Perang Timur Tengah

Operasi Caucasus di Sinai, Peran Pertahanan Udara Soviet membantu Mesir dalam Perang Atrisi melawan Israel

Akhir tahun 60an ditandai dengan konfrontasi penuh kekerasan antara Israel dan Mesir. Kedua negara berusaha untuk menduduki posisi dominan di kawasan Timur Tengah. Israel pada saat itu sepenuhnya menolak untuk bekerja sama dengan Uni Soviet dan memilih bersekutu dengan Amerika Serikat. Bangsa Arab khususnya, dan Mesir, sebaliknya, mulai menjalin hubungan dengan Uni Soviet. Pada tahun 1967, selama Perang Enam Hari, Israel menimbulkan kekalahan telak bagi Mesir. Untuk menunjukkan skala kerugian yang dialami Mesir, mari kita lihat beberapa data berikut. Koalisi negara-negara Arab kalah dalam 6 hari dengan menderita korban hingga 30.000 orang tewas, terluka dan ditangkap, sekitar 1.000 tank dihancurkan atau dirampas. Sementara itu dinas penerbangan negara-negara Arab kehilangan lebih dari 400 pesawat! Serangan Israel begitu cepat sehingga selama perang singkat ini unit-unit dan formasi Israel mampu merebut Semenanjung Sinai, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan, dan Tepi Barat. Pada prinsipnya perlawanan orang-orang Arab dapat dinetralisir oleh Israel. Meski demikian, perdamaian tidak kunjung datang. Kawasan Timur Tengah bukan sekedar menjadi bom waktu, tapi api unggun yang berkobar-kobar. Nyala api unggun ini bisa menyebar kemana saja, menjadi apa yang berulang kali kita lihat di tahun-tahun berikutnya. 

Kemenangan telak Israel dalam Perang 6 hari tahun 1967, tidak membuat negara-negara Arab mau berdamai dengan Israel. (Sumber: https://www.forces.net/news/six-days-war-fifty-years-continued-insecurity)

SIKAP SOVIET

Dalam situasi ini Uni Soviet memilih memihak negara-negara Arab. Pada tanggal 10 Juni, di tengah Perang 6 Hari, Uni Soviet memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel dan mengirimkan peringatan ke Tel Aviv tentang perlunya mengakhiri permusuhan dan menyelesaikan konflik melalui negosiasi damai. Pertempuran kemudian berhenti pada hari yang sama. Pasukan Israel memutuskan untuk berhenti di tepi timur Terusan Suez, dan menstabilkan garis depan. Setelah perang, bagi Soviet, adalah penting untuk memulihkan kekuatan tentara Mesir yang babak belur. Uni Soviet lalu mulai memasok peralatan dan persenjataan secara besar-besaran ke Mesir. Saat itulah kemudian banyak perwira Soviet yang menjalankan misi militer di wilayah tersebut. Selain memasok peralatan, Soviet juga melatih tentara Mesir untuk menggunakan senjata-senjata ini. Tugas tersebut diselesaikan pada akhir tahun 1968, saat tentara baru Mesir telah dimodernisasi. Kairo kemudian memutuskan untuk memulai permusuhan dengan intensitas rendah. Perhitungannya, dari sudut pandang orang Mesir, bisa dibenarkan. Sumber daya negara-negara Arab dan Israel tidak sebanding, dimana keunggulan numerikal orang-orang Arab jelas nyata adanya. Perang atrisi pada akhirnya akan menyebabkan Tel Aviv kewalahan. Demikian inti dari straregi yang dilancarkan Mesir.

Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser berbicara dengan pemimpin Soviet Nikita Khrushchev dalam perjalanan ke Aswan. Soviet cenderung memihak Mesir dalam konfliknya dengan Israel tahun 1960-1970an. (Sumber: https://twitter.com/sovietvisuals/status/1252854651625578496)
MiG-21PF Mesir. Dalam waktu singkat Soviet bisa memulihkan AU Mesir yang hancur setelah Perang 6 Hari. (Sumber: https://theaviationgeekclub.com/between-the-mig-21pf-and-the-mig-21pfm-the-story-of-the-mig-21pfs-the-weird-fishbed-variant/#google_vignette)
Pasukan Israel berpatroli di Terusan Suez. Mesir berharap perang atrisi pada akhirnya akan menyebabkan Tel Aviv kewalahan. (Sumber: https://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-3611617,00.html)

PERANG ATRISI

Apa yang melatarbelakangi penggunaan istilah “perang atrisi”? Kenyataannya, ini adalah aksi penembakan terus-menerus terhadap tepi timur Terusan Suez dengan artileri jarak jauh. Ini juga diikuti oleh serangan udara Mesir terhadap posisi-posisi Israel, yang memicu “Perburuan Udara”, ketika pilot-pilot Arab menyerang pesawat musuh dan dihancurkan dalam pertempuran singkat. Selain itu, “pasukan komando” Mesir juga digunakan. Kelompok-kelompok penyabot terus menerus berupaya menghancurkan target-target di garis belakang pasukan Israel. Ketegangan militer yang dipertahankan terus menerus ini, kemudian menggerus anggaran militer dan ekonomi Israel. Tentu saja, Israel tidak bisa mentolerir situasi seperti ini.  Terlepas dari kenyataan bahwa Mesir memiliki keunggulan artileri pada khususnya dan peralatan militer pada umumnya, Mesir kelabakan juga. Tanggapan terhadap tindakan kurang ajar Kairo adalah serangan udara terhadap posisi-posisi tentara Mesir oleh unit-unit penerbangan Israel. Efektivitas serangan tersebut begitu besar sehingga pada akhir Juli 1969, pihak Mesir secara drastis mengurangi intensitas penembakan. Faktanya adalah bahwa di tentara Israel, terdapat prinsip wajib untuk merespons segala serangan dari pihak musuh. Konsep ini masih berlaku hingga sekarang. Sederhananya, setiap serangan artileri, setiap sabotase, setiap penembakan harus dibalas. Dan ini dilakukan dengan secepat mungkin. Sebagai contoh, mari kita lihat aksi kekuatan udara Israel pada tanggal 20-24 Juli 1969. Di Terusan Suez, 7 satuan rudal anti pesawat (SAM) S-75M (SA-2 Guideline) dikerahkan untuk melindungi baterai artileri dari serangan udara. Mereka berlokasi di Suez, Port Said dan Ismailia. Setelah beberapa kali peluncuran, 6 dari 7 satuan rudal hancur total dalam empat hari akibat aksi pasukan Israel. Begitulah efektifnya kinerja kekuatan udara Israel.

Kompleks Mesir terkena tembakan artileri Israel – 1968. Dalam perang atrisi, Israel akan membalas keras setiap serangan dari pihak Mesir. (Sumber: https://www.idf.il/en/mini-sites/wars-and-operations/the-war-of-attrition/)
Situs SAM S-75M (SA-2 Guideline) menjadi salah satu target dari serangan Israel. (Sumber: https://edokunscalemodelingpage.blogspot.com/2014/01/egyptian-air-defense-sam-2-launchers.html)
Sud Aviation Vautour II Israel. Embargo dari Prancis memaksa Israel mengalihkan pandangannya ke Amerika, sebagai pemasok senjata pengganti bagi pesawat-pesawat Israel yang sudah menua. (Sumber: https://www.deviantart.com/oscerf/art/Sud-Aviation-S-O-4050-Vautour-IIN-Israel-922366626)

Selain itu, Israel juga mengalihkan serangannya ke garis belakang musuh. Sekarang serangan dilakukan tidak hanya terhadap sasaran militer, tetapi juga terhadap sasaran-sasaran yang penting bagi Mesir. Angkatan Udara Israel terus-menerus “membayangi” di kota-kota Mesir, melakukan pengintaian dan mengidentifikasi target-target serangan berikutnya. Di sisi lain, Israel juga memiliki masalahnya sendiri. Akibat embargo Perancis tahun 1967 atas penjualan pesawat, Israel mulai mengalami “kekurangan pesawat”. Armada pesawat “Sud Aviation Vautour II“, “Mirage III“, “Ouragan“, “Mystere IV“, “Super Mystere” lama buatan Prancis, yang dipakai dalam Perang Enam Hari dan dua tahun berikutnya dalam perang atrisi, semakin menipis jumlahnya. Untuk mengatasi masalah ini, Amerika Serikat datang membantu. Pesawat-pesawat pertama F-4 Phantom II (dinamai Kurnass oleh Israel) yang dibeli dari Washington mulai dioperasikan pada bulan September tahun 1969. Selain itu, Angkatan Udara Israel dilengkapi dengan pesawat serang A-4 Skyhawk dan Mirage IIIС lamanya. Sebenarnya negosiasi penjualan pesawat Phantom II dan Skyhawk mulai dilakukan oleh Israel dengan pemerintahan Johnson, namun perjanjian tersebut baru ditandatangani pada tanggal 27 Desember 1968, dan pengirimannya dilakukan pada saat pemerintahan Presiden Nixon. Pesawat-pesawat Phantom Israel kemudian terlibat dalam berbagai pertempuran udara di sepanjang Terusan Suez. Pada tanggal 11 September 1969, pesawat tempur MiG-21 Mesir pertama ditembak jatuh oleh pesawat Phantom Israel. Sebelumnya, pesawat-pesawat Israel melakukan lebih dari 300 misi penerbangan pengintaian, di mana mereka bisa mengungkap informasi terkait area pertahanan udara Mesir. Setelah menekan pertahanan udara Mesir dengan relatif mudah, unit-unit penerbangan Israel mendapat kesempatan untuk menyerang secara bebas di wilayah tengah Mesir dan pinggiran kota Kairo. Menggunakan medan yang datar, pesawat-pesawat Israel terbang terbang pada ketinggian yang sangat rendah, dimana sisa-sisa sistem pertahanan udara Mesir tidak mampu menghalau serangan mereka. Kompleks-kompleks militer Mesir di sekitar Kairo, Suez, Port Said, Ismailia dan lain-lain dibombardir. Simbol persahabatan Soviet-Mesir – pabrik metalurgi di Helwan, juga dihancurkan.

F-4 Phantom II (dinamai Kurnass oleh Israel) yang dibeli dari Washington. (Sumber: https://edokunscalemodelingpage.blogspot.com/2018/04/f-4e-phantom-ii-operation-nickel-grass.html)
A-4 Skyhawk. Israel adalah pelanggan ekspor terbesar Skyhawk. Skyhawk adalah pesawat tempur AS pertama yang ditawarkan kepada Angkatan Udara Israel. (Sumber: https://id.pinterest.com/pin/209628557639417606/)
Presiden Nasser dari Mesir (dengan teropong) mengamati posisi di Terusan Suez pada bulan November 1968. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/wiki/War_of_Attrition)

GRUP PASUKAN SOVIET DI MESIR

Orang-orang Mesir kemudian mengalami demoralisasi. Menyadari bahwa serangan udara dapat dilakukan kapan saja, mereka mulai berbicara tidak hanya tentang perlu tidaknya menghentikan perang, tetapi juga mengubah arah politik negaranya. Hal ini memicu kemungkinan digesernya presiden Gamal Abdel Nasser dan Mesir bisa saja “meledak dari dalam”. Pada awal bulan Desember 1969, Nasser diam-diam tiba di Moskow. Tujuannya adalah membujuk Brezhnev agar mengirim pasukan ke Mesir dan membuat “perisai” rudal yang melindungi Mesir dari ancaman pesawat-pesawat musuh. Selain itu, Nasser menawarkan konsesi apa pun, yang akan dijalankan oleh pihak Mesir. Ini bukanlah hal yang aneh mengingat potensi keuntungan yang didapat oleh kedua negara, pada tahun 1966 misalnya, Nasser menandatangani perjanjian dengan Moskow yang menyatakan bahwa Uni Soviet akan memperoleh akses ke pelabuhan-pelabuhan di Mediterania dan Laut Merah serta tiga lapangan terbang di Mesir. Di Laut Mediterania, kapal-kapal Soviet dapat berlabuh di Port Said, Alexandria, Mersa Matruh, dan di Laut Merah. Selain itu tentara Uni Soviet juga bisa berpangkalan di Ras Banas. Sebagai imbalannya, Moskow berjanji untuk meningkatkan pengiriman senjata dan menyediakan penasehat-penasehat militer. Perlu dicatat bahwa, pertanyaan tentang pengiriman pasukan Soviet ke Mesir untuk pertama kalinya diangkat pada awal bulan Maret 1968 selama negosiasi dengan Menteri Luar Negeri Uni Soviet A.A. Gromyko dan Menteri Pertahanan Uni Soviet A.A. Grechko. Presiden Nasser dengan tegas meminta peningkatan jumlah pasokan senjata dan peralatan untuk membentuk dua divisi lagi, serta peningkatan jumlah pilot Mesir yang dilatih di Uni Soviet, dan terakhir mengirimkan “relawan pilot” dari negara-negara sosialis atau unit udara dan resimen pertahanan udara Soviet ke Mesir.

Menteri Luar Negeri Uni Soviet A.A. Gromyko. (Sumber: https://en.topwar.ru/118850-voyna-na-istoschenie-chast-2-kavkaz-na-sinae.html)
Menteri Pertahanan Uni Soviet A.A. Grechko. (Sumber: https://en.topwar.ru/118850-voyna-na-istoschenie-chast-2-kavkaz-na-sinae.html)

Pada akhirnya, presiden Mesir berhasil meyakinkan kepemimpinan Soviet untuk membantu dengan alasan “persaudaraan terhadap rakyat Mesir”. Namun, mengingat hubungan Soviet dengan Amerika Serikat, aksi tersebut seharusnya dilakukan tanpa gembar-gembor. Pada akhir bulan Desember 1969, Staf Umum Angkatan Bersenjata Uni Soviet dan Markas Besar Utama Angkatan Pertahanan Udara mengembangkan dan menyerahkan rencana operasi “Kaukasus”. Ini adalah nama yang diberikan atas perintah Menteri Pertahanan Uni Soviet Marsekal A. A. Grechko. Menurut rencana, mereka akan menempatkan sekelompok pasukan Soviet di Mesir, yang secara numerik setara dengan satu korps pertahanan udara (terdiri dari 32.000 orang), yang ditugaskan untuk menghadapi Angkatan Udara Israel. Rencana tersebut disetujui dan pembentukan unit-unit pasukan yang akan dikirimkan dimulai. Kelompok yang dibentuk secara organisasi terdiri dari formasi sebagai berikut: 

Grup Penerbangan

  • Resimen tempur terpisah ke-35-I – dengan kekuatan 30 jet tempur MiG-21M
  • Resimen Tempur ke-135 – dengan kekuatan 40 jet tempur MiG-21M
  • Unit penerbangan terpisah ke-63 – dengan kekuatan 2 jet MiG-25Р dan 2 MiG-25РD
Jet tempur supersonik MiG-25 Foxbat Soviet di Mesir pada awal tahun 70an. (Sumber: https://twitter.com/mahmouedgamal44/status/1446771150823084037/photo/1)

Grup Angkatan Laut

  • Terdiri dari kapal-kapal perang dan kapal dari Skuadron ke-5 wilayah Operasi Mediterania
  • Skuadron penerbangan pengintai khusus ke-90-I yang terpisah, dengan kekuatan 6 pesawat Tu-16Р, 3 An-12РР, dan 3 Be-12
Pesawat pengintai Tu-16 Soviet. (Sumber: https://www.ausairpower.net/APA-Sov-ASuW.html)

Grup Peringatan Dini

Terdiri dari: Pusat EW yang terpisah, Batalyon Interferensi Radio Gelombang Pendek Terpisah ke-513, Kompi interferensi radio VHF yang terpisah

Unit Pertahanan Udara

Sementara itu, inti dari operasi ini adalah untuk menciptakan sistem pertahanan udara di Mesir berdasarkan model unit reguler dan sub-unit Angkatan Darat Soviet. Tindakan awal Uni Soviet adalah dengan memembentuk divisi pertahanan udara khusus dari unit aktif Soviet dan mengirimkannya ke Mesir. Marsekal Uni Soviet Pavel Fyodorovich Batitsky, komandan pertahanan udara, secara pribadi menetapkan tugas operasional di markas besar pasukan pertahanan udara. Basis pertahanan udara Mesir direncanakan terdiri Divisi khusus rudal anti-pesawat (SAM) ke-18. Pada tanggal 13 Januari 1970 muncul perintah untuk pembentukan dan koordinasi unit-unit tempurnya. Komandan divisi yang ditugaskan menerima personel dan peralatan, serta kemudian dikirim ke tempat latihan di Ashuluk dan Yangalzh untuk melakukan penembakan tempur pada sasaran yang terbang rendah. Divisi ke-18 SAM tersebut meliputi: 

—1-I ZRBr (559 ZRP), dengan komandan Kolonel B. I. Zhayvoronok; 

—2-I ZRBr (582 SFR), dengan komandan Letnan Kolonel N. A. Rudenko; 

—3-I ZRBr (564 SFR), dengan komandan Mayor V. A. Belousov; 

—4-I ZRBr, dengan komandan Kolonel Shumilov (sudah berada di Mesir, kemudian dipecah, yang memungkinkan penambahan jumlah batalyon di brigade lain menjadi 8). 

Marsekal Uni Soviet Pavel Fyodorovich Batitsky, komandan pertahanan udara. (Sumber: https://en.topwar.ru/118850-voyna-na-istoschenie-chast-2-kavkaz-na-sinae.html)

Di bawah komando komando, Mayor Jenderal A.G. Smirnov, terdapat 24 satuan rudal antipesawat, 4 unit teknis, 2 baterai teknis, 24 peleton pertahanan udara, 3 berkekuatan penuh dan 1 yang lebih kecil untuk pekerjaan pemeliharaan, penyetelan dan perbaikan situs-situs rudal. Unit-unit ini dilengkapi dengan 96 peluncur rudal S-125 (SA-3 Goa), 96 senjata anti pesawat berpenggerak mandiri ZSU-23-4 Shilka dan 48 peluncur rudal portabel Strela-2. Dalam waktu singkat, beberapa rencana konstruksi dikembangkan pada beberapa lokasi dan posisi tembak untuk penempatan sistem rudal anti-pesawat S-75 dan S-125, unit teknis dan baterai, kru pengendali dan tempat berlindung untuk menempatkan peralatan di tempat yang tetap dan posisi sementara, untuk membuat posisi cadangan dan palsu, posisi senjata antipesawat ZSU-23-4 “Shilka” dan MANPADS “Strela-2“. Sejumlah opsi berdasarkan struktur Soviet diusulkan, dan perhitungan dibuat berdasarkan perkiraan dampak dari berbagai amunisi musuh pada struktur dan elemen struktural individual yang akan didirikan. Untuk wilayah utama yang perlu dilindungi (Alexandria Utara, Tengah, Selatan, dan Prikanalny), dari tanggal 5 Maret hingga 10 April 1970 direncanakan untuk dibangun 25 posisi untuk rudal S-75 dan 24 posisi SAM rudal S-125.

Baterai rudal S-125 (SA-3 Goa). (Sumber: https://en.topwar.ru/104935-operaciya-kavkaz-sovetskie-raketchiki-v-egipte.html)

OPERASI CAUCASUS DIMULAI

Pemindahan pasukan Soviet ke Mesir dilakukan pada bulan Februari dan awal Maret 1970. Pada tanggal 2 Maret 1970 unit-unit tersebut mulai dikirim ke Alexandria. Brigade tersebut dikirim lewat pelabuhan Nikolaev dan didistribusikan ke kapal-kapal sipil. Untuk pengiriman unit anti pesawat tersebut, Kementerian Armada Uni Soviet mengerahkan 16 kapal dagang sipil. Setiap kapal membawa 2 batalyon rudal S-125 beserta perlengkapan dan personelnya, serta sejumlah perlengkapan dan personel unit lainnya. Di dek atas hanya ada traktor, mobil, genset dan senjata anti pesawat Shilka (dilapisi terpal). Personel dan peluncur rudal ditempatkan ke dalam ruang didalam kapal. Menurut rencana yang telah ditetapkan, para prajurit dan perwira Angkatan Darat Soviet dianggap sebagai orang-orang “sipil”. Kapten kapal juga tidak mengetahui rutenya. Setelah melewati titik-titik tertentu, instruksi-instruksi khusus selanjutnya dibuka untuk memberi panduan lebih lanjut. Paket instruksi No. 1 dibuka di Laut Hitam, dan paket No. 2 dibuka saat melalui Bosphorus dan Dardanella. Setiap kapten memiliki perwakilan dari departemen khusus (“kapten-mentor”), selain itu perwira kontra intelijen militer, departemen politik, dan komisar partai di divisi tersebut turut ditempatkan diatas kapal tersebut. Dalam instruksi yang diberikan, bahkan para personel  dan pilot pun tidak diperbolehkan berada di anjungan kapal, sementara di dek atas, perwira yang sedang bertugas membawa senjata lengkap. Selama melintasi selat Bosphorus dan Dardanella, komandan batalion dan perwira senior bersenjatakan senapan serbu AKM dan senjata pribadi bertugas di dek atas, dengan perintah untuk melepaskan tembakan jika salah satu personel memutuskan untuk melompat ke laut.

Regu senjata antipesawat ZSU-23-4 “Shilka. (Sumber: https://en.topwar.ru/104935-operaciya-kavkaz-sovetskie-raketchiki-v-egipte.html)

Peristiwa serupa memang pernah terjadi pada tahun 1967, ketika seorang pelaut melompat dari kapal perang Soviet dan kemudian dijemput oleh kapal perang AS. Perlu dicatat di sini bahwa, meskipun telah dilakukan semua tindakan pencegahan, kerahasiaan operasi tersebut tidak bisa dipertahankan. Pengintaian dari pihak musuh, menunjukkan bahwa mereka tahu betul tentang semua rencana Soviet, tentang komposisi dan tujuan misi mereka. Selain itu, Amerika dan Israel secara terbuka menunjukkan bahwa mereka telah mengetahui rencana Soviet. Jadi, segera setelah memasuki Laut Mediterania, sebuah pesawat tempur berbasis kapal induk Amerika muncul pada kapal pertama. Itu adalah upaya “demonstrasi menunjukkan pengetahuan” mereka. Radio Israel dalam bahasa Rusia terus-menerus melaporkan kemajuan kapal-kapal Soviet dengan rudal-rudal rahasia terbaru yang mereka bawa ke Alexandria. Pada tanggal 5 Maret kapal angkut Rosa Luxemburg pertama memasuki pelabuhan Alexandria, dan menurunkan muatannya pada malam tanggal 6 Maret. Brigade Zhayvoronka sudah sejak malam hari tanggal 6 Maret memulai pergerakan. Sore harinya, tanggal 7 Maret mereka memulai penempatannya di Kairo Barat. Berlabuhnya kapal Rosa Luxemburg kemudian diikuti oleh kapal Georgy Chicherin pada tanggal 8 Maret. Ini adalah divisi pertahanan udara Soviet di bawah kepemimpinan Mayor Jenderal P.G. Smirnov dan resimen penerbangan tempur di bawah kepemimpinan Mayor Jenderal G.U. Dolnikova. Divisi khusus ke-18 lalu mulai menjalankan tugas tempurnya di langit Mesir. Kompleks rudal S-125 yang baru, nantinya akan segera menjadi lawan yang tangguh bagi unit-unit penerbangan Israel. Roket kecil namun tangguh ini akan menjadi mimpi buruk bagi pilot-pilot pesawat tempur Phantom Israel.

Tiga prajurit infanteri angkatan laut Soviet membawa senapan serbu AK-74. Dalam Operasi Kaukasus selama pelayaran komandan batalion dan perwira senior bersenjatakan senapan serbu AKM dan senjata pribadi bertugas di dek atas, dengan perintah untuk melepaskan tembakan jika salah satu personel memutuskan untuk melompat ke laut. (Sumber: https://en.m.wikipedia.org/wiki/File:Soviet_naval_infantrymen_DN-SN-86-00829.jpg)

Segera setelah tiba di Alexandria, para prajurit dan perwira berganti seragam militer Mesir dengan tanpa mengenakan lencana. Diasumsikan bahwa bawahan harus mengenal semua komandan dan atasan secara langsung. Namun pada kenyataannya divisi dan unit-unit tersebut kehilangan kendali dalam banyak hal. Para prajurit tidak mengenali “komandannya”. Hal ini menyebabkan kebingungan di pelabuhan. Kecepatan bongkar muat, pemindahan peralatan dan senjata yang cepat, kehadiran banyak perwira asing menyebabkan kebingungan diantara para personel. Dan ini, pada gilirannya, menjadi penyebab “kekacauan” diantara unit-unit senjata dan peralatan teknisnya. Beberapa perlengkapan menghabiskan waktu berminggu-minggu “mengembara” di unit-unit yang salah. Masalah mengenai pengenalan komandan lalu diselesaikan dengan cara yang sederhana ala Russia. Untuk membedakan antara perwira dan bintara, para perwira mulai memakai jaket. Para perwira memakai topi, prajurit biasa memakai baret. Selebihnya: sepatu bot, jas, mantel setengah musim tidak ada bedanya. Sementara itu penempatan perlengkapan peluncur rudal berlangsung cukup lama. Itu sebabnya tim khusus menangani masalah dikirimkan lebih dulu sebelum kedatangan divisi SAM ini di padang pasir Mesir. Setelah menjalani karantina 5 hari, unit-unit asal Soviet di bawah naungan malam Mesir bergerak di sepanjang jalan yang tidak dikenal dengan lampu depan dimatikan ke tempat-tempat penempatan, di mana mereka sering ditunggu oleh gurun yang ganas. Dari sini dimulailah dinas militer mereka di gurun Afrika.

MENGATASI TANTANGAN DI GURUN PASIR

Namun yang lebih menarik dibanding pengerahan mereka, adalah bagaimana para prajurit Soviet mengatasi masalah-masalah mereka di tempat yang baru. Faktanya, ciri khas medan penempatan ini Mesir adalah di tanah yang berpasir. Artinya, tidaklah mungkin menggelar shelter dan perangkat komunikasi tradisional di tempat semacam itu. Pasirnya mudah hancur, dan oleh karenanya pembuatan konstruksi standar akan sia-sia. Saat itulah para prajurit Soviet membangun shelter lokal yang disebut MalgaMalga dibangun dengan sederhana. Di setiap ruang dibuat dari kerangka tulangan. Kemudian dindingnya dilapisi dengan karung pasir. Setelah itu struktur yang dihasilkan hanya perlu ditaburi lagi dengan pasir dari gundukan pasir terdekat, sehingga menghasilkan penyamaran yang sempurna. Namun, perlindungan seperti ini jika terkena tembakan serius tidak akan ada gunanya. Amunisi yang meledak dari jarak dekat akan “menembus” malga, seperti pisau panas mengenai mentega. Namun, banyak dari mereka yang pernah berada di Mesir mengingat malga sebagai rumah mereka, terutama mereka yang diperbantukan ke unit-unit Mesir. Mereka tinggal di tempat seperti selama berbulan-bulan. Satu-satunya ketidaknyamanan, diluar menghadapi serangan, adalah keberadaan hewan-hewan liar di sekitar tempat itu.

Tentara Israel di lubang perlindungan pada tanggal 14 Oktober 1973 di Gurun Sinai selama Perang Yom Kippur. Gurun di Mesir bukan lingkungan yang biasa bagi para prajurit Soviet. (Sumber: https://mosaicmagazine.com/essay/israel-zionism/2023/10/the-hidden-calculation-behind-the-yom-kippur-war/)

Tokek dan kadal hidup cukup nyaman di Malga. Namun mereka tidak terlalu menimbulkan ketidaknyamanan, kecuali, tentu saja, jika jatuh dari langit-langit di wajah ketika sedang dalam mimpi. Tapi kalajengking, laba-laba, tarantula, dan serangga lainnya, tentunya menjadi tantangan yang berbeda. Tempat tidur, pakaian, dan segala sesuatu yang perlu dipakai perlu diguncang-guncang sebelum digunakan. Bahkan setengah jam setelah melepas celana atau jaket, kalajengking yang sudah bosan dengan sinar matahari dan akan menganggap gerakan manusia sebagai sebuah “sikap agresi”. Setiap hari, 20 – 30 tentara terkena gigitan kalajengking yang tersebar di wilayah tersebut. Di shelter, mereka lalu memasang kaleng minyak tanah di kaki tempat tidur. Sementara itu, di area saluran air ada juga ancaman lain. Tempat ini adalah sarang lalat dan nyamuk merah yang besar. Dan di tempat reservoir terdapat banyak parasit. Tempat pemandian yang biasanya digunakan dua orang di tempat tersebut bisa mengakibatkan mereka dipulangkan dalam keadaan sakit. Tidak perlu ditanya juga mengenai bahaya penyakit disentri dan yang lainnya. Semua orang memahami bahwa tubuh orang Soviet tidak beradaptasi dengan baik terhadap penyakit-penyakit lokal. Menurut ingatan mereka yang pernah dilibatkan dalam operasi tersebut, mereka menggantungkan diri pada metode prajurit lama – yakni mengkonsumsi dan menggunakan alkohol. Para prajurit Soviet juga sangat menderita akibat fluktuasi suhu: pada siang hari panasnya bisa 36-40 derajat di tempat teduh dengan kelembaban yang sangat tinggi, dan pada malam hari tidak jarang suhu turun menjadi 12-15 derajat dengan diiringi embun berjatuhan. 

Pasukan Soviet mengenakan seragam militer Mesir di Terusan Suez selama Perang Atrisi. (Sumber: https://www.reddit.com)
Jaringan pertahanan udara Mesir yang dibangun oleh Soviet. (Sumber: https://en.topwar.ru/118850-voyna-na-istoschenie-chast-2-kavkaz-na-sinae.html)

Pada tanggal 12 Februari 1970 selama serangan udara Israel di stasiun radar karena kesalahan penunjukan target, serangan dilakukan terhadap pabrik metalurgi di Abu Zabal, yang dibangun dengan partisipasi spesialis-spesialis Soviet. Akibatnya sekitar 70 pekerja tewas. Menteri Pertahanan Israel Moshe Dayan, mereka telah memberi tahu pihak berwenang Mesir tentang rencana pengeboman di situs tersebut melalui Palang Merah, dan pemerintah Israel setelah kejadian ini kemudian melarang serangan terhadap sasaran dalam jarak 20 km dari pusat kota Kairo. Selama bulan Februari dan Maret, staf teknik serta pesawat dari Resimen Penerbangan Tempur ke-135 kemudian mulai berdatangan di pangkalan udara Kairo Barat. Para teknisi terlibat dalam perakitan dan pengujian pesawat-pesawat MiG, yang secara terurai, dikirim langsung dari pabrik pesawat Gorky dengan pesawat angkut An-12. Resimen Penerbangan Tempur ke-135, kemudian ditugaskan untuk melindungi Kairo dari arah tenggara, bersama dengan fasilitas industri Mesir bagian tengah dan Bendungan Aswan dari arah timur laut di jalur antara lembah Sokhna dan Zaafaran. Cakupan area tempurnya terbatas di Teluk Suez di Laut Merah. Skuadron resimen 1-I dan 2-I berpangkalan di pangkalan udara Beni-Suef, dan skuadron 3-I di Kom-Aushim. Sebanyak dua puluh satu unit rudal antipesawat Soviet dengan senjata paling mutakhir dikerahkan di wilayah Kairo, Alexandria, Aswan, di zona Terusan Suez dan tempat lainnya. Pasukan Soviet kemudian menjadi kekuatan utama dalam memukul mundur serangan-serangan udara Israel di wilayah Mesir. 

SALAH TEMBAK

Kisah-kisah divisi khusus ini tentunya tidak akan lengkap tanpa menyinggung kiprah tempurnya. Karena begitu kompetennya pilot-pilot Israel, maka diperlukan persiapan yang matang. Permulaan pekerjaan pertahanan udara yang dilakukan personel Soviet kemudian dimulai dengan cukup dramatis, dan ini sama sekali tidak berhubungan dengan Israel! Faktanya adalah bahwa radar Mesir dilengkapi dengan sistem pengenalan “Silicon-1” buatan Soviet. Pada tanggal 26 Desember 1969 di Ras Gharib, pasukan komando Israel berhasil merebut radar P-12PM Mesir dengan menggunakan helikopter. Dari radar yang dirampas akhirnya teknologi sistem Silicon-1 bisa berada di tangan Amerika dan sekutu-sekutunya,  begitu juga orang-orang Israel. Meski demilkian orang-orang Arab terus menggunakan perangkat “Silicon-1“, saat sistem pertahanan udara Soviet, mulai beralih menggunakan sistem pengenalan baru “Silicon-2“. Pada tanggal 14 Maret 1970, setelah 30 menit memulai tugas tempurnya, batalion N.M. Kutintsev, yang berpangkalan di barat Kairo menerima sinyal terdeteksinya target yang terbang rendah menuju ke lapangan terbang. Kepala Staf ZRBr-86 Rzheussky kemudian meminta informasi mengenai keberadaan pesawat-pesawat Mesir di udara. Orang-orang Mesir lalu menjawab bahwa tidak ada pesawat mereka yang berada di udara.

Padar P-12. Lewat serbuan Komando, Israel merebut sebuah situs radar P-12 dalam Perang Atrisi. https://www.researchgate.net/figure/The-P-12-radar-system-where-the-fi-rst-pulse-compression-was-implemented_fig30_316999387)
Su-7 Mesir. Sebuah Su-7 Mesir sempat menjadi korban salah tembak unit pertahanan udara yang diawaki orang-orang Soviet. (Sumber: https://www.indiedb.com/members/adhams/images/egyptian-su-7)

Setelah itu, atas komando Rzheussky, unit tersebut menembakkan dua rudal yang tepat mengenai sasaran di ketinggian 200 meter. Pesawat itu ditembak jatuh dan pilotnya tewas. Ternyata, pesawat  itu adalah pesawat pengintai Mesir Ilyushin Il-28BM buatan Rusia! Pesawat malang ini baru saja kembali dari misi di Laut Mediterania. Tentu saja, para perwira Soviet dinyatakan bersalah dan Letnan Kolonel Rzheussky menerima peringatan dari Menteri Pertahanan. Kasus ini bukan satu-satunya. Pada tanggal 18 Maret unit pertahanan udara yang diawaki kru Soviet menembak dua pesawat Mesir. Dalam kasus pertama penembak rudal antipesawat portabel (MANPADS) Strela-2 dari batalion rudal S-125 di Alexandria menembak pesawat sipil An-24 pada ketinggian sekitar 1000 meter dari atas permukaan laut. Rudal itu mengenai mesin sebelah kanan, sehingga terbakar. Para kru terus menerbangkan pesawat mereka dengan satu mesin dan berhasil mendarat dengan selamat. Penembak itu melakukannya dengan melaksanakan perintah yang diberikan kepada Brigadenya sehari sebelumnya. “Pesawat yang terbang di bawah ketinggian 6 km dan mendekat dalam jarak 25 km harus dianggap sebagai pesawat musuh dan dihancurkan.” Di unit lain, pesawat pembom tempur Su-7B UAR ditembak. Pilot itu telah melanggar semua perintah dan memasuki wilayah tanggung jawab unit pertahanan udara. Penembak Soviet lalu meluncurkan rudal dan mengenai sasaran. Beruntung, pilot Mesir ini berhasil mendaratkan pesawatnya, seperti halnya pilot An-24 dengan mesin pesawat rusak. Meski mengalami pengalaman tidak menyenangkan, namun pilot-pilot Arab “mulai menghormati” kinerja pertahanan udara Rusia.

TIRAI PERTAHANAN MESIR

Setelah membahas mengenai beberapa episode sial, kini akan dibahas aksi tempur unit pertahanan udara Soviet yang akan membuat pilot Israel segan. Pada malam tanggal 29 Juni, sistem radar antipesawat P-12 dan beberapa rudal S-75 baru dikerahkan ke Terusan Suez. Ketika pesawat-pesawat “Phantom” Israel muncul di pagi hari, dua di antaranya langsung ditembak jatuh. Saat itu komandan unit rudal S-125 Kapten Malyauki menemukan pasangan pesawat F-4E yang menyerang. Komandan kemudian memberikan perintah penembakan ketika jarak sasaran masih sekitar 17 km. Wingman F-4E terkena rudal pertama pada jarak 11,5 km. Pilotnya melompat keluar dan ditangkap. Jadi untuk pertama kalinya sebuah F-4E “Phantom” Israel ditembak jatuh oleh sistem rudal antipesawat. Tepat pada saat itu, Presiden Mesir Nasser sedang berada di Moskow dalam kunjungan rutin. Selama negosiasi, pihak Mesir secara blak-blakan menyatakan  ketidakpercayaannya terhadap kemampuan tempur unit pertahanan udara Soviet, sembari mencatat bahwa hampir tiga bulan telah berlalu sejak kedatangan penembak antipesawat dan tidak ada satu pun pesawat Israel yang berhasil ditembak jatuh. Brezhnev, yang segera diberitahu tentang jatuhnya pesawat Phantom Israel, “dengan perasaan sangat puas,” lalu memberi tahu Nasser kesuksesan unit pertahanan udara Soviet. Menghadapi kemunduran ini, Komando militer Israel lalu mulai mencari cara untuk melawan rudal-rudal baru Mesir. Setelah insiden sebelumnya, pertarungan terberat terjadi pada tanggal 18 Juli 1970. Berbeda dengan serangan “gegabah” sebelumnya, Israel lebih berhati-hati kali ini. Hanya pilot paling berpengalaman dan bereputasi baik yang dipilih untuk berpartisipasi di dalamnya. Pilot-pilot berpengalaman dalam Angkatan Udara Israel yang dikerahkan, diantaranya: Mayor Shmuel Hetz (komandan skuadron udara ke-201) dan Letnan Kolonel Avihu Ben-Nun (komandan skuadron udara ke-69). Dalam penyerangannya, musuh menggunakan pesawat-pesawat yang dilengkapi perangkat pengganggu radar deteksi dini pertahanan udara. Pada prinsipnya, serangan terberat terjadi pada unit rudal S-75M Mesir, yang untuk pertama kalinya bertemu dalam pertempuran nyata menghadapi dengan 24 pesawat musuh. Pada pukul tiga sore, sekelompok 14 pesawat menyerang posisi rudal pertahan udara yang diawaki kru Soviet. Pesawat-pesawat “Phantom” Israel menyerang dalam dua kelompok. Kelompok penyerang yang terdiri dari tiga pasang berada di ketinggian rendah dari posisi pertahan udara Soviet. Namun, kedua pesawat dari unit Hetz melanjutkan serangan terhadap unit pertahanan udara Tolokonnikova. Unit tersebut kemudian terpaksa mentransfer sistem kerja pelacakan dan kontrol pada frekuensi operasi ke-2, karena frekuensi yang satunya macet akibat gangguan dari pesawat-pesawat Israel. Tolokonnikov lalu meluncurkan dua rudal. Pesawat-pesawat Israel, meskipun telah melakukan manuver anti-rudal, berhasil ditembak jatuh. Pilot pesawat pertama berhasil melompat dengan parasut, namun Hetz sendiri tewas saat mencoba terbang kembali ke pangkalannya.

Prajurit di sekitar baterai rudal S-125. (Sumber: https://en.topwar.ru/104935-operaciya-kavkaz-sovetskie-raketchiki-v-egipte.html)
Nasser dan Brezhnev. Brezhnev, yang segera diberitahu tentang jatuhnya pesawat Phantom Israel, “dengan perasaan sangat puas,” lalu memberi tahu Nasser kesuksesan unit pertahanan udara Soviet. (Sumber: https://en.topwar.ru/118850-voyna-na-istoschenie-chast-2-kavkaz-na-sinae.html)

Posisi dimana pesawat Hetz ditembak jatuh, terlihat oleh Ben-Nun. Dia memutuskan untuk melakukan pembalasan. Namun, penembak unit antipesawat berhasil mendeteksi serangan tersebut dan melancarkan peluncuran dua rudal dalam tempo 3 detik. Pesawat Ben-Nun berusaha melakukan manuver anti-rudal, namun sebuah roket meledak di samping pesawat komandan skuadron ke-69 ini. Pesawat ini berhasil mencapai pangkalan, tetapi begitu rusak, sehingga tidak dapat diperbaiki. Tapi, seperti disebutkan di atas, pilot-pilot Israel selalu ingin melunasi semua “utang-utangnya”. Anak buah Ben-Nun, Kapten Aviam Sela, memutuskan untuk menyerang posisi unit Tolokonnikov di ketinggian yang sangat rendah. Oleh karena itu, pada jam 4 sore dimulailah serangan kedua oleh kelompok yang terdiri dari 10 pesawat. Namun, meski pesawat-pesawat Israel ini berhasil dilacak, tetapi tidak ada cukup waktu untuk menjalankan siklus penguncian target dan melakukan penembakan. Bom yang dilepaskan pesawat Israel jatuh tepat pada sasarannya. Mengacu pada temuan penyelidikan, kemungkinan pecahan bom yang meledak menghantam mesin roket. Dari sini muncul api yang membakar bahan bakar padat dari roket. Selanjutnya, dari sudut pandang unit lain, mereka melihat adanya kepulan asap hitam dan mendengar adanya ledakan. Dengan ciri khas awan berwarna putih, roket hulu ledak rudal meledak. Ledakan ini menyebabkan seluruh kru peluncuran tewas, pengemudi kendaraan peluncur, dan seorang tentara dari unit berbeda, yang berupaya membantu rekan-rekannya. Berikut adalah nama-nama dari para korban: 

  • Letnan Sumin Sergey Petrovich, teknisi senior, kepala unit radar;
  • Prajurit Mamedov Alshat Heydan-ogly, personel senior bagian perhitungan awal;
  • Prajurit Didenko Evgeny Fedorovich, pengemudi;
  • Prajurit Dobizh Nikolay Vladimirovich, personel perhitungan awal;
  • Kopral Zabuga Alexander Anatolyevich, operator baterai senior;
  • Prajurit Naku Ivan Ivanovich, personel perhitungan awal;
  • Prajurit Dovganyuk Nikolay Andreevich, personel senior perhitungan awal;
  • Prajurit Dovganyuk Ivan Andreevich, personel senior perhitungan awal. 
McDonnell Douglas F-4 Phantom Israel menghindari rudal anti-pesawat Mesir. (Sumber: https://id.pinterest.com/pin/322077810838111136/)
Pecahan pesawat tempur Israel korban pertahan udara Mesir. (Sumber: https://en.topwar.ru/104935-operaciya-kavkaz-sovetskie-raketchiki-v-egipte.html)
Mordechai Hod. Komandan Angkatan Udara Mordechai Hod kemudian mengenang bahwa “untuk pertama kalinya orang-orang Rusia dapat melindungi langit Mesir.” (Sumber: https://en.topwar.ru/118850-voyna-na-istoschenie-chast-2-kavkaz-na-sinae.html)

Meskipun menderita korban pertama mereka, kiprah unit pertahanan udara Soviet di Mesir terus berlanjut. Setelah peristiwa ini, unit-unit pertahanan udara Soviet mulai menggunakan taktik yang berbeda: sekarang sub-unit pasukan rudal, setelah setiap melepaskan tembakan, harus segera mengubah posisinya. Militer Israel, pada gilirannya, mulai mengembangkan rencana untuk melintasi Terusan Suez secara tiba-tiba dan menghancurkan posisi pertahanan udara Mesir. Komandan Angkatan Udara Mordechai Hod kemudian mengenang bahwa “untuk pertama kalinya orang-orang Rusia dapat melindungi langit Mesir.” Unit-unit pertahaan udara Soviet melakukan dinas aktif dari tanggal 30 Juni hingga tanggal 3 Agustus 1970. Selama pengoperasiannya tersebut, 8 pesawat berhasil dihancurkan, dengan 3 pesawat berhasil ditembak jatuh (jumlah yang diakui oleh Israel). Total kerugian unit ini adalah 12 orang. Dari jumlah tersebut, 8 orang tewas dalam pertempuran yang sudah dijelaskan di atas, 3 orang meninggal karena kecelakaan dan 1 orang karena penyakit. 166 prajurit unit ini kemudian dianugerahi penghargaan dan medali. Dua, komandan unit pimpinan Nikolai Mikhailovich Kutintsev (dengan catatan tidak ada satu pun personel yang hilang dalam unitnya) dan Popov Konstantin Ilyich (dalam pertempuran 3 Agustus 1970 tahun unitnya menembak jatuh 2 pesawat musuh dan melumpuhkan satu pesawat), dianugerahi gelar Pahlawan Uni Soviet.

AKHIR OPERASI

Setelah 3 tahun lebih berkonfrontasi, Nasser tidak dapat melanjutkan konflik bersenjatanya dengan Israel tanpa bantuan penuh dari luar sehingga terpaksa menyetujui gencatan senjata yang diusulkan oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat, yang mulai berlaku pada tengah malam tanggal 7 ke tanggal 8 Agustus 1970. Gencatan senjata tersebut berlangsung (tidak termasuk beberapa eksesnya) sampai bulan Oktober 1973. Dalam kesepakatannya, pihak-pihak yang bertikai berjanji untuk tidak memperkuat militer mereka pada jarak 50 km di kedua sisi Terusan Suez. Sementara itu dari akhir Perang Enam Hari pada bulan Juni 1967 hingga tanggal 8 Agustus 1970, kerugian Israel akibat pertempuran di semua lini dan serangan teroris menurut sejarawan militer Ze’ev Schiff, adalah sekitar 921 warga Israel, dimana 694 di antaranya adalah tentara dan sisanya warga sipil, terbunuh. Chaim Herzog mencatat angka yang sedikit lebih rendah yaitu 600 orang terbunuh dan sekitar 2.000 orang terluka, sementara Netanel Lorch menyatakan bahwa 1.424 tentara tewas dalam pertempuran antara periode 15 Juni 1967 dan 8 Agustus 1970. Avi Kober memperkirakan total kekuatan militer Israel. dan warga sipil yang tewas sebanyak 726 orang, 367 di antaranya adalah tentara yang tewas di front Mesir antara bulan Juni 1967 dan Agustus 1970. Data pasti mengenai kerugian Mesir dan Soviet tidak diketahui. Hanya setelah runtuhnya Uni Soviet dan dimulainya perjuangan para veteran perang Soviet untuk mendapatkan pengakuan dan hak-hak sosial, beberapa nama korban tewas diketahui, meski data resmi yang dapat diandalkan belum dipublikasikan. Jumlah korban luka juga tidak diketahui. Kerugian pihak Soviet dalam bidang peralatan militer hanya didasarkan pada sebagian data dari pihak Israel, tetapi dengan berkembangnya Internet, muncul publikasi kenangan para veteran yang menjelaskan tentang jumlah kerugian yang diderita Soviet. Menurut data ini, berkaitan dengan periode 1967-1974, ketika “memukul mundur serangan udara musuh, dalam pertempuran udara, akibat kecelakaan pesawat dan kecelakaan saat bertugas, lebih dari empat puluh prajurit Soviet tewas.” Pada bulan Agustus 1970, surat kabar Perancis Le Figaro melaporkan bahwa 100 personel militer Soviet telah terbunuh di Mesir selama setahun terakhir, sementara lima pesawat tempur MiG-21 Soviet ditembak jatuh dalam pertempuran udara selama Operasi Rimon 20. Menurut data resmi Mesir, Mesir kehilangan 2.882 tentara dan warga sipil tewas dalam periode tersebut, dan 6.285 luka-luka. Menurut perkiraan Barat, Mesir kehilangan hingga 10.000 orang. Tak lama kemudian, pada tanggal 28 September, Gamal Abdel Nasser Hussein meninggal karena serangan jantung. Di Kairo, ia digantikan oleh Mohammed Anwar es-Sadat.

Mohammed Anwar es-Sadat, pengganti Nasser. Sadat kemudian akan membawa Mesir berperang dengan Israel untuk keempat kalinya, sebelum berdamai dengan musuh bebuyutannya itu. (Sumber: https://en.topwar.ru/118850-voyna-na-istoschenie-chast-2-kavkaz-na-sinae.html)

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Operation “Caucasus”. Soviet rocket men in Egypt; December 6 2016

https://en.topwar.ru/104935-operaciya-kavkaz-sovetskie-raketchiki-v-egipte.html

War of attrition. Part of 2. “Caucasus” in Sinai by Alexander Privalov, 28 June 2017

https://en.topwar.ru/118850-voyna-na-istoschenie-chast-2-kavkaz-na-sinae.html

https://en.m.wikipedia.org/wiki/War_of_Attrition

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Six-Day_War

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *