Perang Timur Tengah

Duel Tank Massal Israel-Mesir di Sinai, 9-17 Oktober 1973

Pada sore hari tanggal 9 Oktober 1973, Kolonel Amnon Reshef, komandan Brigade Lapis Baja ke-14 Pasukan Pertahanan Israel (IDF), melakukan penyelidikan di sepanjang tepi air Great Bitter Lake, bagian lebar dari Terusan Suez. Untuk sementara melekat pada Divisi Lapis Baja Cadangan ke-143 pimpinan Mayor Jenderal Ariel Sharon, bersama dengan unit pengintaian divisi itu, patroli terdepan Reshef telah mencapai apa yang disebut Chinese Farm yang terletak tepat di utara Great Bitter Lake, di sisi timur Terusan Suez dan lima mil (8,046 km) di timur kota Deversoir, yang terletak di tepi barat kanal. Chinese Farm adalah area pertanian percobaan yang digunakan oleh instruktur Jepang sebelum Perang Enam Hari yang terjadi pada tahun 1967. Melihat prasasti Jepang di dinding, pasukan Israel, yang tidak terlalu ahli dalam alfabet Asia Timur, menamai tempat tersebut Chinese Farm. Pada pagi hari tanggal 10 Oktober, pasukan terdepan Reshef diperintahkan oleh komando tinggi Israel untuk mundur dari wilayah terdekat Chinese Farm. Alasannya adalah bahwa — dengan tanpa sepengetahuan orang Mesir — IDF telah diberitahu data intelijen dari pesawat mata-mata AS tentang celah diantara Tentara Kedua Mesir pimpinan Mayjen Mohamed Sa’ad Ma’amon dan Tentara Ketiga pimpinan Mayor Jenderal Mohamed Abd El Al Mona’ am Wasel. Angkatan Darat Kedua terdiri dari Divisi Infanteri ke-2, ke-16, dan ke-18 serta Divisi Lapis Baja ke-21 dan Divisi Mekanis ke-23, dan Angkatan Darat Ketiga terdiri dari Divisi Lapis Baja ke-4, Divisi Mekanis ke-6, Divisi Infanteri ke-7, dan Divisi Infanteri ke-19. Kedua pasukan ini telah menyeberangi Terusan Suez pada tanggal 6 Oktober 1973, pada masa awal perang. Sejak dimulainya konflik, orang-orang Israel telah memperdebatkan kebijaksanaan untuk menyeberangi Terusan Suez sebagai bagian dari serangan balasan mereka untuk “melemparkan” musuh kembali ke jalur air itu. Penyelidikan Reshef tentang batas tipis yang dipertahankan antara dua pasukan Mesir akan menjadi kunci keputusan akhir untuk mencoba melewatinya dan dengan demikian mengubah apa yang sampai saat itu sebuah kemungkinan kekalahan militer Israel menjadi keselamatan dan kemenangan nasional. Dipermalukan oleh kemenangan menakjubkan dan cepat yang dicapai oleh Israel atas tetangga Arabnya (yaitu, Mesir, Suriah, dan Yordania) selama Perang Enam Hari pada Juni 1967, Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak pada tanggal 6 Oktober 1973, terhadap Israel di Yom Kippur, salah satu hari paling suci dalam kalender Yahudi. Tujuan Operasi Badr adalah merebut kembali wilayah yang hilang dalam Perang Enam Hari. Mesir berusaha merebut kembali Semenanjung Sinai, dan Suriah berusaha merebut kembali Dataran Tinggi Golan. Presiden Mesir Anwar Sadat berencana mengirim Tentara Kedua dan Ketiganya ke Sinai. Kedua pasukan tersebut terdiri dari lima divisi infanteri (masing-masing didukung oleh brigade lapis baja), tiga divisi mekanis, dan dua divisi lapis baja. Secara keseluruhan, Mesir telah mengerahkan 200.000 orang, 1.600 tank, 2.000 senjata artileri, 100 baterai SAM, dan 300 pesawat untuk penyerangan di Terusan Suez.

Kolonel Amnon Reshef, komandan Brigade Lapis Baja ke-14 Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Brigade pimpinan Reshef memainkan peran kunci dalam pertempuran penyeberangan yang dikenal sebagai Operasi Stouthearted Men dan penerobosan garis pertahanan Mesir dalam pertempuran sengit di “Chinese Farm“. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)

TAKTIK MESIR

Serangan itu dimulai pada pukul 2 siang, tanggal 6 Oktober, di bawah perlindungan rudal antipesawat (SAM) SA-2, SA-3, dan SA-6 Rusia. Dalam beberapa jam, pasukan Sadat telah mengamankan pijakan lebih dari 55 mil (88,5 km) dari jalur air sepanjang 110 mil (177 km). Menghadapi para penyerang pada hari pertama Perang Yom Kippur tahun 1973 adalah 436 orang dari Brigade Infanteri Cadangan Yerusalem. Para personel Brigade Yerusalem terdiri dari para prajurit cadangan warga Yerusalem. Karena Yerusalem selama ini menyerap banyak imigran baru, banyak personel unit ini tidak berpengalaman atau tidak memiliki pengalaman tempur sama sekali. Para prajurit yang tidak berpengalaman ini menjaga serangkaian benteng yang terpisah sejauh tujuh hingga delapan mil (11-12 km) yang disebut sebagai Garis Bar-Lev. Garis Bar-Lev menampilkan 30 titik pertahanan di tepi timur Terusan Suez, masing-masing dibatasi oleh gundukan pasir setinggi beberapa yard yang dilengkapi dengan senjata ringan, senapan mesin, dan mortir. Saat pecahnya perang, 16 dari posisi pertahanan ini sudah ditempati sepenuhnya, dua sebagian ditempati, sementara sisanya ditutup atau hanya dipertahankan oleh tim observasi kecil. Bertindak sebagai pendukung di Garis Bar-Lev adalah sebuah brigade infantri kecil yang menguasai daerah rawa utara Zona Kanal, dan Divisi Lapis Baja ke-252 pimpinan Mayjen Avraham Mandler, yang terdiri dari tiga brigade lapis baja, dengan Kolonel Amnon Reshef, Kolonel Dan Shomron (beberapa tahun kemudian, Shomron akan dikenal sebagai komandan unit komando yang sukses menyelamatkan sandera Israel di Entebbe, Uganda), dan Kolonel Gavriel Amir, yang masing-masing memimpin brigade ke-14, ke-401, dan ke-460. Tetapi sebagian besar formasi terakhir, yang berjumlah 13.000 tentara, 280 tank, dan 80 meriam, ditahan sebagai cadangan langsung di Sinai timur, siap untuk diaktifkan di Garis Bar-Lev. Itu dimaksudkan hanya sebagai kekuatan penahan sampai sisa tentara Israel dapat dimobilisasi dan dikirim ke selatan, yang diperkirakan akan memakan waktu 48 hingga 72 jam.

Perbentengan di Garis Bar Lev. (Sumber: https://academickids.com/)
Avraham Albert Mandler, komandan Divisi Lapis Baja ke-252, yang menjagai Garis Bar Lev. (Sumber: https://commons.wikimedia.org/)

Sementara itu orang-orang Suriah melancarkan serangan serentak terhadap Dataran Tinggi Golan di perbatasan utara Israel. Setelah Perang Enam Hari, analis militer Israel menghubungkan keberhasilan tentara mereka dalam konflik itu hanya dengan dua elemen angkatan bersenjata mereka, yakni: angkatan udara dan korps tank. Akibatnya, cabang-cabang IDF itu masing-masing menerima 50 persen dan 30 persen dari anggaran pertahanan besar-besaran yang dialokasikan setiap tahun setelah perang itu. Ini menyisakan hanya sedikit dana untuk korps infanteri, artileri, dan perbekalan. Angkatan Udara Israel (IAF) berkonsentrasi untuk memperoleh pesawat-pesawat tempur dan pembom tempur buatan Amerika yang canggih, serta sejumlah persenjataan dan peralatan radar canggih yang mengesankan. Angkatan Darat membeli tank-tank buatan Inggris dan AS yang baru dan mengupgrade kendaraan tempur lapis baja yang ada dengan peralatan yang ditingkatkan kemampuannya. Hasilnya adalah adanya sikap terlalu percaya diri pada kemampuan kombinasi pesawat dan kendaraan lapis baja untuk mengalahkan semua lawan. Karena pesawat dan tank sangat sukses dalam Perang Enam Hari, militer Israel percaya bahwa adalah bijaksana untuk berinvestasi besar-besaran pada kedua senjata tersebut untuk konflik di masa depan.

Pesawat tempur F-4 Phantom II Angkatan Udara Israel. Setelah Perang Enam Hari, Israel mencurahkan 50 persen dari anggaran pertahanannya untuk memperkuat Angkatan Udaranya. (Sumber: https://edokunscalemodelingpage.blogspot.com/)
Tank M60 Angkatan Darat Israel. Selain Angkatan Udaranya yang dipermodern, Israel mencurahkan 30 persen anggaran militernya untuk memperkuat kekuatan lapis bajanya. (Sumber: https://21stcenturyasianarmsrace.com/)

Pada awal tahun 1970, Angkatan Darat Mesir memutuskan untuk mengabaikan upaya meniru gerakan cepat taktik blitzkrieg Israel. Sebaliknya, Tentara Mesir mengembangkan strategi baru yang menggunakan taktik baru. Pergeseran ke strategi baru didasarkan pada penilaian tajam Menteri Perang Mesir Jenderal Ahmed Ismail tentang kelemahan strategis Israel. “Jalur komunikasinya panjang dan meluas ke beberapa front, sehingga sulit dipertahankan,” kata Ismail. “Sumber tenaga kerjanya tidak memungkinkan untuk menderita korban jiwa dalam jumlah besar. Sumber daya ekonominya mencegahnya melakukan melakukan perang yang panjang. Terlebih lagi, Israel adalah musuh yang menderita akibat kesombongan yang ceroboh. Taktik blitzkrieg Israel dimaksudkan untuk meminimalkan kerugian Negara Yahudi itu dengan melakukan perang cepat dengan jumlah korban yang rendah. Ismail menginginkan orang-orang Mesir untuk mengobarkan perang berkepanjangan yang akan merugikan sumber daya ekonomi dan manusia Israel sambil meminimalkan keuntungannya. Untuk melakukan ini, Mesir perlu membuat strategi medan perang baru yang dirancang untuk melawan blitzkrieg Israel. “(Kami) tidak mau (perang) konvensional,” kata Ismail sesudahnya. Pertama-tama, diakui bahwa pilot-pilot Angkatan Udara Mesir tidak memiliki keterampilan untuk menandingi lawan-lawan Israel mereka dalam pertempuran udara. Selain itu, mereka menerbangkan pesawat-pesawat Soviet yang lebih rendah kemampuannya dibandingkan dengan model Barat yang digunakan oleh Israel. Jadi “tirai” rudal — dalam bentuk baterai dan senjata infanteri massal seperti rudal anti pesawat pencari panas di ketinggian rendah SA-7 Strela yang ditembakkan dari bahu — diciptakan untuk mengimbangi keunggulan Israel di langit.

Menteri Perang Mesir Jenderal Ahmed Ismail. Ismail mampu menilai kelemahan strategis yang dimiliki Israel dengan akurat. (Sumber: https://www.amazon.es/)

Jika IAF tidak dapat melunakkan musuh, IDF harus menggunakan senjata artileri untuk melakukannya. Tetapi Israel tidak memperluas kemampuan artilerinya secara signifikan sejak Perang Enam Hari, dan lagi-lagi hal ini ditemukan kekurangannya selama konflik tahun 1973. Akibatnya, serangan darat Israel didahului oleh persiapan artileri yang tidak memadai. Pada hari pertama perang, IAF kehilangan lebih dari 20 pesawat yang mencoba melumpuhkan jembatan penyeberangan Mesir melintasi Terusan Suez dan lokasi-lokasi baterai SAM. Untuk keseluruhan perang, 95 persen kerugian IAF terjadi akibat sistem pertahanan udara musuh. Payung rudal ini hampir meniadakan kekuatan udara Israel, dan membuat impoten setengah dari formula blitzkrieg mereka. Di darat, taktik Mesir bahkan lebih unik daripada sistem pertahanan udara mereka. Setelah penyeberangan Terusan Suez yang dipersiapkan dengan baik, yang ditiru langsung dari buku teks militer Soviet, baik Rusia maupun Israel dibuat bingung dengan cara orang-orang Mesir kemudian dalam mengerahkan pasukan mereka. Biasanya, pasukan spesialis akan merebut pijakan dengan pasukan infanteri yang cukup untuk memperkuatnya sebelum sejumlah besar tank akan menyeberang untuk menyerang wilayah musuh. Orang-orang Mesir tidak mengikuti taktik standar ini. Alih-alih berkonsentrasi pada beberapa titik yang dipilih dari posisi musuh mereka, mereka “melemparkan” pijakan mereka sepanjang 100 mil (160 km) kanal dari Port Said ke Suez. Tujuan melakukan ini adalah untuk memaksa Israel memecah upaya mereka di sepanjang garis depan. Begitu melewati jalur air itu, pasukan Mesir tidak segera bergerak ke timur tetapi bergerak ke utara dan selatan untuk membentuk pijakan yang panjang dan terus menerus hanya sedalam enam hingga 10 mil (9,6-16 km). Pasukan infanteri bersenjata rudal berbaris ke Gurun Sinai dan akan mengambil posisi bertahan, sementara baterai antipesawat SA-6 dan ZSU-23 dikerahkan di dekat kanal dan lebih jauh ke barat. Selanjutnya, orang-orang Mesir menunggu tanggapan Israel, berupa serangan balik blitzkrieg, yang mereka tahu pasti akan segera datang.

Tentara Israel menutup telinga mereka saat menembakkan peluru dari meriam Horwitzer kaliber 155mm buatan Prancis pada tanggal 17 Oktober 1973. Israel diketahui tidak memperluas kemampuan artilerinya secara signifikan sejak Perang Enam Hari. (Sumber: https://english.alarabiya.net/)
Rudal SAM SA-6 Gainful. Mesir menggunakan rudal SA-6 secara ekstensif selama Perang Yom Kippur untuk menangkal dominasi kekuatan udara Israel. (Sumber: https://edokunscalemodelingpage.blogspot.com/)

Kecerdikan rencana Ismail terletak pada kombinasi dua unsur peperangan yang berbeda yang belum pernah terlihat sebelumnya. Satu langkah besar melintasi kanal secara strategis merupakan langkah ofensif yang paling agresif. Tapi Ismail kemudian mengkonsolidasikan ini dengan taktik defensif. Prajurit infanteri Mesir hanya bercokol dengan rudal mereka. Kombinasi tersebut memainkan kekuatan Angkatan Darat Mesir, yang selalu ulet dalam pertahanan, sementara pada saat yang sama menghindari ketidakmampuannya untuk melakukan perang manuver. Taktik baru Mesir juga memanfaatkan keyakinan Israel bahwa satu-satunya cara yang tepat bagi seorang komandan tank untuk bertindak adalah dengan menyerang ke depan. Untuk menghentikan serangan tank Israel, orang-orang Mesir mengandalkan kombinasi rudal AT-3 Sagger dan granat berpeluncur roket RPG-7. Sagger adalah rudal antitank yang dapat dibawa dan dioperasikan oleh seorang tentara. Operator menggunakan penglihatan optik dan secara manual mengarahkan rudal yang dipandu kabel ke sasarannya. Hulu ledak Sagger seberat 5,7 pon (2,5 kg) bisa menembus lapisan baja setebal delapan inci (203 mm) pada jarak dua mil (3,2 km). Menunggu di bukit-bukit pasir, pasukan infanteri Mesir dapat dengan mudah bersembunyi sampai siap menembaki kendaraan lapis baja Israel yang tidak menaruh curiga terhadap penyergapan. IDF tidak siap untuk pertempuran jenis baru ini, yang bukan merupakan perang manuver yang cepat, melainkan pertempuran metodis yang lambat. Tank utama IDF dalam Perang Yom Kippur adalah M48A3 Amerika (dikenal di Israel sebagai Magach-3) yang dilengkapi dengan meriam L7 kaliber 105mm, meskipun juga memiliki tank M60A1 (Magach-6). Sementara itu tentara Mesir di Sinai dilengkapi dengan tank T-55 Soviet yang bersenjata meriam kaliber 100mm dan tank T-62 dengan meriam kaliber 115mm. Tank-tank Israel di Sinai awalnya membawa peluru penembus lapis baja, yang baik-baik saja melawan tank jika mereka dapat menemukannya tetapi hampir tidak berguna melawan pasukan infanteri. Untuk memerangi pasukan infanteri Mesir, peluru berdaya ledak tinggi sangatlah penting, tetapi ini tidak tersedia sampai hari ketiga perang.

Rudal anti tank AT-3 Sagger, yang digunakan dengan cukup efektif oleh pasukan Mesir untuk menghambat agresifitas pasukan lapis baja Israel. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Tank tempur M48A3 Patton Israel dengan meriam kaliber 105mm. (Sumber: https://id.pinterest.com/)
Tank T-55 yang bersenjata meriam kaliber 100mm. Tank T-55 bersama dengan tank T-62 dengan meriam kaliber 115mm, menjadi tulang punggung kekuatan lapis baja Mesir dalam Perang Yom Kippur. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Apa yang juga dibutuhkan para awak tank Israel untuk melawan tentara pembawa rudal Mesir adalah senjata artileri dan pasukan infanteri. Tetapi komoditas vital itu selalu kekurangan pasokan karena anggaran militer sebelum perang sebagian besar mengabaikan unsur-unsur pasukan darat IDF yang mendukung tank. Lebih buruk lagi, serangan udara awal Mesir melumpuhkan 40 persen senjata artileri Israel di Sinai pada masa awal perang. Terlebih lagi, taktik IDF yang diterapkan setelah tahun 1967 tidak menekankan koordinasi antara pasukan infanteri dan lapis baja karena yang pertama dimaksudkan hanya untuk membersihkan apa yang ditinggalkan oleh yang terakhir. Prinsip ini mendorong Israel untuk meminta dan melatih terlalu sedikit pasukan infanteri sebelum perang, sebuah fakta yang akan sangat menghambat operasi IDF selama pertempuran di bulan Oktober 1973. Kepala Staf Umum Mesir Jenderal Saad el Din Shazli menyebut jenis perang yang akan dikobarkan pasukannya pada tahun 1973 sebagai “Perang Penggilingan Daging”. Seperti yang tersirat dari namanya yang mengerikan, itu dirancang untuk membunuh orang-orang Israel lebih banyak daripada untuk mengakali atau mengalahkan mereka dalam pertempuran atau mendapatkan wilayah. Mempertimbangkan bahwa pada hari kelima 300 dari 900 tank Israel yang dikirim ke front Sinai telah dihancurkan (sekitar 200 oleh rudal Sagger dan RPG-7, beberapa dengan pesawat terbang, dan sisanya oleh senjata artileri), nama tersebut tampaknya paling tepat. Perang Penggilingan Daging berusaha membalikkan keadaan pada jenis pertempuran yang telah dilakukan tank selama lebih dari 30 tahun sebelumnya; yaitu, efek kejut dan gerakan cepat—dasar-dasar taktik blitzkrieg. Tank tidak bisa lagi melindungi dirinya sendiri dan sekarang menjadi korban mantan mangsanya, prajurit infanteri yang dilengkapi senjata antitank. Rudal menghilangkan kemampuan kejut tank mereka, memaksa ketergantungan yang lebih besar pada medan untuk kemampuan bertahan mereka. Dengan demikian nilai daya tembak menggantikan aksi kejut, perlindungan menggantikan gerakan yang mengalir, dan pembantaian menggantikan manuver superior. Fase pertama Perang Yom Kippur, yang berlangsung dari tanggal 6 Oktober hingga 9 Oktober, membuat Mesir meraih sukses besar dalam serangan mereka melintasi Terusan Suez. Pada pagi hari tanggal 7 Oktober, pertempuran penyeberangan kanal telah dimenangkan dengan hanya 208 orang tewas dan 20 tank serta lima pesawat hancur di pihak Mesir. Dalam 22 jam Tentara Mesir telah menyeberangi Terusan Suez dengan 100.000 tentara, 900 tank, dan 12.000 kendaraan. Mereka kemudian membentuk posisi-posisi pertahanan setengah lingkaran dengan lebar beberapa kilometer yang disebari ladang ranjau, posisi tembak tank yang saling mengunci, rudal anti tank, meriam anti tank, senjata-senjata otomatis yang didukung oleh senjata-senjata artileri dan mortir di kedua sisi kanal.

Ilustrasi pasukan Mesir menyeberangi Terusan Suez dengan 100.000 tentara, 900 tank, dan 12.000 kendaraan. Pada pagi hari tanggal 7 Oktober, pertempuran penyeberangan kanal telah dimenangkan dengan hanya 208 orang tewas dan 20 tank serta lima pesawat hancur di pihak Mesir. (Sumber: https://www.youtube.com/)
Pasukan Mesir mendaki tembok pasir Benteng Bar Lev. (Sumber: https://wikimapia.org/)

SERANGAN BALIK

Meskipun orang-orang Mesir mengharapkan tanggapan Israel yang signifikan dalam waktu delapan jam setelah penyeberangan awal, IDF tidak dapat menyerang karena kehilangan keseimbangan dan memiliki sedikit kendaraan lapis baja di zona taktis. Ini karena pasukan cadangannya belum dimobilisasi dan dipindahkan ke area pertempuran. Oleh karena itu, orang-orang Mesir, yang mengira lawan mereka akan memberikan serangan balasannya pada tanggal 8 atau 9 Oktober, memilih bertahan dan menunggu serangan Israel yang tak terhindarkan. Setelah menangkis serangan musuh yang diharapkan, pasukan Mesir akan menjalani masa jeda operasional mulai tanggal 11 Oktober untuk memungkinkan mereka mengkonsolidasikan dan memperluas pijakan dangkal mereka yang panjang sambil menimbulkan kerugian maksimum pada kekuatan IDF. Di sisi lain komando tinggi Israel, yang didominasi oleh veteran Korps Lapis Baja dan pengikut doktrin serangan lapis baja terkonsentrasi, tidak terlalu terganggu oleh kurangnya keberhasilan pasukan tank mereka selama dua hari pertama perang. Menurut pemikirannya, kegagalan untuk mengalahkan tentara Mesir sampai saat itu adalah karena pengerahan sedikit demi sedikit dari tank-tank dalam kekuatan setara peleton dan kompi, yang memungkinkan musuh — terutama pasukan infanteri yang dilengkapi dengan senjata antitank yang terlatih dan dipersenjatai dengan baik— menghajar kendaraan tempur lapis baja Israel. Ini akan menjadi masalah yang sama sekali berbeda, demikian yang para jenderal IDF yakini, ketika mereka mampu membawa brigade-brigade dan bahkan formasi tank berkekuatan divisi.

Serangan Mesir setelah menyeberangi terusan Suez. Militer Israel yakin mampu membalik keadaan jika mereka mampu membawa brigade-brigade dan bahkan formasi tank berkekuatan divisi. (Sumber: https://www.timetoast.com/)
Tank M-60 Magach Israel yang hancur. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Untuk itu, dua divisi lapis baja—Divisi Pasukan Cadangan ke-162 pimpinan Maj. Jenderal Avraham Adan (di sektor Sinai utara), dan pasukan Sharon (di sektor selatan)—akan digunakan untuk melenyapkan pijakan musuh. Rencana tersebut meminta orang-orang Israel untuk bergerak ke selatan di sepanjang tepi timur kanal. Adan akan menyerang dari daerah El Qantara di posisi Tentara Kedua musuh, sementara Sharon tetap menjadi satuan cadangan di dekat Tasa. Jika serangan Adan berjalan sesuai rencana, Sharon akan melancarkan serangan ke selatan dari Great Bitter Lake melawan Tentara Ketiga Mesir. Namun, jika bagian Adan dari operasi tersebut tampaknya gagal, Sharon harus mendukung rekannya ini. Tujuan sebenarnya dari serangan itu dikacaukan oleh beberapa orang di komando tinggi Israel, yang menekankan bahwa itu adalah untuk menghancurkan pijakan musuh di sisi timur kanal, sementara yang lain berharap serangan itu akan menjadi langkah pertama untuk menyeberang ke pantai barat kanal. Dengan dukungan udara yang sedikit (sebagian besar pesawat IAF terbang melawan Suriah di atas Dataran Tinggi Golan) dan sedikit aset artileri yang tersedia baginya, Adan menyerang pada pagi hari tanggal 8 Oktober. Pada siang hari tampak jelas bahwa rencana Israel telah gagal. Pukul 2 siang serangan dihentikan. Pada saat itu, Adan, yang hanya memiliki 100 tank di divisinya pada awal penyerangannya, telah kehilangan lusinan tank akibat dari pasukan infanteri Mesir yang dipersenjatai dengan senjata antitank. Sementara itu, divisi Sharon menghabiskan hari pertama bergerak ke selatan lalu ke utara tanpa memberikan pengaruh apa pun pada pertempuran yang sedang berlangsung.

Maj. Jenderal Avraham Adan, komandan Divisi Pasukan Cadangan ke-162. (Sumber: https://en.wikipedia.org/)
Mayor Jenderal Ariel Sharon, komandan Divisi Lapis Baja Cadangan ke-143. (Sumber: https://blogs.timesofisrael.com/)

Efek utama dari pertempuran hari itu adalah bahwa IDF menyadari bahwa ia harus menghemat kekuatannya dan memberikan waktu bagi pasukan cadangan untuk memasuki medan perang dengan semua senjata pendukungnya. Adan dan Sharon masing-masing kehilangan 50 tank dari tanggal 8 Oktober hingga 9 Oktober. Terlepas dari kesuraman akibat pertempuran pada tanggal 8 Oktober, ada satu elemen positif. Kerugian Mesir dalam pasukan infanteri sangat signifikan, dan rencana mereka untuk memperluas pijakan mereka dan bergerak lebih jauh ke Sinai telah sangat terganggu. Dimulai pada tanggal 9 Oktober, Israel mulai menstabilkan front Sinai. Sejak saat itu, pasukan Mesir tidak pernah lagi bisa merebut wilayah tambahan dari pasukan Israel hingga perang berakhir. Selama waktu itu, pertempuran semakin meningkat intensitasnya, namun Israel mulai mengembangkan metode baru untuk mengurangi ancaman rudal Sagger, dengan menggunakan kombinasi penggunaan tabir asap dan konsentrasi tembakan artileri. Juga untuk menangani ancaman RPG dan Sagger, pasukan pimpinan Jenderal Adan mengerahkan kendaraan-kendaraan lapis baja pengangkut pasukan M-113 yang dipersenjatai dengan senapan mesin mendukung tank-tank dengan menekan posisi-posisi senjata anti tank Mesir. Pada tanggal 10 Oktober, Mesir melancarkan lima serangan terpisah terhadap Adan, sementara Sharon menangkis serangan Divisi Lapis Baja ke-21 Mesir, yang kehilangan 50 tank. Selama beberapa hari berikutnya kebuntuan terjadi di Sinai, tetapi peristiwa di perbatasan utara Israel secara signifikan akan mengubah jalannya perang di garis depan itu. Pada tanggal 10 Oktober IDF telah mendesak orang-orang Suriah dari Dataran Tinggi Golan, dan keputusan telah dibuat oleh pemerintah Israel untuk mengusir orang-orang Suriah dari perang dengan maju ke Damaskus. Menanggapi ancaman ini, Suriah memohon Mesir untuk melancarkan serangan di Sinai untuk mengurangi tekanan di negara mereka. Menanggapi ini pada tanggal 12 Oktober, Presiden Mesir Anwar Sadat, dengan melawan keberatan dari Jenderal Shazli, memerintahkan serangan dari terusan menuju Celah Gidi dan Mitla, yang mengarah dari Sinai ke Israel selatan. Serangan yang diperintahkan oleh Sadat merupakan bencana yang tak tanggung-tanggung bagi Angkatan Darat Mesir.

Presiden Mesir Anwar Sadat berencana untuk melakukan pertempuran defensif di Sinai tetapi akhirnya menyimpang dari rencana tersebut dan mengakibatkan bencana. Pada tanggal 10 Oktober IDF telah mendesak orang-orang Suriah dari Dataran Tinggi Golan, dan keputusan telah dibuat oleh pemerintah Israel untuk mengusir orang-orang Suriah dari perang dengan maju ke Damaskus. Menanggapi ancaman ini, Suriah memohon Mesir untuk melancarkan serangan di Sinai untuk mengurangi tekanan di negara mereka. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Unit-unit Mesir yang bertempur di luar payung sistem antipesawat mereka rentan terhadap kendaraan lapis baja, serangan udara, dan artileri Israel. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Diatur untuk menyerang pada tanggal 14 Oktober menggunakan empat poros gerak maju yang terpisah, pasukan penyerang terdiri dari empat brigade lapis baja dan satu brigade mekanis yang berisi total 500 tank. Mereka menghadapi 700 tank Israel, yang setengahnya berada di garis pertempuran dan setengahnya lagi sebagai cadangan. Awak tank Mesir maju melawan kendaraan lapis baja Israel melintasi medan terbuka dengan sinar matahari di mata mereka. Tank-tank Mesir rentan terhadap serangan udara karena berada di luar jangkauan payung rudal antipesawat mereka. Menunggu mereka adalah kekuatan 800 tank Israel yang didukung oleh pasukan infanteri yang dilengkapi dengan rudal SS.11, serta rudal anti-tank LAW dan TOW buatan Amerika. TOW adalah rudal anti-tank yang diluncurkan dengan tabung, berpenjejak optik, dan dipandu kabel yang baru-baru ini dibeli Israel dari Amerika Serikat. IDF menunggu mereka dalam posisi pertahanan yang dipersiapkan dengan baik di dataran tinggi. Orang-orang Mesir melancarkan serangan mereka pada pagi hari tanggal 14 Oktober, pukul 6:30. Di sektor utara, Divisi infanteri ke-18 Mesir, dengan diperkuat oleh tank-tank T-62 buatan Soviet, menyerang area Kantara dengan target mencapai Rumani. Unit-unit komando diterbangkan dengan helikopter ke titik-titik padang garam di sebelah timur. Di sektor tengah, menghadapi pasukan Sharon, Divisi lapis baja ke-21, yang telah menyeberangi kanal di pagi harinya, dengan sebuah tank dari Divisi mekanis ke-23, bergerak meninggalkan Ismailia. Di sektor selatan Magen, dua brigade tank berupaya bergerak ke timur menuju Gidi dan celah Mitla, dengan masing-masing satu brigade. Di sebelah selatan unit tempur khusus (terdiri dari sebuah brigade dari Divisi infanteri ke-19, sebuah brigade tank dan brigade mekanis dari Divisi mekanis ke-6) bergerak menuju Ras Sadar di sepanjang teluk Suez. Tiga dari enam “tusukan” tentara Mesir dipimpin oleh Jenderal Ma’moun dari Tentara ke-2 dengan markasnya di Ismailia. Tiga serangan lainnya diarahkan oleh Jenderal Wasel dari Tentara ke-3. Kemudian pecahlah pertempuran tank terbesar dalam sejarah sejak pertempuran Kursk dalam Perang Dunia II, dengan sekitar 2.000 tank bertarung di medan perang. Seperti yang diantisipasi oleh banyak perwira Mesir, serangan itu gagal. Menghadapi perlawanan keras Israel, serangan Mesir terhenti setelah menderita kerugian besar, dan pasukan Mesir mundur kembali ke garis pertahanan mereka di Terusan Suez. Saat matahari terbit di sore hari tanggal 14 Oktober, Tentara Mesir mundur sepenuhnya ke kantongnya di kanal setelah kehilangan sekitar 250 tank (50 tank di sektor Adan, 93 tank akibat aksi Brigade Reshef, dan 110 tank dari Divisi ke-21 karena aksi pasukan Sharon), dan sekitar 200 kendaraan lapis baja lainnya. Jumlah kerugian satu hari itu melebihi 240 tank Mesir yang dihancurkan sejak masa awal perang. Selain itu hingga 1.000 orang Mesir terbunuh dan terluka dalam pertempuran. Divisi Lapis Baja Mesir ke-3 benar-benar dimusnahkan dan 120 tawanan Mesir ditangkap dalam pertempuran di Wadi Mab’uk. Sebaliknya, Israel hanya kehilangan 40 tank hari itu, dengan 6 yang benar-benar hancur, sementara sisanya bisa diperbaiki.

Manuver kekuatan lapis baja Israel di Gurun Sinai. Pengiriman cepat unit-unit cadangan Israel mengakibatkan hilangnya 100 tank namun menggagalkan upaya Mesir untuk memperluas pijakan di Sinai. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)
Tank-tank Mesir maju di Sinai dalam Perang Yom Kippur pada tahun 1973. Saat matahari terbit di sore hari tanggal 14 Oktober, Tentara Mesir mundur sepenuhnya ke kantongnya di kanal setelah kehilangan sekitar 250 tank (50 tank di sektor Adan, 93 tank akibat aksi Brigade Reshef, dan 110 tank dari Divisi ke-21 karena aksi pasukan Sharon), dan sekitar 200 kendaraan lapis baja lainnya. Jumlah kerugian satu hari itu melebihi 240 tank Mesir yang dihancurkan sejak masa awal perang. Selain itu hingga 1.000 orang Mesir terbunuh dan terluka dalam pertempuran. (Sumber: https://www.goodfreephotos.com/)

Masalah yang dihadapi pasukan Mesir dalam melakukan serangan balik ini ada pada berbagai level. Para komandan lapangan Mesir gagal dalam melakukan pengintaian, dan dengan tidak adanya data intelijen yang berarti, para Jenderal terpaksa mengandalkan informasi dari pasukannya saat serangan dilakukan. Akibatnya kebingungan menyebar diantara rantai komando Mesir dan kemampuan para Jenderal untuk mengarahkan serangan menghilang. Di lapangan, formasi-formasi Mesir tidak dapat bergerak bersama dan mengkoordinasikan operasi-operasinya. Sementara itu di level taktis, performa tentara Mesir lebih buruk lagi. Pertama-tama komandan unit-unit Mesir dari level kompi sampai brigade gagal melancarkan operasi senjata gabungan terkoordinasi. Dalam sebagian besar pertempuran, pasukan infanteri mekanis maju kedepan bersama tank-tank tetapi tidak pernah turun dari kendaraannya, dan banyak prajurit terbunuh tanpa memberikan kontribusi apapun dalam serangan saat peluru-peluru tank Israel menghancurkan kendaraan-kendaraan lapis baja pengangkut pasukan mereka. Sementara itu tank-tank Mesir tidak berupaya bermanuver di medan pertempuran. Tank-tank T-55 dan T-62 mereka cuma maju kedepan pasukan Israel sembari berharap bisa menaklukkan lawannya dengan daya tembak dan kuantitas yang mereka miliki.

STOUTHEARTED MEN

Bertekad untuk memanfaatkan dipukul mundurnya tentara Mesir, Letnan Jenderal David Elazar, kepala staf IDF, memprakarsai Operation Stouthearted Men, yang tujuannya adalah menyeberangkan pasukan infanteri dan lapis baja Israel ke tepi barat Terusan Suez untuk mengancam jalur suplai pasukan Mesir di tepi timur. Dalam rencana awal penyeberangan terusan Suez, pasukan Mesir memindahkan lebih dari 1.000 tank dari total 1.700 tank tempur utamanya, meninggalkan sekitar 350 tank di sekitar bagian barat kanal, dan 250 lagi sebagai cadangan strategis. Divisi lapis baja ke-21 adalah satuan cadangan dibelakang Tentara ke-2, dan Divisi lapis baja ke-4 adalah cadangan dibelakang Tentara ke-3. Keputusan untuk memindahkan keduanya menyeberangi terusan, disebut oleh Jenderal Shazli sebagai kesalahan besar Mesir dalam perang. Pemindahan ini, kemudian menyebabkan hanya ada satu Brigade Lapis Baja yang tersisa untuk melindungi bagian barat kanal. Kesalahan inilah yang coba dimanfaatkan oleh Israel. Operasi Stouthearted Men, yang dijadwalkan akan dimulai pada tanggal 15 Oktober, mengerahkan tiga divisi lapis baja — divisi Adan, Sharon, dan Mandler, yang terakhir saat itu dipimpin oleh Brigjen. Jenderal Kalman Magen, masing-masing dengan 200, 240, dan 140 tank — untuk menyeberang di dekat Deversoir dan kemudian mengepung Tentara Ketiga Mesir dengan merebut Kota Suez. Untuk penyeberangan, Divisi Lapis Baja ke-143 Sharon akan mengamankan kedua sisi kanal dan dua jalan, Akavish dan Tirtur, yang menuju ke lokasi penyeberangan di tepi timur. Adan kemudian akan membawa Divisi Lapis Baja ke-162 menyeberang dan menghancurkan sistem pertahanan udara Mesir, sehingga memungkinkan dukungan udara jarak dekat Israel untuk ikut “bermain”. Jika semua berjalan sesuai rencana, Divisi Lapis Baja ke-252 Magen akan melewati kanal dan membebaskan Sharon saat Adan bergerak ke selatan untuk merebut Kota Suez. Berdasarkan asumsi bahwa orang-orang Mesir telah kembali ke bentuk lama mereka dan bahwa mereka hanya memiliki 700 tank yang ditempatkan di kedua sisi kanal, Operasi Stouthearted Men membayangkan bisa dilakukannya penyeberangan satu hari dengan hanya 24 jam tambahan untuk mengepung Tentara Ketiga. Ternyata, jadwal 48 jam ini sama sekali tidak realistis karena orang-orang Mesir akan menunjukkan determinasi bertahan yang luar biasa bahkan ketika berhadapan dengan unit-unit Israel di belakang mereka. Divisi Sharon ditugaskan untuk mengamankan rute akses dan tempat penyeberangan serta membuat pijakan di sisi barat kanal ke arah utara dari Great Bitter Lake. Untuk menjalankan misinya, Sharon menugaskan Brigade Lapis Baja Cadangan ke-600 pimpinan Kolonel Tuvia Raviv untuk melancarkan serangan frontal pengalihan di sepanjang Jalan Tasa-Ismaila di pertahanan “Missouri” tepat di utara Jalan Akavish dan Chinese Farm untuk mengepung Divisi Infanteri ke-16 Mesir. Tujuan awal Raviv adalah bukit pasir “Hamutal” dan “Machshir“. Setelah itu, Raviv harus mengayun ke barat daya dan mengambil “Televisa“.

Letnan Jenderal David Elazar, kepala staf IDF, yang memprakarsai Operation Stouthearted Men, yang tujuannya adalah menyeberangkan pasukan infanteri dan lapis baja Israel ke tepi barat Terusan Suez untuk mengancam jalur suplai pasukan Mesir di tepi timur. (Sumber: https://farkash-gallery.com/)

Satu jam setelah Raviv memulai perjalanannya, Brigade Lapis Baja ke-14 yang diperkuat Reshef akan berbaris melalui bukit pasir melewati sisi selatan posisi Mesir yang memblokir Jalan Akavish dan Tirtur hingga mencapai Danau Pahit Besar. Setelah itu mereka berupaya mencapai tiga tujuan. Pertama, untuk mengamankan sektor kanal sepanjang tiga mil (4,8 km) di seberang Deversoir, termasuk “The Yard” (celah tersembunyi di benteng pasir yang memberikan akses ke kanal). Kedua, untuk melindungi penyeberangan dengan merebut Chinese Farm. Ketiga, untuk membersihkan Jalan Tirtur dan Akavish untuk memungkinkan akses oleh kendaraan pembawa jembatan, termasuk jembatan ponton dan jembatan rol besar sepanjang 200 yard (182,88 meter), dan seberat 400 ton. Struktur ponton akan bergerak di sepanjang Jalan Akavish, sedangkan jembatan rol berjalan di sepanjang Jalan Tirtur. Sementara itu, Brigade Pasukan Terjun Payung pimpinan Kolonel Dani Matt ke-247, yang bergabung dengan Sharon dan diperkuat oleh 10 tank, akan mengikuti Reshef dan menyeberangi kanal pada pukul 11 malam pada tanggal 15 Oktober dan mengamankan beberapa area penyeberangan tambahan. Terakhir, Brigade Lapis Baja ke-421 Sharon, yang dipimpin oleh Kolonel Haim Erez, akan mengikuti pasukan terjun payung Matt untuk memperkuat pangkalan mereka dan menghancurkan setiap situs SAM yang ditemui.

Tank-tank Israel dalam perjalanan ke Terusan Suez, Oktober 1973. (Sumber: https://www.haaretz.com/)

Pada pukul 5 sore tanggal 15 Oktober, senjata artileri Israel membuka tembakan di seluruh garis depan pasukan Mesir agar tidak mengungkapkan tujuan sebenarnya dari serangan Israel. Raviv memulai tipuannya menghadapi “Missouri” dan berhasil menembus pertahanan Mesir, menimbulkan banyak korban tetapi kehilangan empat tank dalam prosesnya. Satu jam kemudian, Reshef memerintahkan Letnan Kolonel Yova Brom, yang bertanggung jawab atas batalion pengintaian divisi Sharon, untuk bergerak bersama tiga batalyon tanknya dan pasukan terjun payung Matt. Kembali ke markasnya, Elazar diberi tahu bahwa serangan Israel telah dimulai. Setelah muncul ke Jalan Lexicon lima mil (8 km) di selatan Jalan Tirtur, Reshef hanya berjarak lima mil dari Chinese Farm di mana, tanpa sepengetahuannya, Divisi Infanteri ke-16 Mesir pimpinan Brigjen. Fouad Aziz Ghali dan Divisi Lapis Baja ke-21 pimpinan Brigjen. Ibrahim Oraby, yang mengalami pukulan telak dalam serangan ke Sinai pada tanggal 14 Oktober, telah mengambil posisi. Formasi pertama tinggal memiliki 20 dari 124 tank aslinya, sedangkan yang terakhir hanya bisa menurunkan 40 tank. Komando Reshef sedang menuju Chinese Farm menghadapi musuh yang mengalahkannya dua banding satu dalam hal jumlah tank dan memiliki ratusan pasukan infanteri yang dipersenjatai dengan rudal Sagger dan RPG yang bertempur dari banyak parit irigasi yang tersebar di area tersebut. Setelah melintasi persimpangan Jalan Tirtur dan Lexicon empat mil (6,4 km) di belakang garis depan Mesir, Reshef menembus posisi musuh dan melepaskan tembakan. Dia berharap kemunculan tiba-tiba di belakang mereka akan bisa mengalahkan musuh; jika tidak, itu akan menjadi pertarungan yang berdarah.

Prajurit infanteri Mesir yang dipersenjatai dengan berbagai senjata anti tank menjadi momok bagi pasukan lapis baja Israel. (Sumber: https://www.pinterest.it/)

Sebelum mencapai persimpangan, unit pengintaian Brom bergerak ke barat, mencapai kanal, dan mengambil posisi sepanjang jalur air sepanjang dua mil (3,2 km) tanpa menghadapi perlawanan apa pun. Sementara itu, Batalyon Lapis Baja ke-40 pimpinan Letnan Kolonel Amram Mitzna, bersama dengan pos komando keliling Reshef, melewati persimpangan Tirtur-Lexicon tanpa menarik tembakan musuh. Hal yang sama tidak terjadi pada Batalyon Tank ke-18 pimpinan Kolonel Avraham Almog, yang kehilangan 11 tank di persimpangan jalan karena peluru tank, RPG, dan ranjau musuh. Seburuk apa pun kerugian Almog, mereka lebih beruntung jika dibandingkan dengan unit yang mengikutinya; yakni Batalyon Lapis Baja ke-7 pimpinan Mayor Shaya Beitel kehilangan hampir semua kendaraan lapis bajanya saat mendekati persimpangan. Meski kekuatannya berkurang setengahnya, brigade Reshef yang tersisa menyerang bagian belakang musuh, yang ternyata merupakan wilayah administrasi dan logistik Divisi Infanteri Mesir ke-16. Segera awak tank Mitzna menembaki target berlimpah yang mereka temukan di segala arah dengan meriam dan senapan mesin mereka, sementara komandan tanknya menyerang pasukan musuh dengan Uzi dan granat tangan. Stok amunisi musuh dan kendaraan berkulit tipis ditembaki oleh tank Israel selama pertemuan malam hari yang liar. Pulih dari keterkejutan awal mereka, awak tank dan pasukan infanteri Mesir segera menghadapi para penyusup dalam kegelapan. Saat pasukan Israel bergerak di luar perkemahan Mesir, tank-tank Mesir dari Divisi Tank ke-21 di dekatnya melakukan serangan balik. Meski upaya ini akhirnya berhasil dipukul mundur, tank yang ditumpangi Mitzna hancur dan sang kolonel terluka.

Operasi Gazelle (juga dikenal sebagai Operasi Stouthearted Men) bertujuan untuk mengirimkan pasukan Israel ke tepi barat Terusan Suez untuk mengancam jalur pasokan pasukan Mesir di tepi timur. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Saat Mitzna terbaring terluka, Almog memimpin empat tanknya ke timur menuju jantung Chinese Farm, menghujani parit-parit irigasi yang penuh dengan tentara Mesir dengan tembakan senapan mesin, melemparkan granat tangan, dan membakar amunisi dan stasiun radar, sambil menebas banyak prajurit infanteri musuh yang dipersenjatai dengan RPG. Segera Almog, yang diperkuat dengan enam tank lagi, menangkis serangan kendaraan lapis baja Mesir yang datang dari utara dan timur dengan tembakan dari jarak kurang dari 400 yard (365 meter). Reshef, yang komandonya tersebar beberapa mil dan melaporkan menderita banyak korban, berhenti di Jalan Lexicon di antara pasukan Almog. Dia memerintahkan pasukan infanteri pendukungnya turun dari kendaraan-kendaraan halftrack mereka untuk membantu mengambil yang terluka. Dia kemudian menghubungi Brom untuk mengirim kembali sebuah kompi untuk memperkuat apa yang tersisa dari batalion Mitzna. Bahkan ketika pemimpin brigade mengarahkan pertempurannya melalui radio, dia harus melawan pasukan infanteri musuh yang menyerang, yang muncul dari kegelapan. Dengan menggunakan tank dan pistol mitraliur Uzi mereka, dia dan awak tanknya bertahan. Pertanyaannya adalah berapa lama kedua batalionnya, yang mempertahankan pangkalan tembak terpisah jauh di dalam pijakan Angkatan Darat Kedua Mesir, bisa bertahan dari serangan lapis baja dan pasukan infanteri musuh yang berulang tetapi tidak terkoordinasi. Di antara pertempuran tentara-tentara Mesir dengan beberapa melarikan diri dalam cahaya kendaraan yang terbakar, empat tank Mesir keluar dari malam hari langsung menuju tank Reshef. Memerintahkan penembaknya untuk menembak secepat mungkin, keempat kendaraan musuh dihancurkan. Reshef kemudian mengetahui dari pesan radio dari Sharon bahwa tank musuh yang baru saja menyerangnya adalah bagian dari Brigade Lapis Baja ke-14 Mesir, Divisi Lapis Baja ke-21, dan bahwa komandan lamanya baru saja terbunuh. Sharon juga memberi tahu bawahannya bahwa usahanya membuahkan hasil karena lalu lintas radio yang dicegat menunjukkan bahwa mereka mengira serangan Reshef adalah bagian dari rencana untuk menggulung posisi sayap Divisi Infanteri ke-16 ke utara dan bukan awal dari penyeberangan Israel di kanal.

Ilustrasi barisan tank Centurion Israel maju di Gurun Sinai, selama Perang Yom Kippur. Kebiasaan para komandan tank Israel untuk memimpin dari atas turret tank menyebabkan tingginya korban diantara perwira unit-unit lapis baja Israel. (Sumber: https://id.pinterest.com/)

Menjelang malam tanggal 15 Oktober, pihak Israel semakin khawatir dengan situasi di Jalan Tirtur. Dipertahankan oleh brigade infanteri musuh yang dipersenjatai dengan persenjataan antitank, kemacetan di sepanjang jalan menghalangi rute jembatan rol yang harus dilalui untuk menuju ke kanal. Untuk membantu membuka jalan, Reshef memerintahkan Brom untuk membersihkan penghalang tersebut. Pemimpin pengintai muda itu memimpin dua kompinya dalam serangan pukul 3 pagi pada 16 Oktober. Pasukan Israel melumpuhkan tiga tank musuh, tetapi upaya itu terhenti tiba-tiba setelah Brom, yang menemukan celah antara Angkatan Darat Kedua Mesir dan Angkatan Darat Ketiga enam hari sebelumnya, terbunuh di dalam tanknya oleh tembakan RPG, 30 yard (27 meter) dari persimpangan Jalan Tirtur-Lexicon. Bertekad untuk mengambil Jalan Tirtur dan persimpangan, Reshef melemparkan ke dalam pertempuran unit cadangan pasukan terjun payung yang melekat pada komandonya yang dipimpin oleh Mayor Natan Shunari. Bersama dengan dua tank di bawah pimpinan Kapten Gideon Giladi, pasukan terjun payung yang mengendarai half-track melintasi persimpangan Tirtur-Lexicon tetapi langsung terkena tembakan senjata ringan dan RPG, yang menghancurkan tank-tank dan kendaraan half-track. Di bawah hujan tembakan musuh yang terus menerus, pasukan terjun payung mundur ke selatan. Dari 70 orang yang dipimpin Shunari dalam pertempuran, 24 tewas dan 16 luka-luka. Kabut tebal menyelimuti Chinese Farm saat fajar tanggal 16 Oktober, dan keheningan menyelimuti di sana setelah 10 jam pertempuran sengit. Ratusan kendaraan yang hancur dan berasap berserakan di gurun bersama puluhan orang Mesir dan Israel yang tewas. Hari baru melihat Jalan Tirtur masih diblokir, rute Akavish terlalu berbahaya untuk digunakan, dan orang-orang Mesir dengan keras kepala bertahan di Chinese Farm. Reshef telah kehilangan 56 dari 97 tanknya dan pada akhirnya menderita 128 tewas dan 62 luka-luka di Chinese Farm. Dengan standar apa pun, serangan itu gagal, tetapi sang kolonel bertekad untuk melanjutkan pertarungan. Dia beralasan bahwa jika dia terluka, begitu pula orang-orang Mesir.

Pasukan Infanteri Israel maju melalui Sinai. Pertempuran antara pasukan Israel dan Mesir di tempat yang disebut Chinese Farm sering kali terjadi dalam jarak dekat ketika kedua belah pihak bertempur untuk menguasai jalan-jalan utama di front Sinai. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Pada pukul 05.30, Reshef menghubungi Sharon dan memberitahunya bahwa dia akan terus bertempur meskipun anak buahnya sudah kelelahan. Reshef mengatakan bahwa tembakan artileri yang dia minta setelah serangan gagal Brom tampaknya tidak berdampak nyata pada pasukan infanteri musuh. Ini karena pasukan infanteri Mesir terlindungi dengan baik di parit-paritnya yang dalam. Tank-tank Mesir tersembunyi dengan baik di balik gundukan tanah. Sharon berkata dia akan mengirim satu batalion dari masing-masing brigade lainnya untuk memperkuat Reshef. Saat fajar Reshef memerintahkan sisa-sisa unit Mitzna dan Almog, yang jumlahnya turun menjadi 10 tank dari kekuatan awal 43 tank, untuk mundur dari posisi terbuka mereka di dataran dan mengambil posisi di gundukan tinggi yang lebih dekat ke kanal. Ketika pasukan Mitzna dan Almog yang hancur mundur, menghindari tank dan jip Mesir yang membawa sentara anti tank Sagger di sepanjang jalan raya dekat Chinese Farm, tentara Israel kembali menyerang persimpangan jalan dengan sebuah kompi di bawah pimpinan Mayor Gabriel Vardi. Berlindung di balik tank-tank Israel yang hancur, kendaraan lapis baja Vardi menghancurkan delapan kendaraan tempur lapis baja musuh tanpa kerugian apapun. Saat Vardi berduel dengan orang-orang Mesir, Reshef memimpin sisa batalion pengintaiannya melewati pasukan mayor Vardi langsung ke persimpangan jalan. Kali ini pasukan Mesir mengibarkan bendera putih untuk menyerah. Pertempuran untuk merebut persimpangan Tirtur-Lexicon telah berakhir, tetapi pertempuran untuk menguasai sisa Jalan Tirtur dan Chinese Farm masih jauh dari selesai. Batalyon pimpinan Letnan Kolonel Ami Morag, divisi Sharon, dan satu batalion dari brigade Raviv tiba pagi-pagi sekali dua mil barat laut Chinese Farmdi sepanjang Jalan Tirtur. Morag tidak tahu tentang pertempuran sengit yang berkecamuk di daerah itu. Orang-orang Mesir lalu melepaskan badai rudal Sagger ke batalion Morag, dan dia memerintahkan tanknya untuk mundur. Morag mencoba maju sekali lagi dengan delapan tank, yang dilindungi oleh lima tank lainnya yang berlindung di sebuah tambang. Dia memimpin pasukan kecilnya dalam serangan cepat di jalan. Sementara awak tanknya menembakkan senjata mereka, para komandan menembakkan Uzi dan melemparkan granat ke pasukan infanteri Mesir yang tertegun yang menduduki parit di kedua sisi jalan raya. Hebatnya, pasukan kecil Morag berhasil mencapai persimpangan Tirtur-Lexicon dengan hanya kehilangan satu kendaraannya. Melihat terlalu banyak pasukan infanteri musuh yang harus ditangani, dia memimpin anak buahnya kembali ke Jalan Tirtur setelah mengambil 20 pasukan terjun payung, yang selamat dari unit Shunari.

Tank Mesir dan Israel berantakan di Chinese Farm. (Sumber: https://www.reddit.com/)

Sayangnya bagi orang-orang Israel, Jalan Tirtur masih diblokir, dan rute Akavish masih terlalu berbahaya untuk digunakan. Ketika jam-jam berlalu pada tanggal 16 Oktober, orang-orang Israel menyadari bahwa sampai Jalan Tirtur dibuka, jembatan rol tidak dapat mencapai kanal. Sama pentingnya, sampai Jalan Akavish diamankan, jembatan ponton yang bergerak di sepanjang jalan itu menuju kanal tidak dapat digunakan. Adan kemudian diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan dilema ini. Dia menyadari hanya pasukan infanteri kawan yang dapat membongkar posisi musuh dari jalan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dia meminta agar Batalyon ke-890 pimpinan Kolonel Yitzhak Mordecai, yang merupakan bagian dari Brigade Pasukan Terjun Payung ke-35 pimpinan Kolonel Uzi Yairi, ditugaskan kepadanya untuk akhirnya mengamankan jalan raya yang vital. Yairi bertemu dengan Adan pada pukul 10 malam tanggal 16 Oktober dan diberi tahu bahwa tugas tersebut harus diselesaikan sebelum fajar tanggal 17 Oktober. Tidak ada foto udara dari posisi tentara Mesir yang tersedia, dan tidak ada persiapan tembakan artileri yang akan disediakan. Pasukan terjun payung harus mencapai tujuan mereka sebelum pagi, Adan bersikeras serangan dilakukan di kegelapan, karena tidak ada prajurit infanteri yang bergerak melintasi medan di siang hari yang memiliki kesempatan untuk bisa selamat.

PETAKA BAGI PASUKAN PAYUNG & TITIK BALIK PEPERANGAN

Pasukan terjun payung mulai bergerak tak lama setelah tengah malam. Rute mereka akan sama dengan yang diambil oleh Morag, meskipun tidak ada seorang pun di komando Adan yang tahu tentang sebagian besar pasukan infanteri musuh yang ditemui Morag. Ini karena Morag berada di divisi Sharon, dan laporan pergerakannya sebelumnya tidak pernah diberikan kepada pasukan pimpinan Adan. Kontak pertama yang dilakukan pasukan terjun payung Israel dengan musuh terjadi pada pukul 2:45 pagi, dan itu terbukti menjadi bencana. Satu kompi bergerak langsung ke depan posisi pasukan Mesir, sementara yang kedua, diperintahkan untuk melakukan serangan mengapit, juga terjebak di tempat terbuka oleh pasukan infanteri, tank, dan artileri musuh, dan komandannya tewas dalam pertempuran itu. Sementara itu, kompi utama ditembaki dalam jarak 200 yard (182 meter) dari garis pertahan pasukan Mesir, dengan kehilangan sebagian besar perwira mereka tewas atau terluka. Segera tank-tank musuh mendekat, dan mereka baru dipukul mundur oleh pasukan terjun payung setelah anak buah Mordecai dapat menggunakan peluncur rudal antitank ringan, yang membakar satu tank Mesir. Saat fajar, sebuah batalion tank di bawah pimpinan calon Perdana Menteri Israel Letnan Kolonel Ehud Barak tiba untuk membantu pasukan terjun payung yang terkepung. Lima tank Barak langsung dihancurkan oleh tembakan rudal Sagger, yang menyebabkan dua kendaraan yang tersisa mundur. Saat anak buah Yairi bertempur dan tewas di Jalan Tirtur, Adan, menyadari bahwa perhatian Mesir tertuju pada pertempuran di sana, sehingga memampukannya memindahkan jembatan ponton Israel ke Jalan Akavish dan ke kanal. Meskipun pasukan terjun payung kehilangan 41 tewas dan 100 luka-luka, perjuangan berani mereka telah melonggarkan cengkeraman Mesir di Jalan Akavish dan membuka jalan pasukan Israel menyeberang ke benua Afrika. Pada tanggal 17 Oktober, orang-orang Mesir akhirnya berusaha menutup koridor Israel ke kanal dan memotong semua pasukan musuh antara Jalan Lexicon dan kanal. Menebak niat terbaru lawan mereka, Adan dan Sharon memusatkan tiga brigade lapis baja di utara untuk melawan Divisi Infanteri ke-16 Mesir dan Divisi Lapis Baja ke-21, sementara batalion tank pimpinan Letnan Kolonel Amir Jaffe, dengan hanya 15 tank, menguasai garis barat Chinese Farm.

Sebuah tank Israel bergemuruh melintasi jembatan rol yang telah dibangun sebelumnya di atas Terusan Suez. Kemenangan Israel dalam Pertempuran Chinese Farm memberi mereka kendali atas jalan-jalan yang diperlukan untuk melancarkan serangan melintasi Terusan Suez, tetapi dengan mengorbankan banyak nyawa dan peralatan. (Sumber: https://warfarehistorynetwork.com/)

Pada malam tanggal 16 Oktober, Jaffe melaporkan penarikan pasukan infanteri musuh dari Chinese Farm. Dia kemudian diperintahkan untuk tidak mengganggu gerakan itu. Hari berikutnya dimulai dengan serangan oleh pasukan infanteri Mesir yang menembakkan rudal-rudal Sagger ke batalion tank Jaffe. Salah satu tank Jaffe mampu membuyarkan para penyerang dengan satu tembakan voli. Tak lama kemudian, Divisi Tank ke-21 Mesir menyerang batalion Jaffe. Jaffe mulai menembaki penyerangnya pada jarak 1.500 yard (1.371 meter). Dalam waktu setengah jam, awak tank-tank Mesir mundur, meninggalkan 48 tank mereka terbakar di medan perang. Jaffe tidak memiliki tank yang rusak dalam pertemuan berat sebelah itu. Saat tank-tank Mesir menyerah pada tembakan mematikan Jaffe, Adan pada hari yang sama menghancurkan Brigade Lapis Baja ke-25 musuh yang tergabung dalam Tentara Ketiga Mesir, dan akhirnya membersihkan Jalan Tirtur dan Akavish. Sementara itu, komando Reshef telah ditata ulang dan diperkuat. Ini memungkinkannya untuk bergerak maju dan mengamankan Chinese Farm. Setelah pertempuran sengit, posisi ini jatuh ke tangan Israel pada tanggal 18 Oktober. Selanjutnya, Israel menyeberang ke tepi barat kanal dan memotong Tentara Mesir Ketiga. Pertempuran untuk merebut Chinese Farm memang mewujudkan tujuan Mesir untuk menyebabkan kerugian besar pada militer IDF, sementara bagi Israel hal itu membuka jalan bagi mereka untuk menyeberangi Terusan Suez. Kedua peristiwa tersebut merupakan faktor kunci dalam mengakhiri perang dengan gencatan senjata pada tanggal 25 Oktober.

Baca Juga mengenai Operasi Badr Mesir berikut:

Diterjemahkan dan ditambahkan kembali dari:

Tank Clash in the Sinai By Arnold Blumberg

Tank Clash in the Sinai

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Battle_of_the_Sinai_(1973)

The Arab-Israeli Wars: War and Peace in the Middle East from the War of Independence through Lebanon by Chaim Herzog, 1982; p 266, 272, 281, 283, 285-286

Arabs at War: Military Effectiveness, 1948-1991 (Studies in War, Society, and the Military) by Kenneth M. Pollack; September 1, 2004; P 111, 113, 117

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *