Perang Timur Tengah

Wolfgang Lotz: “James Bond” Israel: Mematai-Matai Mesir Dengan Menyamar Sebagai “Bekas Anak Buah Rommel”

Eli Cohen terkenal karena aksi spionase heroiknya di Suriah pada awal tahun 1960-an, ketika ia mengembangkan hubungan dekat dengan hierarki politik dan militer Suriah, serta memberikan informasi intelijen penting kepada Angkatan Bersenjata Israel. Informasi intelijen yang disuplai oleh Cohen kemudian akan memainkan peran kunci dalam perebutan Dataran Tinggi Golan oleh Israel selama Perang Enam Hari 1967. Yang kerap dilupakan, bagaimanapun, adalah kontribusi yang sama pentingnya dari Wolfgang Lotz (1921-1993), “James Bond Yahudi” yang bisa dibilang nyaris sendirian bertanggung jawab atas kemenangan menakjubkan melawan Mesir, musuh Israel yang lebih kuat dari Suriah dalam perang itu.

Eli Cohen dalam 3 foto yang berbeda. Cohen terkenal karena aksi spionase heroiknya di Suriah pada awal tahun 1960-an. Peran yang serupa namun kadang dilupakan adalah peran Wolfgang Lotz di Mesir pada periode yang sama. (Sumber: https://www.radiosefarad.com/)

LATAR BELAKANG WOLFGANG LOTZ

Lotz lahir di Mannheim, Jerman 6 Januari 1921 dari ibu keturunan Yahudi, yang merupakan seorang aktris, dan ayah Jerman non-Yahudi, berprofesi sebagai sutradara teater. Orang tuanya kemudian diketahui meninggalkan cara-cara hidup orang Yahudi. Memang tak satu pun dari mereka merasakan kedekatan dengan agama masing-masing, sampai-sampai mereka bahkan tidak menyunat (sebuah kewajiban dalam kepercayaan Yahudi) Lotz kecil, yang ironisnya, kemudian hal ini nantinya akan memainkan peran penting dalam kemampuannya untuk memperkenalkan diri sebagai seorang non-Yahudi selama misi-misi penyamarannya yang berbahaya, di kemudian hari. Orang tuanya bercerai pada tahun 1931, dan ketika Hitler terpilih sebagai Kanselir Jerman dua tahun kemudian, ibu Lotz membawanya dan melarikan diri ke Eretz Yisrael (tanah perjanjian orang-orang Yahudi, di mana mereka lalu menetap di Tel Aviv. Mengadopsi nama Ibrani Zev Gur-Arie (Zev menjadi kata Ibrani untuk “serigala,” seperti layaknya nama Wolfgang dalam bahasa Jerman), Lotz kemudian mulai belajar di sekolah pertanian di Ben Shemen, sementara Ibunya terlibat dalam aktivitas akting di Tel-Aviv. Dengan berjalannya waktu, Lotz menjadi “ahli berkuda dan bisa menjadi pelatih berkuda”. Lotz kemudian bergabung dengan Haganah pada usia 15 tahun. “Tugasnya termasuk menjaga bus lapis baja yang menyediakan satu-satunya cara untuk mencapai kawasan Ben-Shemen, yang dikelilingi oleh desa-desa dan kota-kota Arab yang semakin bermusuhan. Dia juga kerap harus melakukan patroli berkuda di sekitar sekolahnya sendiri.” Ketika Perang Dunia II pecah pada tahun 1939, otoritas Inggris memanfaatkan kefasihan Lotz dalam berbahasa Jerman, Arab, Inggris, serta Ibrani, dengan menugaskannya ke bagian unit intelijen di Mesir, di mana tugas utamanya adalah untuk menginterogasi tawanan perang asal Jerman. Total Lotz menghabiskan waktu tujuh tahun dalam dinas Angkatan Darat Inggris (termasuk empat tahun di Mesir, di mana dia belajar bahasa Arab dengan fasih). Seusai perang, setelah kembali ke Palestina, dia menikahi Rivka, seorang Yahudi Israel; memiliki seorang putra, Oded Gur-Arie.

Sebelum memasuki dinas intelijen Israel, Lotz menjabat sebagai tentara profesional dalam dinas ketentaraan Israel. (Sumber: https://www.spiegel.de/)

Lotz kemudian bergabung dengan gerakan bawah tanah Israel, yang bertugas menyelundupkan senjata untuk Haganah. Pada saat pecahnya Perang Kemerdekaan Israel (1948), ia bergabung dengan unit IDF (Angkatan Pertahanan Israel), yang baru dibentuk sebagai seorang Letnan dan berpartisipasi dalam pertempuran sengit memperebutkan Latrun. Kemudian, selama Perang Sinai tahun 1956 melawan Mesir, ia naik pangkat menjadi mayor dan memimpin sebuah brigade infanteri. Sementara itu, pada akhir tahun 1950-an hingga awal 1960-an, Mossad, dinas mata-mata rahasia Israel, semakin khawatir tentang bahaya yang mengancam Israel dari keberadaan para ilmuwan Jerman di Mesir, yang bekerja untuk mengembangkan program roket negara itu. Karena itu, mereka kemudian secara aktif mencari agen yang dapat: mengumpulkan data intelijen tentang rencana persenjataan Nasser dan senjata Soviet yang dipasok ke Mesir; mencari target untuk serangan Israel berikutnya di Mesir; dan, yang paling penting serta menjadi perhatian Mossad, adalah bisa menyusup ke kelompok mantan ilmuwan roket dan senjata Nazi yang bekerja untuk Mesir. 

Pada tahun 1950-an, ibu kota Mesir adalah tempat favorit para ex Nazi yang melarikan diri, seperti Johann von Leers, seorang penulis Nazi dan mantan pegawai Kementerian Propaganda Reich di bawah Joseph Goebbels. (Sumber: https://www.spiegel.de/)

MATA-MATA SEMPURNA UNTUK ISRAEL

Beberapa saat setelah Kampanye Sinai tahun 1956, Mossad mendekati Lotz untuk mau bekerja bagi mereka. Lotz memang tidak terlihat seperti orang Israel umumnya, sehingga menjadi kandidat yang sempurna untuk bertugas sebagai agen rahasia Mossad: dia memiliki ciri khas fisik orang Arya, termasuk rambut pirang yang klasik dan bermata biru; peminum berat; dia fasih berbahasa Jerman dan memiliki penampilan layaknya mantan perwira Nazi; serta telah menunjukkan keberanian dalam pertempuran; disamping itu, dia adalah seorang ekstrovert, yang seperti ibunya, adalah aktor yang terampil; dan yang terakhir, serta tidak bisa dikesampingkan, dia tidak disunat! Lotz sendiri hampir berusia 35 tahun dan tidak melihat adanya masa depan yang bagus untuk dirinya sendiri di ketentaraan. Dia menyadari sifat pelatihan Mossad yang “intensif dan melelahkan”, tetapi mau menerima tantangan itu dengan penuh semangat. Lotz kemudian diminta untuk meyakinkan orang lain bahwa dia tidak saja bukan orang Yahudi, tetapi juga mantan Nazi. Setelah menjalani pelatihan intensif dalam bidang spionase dan mengikuti studi ketat tentang sejarah, politik, dan budaya Mesir, Lotz dikirim ke Jerman pada bulan November 1959 untuk memperkuat identitas palsunya dan berpindah-pindah sehingga membuatnya sulit dilacak. Pada tahun 1960, Lotz muncul di Berlin Barat, di mana ia melamar dan mendapatkan kewarganegaraan Jerman Barat. Berdasarkan cerita yang tak terhitung jumlahnya, yang telah dia dengar selama pekerjaannya menginterogasi ratusan tawanan perang Nazi, dia mampu tampil sebagai seorang anti-Semit fanatik, dan mempertahankan citra dirinya sebagai mantan anggota partai Nazi serta perwira Wehrmacht yang pernah bertugas di Afrika Utara.

Lotz memang tidak terlihat seperti orang Israel umumnya, sehingga menjadi kandidat yang sempurna untuk bertugas sebagai agen rahasia Mossad: dia memiliki ciri khas fisik orang Arya, termasuk rambut pirang yang klasik dan bermata biru; peminum berat; dia fasih berbahasa Jerman dan memiliki penampilan layaknya mantan perwira Nazi. (Sumber: https://twitter.com/)
Jenderal Beyerlein di Afrika. Gambaran sosok perwira dari unit Afrika Korps seperti inilah yang dijadikan sebagai bagian dari cerita penyamaran Lotz. (Sumber: https://www.pinterest.com/)

Bekerja dengan pembimbing Mossad-nya, dia mengembangkan cerita palsu yang cerdas, dimana dia digambarkan sebagai seorang pengusaha kaya, yang telah menghabiskan lebih dari 11 tahun di Australia sebagai peternak kuda dan datang ke Mesir untuk mendirikan klub berkuda. Dikirim ke Kairo pada bulan Desember 1960, ia pergi ke berbagai klub berkuda, hingga akhirnya menemukan satu klub yang dikelola oleh perwira-perwira Angkatan Darat Mesir. Di sana, dia bertemu dan berteman dengan kepala polisi Mesir, Youssef Ali Gahourab. Dari sini berita segera menyebar tentang seorang bekas perwira Nazi yang baik hati dan peternak kuda itu. Di Mesir, Lotz mendirikan sekolah berkuda dan peternakan kuda, serta mulai mengesankan orang-orang penting dengan memberikan tape recorder, kamera, lemari es dan mesin cuci. Dia dengan cepat menjadi diterima di lingkungan kelas atas masyarakat Mesir, dan menjadi “A-lister” di antara lingkungan glamour Mesir, serta kerap diundang menghadiri pesta-pesta yang paling bergengsi di Kairo; dan yang paling penting, memperoleh akses ke pemerintah Mesir dan elit-elit militernya. Orang-orang Mesir menganggapnya sebagai mantan kapten Wehrmacht dalam Korps Afrika pimpinan Rommel, yang kemudian menghasilkan banyak uang di Australia setelah perang. Beberapa rumor yang beredar di Mesir, malah menyatakan bahwa dia sebenarnya adalah mantan letnan kolonel di SS rezim Hitler yang ditakuti, yang kemudian telah bergabung dengan dinas intelijen Mesir. 

Wolfgang Lotz memang ahli berkuda, tapi itu hanya sebagian dari kamuflasenya. Pekerjaannya yang sebenarnya adalah memata-matai peneliti roket Jerman, yang beberapa di antaranya adalah mantan Nazi. (Sumber: https://www.spiegel.de/)

Setelah enam bulan Lotz kembali ke Eropa untuk melapor kepada atasannya di Mossad. Mereka sangat senang dengan pekerjaannya. Ketika Eli Cohen disebut “Orang kami di Damaskus”, Lotz kemudian disebut sebagai “Mata Tel Aviv di Kairo.” Pada pertemuan di bulan Juni 1961 dengan operator Mossad-nya di Paris, Wolfgang diberi dana yang cukup besar dan perangkat transponder untuk mengirimkan pesan rahasia. Untuk lebih menampakkan citra kekayaan finansialnya yang besar, ia sering mengadakan pestanya sendiri yang mewah dan penuh dengan alkohol, serta secara mencolok membeli kuda-kuda mahal. Rekening pengeluarannya yang mewah di Israel memungkinkan dia untuk memberikan hadiah mewah kepada teman-teman Mesirnya, termasuk membayar untuk operasi hidung kosmetik bagi putri seorang teman baik – kepala polisi – yang membuatnya mendapatkan penghargaan tinggi di mata publik. Selama perjalanan ke Paris, Lotz mengunjungi Rivka dan Oded di Paris, tempat mereka tinggal selama misinya di Mesir. Di kereta api keluar dari Paris pada bulan Juni 1961, ia bertemu Waltraud Martha Neumann, seorang pengungsi Jerman Timur yang tinggal di Amerika dan bepergian untuk mengunjungi orang tuanya di Jerman. Menurut kata-kata Lotz, Waltraud dilihatnya sebagai “‘seorang wanita berambut pirang yang tinggi, sangat cantik, bermata biru dengan sosok montok yang selalu menjadi kelemahanku.'”

Wolfgang Lotz dan calon istri keduanya Waltraud. Dengan membina hubungan asmara di saat penugasannya, Lotz mengambil risiko yang bisa menghancurkan pekerjaannya sebagai mata-mata. (Sumber: http://thecasualobserver.co.za/)

Dia menjadi terpikat padanya dan, dengan tanpa mendiskusikan masalah ini dengan operator Mossad-nya, dia menikahinya – terlepas dari kenyataan bahwa dia sudah menikah dengan Rivka (Pernikahan keduanya tidak berjalan dengan baik, tetapi Lotz tetap mempertahankan pernikahannya ini). Ketika Mossad mengetahui tentang pernikahan keduanya, mereka merasa ngeri dengan pelanggaran serius terhadap protokol dan meningkatnya kemungkinan dia dikompromikan sebagai agen (Jika sampai tertangkap otoritas Mesir, keterlibatan hubungan pribadinya akan melemahkan kemampuannya untuk melawan penyiksaan brutal yang pasti akan dia alami). Tetapi pihak Mossad kemudian memutuskan bahwa misi itu terlalu penting untuk ditinggalkan, disamping Lotz sebelumnya sudah menunjukkan kemampuannya. Kepala Mossad Isser Harel lalu berencana mengembalikan dia dan “istri” barunya ke Mesir. Ketika Lotz memberi tahu Waltraud bahwa dia adalah agen Israel, istri barunya ini mulai bekerja dengannya. Sementara itu, ada juga laporan lain yang belum bisa dikonfirmasi, yang menyatakan bahwa Waltraud sebenarnya hanya bagian dari kisah palsunya, dan bahwa BND, Badan Intelijen Jerman Barat, menugaskan Waltraud untuk bekerja dengan Lotz sebagai bagian dari kerjasama rahasia antara mereka dengan Israel. Apa pun kebenarannya, cinta mereka nyata. Dan ketika Lotz mengatakan kepadanya bahwa dia memata-matai untuk Israel, Waltraud setuju untuk membantunya dengan antusias.

MASA-MASA KEEMASAN

Lotz kembali ke Mesir pada musim panas tahun 1961, dengan Waltraud menyusul beberapa minggu kemudian. Kepala polisi Mesir Gahourab ada di sana untuk menemuinya dan mengantarnya secara pribadi ke Kairo, “di mana sebuah pesta mewah diadakan untuk menghormatinya.” Meskipun mengikuti pesta, Lotz kemudian membuat laporan transmisi pertamanya ke Tel-Aviv. Dalam menjalankan tugasnya, Lotz memiliki pengeluaran yang hampir tak terbatas, dan dia menggunakannya untuk membeli hadiah bagi teman-temannya yang berpangkat tinggi, untuk mengadakan pesta-pesta, dan untuk membeli kuda dan istal untuk sekolah berkuda yang akan dia buka. Di sini, Wolfgang dan istrinya sangat menikmatinya juga. Pada siang hari mereka berkendara dengan teman-temannya, dan kehidupan sosial mereka yang aktif telah menyebabkan mereka mendapatkan semakin banyak kontak dengan orang-orang penting di Mesir. Lotz memelihara peternakan kuda dan pacuan kuda, sedemikian rupa sehingga ia bahkan membangun tempat pacuan berkuda sendiri, “lengkap dengan miniatur trek balap, istal, paddocks dan tempat untuk pelatihan berkuda.” Teman-temannya berbondong-bondong datang untuk menyaksikan dan mengagumi ciptaannya, yang mana hal ini sesuai dengan keinginannya; yakni semakin banyak sampanye mengalir, semakin banyak teman-temannya yang berpangkat tinggi siap membocorkan rahasia militer dan negaranya.

Kandang di Terusan Mansouria dekat Piramida pada tanggal 5 Maret 1965 disewa oleh Johann Wolfgang Lotz. (Sumber Foto: AP/https://www.spiegel.de/)
Lotz bersama kepala polisi Mesir, Youssef Ali Gahourab. Gaya hidup Lotz yang jor-joran mampu membawanya dalam lingkaran terpenting dalam dunia politik dan militer Mesir. (Sumber: https://algeriedrs.forumactif.com/)

Lotz kemudian mendapat terobosan besar ketika dia berteman dengan Brigadir Jenderal Fouad Osman, seorang perwira tinggi intelijen militer Mesir, yang juga sebagai kepala keamanan untuk pangkalan roket dan pabrik militer Mesir, serta bertanggung jawab untuk melindungi situs-situs yang sedang dicari oleh intelijen oleh Israel. Dia juga menjalin hubungan dekat dengan Hussein El-Shafei, salah satu penasihat terdekat Nasser, yang sering berbagi keputusan penting negara dengannya. Seringkali Shafei memberi tahu Wolfgang tentang keputusan penting negaranya sebelum sebagian besar pejabat pemerintah Mesir sendiri mengetahuinya.” Melalui hubungan pribadinya dengan mereka ini dan pejabat Mesir lainnya, ia dapat mempelajari tentang situs peluncuran rudal Mesir dan mengumpulkan intelijen penting tentang militer Mesir, serta produksi industrinya. Depot senjata, hanggar pesawat, pusat komunikasi – semuanya terbuka untuknya. Itu sangat luar biasa. Lotz tidak hanya diundang untuk mengunjungi pangkalan-pangkalan rahasia di dekat Terusan Suez, tetapi dia juga diberikan akses ke bandara tempat orang Mesir menempatkan pesawat-pesawat tempur MIG mereka, di mana dia bisa mengambil foto jarak dekat dari para pilot yang berpose dengan bangga di dekat pesawat mereka. Orang-orang Mesir tanpa curiga membual kepadanya tentang bagaimana mereka menyesatkan angkatan udara Israel tentang kekuatan batalyon udara mereka dengan mencampurkan pesawat tiruan dengan yang asli di lapangan terbang mereka, dan tentu saja, Lotz segera melaporkan semua informasi ini kembali ke Israel.

Hussein El-Shafei, salah satu penasihat terdekat Nasser, yang sering berbagi keputusan penting negara dengan Lotz. Seringkali Shafei memberi tahu Wolfgang tentang keputusan penting negaranya sebelum sebagian besar pejabat pemerintah Mesir sendiri mengetahuinya. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Seorang pilot Mesir mengenakan pakaian terbang yang melindungi dirinya sepenuhnya dan helm GSh-4MS, yang diperlukan untuk operasi di ketinggian, naik ke pesawat MiG-21F-13 miliknya. Karena kemudahan akses yang dimilikinya, Lotz bisa berfoto bersama pilot-pilot Mesir dan pesawat-pesawat tempur mereka, dengan tanpa menimbulkan kecurigaan. (Sumber: https://medium.com/)

Lotz kemudian semakin larut dalam aktivitas spionase dan kawan-kawannya. Dia bahkan menjadi benar-benar akrab dengan satu pasangan, yang menjadi temannya. Sementara itu, teman lainnya adalah Gerhard Bauch, yang mengaku sebagai mantan perwira Nazi, tetapi dicurigai menjalani kehidupan yang lebih misterius. Jenderal Fouad Osman lalu memberi tahu Lotz suatu hari; “Pria itu (Bauch) selalu berkeliaran mendengarkan setiap kata yang Anda katakan. Hati-hati. Secara resmi dia di sini sebagai seorang industrialis, tetapi kami tahu dia adalah mata-mata untuk pemerintah Bonn. Kami mengizinkannya untuk beroperasi dengan bebas, seperti yang diinginkan presiden Nasser, (yakni) hubungan dengan pemerintah Jerman…kami juga tahu bahwa informasi yang Bauch dapatkan di sini diteruskan ke CIA. Karena Anda orang Jerman, dia mungkin mencoba memanfaatkan posisi Anda di sini. Maafkan saya karena mengatakan demikian, tetapi Anda sedikit naif tentang hal-hal kotor urusan spionase. Saya pikir sebaiknya saya memperingatkan Anda.” Kata-kata yang agak lucu ini, diceritakan kepada seorang mata-mata Israel terkemuka yang beroperasi di Mesir pada saat itu. Wolfgang kemudian berterima kasih kepada temannya itu dan berjanji untuk lebih berhati-hati. Lotz, bagaimanapun, tetap berpura-pura, dan bahkan berhasil membangun reputasinya sebagai sosok anti-Semit fanatik, yang pada akhirnya hanya membuatnya lebih dapat diterima oleh mantan orang-orang Nazi dan pejabat tinggi Mesir. Dia akhirnya bisa menyusup ke lingkaran SS yang paling rahasia, yang sebaliknya membuatnya sama tidak enaknya berteman dengan orang-orang ini. Dari sini Lotz lalu menyusun daftar lengkap mantan ilmuwan Nazi terkemuka yang bekerja untuk orang-orang Mesir, yang mencakup perincian tugas yang diberikan kepada mereka, alamat mereka di Kairo, dan lokasi keluarga mereka di Jerman dan Austria. 

Cover dari majalah SPIEGEL tahun 1963, menunjukkan program roket Presiden Nasser, yang dibantu oleh ahli-ahli asal Jerman. Informasi mengenai proyok inilah yang diincar oleh Lotz. (Sumber: https://www.spiegel.de/)
Spesialis roket Jerman Wolfgang Pilz termasuk generasi kedua peneliti Jerman di Kairo yang bekerja untuk Presiden Nasser sejak akhir tahun 1950-an. Serangan bom surat dilakukan padanya, di mana sekretarisnya, yang membuka amplop, menjadi buta karena serangan tersebut. Tidak dapat dibuktikan dengan jelas apakah upaya pembunuhan ini berkaitan dengan aksi Wolfgang Lotz. (Sumber: https://www.spiegel.de/)

Lotz kemudian menulis surat anonim yang mengancam kepada para ilmuwan tersebut, yang menyebutkan nama istri dan anak-anak mereka serta menasihati mereka bahwa, jika mereka menghargai kehidupan keluarga mereka, akan sangat penting bagi mereka untuk berhenti bekerja bagi orang-orang Mesir. Salah satunya tertulis; “Kami menulis ini untuk memberi tahu Anda, bahwa nama Anda sekarang muncul di daftar hitam ilmuwan Jerman yang bekerja di Mesir. Kami ingin berpikir bahwa Anda peduli dengan keselamatan istri Anda, Elizabeth, dan dua anak Anda, Niels dan Trudi. Adalah untuk kebaikan anda sendiri, jika anda mau berhenti bekerja untuk militer Mesir.” Selanjutnya – tidak diketahui oleh Mossad – ia secara sepihak memutuskan untuk mengirimkan bom surat rahasia ke sejumlah ilmuwan pada bulan September 1964, tetapi bahan peledak itu membunuh sejumlah warga sipil Mesir dan ia gagal membujuk para ilmuwan untuk menghentikan pekerjaan mereka. Sementara itu, melalui teman-teman barunya di Gezira Sporting Club, Lotz berhasil mendirikan istal kuda di Abassiye Garrison dan mendapatkan izin permanen berkunjung ke kamp militer itu. Kemudian Lotz bisa melatih kudanya di trek latihan balap di samping depot satuan lapis baja dekat Heliopolis. Lotz lalu menyampaikan hasil “panen informasinya” itu kembali ke Israel dengan pemancar kecil yang dia simpan di sepatu bot berkudanya. Sementara itu, pada awal tahun 1960-an Kepala Mossad Isser Harel sangat prihatin dengan bahaya para ilmuwan Jerman yang bekerja di Mesir untuk mengembangkan program rudal permukaan ke permukaan. Ada bahaya yang dirasakan dari rudal itu, jika bisa mencapai kota-kota di Israel. Oleh karena itu, Harel mendesak Lotz untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai perkembangan proyek tersebut. Sampai saat itu, Lotz hanya memberikan sedikit informasi kepada Mossad tentang ilmuwan Jerman yang bekerja di Mesir. Tetapi dalam di waktu enam minggu Lotz “kembali ke Paris dengan daftar lengkap setiap ilmuwan Jerman yang tinggal di Kairo”. Melalui sumber-sumber terkemuka dia telah memperoleh rincian yang tepat dari peran yang dimainkan setiap ilmuan itu di pabrik-pabrik persenjataan Mesir.”

Prototype pesawat tempur HA-300 buatan Mesir yang sangat mengkhawatirkan Israel pada saat itu, namun kemudian terbukti tidak berguna. (Sumber: https://www.reddit.com/)
Sistem SAM SA-2 Mesir berhasil diverifikasi oleh Lotz ada di terusan Suez, namun hal ini nyaris membuka kedoknya sebagai mata-mata Israel. (Sumber: http://edokunscalemodelingpage.blogspot.com/)

Melalui teman-teman Jermannya, ia kemudian mendapatkan informasi bahwa teknologi roket Mesir bukanlah ancaman langsung bagi Israel, karena sistem pemandunya tidak dapat diandalkan. Dia juga mengetahui bahwa jet pencegat HA-300 buatan Mesir yang sangat mengkhawatirkan Israel pada saat itu tidak berguna. Pencapaian terbesar Lotz adalah ia dapat memverifikasi bahwa situs rudal darat ke udara (Surface-to-Air Missile/SAM) buatan Soviet, yang ada di Shaloufa, Ismailia dekat Great Bitter Lake di Terusan Suez, adalah pangkalan asli dan bukan tiruan. Dalam prosesnya, dengan menyamar sebagai turis dalam perjalanan memancing, keluarga Lotz melaju menuju kamp, dan menyebabkan diri mereka ditangkap. “Saya takut mereka akan mengusir kami begitu saja,” kata Lotz. “Untungnya, mereka membawa kami langsung ke pangkalan.” Sesampai di sana, Lotz membujuk komandan pangkalan itu untuk memanggil teman lamanya Brigadir Jenderal Fouad Osman, perwira intelijen Mesir yang berjabatan tinggi. Percakapan itu, seperti yang diingat Lotz: 

Osman: Rusty, apakah Anda ingin membusuk di penjara, atau Anda akan membayar dengan sebotol sampanye? 

Lotz: (Sampanye) Mesir atau Prancis? 

Osman: Sekarang jangan bertingkah seperti orang Yahudi. Sampanye Prancis, tentu saja.

Saat Lotz menghadiri pesta beberapa hari kemudian, brigadir jenderal Mesir itu berteriak: “Ini dia mata-mata Israel yang mencoba masuk ke pangkalan rudal kami.” Semua orang tertawa, termasuk Lotz, namun sebelumnya ia telah melaporkan kepada rekan-rekan Israelnya (yang masih menyebutnya sebagai “mata-mata sampanye”) bahwa pangkalan Shaloufa sedang disiapkan untuk menerima rudal buatan Soviet.

KEJATUHAN LOTZ

Segalanya berjalan baik untuk Wolfgang Lotz selama beberapa tahun sampai perubahan tertentu terjadi dalam kebijakan luar negeri Mesir pada musim gugur 1964. Orang-orang Mesir saat itu telah bergantung pada bantuan militer dan ekonomi Soviet sejak pertengahan tahun 1950-an. Dalam kondisi ini, ada dua catatan yang berbeda tentang keadaan yang menyebabkan penangkapan Lotz di rumahnya di Kairo pada tanggal 22 Februari 1965. Menurut satu versi, pada akhir tahun 1964, Soviet, yang menjadi tumpuan Mesir selama satu dekade, menekan Nasser untuk mengundang Presiden Jerman Timur Walter Ulbricht ke Kairo. Pemerintah Jerman Barat memprotes, tetapi Nasser merasa dia harus menuruti keinginan Soviet. Maka pada musim dingin 1965 dia memang mengundang presiden Jerman Timur itu ke Mesir. Terlebih lagi, Soviet telah mengeluh bahwa dinas intelijen Jerman Barat, Gehlen, bekerja dengan CIA untuk melawan Soviet. Nasser telah memutuskan untuk terus bekerja sama dengan Soviet dan menunjukkan kepada Jerman Barat bahwa dia tidak dapat ditekan. Untuk membuktikan bahwa dia tidak dapat ditekan oleh Jerman Barat, Nasser memerintahkan penangkapan 30 orang Jerman Barat yang tinggal di Kairo, termasuk Lotz dan Waltraud, serta orang tua Waltraud yang sedang berkunjung. Tanpa sepengetahuan Lotz, orang-orang Mesir telah memberi tahu duta besar Jerman Barat bahwa penangkapan itu hanya untuk pertunjukan dan bahwa para tahanan akan segera dibebaskan setelah Ulbricht pergi, tetapi Lotz berasumsi bahwa kegiatan rahasianya telah diketahui. Seperti yang ditakuti Mossad, pemikiran utamanya kemudian adalah melindungi istrinya, jadi dia memutuskan untuk bekerja sama sepenuhnya dengan orang Mesir – yang sebenarnya tidak curiga. Karena itu, selama interogasi “formalitas” itu, dia malah mengakui semua aktivitasnya kepada para interogatornya yang terkejut. Dia berasumsi bahwa orang Mesir telah mengetahui tentang kegiatan mata-matanya. Pertimbangan pertamanya, seperti yang ditakuti Mossad sejak awal, adalah karena Waltraud – dan sekarang orang tuanya yang sedang berkunjung juga. 

Presiden Jerman Timur Walter Ulbricht dan Nasser. Kunjungan Ulbricht ke Mesir berujung pada penangkapan 30 orang Jerman Barat yang tinggal di Kairo, termasuk Lotz dan Waltraud. (Sumber: https://www.unz.de/)
Lotz dalam penahanan Mesir. (Sumber: https://www.spiegel.de/)
Lotz dan istrinya Waltraud dalam penahanan. (Sumber: http://thecasualobserver.co.za/)

Lotz memutuskan untuk bekerja sama sepenuhnya dengan orang Mesir, yang awalnya tidak curiga. Jika interogator Mesir menunjukkan keterkejutannya, Lotz mungkin akan mengetahuinya, tetapi interogator Mesir itu tidak mengungkapkan keheranannya. Dia hanya memberi tahu Lotz: “‘Saya ingin tahu di mana Anda menyembunyikan peralatan spionase Anda.'” Interogator itu hanya menangkap arti kata-kata Lotz, tetapi dia melanjutkan dengan penuh percaya diri dan gertakan: “‘Kami tahu segalanya. Untuk menghindari membuang-buang waktu – milikku dan milikmu – akan lebih baik jika kamu mengaku sepenuhnya di sini dan sekarang.'” Lotz kemudian mengatakan kepadanya bahwa dia akan “mencari pemancarnya di kamar mandi.” Dia melanjutkan dengan memberitahu bahwa dalam sabun batangan mereka akan menemukan bahan peledak dan mikrofilm. Mereka lalu juga menemukan lebih dari $75.000 dalam berbagai tempat penyimpanan. Namun kemampuan akting dan ketenangan Wolfgang Lotz, memungkinkan dia untuk menyembunyikan banyak hal dari lawan bicaranya. Dia tetap berpegang pada cerita palsunya bahwa dia adalah orang Jerman, pernah dididik di Jerman, dan ketika Perang Dunia II pecah dia telah bergabung dengan Korps Afrika. Di sana, katanya, dia belajar seni berkuda. Setelah perang ia pergi ke Australia selama 11 tahun sebelum kembali ke Jerman. Dia mengklaim bahwa di klub berkuda dia mendapat tawaran untuk membiakkan kuda dan membuka usaha berkuda sendiri di Mesir. Baru kemudian, katanya, dia mengerti bahwa orang-orang Israel telah membawanya ke dalam jebakan. Dia menjelaskan bahwa dia selalu memimpikan memiliki peternakan kuda dan arena pacuan kuda, dan harganya adalah untuk mengirimkan informasi ke Israel. “‘Saya orang yang lemah'” katanya kepada mereka. “‘Saya langsung setuju. Saya bahkan tidak ragu-ragu. Saya takut, pada saat itu, bahwa jika saya mundur, hidup saya akan dalam bahaya. Orang-orang Israel kejam dan sombong seperti semua orang Yahudi. Saya pikir paling aman adalah untuk mengikuti saran mereka. .'” Dia melanjutkan dengan ‘memperingatkan’ orang-orang Mesir agar: “Jangan pernah memiliki hubungan dengan mereka (Israel).” 

BUALAN TERAKHIR YANG SUKSES

Orang-orang Mesir tampaknya menerima ceritanya tentang seorang mantan tentara Jerman yang agak bodoh ini. Tapi mereka memeriksa untuk melihat apakah dia disunat untuk memastikan dia bukan seorang Yahudi. Seperti yang kita ketahui, dia tidak disunat. Orang Mesir kemudian meminta semua kontaknya – siapa yang melatihnya, di mana dia dilatih, dll. Setelah berhari-hari, dia meyakinkan Intelijen Mesir bahwa orang tua Waltraud tidak terlibat. Tetapi mereka tidak percaya bahwa Waltraud sendiri tidak bersalah. Banyak sumber, bagaimanapun, berpendapat bahwa ini adalah narasi palsu yang dibuat oleh Mossad dan bahwa kisah nyata sebenarnya dimulai dengan penggunaan cara Suriah, yang memakai peralatan pencari arah radio baru, yang telah digunakan untuk menangkap basah Eli Cohen. Mengambil pelajaran dari orang-orang Suriah dan dibantu oleh para ahli Soviet dalam teknik pendeteksian radio, orang-orang Mesir menggunakan peralatan serupa dan mendeteksi perangkat pemancar Lotz. Versi ini kemudian dikonfirmasi oleh Lotz sendiri, yang menulis dalam otobiografinya, The Champagne Spy, bahwa ia ditangkap setelah perangkat nirkabel ditemukan tersembunyi di dalam timbangan pada kamar mandinya. Tapi bagaimanapun juga, orang-orang Mesir sudah terlambat. Tanpa diketahui orang-orang Mesir, Lotz telah memberikan informasi militer strategis yang penting kepada Israel, termasuk secara khusus mengenai lapangan-lapangan udara Mesir mana, yang berisi pesawat palsu untuk menipu pesawat tempur Israel agar melakukan serangan yang sia-sia. Hari ini, diakui secara luas bahwa peristiwa penting dalam kemenangan ajaib Israel saat Perang Enam Hari 1967 adalah penghancuran angkatan udara Mesir di darat sebelum pesawatnya bisa lepas landas, yang tentunya tidak pernah bisa terjadi jika bukan karena informasi yang diberikan oleh Lotz. 

Serangan udara Israel atas lapangan-lapangan udara Mesir yang mematikan dalam Perang 6 Hari 1967. Hal ini tidak akan dapat tercapai dengan sempurna jika tidak terdapat informasi data intelijen akurat yang disuplai oleh Lotz. (Sumber: https://www.pinterest.ru/)

Setelah penangkapannya, surat kabar di seluruh dunia menerbitkan fotonya, dan kisah luar biasa tentang bekas perwira Nazi yang bertugas sebagai mata-mata Israel menarik perhatian besar. Ketertarikan di Israel, bagaimanapun, sedikit berbeda, karena orang tidak bisa membayangkan seorang perwira ex Nazi bekerja sebagai agen Mossad, apalagi menjabat sebagai mayor di IDF. Lotz tidak diragukan lagi akan dieksekusi jika orang Mesir segera menyadari bahwa dia adalah seorang Yahudi, dan seorang Zionis. Namun, saat mengaku sebagai mata-mata Israel, dia teguh berpegang pada cerita palsunya, dia juga mengklaim bahwa Israel mengancam akan mengungkapkan masa lalu Nazi-nya kecuali dia bekerja sama dengan mereka. Keduanya mungkin benar. Bagaimanapun, Lotz melakukan segala yang mungkin untuk meyakinkan orang-orang Mesir tentang kebenarannya, bahkan membuat siaran televisi kepada orang-orang Jerman yang mendesak siapa pun yang didekati oleh orang Israel yang kotor dan punya jiwa memberontak – yang telah mengambil setiap keuntungan darinya, seperti yang biasa dilakukan orang-orang Yahudi – untuk menolak ajakan apapun oleh negara Zionis itu. Dalam langkah yang sangat tidak biasa, kepala Mossad pada saat itu, Meir Amit, menghubungi semua editor surat kabar di seluruh Israel dan mengatakan yang sebenarnya – yaitu, bahwa Lotz hanya menyamar sebagai mantan perwira Nazi – dan memohon mereka untuk tidak mempublikasikan fotonya, jangan sampai dia diidentifikasi oleh seseorang yang mungkin bisa mengekspos siapa dia, baik secara tidak sengaja atau sengaja, sehingga menghapus setiap kesempatannya untuk menyelamatkan diri dari hukuman mati Mesir (suatu hal yang gagal dilakukan pada Eli Cohen). Mengangkat kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan pekerjaan mereka, para editor kemudian memenuhi permintaan Amit dan tidak ada foto Lotz yang diterbitkan di Israel selama berminggu-minggu.

Kepala Mossad, Meir Amit (kiri), demi melindungi Lotz dan menghindarkan nasib seperti Eli Cohen, meminta media massa Israel untuk tidak meliput besar-besaran kisah Lotz. (Sumber: https://www.nli.org.il/)
Foto dalam surat kabar asli yang langka terbitan 23 Oktober 1972, menampilkan foto Lotz dan Waltraud saat diadili karena aksi spionasenya di Kairo pada tahun 1960an. Selama persidangan, meski mengakui aksi spionasenya, namun Lotz tetap berpegang pada cerita palsunya, bahwa ia adalah seorang Jerman yang diperalat Israel. (Sumber: https://www.spiegel.de/)
Lotz (kanan) dalam persidangan di Mesir. Lotz yang divonis seumur hidup, hanya menjalani 3 tahun masa penahanan. Lotz dibebaskan pada tahun 1968 berdasarkan pertukaran tahanan setelah Perang Enam Hari, tetapi Israel harus membayar harga yang mahal, dengan membebaskan 4.000 tahanan perang Mesir, termasuk sembilan jenderal. (Sumber: https://www.spiegel.de/)

Didakwa melakukan spionase, Lotz dan Waltraud diadili, tetapi Mossad berhasil mendapatkan pengacara Jerman yang baik dan mengatur seorang pengamat dari Kedutaan Besar Jerman, yang kehadirannya memastikan beberapa keadilan dari sistem peradilan Mesir. Segalanya berjalan cukup baik sampai terjadi perkembangan yang mengejutkan pada tahap kritis dalam persidangan: Pengadilan Mesir menerima surat anonim yang menyatakan bahwa Lotz sebenarnya adalah Ze’ev Gur-Arie, bukan seorang Kristen tetapi seorang Yahudi; bukan orang Jerman tetapi orang Israel; dan bukan pemilik peternakan berkuda, tetapi seorang mayor di angkatan bersenjata Israel. Sementara identitas orang yang mengirim surat itu masih belum diketahui, berbagai teori berkisar dari seorang pengacara Jerman yang mewakili para ilmuwan yang terancam oleh kampanye surat Israel hingga seorang Yahudi Israel yang tidak puas, yang memusuhi Lotz dan berusaha untuk melihatnya digantung oleh orang Mesir. Meskipun menerima surat itu sebagai fakta, pengadilan tetap mengumumkan bahwa mereka telah memutuskan bahwa kesaksian Lotz adalah benar. Hal itu hampir pasti dilakukan sebagai tanggapan atas perintah yang dikeluarkan dari pimpinan tertinggi pemerintah Mesir; meskipun alasan sebenarnya masih belum diketahui, penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa orang-orang Mesir merasa malu bahwa seorang agen Israel berhasil menembus protokol keamanan tertinggi mereka. Pada tanggal 21 Agustus 1965, Lotz divonis sebagai mata-mata, tetapi alih-alih mengeksekusinya seperti yang dibayangkan, dia menerima hukuman penjara seumur hidup dengan kerja paksa (yang tidak pernah dijalaninya) dan istrinya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Keduanya lalu dibebaskan pada tahun 1968 berdasarkan pertukaran tahanan setelah Perang Enam Hari, tetapi Israel membayar harga yang mahal, dengan membebaskan 4.000 tahanan perang Mesir, termasuk sembilan jenderal.

SETELAH DIBEBASKAN

Sejak pertukaran tahanan di tahun 1968 itu, Lotz hidup sederhana di Tel Aviv sebagai mayor angkatan udara Israel. Dia menjadi lebih gemuk meskipun dia menunggang kuda setiap hari, dan terkadang mengakui bahwa dia merindukan kehidupan mewahnya di Kairo. Sejak dibebaskan, Lotz tidak secara terbuka mengungkapkan kehadirannya di Israel sampai tanggal 24 November 1971, ketika dia menghadiri pernikahan sesama mata-mata Israel Marcelle Ninio, yang dibebaskan bersama dengan Lotz dari penjara Mesir mereka. Ditampilkan di sini adalah foto dari pernikahan itu, yang diresmikan oleh Rav Shlomo Goren. Pengantin wanita “diserahkan” kepada Letnan Kolonel Eli Boger oleh Perdana Menteri Golda Meir, dan Lotz berdiri di antara dia dan pengantin wanita. Victorine Marcelle Ninio (1929-2019) adalah satu-satunya wanita yang direkrut untuk bertindak sebagai penghubung sel mata-mata Israel, yang memasang bom di dalam target sipil milik Mesir, Amerika, dan Inggris. Sebuah perangkat yang meledak sebelum waktunya di bioskop menyebabkan rasa malu yang besar bagi Israel dan menyebabkan peristiwa yang dikenal “Lavon Affair“, dan pernikahannya pada tahun 1971 yang menyebabkan publik Israel belajar lebih banyak tentang detail rahasia panjang dari kisah memalukan itu. Sementara itu, Lotz tetap di Israel sampai kematian Waltraud pada tahun 1973, ketika dia kemudian kembali ke Jerman. Terbiasa menjalani kehidupan mewah di Jerman dan Mesir, dia menjadi tidak bahagia karena tidak dapat melanjutkan gaya hidupnya yang megah dan flamboyan, sambil mengeluh bahwa tunjangan pensiun Mossadnya tidak mencukupi untuk kebutuhannya, dan berjuang untuk melanjutkan identitas aslinya. Dia kemudian mengatakan bahwa menurutnya pensiunan Mossad sebesar $ 200 sebulan “terlalu sedikit,” mengingat apa yang telah dia derita dalam menjalankan tugasnya.

Foto surat kabar tanggal 24 November 1971 yang menandai “kemunculan pertama” Lotz di Israel sejak dibebaskan dari penahanan Mesir. Ketika itu dia menghadiri pernikahan sesama mata-mata Israel Marcelle Ninio, yang dibebaskan bersama dengan Lotz dari penjara Mesir mereka. (Sumber: https://www.jewishpress.com/)
Tidak puas dengan pensiunannya yang kecil di Israel dan merindukan gaya hidup mewahnya di masa lalu, setelah kematian Waltraud pada tahun 1973, Lotz kemudian pindah ke Jerman dan menghabiskan masa tuanya disana. (Sumber: https://www.spiegel.de/)

Lotz tidak pernah kembali ke istri Israelnya dan putra mereka, Oded Gur-Arie. Lotz kemudian diundang pada tahun 1980 ke Munich oleh Egon Flörchinger, manajer umum penerbit buku Moewig Verlag, dimana dia menulis sejumlah buku paperback. Dia menjadi pemimpin departemen olahraga department store besar Kaufhof di Munich, bagian dari pengecer terbesar keempat di dunia Metro AG. Selama perang tahun 1982 di Lebanon, rekan lamanya Ariel Sharon memanggilnya kembali ke Israel untuk melaksanakan misi khusus. Bersama Jonathan Stern—seperti Lotz yang lahir di Jerman—Wolfgang Lotz memandu wartawan asing ke Beirut dan menjelaskan kepada mereka posisi Israel. Kembali di Munich dia kemudian bertemu jurnalis Herma Haddorp dan jatuh cinta padanya. Pasangan itu pindah ke sebuah apartemen mewah di Munich-Bogenhausen di mana dia tinggal sampai kematiannya satu dekade kemudian pada tanggal 13 Mei 1993. Lotz meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya selama tahun-tahun penahanannya di penjara, dan dia dimakamkan di Israel dengan penghormatan militer penuh. Empat belas tahun kemudian, setelah Mossad membuka catatan mengenai sosoknya, putranya, Oded, lalu memecah keheningannya dan menjadi pembawa acara dalam penayangan The Champagne Spy, sebuah film yang menceritakan kisah Lotz dan memenangkan Penghargaan Academy Award Israel tahun 2007 untuk film Dokumenter Terbaik.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

The Tale Of Israeli Spy Wolfgang Lotz – The Unsung Hero Of The Six-Day War By Saul Jay Singer – 17 Iyyar 5781 – April 28, 2021

https://www.jewishpress.com/sections/features/the-tale-of-israeli-spy-wolfgang-lotz-the-unsung-hero-of-the-six-day-war/2021/04/28/

Wolfgang Lotz (1921 – 1993)

https://www.jewishvirtuallibrary.org/wolfgang-lotz

The Champagne Spy

https://web.archive.org/web/20080603013347/http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,943310,00.html

‘CHAMPAGNE SPY’ WOLFGANG LOTZ DIES AT 73

https://www.washingtonpost.com/archive/local/1993/05/17/champagne-spy-wolfgang-lotz-dies-at-73/fb76c134-f42f-449a-94f9-abcba8192cef/

The Spy who confused Fantasy and Real Life By Dean McCleland

http://thecasualobserver.co.za/spy-confused-fantasy-real-life/

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Wolfgang_Lotz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *