Perang Vietnam

Neraka 26 Hari: Serangan Tet dan Sisi Gelap Pendudukan Komunis di Kota Hue Tahun 1968

Pertempuran Huế dimulai pada tanggal 31 Januari 1968, dan berlangsung selama 26 hari. Selama berbulan-bulan dan tahun-tahun berikutnya, lusinan kuburan massal ditemukan di dalam dan di sekitar kota Huế. Korban yang ditemukan termasuk adalah wanita, pria, anak-anak, dan bayi. Perkiraan korban tewas adalah antara 2.800 dan 6.000 warga sipil dan tawanan perang, atau sekitar 5–10% dari total populasi kota Huế. Republik Vietnam (Vietnam Selatan) setelah pertempuran merilis daftar 4.062 korban yang diidentifikasi telah dibunuh atau diculik. Korban umumnya ditemukan terikat, disiksa, dan terkadang dikubur hidup-hidup. Banyak korban juga dipukuli sampai mati. Sejumlah otoritas AS dan Vietnam Selatan serta sejumlah jurnalis yang menyelidiki peristiwa tersebut menyatakan penemuan tersebut, bersama dengan bukti lain, sebagai bukti bahwa kekejaman skala besar telah dilakukan di dalam dan sekitar kota Huế selama empat minggu pendudukannya oleh pasukan komunis. Pembunuhan-pembunuhan itu dianggap sebagai bagian dari pembersihan skala besar dari seluruh lapisan sosial, termasuk siapa pun yang bersahabat dengan pasukan Amerika di wilayah tersebut.

Seorang janda yang berduka menangis di samping kantong plastik berisi sisa-sisa mayat suami, yang terbunuh pada bulan Februari 1968, dan ditemukan di kuburan massal dekat Hue. Pendudukan singkat pasukan komunis di kota Hue selama Serangan Tet, diketahui menimbulkan ribuan korban jiwa di kalangan masyarakat sipil, yang sebagian dibunuh dengan sengaja oleh pasukan pendudukan (Kredit Foto: Larry Burrows / Koleksi Gambar LIFE, via Getty Images / https://www.nytimes.com/)

SERANGAN TET DI KOTA HUE

Saat fajar menyingsing pada pagi hari libur tanggal 31 Januari 1968, hampir semua orang  yang tinggal di kota tua Hue yang bertembok (citadel) dapat melihat bendera Front Pembebasan Nasional berwarna biru dan merah berbintang emas berkibar di atas menara bendera Citadel setinggi 120 kaki yang bersejarah. Ketika penduduk bekas ibu kota kerajaan Vietnam kuno yang anggun itu pergi tidur beberapa jam sebelumnya pada malam hari raya Tet, pikiran mereka dipenuhi dengan rencana untuk menyambut dan merayakan hari raya yang akan datang. Tapi sekarang, dibawah selubung ketakutan dan firasat buruk mulai turun ke atas pemikiran mereka, ketika mereka menemukan diri mereka terseret ke dalam kengerian perang. Kini dalam sekejap, orang-orang Komunis telah berkuasa atas kota Hue. Tentu saja, perencanaan dan pelatihan yang cermat dari pihak komunis selama berbulan-bulan telah memungkinkan momen ini terjadi. Pihak komunis telah dengan hati-hati memilih waktu penyerangan mereka. Karena pada saat hari raya Tet, mereka tahu bahwa pertahanan kota akan berkurang kekuatannya, dan cuaca buruk yang biasanya terjadi pada musim hujan timur laut akan menghambat operasi pasokan ulang lewat udara dari pihak sekutu dan menghalangi lawan untuk memberikan dukungan udara jarak dekat. Pada hari-hari menjelang hari raya Tet, ratusan Viet Cong (VC) telah menyusup ke dalam kota dengan berbaur pada kerumunan peziarah yang berdatangan ke Hue untuk menikmati liburan. Mereka dengan mudah bisa memindahkan senjata dan amunisi mereka ke dalam kota yang ramai, dengan disembunyikan di dalam kendaraan, gerobak dan truk yang membawa masuknya barang, makanan, dan barang dagangan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam perayaan Tet. Seperti jarum jam yang berdetak, di pagi hari yang gelap dan tenang pada tanggal 31 Januari, dengan sembunyi-sembunyi para infiltrator komunis membongkar senjata, mengenakan seragam mereka dan menuju ke posisi yang telah ditentukan di seluruh penjuru kota Hue dalam persiapan untuk bergabung dengan pasukan terlatih dari People’s Army of Vietnam (PAVN/NVA/Tentara Vietnam Utara) dan pasukan penyerang VC yang mendekati kota. Para penyusup berkumpul di gerbang Benteng Kota Tua siap memimpin rekan-rekan mereka untuk menyerang target utama pihak komunis. 

Gerilyawan wanita Vietcong dengan roket anti tank RPG-2. Serangan unit-unit NVA dan Vietcong yang sukses di hari-hari pertama pertempuran memperebutkan kota Hue telah dipersiapkan dengan matang berbulan-bulan sebelumnya. (Sumber: https://www.businessinsider.com/)

Pada pukul 3:40 pagi, serangan roket dan mortir dari arah pegunungan sebelah barat mengisyaratkan pasukan penyerang untuk melancarkan serangan. Saat fajar dimulai, serangan kilat telah berakhir dan para penyerbu mulai melepaskan kengerian baru di atas warga kota yang terkejut itu. Ketika pasukan PAVN dan VC berkeliaran dengan bebas untuk mengkonsolidasikan wilayah mereka, para perwira politik mulai mengumpulkan orang Vietnam Selatan dan orang-orang asing yang cukup malang untuk masuk dalam “daftar khusus” mereka. Berbaris di jalan-jalan sempit kota berbenteng, para kader komunis memanggil nama-nama dalam daftar mereka melalui pengeras suara, memerintahkan mereka untuk melapor ke sebuah sekolah setempat. Mereka yang tidak melaporkan diri secara sukarela akan diburu. Apa yang terjadi pada mereka yang ditangkap tidak akan segera diketahui sampai lama setelah pertempuran berakhir. Bahkan kemudian, seperti banyak kasus di Vietnam, fakta seputar nasib mereka akan menjadi subjek perdebatan yang sering menimbulkan kemarahan dan kesedihan di antara orang-orang Amerika, sekaligus mencerminkan jurang ketidakpercayaan dan keterbelahan diantara mereka dalam selubung kekakuan ideologi yang kerap digambarkan dalam perang tersebut. Perdebatan mengenai hal ini masih bertahan empat dekade kemudian. Aksi yang terjadi di kota Hue pada pagi hari tanggal 31 Januari hanyalah bagian dari serangan terkoordinasi yang ganas yang menakjubkan dalam hal cakupan operasi dan bagaimana serangan itu dieksekusi. Diperkirakan sekitar 80.000 tentara Vietnam Utara dan Viet Cong secara bersamaan dikirim untuk menyerang tiga perempat ibu kota provinsi Vietnam Selatan dan sebagian besar kota besarnya. Mereka hampir mencapai kejutan total di sebagian besar wilayah yang menjadi sasaran mereka, seperti yang mereka lakukan di Hue, di mana pertempuran terlama dan paling berdarah dari Serangan Tet baru saja dimulai. 

Pasukan Viet Cong menyerang posisi musuh di Vietnam Selatan, 1968. (Sumer foto / Universal Images Group via Getty Images / https://www.businessinsider.com/)

Sebagai salah satu tempat paling bersejarah di Vietnam, populasi Hue yang berjumlah 140.000 orang pada tahun 1968 menjadikannya sebagai kota terbesar ketiga di Vietnam Selatan. Pada kenyataannya, Hue sendiri adalah laksana dua kota yang dipisahkan oleh Song Huong, atau Sungai Parfum (perfume river), dengan dua pertiga populasi kotanya tinggal di daerah di utara sungai di dalam tembok kota tua, yang dikenal sebagai kota berbenteng (Citadel). Dulunya merupakan tempat tinggal dari kaisar Annam yang telah memerintah bagian tengah Vietnam saat ini, Benteng seluas tiga mil persegi ini dikelilingi oleh tembok yang menjulang setinggi 30 kaki (9,144 meter) dan hingga 40 kaki (12,192 meter), yang membentuk persegi sekitar satu setengah mil panjangnya di setiap sisi. Tiga dinding benteng yang tidak berbatasan dengan perfume river dikelilingi oleh parit zigzag yang lebarnya 90 kaki (27,432 meter) di banyak titik dan kedalaman hingga 12 kaki (3,658 meter). Di dalam Benteng terdapat blok demi blok rumah petak, gedung apartemen, vila, toko, taman dan lapangan terbang segala cuaca. Terselip di dalam kota bertembok tua adalah satu lagi daerah berbenteng, yang merupakan Istana Kekaisaran, di mana para kaisar memerintah sampai Prancis mengambil kendali atas Vietnam pada tahun 1883. Terletak di ujung selatan Benteng, istana Kaisar itu pada dasarnya berbentuk persegi dengan 20 kaki (6,096 meter) tinggi dindingnya, dan sepanjang 2.300 kaki (701,04 meter). Seperti yang pernah dikatakan seorang pengamat, Benteng itu adalah “impian (bagi) turis yang gemar menggunakan kameranya,” tetapi pada bulan Februari 1968, itu tempat itu terbukti akan menjadi “mimpi buruk (bagi) para prajurit infanteri yang membawa senapannya.” Di sebelah selatan perfume river dan terhubung ke Benteng oleh Jembatan Nguyen Hoang adalah bagian kota baru dari Hue, yang memiliki luas sekitar setengah dari kota Benteng di utara dan di dalamnya terdapat sekitar sepertiga dari populasi kota pada tahun 1968. Yang ada di kawasan ini adalah rumah sakit kota , penjara provinsi, Katedral Katolik, Konsulat AS, Universitas Hue, dan distrik pemukiman yang lebih baru. Sebagai pusat budaya dan intelektual tradisional Vietnam, selama ini Hue telah diperlakukan hampir sebagai kota terbuka oleh Viet Cong dan Vietnam Utara dan karenanya terhindar dari banyak kematian dan kehancuran perang. Satu-satunya kehadiran militer di kota itu adalah markas besar Divisi Infanteri Pertama Republik Vietnam (ARVN) yang posisinya dibentengi di sudut barat laut Benteng. Satu-satunya elemen tempur di kota itu adalah kompi pengintai divisi tersebut, yakni Kompi elit Hac Bao, yang dikenal sebagai unit “Black Panthers”. Sementara itu, unit divisi lainnya yang tersisa ditempatkan di luar kota. Menjaga keamanan di dalam kota Hue terutama merupakan tanggung jawab Kepolisian Nasional. 

Letak kota Hue di Provinsi Thua Thien. (Sumber: https://www.researchgate.net/)
Tandu Kaisar Bao Dai meninggalkan Istana ibukota Hue pada tahun 1942. Sebagai bekas ibukota kerajaan Vietnam kuno, Hue dihormati oleh kedua pihak yang berperang sebagai sebuah kota budaya yang dijaga keutuhannya. Namun situasi ini berubah pada tahun 1968. (Sumber: https://kienthuc.net.vn/)
Rombongan keluarga kerajaan melintasi sungai parfum (perfume river). Dilihat dari foto, rombongan tersebut memasuki wilayah kota baru Hue, yang ada di seberang sungai dari kota lama yang berbenteng. (Sumber: https://kienthuc.net.vn/)

Di pihak lain, satu-satunya kehadiran militer AS di Hue pada 31 Januari adalah ada di kompleks Komando Bantuan Militer, Vietnam (MACV/Military Assistance Command, Vietnam) yang terletak sekitar satu setengah blok di selatan Jembatan Nguyen Hoang di tepi timur sektor kota baru. Kompleks tersebut menampung sekitar 200 personel Angkatan Darat AS, Korps Marinir, dan perwira Australia serta prajurit yang bertugas sebagai penasihat Divisi ARVN ke-1. Pasukan tempur AS yang terdekat dari kota Hue berada di pangkalan Marinir Phu Bai delapan mil selatan dari Route 1, yang merupakan markas Satgas X-Ray, markas garis depan pasukan Divisi Marinir ke-1 yang terdiri dari dua unit markas resimen Marinir dan tiga batalyon Marinir. Sementara itu, pasukan komunis di wilayah Hue berjumlah sekitar 8.000 personel, total terdiri dari 10 batalyon, termasuk dua resimen PAVN yang masing-masing terdiri dari tiga batalyon dan satu batalion. Ini adalah unit reguler Vietnam Utara yang sangat terlatih. Enam batalyon pasukan utama Viet Cong, termasuk Batalyon Sapper ke-12 Kota Hue, bergabung dengan unit-unit PAVN. Meski diketahui sangat mahir bertempur di hutan dan area persawahan, namun pasukan PAVN dan VC membutuhkan pelatihan tambahan untuk bisa bertempur di daerah perkotaan. Sementara para prajurit dilatih untuk pertempuran yang akan datang, perwira intelijen VC menyiapkan daftar “oknum tiran kejam dan elemen reaksioner” untuk ditangkap di Hue selama jam-jam pertama serangan. Dalam daftar ini terdapat sebagian besar pejabat pemerintah Vietnam Selatan, perwira militer dan politisi, serta warga sipil Amerika dan orang asing lainnya. Setelah menangkap orang-orang ini, mereka akan dievakuasi masuk ke dalam hutan di luar kota di mana mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan mereka terhadap orang-orang Vietnam. 

Kota benteng Hue pada tahun 1968. (Sumber: https://www.cc.gatech.edu/)
Posisi markas MACV di seberang sungai parfum tahun 1968. (Sumber: https://www.cc.gatech.edu/)

Resimen ke-6 PAVN, dengan dua batalyon infanteri dan Batalyon Sapper VC ke-12, melancarkan serangan utama dari arah barat daya, untuk menghubungkan diri dengan para penyusup VC, dan melaju melintasi Perfume River menuju kota Benteng yang menjadi markas Divisi ke-1 ARVN. Batalyon ke-800 dan 802 dari Resimen ke-6 dengan cepat menguasai sebagian besar kota Benteng, tetapi Brigjen. Jenderal Ngo Quang Truong, komandan Divisi ARVN ke-1, dan stafnya bisa menahan para penyerang di markas divisi-nya. Sementara itu, kompi pengintai ARVN berhasil mempertahankan posisinya di ujung timur lapangan terbang hingga diperintahkan mundur ke markas divisi untuk membantu memperkuat pertahanan di sana. Meskipun Batalyon PAVN ke-802 bisa menembus pertahanan ARVN pada beberapa kesempatan selama subuh, namun pasukan PAVN bisa dipukul mundur kembali setiap kali, meninggalkan kompleks Divisi ke-1 tetap di tangan tentara Vietnam Selatan. Pada siang hari, bagaimanapun, Resimen ke-6 PAVN telah menguasai sebagian besar kota Benteng, termasuk Istana Kekaisaran. Di sebelah selatan Perfume river, situasinya sedikit lebih baik bagi orang-orang Amerika. Batalyon ke-804 PAVN dua kali menyerang kompleks MACV, tetapi setiap kali berhasil dihalau oleh mereka yang bertahan yang berkumpul dengan cepat dan dipersenjatai dengan senjata individu. Pasukan Vietnam Utara kemudian menyerbu gerbang kompleks, di mana sekelompok Marinir yang berjaga di bunker menahan mereka untuk waktu yang singkat sebelum dihancurkan dengan beberapa tembakan roket B-40. Bagaimanapun aksi ini bisa memperlambat serangan pasukan PAVN dan memberikan waktu bagi personel Amerika dan Australia untuk mengatur kembali pertahanan mereka. Setelah gagal merebut kompleks dalam baku tembak yang intens, pasukan Komunis mencoba melemahkan pihak yang bertahan dengan tembakan mortir dan senjata otomatis dari bangunan yang menghadap ke gedung kompleks MACV. Personel Amerika dan Australia segera pergi berlindung dan meminta bala bantuan. 

Foto udara kawasan sisi barat kota berbenteng Hue, yang menunjukkan posisi lapangan terbang. (Sumber: https://www.cc.gatech.edu/)
Markas MACV setelah serangan Tet. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Sementara pertempuran berkecamuk di sekitar kompleks MACV, dua batalyon Viet Cong mengambil alih markas besar Provinsi Thua Thien, kantor polisi dan gedung pemerintah lainnya di selatan sungai. Pada saat yang sama, Batalyon ke-810 PAVN mengambil posisi memblokir jalan di tepi selatan kota untuk mencegah datangnya bala bantuan dari arah itu. Menjelang fajar, seluruh bagian kota di selatan Perfume River, kecuali kompleks MACV, dikuasai oleh Resimen ke-4 Vietnam Utara. Jadi dalam waktu yang sangat singkat, pasukan Komunis telah menguasai hampir semua wilayah di kota Hue. Dengan pasukannya yang lemah di markas besarnya sendiri di kawasan Benteng, Jenderal Truong lalu memerintahkan Resimen ketiganya, yang diperkuat dengan dua batalion lintas udara dan pasukan kavaleri lapis baja, untuk bertempur menembus kepungan pasukan musuh menuju Benteng dari posisi mereka di arah barat laut kota. Pasukan ini kemudian menghadapi perlawanan yang intens di sepanjang jalam, tetapi pada sore hari mereka berhasil mencapai markas Truong. Saat Truong mengkonsolidasikan pasukannya, permintaan lain untuk bala bantuan datang dari orang-orang Amerika dan Australia yang terkepung di kompleks MACV. Meresponi perintah dari III Marine Amphibious Force, walau tidak menyadari sepenuhnya kekuatan musuh di Hue, Brig. Jenderal Foster C. “Frosty” LaHue, komandan Satgas X-Ray, mengirim Kompi A, Batalyon 1, resimen Marinir 1 (1/1), untuk melewati jalan di Rute 1 dari Phu Bai untuk membebaskan 200 penasihat MACV yang terkepung. Setelah memasuki kota, pasukan Marinir ditembaki di dekat kompleks MACV. Lebih banyak Marinir dikirim dari dari Phu Bai. Kompi Golf, 2/5, bergabung dengan pasukan yang pertama dikirim dan bersama-sama mereka berjuang menuju kompleks MACV, dengan menderita 10 orang terbunuh dalam pertempuran. Setelah bisa bergabung dengan personel di MACV, pasukan Marinir kemudian diperintahkan untuk menyeberangi sungai dan menerobos ke markas Divisi ke-1 ARVN di Benteng. Saat mereka menyeberangi Jembatan Nguyen Hoang, pasukan Marinir Amerika dipukul mundur oleh hujan tembakan berat dari pihak musuh, dan menderita banyak korban dalam prosesnya.

PERTEMPURAN MEREBUT KEMBALI KOTA HUE

Dengan Divisi ARVN ke-1 sibuk bertempur di kota Benteng sendirian dan Marinir AS bertempur di sebelah selatan sungai, komandan ARVN di wilayah Korps-I Letnan Jenderal Hoang Xuan Lam dan Letnan Jenderal Robert Cushman, komandan Pasukan Ekspedisi Marinir III, bertemu untuk membahas bagaimana caranya merebut kembali kota Hue. Mereka lalu memutuskan bahwa pasukan ARVN akan bertanggung jawab untuk membersihkan pasukan Komunis dari wilayah kota Benteng dan sisa wilayah kota Hue di sebelah utara sungai, sementara Satuan Tugas X-Ray akan bertanggung jawab atas bagian selatan kota. Jenderal LaHue, sekarang menyadari sepenuhnya apa yang sedang dihadapi Marinirnya, mengirim Kolonel Stanley S. Hughes, komandan Resimen Marinir ke-1, untuk mengambil alih kendali keseluruhan pasukan AS. Marinir kemudian melancarkan pertempuran sengit dari gedung ke gedung, dari ruangan demi ruangan untuk mengusir pasukan Komunis. Karena tidak terlatih dalam peperangan kota, para Marinir harus melatih taktik dan teknik tempur perang kota mereka di tempat, dan akibatnya kemajuan yang mereka dapatkan berjalan lambat dan mahal. Wilayah yang direbut diukur dalam inci, dan setiap gang, sudut jalan, jendela dan taman harus dibayar dengan darah. Kedua belah pihak menderita banyak korban dalam prosesnya. Pada tanggal 5 Februari, Kompi H, satuan 2/5 Marinir, berhasil merebut markas besar Provinsi Thua Thien, yang pernah menjadi pos komando Resimen ke-4 PAVN. Bisa direbutnya tempat ini telah menyebabkan integritas pertahanan pasukan Vietnam Utara di wilayah selatan sungai mulai goyah. Pertempuran sengit lalu berlanjut selama minggu berikutnya, tetapi pada tanggal 14 Februari, sebagian besar kota di selatan sungai telah berada di tangan pasukan Amerika. Meski demikian pengepungan masih akan memakan waktu 12 hari lagi karena roket dan mortir masih terus berjatuhan dan penembak jitu musuh kerap mengganggu patroli yang dilakukan oleh pasukan Marinir. Pertempuran untuk merebut kota baru Hue itu menyebabkan kerugian di pihak Marinir sebanyak 38 orang tewas dan 320 lainnya luka-luka. Namun kerugian yang lebih besar diderita oleh pasukan Komunis. Mayat lebih dari 1.000 tentara VC dan NVA berserakan di sekitar kota bagian selatan sungai. 

Sersan Staf Marinir. Robert Thoms, juga dikenal sebagai “Cajun Bob,” memimpin pasukannya dalam Pertempuran Hue selama Serangan Tet yang dilakukan Vietnam Utara pada tahun 1968. Pertempuran dalam memperebutkan kota benteng lama Hue terbukti lebih berat dan memakan banyak korban ketimbang pertempuran di sekitar kota baru. (Sumber: JOHN OLSON / STARS AND STRIPES / https://www.stripes.com/)

Sementara itu, pertempuran di utara sungai terus berkecamuk. Meskipun pasukan ARVN tambahan terus dikirimkan, namun pada tanggal 4 Februari gerak maju mereka secara efektif terhenti di antara rumah-rumah, gang-gang dan jalan-jalan sempit di sepanjang tembok Benteng ke barat laut dan barat daya. Pasukan Komunis, yang telah membentuk pertahanan jauh di wilayah dalam tembok dan bangunan yang padat, masih menguasai kawasan Istana Kekaisaran dan sebagian besar daerah sekitarnya dan tampaknya semakin kuat saat bala bantuan mereka memasuki kota. Dengan gerak pasukannya terhenti, Jenderal Truong yang frustasi dan malu terpaksa memohon bantuan kepada III MAF. Pada tanggal 10 Februari, Jenderal Cushman mengarahkan Jenderal LaHue untuk memindahkan batalion Marinir ke wilayah kota Benteng. Pada tanggal 12 Februari, elemen dari batalion 1/5 Marinir Amerika menyeberangi sungai dengan kapal pendarat dan memasuki kawasan kota Benteng melalui celah yang terbuka di dinding sebelah timur laut. Pada saat yang sama, dua batalyon Marinir Vietnam bergerak ke sudut barat daya kota Benteng. Penumpukan pasukan sekutu ini lalu memberikan tekanan kuat pada pasukan Komunis, tetapi mereka tetap keras kepala bertahan bertahan. Menyerang di sepanjang tembok selatan, pasukan Marinir menderita banyak banyak korban, karena pertempuran di tempat itu terbukti lebih buas daripada di bagian selatan kota. Didukung oleh serangan udara, tembakan senjata angkatan laut, dan dukungan artileri, pasukan Marinir terus bergerak maju, tetapi pasukan musuh melawan mati-matian.

Bendera Republik Vietnam (Selatan) berkibar di atas reruntuhan menara struktur benteng utama di kota benteng tua Hue saat sebuah jip melintasi jembatan di atas parit selama Serangan Tet, bulan Februari 1968. Kemenangan akhir di pihak pasukan Vietnam Selatan dan Amerika harus dibayar mahal dengan ribuan korban jiwa maupun luka-luka dan hancurnya 40% kota Hue. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Pertempuran silih berganti sampai  tanggal 17 Februari, ketika batalion 1/5 Marinir telah mengamankan targetnya, setelah kehilangan 47 personelnya tewas dan 240 lainnya luka-luka. Pertempuran terus berlanjut selama berhari-hari, tetapi akhirnya, pada subuh tanggal 24 Februari, tentara ARVN menurunkan bendera Viet Cong yang telah dikibarkan dari menara bendera kota Benteng Hue selama 25 hari dan mengibarkan bendera Vietnam Selatan. Pada tanggal 2 Maret, pertempuran infanteri terpanjang yang pernah ada dalam perang Vietnam sampai saat itu secara resmi dinyatakan berakhir. Operasi militer untuk membebaskan kota Hue telah membuat ARVN menderita korban 384 tewas, 1.800 luka-luka dan 30 hilang dalam pertempuran. Di pihak lain, Marinir AS menderita korban 147 tewas dan 857 luka-luka, sedangkan pihak Angkatan Darat Amerika yang turut membantu kehilangan 74 personelnya tewas dan 507 lainnya luka-luka. Sementara itu, klaim dari pihak Sekutu mengenai korban di pihak Komunis yang terbunuh di kota iti mencapai 5.000 orang, dan diperkirakan 3.000 lainnya tewas di daerah sekitarnya dalam pertempuran dengan elemen pasukan Kavaleri ke-1 dan divisi Lintas Udara ke-101. Pertempuran epik untuk merebut kembali kota Hue telah membuat sebagian besar kota kuno itu menjadi puing-puing karena 40 persen bangunannya hancur, dan menyebabkan sekitar 116.000 warga sipil kehilangan tempat tinggal. Di antara populasi, 5.800 warga sipil dilaporkan tewas atau hilang. 

TERUNGKAPNYA BUKTI PEMBANTAIAN

Kepastian nasib banyak orang hilang lalu akan membutuhkan waktu untuk bisa diungkap, tetapi dalam bulan-bulan setelah pertempuran, penemuan mengerikan melengkapi data orang-orang yang hilang, karena sekitar 1.200 mayat warga sipil ditemukan di 18 kuburan massal yang disembunyikan dengan tergesa-gesa. Selama tujuh bulan pertama tahun 1969, kuburan kelompok besar kedua ditemukan. Kemudian, pada bulan September, tiga pembelot dari pihak Komunis mengatakan kepada perwira intelijen Divisi Lintas Udara ke-101 bahwa mereka telah menyaksikan pembunuhan beberapa ratus orang di Da Mai Creek, sekitar 10 mil selatan Hue, pada bulan Februari 1968. Sebuah pencarian mengungkapkan penemuan sisa-sisa mayat sekitar 300 orang di dasar sungai. Akhirnya, pada bulan November, penemuan besar keempat mayat-mayat korban ditemukan di Phu Thu Salt Flats, dekat desa nelayan Luong Vien, 10 mil sebelah timur Hue. Secara keseluruhan, hampir 2.800 mayat ditemukan dari kuburan-kuburan massal ini. Awalnya, kuburan massal tidak banyak diberitakan di media Amerika. Pers cenderung tidak percaya dengan pemberitaan awal, karena berasal dari sumber yang dianggap tidak bisa dipercaya. Sebaliknya, sebagian besar wartawan cenderung berkonsentrasi pada pertempuran berdarah dan kehancuran kota Hue. Namun, ketika kuburan demi kuburan ditemukan, penyelidikan dilakukan untuk mengetahui fakta pembunuhan-pembunuhan tersebut. Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 1970, yang berjudul “The Viet Cong Strategy of Terror”, tulisan analis Badan Informasi AS, Douglas Pike menuliskan bahwa setidaknya setengah dari jenazah yang ditemukan di Hue mengungkapkan bukti yang jelas dari “pembunuhan-pembunuhan kejam: termasuk tangan (korban) yang diikat di belakang punggung, kain yang dimasukkan ke dalam mulut, tubuh berkerut tetapi tanpa luka (menunjukkan adanya penguburan hidup-hidup). ” Pike menyimpulkan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh para kader VC lokal dan merupakan hasil dari “keputusan yang rasional dan dapat dibenarkan dalam pemikiran pihak Komunis”.

Potongan pakaian compang-camping, sandal dan sandal diperiksa oleh wanita Vietnam Selatan yang kehilangan kerabatnya dalam pembantaian saat serangan Tet tahun 1968. Kuburan massal terbaru yang ditemukan di Huế menemukan sisa-sisa 250 korban pembantaian. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)
Suasana penguburan 300 mayat yang tidak teridentifikasi dalam pembantaian di kota Hue. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Lima bulan sebelum melakukan serangan ke Hue, para perencana komunis dan agen intelijen mereka yang ada di kota dikabarkan telah membuat 2 macam list. Salah satunya memuat detail sekitar 200 target, yang mencakup instalasi pemerintahan, pos-pos polisi dan rumah kepala distrik. Sementara yang lain memuat nama-nama dari golongan yang disebut sebagai “para tiran jahat dan elemen-elemen reaksioner”, yang mencakup pejabat sipil, perwira militer dan nyaris semua orang yang punya kaitan dengan rezim Vietnam Selatan, demikian juga para pengusaha yang dianggap tidak kooperatif, kaum intelektual dan pemuka agama. Instruksi juga diberikan untuk menangkap orang-orang Amerika dan orang asing lainnya, kecuali orang Prancis (ditengarai karena Presiden de Gaulle secara terbuka mengkritik kebijakan Amerika di Vietnam), meski hal ini kemudian tidak menjamin bahwa tidak ada orang Prancis yang jadi korban. Sementara itu, termasuk dalam daftar kaum “reaksioner” Viet Cong adalah seseorang yang hanya karena bekerja sebagai petugas kebersihan paruh waktu di kantor informasi pemerintah. Pham Van Tuong, pria malang itu, bersembunyi bersama keluarganya ketika VC datang mencarinya. Ketika dia muncul bersama putrinya yang berusia 3 tahun, putranya yang berusia 5 tahun, dan dua keponakannya, Viet Cong segera menembak mati mereka semua, dan meninggalkan mayat mereka di jalanan untuk bisa dilihat oleh anggota keluarga lainnya. Sementara itu, Nyonya Nguyen Thi Lao, penjual rokok dieksekusi karena saudaranya bekerja pada instansi pemerintah. Pada hari kelima pendudukan, Viet Cong pergi ke Katedral Phu Cam, di mana mereka mengumpulkan sekitar 400 pria dan anak laki-laki. Beberapa telah masuk dalam daftar sebagai musuh, beberapa berusia militer dan beberapa hanya tampak makmur. Mereka terlihat digiring ke selatan oleh kader VC. Tampaknya kelompok inilah yang jenazahnya kemudian ditemukan di dasar Sungai Da Mai.

Sisa-sisa mayat satu keluarga Vietnam yang dibunuh oleh tentara Angkatan Darat Vietnam Utara di kota Hue selama Serangan Tet. (Sumber Foto: Departemen Pertahanan/https://www.historynet.com/)

Buku karya Omar Eby berjudul “A House in Hue”, yang diterbitkan pada tahun 1968, menceritakan kisah sekelompok pekerja bantuan dari Kelompok Mennonite (salah satu grup orang Kristen) yang terperangkap di rumah mereka selama pendudukan Komunis di kota tersebut. Orang-orang Mennonite memberi tahu Eby bahwa mereka melihat beberapa orang Amerika, salah satunya seorang ahli pertanian dari Badan Pembangunan Internasional AS, dibawa pergi oleh kader VC dengan tangan terikat di belakang punggung. Mereka juga kemudian ditemukan dieksekusi. Pada tahun 1971, jurnalis Don Oberdorfer dalam bukunya “Tet!” mengungkapkan deskripsi yang jelas dari saksi mata tentang apa yang terjadi ketika VC menguasai kota. Stephen Miller, seorang Pejabat Dinas Luar Negeri Amerika berusia 28 tahun, yang bertugas Layanan Informasi AS, sedang berada di rumah teman-teman Vietnamnya ketika dia dibawa pergi oleh VC. Mereka membawanya ke lapangan di belakang seminari Katolik, mengikat lengannya dan kemudian mengeksekusinya. Dokter Jerman, Raimund Discher, Alois Alteköster, dan Horst-Günther Krainick serta istrinya, yang semuanya mengajar di sekolah kedokteran setempat, mengira mereka akan aman sebagai pekerja bantuan asing, tetapi VC kemudian datang dan membawa mereka pergi. Mayat mereka kemudian ditemukan dibuang di kuburan dangkal di lapangan terdekat. Demikian pula, meski mendapat instruksi untuk tidak membunuh orang Prancis, dua pendeta asal Prancis, Pastor Urbain dan Guy, terlihat dibawa pergi. Jenazah Urbain kemudian ditemukan, diikat tangan dan kakinya, di mana dia dikubur hidup-hidup. Tubuh Guy, dengan peluru di belakang kepalanya, ditemukan di kuburan yang sama dengan Urbain dan orang 18 lainnya. Para saksi melaporkan melihat pendeta asal Vietnam, Buu Dong, yang telah melayani di kedua pihak dan bahkan memiliki foto Ho Chi Minh yang digantung di kamarnya (ia mengatakan pada jemaatnya, bahwa ia mendoakan Ho karena dia “adalah teman kita juga”) turut dibawa pergi. Mayatnya lalu ditemukan 22 bulan kemudian di kuburan dangkal bersama dengan sisa-sisa 300 korban lainnya. 

3 dokter Jerman yang turut menjadi korban pembantaian pihak komunis di Hue. (Sumber: Thong Tin Du Quoc)

Mereka yang melawan segera dibunuh, sementara mereka yang menyerah nasibnya juga tidak lebih baik, 5 perwira Vietnam Selatan yang keluar dari tempat persembunyiannya tanpa perlawanan, dibawa ke lapangan sekolah dan masing-masing ditembak kepalanya. Beberapa orang menghilang setelah menyerahkan diri pada Vietcong yang menjanjikan bahwa mereka akan segera dibebaskan, seperti yang diingat oleh seorang wanita: “orang-orang komunis mendatangi rumah kami dan menanyai ayah kami, yang merupakan pejabat pemerintahan yang sebentar lagi akan pensiun. Kemudian mereka pergi, dan kembali lagi setelahnya, sambil mengatakan bahwa ayah kami harus mengikuti sesi pembelajaran yang akan berlangsung sekitar 10 hari. Ibuku dan aku khawatir karena pihak komunis pernah menangkap kakek seperti itu pada tahun 1946. Seperti kakek, ayahku tidak pernah kembali.” Beberapa penulis, termasuk Gunther Lewy dalam bukunya “America in Vietnam”, yang diterbitkan pada tahun 1980, dan Peter Macdonald, penulis buku Giap tahun 1993, mengutip dokumen musuh yang berhasil dirampas yang menyatakan bahwa selama pendudukan kota itu, pihak Komunis “mengeliminasi 1.892 personel administrasi, 38 polisi, dan 790 tiran. ” Sementara itu, Truong Nhu Tang, eks VietCong dan penulis buku “A Vietcong Memoir”, yang diterbitkan pada tahun 1985, menceritakan sebuah percakapan tentang Hue yang dia lakukan dengan salah satu rekannya di Viet Cong yang mengakui bahwa kekejaman memang telah terjadi, tetapi penjelasannya berbeda dalam hal motivasi pembunuhan yang dilakukan. Dia menulis bahwa seorang teman dekat mengatakan kepadanya bahwa “Disiplin pasukan komunis di kota Hue sangat tidak memadai…. Tentara muda yang fanatik telah menembak orang tanpa pandang bulu, dan warga lokal pendukung revolusi yang marah dalam berbagai kesempatan telah mengambil keputusan pengadilan di tangan mereka sendiri…. Itu hanya sekadar menjadi salah satu tragedi spontan mengerikan yang pasti menyertai dalam setiap perang. ” 

Para pekerja menggali kuburan massal orang-orang sipil yang dibunuh oleh Vietcong selama serangan Tet di bulan Februari 1968. Berdasar berbagai dokumen yang disita dari pihak musuh oleh pasukan Amerika, mengindikasikan bahwa pihak komunis memang memiliki tujuan khusus dalam “menyingkirkan” pihak-pihak yang tidak dikehendaki pada saat pendudukan kota Hue. (Sumber: https://cherrieswriter.com/)

Pada bulan Juni 1968, pasukan Kavaleri ke-1 Amerika merampas sejumlah dokumen PAVN yang menyertakan arahan yang ditulis dua hari sebelum pertempuran dimulai. Isi dokumen itu termasuk instruksi sebagai berikut: “Untuk mencapai tujuan menduduki Huế dalam waktu yang lama, kita harus segera membebaskan daerah pedesaan dan memusnahkan personel administrasi pemerintah Saigon yang jahat. (Dalam) Misi Khusus …. Kita harus menyerang agen utama pihak musuh, instalasi ekonomi, dan jalur komunikasi. Kita juga harus memusnahkan pasukan musuh, elemen reaksioner, dan tiran. ” Dokumen-dokumen Vietcong yang berhasil dirampas juga membual bahwa mereka telah “melenyapkan” ribuan musuh dan “memusnahkan anggota dari berbagai partai politik reaksioner, antek, dan tiran jahat” di Huế. Satu resimen saja melaporkan bahwa ia telah menewaskan 1.000 orang. Laporan lain menyebutkan 2.867 orang tewas. Namun dokumen lain menyebutkan lebih dari 3.000 orang tewas. Dokumen lebih lanjut menyebutkan 2.748 eksekusi dilakukan. Sebuah informasi dalam dokumen milik pihak komunis tertanggal 22 Februari yang berhasil dirampas menyatakan, “Pengejaran pasukan lawan oleh pasukan VC / PAVN tidak berhasil karena pasukan disibukkan dengan misi tempur. Apalagi mereka takut ketahuan oleh pihak musuh. Oleh karenanya menjadi sangat sulit bagi mereka untuk bisa menangani tawanan perang sehingga mereka melaksanakan kebijakan ‘tangkap dan bunuh’. “Sebuah dokumen komunis yang ditemukan pada tanggal 25 Februari merinci beberapa keberhasilan Unit Kompi Aksi Khusus Resimen ke-6 PAVN. “Kami menangkap dan mengeliminasi ribuan orang dari jaringan revolusioner. Dari tingkat provinsi ke desa kami mematahkan cengkeraman administratif pihak musuh agar rakyat bangkit.” Sebuah dokumen tanggal 6 Maret yang ditulis oleh seorang komandan unit sapper Vietcong menceritakan bahwa unitnya “berpartisipasi dalam pembunuhan para tiran dan upaya penggalian parit” informasi tanggal 13 Maret 1968 dalam dokumen yang dirampas mencatat keberhasilan penyerangan terhadap Huế. “Kemenangan yang luar biasa: Kami memusnahkan lebih dari 3.000 tentara boneka tirani dan personel administrasi pemerintah, termasuk Wakil Kepala Provinsi Thừa Thiên.” Sebuah laporan yang ditulis oleh komandan Resimen ke-6 pada tanggal 30 Maret menyatakan bahwa mereka telah menangkap ribuan “personel administrasi lokal, pasukan boneka, dan tiran yang kejam” dan berhasil “memusnahkan anggota dari berbagai partai politik reaksioner, antek, dan tiran jahat.” Ia juga menyatakan bahwa mereka telah “membunuh 1.000 personel administrasi lokal, mata-mata, dan tiran yang kejam”.

MEREKA YANG MENOLAK MITOS PEMBANTAIAN DAN SANGGAHAN STANLEY KARNOW

Tidak semua orang setuju mengenai pembantaian terjadi di Hue, atau setidaknya menurut seperti yang dijelaskan oleh Pike, Oberdorfer, dan lainnya. Dalam sebuah artikel pada tanggal 24 Juni 1974, terbitan Indochina Chronicle, yang berjudul “The 1968 ‘Hue Massacre”, ilmuwan politik dan seorang anti perang, D. Gareth Porter menyebut pembantaian itu sebagai salah satu “mitos abadi mengenai Perang Indochina Kedua”. Dia menegaskan bahwa Douglas Pike adalah seorang “manipulator media yang hebat,” yang berkolusi dengan Batalyon Perang Politik ARVN ke-10 untuk membuat cerita pembantaian tersebut atas arahan Duta Besar Ellsworth Bunker. Sementara mengakui bahwa beberapa eksekusi memang terjadi, namun Porter berpendapat bahwa pembunuhan itu bukan bagian dari keseluruhan rencana pihak komunis. Selain itu, ia mengklaim bahwa Pike melebih-lebihkan jumlah mereka yang terbunuh oleh kader VC dan bahwa “ribuan” warga sipil yang terbunuh di Hue “sebenarnya adalah korban kekuatan udara Amerika dan pertempuran darat yang berkecamuk di dusun-dusun di wilayah tersebut, bukan karena eksekusi dari pihak NLF [ National Liberation Front/VC]. ” Selain itu, Porter juga mengklaim bahwa tim pembunuh pemerintah Saigon telah menyebar ke seluruh kota dengan daftar target mereka sendiri, untuk menghilangkan simpatisan NLF. Kesimpulannya: “Kisah resmi pembantaian serampangan terhadap mereka yang dianggap tidak bersimpati terhadap NLF adalah kebohongan belaka.” Berlalunya waktu toh tidak memadamkan kontroversi yang ada. Dalam bukunya “The Vietnam Wars” tahun 1991, sejarawan Marilyn B. Young membantah angka “resmi” dari korban eksekusi di Hue. Sementara mengakui bahwa memang ada beberapa eksekusi, dia mengutip jurnalis lepas Len Ackland, yang berada di Hue, yang memperkirakan jumlahnya antara 300 dan 400. Mencoba “untuk memahami” apa yang terjadi di Hue, Young menjelaskan bahwa tugas NLF adalah untuk menghancurkan administrasi pemerintahan kota, yang menggantikannya dengan “administrasi dari kaum revolusioner.” Bagaimana hal itu kemudian membenarkan eksekusi atas warga sipil, berapa pun jumlahnya, tidaklah jelas. Para pejabat komunis Vietnam kemudian mengatakan bahwa semua yang tewas di Hue – termasuk rekan-rekan Komunis mereka sendiri – dikuburkan dengan tergesa-gesa di kuburan umum oleh pasukan mundur yang tidak punya waktu untuk penguburan yang layak. “Tidak ada kasus pembunuhan warga sipil dengan sengaja,” kata Kolonel Nguyen Quoc Khanh, yang saat itu adalah komandan unit Angkatan Darat yang menyerang kota dari utara kota benteng. “Warga sipil yang tewas itu tewas secara tidak sengaja, dalam baku tembak.” Khanh, dalam sebuah wawancara, mengatakan tujuan pendudukan Hue adalah “untuk mengubah keseimbangan kekuatan di Hue.” Tujuannya, katanya, “adalah untuk melenyapkan atau melikuidasi sebanyak mungkin pasukan musuh.” Warga sipil yang pernah bekerja untuk rezim Saigon lalu akan dibawa pergi untuk menjalani “pendidikan ulang”. Tapi, ia juga mengatakan bahwa, “beberapa prajurit berpangkat tinggi dan rendah mungkin telah melakukan kesalahan individu.” 

D. Gareth Porter, ilmuwan politik dan seorang anti perang, yang menyangkal pembantaian di Hue adalah aksi yang disengaja oleh pihak komunis. (Sumber: https://transnational.live/)
Stanley Karnow, wartawan yang memperoleh penghargaan pulitzer prize lewat bukunya “Vietnam A History”, mengindikasikan bahwa para pejabat Vietnam sebenarnya mengakui adanya kesalahan yang dibuat pihak komunis namun menyangkal adanya pembunuhan besar-besaran di kota Hue. (Sumber: https://www.nytimes.com/)

Nguyen Van Dieu, seorang petugas penghubung luar negeri Partai Komunis di, juga mengatakan bahwa sebuah buku baru-baru ini yang diterbitkan oleh Komite Sentral partai Hue memuat sebuah artikel tulisan Le Minh, panglima tertinggi yang melakukan serangan ke kota Hue, yang mengakui bahwa “beberapa prajurit memiliki terlalu banyak kebencian terhadap musuh. “Le Minh mengakui bahwa dia bersalah karena semua kesalahan yang dilakukan tentaranya adalah kesalahan dia sebagai komandan mereka,” kata Dieu. Dia menambahkan, bagaimanapun, bahwa setiap “kesalahan” adalah karena aksi individu dan bahwa Le Minh tidak pernah mengakui dalam artikel yang dibuatnya bahwa pembunuhan besar-besaran telah terjadi. Sementara itu, Wartawan Stanley Karnow dalam bukunya yang memenangkan penghargaan Pulitzer Prize “Vietnam A History”, mengungkapkan pengamatan dan pendapat pribadinya mengenai apa yang terjadi di Hue. “Mengunjungi Vietnam pada tahun 1981 dan lagi pada tahun 1990, saya dapat menemukan sedikit bukti kredibel dari pihak komunis untuk mengklarifikasi peristiwa yang terjadi saat itu”, demikian tulisnya. Jenderal Tran Do, salah satu arsitek senior Serangan Tet, dengan datar membantah bahwa kekejaman (pihak komunis) benar-benar terjadi di Hue. Ia berkilah bahwa film dan gambar-gambar mayat pembantaian Hue telah “sengaja dibuat” oleh pihak musuh. Hal sama juga dikatakan oleh Jenderal Tran Van Quang, yang menjadi komandan pasukan komunis di wilayah Hue. Di Hue sendiri, seorang pejabat komunis mengklaim bahwa mayat-mayat membusuk yang ditemukan, sebagian besar adalah kader dan simpatisan Vietcong yang dibunuh oleh pasukan Vietnam Selatan setelah pertempuran kota Hue berakhir. Ia juga menyalahkan pemboman Amerika sebagai penyebab utama kematian warga sipil. Namun ia mengungkapkan bahwa beberapa rekannya turut berpartisipasi dalam beberapa pembunuhan, dengan memakai jargon alasan klasik komunis bahwa warga kota Hue yang “marah” telah melikuidasi para “tiran” setempat, dengan kata lain, aksi ini adalah “upaya untuk menyingkirkan ‘ular beracun berbahaya’, yang jika dibiarkan hidup akan melakukan kejahatan yang lebih besar”. Apapun kilah dari pihak komunis, jelas bahwa pembantaian oleh pihak komunis benar-benar terjadi, bahkan mungkin dalam skala yang lebih besar dari yang dilaporkan pada masa perang.

PENGAKUAN AMBIGU & KRITIKAN PADA VERSI SEJARAH RESMI PIHAK KOMUNIS 

Dalam memoarnya tahun 2002, “From Enemy to Friend”, mantan Kolonel NVA Bui Tin berbagi pemahamannya tentang Perang Vietnam dan akibatnya. Hadir pada saat kekalahan Prancis di Dien Bien Phu dan pernah menjadi penjaga Ho Chi Minh, Tin lalu bertugas sebagai komandan militer garis depan, yang pada 25 April 1975, yang mengendarai tank ke halaman Istana Kepresidenan di Saigon untuk menerima penyerahan Vietnam Selatan. Tentang Hue, Tin mengakui bahwa beberapa eksekusi terhadap warga sipil memang terjadi. Namun, dia berpendapat bahwa di bawah intensitas pemboman dari Amerika, disiplin pasukan komunis rusak. “Unit dari utara” telah “diberi tahu bahwa Hue adalah benteng kaum feodalisme, tempat tinggal kaum reaksioner, tempat berkembang biaknya loyalis Partai Can Lao yang tetap setia pada mendiang mantan presiden Vietnam Selatan, Ngo Dinh Diem dan Partai Demokrasi pimpinan Nguyen Van Thieu. ” Tin menjelaskan bahwa lebih dari 10.000 tawanan dibawa dari Hue, dengan yang paling penting dikirim ke Vietnam utara. Ketika Marinir Amerika melancarkan serangan balik untuk merebut kembali kota, pasukan Komunis diperintahkan untuk memindahkan para tawanan bersama dengan pasukan yang mundur. Menurut Tin, dalam “kepanikan saat gerak mundur”, beberapa komandan kompi dan batalion menembak tawanan mereka “untuk memastikan keamanan pada saat mereka mundur.” Sejarah militer resmi dari pihak komunis Vietnam memberi petunjuk tambahan pada apa yang terjadi di Hue. Terjemahan dari studi resmi kampanye militer Vietnam tentang Serangan Tet di daerah Thua Thien – Hue, mereka mengakui bahwa kader Viet Cong “memburu dan menangkap para tiran serta personel pemerintah dan militer Republik Vietnam” dan bahwa “banyak kaum tiran dan reaksioner… terbunuh.” Ratusan orang lainnya “yang berhutang darah dieksekusi.” Namun buku sejarah resmi lainnya yang berjul, “The Tri-Thien-Hue Battlefield During the Victorious Resistance War Against the Americans to Save the Nation”, mengakui adanya aksi pembunuhan yang luas tetapi menyatakan bahwa itu dilakukan oleh warga sipil yang mempersenjatai diri yang “bangkit untuk membunuh preman musuh, melenyapkan para pengkhianat, dan memburu musuh.… Orang-orang menangkap dan menghukum banyak sosok reaksioner, preman, dan agen rahasia musuh. ” Terlepas dari kejadian aktual pembunuhan warga sipil di Hue, pihak berwenang AS dan Vietnam Selatan menganggap pembunuhan itu sebagai justifikasi pandangan mereka atas sikap amoralitas dari pihak Komunis dan gambaran pendahuluan dari kekejaman yang akan datang — seandainya pihak Komunis menang di Vietnam Selatan. Kita mungkin tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di Hue, tetapi jelas bahwa eksekusi massal memang terjadi dan bahwa laporan tentang pembantaian di sana berdampak signifikan pada sikap orang-orang Vietnam Selatan dan Amerika selama bertahun-tahun setelah Serangan Tet. Persepsi bahwa pertumpahan darah seperti yang terjadi di Hue akan terjadi setelah pengambilalihan kekuasaan oleh pihak Vietnam Utara telah menimbulkan bayangan kelam dan secara signifikan berkontribusi pada kepanikan yang melanda pihak Vietnam Selatan ketika pasukan Vietnam Utara melancarkan serangan terakhir mereka pada tahun 1975 — dan kepanikan ini mengakibatkan kehancuran dan kekalahan angkatan bersenjata Vietnam Selatan, jatuhnya Saigon dan, pada akhirnya, jatuhnya Republik Vietnam sebagai sebuah negara yang berdaulat.

Bui Tin, bekas kolonel pasukan Vietnam Utara mengakui bahwa di tengah kepanikan, tentara Vietnam Utara menembaki tawanan saat melakukan gerak mundur dari Hue. Sejak tahun 1990, Bui Tin tinggal di pengasingannya di Prancis setelah kecewa dengan pemerintahan komunis Vietnam. (Sumber: https://www.bangkokpost.com/)

Dalam beberapa dekade setelah perang, pembantaian di Hue telah menjadi batu ujian dan titik perdebatan tentang perang, baik di Vietnam maupun di Amerika Serikat. Hal itu dimulai beberapa bulan setelah pertempuran ketika Nha Ca, seorang penulis Vietnam Selatan yang terkenal, menulis laporan tentang pertempuran itu, yang berjudul “Mourning Headband for Hue.” Kisahnya pertama kali ditulis di surat kabar dan kemudian diterbitkan sebagai buku pada tahun 1969. Pada malam serangan Tet, Nha Ca telah datang ke kampung halamannya, Hue dari Saigon untuk menghadiri penguburan ayahnya, dan dia tetap di sana selama pertempuran. Dalam buku itu, dia menggambarkan kekejaman yang dilakukan oleh pihak komunis, tetapi juga memberi contoh sikap kemanusiaan mereka. Dia tidak lupa menunjukkan sisi gelap dan terang dari tentara Amerika dan ARVN, yang menciptakan gambaran yang jelas tentang penderitaan penduduk sipil yang mengerikan. Menggambarkan kekejaman yang dilakukan oleh pihak komunis, dia menyesali penderitaan bangsanya, dimana semua orang Vietnam Selatan yang menemukan nasib diri mereka sebagai pion dalam permainan kekuasaan antara blok komunis dan anti-komunis. Kemudian, meskipun penduduk setempat di Hue terus menemukan mayat orang yang hilang dan jumlah mayat yang ditemukan meningkat menjadi ribuan, berita tentang tragedi lain kembali membayangi Hue. Pada tanggal 16 Maret 1968, kurang dari sebulan setelah peristiwa di Hue, tentara Amerika memasuki dusun My Lai dan membunuh antara 300 dan 400 penduduknya, termasuk anak-anak, pria dan wanita tua. Ketika mereka mengetahuinya, orang Amerika benar-benar terkejut dengan tindakan orang sebangsa mereka di Vietnam, dan para korban My Lai serta para pelaku Amerika-nya lalu “secara tidak langsung” mengesampingkan para korban pembantaian di Hue dan pihak komunis tidak disebut-sebut di media Amerika dan, lebih jauh lagi, dari perhatian publik Amerika dan opini dunia. Kurangnya perhatian terhadap peristiwa yang terjadi di Hue terus berlanjut setelah perang. Tidak seperti pembantaian My Lai, yang disebutkan di sebagian besar buku sejarah umum tentang perang dan dianalisis dalam lusinan buku khusus yang diterbitkan dari tahun 1970-an hingga saat ini, peristiwa di Hue belum mendapat studi yang serius dan sebagian besar, jika tidak sepenuhnya, mulai memudar dari ingatan dan perhatian kaum intelektual Amerika.

Buku karya penulis Vietnam Selatan, Nha Cha yang menjadi saksi pertempuran Hue tahun 1968. Sayangnya dalam sejarah kontemporer Perang Vietnam, suara dari pihak Vietnam Selatan kerap kali diabaikan oleh pihak Hanoi dan Amerika. (Sumber: https://www.amazon.com/)

Pada tahun 2012, saat memberikan presentasi tentang Pembantaian Hue dan kisah Nha Ca pada konferensi akademis di Moskow, Olga Dror, seorang sejarawan asal Leningrad-Russia, diberi tahu bahwa mereka harus fokus pada kekejaman yang dilakukan oleh orang Amerika dan oleh “boneka” Vietnam Selatan-nya. “Saya menyatakan persetujuan bahwa kita harus dan akan membahas kekejaman Amerika, tetapi kita tidak boleh mengabaikan apa yang dilakukan pihak lain. Tidak, saya diberitahu, komunis berjuang untuk tujuan yang benar dan kita harus fokus pada pelaku (kejahatan) asal Amerika, dalam perbincangan yang dilaporkan dalam proses konferensi. Dari 50 atau lebih orang di ruangan itu, tidak ada yang menyuarakan dukungan untuk pandangan saya; bagi mereka singkatnya “objektivitas ala Barat” dari saya tidak diperlukan disitu. Sebagai seorang sejarawan, saya telah melihat kesimpulan aneh dari perspektif akademis asal Amerika dan Soviet / Rusia tentang pembantaian tersebut dan aliansi ‘aneh’ Soviet / Rusia-Amerika, meski tidak disengaja, dalam menerima sejarah perang versi Hanoi. Para akademisi Amerika sebagian besar terfokus pada sisi perang Amerika atau perspektif Vietnam Utara; bagaimanapun juga, bekas sekutu Amerika mereka, yakni Vietnam Selatan telah diabaikan. Vietnam Selatan, yang banyak warganya melarikan diri dari Vietnam dan menemukan rumah baru di Amerika Serikat, dipinggirkan, jika tidak sepenuhnya dihapus ingatannya dalam narasi pascaperang, dan sementara itu versi mantan musuh mereka diromantisir.”, demikian ungkap Dror. Menempatkan Amerika Serikat sebagai satu-satunya pihak yang berkepentingan dalam perang melawan komunis sama saja dengan menyangkal hak orang Vietnam Selatan yang tidak ingin hidup di bawah kekuasaan komunis dan yang berjuang untuk tujuan ini, serta sekaligus menyembunyikan fakta bahwa mengusir orang Amerika dari Vietnam hanyalah langkah pertama membawa orang-orang Vietnam Selatan berada di bawah kekuasaan orang-orang komunis Vietnam Utara. Hanoi selalu menegaskan bahwa Vietnam yang bersatu akan menjadi negara sosialis. Jadi, bahkan dalam konteks Perang Dingin, konflik itu adalah perang saudara antara Vietnam Utara dan Selatan untuk menentukan masa depan negara mereka. Penggambaran perang dari pihak Amerika kemudian diterjemahkan bahkan ke dalam analisis dan representasi kekejaman dan kesalahan lain yang dibuat dalam perang itu. Tetapi tanpa membahas kesalahan yang dilakukan oleh semua pihak, tidak mungkin ada rekonsiliasi atau mendapatkan studi sejarah yang benar.

Label pada sisa-sisa korban Serangan Tet yang terselubung yang mendeskripsikan gigi, warna rambut, alas kaki, dan harta benda lain yang ditemukan bersama tubuh korban. Rekonsiliasi bagi bangsa Vietnam seharusnya dibarengi dengan kejujuran untuk mengakui berbagai kesalahan yang dilakukan berbagai pihak dalam perang, bukan hanya sekedar mengutip versi pemenang perang dan Amerika saja. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Sejujurnya, situasi di Amerika Serikat kini telah mulai berubah, betapapun lambatnya, karena generasi baru cendekiawan yang terlatih berbahasa Vietnam dan memiliki minat yang tulus untuk mengungkap semua sisi konflik sedang mengembangkan pemahaman mereka di luar fokus yang berpusat pada Amerika. Hal semacam ini seharusnya juga merupakan perubahan yang sangat dibutuhkan di pihak Vietnam. Ketika Amerika Serikat dan Vietnam mengejar agenda rekonsiliasi mereka, adalah kewajiban para cendekiawan Amerika untuk menyelidiki lebih dalam pengalaman pihak Vietnam selatan selama perang. Rekonsiliasi juga tidak bisa datang dari sindrom pemenang seperti yang saat ini dilakukan oleh pihak Republik Sosialis Vietnam, yang mana mereka kerap menunjukkan sikap “kita menang, jadi mari kita rayakan kemenangan kita dan lupakan pihak kalah.” Rekonsiliasi hanya bisa terjadi melalui dialog dan diskusi mengenai kejahatan dan kesalahan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Banyak orang Vietnam di Vietnam dan masyarakat diaspora Vietnam masih ingin ingin mengingat dan meratapi orang-orang yang mereka cintai yang hilang dalam pembantaian Hue. Mereka tidak bisa melakukannya di Vietnam. Selama perang, Vietnam Utara dan pasukan komunis di Selatan tidak mengakui pembantaian tersebut dan tidak menghukum salah satu pelakunya. Tidak ada dari pihak pemerintah Vietnam pascaperang yang mengakui pembantaian itu, dan lebih memilih untuk mengabaikannya atau menyebutnya sebagai rekayasa. Selama acara peringatan serangan Tet di Vietnam, pembantaian Hue sama sekali tidak muncul dalam pembahasan. Monopoli “kejahatan” hanya dilakukan oleh pihak Amerika Serikat adalah sebuah upaya untuk menghapuskan kesalahan komunis di masyarakat Vietnam modern. Sementara itu, kesadaran akan sejarah merupakan faktor penting dalam membentuk sebuah negara dan mempertahankan identitas seseorang, tetapi banyak cendekiawan di Vietnam menolak untuk melakukan studi tentang sejarah mereka sendiri, setidaknya sebagian karena mereka memahami betapa terbatasnya akses mereka ke berbagai dokumen dan sumber lainnya. Hal ini menunjukkan betapa mereka terkekang dalam menafsirkan sejarah mereka, dan pada akhirnya bisa mendorong ketidakpercayaan pada pemerintah, yang akan semakin tumbuh ketika lebih banyak materi yang berbeda dari versi sejarah asal partai komunis muncul. Dror yang dibesarkan di Uni Soviet, tahu secara langsung betapa merusaknya bagi masyarakat Soviet ketika mempertahankan suatu keyakinan wajib yang tidak dapat mereka percayai.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Tet – What Really Happened at Hue by James H. Willbanks

Learning from the Hue Massacre by Olga Dror, March 1, 2018

https://vietbao.com/a278142/learning-from-the-hue-massacre

20 YEARS AFTER HUE, VIETNAMESE ADMIT ‘MISTAKES’ By Keith B. Richburg, February 3, 1988

https://www.washingtonpost.com/archive/politics/1988/02/03/20-years-after-hue-vietnamese-admit-mistakes/263c2b5b-2942-46d7-8d17-17fe35682f83/

Vietnam: A History (2nd Revision) by Stanley Karnow, 1997; p 543-544

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Massacre_at_Hu%E1%BA%BF

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *