Perang Timur Tengah

Kekuatan Udara Negara-negara Arab jelang Perang 6 Hari tahun 1967

Dalam tiga jam di bulan Juni 1967, AU Israel (IAF) meraih salah satu kemenangan paling spektakuler dalam sejarah peperangan modern. Pada saat-saat yang menentukan ini, pesawat-pesawat tempur Israel memberikan pukulan yang melumpuhkan Angkatan Udara Mesir (yang menjadi kekuatan udara terbesar diantara negara-negara Arab), dengan menghancurkan sebagian besar pesawatnya di darat. Kalah dalam jumlah dibandingkan gabungan tentara negara-negara Arab, dan dikepung oleh musuh di tiga sisi dan Laut Tengah yang biru di sisi keempatnya, Israel memutuskan untuk menyerang terlebih dahulu dan menang dengan cepat. Dengan itu berarti Israel bisa mengendalikan langit diatas Timur Tengah. Namun Angkatan Udara Israel hanya dapat mengerahkan dua ratus pesawat, hampir semuanya model Perancis (Amerika Serikat tidak akan menjual pesawat tempur ke IAF sampai tahun 1968), melawan lebih dari enam ratus pesawat-pesawat Arab, termasuk banyak pesawat tempur MiG yang dipasok Soviet. Para pemimpin Israel juga khawatir dengan tiga puluh pesawat pembom Tu-16 Badgerbuatan Soviet milik Mesir, yang masing-masing dapat menjatuhkan sepuluh ton bom di kota-kota Israel. Kesuksesan AU Israel dalam Perang 6 Hari, selain ditentukan oleh kesiapan mereka sendiri, juga dibantu oleh kondisi AU negara-negara Arab yang beragam, dengan kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Berikut ini adalah paparan mengenai formasi dan kondisi dari kekuatan udara negara-negara Arab menjelang pecahnya perang 6 hari.

Ilustrasi Mirage III Israel melintas diatas pangkalan udara negara Arab dalam Perang 6 hari 1967. Dalam tiga jam di bulan Juni 1967, AU Israel (IAF) meraih salah satu kemenangan paling spektakuler dalam sejarah peperangan modern. Pada saat-saat yang menentukan ini, pesawat-pesawat tempur Israel memberikan pukulan yang melumpuhkan Angkatan Udara Mesir (yang menjadi kekuatan udara terbesar diantara negara-negara Arab), dengan menghancurkan sebagian besar pesawatnya di darat. (Sumber: https://id.pinterest.com/pin/658299670555504891/)

AU ALJAZAIR/QJJ (al-Quwwat al-Jawwiya al-Jaza’eriya

Setelah memperoleh kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1962, Aljazair merupakan negara yang benar-benar baru dalam perang antara Arab dan Israel. Sejauh mana partisipasi mereka dalam fase-fase konflik ini sebagian besar masih belum diketahui hingga saat ini. Pada tahun 1967 QJJ masih merupakan kecabangan yang masih muda. Angkatan Udara Aljazair baru dibentuk pada bulan November 1962 dengan bantuan Soviet dan Mesir, dimana diterima sekitar lima jet MiG-15 (dua MiG-15UTI dan tiga MiG-15bis), 12 Helwan Gomhouria dipasok dari Mesir, dan 12 C.11 buatan Ceko (Yak-11), sementara dua pesawat angkut ringan Beech D.185S dibeli untuk penggunaan pribadi Presiden Ben Bella pada tahun 1963. Setelah membeli pesawat ringan dan helikopter tambahan dari Amerika Serikat dan Perancis, pada tahun 1963 lebih banyak pesawat tempur diperoleh lagi dari Uni Soviet, termasuk 15 MiG-15bis, beberapa MiG-15UTI, 20 MiG-17F, dan 12 pembom Il-28. Setelah perang singkat dengan Maroko, pada tahun 1963, 1964, dan 1965, lebih banyak lagi pesawat yang diterima, termasuk 20 MiG-17F, 12 Il-28 tambahan, dan delapan MiG-19 pertama serta enam MiG-21F-13. Oleh karena itu, pada bulan Juni 1967 Aljazair memiliki resimen udara yang telah berkembang sepenuhnya dengan tiga skuadron MiG-17, satu resimen pembom dengan dua skuadron Il-28, satu skuadron tempur campuran dengan MiG-19 dan MiG-21, satu skuadron MiG-15, serta resimen transport dengan satu skuadron masing-masing dilengkapi dengan pesawat angkut An-12 dan Il-14. Meskipun mengalami pertumbuhan pesat, pada saat Perang Enam Hari, Angkatan Udara Aljazair belum dianggap siap tempur. 20 MiG-17F, 20 MiG-21 dan 12 Il-28, kemudian dikirim ke Mesir selama perang, dengan tanpa satupun kru. Pesawat yang terbang melalui Tunisia dan Libya – yang dibentuk menjadi dua unit MiG-17 yang “besar”, dan satu unit MiG-21 – mulai tiba pada sore hari tanggal 5 Juni, meskipun sebagian besar menyusul pada hari berikutnya.

MiG-21 Fishbed AU Aljazair. Pada tahun 1967 AU Aljazair masih merupakan kecabangan yang masih muda. Angkatan Udara Aljazair baru dibentuk pada bulan November 1962 dengan bantuan Soviet dan Mesir. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)
MiG-17 Fresco AU Aljazair. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)
Pembom Il-28 Beagle AU Aljazair. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

AU MESIR (UARAF)

Angkatan Udara Mesir jelas merupakan angkatan udara Arab yang paling kuat pada tahun 1967. Angkatan Udara Mesir mempunyai 560 pesawat dan helikopter, ditambah unit cadangan kecil, 431 di antaranya adalah pesawat tempur, termasuk 278 MiG-19 dan MiG-21, Su-7, dan pembom Tu-16 yang modern serta 200 pesawat pendukung dan helikopter, yang dikelola oleh 11.000 personel militer dan 5.000 personel sipil. Kekuatan besar ini mengalami perkembangan menakjubkan selama satu dekade sejak perang terakhir yang diikutinya. Meskipun ada beberapa negosiasi dengan AS segera setelah Krisis Suez, pada akhir tahun 1956 Mesir sekali lagi beralih ke Uni Soviet untuk mendapatkan senjata baru yang diperlukan untuk membangun kembali militernya yang terpuruk. Soviet dengan cepat memanfaatkan kesempatan ini dan menjanjikan pasokan senjata dan peralatan senilai $150 juta, selain telah memberikan pinjaman untuk pembangunan bendungan Asswan. Pada bulan Maret 1957, tiga kapal dagang Soviet tiba di Alexandria, dengan 15 jet tempur MiG-17, sepuluh pembom Il-28, dan peralatan radar untuk EAF. Sementara itu seluruh pesawat yang dievakuasi ke Arab Saudi dan Suriah dikembalikan ke Mesir. Pengiriman tambahan dari Uni Soviet, serta 650 instruktur Soviet, Polandia, dan Cekoslovakia memungkinkan Mesir selain untuk sepenuhnya membangun kembali dan mengatur ulang angkatan udaranya, tetapi juga melakukan standarisasi peralatan yang dimilikinya. Pada bulan Juli 1957 EAF memiliki hampir 100 pesawat tempur MiG-15 dan MiG-17, dan 40 pembom Il-28, dan banyak dari pesawat ini dipamerkan ke publik selama parade besar di Kairo pada tanggal 23 di bulan yang sama. Pada saat yang sama sejumlah besar perwira, pilot, dan teknisi Mesir dikirim ke Uni Soviet, Polandia, Bulgaria, dan Cekoslovakia untuk mengikuti pelatihan. Sejumlah kecil dikirim ke AS. Beberapa dari mereka harus menghabiskan waktu hingga empat tahun untuk mengikuti kursus berbeda di luar Mesir pada tahun-tahun berikutnya, karena investasi dalam pelatihan dan pengembangan lebih lanjut EAF sangat besar. Pada tahun-tahun berikutnya, Mesir telah mereorganisasi angkatan udara mereka secara menyeluruh. Banyak orang akan mengatakan bahwa struktur baru ini “sesuai dengan doktrin Soviet”, namun, orang Mesir selalu menekankan bahwa mereka melakukan hal-hal dengan cara mereka sendiri, dengan mengambil beberapa ide dari Soviet, dan beberapa ide lain juga dari Barat. 

Pesawat-pesawat Mesir terbang di atas Istana Koubbeh untuk merayakan pernikahan Raja Farouk I dan Ratu Farida. Angkatan Udara Mesir jelas merupakan angkatan udara Arab yang paling kuat pada tahun 1967. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Egyptian_Air_Force)
Dipamerkan sekitar tahun 1956, pesawat-pesawat baru yang dibeli dari Cekoslovakia dan Uni Soviet searah jarum jam: MiG-17F, MiG-15bis, Il-28, Yak-11, Zlin 226, dan dua helikopter Mi-1. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Egyptian_Air_Force)

Memang benar, EAF kini dibentuk menjadi beberapa Brigade Udara, yang masing-masing biasanya terdiri dari tiga unit dan dihubungkan ke dalam sistem pertahanan udara terpusat, dikendalikan oleh Dewan Komando Tertinggi (SCC), yang berada di bawah kendali Markas Besar Umum. Beberapa brigade, atau unit di dalamnya sebenarnya berada di bawah kendali langsung Angkatan Darat. Di sisi lain rantai komando brigade udara terdapat pusat kendali lokal, yang kemudian diintegrasikan ke dalam sistem komando dan kendali yang baru dibentuk, didukung oleh dua lusin stasiun radar dan sejumlah kelompok pengamat darat. Sebagian besar lapangan terbang yang ada juga diperbesar, dengan tambahan hanggar, bengkel, dan depo yang dibangun. Ketika pada tahun 1958 Mesir, Yaman dan Suriah bergabung ke dalam Republik Persatuan Arab, EAF juga diubah namanya menjadi Angkatan Udara Republik Persatuan Arab (UARAF), dan struktur komandonya diperluas untuk mengendalikan juga angkatan udara Suriah dan Yaman. Meskipun ada kerja sama yang intens dan pertukaran unit pada tahun-tahun berikutnya, UARAF pada akhirnya tidak pernah menjadi angkatan udara yang benar-benar “bersatu”. Alasan sederhananya adalah bahwa angkatan udara Mesir relatif berkembang, diperlengkapi, dan dilatih dengan baik, namun juga dihadapkan pada masalah yang sangat berbeda dibandingkan dua angkatan lain yang membentuk UARAF. Angkatan Udara Arab Suriah (SyAAF), misalnya, menderita akibat beberapa kudeta berikutnya di Damaskus, yang masing-masing kudeta menghasilkan pembersihan baru terhadap perwira komandannya. Di sisi lain, Angkatan Udara Yaman ada juga hanya karena dukungan luas dari Mesir. Selain Israel, ketiga komponen Angkatan Udara UARAF juga memiliki musuh yang berbeda. Suriah, misalnya, dimusuhi oleh Turki dan Irak, sama seperti oleh Israel, sementara Yaman tidak mempunyai perbatasan sama sekali dengan Israel. Namun demikian, pembentukan UAR menjadikan Mesir sebagai negara Arab terkemuka, dan akuisisi pesawat tambahan mengembangkan UARAF bagian Mesir menjadi angkatan udara paling kuat di Timur Tengah. Sekalipun UAR tidak akan bertahan lama (sudah bubar pada tahun 1961, terutama karena rezim baru yang berkuasa di Damaskus setelah kudeta lain yang didukung militer), angkatan udara Mesir tetap mempertahankan namanya dan oleh karena itu tetap disebut sebagai UARAF. 

Formasi pembom Il-28, di atas Kairo selama parade pada bulan September 1956. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Egyptian_Air_Force)
Tiga dari MiG-15 buatan Cekoslovakia EAF yang baru beroperasi terbang melintasi Kairo selama demonstrasi kekuatan udara Mesir pada bulan September 1956. Selusin pesawat tempur Sqn No 1 yang baru-baru ini diperkenalkan memberikan gambaran kepada publik Mesir tentang pertahanan garis depan mereka yang canggih. (Sumber: https://aviadejavu.ru/Site/Arts/Art9926.htm)

Pada tahun 1960, angkatan udara Mesir lebih besar dari keseluruhan IDF/AF (AU Israel). Sebagian besar pesawat tempur Mesir juga lebih canggih dibandingkan jenis yang diterbangkan oleh Israel. UARAF bagian Mesir memiliki empat resimen dengan total hampir 150 MiG-15 dan MiG-17F/PF, satu resimen dengan sekitar 60 unit Pembom Il-28, dan satu resimen transportasi dengan pesawat-pesawat Il-14 dan An-12. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, UARAF bagian Mesir harus menghadapi banyak masalah, yang sebagian besar terkait dengan akuisisi sejumlah besar pesawat tempur generasi baru secara bersamaan, selain juga karena keterlibatan Mesir dalam perang di Yaman. Antara tahun 1958 dan 1965 Mesir membeli total 100 pesawat tempur MiG-19. Awalnya, jumlah pesawat yang diperoleh jauh lebih sedikit, dan hanya cukup untuk membentuk dua unit yang cukup besar, yakni Skuadron Tempur ke-20 dan ke-21, yang mulai beroperasi di Fayid dengan pangkalan terdepan di Milayz. Namun, pesawat-pesawat ini terbukti memiliki beberapa kelemahan serius dalam konstruksinya. Yang paling penting adalah posisi pipa sistem hidroliknya terlalu dekat dengan mesin sehingga mengalami panas berlebih, yang menyebabkan sejumlah kecelakaan besar. Jumlah pesawat yang tersedia menurun begitu cepat, sehingga pada tahun 1964 Skuadron ke-20 dan ke-21 harus digabungkan menjadi satu unit besar. Namun, angkatan udara Arab lainnya memiliki masalah yang lebih signifikan ketika mengoperasikan MiG-19, sehingga pada tahun 1964 diambil keputusan oleh Mesir untuk mengambil alih 30 unit pesawat Suriah dan sepuluh unit milik Irak yang tersisa. Meskipun MiG-19 bekas Irak diterbangkan ke Mesir, sebagian besar MiG-19 Suriah tetap berada di Suriah, namun diberikan kepada dua unit UARAF Mesir yang bermarkas secara permanen di sana. Sementara itu, Mesir mengetahui kemunculan jet tempur baru, yang mampu terbang dengan kecepatan Mach 2, namun relatif mudah untuk diterbangkan, yakni MiG-21. Karakteristik terbang yang luar biasa, persenjataan dua kanon 30mm, dan radar pengukur jarak yang berguna menjadikan MiG-21 sangat menarik. MiG-21 kemudian akan tetap menjadi pesawat tempur utama Mesir selama dua dekade setelahnya. Ketika pada tahun 1961 diketahui bahwa Israel akan memesan 40 Mirage IIIC dari Prancis, Mesir segera memesan MiG-21F dalam jumlah yang sama dari Uni Soviet, dan kelompok pilot Mesir pertama dikirim ke Uni Soviet untuk menjalani latihan. 40 MiG-21F-13 pertama tiba di Mesir pada bulan Juni dan Juli 1962, membentuk satu resimen yang terdiri dari tiga skuadron. Namun pada tahun 1963, UARAF mengetahui bahwa total pesanan Israel adalah 72 Mirage, dan akibatnya pesanan kedua untuk MiG-21F-13 dikeluarkan untuk menambah jumlah pesawat tempur ini menjadi 120, dan melengkapi seluruh divisi dengan pesawat ini. Setelah pelatihan pilot terbukti lebih kompleks dari yang dibayangkan, pada tahun 1964 juga 40 pesawat latih MiG-21U diperoleh, sementara pada tahun yang sama juga 40 MiG-21PF yang berkemampuan segala cuaca pertama dibeli, digunakan untuk melengkapi kembali tiga unit yang sebelumnya terbang. MiG-21F-13 versi lama kemudian “disalurkan” ke unit-unit lain, yang sebelumnya menerbangkan MiG-17 dan MiG-19. 

Pada awal Oktober 1956, batch pertama MiG-17F telah dikirim ke Mesir dan segera dioperasikan di Lapangan No 1 di Almaza. (Sumber: https://aviadejavu.ru/Site/Arts/Art9926.htm)
Dua MiG-21F13 Mesir dari Skuadron 26 ‘Black Raven‘ yang dipersenjatai dengan rudal R-3S. (Sumber: https://plane-encyclopedia.com/tag/egypt/)

Pada tahun 1962, UARAF diperkuat lebih lanjut dengan 30 pesawat pengebom Tupolev Tu-16, beberapa di antaranya merupakan versi Tu-16K-11-16, yang dilengkapi dengan rudal udara-ke-darat berpemandu AS-1 dan AS-5, dan dapat menargetkan Israel dari jarak yang aman, tanpa perlu mengambil risiko dicegat oleh pesawat-pesawat tempur Israel. Satu resimen dengan tiga skuadron Tu-16 dibentuk pada tahun 1964, namun masih dalam pelatihan pada tahun 1967. Pada pertengahan tahun 1960an, pesawat-pesawat Inggris telah digantikan sepenuhnya oleh perangkat keras asal Soviet. Uni Soviet kemudian menjadi pemasok utama EAF, dan banyak negara Arab lainnya. Hal ini memungkinkan EAF untuk melakukan modernisasi dan meningkatkan efektivitas tempurnya. Sementara itu, proses akuisisi MiG-21 terus dilanjutkan, karena pada tahun 1966 UARAF juga membeli 75 MiG-21PFM yang ditingkatkan kemampuannya untuk membentuk empat skuadron baru. Sebenarnya, tidak ada skuadron baru yang dibentuk. Empat unit terpilih dikonversi ke varian ini, dengan meneruskan MiG-21F-13 dan MiG-21PF mereka ke unit lain – yang sudah ada. Banyak F-13 dan PF hilang dalam kecelakaan, sementara beberapa lainnya diberikan kepada angkatan udara negara lain. Akibatnya, meskipun membeli tidak kurang dari 235 MiG-21 antara tahun 1961 dan 1967, dan – setidaknya di atas kertas – memiliki enam skuadron pencegat dan enam skuadron pembom tempur yang dilengkapi dengan mereka – pada tanggal 5 Juni 1967 UARAF secara efektif hanya memiliki 108 MiG-21 dalam dinas operasional, yang hanya cukup untuk melengkapi sembilan unit yang masing-masing terdiri dari 12 pesawat!

F-8H Crusader dari Skuadron VF-13 mengawal pembom Tupolev Tu-16 Mesir. Pada tahun 1962, UARAF diperkuat lebih lanjut dengan 30 pesawat pengebom Tupolev Tu-16, beberapa di antaranya merupakan versi Tu-16K-11-16, yang dilengkapi dengan rudal udara-ke-darat berpemandu AS-1 dan AS-5, dan dapat menargetkan Israel dari jarak yang aman, tanpa perlu mengambil risiko dicegat oleh pesawat-pesawat tempur Israel. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:F-8H_Crusader_of_VF-13_escorts_Egyptian_Tupolev_Tu-16_in_May_1969.jpg)

Pengiriman lain yang sangat penting adalah 64 pesawat serang darat Su-7BMK antara bulan Juli 1966 dan Juni 1967. Pilot Mesir sebenarnya tidak menyukai jenis pesawat ini, karena selain jangkauannya yang pendek, juga karena banyak cacat dan sedikit kemampuan tempur karena muatannya yang kecil. Namun, Soviet bersikeras, sehingga batch pertama sebanyak 64 pesawat dipesan, diikuti oleh batch kedua sebanyak 30 pesawat. Pada bulan Juni 1967, total 64 pesawat telah dikirim dan ada rencana untuk membentuk divisi penuh dengan dua resimen dan enam skuadron dengan pesawat ini. Namun, pada bulan Juni 1967 hanya Skuadron No. 55, yang berbasis di Fa’id, yang akan menyelesaikan konversi, dengan memiliki 15 pilot yang memenuhi syarat dan 15 pesawat Su-7BMK yang beroperasi. Perlu disebutkan di sini, bahwa pada awal dan pertengahan tahun 1960-an Mesir juga melakukan investasi besar-besaran pada pembuatan jet Ha-200 dan kemudian pengembangan pesawat jet tempur Ha-300. Yang pertama adalah pesawat latih yang dikembangkan di Spanyol, 63 di antaranya dibuat di Pabrik Pesawat di Helwan, sebagai Ha-200 al-Kahiras, tetapi tidak dapat diandalkan. Ha-300 adalah proyek yang jauh lebih ambisius untuk membuat pesawat tempur supersonik ringan, bersayap delta, yang dikembangkan dengan bantuan Jerman, Austria, dan Spanyol, dan dengan keterlibatan India. Namun proyek yang sangat menarik dan menjanjikan ini dibatalkan setelah perang pada tahun 1967. Pesawat ini jumlahnya tidak pernah melampaui tiga prototipe dan melewati fase uji penerbangan awal, kemudian ditinggalkan karena biaya yang tinggi dan faktor politik. Para desainer Jerman yang terlibat terpaksa harus meninggalkan Mesir setelah mendapat ancaman pembunuhan dari badan intelijen Israel, Mossad.

Su-7BMK Mesir. Pilot Mesir sebenarnya tidak menyukai jenis pesawat ini, karena selain jangkauannya yang pendek, juga karena banyak cacat dan sedikit kemampuan tempur karena muatannya yang kecil. Namun, Soviet bersikeras, sehingga batch pertama sebanyak 64 pesawat dipesan, diikuti oleh batch kedua sebanyak 30 pesawat. (Sumber: https://www.super-hobby.hu/products/Su-7BMK-Fitter-A.html?cpt_key=K1713702252_5761&cpt_key2=adbc675bf7e1c843e472663f0fe05fab4d520472)
HA-200B Al Kahira buatan Mesir pertama melakukan penerbangan perdananya pada bulan Desember 1961. Jenis pesawat ini digunakan untuk pelatihan terbang tingkat lanjut oleh Akademi Udara Angkatan Udara Mesir di Bilbeis. HA-200B menggantikan senapan mesin model A Spanyol yang dipasang di hidung dengan kanon kaliber 20mm dan dilengkapi cantelan di sayap. Enam puluh tiga pesawat jenis ini dibuat untuk EAF. (Sumber: https://aviadejavu.ru/Site/Arts/Art38879.htm)
Salah satu dari serangkaian foto yang diambil dari prototipe HA-300 kedua di pabrik Helwan di Mesir, diambil oleh jurnalis Jerman dan mantan pilot uji Messerschmitt Me 163 Mano Ziegler. (Sumber: https://aviadejavu.ru/Site/Arts/Art38879.htm)

Secara total, pada tahun 1967 angkatan udara Mesir merupakan angkatan udara yang sangat modern, dilengkapi dengan baik, namun kualitas pelatihan personelnya berbeda. Pasukan terdepan UARAF kekurangan teknisi yang memadai untuk menjaga operasional pesawatnya. Dari sekitar 700 pilot yang memenuhi syarat dan 150 navigator, hanya sekitar 150 yang dirotasi ke Yaman di mana mereka memperoleh pengalaman tempur, dan hampir 200 orang dianggap berpengalaman. Sebagian besar anggota lainnya masih menjalani pelatihan, dan hal ini, ditambah dengan kelemahan mendasar di SCC serta Markas Besar Umum, pada akhirnya terbukti menjadi kelemahan utama UARAF. Mesir tidak mempunyai apa-apa selain rencana yang sangat umum jika terjadi perang. Meskipun mereka merupakan satu-satunya angkatan udara yang memiliki pesawat pengebom ringan dan menengah khusus di seluruh Timur Tengah, Mesir tidak menyangka akan mengerahkan kekuatan udara mereka untuk melakukan serangan. Faktanya, sebagian besar komandan yang memegang jabatan penting tidak tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi pertempuran. Sebagian besar juga tidak siap untuk bertindak sendiri, malah lebih memilih menunggu perintah dari atas. Jikapun perintah ini tidak datang, unit mereka tidak akan berbuat apa-apa. Sistem komando yang sangat terpusat juga lambat dalam meneruskan perintah ke berbagai skuadron, dan oleh karena itu kerja sama antara UARAF, Angkatan Darat, dan Angkatan Laut sangat buruk. Meskipun pilot dan perwira Mesir percaya diri dan peralatan mereka modern, pengalaman mereka di Yaman serta pertempuran melawan pesawat tempur taktis yang diterbangkan oleh Israel sama sekali diabaikan, dan seluruh kekuatan sebenarnya belum teruji dalam pertempuran. Brigadir Jenderal (purnawirawan) Tamim Fahmi ‘Abd Allah mengkritik konsep pelatihan Soviet pada saat itu: “Saya tidak menyukai jenis pelatihan yang kami dapatkan karena sangat hipotetis. Kami tidak sendirian, mungkin Uni Soviet dan semua negara blok Soviet dilatih dengan cara yang sama, tapi saya tidak akan pernah memaafkan kami karena mengikuti jalan yang sama. Kami sering berperang di Yaman, jadi kami seharusnya tahu lebih baik. Namun kami mendapatkan peralatan kami dari Soviet dan kami memercayai mereka, namun kami tidak memercayai diri kami sendiri. Kami terbang sepanjang waktu di ketinggian, kecepatan tinggi – hampir sepanjang waktu dalam kecepatan supersonik. Siapa pun yang melarikan diri bisa diadili di pengadilan militer. Saya pernah mendapat masalah besar karena saya terbang rendah. Kami sering melakukannya di Yaman, tapi setelah kami pulang, hal itu terlupakan.”

Su-7BMK AU Mesir. Banyak perwira Mesir yang mengeluh bahwa Soviet tidak melatih mereka taktik apa pun. (Sumber: https://www.armedconflicts.com/attachments/121/Su-7BMK_Egypt.jpg)

Banyak perwira Mesir yang mengeluh bahwa Soviet tidak melatih mereka taktik apa pun. Brigjen. (Purn.) Qadri al-Hamid menyimpulkan: “Kami kurang dalam teori pertempuran udara. Rusia telah memberi kami pelatihan tetapi tidak memberi kami taktik yang baik. Mereka melatih kami untuk terbang dengan kecepatan Mach 2 dan melakukan intersepsi di ketinggian tinggi serta pertempuran malam. Skenario ini tidak terjadi dalam Perang melawan Israel tahun 1967 – karena semua pertempuran terjadi di ketinggian rendah. Anda berlatih untuk sesuatu, dan jika hal itu tidak terjadi, Anda belum siap.” Mayjen. Abdel Nasr, mantan Kepala Staf UARAF berkomentar (dalam Wings over Suez, hal.366): “Ketika orang-orang Rusia datang, mereka menekankan pelatihan untuk menjadikan kami staf dan perwira umum. Mereka tidak mengajari kami taktik, namun mereka berhasil mengajari kami berpikir dengan benar dan terorganisir… Ketika saya berada di Uni Soviet, saya mempunyai banyak hubungan dengan departemen pelatihan karena pekerjaan saya. Saya sedang berdiskusi dengan mereka bagaimana melatih pasukan kami. Saya menemukan bahwa mereka memberi kami kursus pelatihan dasar tetapi mereka tidak mengajari kami taktik. Mereka punya taktiknya sendiri tapi itu tidak akan baik bagi kami karena mereka bergantung pada pengerahan massa dan penggunaan pasukan dalam jumlah besar yang tidak tersedia bagi kami.” Bertentangan dengan Angkatan Udara Israel, jika agresivitas dan inisiatif merupakan kecenderungan utama bagi semua perwira dan pilot, maka tentara Mesir tidak diizinkan untuk beroperasi secara agresif, seperti yang diingat oleh Kolonel (purnawirawan) Tahsin Zaki: “Saya adalah komandan Wing MiG-17 ke-2 pada tahun 1965, yang mencakup satu skuadron MiG-17 yang ditempatkan secara permanen di al-Arish. Perintah kami adalah untuk tidak terbang di dekat perbatasan Mesir-Israel, namun orang-orang Israel sering kali menembus wilayah udara kami, terbang sangat rendah, bahkan tepat di atas bandara al-Arish. Hal ini membuat pilot-pilot saya merasa sangat tidak enak karena pembatasan yang diberlakukan oleh komando tinggi terhadap penetrasi di perbatasan Israel. Untuk meningkatkan moral pilot saya, saya mengizinkan mereka, kadang-kadang, untuk melakukan penetrasi pada ketinggian rendah hingga Bersyeba.”

Walaupun terlihat mengesankan di atas kertas, AU Mesir mempunyai beberapa keterbatasan yang serius menjelang Perang 6 hari tahun 1967. (Sumber: https://theaviationgeekclub.com/former-egyptian-mig-pilots-provide-an-unprecedented-perspective-on-six-day-war-pre-emptive-israeli-strike-against-eaf-airfields/#google_vignette)

Oleh karena itu, walaupun terlihat mengesankan di atas kertas, UARAF mempunyai beberapa keterbatasan yang serius. Tahsin Zaki berkomentar secara ringkas: “Kami mengadakan latihan untuk menguji efisiensi pertahanan udara kami terhadap pesawat yang terbang rendah. Pertahanan udara kemudian terbukti gagal sepenuhnya mendeteksi pesawat apa pun yang terbang di bawah 400 meter karena radar Rusia yang sudah ketinggalan zaman tidak mampu mendeteksi pesawat apa pun yang terbang rendah. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Panglima Tertinggi Angkatan Udara. Pertemuan ini berakhir setelah salah satu penasihat Rusia mengatakan bahwa sistem pertahanan udara UAR sudah bagus tetapi memerlukan sedikit modifikasi pada situs SAM di utara Zona Terusan – yang sangat mengejutkan saya!” Terakhir, UARAF juga tidak dilatih untuk operasi dalam tempo tinggi. Teknisinya tidak dilatih untuk menyamai waktu rotasi pesawat yang singkat seperti yang dilakukan Israel, dimana jika ini bisa dilakukan Mesir bisa saja mempertahankan lebih dari antara 60 dan 65% pesawat mereka dalam kondisi operasional. Sekalipun tingkat kesiapannya sebanding dengan angkatan udara seperti AS atau Soviet pada saat itu, namun hal ini tidak cukup untuk melawan Israel. Mungkin karena alasan ini SCC menolak permintaan dari komandan lokal untuk melakukan patroli udara tempur permanen di sepanjang Terusan Suez dan pangkalan udara terpenting, dengan alasan bahwa tidak ada dana untuk itu. Sebaliknya, bahkan di hari-hari terakhir sebelum perang, unit pencegat UARAF hanya melakukan patroli di pagi hari. Setelah pukul 08.00 semua pesawat akan mendarat, dipersenjatai kembali, mengisi bahan bakar, dan awaknya sarapan. Mengingat fakta bahwa tidak hanya perwira di UARAF, namun beberapa perwira tinggi telah diperingatkan tentang cara Israel menyerang Mesir, tidak jelas mengapa komando tinggi Mesir mengabaikan pelajaran dari perang di Yaman atau saran dari perwira dan pilotnya yang berpengalaman; serta mengapa pesawat-pesawat tidak disebar dan pangkalan udara disiapkan untuk bertahan dari serangan mengejutkan Israel.

Struktur AU Mesir pada tanggal 5 Juni 1967

Struktur organisasi UARAF pada tanggal 5 Juni 1967 sangat kompleks, kemudian dalam minggu-minggu sejak dimobilisasi (pada tanggal 13 Mei 1967) sebagian besar unit banyak dipindahkan dalam upaya untuk membingungkan intelijen Israel. Selain itu, banyak unit dipersiapkan untuk beroperasi dari beberapa pangkalan berbeda – selain pangkalan utama mereka, dan pesawat mereka tersebar di tiga lapangan udara berbeda. Untuk menambah masalah dalam melacak unit-unit Mesir, juga harus dikatakan bahwa pada tahun 1965 UARAF telah direorganisasi sepenuhnya, menerima nomor skuadron baru di blok-blok terpisah, sementara sebagian besar penunjukan untuk unit 1 hingga 29 juga dipertahankan. Dalam menghadapi langkah-langkah keamanan yang ketat yang diberlakukan setelah Perang Enam Hari, banyak mantan pilot dan pengamat modern masih bingung mengenai penunjukan dan penempatan sejumlah unit secara pasti hingga saat ini. Struktur di bawah ini adalah yang terbaik yang tersedia saat ini. Perlu ditambahkan, bahwa pada bulan Juni 1967 UARAF memiliki total 431 pesawat tempur, termasuk 124 MiG-15/17, 80 MiG-19, 108 MiG-21, 60 Su-7BMK, 29 Il-28, dan 30 Tu-16, serta sejumlah besar pesawat pendukung dan angkut, serta helikopter.

1 AB (brigade ini dijadwalkan untuk dikonversi dengan pesawat Su-7BMK, yang akan melengkapi tiga skuadron, tetapi pada tanggal 5 Juni 1967 hanya satu unit yang beroperasi), terdiri dari:

  • Skuadron ke-55, terdiri dari 15 Su-7BMK, di Pangkalan Udara Fayid; Su-7 Mesir juga dibiarkan dalam kondisi ” warna metal asli” secara keseluruhan, dan mengenakan nomor serial warna hitam kecil di badan depan, seperti: 7664 
  • Skuadron Tidak Diketahui, dalam formasi 
  • Skuadron Tidak Diketahui, dalam formasi

2 AB el-Arish (Brigade ini dijadwalkan untuk dikonversi dengan pesawat Su-7BMK, yang akan melengkapi tiga skuadron, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan sebelum tanggal 5 Juni 1967), terdiri dari:

  • Skuadron ke-24, yang menerbangkan MiG-15bis, dari Pangkalan Udara Jebel Libni 
  • Skuadron ke-31, yang menerbangkan MiG-15bis, dari Pangkalan Udara Kibrit 
  • Skuadron Tidak Diketahui, direncanakan dibentuk untuk menerima Su-7BMK 

3 atau 4 (?) AB, terdiri dari:

  • Skuadron ke-43, yang menerbangkan MiG-21F-13, status dan pangkalan tidak diketahui (mungkin hanya ada secara nominal).
  • Skuadron ke-46, yang menerbangkan MiG-21F-13, status dan pangkalan tidak diketahui (mungkin hanya ada secara nominal).
  • Skuadron ke-47, yang menerbangkan MiG-21F-13, status dan pangkalan tidak diketahui (mungkin hanya ada secara nominal).
Saat dikirim ke UARAF, semua MiG-21F-13 secara keseluruhan berwarna logam alami. Batch asli yang terdiri dari 40 unit memakai nomor serial warna hitam kecil di bagian depan badan pesawat dengan kisaran 5001 hingga (mungkin) 5040. Batch kedua yang terdiri dari 80 MiG-21F-13 dibiarkan dalam warna yang sama dan model nomor serial yang sama, mungkin dalam nomor 5801 hingga 5919. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

5 AB, terdiri dari:

  • Skuadron ke-10, yang menerbangkan 20 MiG-21F-13 & 1 MiG-15UTI, dari Pangkalan Udara Bi’r Jifjafah/al-Mulayz.
  • Skuadron ke-22, yang menerbangkan MiG-21PFM, dari Pangkalan Udara Kibrit.
  • Skuadron ke-26, yang menerbangkan MiG-21PFM, dari Pangkalan Udara Kibrit.

7 AB, terdiri dari:

  • Skuadron ke-41, yang menerbangkan MiG-21F-13, dari Bandar Udara Internasional Kairo.
  • Skuadron ke-42, yang menerbangkan MiG-21F-13, dari Pangkalan Udara Abu Suweir.
  • Skuadron ke-45, yang menerbangkan MiG-21F-13, dari Pangkalan Udara Abu Suweir.

9 AB, terdiri dari:

  • Skuadron ke-40, yang menerbangkan MiG-21PF, dari Pangkalan Udara Fa’id. 
  • Skuadron ke-44, yang menerbangkan MiG-21PF, dari Pangkalan Udara Inshas & Bi’r Jifjafah/al-Mulayz.
  • Skuadron ke-49, yang menerbangkan MiG-21PFM, dari Pangkalan Udara Inshas.

12 AB (Pangkalan utama unit ini di Kibrit, dan tugas utamanya adalah memberikan dukungan udara jarak dekat kepada Angkatan Darat. Untuk itu sebagian skuadronnya ditempatkan langsung di bawah Komando Angkatan Darat), terdiri dari:

  • Skuadron ke-25, yang menerbangkan MiG-17F, dari Pangkalan Udara Kibrit, el-Arish & Bi’r al-Thamadah. 
  • Skuadron ke-31 OCU, yang menerbangkan MiG-17PF, dari Pangkalan Udara Kibrit & Luxor.
MiG-17F AU Mesir. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

15 AB, terdiri dari:

  • Skuadron Gabungan ke-20/21, yang menerbangkan MiG-19, dari Pangkalan Udara Hurghada/al-Ghardagah. 
  • Skuadron tidak diketahui, yang menerbangkan MiG-17 & MiG-19 di Damaskus, Suriah.
MiG-19 AU Mesir. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

20 AB, terdiri dari:

  • Skuadron ke-5, yang menerbangkan MiG-17F, dari Pangkalan Udara el-Arish.
  • Skuadron ke-18, yang menerbangkan MiG-15 & MiG-17F, dari Pangkalan Udara el-Arish & Jabel Libni. Pesawat-pesawat di skuadron ini berwarna aluminium keseluruhan, dengan sirip kemudi bermotif kotak-kotak merah-putih.

61 AB, terdiri dari:

  • Skuadron ke-2, yang menerbangkan MiG-17, dari Pangkalan Udara Bi’f al-Thamadah.
  • Skuadron Pengebom Ringan ke-8, yang menerbangkan Il-28, dari Pangkalan Udara Abu Saweir; keseluruhan pesawat menggunakan warna metal asli, dengan nomor serial berwarna hitam di badan depan: 1733.
  • Skuadron Pengebom Ringan ke-9, yang menerbangkan Il-28, dari Pangkalan Udara Kairo Barat & Ras Banas. 
  • Skuadron Pembom Ringan yang tidak diketahui nomornya, menerbangkan Il-28, dari Pangkalan Udara Kairo Barat.
Pembom ringan Il-28 AU Mesir. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

65AB, terdiri dari:

  • Skuadron Pengebom Menengah dengan nomor skuadron tidak diketahui, menerbangkan Tu-16, dari Pangkalan Udara Kairo Barat.
  • Skuadron Pengebom Menengah dengan nomor skuadron tidak diketahui, menerbangkan Tu-16, dari Pangkalan Udara Bani Suweif.
  • Unit Penerbangan Pengebom Sedang ke-95, menerbangkan Tu-16K-11-16, dari Pangkalan Udara Kairo Barat; pesawat secara keseluruhan dibiarkan “dengan warna logam”, tetapi memiliki nomor serial warna hitam besar dalam karakter tulisan Persia di bagian belakang badan pesawat, seperti nomor: 4374, 4384 

Unit-unit lainnya:

  • Skuadron Helikopter ke-7, menerbangkan 6 Mi-6; dari Pangkalan Udara Kairo Barat.
  • Skuadron Transportasi ke-11, yang menerbangkan DC-3/C-47/Dakota; dari Pangkalan Udara Kairo Barat & el-Mansourah.
  • Skuadron Helikopter ke-12, menerbangkan Mi-4, dari Pangkalan Udara Bi’r Gifgafa.
  • Skuadron Transportasi dengan nomor skuadron tidak diketahui, menerbangkan Il-14, dari Pangkalan Udara Kairo Barat & Bilbeis. 
  • Skuadron Angkut ke-16, menerbangkan An-12B, dari Pangkalan Udara Kairo Barat, Aswan.
  • Skuadron ke-40, menerbangkan helikopter Mi-8, dari Pangkalan Udara Bi’r Jifjafah & Hurghada/al-Ghardagah. 

Rincian kerugian UARAF selama perang Enam Hari adalah sebagai berikut: 

  • 89 MiG-15/17 (termasuk 9 dalam pertempuran udara-ke-udara).
  • 29 MiG-19 (termasuk 16 dalam pertempuran udara-ke-udara).
  • 98 MiG-21 (termasuk 29 dalam pertempuran udara-ke-udara).
  • 27 Su-7BMK (termasuk empat dalam pertempuran udara-ke-udara).
  • 29 Il-28 (termasuk dua yang ditembak jatuh dalam pertempuran udara).
  • 29 Tu-16.
  • 24 Il-14 (termasuk satu yang ditembak jatuh oleh pesawat tempur Israel).
  • 8 An-12 (termasuk satu yang ditembak jatuh oleh pesawat tempur Israel).
  • 1 Mi-4.
  • 10 Mi-6.
  • 4 pesawat pendukung lainnya juga hilang.
Tu-16 tidak rusak di kandangnya, sementara asap mengepul dari pembom Badger yang hancur. (Sumber: https://www.oocities.org/capecanaveral/hangar/2848/opera6_2.htm)
Bayangan Mirage Israel di atas deretan MiG-21 yang hancur di Inchas. (Sumber: https://www.oocities.org/capecanaveral/hangar/2848/opera6_2.htm)

Ini merupakan sebuah bencana yang nyata dan jelas, terutama ketika hampir semua MiG-21 Mesir dihancurkan (hanya sepuluh yang selamat dari perang), kecuali beberapa yang dipasok oleh Aljazair mulai tanggal 5 Juni dan seterusnya, setidaknya satu, tetapi kemungkinan besar tiga yang berakhir di tangan Israel, ketika mereka dikirim ke lapangan terbang el-Arish, yang sudah direbut musuh. Tentu saja, diketahui bahwa dari sekitar 40 MiG-17 dan MiG-21 yang dikirim oleh Aljazair ke Mesir, hanya antara enam dan delapan yang dikembalikan pada tahun 1968. Namun demikian, segera setelah perang, pasokan ulang secara besar-besaran dimulai. Ceko telah mengirimkan 30 MiG-21F-13 (serial dari 5701 ke atas) dan memulai pengiriman atau 122 pesawat latih modern L-29. 75 MiG-21PFM dari Uni Soviet juga dipasok pada akhir tahun 1967 (serial 8001 ke atas). Penggantian peralatan mudah diatasi, namun yang lebih menjadi masalah adalah penggantian sekitar 100 pilot berkualifikasi penuh yang tewas selama perang. Untuk meningkatkan pelatihan, UARAF juga membeli 24 pesawat latih MiG-21U tambahan (serial 5641 ke atas).

AU IRAK (IrAF)

Sementara itu, pihak Irak mengikuti kebijakan yang sangat berbeda dalam hal perlengkapan angkatan udara mereka dibanding dengan Mesir. Pada dasarnya, RirAF pada tahun 1950an sepenuhnya dilatih dan diperlengkapi oleh Inggris. RIrAF telah mengoperasikan 12 pesawat tempur Vampire FB.Mk.52, enam Vampire T.Mk.55, serta 19 Venom FB.Mk.1 dan FB.Mk.50 sejak pertengahan tahun 1950an. Pada tahun 1956 juga 15 Hunter F.Mk.6 pertama dipesan. Mereka dipasok – dengan bantuan keuangan AS – dalam dua gelombang, yang pertama terdiri dari lima pesawat yang dikirim pada bulan April 1957, dan yang kedua dari sepuluh pesawat yang dikirim pada bulan Desember 1957, semuanya dari unit cadangan RAF Timur Tengah. Menyusul pembentukan Pakta Bagdad, Amerika Serikat menyumbangkan setidaknya enam pesawat observasi Stinson L-5 Sentinel dan tujuh Cessna O-1 Bird Dog kepada IrAF. Pada tahun 1958 Amerika juga memasok lima F-86F Sabre (dari kesepakatan total 36 F-86F Sabreyang akan diberikan secara gratis) ke Irak. Pesawat-pesawat Hunter memasuki dinas operasional dengan Skuadron No. 1, yang berbasis di Tahmouz/Habbaniyah AB. Namun, pesawat-pesawat Sabretidak pernah digunakan. Mereka diparkir di hanggar di al-Rashid AB, dan ditinggalkan di sana selama beberapa waktu sebelum dikembalikan ke AS, pada awal tahun 1960-an. Situasi di Irak berubah total setelah kudeta berdarah yang menggulingkan Raja Feisal muda dari kekuasaannya, pada tahun 1958. Rezim baru kemudian bersekutu dengan Uni Soviet. Pertempuran setelah kudeta menyaksikan penggunaan tempur pertama dari Hunter, ketika Hunter F.Mk.6 dari Skuadron No.1 (bersama dengan Fury F.Mk.1 dari Skuadron No. 4) digunakan untuk meroket dan memberondong kubu royalis di Irak selatan. Sekali lagi Soviet sangat cepat bereaksi terhadap permintaan pasokan senjata dari Irak, dan pada tahun 1958, dimana jet tempur MiG-15 dan MiG-17 pertama dikirim ke Irak, dan memasuki dinas operasional dengan Skuadron No.5, menggantikan Vampire. Pada tahun 1962 Irak kemudian memperoleh 50 MiG-19 (30 MiG-19S, 10 MiG-19P, dan 10 MiG-19PM) dari Uni Soviet, yang diikuti oleh 12 MiG-21F-13 pertama. Pihak Irak mengalami masalah yang sama dengan MiG-19 mereka seperti yang terjadi di Mesir, dan fakta ini menghambat pesanan lebih lanjut dari Uni Soviet untuk beberapa tahun ke depan. Hanya 16 MiG-19S yang pernah digunakan; pesawat lainnya tidak diterima karena kondisi teknisnya yang buruk, dan tetap disimpan di Basra. MiG-19S yang diterima dioperasikan dari Pangkalan Udara Rasheed oleh Skuadron ke-9. Sebagian besar MiG-19 lalu dijual ke Mesir, pada tahun 1965. 

De Havilland Vampire FB.52 Angkatan Udara Irak, sebelum dikirim pada tahun 1953. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Iraqi_Air_Force)

Sementara itu, setelah dua kali perubahan rezim yang berbeda di Bagdad, pada tahun 1964 Irak membeli pesawat tempur baru hanya dari Inggris, sehingga antara tahun 1964 dan 1966 antara 42 dan 45 unit pesawat Hunter tambahan diperoleh. Ini dipasok dalam dua batch besar, yang diberi nama F.Mk.59 (24 unit bekas Belgia, dibawa ke standar FGA.9 sebelum dikirimkan), dan FGA.59A (18 unit bekas Belanda, juga dibawa ke standar FGA.9 sebelum pengiriman), yang semuanya telah dipotong flapnya untuk memungkinkan pengangkutan tangki bahan bakar eksternal yang besar. Terakhir, lima F.Mk.59B ditambahkan, semuanya kompatibel dengan tiga kamera hidung untuk pengintaian foto. Pesawat-pesawat Hunter baru ini digunakan untuk memperkuat Skuadron No.4 dan No.7. Secara umum, sebagian besar pelatihan dan tradisi Angkatan Udara Irak pada saat itu berasal dari Inggris, dan terkait dengan RAF. Pada tahun 1950-an, pilot-pilot Hunter Irak dilatih di pangkalan RAF Chivenor, dan silabus pelatihan mereka hampir seluruhnya didasarkan pada unit Hunter RAF. Pilot-pilot Irak pada saat itu terbang antara 170 dan 200 jam setiap tahunnya, dengan beberapa latihan utama setiap tahunnya, terutama dalam hal penembakan udara-ke-darat dan udara-ke-udara. Kemunculan Soviet di Irak, mulai tahun 1958, hampir tidak mengubah apa pun. Rakyat Irak melihat Uni Soviet hanya sebagai pemasok senjata, dan tidak menginginkan pengaruh politik Soviet di negara mereka. Akibatnya, bahkan pilot yang menerbangkan pesawat MiG terus menggunakan metode taktis yang mereka warisi dari Inggris. Faktanya, baru pada tahun 1966 pihak Irak menyadari bahwa Inggris tidak akan menjual pesawat pencegat Lightning mereka dan oleh karena itu mereka merasa harus menghubungi Moskow lagi, dengan pesanan tidak kurang dari 60 MiG-21PF. Namun pesawat-pesawat ini ini tidak akan mencapai Irak sebelum Perang Enam Hari, dan oleh karena itu pada awal Juni 1967 IrAF diorganisir sebagai berikut: 

  • Skuadron No.1/Flight A: Unit ini menerbangkan Hunter F.Mk.6 dari pangkalan udara H-3/al-Wallid & Tahmouz/Habbaniyah. Gelombang pertama Hunter IrAF dicat Extra Dark Sea Grey dan Dark Green dengan pola standar RAF di bagian atas, sementara bagian bawah berwarna Perak. Pesawat ini memakai nomor serial warna hitam di bagian belakang badan pesawat, seperti: 394, 396, 401, 403, 575, 579 dan lain-lain. 16 pesawat F.Mk.6 yang dipasok pada tahun 1957 semuanya dari stok RAF, dan nomor serial Inggrisnya adalah: XJ677; XJ678; XJ679; XJ681; XJ682; XK143; XK144; XK145; XK146; XK147; XK152; XK153; XK154; XK155; XK156
  • Skuadron No. 1/Flight B: Unit ini mengoperasikan lima Hunter FR.Mk.10 yang diperoleh Irak pada tahun 1966. Semuanya sebenarnya dipasok dengan sebutan F.Mk.59B, dan merupakan pesawat bekas Belanda, yang diubah menjadi standar FGA.9, meskipun kompatibel dengan tiga kamera pengintai di hidung. Hidung dan/atau sirip Hunter FR.Mk.10 Irak dicat warna merah, seperti yang juga terjadi pada Hunter pengintai Yordania. Signifikansi pasti dari tanda-tanda ini tidak diketahui. Nomor serial Belanda mereka sebelumnya adalah: N-205 ; N-221; N-259; N-263
  • Skuadron Pengebom No.2: Unit ini mengoperasikan pesawat pembom Il-28, dari pangkalan udara Moascar al-Rashid; Il-28 Irak dibiarkan dalam warna logam polos dan diberi tanda seri warna hitam di bagian depan badan pesawat, yang kemudian diulangi di bagian sirip. Nomor serial yang dikenal adalah: 423 (Il-28U), 426, 428 (Il-28U). 
  • Skuadron Transport No. 3, Flight A: Unit ini mengoperasikan pesawat angkut Il-14 dan An-12BP. Irak menerima setidaknya enam pesawat An-12 pada tahun 1967. Tiga pesawat yang pertama dicat abu-abu secara keseluruhan, dengan atap kokpit berwarna putih, tulisan “IAF” berwarna hitam dalam karakter Arab di bawah kokpit, yang diulang dalam karakter Persia di bagian belakang badan pesawat, dengan nomor: 501, 502, 505, 506, 636, 805, 806. Satu-satunya foto pesawat Il-14 Irak yang diketahui berwarna hitam putih, dan menunjukkan pesawat dalam warna kamuflase yang mungkin terdiri dari warna Hijau Tua dan Pasir di atasnya, dan “Biru Muda Rusia” di bawahnya, tanpa nomor serial apa pun.
  • Skuadron Transport No.3, Flight B: Unit ini mengoperasikan helikopter angkut Mi-1 & Mi-4, dari pangkalan udara Moascar al-Rashid.
  • Skuadron Transport No. 3, Flight C: 12 Unit ini mengoperasikan helikopter angkut Wessex Mk.52 dan (?) Dragonfly, dari pangkalan udara Moascar al-Rashid; Kedua tipe helikopter tersebut disamarkan dengan kamuflase warna Dark Earth/Light Brown di atasnya, dan Azure Blue di bawahnya. Hanya nomor satu serial Dragonfly yang diketahui, yang ditulis dalam warna Hitam pada bagian ekor, yakni nomor 332.
  • Skuadron Tempur No. 4: Unit ini mengoperasikan pesawat tempur Hunter F.Mk.59A, dari pangkalan udara H-3/al-Wallid & Habbaniyah; yang dicat warna Ekstra Gelap Laut Abu-abu dan Hijau Tua dalam pola standar RAF di atas, dan bagian bawah berwarna Perak, dengan nomor serial putih di bagian belakang badan pesawat. Nomor-nomor yang diketahui adalah: 629-633, 657-661, dan 665-677. Unit ini sebagian besar menerbangkan F.Mk.59A yang dipasok antara tahun 1963 dan 1965, yang sebagian besar adalah F.Mk.6 bekas Belgia dan bekas Belanda, yang dibawa ke standar FGA.9. Nomor Serial mereka sebelumnya adalah: JIKA-6; JIKA-10; JIKA-11; JIKA-14; JIKA-20; JIKA-21; JIKA-24; JIKA-27; JIKA-28; JIKA-32; JIKA-48; JIKA-75; JIKA-79; JIKA-80; JIKA-88; JIKA-94; JIKA-107; JIKA-114; JIKA-122; JIKA-126; JIKA-140; JIKA-142; N-234; N-247 
  • Skuadron Tempur No. 5: Unit ini mengoperasikan pesawat tempur MiG-17F, dari pangkalan udara Kirkuk. MiG-17 Irak dicat warna logam polos, dan memakai nomor serial warna hitam di bagian depan badan pesawat, yang kemungkinan terulang di bagian atas sirip. Nomor-nomor yang diketahui adalah: 343 dan 452. 
  • Skuadron Tempur No. 6: Unit ini mengoperasikan pesawat tempur Venom F.Mk.1 & FB.Mk.52 (lalu digantikan oleh MiG-21PF pada tahun 1968), dari pangkalan udara Habbaniyah.
  • OCU No.7 (Unsur operasional dari Skuadron No. 702): Unit ini mengoperasikan pesawat tempur Hunter F.Mk.59/F.Mk.59A & T.Mk.66, dari pangkalan udara Habbaniyah. Pesawat-pesawat yang dioperasikan dicat warna kamuflase Ekstra Gelap Laut Abu-abu dan Hijau Tua dalam pola standar RAF di bagian atas, sementara bagian bawah berwarna Perak; dengan nomor serial putih di badan pesawat belakang. Unit ini terutama mengoperasikan Hunter dua kursi, termasuk tiga unit asli yang muncul melalui konversi, yakni IF-68, IF-84, dan IF-143 dari F.Mk.6 bekas Belgia, dan dibuat bernomor 567, 568, dan 569 pada saat dipakai IrAF, setelah pengiriman pada tahun 1962. Namun, ada dua seri tambahan dari pesawat T.Mk.66 Irak yang diketahui, yakni nomor 626 dan 627, yang seharusnya tiba pada tahun 1965 dari sumber yang tidak diketahui. Irak telah kehilangan total lima Hunter di darat selama Perang Enam Hari, dan satu atau dua dalam pertempuran udara-ke-udara. Semua pesawat ini dikirimkan pada bulan Mei 1967, dengan nomor serial aslinya adalah: JIKA-8; JIKA-9; JIKA-22; JIKA-25; JIKA-29; JIKA-31; JIKA-54; JIKA-59; JIKA-71; JIKA-72; JIKA-74; JIKA-87; JIKA-93; JIKA-99; JIKA-135; JIKA-138; N-253; N-255
  • Skuadron Pengebom No.8: Unit ini mengoperasikan pesawat pembom Tu-16, dari pangkalan udara al-Rashid. Irak menerima total delapan Tu-16 antara tahun 1962 dan 1966, enam di antaranya masih utuh dan empat bisa beroperasi pada tanggal 5 Juni. Pesawat ini dibiarkan dalam balutan warna logam polos, dan mengenakan nomor serial tebal berwarna Hitam di bagian belakang badan pesawat. Nomor serial asli yang diketahui diketahui dari pesawat-pesawat ini adalah: 499, 500, 503, dan 504. 
  • Skuadron COIN (Nomor tidak Diketahui): Unit ini mengoperasikan pesawat Jet Provost T.Mk.52, dari pangkalan yang tidak diketahui. Semua pesawat Strikemaster Irak ini dibiarkan dalam warna bare metal secara keseluruhan. Beberapa tipe ini difoto menggunakan panel besar berwarna Day-Glo Orange di bagian belakang badan pesawat. Nomor serial pesawat-pesawat ini adalah 600 hingga 619, dan ditulis di bagian belakang badan pesawat dengan warna Hitam.
  • Skuadron Tempur No. 11: Unit ini mengoperasikan pesawat tempur MiG-19S, dari pangkalan udara al-Rashid. Unit ini masih dalam proses konversi mengoperasikan MiG-21PF setelah semua MiG-19-nya diberikan kepada Mesir, pada tahun 1965. MiG-19 asli Angkatan Udara Irak seharusnya dibiarkan dengan warna metal, atau dicat tipis abu-abu secara keseluruhan. Diketahui juga bahwa sebagian besar – jika tidak semua – dari mereka juga memakai nama kota-kota Irak yang berbeda, yang ditulis dalam bahasa Arab, dengan warna putih, di bawah kokpit. Praktek ini dipertahankan oleh orang-orang Mesir ketika pesawat tersebut menjadi milik mereka. 
  • Skuadron No.17: Unit ini mengoperasikan pesawat tempur MiG-21F-13, dari pangkalan udara H-3/al-Wallid & Habbaniyah. MiG-21F-13 Irak semuanya dibiarkan dengan warna logam alami. Nomor seri warna hitam kecil biasanya diaplikasikan di bagian depan badan pesawat. Nomor-nomor yang diketahui adalah: 534 (diterbangkan ke Israel pada bulan Agustus 1966), 609, 628 (yang terakhir bertahan menjadi penjaga gerbang di pangkalan as-Shoibiyah AB, pada tahun 1990an).
  • Unit Tidak Dikenal: Unit ini mengoperasikan pesawat tempur Vampire T.Mk.55, mungkin dari pangkalan al-Gayyar AB/Mosul, atau al-Hurriyah AB/Kirkuk.
Hawker Hunter AU Irak. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)
MiG-19 AU Irak. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)
MiG-21 AU Irak. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

Pada tahun 1966, Kapten Irak Munir Redfa diketahui membelot dengan pesawat tempur MiG-21F-13 miliknya ke Israel yang kemudian memberikannya ke Amerika Serikat untuk dievaluasi dengan kode nama “Have Donut“. Hasil evaluasi ini kemudian membantu Israel dalam memahami karakteristik dan kemampuan MiG-21, serta kelemahannya. Semua informasi ini diaplikasikan dengan baik oleh pilot-pilot Israel selama Perang 6 hari.

MiG-21F-13 — nomor seri 534 — seperti yang ditunjukkan kepada pers internasional beberapa minggu setelah Munir Redfa menerbangkannya ke Israel pada 16 Agustus 1966. Pembelotan ini membantu Israel dalam memahami karakteristik dan kemampuan MiG-21, serta kelemahannya. (Sumber: https://medium.com/war-is-boring/in-1966-israeli-intelligence-convinced-an-iraqi-pilot-to-defect-with-his-mig-21-fcfdf9fe4547)

AU YORDANIA/RJAF (Angkatan Udara Kerajaan Yordania) 

Pada tahun 1955 Raja Hussein menyadari perlunya Yordania memiliki angkatan udara yang lebih modern, dan pada tanggal 25 September 1955 RJAF didirikan. Pada tahun 1958, Angkatan Udara Kerajaan Inggris telah meninggalkan Yordania dan RJAF telah mengambil alih lapangan-lapangan udara di negara tersebut. Angkatan Udara Kerajaan Yordania yang baru sangat bergantung pada bantuan asing pada tahun-tahun awalnya. Namun, berbeda dengan situasi di Mesir, Raja Hussein yang masih muda sangat berhati-hati untuk tidak membiarkan militernya terlibat dalam politik. Selain itu, militer Yordania bekerja sama sangat erat dengan Inggris. Semua pilot RJAF dilatih di Inggris dan instruktur RAF hampir secara permanen ditugaskan di RJAF. Oleh karena itu, para perwira, pilot, teknisi, dan pangkat lainnya di tingkat lokal dilatih dengan cara yang sangat profesional, dan meskipun jumlah mereka relatif sedikit, mereka mungkin merupakan penerbang Arab terbaik pada masa itu, meskipun perlengkapan mereka tidak sama majunya dengan Mesir atau bahkan Suriah. Pesawat jet pertama RJAF adalah sembilan Vampire FB.Mk.9 dan dua Vampire T.Mk.11, yang dipasok dari Inggris pada tahun 1954. Dua tahun kemudian juga tujuh Vampire FB.Mk.52 eks-EAF disumbangkan oleh Mesir. Sebagai buntut dari “pertunjukan dukungan” mereka kepada Raja Hussein – yaitu intervensi Inggris pada tahun 1958 – Inggris juga memasok 12 Hunter F.Mk.6. Pesawat-pesawat ini digunakan untuk melengkapi Skuadron No. 1, sementara pesawat-pesawat Vampire lama “diturunkan” ke Skuadron No. 2. Ketika instruktur Inggris menyadari bahwa pilot-pilot Yordania yang kurang berpengalaman mengalami masalah dalam melakukan konversi dari pesawat latih bermesin piston lambat ke jet tempur, 12 pesawat latih Harvard T.Mk.2B juga dipasok. Pada tahun 1964 tambahan 23 Hunter F.Mk.73 dan FGA.9 dipasok ke RJAF, dan pada tahun 1967 Yordania berencana untuk melengkapi kembali Skuadron No.2 dengan pesawat ini juga. Keputusan ini sebagian didasarkan pada fakta bahwa sejak tahun 1965 Amerika Serikat mulai memasok senjata ke Yordania. Awalnya, sekitar 200 tank M-47 dan M-48, serta dalam jumlah yang sama kendaraan pengangkut personel lapis baja M-113, dan howitzer self-propelled M-109 dikirimkan, tetapi pada tahun 1967 RJAF juga akan mulai mengakuisisi pesawat-pesawat F-104 Starfighter. Faktanya, ketika Perang Enam Hari hendak pecah, dua F-104A dan dua TF-104A sudah berada di IAP Amman dan digunakan untuk membiasakan personel RJAF dengan pesawat tersebut. 

Raja Hussein dari Yordania menaiki kokpit pesawat tempur de Havilland Vampire tahun 1958. (Sumber: https://www.abebooks.co.uk/King-Hussein-Jordan-Havilland-Vampire-Jet/30653052528/bd)

Pesawat-pesawat Yordania semuanya dibiarkan berwarna seperti saat dikirimkan. Pesawat Hunter dan Vampire mengenakan pola kamuflase standar RAF dalam warna Extra Dark Sea Grey & Dark Green di atasnya, dan Silver di bagian bawahnya, dengan logo nasional diterapkan di enam posisi. Sementara itu, komposisi kekuatan udara Yordania adalah sebagai berikut:

  • Skuadron No 1: Unit ini menerbangkan pesawat Hunter F.Mk.6 & FR.Mk.6, dari Mafraq AB. Sebagian besar dari 12 Hunter yang awalnya dikirim ke Skuadron No 1 RJAF telah memiliki lambang unit mereka di bagian depan badan pesawat. Ini terdiri dari gambar kepala serigala di bidang putih, yang diberi garis warna hitam, pada panah kotak-kotak merah-putih. Kode berwarna putih diterapkan di bagian atas sirip dan kode seri berwarna putih di bagian belakang badan pesawat. Semua pesawat pada dasarnya dilengkapi dengan standar yang sama dengan HunterF.Mk.66 India. Pada Perang Enam Hari, RJAF masih memiliki sebelas pesawat yang aktif bertugas. F.Mk.6 yang awalnya dikirimkan adalah bernomor: WW597 (RJAF 711/?); XE543 (RJAF 707/?); XE551 (RJAF 700/A); XE558 (RJAF 701/B); XE379 (RJAF 709/K); XF373 (RJAF 703/D); XF380 (RJAF 710/?); XF381 (RJAF 702/C); XF444 (RJAF 705/F); XF452 (RJAF 708/?); XF496 (RJAF 706/?); XF498 (RJAF 704/E). Pada tahun 1960-1961 juga dua Hunter FR.Mk.10 dipasok dari stok RAF, dan keduanya mungkin satu-satunya Hunter Yordania yang selamat dari Perang Enam Hari; mereka adalah pesawat bernomor XF426 (dikirim sebagai FR.Mk.10 dari stok RAF, kemudian menjadi nomor 853/? dengan RJAF). Pesawat ini mungkin satu-satunya Hunter Yordania yang selamat dari Perang Enam Hari) dan XG262 (awalnya F.Mk.6, yang dimodifikasi dengan tiga kamera hidung, menjadi pesawat bernomor 852 dengan RJAF) Pada titik tertentu juga sebuah Hunter FR.Mk.10 yang tidak diketahui asalnya dikirimkan, dengan nomor serial 712/N dalam layanan RJAF. Pesawat ini seharusnya beraksi pada tahun 1967, tetapi nasibnya tidak diketahui. Dalam dinas operasional RJAF, pesawat-pesawat yang disebutkan di atas atau terlihat pada foto dibuat bernomor seri sebagai berikut: Hunter F.Mk.6 Nomor 700/A; Hunter F.Mk.6 Nomor 701/B; Hunter F.Mk.6 Nomor 702/C (diterbangkan oleh Flt.Lt. Saiful-Azam (PAF), pada tanggal 5 Juni 1967, mungkin memiliki tanda Skuadron No 1 RJAF pada awal tahun 1960, ketika selamat dari pendaratan darurat, tetapi hancur pada tanggal 5 Juni 1967; Hunter F.Mk.6 Nomor 703/D (nasib tidak diketahui, kemungkinan hancur pada tanggal 5 Juni 1967); Hunter Nomor 704/E, (ex XF498) (nasibnya tidak diketahui, kemungkinan hancur pada 5 Juni 1967); Hunter F.Mk.6 Nomor 705/C (dihancurkan pada tanggal 5 Juni 1967); Hunter Nomor 705/F nasibnya tidak diketahui (mungkin salah satu pesawat yang dipasok setelah tahun 1967); Hunter F.Mk.6 Nomor 707/H (dimusnahkan pada tanggal 5 Juni 1967); Hunter Nomor 709/K (bekas XF379); Hunter F.Mk.6 Nomor 710/L (dihancurkan pada tanggal 5 Juni 1967); 712/L, Hunter F.Mk.6/10, Hunter Nomor 752 (dilaporkan hancur di Mafraq pada 5 Juni 1967; mungkin pesawat IrAF yang terpaksa mendarat di sana setelah serangan pagi hari terhadap Israel).
  • Skuadron No 2: Unit ini menerbangkan pesawat Vampire FB.Mk.59 & T.Mk.55, dari Pangkalan Udara Mafraq & Amman. Pesawat-pesawat Vampire dari unit ini juga mengenakan lambang unit – elang hitam pada lingkaran putih bergaris hitam, dengan panah kotak-kotak merah dan putih (atau hitam dan kuning, menurut sumber lain) – di bagian depan badan pesawat. Selain itu lambang negara yang disandang dalam enam posisi juga diapit oleh bidang-bidang yang berpetak-petak baik berwarna merah putih maupun hitam kuning. Dua T.Mk.55 berkursi dua dipasok dari RAF pada awal tahun 1950-an, salah satunya berseri 209 di RJAF. Sembilan atau sepuluh VampireFB.Mk.59 disumbangkan dari RAF pada tahun 1955, dengan nomor serial RAF aslinya berkisar antara WX200 dan WX260. Nomor serial RJAF mereka adalah F-600 hingga F-609. Sementara itu, nomor serial tujuh Vampire FB.Mk.52 yang disumbangkan dari Mesir pada tahun 1955 masih belum diketahui.
  • Skuadron Angkutan No.3: Unit ini menerbangkan pesawat angkut Dove, dan helikopter Whirlwind, dari Pangkalan Udara Amman.
  • Skuadron Helikopter No.4: Unit ini menerbangkan helikopter Alouette III, dari Pangkalan Udara Amman
  • Unit Nomor 6 OCU: Unit ini menerbangkan pesawat tempur Hunter F.Mk.73 & FGA.9. Tidak banyak yang diketahui tentang unit ini atau lambang yang digunakannya pada saat Perang Enam Hari, kecuali bahwa unit ini dilengkapi dengan pesawat Hunter F.Mk.73 yang semuanya berasal dari gelombang kedua yang dipasok ke Yordania. Awalnya, pesawat-pesawat ini sebenarnya dimaksudkan untuk melengkapi Skuadron No.2. Pesawat-pesawat ini memiliki nomor: XF415 (RJAF 802); XF417 (RJAF 810); XF423 (RJAF 803); XF518 (RJAF 809); XG132 (RJAF 804); XG137 (RJAF 813); XG159 (RJAF 717); XG171 (RJAF 808); XG187 (RJAF 811); XG257 (RJAF 812); XG267 (RJAF 805); XG268 (RJAF 806); XG269 (RJAF 807). Satu-satunya Hunter dari batch ini yang serialnya diyakini diketahui adalah 809/K. Nasibnya tidak diketahui, tetapi kemungkinan besar hancur pada tanggal 5 Juni 1967. 
Hawker Hunter AU Yordania. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

RJAF juga menerima Hunter T.Mk.66B berkursi dua (satu yang baru dibuat, disewakan secara berkala, dan dua bekas KLu/Belanda), dengan nomor: 

  • G-APUX menghabiskan satu tahun dengan unit OCU No. 6 sebagai 800/P (dengan tanda RJAF penuh), sebelum dikembalikan ke Hawker-Siddeley 
  • ex-N-249, kemungkinan berkode “714/B” di RJAF, pesawat ini selamat dari Perang Enam Hari dan kemudian disumbangkan ke Oman 
  • N-283 (mungkin “nomor 716/?”), kemudian disumbangkan ke Oman. 

Semua kecuali empat Hunter Yordania hancur dalam serangan Israel pada tanggal 5 Juni 1967. Empat yang selamat ini kemudian dikirim ke Irak. Segera setelah perang, 12 pesawat baru dibeli dari Inggris dan beberapa lagi dipinjamkan sementara dari Irak sebelum pesawat tambahan disiapkan sesuai spesifikasi Yordania pada tahun 1968-1971. Untuk melengkapi kisah Hunter Yordania, berikut juga detail tentang pesawat yang diberikan setelah Perang Enam Hari. 

Hunter F.Mk.6 dan FGA.9 ditransfer dari RAF dan RSAF pada tahun 1967 dan 1968, dengan nomor: XF454 (RJAF 816); XF514 (RJAF 718); XG298 (RJAF 826); YK150 (RJAF 821/Q) 

Hunter F.Mk.73 (semua F.Mk.6 bekas, dibangun kembali dengan standar Yordania dan pada dasarnya mirip dengan FGA.9, yang digunakan untuk membangun kembali Skuadron RJAF No. 2 pada tahun 1968), dengan nomor: XE603 (RJAF 832); XE645 (RJAF 827); XE655 (RJAF 817); XF520 (RJAF 814); XG137; XG159; XG231; XG255 (Nomor RJAF 825, terlihat di Malta, pada bulan Juli 1972); XK150 (RJAF 815).

Hunter F.Mk.74A (semua baru dibuat, awalnya sebagai F.Mk.6, lalu kemudian ditingkatkan ke standar yang sama dengan F.Mk.73 dan dikirim pada tahun 1969), dengan nomor: XF389 (RJAF 829); XG234 (RJAF 830); XG237 (RJAF 828/I, tiba di Yordania pada bulan Juli 1969); XJ645 (RJAF 831) 

Hunter F.Mk.74A (batch tambahan dari F.Mk.4 sebelumnya, dibangun kembali menjadi F.Mk.74A, dan dipasok pada tahun 1971), dengan nomor: WV325 (RJAF 846); WV408 (RJAF 845); XF364 (RJAF 843); XF936 (RJAF 844); XF952 (RJAF 848); XF968 (RJAF 847); XF987; N-268 (ex-KLu) 

Hunter F.Mk.73B (sebelumnya F.Mk.4, yang lalu ditingkatkan ke standar F.Mk.73), dengan nomor: WV401 (RJAF 849); XF979 (RJAF 850); N-264 (ex-KLu, RJAF 840); N-279 (ex-KLu, RJAF 841) 

Hunter T.Mk.7, dengan nomor: XL605 (RJAF 836); XL620 (RJAF 835) 

Skuadron No.9: Unit ini menerbangkan pesawat tempur F-104A & TF-104A. Starfighter Yordania dibiarkan dalam balutan warna logam polos, dengan panel anti-silau biasa berwarna Hijau Tua di depan hidung, dan radome berwarna putih; nomor serial warna hitam diterapkan di bagian depan badan pesawat, dan kode warna hitam di bagian atas sirip.

Vampire AU Yordania. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

AU LIBANON/FAL (Force Aérienne Libanaise

Angkatan Udara Lebanon didirikan pada tahun 1949 di bawah komando Letnan Kolonel Emile Boustany, yang kemudian menjadi panglima angkatan darat. Segera setelah didirikan, sejumlah pesawat disumbangkan oleh pemerintah Inggris, Prancis, dan Italia. Inggris menyumbangkan 4 pesawat latih Percival Prentice dan 2 Percival Proctor era Perang Dunia II, sedangkan Italia menyumbangkan 4 pesawat pengebom Savoia-Marchetti SM.79, yang terutama digunakan sebagai pesawat transport. Pada tahun 1953, jet tempur diperkenalkan ke AU Libanon ketika 16 de Havilland Vampire diterima. Lebanon lalu mendapatkan enam pesawat Hunter F.Mk.6 bekas RAF pertama mereka pada tahun 1958 (Hunter tambahan akan terus diterima hingga tahun 1977). Pesawat-pesawat tersebut dibayar oleh AS, dan dipasok setelah intervensi AS di negara tersebut, yang terjadi sebagai respons terhadap protes keras terhadap pemerintah di Beirut. Pada tahun 1964, tiga pesawat latih dua kursi yang disiapkan sesuai standar T.Mk.66 milik India – dan diberi nama T.Mk.66C – dipesan serta empat unit yang dibuat sesuai standar FGA.9, tetapi ditetapkan sebagai F.Mk.70 untuk ekspor. Semua pesawat ini adalah bekas pesawat tempur Belgia, dan dicat dengan warna Extra Dark Sea Grey/Dark Green di bagian atas, dan warna Perak di bawah, dengan tanda nasional di enam posisi dan kode serta nomor seri berwarna hitam di bagian belakang badan pesawat (kode diterapkan dalam karakter Latin, dan nomor seri dalam karakter Persia), berikut adalah unit-unit udara Libanon yang diketahui;

  • Nomor Skuadron tidak diketahui: Unit ini mengoperasikan Hunter F.Mk.6 (bekas XE534, XE598, XF377, XF461, XF495, dan XG167; seri FAL L-170 hingga L-175), F.Mk.70s (bekas IF-86, IF-96, IF-101 , dan IF-129; seri FAL L-176 hingga L-179), dan T.Mk.66C (bekas F.Mk.6s IF-34, IF-60, dan IF-112; seri FAL L-280, L -281, dan L-282), yang berbasis di Pangkalan Udara Rayak. 
  • Nomor Skuadron tidak diketahui: Unit ini mengoperasikan Vampire FB.Mk.52; yang keseluruhan dicat warna aluminium, dengan kode berwarna hitam dalam karakter Arab dan Persia pada ekor, di belakang tanda nasional: L155 
  • Nomor Skuadron tidak diketahui: Unit ini mengoperasikan helikopter SA.316C Alouette III, yang berbasis di Pangkalan Udara Rayak

Selama Perang Enam Hari, Dua Hunter Libanon memberondong posisi Israel di Galilea. Sebuah Hawker Hunter Lebanon tercatat ditembak jatuh oleh jet tempur Mirage IIICJ Angkatan Udara Israel dalam perang itu.

Hawker Hunter AU Libanon. (Sumber: https://salecinask.live/product_details/54670298.html)

AU SYRIA (SyAAF)

Angkatan Udara Arab Suriah berpotensi menjadi lawan terpenting kedua Israel pada tahun 1967. Dalam praktiknya, hal ini tidak sepenuhnya terjadi. Sebaliknya SyAAF, yang sebagian tidak terorganisir dan tidak memiliki kepemimpinan yang baik, terlempar keluar dari pertempuran tanpa mengalami kerugian sebesar Yordania atau Mesir, dan masih belum ada penjelasan jelas mengenai hal ini yang datang dari Damaskus. Dalam jangka waktu antara tahun 1956 dan 1967 SyAAF berkembang dengan sangat berbeda. Pada tahun 1956 SyAAF hanya memiliki dua unit operasional, satu dilengkapi dengan pesawat tempur Meteor F.Mk.4, dan satu lagi dengan sekitar 20 unit Spitfire F.Mk.22 yang dipasok dari Inggris pada awal tahun 1950-an. Pada tahun 1955, Suriah memesan 24 pesawat tempur MiG-15bis dan 4 pesawat latih konversi dua kursi MiG-15UTI dari Cekoslovakia (Lewat ‘Operasi 104’). Batch lain yang terdiri dari 24 MiG-15 dipesan pada awal tahun 1956. Semua pesawat ini dikirim ke Mesir, pada bulan Oktober 1956, namun pilot dan awak darat mereka masih menjalani pelatihan ketika Israel, diikuti oleh Perancis dan Inggris, menginvasi Mesir dalam Krisis Suez tahun 1956. Dari 20 jet MiG-15 dan enam pesawat latih MiG-15UTI yang dikirim Suriah ke Mesir sesaat sebelum Krisis Suez, hanya empat yang selamat dari serangan Inggris-Prancis. Pada akhir tahun 1956 program modernisasi intensif Angkatan Udara Suriah dimulai dan total 60 jet tempur MiG-17F, bersama dengan sepuluh pesawat Yak-11, sepuluh Yak-18, enam Il-14, dan sepuluh helikopter Mi-4. 12 pesawat MiG-17 pertama tiba pada bulan Januari 1957, dimana pada akhir tahun, dua skuadron MiG-17 mempertahankan ibu kota dari pangkalan mereka di Bandara Militer Mezzeh, Damaskus. Pada akhir tahun, pesanan tambahan telah dilakukan di Uni Soviet untuk 12 pembom Ilyushin Il-28. Secara bersamaan, 20 pilot Suriah dikirim ke Uni Soviet dan 18 ke Polandia untuk menjalani pelatihan konversi. Pilot tambahan dilatih di Suriah oleh instruktur Soviet. Pesawat yang tersisa dikirim pada akhir tahun yang sama, namun SyAAF kekurangan pilot untuk semuanya, dan oleh karena itu sebuah skuadron diawaki oleh orang Mesir seluruhnya. Ketika jumlah pilot yang memenuhi syarat meningkat, pada tahun 1958 total tiga unit MiG-17 mulai beroperasi, dan unit keempat – skuadron tempur malam – kemudian dibentuk dan dilengkapi dengan jet tempur MiG-17PF (dilengkapi radar) yang baru dikirim. Pada akhir tahun yang sama, Air College dan Aeronautical Technical Institute – yang kemudian menjadi Akademi Angkatan Udara – didirikan di Minakh AB, dekat Hallab (Aleppo), di mana hingga 30 pilot baru dan sejumlah teknisi dilatih setiap tahunnya, dengan menerbangkan Yak-18, Yak-11, hingga MiG-15UTI, dan dari tahun 1965 yang pertama dari lebih dari 80 pesawat jet latih L-29, akhirnya diakuisisi oleh SyAAF selama beberapa tahun berikutnya. 

Foto pra-pengiriman tiga Meteor F.Mk 8 dengan tanda-tanda AU Suriah. (Sumber: https://www.flying-tigers.co.uk/2017/syrian-air-force-air-commander-pre-order-and-updated-photos-and-sale-offers/sy1-pre-delivery-photograph-of-three-meteor-f-mk-8s-in-syrian-markings/)
MiG-17 AU Suriah. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Syrian_Air_Force)

Pada bulan Februari 1958 Suriah dan Mesir bergabung untuk membentuk Republik Persatuan Arab. Angkatan Udara Suriah lalu diintegrasikan ke dalam Angkatan Udara Republik Persatuan Arab (UARAF) dan untuk sementara tidak ada lagi. Hampir seluruh pesawat dan personelnya, semua alat bantu pelatihan dan sebagian besar peralatan dikerahkan kembali ke Mesir, dan digantikan oleh dua skuadron MiG-17F milik UARAF. Misalnya, baru-baru itu Suriah mengirimkan MiG-17PF dan pilotnya membentuk Skuadron No. 31 ‘Crow-Bat‘ di UARAF. Pada masa Republik Persatuan Arab, unit ini selalu dikomandoi oleh seorang perwira Suriah. Pada tahun 1958 Suriah mulai menerima 40 pesawat tempur supersonik MiG-19, dan tahun berikutnya 30 MiG-15 tambahan dan dua pembom Il-28 pertama diterima. Akibatnya, pada bulan Mei 1961 SyAAF memiliki total 75 pesawat MiG-15bis/MiG-17F, yang terbagi dalam enam skuadron. Namun, jumlah ini segera berkurang drastis. Pada bulan Januari 1964 jumlah MiG-15 dan MiG-17 turun menjadi hanya 50, karena terjadi banyak kecelakaan, sementara pesawat lain tidak dapat digunakan karena kurangnya suku cadang atau masalah pemeliharaan. Faktanya adalah, di satu sisi, SyAAF kekurangan personel terlatih, dan di sisi lain, sebagian besar perwira SyAAF lebih tertarik pada politik daripada terbang. Pembersihan perwira yang dianggap “tidak loyal” terhadap setiap rezim baru menimbulkan masalah tambahan, dan oleh karena itu pemerintah Suriah sangat lambat dalam melatih pilot pesawat tempur generasi baru, terutama karena mereka juga tidak dilatih seagresif lawan-lawan mereka di Israel. Persatuan Suriah dan Mesir berakhir setelah kudeta Suriah tahun 1961. Dinas penerbangan militer baru – yang secara resmi disebut Angkatan Udara Arab Suriah (SyAAF) – kemudian didirikan kembali pada akhir tahun yang sama, menggunakan pesawat peninggalan Mesir, termasuk sekitar 40 MiG-17F dan 4 Il-28. Pemerintahan baru Republik Arab Suriah lalu berusaha membeli pesawat tambahan di Jerman dan Italia, pada tahun 1961 dan 1962. Ketika semua upaya terkait gagal, Suriah tidak punya pilihan selain beralih ke Cekoslovakia untuk mendapatkan senjata. Pada saat itu, Cekoslovakia sudah tidak lagi memproduksi pesawat tempur dan pencegat, sehingga Suriah harus membeli dari Uni Soviet. Pada tanggal 19 Juni 1962, Damaskus dan Moskow menandatangani kontrak besar untuk persenjataan, termasuk pesanan 34 pencegat MiG-21F-13 dan 4 pesawat latih konversi MiG-21U. Pada tahun 1962 empat pembom Il-28 tambahan dikirimkan, dan Skuadron Pengebom Ringan dibentuk. Sementara itu, Skuadron Transport juga sedang beroperasi, masing-masing memiliki enam pesawat angkut C-47 dan Il-14. Sekarang sudah jelas bahwa pengenalan MiG-19 ke dinas operasional SyAAF gagal, dan dihadapkan pada kesulitan teknis, dimana Suriah akhirnya memindahkan 30 MiG-19 yang masih tersisa ke Mesir, pada tahun 1965, meskipun pesawat tersebut tetap berada di Suriah hingga bulan Oktober 1975.

Hafez al-Assad (atas) berdiri di sayap Fiat G.46-4B bersama rekan-rekan taruna di Akademi AF Suriah di luar Aleppo, pada pertengahan tahun 1950-an. Assad seperti banyak perwira Syria lainnya lebih tertarik pada politik daripada terbang. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Syrian_Air_Force)

Pada musim semi 1963, yang pertama dari 34 MiG-21F-13 akhirnya mencapai Suriah sebelum dikirim ke Mesir, dan segera digunakan dalam dua skuadron dari Brigade Udara ke-3, yang bermarkas di Pangkalan Udara Dmeyr, 40 km (25 mil) timur laut Damaskus. Pesawat-pesawat MiG-17 sementara itu dioperasikan oleh dua skuadron Brigade Udara ke-7, yang berpangkalan di Pangkalan Udara Almezzeh, di Damaskus. Namun, karena kerusuhan politik yang terjadi di negara tersebut, kondisi SyAAF secara keseluruhan tidak kunjung membaik. Pada tahun 1965 Suriah hanya memiliki 30 MiG-15 dan MiG-17 yang tersisa, hanya empat Il-28 dan 30 MiG-21 yang tersisa, dengan kesiapan angkatan udara sangat rendah, sehingga hanya ada tiga skuadron yang dapat dianggap beroperasi, dua di antaranya menerbangkan MiG-15 dan MiG-17. Oleh karena itu, penting bagi pertahanan udara Suriah untuk mempertahankan dua unit MiG-19 Mesir yang berbasis di Dmeyr AB, meskipun pesanan baru untuk 39 MiG-21PF, yang dikeluarkan pada tahun 1966, akan sangat memperkuat SyAAF. Dengan naiknya kekuasaan Partai Baath, selama kudeta Suriah tahun 1963, Hafez Al-Assad (mantan pilot Meteor dan MiG-17PF), diangkat menjadi Komandan SyAAF. Disibukkan dengan keterlibatannya dalam politik dalam negeri, Assad menyerahkan komando efektif SyAAF kepada Wakilnya, Brigadir Jenderal Mohammad Assad Moukiiad (mantan pilot Meteor yang dilatih di Inggris Raya). Sementara itu, penasihat asal Soviet, Ceko, dan Jerman Timur berulang kali hadir di Suriah pada tahun 1960an. Salah satu instruktur Soviet adalah Grigory Neljubov, bekas anggota tim kosmonot Soviet, bersama dengan Gagarin dan Titov. Neljubov dikeluarkan dari proyek tersebut setelah muncul di markasnya dalam kondisi mabuk dan berkelahi dengan seorang penjaga. Karena penolakannya untuk meminta maaf, masalah tersebut terkuak, dan Neljubov dikirim untuk bekerja sebagai penasihat di Suriah, sebelum dia bunuh diri, pada tahun 1966. Pengaruh instruktur asing berubah seiring dengan perubahan rezim di Damaskus, namun hanya orang-orang Mesir yang tetap berpengaruh secara permanen. Beberapa perwira mereka berperan penting dalam mengatur dan melatih unit pencegat Suriah. Dampaknya terhadap kemampuan operasional unit MiG-21 Suriah masih belum jelas, namun yang pasti bahwa mereka sering bekerja terutama dengan unit MiG-17.

MiG-17 AU Syria. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

Rincian pasti tentang warna kamuflase, seri dan tanda pesawat Suriah pada tahun 1967 sangatlah langka. Apa yang diketahui dapat dilihat di bawah ini, namun tampaknya SyAAF lebih sadar dalam menyamarkan pesawat mereka. Pada saat itu setidaknya beberapa pesawat tempur Suriah – terutama MiG-19 yang diterbangkan orang-orang Mesir – seharusnya sudah dikamuflase. Pada bulan Juni 1967 SyAAF memiliki kekuatan 35 MiG-15 dan MiG-17, yang terbagi dalam tiga skuadron, 60 MiG-21F-13 dan MiG-21PF dalam empat skuadron, dan hanya dua Il-28 dalam satu unit pembom ringan. Unit-unit ini adalah sebagai berikut:

  • Skuadron Tempur No.1: Unit ini menerbangkan jet tempur MiG-21F-13, dari Pangkalan Udara Tsaikal, Marj Real. Pesawat-pesawat ini keseluruhan dibiarkan dengan warna metal asli, dengan nomor serial warna hitam di badan bagian depan, seperti: 1073, 2540 dll.
  • Skuadron Tempur Malam No.3: Unit ini menerbangkan jet tempur MiG-17PF 
  • Skuadron No. 7: Unit ini menerbangkan jet tempur MiG-21PF (sebelumnya MiG-19), dari Pangkalan Udara Tsaikal, T.4 
  • Skuadron Tempur No.8: Unit ini menerbangkan jet tempur MiG-17F; yang keseluruhannya dibiarkan dengan warna metal polos, dengan nomor seri warna hitam dalam tiga digit di bagian atas sirip, dan dua digit terakhir berulang besar di badan pesawat bagian depan, seperti: 939/39, 982/82 dll.
  • Skuadron Tempur No. 10: Unit ini menerbangkan jet tempur MiG-17F dan MiG-21, dari Pangkalan Udara Dmeyr. Unit ini sedang dalam proses konversi ke MiG-21 
  • Skuadron Tempur No. 12: Unit ini menerbangkan jet tempur  MiG-15bis dan MiG-21, dari Pangkalan Udara Dmeyr; dan sedang dalam proses konversi ke MiG-21 
  • Skuadron Angkut No. 22: Unit ini menerbangkan pesawat angkut Il-14, C-47, dari Pangkalan Udara Damaskus, Almezzeh
  • Skuadron Tempur No. 54: Unit ini menerbangkan jet tempur MiG-21PF, dimana pangkalannya tidak diketahui, dan sedang dalam proses pendirian 
  • Skuadron Tempur No.77: Unit ini menerbangkan jet tempur MiG-19; dari pangkalan yang tidak diketahui. Ini adalah unit Suriah kedua yang diketahui mengoperasikan MiG-19. Pada tahun 1967 semua MiG-19 Suriah seharusnya sudah berada di bawah kendali Mesir. Meski demikian, ada laporan mengenai aksi pilot MiG-19 SyAAF selama Perang Enam Hari, akibatnya status pasti unit ini masih belum diketahui. MiG-19 Suriah mungkin merupakan pesawat tempur supersonik Arab pertama yang dikamuflase, satu-satunya bukti gambar dari masa sekitar Perang Enam Hari yang menunjukkan bahwa mereka dicat dengan warna Zaitun Gelap dan Pasir Gelap atau Bumi Terang di permukaan bagian atas, dan Biru Muda di bawah. Nomer serial pesawat diberi warna hitam di bagian depan badan pesawat, dan kemungkinan juga berwarna hitam di bagian atas sirip, seperti nomor: 1103, 1118, 1138.
  • Skuadron Pembom Ringan dengan nomor tidak diketahui: Unit ini menerbangkan 2 pembom Il-28, dari Pangkalan Udara T.4.
  • Skuadron Helikopter dengan nomor tidak diketahui: Unit ini menerbangkan helikopter Mi-4, dari Pangkalan Udara Damaskus, Almezzeh 
Tampilan sebenarnya dari MiG-21F-13 Suriah awal ini masih belum dapat dikonfirmasi, namun diduga terlihat pada tanda nasional yang ditunjukkan di sini, yang diketahui telah digunakan oleh pesawat SyAAF dari tahun 1961 hingga 1963. Selanjutnya, warna merah menggantikan bidang hijau pada warna nasional, sedangkan bintang menjadi hijau, bukan merah. (Sumber: https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml)

Kerugian SyAAF selama Perang Enam Hari memang besar, namun – jika diukur berdasarkan jumlah total pesawat yang tersedia – tidak sebesar kerugian yang dialami angkatan udara Mesir atau Yordania. Yang diketahui hilang adalah: 33 MiG-21 (termasuk 8 dalam pertempuran udara-ke-udara), 23 MiG-17 dan MiG-15 (3 dalam pertempuran udara-ke-udara), pesawat MiG-19 dalam jumlah yang tidak diketahui (tidak ada yang hilang dalam pertempuran udara ke udara), 2 pembom Il-28 , dan 3 helikopter Mi-4, dengan jumlah total: 61 pesawat

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Arab Air Forces on 5 June 1967 By Tom Cooper & Franz Vajda; Sep 24, 2003, 20:08

https://web.archive.org/web/20100707093853/http://www.acig.org/artman/publish/article_262.shtml

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Algerian_Air_Force

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Egyptian_Air_Force

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Iraqi_Air_Force

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Royal_Jordanian_Air_Force

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Syrian_Air_Force

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Lebanese_Air_Force

Israel Air Force: In the Six-Day War (1967)

https://www.jewishvirtuallibrary.org/israel-air-force-in-the-six-day-war#google_vignette

How Israel’s Air Force Won the Six-Day War in Six Hours by Michael Peck

https://nationalinterest.org/blog/the-buzz/how-israels-air-force-won-the-six-day-war-six-hours-20980

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *