Perang Vietnam

Dwight Johnson, Pahlawan Malang Yang Merana di Negeri Sendiri  

Di tengah kegelapan, pada malam hari yang diiringi gerimis tanggal 30 April 1971 di Detroit, Michigan, seorang penjaga toko menembak mati seorang pria yang berusaha untuk merampok tokonya. Sebenarnya kejadian ini biasa terjadi di masa-masa itu, pada kota yang tahun sebelumnya telah terjadi 13.583 perampokan bersenjata. Tetapi ketika para detektif memeriksa dompet perampok yang mati itu untuk mencari identifikasi, mereka menemukan sebuah kartu putih kecil dengan ujung-ujungnya tergores tipis karena aus. “Congressional Medal of Honor Society — United States of America,” katanya. “Ini menyatakan bahwa perampok itu adalah anggota kelompok ini.” Faktanya dia adalah seorang sersan Angkatan Darat yang masih aktif sekaligus seorang penerima penghargaan medali Medal Of Honor. Peristiwa ini adalah kisah yang mengguncang masyarakat Amerika, memukul Pentagon, dan menjadi bukti bagaimana susahnya menjadi seorang pahlawan di tengah perang yang tidak populer. Saat pulang dari tugasnya di Angkatan Darat pada bulan Juli 1968, Dwight H, Johnson mulai mencari pekerjaan baru. Ia mendatangi kantor-kantor tenaga kerja satu demi satu, namun upayanya terbukti sia-sia. Tidak ada satupun perusahaan yang tertarik untuk mempekerjakan seorang Veteran Perang Vietnam berkulit hitam yang berasal dari tempat paling miskin di kota Detroit. Hingga suatu hari tanggal 19 November 1968. Pada hari itu presiden Johnson menganugerahkan pria berusia 21 tahun itu dengan medali Medal Of Honor atas keberaniannya yang luar biasa di medan perang Vietnam 11 bulan sebelumnya. Bagi Johnson terdapat dua episode penting yang menarik perhatian publik padanya, yakni: 30 menit “unjuk keberanian yang tidak biasa” pada suatu pagi yang dingin dalam pertempuran yang membuatnya mendapatkan penghargaan militer tertinggi di negara itu, dan konfrontasinya selama 30 detik di sebuah toko di Detroit yang mengakhiri hidupnya.

Berita kematian Dwight Hal Johnson: Dari Pahlawan Perang menjadi “Perampok”. (Sumber: https://www.newspapers.com/)

DATARAN TINGGI TENGAH

Militer AS memiliki 409.000 tentara dan Marinir di Vietnam Selatan yang diorganisir menjadi sekitar 100 batalion infanteri dan mekanis pada awal tahun 1968. Pasukan Vietnam Utara diketahui telah menyusup ke negara tersebut melalui berbagai titik di sepanjang Jalur Ho Chi Minh Trail sejak tahun 1965, salah satunya adalah melewati Dataran Tinggi Tengah yang terdiri dari provinsi Kontum, Pleiku, dan Darlac. Dataran Tinggi Tengah adalah “sederetan pegunungan yang tidak beraturan, lembah berbonggol, jurang hutan, dan dataran yang terpencar-pencar di mana desa orang-orang Montagnard berkelompok, sempit dan menghilang saat medan semakin curam,” tulis koresponden perang Michael Herr, yang telah mengunjungi wilayah tersebut selama puncak konflik. Wilayah ini “menakutkan di luar kepercayaan,” kata Herr. Sementara itu Jenderal William Westmoreland, komandan tertinggi pasukan AS di Vietnam Selatan, telah berusaha sepanjang tahun 1967 untuk membawa perang melawan pasukan komunis dengan menyerang kamp-kamp pangkalan dan konsentrasi pasukan Vietnam Utara di sepanjang perbatasan Kamboja dan Laos. Pertempuran berkelanjutan telah terjadi pada bulan November 1967 ketika Divisi Infanteri ke-4 AS dan Brigade Lintas Udara ke-173 yang elit telah bertempur melawan dua resimen musuh tingkat korps di Front B-3 di Dak To di Provinsi Kontum. Meskipun pasukan Vietnam Utara menderita korban berat, mereka mengatur ulang kekuatan dan mengganti kerugian mereka di dalam wilayah Laos, serta terus beroperasi di sekitar area Dak To. 

Awak senapan mesin Amerika di Vietnam. Setengah juta prajurit Amerika ditugaskan di Vietnam pada awal tahun 1968. (Sumber: https://www.thirteen.org/)
Peta Wilayah Dataran Tinggi Tengah, Vietnam menunjukkan semua provinsi yang terletak di dalamnya seperti Kon Tum, Gai Lai, Dac Lac, Lam Dong. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
22 November 1967 – Dak To, Vietnam Selatan: Plasma diberikan kepada anggota yang terluka dari Brigade Lintas Udara ke-173 di punggung bukit di Bukit 875. Meskipun pasukan Vietnam Utara menderita korban berat, mereka mengatur ulang kekuatan dan mengganti kerugian mereka di dalam wilayah Laos, serta terus beroperasi di sekitar area Dak To. (Sumber: https://www.flickr.com/)

Specialist 5 Dwight Johnson dari Detroit, Michigan, adalah salah satu dari banyak prajurit Divisi Infanteri AS ke-4 yang terus mempertahankan sektor kritis ini pada awal tahun 1968. Johnson bertugas bersama salah satu dari sedikit unit tank Amerika di Asia Tenggara. Angkatan Darat A.S. waktu itu menemukan sedikit peran untuk tank dan kendaraan lapis baja berat lainnya dalam perang di Vietnam. Medan Asia Tenggara — delta sungai berawa, pegunungan berhutan lebat, lanskap hutan lebat, dan beberapa jalan utama — membuat mereka tidak praktis dalam sebagian besar situasi pertempuran, meski bukan sama sekali menjadi tidak berguna. Selain itu, strategi Viet Cong dan tentara Vietnam Utara untuk menghindari pertempuran sengit dan lebih memilih melakukan penyergapan dan serangan cepat semakin membatasi kegunaan tank. Tank juga bisa sangat rentan terhadap roket antitank buatan China dan Soviet, yang lebih disukai pasukan Komunis untuk menyergap unit-unit lapis baja Amerika.

Medan Asia Tenggara — delta sungai berawa, pegunungan berhutan lebat, lanskap hutan lebat, dan beberapa jalan utama — membuat tank tidak praktis dalam sebagian besar situasi pertempuran, meski bukan sama sekali menjadi tidak berguna. (Sumber: https://www.quora.com/)

TINDAKAN KEPAHLAWANAN  

Sebagai seorang pengemudi tank, Johnson bertugas bersama dengan kru yang sama semenjak kehadirannya di Vietnam pada bulan Februari 1967. Dia tetap tidak terluka selama masa tugasnya pada tahun 1967 saat perang meluas dan Jenderal Westmoreland terus membangun pasukannya. Pada malam tanggal 14 Januari 1968, komandan pleton Johnson menugaskannya pada Tank M-48 yang berbeda dari yang biasa dikemudikan Johnson. Seorang pengemudi tank yang sakit telah meminta untuk digantikan. Johnson menerima tugas ini dengan kegundahan. Ia sudah menerima surat perintahnya untuk pulang ke Amerika. Dengan hanya delapan hari tersisa sebelum dia menyelesaikan penugasannya, menurutnya penugasan ulang itu aneh. Dia tidak diberi penjelasan untuk itu dan sebenarnya enggan untuk meninggalkan kru yang telah lama bersama-sama bertugas bersamanya. Dalam waktu kurang dari seminggu dia akan pulang kembali ke apa yang sering disebut sebagai “The World” oleh para prajurit Amerika di Vietnam. Meski begitu, dia mematuhi perintah itu dengan taat. Pagi berikutnya pleton tank dari kompi B, Batalion ke-1, resimen Armor ke-69, Divisi Infanteri ke-4 bergerak melewati jalanan menuju ke Dak To di Provinisi Kontum, untuk memperkuat sebuah pleton pasukan kawan yang sedang terlibat dalam pertempuran berat. Melalui komunikasi mereka yang panik, jelas bahwa mereka membutuhkan bantuan – dan dengan cepat. Dwight Johnson kemudian melompat ke tank M48A3 Patton miliknya dan menyalakan mesin V12-nya. Dia lalu menerobos hutan secepat yang dia bisa dan mencapai peleton yang terjebak. Pleton tank Johnson, dengan hanya tiga dari empat tank M48 Patton-nya bertugas sebagai pasukan reaksi cepat pada hari itu. Tanpa peringatan, roket-roket musuh mendesing menembus udara. Pasukan musuh menembakkan senjata mereka yang mengirimkan hulu ledak yang mampu menembus lapisan baja tank. Dua buah tank kehilangan control, menderita tembakan langsung yang menghancurkan dari peluncur granat anti tank yang ditembakkan di bahu selama penyergapan musuh yang direncanakan dengan baik. Peluru granat anti tank ini dapat dengan mudah menembus pelindung samping dan belakang tank M48, dan bahkan menembus pelindung depan yang lebih tebal. Gelombang demi gelombang prajurit musuh berkekuatan satu batalion kemudian bermunculan dari hutan lebat. Meskipun tank Johnson tidak terkena tembakan langsung, tank itu telah merusak roda rantainya dan menjadi tidak bisa bergerak.

Tank M48A3 Patton dalam Perang Vietnam. (Sumber: https://markkarvon.com/)
29 Maret 1971. Rute 9 antara Khe Sanh dan Tchepone, Laos. Seorang komandan tank mencoba memperbaiki senapan mesin kaliber .50 miliknya yang macet. Dalam kondisi penyergapan seperti yang dialami Johnson di tahun 1968, perbedaan sepersekian detik bereaksi dalam pertempuran, bisa menentukan hidup dan mati kru tank. (Sumber: https://fixbayonets.us/)

Johnson lalu menyaksikan horror saat melihat tank lama yang biasa dia kemudikan rusak dihantam roket. Dia melihat bekas tank-nya sekitar 60 kaki (18,28 meter) jauhnya — dan teman-temannya selama 11 bulan terakhir terperangkap di dalam tank yang terbakar. Stan Enders, gunner dari tank Johnson, sekaligus teman dekatnya mengingat: “ia sangat dekat dengan rekan-rekannya di tank yang rusak itu. Ia tidak dapat cuma diam melihat mereka terjebak di dalamnya.” Johnson mulai hendak keluar dari tank. Enders mendekapnya, “jangan pergi ke sana”, katanya ke Johnson, “diluar sana pasti ada sekitar 500 musuh, kamu akan tetap baik-baik saja jika tetap ada di dalam sini. Jangan gila….” Akan tetapi tidak ada yang dapat menghalangi Johnson. Keluar dari lubang palka tank, dan segera berlari menghampiri untuk menyelamatkan rekan-rekannya, ditengah tembakan gencar musuh di kiri-kanannya. Ia segera menarik keluar menyelamatkan satu-satunya anggota kru yang selamat dari tank sersan peletonnya yang terbakar dari dalam tank, dalam keadaan luka-luka, tidak sadar namun tetap masih hidup dan membawanya ke APC terdekat tepat sebelum amunisi tank yang terbakar itu meledak, membunuh semua orang yang masih ada di dalamnya. Johnson kembali ke tank rekannya yang rusak dan membantu mengawaki meriam utama tank berkaliber 90 mm dalam upaya mendesak pasukan musuh yang menyergap, hingga senjata itu macet. Segera dia keluar dari dalam tank dan menghadapi musuh yang mendekat. Dalam waktu 30 menit berikutnya, pertama-tama dengan pistol Colt M1911A1 kaliber .45 dan kemudian dengan Sub Machine Gun, Johnson dengan kesetanan menyerang tentara Vietnam Utara. Dia menyerbu di tengah-tengah kepungan prajurit musuh dan desingan peluru. Berhadapan dengan tentara musuh yang memegang senapan AK-47, Johnson menarik pelatuk senjatanya hanya untuk menemukan kotak pelurunya telah kosong, sebelum dia menghajar sampai mati musuhnya dengan popor SMG nya. 

Pistol M1911A1. (Sumber: https://nationalinterest.org/)
Dwight H. Johnson di Vietnam. (Sumber: https://www.aavw.org/)

Pada satu titik pertempuran seorang NVA bermaksud menembak Johnson, namun tembakannya meleset dan Johnson membunuhnya dengan satu tembakan. Johnson kembali ke Tank miliknya yang macet dan mengawaki senapan mesin caliber .50 diatas turret hingga kondisi menjadi stabil. Johnson telah bertarung dengan ganas selama sekitar 30 menit, dan tidak seorangpun tahu berapa NVA yang telah dibunuh oleh Johnson. Beberapa orang bilang 5 yang lain bilang 20. Menurut laporan setelah pertempuran. “Saya tidak tahu berapa banyak yang saya bunuh,” katanya. “Saya tidak berpikir, saya tidak menghitung, saya hanya terus menembak.” Satu yang pasti mereka sepakat bahwa Johnson bertempur dengan amat baik dalam pertempuran pertamanya. Seorang prajurit yang menyaksikan apa yang dilakukan Johnson hari itu tercengang. Dia kemudian mengenang dalam sebuah wawancara, “Tidak seorang pun yang ada di sana bisa melupakan pemandangan orang ini melawan seluruh batalyon tentara Vietnam Utara.” Johnson sendiri tidak pernah terluka parah selama pertempuran, meskipun sebagian besar terekspos oleh tembakan musuh. “Ketika semuanya berakhir” kenang Enders, “dibutuhkan 3 orang dan 3 suntikan morfin untuk menenangkan Johnson. Dia terus meronta dan mencoba membunuhi para tawanan yang dikumpulkan. Mereka membawanya ke rumah sakit di Pleiku dengan jaket terikat.” Johnson tergeletak tidak sadarkan diri selama 10 jam. Ketika dia diperbolehkan pergi dari rumah sakit, dia segera diperintahkan pulang ke rumah. Dia cuma kembali ke tenda untuk mengepak barang-barangnya dan berpamitan dengan rekan-rekannya. 

PULANG KE RUMAH DAN MENCARI KERJA 

Setelah menyelesaikan 2 tahun penugasan di Fort Carson, Colorado, Johnson pulang ke Detroit dimana dia dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1947. Dia dibesarkan di perumahan umum E.J. Jefferies Homes, bersama seorang saudara laki-lakinya oleh seorang ibu tunggal, dengan Johnson tidak pernah mengenal siapa ayahnya. Ibunya Joyce Alves bekerja sebagai perawat di Ann Arbor VA Hospital. Sebagai seorang anak, dia mendapat julukan “Skip” karena jago melarikan diri, yang akan melekat padanya selama sisa hidupnya. Johnson punya ayah tiri, akan tetapi 10 tahun sebelumnya, ayah tirinya yang seorang Jamaica dideportasi sebagai imigran gelap. Dibesarkan oleh seorang ibu yang sangat tegas ditengah ekonomi yang suram, Johnson tumbuh menjadi anak yang baik. Seorang bocah petugas altar gereja dan anggota pramuka, dia menghindar dari bergabung dengan geng jalanan, tidak pernah berkeliaran di jalanan, tidak memakai obat-obatan terlarang, dan tidak pernah membuat masalah. Satu-satunya perkelahian yang dilakukannya adalah bocah yang leboh tua mengganggu adiknya. Pengganggu sayangnya tetap sering mengejarnya saat pulang ke rumah setelah pulang sekolah. “Mama,” dia akan bertanya, “apa yang harus saya lakukan jika mereka menangkap saya?” Ibunya akan merangkul bahunya yang kurus dan menariknya mendekat. “Larilah,” dia akan berkata, “jangan berkelahi, sayang, dan jangan biarkan mereka menangkapmu.” Johnson akan terlihat murung dan khawatir. “Ya, Mama,” katanya. Dia benar-benar patuh. Tumbuh dewasa, semua orang mengingat Skip sebagai anak yang pendiam dan ramah yang selalu siap dengan senyumannya. Ia lulus dari SMA  dengan kemampuan diatas rata-rata pada bulan Juni 1965, dan ikut wajib militer di bulan Juli 1966.

Dwight H. Johnson dan ibunya. Johnson semasa kecil nyaris tidak pernah membuat ulah dan dikenal patuh terhadap didikan ibunya. (Sumber: https://digital.library.wayne.edu/)

Johnson kemudian menjalani pelatihan dasar di Fort Knox, Kentucky. “Dwight adalah pria yang luar biasa, serba bisa, cerdas (dengan rating Angkatan Darat setara dengan IQ 120) dan memiliki selera humor yang tinggi,” kata Barry Davis, seorang warga California berambut pirang yang terbang bersama istrinya ke Detroit ketika dia mendengar di sebuah laporan berita bahwa Dwight telah terbunuh. Tiga orang lainnya yang pernah bertugas bersamanya di Vietnam semuanya berkulit putih, juga datang, tidak mengerti kejadian apa yang menyebabkan kematiannya. “Saya ingat hari pertama kami di Fort Knox dan Dwight adalah satu-satunya pria kulit berwarna di pleton kami,” kenang Barry Davis. “Jadi kita sedang dalam formasi dan seorang prajurit dari New Jersey ini berkata kepada Dwight, ‘Hei, apa inisial N.A.A.C.P.?” “Dan Dwight berkata, ‘National Association for the Advancement of Colored People (Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Kulit Berwarna).’ “Dan orang New Jersey ini berkata, ‘Tidak, bukan itu, Itu singkatan dari Niggers Acting As Colored People (Negro Bertindak Sebagai Orang Kulit Berwarna).’ “Dan saya berkata pada diri saya sendiri, ‘Wow, itu adalah kata-kata yang mengundang perkelahian,’ tetapi Dwight hanya tertawa. Sejak saat itu dia hanyalah salah satu dari mereka. Ternyata, Dwight menyukai pria dari New Jersey ini, yang pada akhirnya sama seperti dia menyukai siapa pun.” Sebagian besar orang yang bertugas dengan Sersan Dwight Johnson mengingatnya seperti itu – santai, sulit digoyahkan, tidak mungkin marah. Dia kemudian tiba di Vietnam sebagai pengemudi tank M48A3 di Kompi B, Batalyon ke-1 Brigade Lapis Baja ke-69 dari Divisi Infanteri ke-4. Johnson di sini sangat dekat dengan keempat rekan kru tank-nya. Ini adalah pertama kalinya Johnson jauh dari rumah dan dia bisa kerasan.

Dwight Johnson bisa bergaul dengan rekan-rekannya di Angkatan Darat. “Dwight adalah pria yang luar biasa, serba bisa, cerdas (dengan rating Angkatan Darat setara dengan IQ 120) dan memiliki selera humor yang tinggi,” kata seorang rekannya. (Sumber: https://www.cmohs.org/)
Dwight Johnson bersama keluarganya. (Sumber: https://www.freep.com/)

Setelah penugasannya di Vietnam Johnson dibebastugaskan dengan uang $600 di sakunya, dan itu cukup untuk membeli rokok dan pergi keluar pada malam hari dengan sepupunya, Tommy Tillman, dan dengan Eddie Wright, seorang teman dari Jefferies Homes, dan berkeliling ke Shadowbox atau Little Egypt, untuk minum sedikit bir dan berkencan. Saat kembali dari Vietnam, teman-temannya tidak melihat ada banyak perbedaan dari diri Johnson, cuma sedikit pendiam dan nervous saja, namun umumnya mereka tetap mengenalnya sebagai Johnson yang dulu. “Satu-satunya hal yang menggangguku tentang Skip saat itu,” renung sepupunya Tommy, “dan satu hal yang menurutku agak aneh dan tidak seperti umumnya dia, adalah foto-foto yang dibawanya kembali. Dia punya setumpuk foto orang mati, Anda tahu, orang Vietnam yang mati. Foto berwarna.” Sementara itu, teman-temannya menganggap Johnson belum pernah melihat pertempuran dan Johnson tidak berusaha mengkoreksinya. Dia kembali ke rumah tepat ketika serangan Tet yang dilancarkan pasukan Komunis meletus di Vietnam, dan semua orang berbicara tentang betapa beruntungnya dia bisa keluar sebelum keadaan menjadi buruk. Mereka kemudian menggodanya tentang karir militernya yang payah. Jika ada yang bertanya kepadanya tentang Vietnam, dia hanya akan menggelengkan kepalanya, atau tertawa dan berkata, “Aduh, bung, tidak ada yang terjadi (disana),” dan dia akan mengganti topik pembicaraan dan berbicara tentang gadis-gadis di Kuala Lumpur tempat dia pergi untuk menikmati R&R (cuti), atau cuti tiga hari yang dia habiskan di Louisville, Ky. Karena minum terlalu banyak wiski untuk pertama kalinya dalam hidupnya ia kemudian berakhir di penjara. Sementara itu tidak disadari oleh teman-temannya, hari dimana Johnson menunjukkan aksi kepahlawanan adalah pengalaman kelam dan menghantui, yang dia harap bisa dia lupakan. Mimpi buruk terus-menerus muncul mengganggunya, dengan dipenuhi dengan mayat teman-temannya yang terbakar dan wajah tentara musuh yang dia bunuh dari jarak dekat. Ia mengalami pengalaman yang di Vietnam dikenal sebagai “personal kill”. Dalam kasus ini sekuat dan sekeras apapun prajurit, tidak akan bisa lepas dari dampak menghantui membunuh musuh saat berhadapan muka dengan muka. Diatas semuanya itu, Johnson memiliki memori saat laras senapan musuh mengarah ke dadanya dan terdengar suara “klik”. Satu titik terang dalam kehidupan Johnson adalah pernikahannya dengan kekasihnya, Katrina May dan kelahiran putra mereka. Tetapi dia tidak dapat menemukan pekerjaan untuk membantu kehidupan mereka. 

Kota Detroit tahun 1968. Pada masa itu, tingkat pengangguran di Detroit ada di kisaran 13% dan diantara para pemuda-pemuda kulit hitam angka itu meningkat dua kali lipatnya. (Sumber: https://www.huffpost.com/)

Kemudian mulailah masa mencari kerja yang tidak berkesudahan itu. Pada masa itu, tingkat pengangguran di Detroit ada di kisaran 13% dan diantara para pemuda-pemuda kulit hitam angka itu meningkat dua kali lipatnya. Johnson hampir mendapat pekerjaan sebagai petugas pos, tetapi akhirnya gagal. Dia mendatangi lusinan pabrik, tapi jawaban sama yang didapat: tidak ada pekerjaan. Seorang kawannya mengingat ”Johnson berusaha menjadi seorang operator telepon, mereka mengatakan dia lulus ujian, tapi tetap tidak ada panggilan. Ia kemudian mengetahui bahwa 3 pemuda kulit putih telah dipanggil mendahului dirinya.” Pada musim gugur dia mulai mencari pekerjaan, bersama dengan Tommy Tillman. “Kami pergi ke agen tenaga kerja negara setiap hari dan melihat lowongan apa yang terdaftar,” kenang sepupunya. “Skip itu lucu; dia tidak akan mencoba untuk pekerjaan berat apa pun. Jika kami menuliskan nama perusahaan yang memiliki pekerjaan yang menurutnya tidak memenuhi syarat, dia bahkan tidak akan pergi ke tempat itu untuk menanyakannya. Dia hanya duduk di dalam mobil saat aku masuk. “Atau jika dia pergi ke suatu tempat, dia hanya akan duduk dan menggumamkan beberapa kata ketika mereka mengajukan pertanyaan kepadanya. Ia seperti merasa rendah diri. Dia akan memberikan kesan yang buruk. Tapi begitu kami kembali ke mobil, itu adalah Skip yang sama, tertawa dan bercanda.”

MEDAL OF HONOR

Kemudian datanglah medali penghargaan itu. Suatu hari di bulan Oktober dua polisi militer datang ke rumahnya. Ibunya melihat kedua pria berseragam itu dan sebelum membuka pintu berbisik mendesak, “Apa yang kamu lakukan?” “Saya tidak melakukan apa-apa, jujur, Ma,” jawabnya. Polisi militer itu mengajukan beberapa pertanyaan. Mereka ingin tahu apa yang dia lakukan dan apakah dia pernah ditangkap sejak dia dibebastugaskan. Lima belas menit setelah mereka pergi, telepon berdering. Ternyata seorang kolonel, menelepon dari Departemen Pertahanan di Washington. Sersan Johnson telah dianugerahi Medal of Honor, katanya. Bisakah dia dan keluarganya berada di Washington pada tanggal 19 November sehingga Presiden Johnson secara pribadi dapat memberikan penghargaan? Presiden Lyndon B. Johnson kemudian menyerahkan medali tersebut kepada Johnson dan empat tentara lainnya dalam upacara di Gedung Putih pada 19 November. Pada saat itu Johnson adalah satu-satunya peraih Medal of Honor perang Vietnam di Detroit dan orang kulit hitam pertama di Michigan yang menerima penghargaan militer tertinggi negara itu. Skip nampak tinggi dan tampan dalam seragam seragam birunya, bersama ibunya, Katrina dan Tommy Tillman. Presiden memberikan sedikit sambutan. Pemilihan nasional telah berakhir, Partai Demokrat kalah, tetapi ada tanda-tanda pergerakan di pembicaraan damai Paris mengenai perang di Vietnam. “Hati dan harapan kami dialihkan ke kedamaian saat kita berkumpul di sini di Ruang Timur pagi ini,” kata Presiden, “Semua upaya kami sedang dilakukan untuk mengejarnya. Tapi kami mendengar lagi, di benak kami, suara pertempuran dari kejauhan. Di ruang ini sekali lagi menggemakan apa yang disebut dengan keberanian diluar dan diatas panggilan tugas….kelima prajurit ini dalam berbagai peristiwa menunjukkan kemampuan melewati ujian berat, keberanian yang menimbulkan kekaguman dan kebanggan besar bagi kita.” Menerima medali bersama Johnson hari itu adalah Sammy Davis, yang mengawaki meriam howitzer sendirian, menembakkan tiga peluru melintasi sungai ke posisi musuh meskipun telah terluka beberapa kali, dan berenang dengan menggunakan pelampung menyeberangi sungai menyelamatkan tiga prajurit yang terjebak di seberang.

Gerakan protes terhadap Perang Vietnam tahun 1968. (Sumber: https://www.smithsonianmag.com/)
Sammy L. Davis menerima Medali Medal Of Honor dari Presiden Lyndon B. Johnson pada tanggal 19 November 1968, bersama empat penerima lainnya: Gary Wetzel, Dwight H. Johnson, James Allen Taylor, dan Angelo Liteky. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Kemudian James Allen Taylor mendapat Medal Of Honor setelah menyelamatkan lima orang dari kendaraan lapis baja yang terbakar tepat sebelum kendaraan itu meledak, dengan berlari melintasi tembakan gencar senapan mesin dan mortir musuh. Taylor kemudian membunuh seorang awak senapan mesin Vietcong dan kembali ke lokasi penyelamatan dimana musuh menghancurkan kendaraan lainnya. Sekali lagi Taylor menarik mereka yang terluka dari api. Lalu ada Gary Wetzel, seorang penembak pintu helikopter yang terjebak di daratan. Wtzel melakukan serangkaian penyelamatan dan sukses menahan serangan musuh setelah kehilangan sebelah tangannya akibat tembakan roket musuh. Bahkan setelah kehilangan tangannya ia membantu rekannya menyelamatkan komandannya. Juga yang menerima Medal of Honor hari itu adalah satu-satunya pendeta tentara yang mendapat medali itu, yakni Charlie “Angelo” Liteky. Dalam misi tempur pertamanya Liteky berhasil menyelamatkan 20 orang yang disergap dalam sebuah misi Search and Destroy. Dan ketika Sersan Johnson melangkah maju dengan kaku dan Presiden melingkarkan pita biru pucat dan medali sunburst di lehernya, sambil berbisik, “terima kasih”. Johnson kemudian mengatakan bahwa ototnya “merinding” mendengarnya. Kutipan yang menggambarkan keberaniannya kemudian dibacakan. Setelah upacara Gedung Putih dalam penyerahan Medali Medal Of Honor, ibu Johnson menemukannya di sudut dengan air mata mengalir di wajahnya. “Sayang, apa yang kamu tangisi?” dia bertanya, prihatin. “Kamu berhasil kembali dengan selamat. ” Selama upacara, reporter Detroit Free Press melihat adik Dwight Johnson: “David Alves dari Detroit harus berdiri untuk dapat melihat (upacara). Dan ia ingin mengatakan kepada semua orang: ‘Inilah kakakku.” Sementara itu perusahaan-perusahaan yang dulunya menolak Johnson sebagai Veteran Perang Vietnam berkulit hitam, tiba-tiba membuka banyak lowongan bagi Dwight Johnson, yang kini seorang Pahlawan penerima medali Medal Of Honor.

Dwight H. Johnson menerima Medali Medal Of Honor dari Presiden Lyndon B. Johnson. (Sumber: https://www.warhistoryonline.com/)

Ironi masih berlanjut bagi Johnson, diantara mereka yang ingin mempekerjakan Johnson adalah Angkatan Darat Amerika. Tujuan mereka jelas, mereka ingin mempekerjakan seorang pahlawan perang kulit hitam di bagian perekrutan pada sebuah kota yang punya banyak komunitas berkulit hitam. Segera setelah mengenakan kembali seragam, Johnson segera jadi “property panas”. Hanya sedikit waktunya yang digunakan sebagai rekruter, dia menghabiskan sebagian besar waktunya di bagian public relation. Ia menghadiri banyak jamuan makan untuk organisasi-organisasi sipil dengan jadwal yang padat, khususnya didalam dan di sekitar Detroit. Para rekannya mengamati “ia tidak mampu mengatasi semua perhatian yang didapatnya. Ia dibawa pada kehidupan yang benar-benar berbeda dan dipaksa menjalankan peran yang tidak pernah dilatihkan pada dirinya”. Kekhawatiran utama Johnson adalah gaji nya di Angkatan Darat tidak mencukupi pengeluarannya. Ia dan istrinya, Katrina, yang dinikahinya pada bulan Januari 1969, kesulitan untuk membayar rumahnya yang sederhana. Pada musim semi 1970, Johnson tidak mampu membayar cek yang dikeluarkannya senilai kurang dari 50 dollar. Seorang pemimpin kulit hitam di Detroit membantunya. Orang ini tidak ingin seorang pahlawan kulit hitam di Detroit tercoreng citranya. Sayangnya itu bukan cek yang terakhir. 

HANTU VIETNAM 

Johnson kemudian mengeluh kepada dokternya karena tidak bisa tidur karena mimpi buruk yang terus-menerus. Dia juga mengungkapkan rasa bersalahnya sebagai orang yang selamat dari pertempuran. Perasaan bersalah atas pengalamannya di Vietnam – mengenai kenyataan dirinya selamat dalam perang – mengganggu Johnson. Johnson sangat sadar bahwa jika dia tidak dipindahkan ke tank lain, dia akan mati selama penyergapan bersama teman-temannya, yang semuanya tewas di tank lama tempat dia bertugas. Johnson juga merasa bersalah telah menerima penghargaan karena bisa tetap hidup setelah pertempuran, sementara rekan-rekannya tewas. Ia tidak dapat memahami kenapa dia diperintahkan  untuk mengganti tank. Kenapa takdir menyelamatkannya? Pertanyaan yang tidak pernah mampu dijawab ini terus menghantuinya. Menurut ayah mertuanya, “Ia selalu berkata bahwa ia seharusnya mati disana (di Vietnam). Ia mengaku bahwa ia tidak tahu kenapa dia tidak mati disana.” Johnson kemudian mulai menghilang dari tugas rekruter, menjauhi pertemuan-pertemuan, dan tidak hadir sebagai pembicara. Johnson berjuang melawan depresi yang tidak ada habisnya dan mulai mengalami sakit perut yang menyiksa. Pada musim panas 1970 Angkatan Darat mengirimkannya ke rumah sakit di Selfridge Air Force Base dekat Detroit untuk dirawat. Dari sini dia dikirim ke Valley Forge Hospital di Pennsylvania. Di Valley Forge, dokter tidak menemukan adanya gejala sakit secara fisik. Johnson setuju untuk menjalani pemeriksaan psikis. Untuk sementara waktu dia mendapat 30 hari cuti hingga tanggal 16 Oktober 1970. Johnson tidak kembali tepat waktu. Dia AWOL (absen tanpa ijin) hingga 21 Januari 1971, ketika dia dengan sendirinya datang ke Valley Forge. Selama absen dia menghabiskan waktu dengan istrinya, yang sedang mengandung anak keduanya, serta bergaul bersama anak-anak sekolah. Angkatan Darat memutuskan untuk tidak menuntut dan memintanya kembali menjalani perawatan, karena status Johnson sebagai penerima Medal of Honor.

Mimpi buruk Perang Vietnam tidak pernah bisa lepas di pikiran Johnson, yang membawanya kepada keputusasaan. (Sumber: https://outlet.historicimages.com/)

Bagi anak-anak muda, Johnson adalah sosok istimewa. Mereka bangga kepadanya dan medali yang didapatnya. Sebaliknya bagi Johnson pemuda-pemuda ini bukan ancaman. Diantara mereka tidak ada janji yang wajib untuk ditepati. Mereka juga tidak menuntutnya untuk bersikap layaknya pahlawan. Bagi mereka dia hanyalah Dwight Johnson. Kembali ke Valley Forge, Johnson mulai menjalani analisa di Psikiater. Untuk pertama kalinya dia mengungkapkan masalah yang dihadapinya. Ia menceritakan bagaimana dia merasa kekurangan, bagaimana dia merasa bersalah atas dirinya yang selamat dalam perang, dan menyampaikan perasaan ragu atas keputusannya untuk masuk kembali di Angkatan Darat. Johnson merasa dirinya di-eksploitasi oleh Angkatan Darat. Ia menceritakan betapa kecewanya dia saat menghadiri tanya jawab di SMA kulit hitam kota Detroit, dimana dia dituding oleh para pemrotes dengan sebutan “electronic nigger”, mesin Angkatan Darat yang digunakan untuk merekrut para pemuda kulit hitam untuk bertempur di Vietnam. Johnson memang dapat menjangkau pemuda kulit hitam di Detroit, dimana para rekruter berkulit putih tidak dapat melakukannya. Akan tetapi apa yang akan terjadi pada anak-anak muda ini ketika mereka dikirim ke Vietnam? Johnson memiliki konflik batin dalam menjalankan pekerjaannya ini. Di sisi lain ia dan Katrina membeli rumah di lokasi yang lebih baik di Detroit, yang angsurannya hampir dua kali lipat dari sewa rumahnya sebelumnya. Hal ini tidak dapat dicukupi dari gaji bulanan Johnson di Angkatan Darat. Tagihan biaya hidupnya kemudian terus menanjak dengan jumlah yang mengkhawatirkan. Di samping itu Johnson memiliki kebiasaan menggunakan kartu kredit untuk membiayai kebutuhannya, namun tidak sukar untuk membayar kembali.

THE LAST JOURNEY

Pada tanggal 28 Maret 1971, rumah sakit memberi ijin Johnson selama 3 hari, namun dia tidak pernah kembali lagi. Hingga bulan April cicilan rumah Johnson sudah menunggak selama 9 bulan, dan proses penyitaan dimulai. Mobilnya butuh perbaikan senilai 70 dollar, tetapi Johnson tidak mampu membayarnya. Pada tanggal 28 April, Katrina masuk rumah sakit untuk menjalani operasi kecil. Johnson berjanji pada bagian kasir rumah sakit bahwa ia akan membayar fee sebesar 25 dollar di hari berikutnya. Pada tanggal 29 April, Johnson membawa putranya yang berusia 18 bulan untuk menemui Katrina di rumah sakit. Istrinya menceritakan bahwa rumah sakit menekannya untuk membayar fee 25 dollar yang dijanjikan. Johnson berjanji akan kembali dengan membawa uang pada malam harinya. Pada pukul 9 malam, Johnson menelepon kawannya. Dia membutuhkan tumpangan untuk mengambil uang dari temannya yang lain. Pada pukul 11 malam, 3 temannya mengantar Johnson. Ia mengarahkan mereka pada kawasan orang kulit putih yang tidak dikenal mereka. “berhenti disini”, kata Johnson. “orang ini tinggal di jalan itu, aku tidak ingin dia melihatku datang” 20 menit kemudian Johnson tergeletak meregang nyawa di lantai toko pada pukul 11:30 malam. Berdasarkan pengakuan penjaga toko, Johnson masuk toko untuk membeli 1 pak rokok. Ketika dia membuka kotak penyimpanan uang untuk memberi kembalian, Johnson mendorongnya ke samping, dengan pistol di tangannya. Keduanya segera terlibat perkelahian, Johnson menembak. Namun peluru yang ditembakkannya cuma mengenai bahu penjaga toko. Penjaga toko segera meraih revolver .38 Special miliknya dan menembak Johnson dua kali. “namun dia cuma berdiri disitu”, kata penjaga toko kepada reporter kemudian, “dengan pistol ditangan dan berkata ’aku akan membunuhmu!’ aku kemudian dengan segera mengosongkan revolverku”. Johnson meninggal dengan 4 peluru bersarang ditubuhnya dengan 3 peluru di dada, dan 1 peluru mengenai mukanya, dan meninggal di meja operasi pada pukul 04:00 tanggal 30 April. Ia baru berusia 23 tahun.

Makam Dwight H. Johnson di Arlington National Cemetery. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/)

Namun demikian, meski hidupnya berakhir tragis Johnson tetap menerima penghargaan militer penuh selama pemakaman di Pemakaman Nasional Arlington pada tanggal 6 Mei di mana dia dimakamkan di Section 31 Lot 471. Administrasi Veteran, melalui Dewan Veteran memutuskan pada tahun 1977 bahwa Johnson tidak kompeten secara mental pada saat kematiannya sebagai akibat dari pengalaman dinas militernya. “Dia mulai merasa tidak berdaya dan tidak bisa mengendalikan situasi,” kata dewan beranggotakan tiga orang itu. “Dia mulai merasa dibodohi, dimanfaatkan, menjadi orang aneh dalam pertunjukan sampingan, dan dia merasa tidak bisa mempercayai siapa pun.” Psikiater Detroit Dr. Bruce Danto, yang akrab dengan kondisi Johnson, berspekulasi dalam kesaksian tertulisnya di hadapan dewan bahwa aksi kriminal Johnson hari itu “adalah upaya untuk membuat dirinya terbunuh”. Setelah kematiannya, ibu Johnson berkata, “Terkadang saya bertanya-tanya apakah Skip lelah dengan kehidupan ini dan membutuhkan orang lain untuk menarik pelatuknya.” Jandanya tetap menerima tunjangan penuh sekitar $300 sebulan seolah-olah suaminya tewas dalam pertempuran. Tunjangan ini berlaku surut hingga bulan Juli 1974, ketika Ny. Johnson pertama kali mengajukan banding. Pada saat pemakaman di Arlington, Katrina Johnson berkata, “mereka terus mendesaknya untuk menjadi semacam monumen. Mereka tidak pernah melepaskannya. Mereka tidak pernah datang membantu. Mereka hanya memintanya sebagai seorang pahlawan yang duduk manis di depan meja.” Salah satu tragedi yang jadi dampak dari keterlibatan Amerika di Vietnam adalah efeknya bagi mereka yang bertempur disana. Puluhan ribu kembali kerumah dengan mental yang terganggu atas pengalaman mereka di Vietnam. Kecanduan narkoba, kecanduan alcohol, dan gangguan mental menhantui para veteran di tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1977, Veteran Administration mencatat bahwa veteran Vietnam mencakup sepertiga pasien kecanduan alcohol yang mereka rawat. Pada tahun 1978, sebuah badan yang dibentuk presiden mencatat bahwa sekitar 400.000 Veteran Vietnam terlibat dalam kriminalitas dan menunggu untuk disidang. Sementara itu meskipun Veteran Vietnam hanya mencakup 15% dari pasien Veteran, namun mereka mencatat angka 30% dari total pasien yang bunuh diri. Sementara itu Kisah hidup Johnson dan perjuangan mental dan fisiknya telah menjadi inspirasi untuk banyak hal mulai dari puisi dan karya nonfiksi hingga film dan teater, termasuk drama pemenang penghargaan dari Tom Cole, berjudul “Medal of Honor Rag“.

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari: 

Vietnam Medal Of Honor Heroes, Edward F Murphy, 1987; p 216-222

Medal of Honor: Profiles of America’s Military Heroes from the Civil War to the Present by Allen Mikaelian with commentary by Mike Wallace (Author), 2003; p 241-250, p 252

Tank driver Dwight Johnson in Vietnam By William E. Welsh

Tank driver Dwight Johnson in Vietnam

From Dakto to Detroit: Death of a Troubled Hero By Jon Nordieimer Special to The New York Times; May 26, 1971

TANK DRIVER BRAVED FLAMES, BULLETS TO SAVE FRIENDS IN VIETNAM By DOUG STERNER; 9/25/2020

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Dwight_H._Johnson

Week of January 9–15, 2022: Dwight H. Johnson and the Medal of Honor, January 15, 1968

https://www.vietnamwar50th.com/education/week_of_january_9_2022/

Dwight Johnson: Medal of Honor Recipient and Vietnam War Hero by Jesse Beckett

https://www.warhistoryonline.com/vietnam-war/moh-dwight-h-johnson.html/amp

Robbery Try By Viet Hero Laid to Illness By Thomas C. Fox; March 22, 1977

https://www.washingtonpost.com/archive/politics/1977/03/22/robbery-try-by-viet-hero-laid-to-illness/71dbff7d-f55e-4a1e-90f2-d9badb5e2a08/

Dwight H. Johnson

https://www.badassoftheweek.com/dwightjohnson

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *