bagaimana menemukan makanan di hutan, seperti pakis yang bisa dimakan yang tumbuh di sepanjang aliran air dan buah ara yang bisa dimakan hijau atau matang. Orang Thailand itu memberi tahu tentang keramahtamahan rakyat mereka, terutama para biarawan, dan menyarankan bahwa jika orang Amerika berhasil melintasi perbatasan ke Thailand, mereka harus mencari perlindungan di kuil sampai mereka dapat melakukan kontak dengan pasukan A.S. Orang-orang Thailand dan Amerika sepakat bahwa ke barat adalah jalan untuk menuju kebebasan, dengan hutan yang tidak bisa ditembus, setidaknya dua jajaran gunung, dan sementara Vietnam Utara ada di sebelah timur. Tahanan tertua, Y.C., operator radio keturunan China, adalah orang yang aneh. Diatur untuk bepergian dengan grup orang-orang Thailand, Y.C. tiba-tiba jatuh sakit dengan apa yang diyakini sebagai serangan kaki gajah. Disebabkan oleh cacing parasit yang ditularkan oleh nyamuk, penyakit tropis ini membuat kakinya lemas dan bengkak, dan skrotumnya membesar. Dalam rasa sakit yang parah, dia hampir tidak bisa berjalan. Tim orang-orang Thailand kemudian menolak keras membawa Y.C. dengan mereka. Orang-orang Amerika kemudian mengatakan jika mereka mampu mempertahankan kamp dan melakukan kontak udara serta mengatur operasi penyelamatan dari situ, kondisi Y.C. tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika mereka harus menuju Thailand dan menghindari pelacakan musuh dalam perjalanan, tidak mungkin dia bisa mengikuti. Itu adalah gambaran yang buruk untuk membiarkan sesama tahanan mati, dan mereka berjuang dengan dilema itu. Namun semua orang tahu bahwa mereka akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan membawa orang sakit yang kesulitan berjalan. Akhirnya, Gene mengatakan dia dan Y.C. akan pergi bersama. Mereka akan berusaha melewati bukit pertama di selatan, lalu “berbaring menunggu kontak udara.”

Adegan film Rescue Dawn (2006). Diantara para tawanan, tidak semua selalu satu suara. (Sumber: https://www.imdb.com/)

“Jangan bodoh,” kata Dieter. “Kami ingin kamu bersama kami.” “Dan saya ingin bersama Y.C.,” kata Gene, menambahkan bahwa jika Dieter dan Duane diselamatkan, “pastikan seseorang mencari kita dan memberi tahu mereka ke mana harus mencari.” Dieter menghargai Gene karena menjadi “pembawa perdamaian bagi para tawanan.” Setiap kali ada kebuntuan di antara para tahanan, lebih sering daripada tidak, Gene yang “baik hati” turun tangan untuk menyelesaikan berbagai hal. Sekarang, meskipun dia mengerti itu mengurangi kesempatannya sendiri untuk diselamatkan, Gene tidak akan meninggalkan awak Air America-nya, yang telah menjadi teman baik selama penawanan mereka. Ketika mereka membagi karung beras kering, Dieter dan Duane memastikan Gene dan Y.C. masing-masing menerima jatah “dua kali lipat” dari tawanan lain, mengetahui bahwa mereka mungkin harus bertahan lebih lama untuk diselamatkan. Pada hari-hari menjelang pelarian, jam-jam terasa lama menuju jam makan malam para penjaga. Sebelum upaya pelarian, sudah ada satu upaya yang dibatalkan. Sehari sebelumnya, setelah Dieter merangkak keluar dari belakang gubuk dan siap menyelinap di bawah pagar, Phisit membatalkannya dari gubuk lain karena dua penjaga tidak ditemukan di dapur. Dieter kemudian harus mengembalikan semuanya ke tempatnya, dan kembali ke dalam. Ketika dia bertanya kepada Phisit kemudian apa yang terjadi, orang Thailand itu mengatakan dia tidak berpikir itu adalah waktu yang tepat. Mengingat betapa Phisit telah menentang upaya pelarian sejak lama, Dieter berpikir dia mungkin sedang memainkan permainan pikiran. Dieter yang “kemarahannya mendidih” memberi tahu Phisit jika dia melakukannya lagi saat pelarian berlangsung, dia akan kembali setelah mengambil senjata dan menembaknya. Dieter dapat melihat bahwa Phisit mengerti bahwa “Dieter serius” dengan ancamannya.

PELARIAN

Saat jam mendekati pukul 4 sore. pada tanggal 29 Juni 1966, Phisit kembali menjadi “khawatir dan berhati-hati”, mengirimkan pesan bahwa mungkin pelarian itu harus ditunda lagi. “Tidak dalam hidupmu,” jawab Dieter kembali. Di gubuk tahanan Asia, yang paling dekat dengan dapur, Thanee menghitung penjaga saat mereka tiba untuk makan. Dia memberikan informasi itu kepada Y.C., yang berjongkok di ambang pintu. Dalam bahasa Inggris, Y.C. memanggil Duane dengan suara pelan, yang ditempatkan di ambang pintu gubuk Amerika, dan Duane menyampaikan kabar itu kepada Dieter dan Gene. “Penjaga memasuki dapur.” “Pengawal tidak punya senjata.” Mereka menunggu hitungan orang terakhir. “Semua ada di dapur, tapi satu hilang,” kata Duane mendesak. Mereka berspekulasi dia mungkin pergi untuk memeriksa perangkap binatang di hutan. “Ayo pergi,” kata Dieter. Duane dan Gene setuju. “Sudah dimulai,” seru Duane dengan bisikan panggung ke gubuk lainnya. Ketika para penjaga sedang makan, kelompok tawanan itu melepaskan borgol tangan dan kaki mereka. Dieter menarik keluar tiang dan batang kayu yang kendor, dan memanjat keluar dari lubang. Menggali di bawah pagar seperti babi tanah yang gila, Dieter menerobos masuk dan menuju gubuk penjaga terdekat. Dia melompat ke teras, dan merayap melintasi lantai bambu yang berderit di setiap langkahnya dan mengambil senjata penjaga yang dalam keadaan tanpa pengawasan. Di gubuk senjata, ia menemukan dua senapan otomatis buatan China dan M-1 carabine AS dengan magasin 15 peluru penuh, dan termasuk juga senapan otomatis AK-47 versi awal, serta setidaknya satu buah senapan sub-mesin (SMG). Saat bersama Angkatan Udara, Dieter telah menghabiskan banyak waktu di tempat latihan menembakkan senapan karaben M-1; dia kemudian menyimpan senjata semi-otomatis yang ringan ini untuk dirinya sendiri. Di jalan keluar, dia mengambil sabuk amunisi penuh dengan magazine tambahan. Dengler keluar pertama diikuti oleh Martin, yang diberikannya karaben buatan Amerika. Saat dia keluar dari teras, tahanan lain muncul dari bawah pagar. Gene sudah berjalan menuruni garis pagar menuju bagian belakang kompleks. Phisit dan Prasit mendatangi Dieter, yang memberi mereka senapan Cina yang berisi peluru dan beberapa amunisi. Kedua orang Thailand itu kemudian pergi ke arah dapur dengan mengikuti Duane.

Adegan film Rescue Dawn (2006). Dengler merebut senjata para penjaga yang sedang makan. (Sumber: https://www.imdb.com/)

Dieter lalu menyusul Gene. Saat mereka berbelok di sudut di bawah menara senjata yang sekarang kosong, Gene pergi ke gubuk tempat penjaga yang bertugas menara secara rutin meninggalkan sub machine gun Thompson sebelum pergi mencari makanan. Begitu Dieter mengitari sudut terjauh benteng, dia bisa melihat para penjaga berkeliaran di dalam gubuk dapur berdinding terbuka. Para penjaga menyadari bahwa para tahanan telah melarikan diri dan lima dari mereka dan mulai saling berteriak dan bergegas keluar dari dapur. Mereka tidak berlari ke depan benteng—arah dari mana orang Thailand seharusnya datang—melainkan ke arah Dieter. “Yute! Yute!” teriak Dieter. Dia secara otomatis menekan popor senapan M-1 dengan erat di antara otot dadanya dan bola matanya ke depan bahunya, memiringkan kepalanya sehingga mata terdekatnya melihat lurus ke bawah bagian atas laras. Jari telunjuknya bersandar ringan pada pelatuk. Pada saat itu, sebuah tembakan terdengar. Dieter merasakan peluru yang melaju kencang melewati kepalanya. Dia melihat seorang penjaga di dapur dengan senapan menunjuk ke arahnya. Seharusnya para penjaga itu tidak memiliki senjata! Dieter menekan pelatuk dan menjatuhkan penjaga itu dengan satu tembakan. Di tengah teriakan bersemangat, gerombolan penjaga mendekati Dieter, yang merasa “sendirian…di tempat terbuka.” Dia bertanya-tanya apa yang terjadi pada orang-orang Thailand yang dipersenjatai dengan senapan Cina dan Gene dengan senapan sub machine gun. Berlari mengejar Dieter dengan kecepatan penuh dengan parang yang dipegang mengancam di atas kepalanya adalah si Moron. Dari beberapa meter jauhnya, Dieter menembak langsung ke dada penjaga yang telah memukulinya karena mengambil tongkol jagung dari babi. Kekuatan tembakan itu mengangkat Moron dari tanah, melemparkannya ke belakang beberapa kaki dan memutarnya. Tubuhnya yang lemas jatuh ke tanah “mati di tempat” dengan lubang keluar yang cukup besar di tengah punggungnya. Dieter berbalik untuk melihat penjaga lain dengan parang mencoba mengepungnya. Meskipun M-1 menembak hanya sekali setiap kali pelatuk ditarik, dengan menekan dan melepaskan pelatuk dengan cepat, ia melepaskan tembakan dengan kecepatan tinggi. Penjaga itu ambruk di tanah, memegangi sisi tubuhnya dan menjerit. Tanpa ragu-ragu, Dieter menembak lagi untuk “menghabisinya.” Penjaga yang tersisa berusaha dengan panik untuk mencapai hutan. “Di mana—semua orang?” teriak Dieter. Kemudian, seperti seorang Kentuckian yang sedang berburu tupai, dia memantapkan diri dan melepaskan tembakan. Dia menembak satu penjaga lagi di lehernya saat dia melarikan diri. Perlu mengisi ulang senjatanya, Dieter membanting sebuah magazine baru. Dia menembak penjaga lain saat dia memasuki hutan. Penjaga itu jatuh dari pandangannya, lalu melompat sambil memegangi satu tangan. Dieter terus “menembaki” penjaga itu saat dia menghilang seperti hantu ke dalam vegetasi lebat. Duane berlari membawa karabin yang dia temukan di gubuk penjaga. “Klip—klip itu,” dia tergagap, menjelaskan bahwa klip itu terlepas setiap kali dia mencoba melepaskan pengaman untuk menembakkan senjata. Dieter lalu menunjukkan kepadanya bahwa dia menekan pelepas klip, bukan pengaman.

Adegan film Rescue Dawn (2006). Para tawanan melarikan diri dengan melewati lubang yang dibuat di pagar kamp. (Sumber: https://www.imdb.com/)
Grafis yang menggambarkan alur pelarian para tawanan. (Sumber: https://www.historynet.com/)

Setidaknya satu penjaga berhasil lolos. Masih ada penjaga ketujuh yang hilang, yang mungkin berada di dekatnya. Terlepas dari semua penjaga mati tergeletak di tanah yang tidak akan pernah lagi menganiaya para tawanan perang, hasilnya adalah bencana mengingat rencananya adalah untuk menangkap penjaga tanpa melepaskan tembakan atau membiarkan siapa pun lolos untuk kembali dengan bala bantuan. Rencana berani para tahanan untuk mempertahankan kamp dan melakukan kontak udara tidak lagi bisa dilakukan. Mereka tidak punya pilihan sekarang. Mereka harus mengumpulkan perbekalan apa pun yang bisa mereka temukan dan pergi ke hutan. Ketika Dieter pergi untuk mengambil sepatu botnya dan Duane dari tempat mereka menggantung di bawah gubuk dengan sepatu lainnya, semuanya sudah hilang. Dia tahu persis siapa yang mengambilnya: orang-orang Thailand, yang sampai di sana lebih dulu, dan juga “memungut semua yang terbaik”, semua kelambu dan apa pun yang mereka pikir bisa mereka gunakan tanpa menawarkan untuk berbagi dengan yang lain. Membawa ransel berisi, mereka adalah orang-orang pertama yang meninggalkan kamp. Dieter lalu memberi yang lain 24 butir peluru sebagai imbalan atas salah satu parang mereka. Ketujuh tahanan itu kemudian terbagi menjadi tiga kelompok. DeBruin awalnya seharusnya pergi dengan Dengler dan Martin tetapi memutuskan untuk pergi dengan Y.C, yang baru pulih dari sakit dan tidak dapat mengimbangi kecepatan yang lain. Mereka bermaksud untuk mencapai punggung bukit terdekat dan menunggu penyelamatan. Ketiga orang Thailand bergerak sendiri. Dieter dan Gene kemudian menjalani perpisahan yang emosional. Gene sebelumnya telah menemukan senapan sub machine gun di gubuk penjaga, meskipun ketika dia melangkah keluar, tembak menembak telah berakhir. Dia sekarang memiliki senjata tersampir di satu bahunya. Saat mereka berjabat tangan, Dieter menatap wajah Gene dan ingin mengatakan sesuatu tentang bagaimana dia harusnya ikut dengannya dan Duane daripada tetap tinggal di dekat kamp. Tapi dia tahu Gene telah mengambil keputusan, dan tidak akan meninggalkan temannya yang sakit. Tidak dapat menemukan kata-kata yang ingin dia katakan kepada sesama orang Amerika, Dieter menjabat tangan Gene dengan hangat. “Pergilah, pergilah,” pinta Gene. “Sampai jumpa di Amerika.”

Adegan film Rescue Dawn (2006). Akhirnya para tawanan berpisah menjadi 3 kelompok. (Sumber: http://www.imfdb.org/)
Adegan film Rescue Dawn (2006). Dengler dan Martin pergi sendirian ke arah barat dengan tujuan menuju Sungai Mekong untuk melarikan diri ke Thailand. (Sumber: https://www.filmaffinity.com/)

Dengler dan Martin pergi sendirian ke arah barat dengan tujuan menuju Sungai Mekong untuk melarikan diri ke Thailand. Dalam satu jam mereka “tidak memiliki referensi lagi” ke arah mana mereka harus menuju karena dedaunan lebat, dan tidak dapat melihat lebih dari lima kaki (1,5 meter) ke segala arah. Dalam kondisi mereka yang lemah dan tidak terbiasa berolahraga, mereka mulai “muntah.” Mereka segera bertopang oleh dinding padat semak duri. Anjing kamp rupanya telah mengikuti mereka, menggonggong, dan mereka takut dia akhirnya akan memberitahukan posisi mereka. Namun, anjing itu memiliki rencana pelariannya sendiri, dan sebelum menghilang ke dalam hutan, ia menemukan koridor yang digali di bawah semak-semak; Dieter dan Duane merangkak mengejarnya. Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah punggung bukit. Karena kelelahan, mereka jatuh ke tanah. Ketika mereka pulih, Duane ingin berdoa. Mereka berlutut, dengan mata tertutup dan tangan terlipat di depan mereka. “Tuhan, tolong bantu kami sekarang. Tolong biarkan kami hidup.” Faktanya mereka tidak pernah mendapatkan diri mereka bergerak lebih dari beberapa mil dari kamp tempat mereka melarikan diri. Jadi sebenarnya bukan kamp POW yang “memenjarakan” mereka tapi justru hutan itu sendiri. 

HUTAN PENJARA TERBESAR

Melarikan diri terbukti berbahaya. Segera, kedua kaki pria itu berwarna putih, lecet-lecet akibat dari perjalanan mereka melalui hutan lebat. Mereka lalu menemukan sol sepatu tenis tua, yang mereka kenakan bergantian, mengikatnya dengan kaki menggunakan rotan untuk memberi kenyamanan sejenak. Dengan cara ini mereka dapat mencapai sungai yang mengalir deras. “Itu adalah ‘jalan raya’ menuju kebebasan,” kata Dengler, “Kami tahu sungai itu akan mengalir ke Sungai Mekong, yang akan membawa kami melintasi perbatasan ke Thailand dan menuju ke tempat yang aman.” Mereka kemudian berdua membangun rakit dan mengapungkan diri di hilir melintasi jeram yang ganas, mengikat diri mereka pada pohon di malam hari untuk menghindari diri mereka hanyut dalam air yang deras. Pada pagi hari mereka akan bangun dengan tubuh tertutup lumpur dan dihinggapi ratusan lintah. Ketika mereka mengira bahwa mereka sedang dalam perjalanan ke Mekong, mereka kemudian mendapati mereka hanya berputar-putar saja di sekitaran tempat itu. Mereka telah melihat beberapa desa tetapi mereka hingga saat itu belum terdeteksi. Mereka kemudian mendirikan tempat berteduh di sebuah desa yang ditinggalkan di mana mereka dapat menemukan tempat berlindung dari hujan yang hampir tiada henti. 

Adegan film Rescue Dawn (2006). Faktanya mereka tidak pernah mendapatkan diri mereka bergerak lebih dari beberapa mil dari kamp tempat mereka melarikan diri. Jadi sebenarnya bukan kamp POW yang “memenjarakan” mereka tapi justru hutan itu sendiri. (Sumber: https://www.imdb.com/)
Adegan film Rescue Dawn (2006). Melarikan diri terbukti berbahaya. Segera, kedua kaki pria itu berwarna putih, lecet-lecet akibat dari perjalanan mereka melalui hutan lebat. (Sumber: https://www.imdb.com/)

KEHILANGAN KAWAN

Mereka membawa beras dan menemukan makanan lain selama perjalanan mereka, tetapi mereka tetap dalam kondisi setengah kelaparan. Rencana mereka awalnya adalah memberi sinyal ke pesawat C-130 yang lewat tetapi pada awalnya mereka tidak memiliki tenaga untuk membuat api menggunakan metode primitif dengan menggosok bambu bersama-sama. Dengler akhirnya berhasil menemukan peluru karabin yang telah dibuang Martin dan menggunakan bubuk mesiunya untuk meningkatkan sumbu pembakaran dan membuat api. Malam itu mereka menyalakan obor dan melambaikan mereka dalam bentuk S dan O ketika pesawat C-130 datang. Pesawat itu berputar dan menjatuhkan beberapa suar dan mereka sangat gembira, percaya bahwa mereka telah terlihat. Mereka bangun keesokan paginya untuk menemukan sekeliling mereka tertutup kabut dan gerimis, tetapi ketika kabut menghilang, tidak ada tim penyelamat muncul. Martin, yang lemah karena kelaparan dan menderita malaria, ingin mendekati desa suku Akha di dekatnya untuk mencuri makanan. Dengler tahu itu bukan ide yang baik, tetapi menolak untuk membiarkan temannya pergi dekat desa sendirian. Mereka melihat seorang anak lelaki kecil bermain dengan seekor anjing dan anak itu berlari ke arah desa sambil memanggil “Amerika!” Dalam beberapa detik seorang penduduk desa muncul dan mereka berlutut di jalan untuk memohon belas kasihan, tetapi seorang warga mengayunkan parangnya dan menghantam kaki Martin, yang segera berteriak kesakitan. Dengan gerakan berikutnya, kepala Martin Duane sudah terpenggal. Dengler melompat berdiri dan bergegas menuju penduduk desa sambil berteriak, warga lalu berbalik dan berlari ke arah desa untuk mendapatkan bantuan. “Saya mengambil sol karet dari kaki Martin, meraihnya dan berlari. Sejak saat itu, semua gerakan saya menjadi otomatis. Saya tidak peduli jika saya hidup atau mati. ” 

Adegan film Rescue Dawn (2006) ketika Dengler dan Martin memohon belas kasihan dari penduduk desa. Pada akhirnya Martin dibunih dan Dengler menyelamatkan diri. (Sumber: https://www.youtube.com/)

HALUSINASI

Dengler mengenang, ada seekor binatang buas yang memberinya kekuatan mental untuk melanjutkan upaya menyelamatkan diri. “Saya diikuti oleh seekor beruang yang cantik ini. Dia menjadi seperti anjing peliharaan saya dan satu-satunya teman yang saya miliki.” Bagaimanapun ini adalah saat-saat tergelap dalam hidupnya. Saat itu Dengler hanya tidak lebih dari kerangka berjalan setelah berminggu-minggu dalam pelarian, pikirannya melayang masuk dan keluar dalam berhalusinasi. “Saat aku baru saja merangkak,” katanya. “Lalu saya punya penglihatan: pintu besar terbuka. Banyak kuda yang berlari kencang. Mereka tidak digerakkan oleh kematian, tetapi oleh malaikat. Kematian tidak menginginkanku. ” 

Adegan film Rescue Dawn (2006). Menanti penyelamat yang tak kunjung datang Dengler menjadi berhalusinasi. (Sumber: https://mubi.com/)

RESCUE DAWN

Dengler bagaimanapun berhasil menghindari para pencari yang pergi mengejarnya dan melarikan diri kembali ke hutan. Dia kembali ke desa yang ditinggalkan di mana keduanya (Dengler dan Martin) menghabiskan waktu mereka dan di mana dia dan Martin memberi tanda C-130. Lalu Dieter mendengar suara sebuah pesawat C-130. Pesawat itu mengitari desa dan menjatuhkan sekitar 20 suar parasut. Dengler kemudian membakar habis pondok dan desa yang ditinggalkan itu. Awak C-130 melihat api dan menjatuhkan suar, tetapi meskipun awak melaporkan penampakan mereka ketika mereka kembali ke pangkalan mereka di Ubon, Thailand, kebakaran itu tidak diakui oleh bagian intelijen sebagai sinyal dari seorang yang selamat. Keesokan paginya Dieter menunggu dan menunggu, tetapi pesawat itu tidak kembali. “Tuhan,” katanya. “Ada apa dengan orang-orang itu?” Dieter tahu mereka tidak akan menyelamatkannya sekarang. Sore itu, Dieter merangkak ke punggung bukit terdekat dan melihat sebuah gubuk kecil di sana, serta berkata, “Di situlah saya akan mati.” Dieter kemudian berdoa. “Tuhan, maafkan saya atas hal-hal buruk yang telah saya lakukan dalam hidup. Aku hanya tidak bisa menahannya lagi. Biarkan aku mati. Aku tidak ingin bangun.” Ketika tim penyelamat kembali tidak datang, Dengler kemudian memutuskan untuk mencari salah satu parasut dari peluru suar yang dijatuhkan C-130 untuk digunakan sebagai sinyal. Dia menemukan satu di semak-semak dan meletakkannya di ranselnya. Pada tanggal 20 Juli 1966, setelah 23 hari di hutan, Dengler berhasil memberi sinyal kepada pilot Angkatan Udara dengan parasut tersebut. 2 pesawat Skyraider Angkatan Udara dari Skuadron Komando Udara Pertama kebetulan sedang terbang di atas sungai tempat Dengler berada. Eugene Peyton Deatrick, pilot pesawat pemimpin dan komandan skuadron, melihat kilatan putih saat berbelok di tikungan sungai dan kembali dan melihat seorang pria melambaikan sesuatu berwarna putih. 

Adegan film Rescue Dawn (2006). Pada tanggal 20 Juli 1966, setelah 23 hari di hutan, Dengler berhasil diselamatkan. (Sumber: http://www.dvdbeaver.com/)
Eugene Deatrick, pilot Skyraider yang menemukan Dengler. (Sumber: https://www.wikiwand.com/)
Dieter Dengler dengan rekan satu skuadronnya dari VA-145 di kabin laksamana di atas USS Ranger, 22 Juli 1966. (Sumber: https://www.forbes.com/)

Deatrick dan wingman-nya menghubungi tim penyelamat, tetapi mereka diberitahu untuk mengabaikan penampakan itu, karena tidak ada penerbang yang diketahui jatuh di daerah itu. Deatrick bersikeras dan akhirnya berhasil meyakinkan pusat komando dan kontrol untuk mengirim tim penyelamat. Khawatir bahwa Dengler mungkin adalah prajurit Viet Cong yang menyamar, kru helikopter mengikatnya ketika dia dibawa naik ke atas helikopter. Menurut film dokumenter, Little Dieter Needs to Fly, Dengler mengatakan salah satu kru penerbangan yang menahannya mengeluarkan ular yang setengahnya telah dimakan dari bawah pakaian Dengler dan sangat terkejut sehingga dia hampir jatuh dari helikopter. Orang yang melemparkan Dengler ke atas lantai helikopter adalah spesialis Pararescue Angkatan Udara Michael Leonard dari Lawler, Iowa. Leonard menanggalkan pakaian Dengler, memastikan dia tidak bersenjata atau memiliki granat tangan. Ketika ditanyai, Dengler memberi tahu Leonard bahwa dia melarikan diri dari tahanan kamp perang Vietnam Utara dua bulan sebelumnya. Deatrick lalu mengirimkan pesan radio kepada awak helikopter penyelamat untuk mengetahui apakah mereka dapat mengidentifikasi orang yang baru saja mereka angkat dari hutan. Mereka melaporkan bahwa mereka memiliki seorang pria yang mengaku sebagai pilot Angkatan Laut yang jatuh yang menerbangkan pesawat Douglas A-1H Skyraider. Sementara itu Deatrick yang pertama menemukan Dengler telah lama mengagumi fakta bahwa jika dia tetap pada jadwal penerbangan aslinya pada pagi hari tanggal 20 Juli 1966, Dieter tidak akan berada di sungai untuk terlihat pada jam sebelumnya. “Jika Tuhan menempatkan saya di bumi untuk satu alasan,” kata Deatrick, “itu (sepertinya) untuk menemukan Dieter di sana di dalam hutan.” Seperti itu lah Deatrick menggambarkannya sebagai “satu peluang mujur diantara sejuta kemungkinan.” Demikian kutipan dari biografi Dengler tentang peran pilot Eugene Deatrick

Lemah, bermata hampa, dan bobotnya menyusut menjadi 93 pon, Dengler memulihkan diri di atas kapal induk Ranger. (Sumber: https://www.saturdayeveningpost.com/)
Disambut oleh perwira eksekutif skuadron dan dikelilingi oleh rekan-rekan pilotnya, Dengler menceritakan pelariannya. (Sumber: https://www.saturdayeveningpost.com/)
Bersatu kembali dengan ibu dan saudara laki-lakinya Klaus, keduanya baru saja tiba dari Jerman, Dengler tampak telah pulih sepenuhnya. Berat badannya hampir dua kali lipat sejak penyelamatan. (Sumber: https://www.saturdayeveningpost.com/)

Hingga sampai setelah ia mencapai rumah sakit di Da Nang identitas Dengler baru dikonfirmasi. Dengler lalu mengirim pesan kepada calon istrinya: “Saya (berhasil) melarikan diri dari penjara. Selamat di Rumah Sakit. Akan segera pulang. Aku mencintaimu. Diet.” Tapi Dieter akan berada dalam masa pemulihan yang lama. Sementara itu, konflik antara angkatan udara dan angkatan laut kemudian berkembang tentang siapa yang harus bertanggung jawab mengatur publikasi dan pemulihan Dengler. Dalam upaya untuk mencegah angkatan udara dari mempermalukan mereka dengan satu dan lain hal, angkatan laut mengirim tim SEAL ke rumah sakit untuk benar-benar menculik Dengler. Dia dibawa keluar dari rumah sakit dalam kereta dorong tertutup dan dilarikan ke lapangan udara, di mana dia dibawa dengan pesawat angkut kapal induk dari satuan VR-21 dan diterbangkan ke kapal induk USS Ranger di mana sebuah pesta penyambutan telah disiapkan. Namun pada malam hari, Dengler disiksa oleh teror yang mengerikan, dan harus diikat ke tempat tidurnya. Pada akhirnya, teman-temannya menidurkannya di kokpit, dengan dikelilingi oleh bantal. “Itu adalah satu-satunya tempat dimana aku merasa aman,” katanya. Dengler yang saat diselamatkan bobotnya kurang dari 50 kg, diketahui kekurangan nutrisi dan terkena parasit menyebabkan dokter Angkatan Laut memerintahkan agar dia segera diterbangkan ke Amerika Serikat. Ia ditemukan mengidap dua jenis malaria, cacingan, jamur, penyakit kuning dan hepatitis. Dokter mengatakan dia sangat kekurangan gizi sehingga jika dia tidak diselamatkan saat itu, dia akan ‘meninggal’ hari itu atau hari berikutnya.

SELEPAS PENYELAMATAN

“Anda tidak tahu apa itu kebebasan sampai Anda lolos dari penangkapan Komunis,” kata Letnan Dieter Dengler, 28, dengan aksen Jerman yang melekat, menurut kutipan Washington Post pada tanggal 17 September 1966. “Saya kelahiran Jerman tapi saya 100 persen orang Amerika.” Dieter Dengler tercatat sebagai 1 dari hanya 3 prajurit Amerika (lainnya Isaac Camacho seorang keturunan Indian, kisahnya dapat dibaca pada artikel sebelumnya: “Isaac Camacho: Baret Hijau Keturunan Indian, yang Berhasil Kabur dari Tahanan Vietcong Dalam Perang Vietnam”) yang bisa melarikan diri hidup-hidup dari penahanan komunis selama Perang Vietnam. Dalam pelariannya dari penjara di Laos, “Tujuh dari kita berhasil melarikan diri,” kata Dengler. “Namun aku satu-satunya yang berhasil keluar hidup-hidup.” Dengan pengecualian Phisit, yang ditangkap kembali dan kemudian diselamatkan oleh pasukan Laos pada tanggal 9 Januari 1967 dalam apa yang dikenal sebagai Ban Naden Raid, tidak ada tahanan lain yang pernah terlihat lagi setelah itu. DeBruin dilaporkan ditangkap kembali dan ditempatkan di kamp lain, kemudian menghilang pada tahun 1968. Dengler pulih secara fisik, tetapi tidak pernah bisa melupakan pengalaman buruknya di masa lalu. Seperti yang dijelaskan Werner Herzog dalam film dokumenter tentang Dengler, “Pria sering dihantui oleh hal-hal yang terjadi pada mereka dalam hidup, terutama dalam perang. Mereka berharap Kehidupan mereka menjadi normal selepas perang, tetapi ternyata tidak.” 

Eugene Deatrick dan Dieter Dengler, NAS Miramar, 1968. Dengler tetap di angkatan laut selama satu tahun, dan dipromosikan menjadi Letnan, dan dilatih untuk menerbangkan jet. Ketika kewajiban militernya dipenuhi, dia mengundurkan diri dari Angkatan Laut dan melamar sebagai pilot maskapai penerbangan dengan Trans World Airlines. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Dieter Dengler mengunjungi kapal induk USS Constellation di San Diego, California, pada 1 Desember 1996. Pada masa tuanya, Dengler didiagnosis menderita ALS, gangguan neurologis yang tidak dapat disembuhkan; pada tanggal 7 Februari 2001, ia menjalankan kursi rodanya dari rumahnya ke jalan masuk sebuah stasiun pemadam kebakaran dan menembak dirinya sendiri. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Dengler tetap di angkatan laut selama satu tahun, dan dipromosikan menjadi Letnan, dan dilatih untuk menerbangkan jet. Ketika kewajiban militernya dipenuhi, dia mengundurkan diri dari Angkatan Laut dan melamar sebagai pilot maskapai penerbangan dengan Trans World Airlines. Dia terus terbang dan selamat dari empat tabrakan berikutnya sebagai pilot uji sipil. Pada tahun 1977, Dengler kembali ke Laos untuk melakukan nostalgia pengalamannya di masa perang, dimana di sana dia disambut bagai selebritis oleh Pathet Lao yang dulu pernah menangkap dan menyiksanya. Di situ dia sempat kembali datang ke kamp tempat dia pernah ditawan dan terkejut ketika menemukan bahwa pada satu titik dia dan Martin berada dalam jarak satu setengah mil (2,4 km) dari tempat itu. Ketertarikan Dengler dengan pesawat terbang dan penerbangan terus berlanjut selama sisa hidupnya. Dia terus terbang hampir sampai di hari kematiannya. Dia mengambil pensiun dini sebagai pilot untuk maskapai TWA beberapa waktu sebelum tahun 1985, tetapi terus menerbangkan pesawat Cessna 195 yang dipugar dengan cermat, menampilkannya di berbagai pertunjukan udara di California. Pada tahun 2000, Dengler diikutkan ke dalam program Gathering of Eagles dan menceritakan kisah pelariannya kepada sekelompok perwira militer muda. Pada masa tuanya, Dengler didiagnosis menderita ALS, gangguan neurologis yang tidak dapat disembuhkan; pada tanggal 7 Februari 2001, ia menjalankan kursi rodanya dari rumahnya ke jalan masuk sebuah stasiun pemadam kebakaran dan menembak dirinya sendiri. Ia dimakamkan di Pemakaman Nasional Arlington. Sebuah upacara penghormatam dari Angkatan Laut hadir dilakukan pemakaman dalam itu dan juga sebuah fly-over oleh pesawat tempur Angkatan Laut, F-14 Tomcat. Dengler tercatat menikah tiga kali: dengan Marina Adamich (1966–1970), dengan Irene Lam (1980–1984) dan dengan Yukiko Dengler (1998–2001). Dengler meninggalkan dua putra, Rolf dan Alexander Dengler, dan tiga cucu.

Diterjemahkan dan dilengkapi dari:

Survivor tortured razor sharp bamboo fed alive ants one POW incredible escape Vietnam by Paul Pinkerton

https://www.outdoorrevival.com/news/survivor-tortured-razor-sharp-bamboo-fed-alive-ants-one-pows-incredible-escape-vietnam.html?ios=1&chrome=1&Exc_TM_LessThanPoint001_p1=1

DIETER DENGLER’S GREAT ESCAPE FROM LAOTIAN POW CAMP By BRUCE HENDERSON; 7/12/2010

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Dieter_Dengler

Heroes of Vietnam: “I Escaped from a Viet Cong Prison” by Lt. (J.G.) Dieter Dengler; Originally published December 3, 1966

https://www.saturdayeveningpost.com/2018/02/heroes-vietnam-escaped-viet-cong-prison/

Dieter Dengler: Heroic Immigrant Pilot Who Escaped POW Camp by Stuart Anderson

Senior Contributor; May 20, 2017

https://www.forbes.com/sites/stuartanderson/2017/05/20/dieter-dengler-heroic-immigrant-pilot-who-escaped-pow-camp/?sh=14887b0e35fb

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Phisit_Intharathat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *